3.POLARISASI TERIMBAS
BAB 7
POLARISASI TERIMBAS (IP)
Telah banyak buku menerangkan prinsip dasar atau filosofi
pengukuran IP. Dalam buku ini hanya dititik beratkan pada manajemen
penerapan IP pada eksplorasi mineral. Meskipun telah ada studi
tentang penerapan IP pada geologi teknik dan eksplorasi minyak
tetapi dalam buku ini belum membahasnya.
Ada dua metoda dalam mengukur IP, bahkan dapat dikatakan ada 3
metoda dalam mengukur IP di lapangan, yaitu:
a. Frekuensi domain, dikenal dengan sebutan frekuensi domain
IP
b. Time domain, dikenal dengan sebutan TDIP
c. Phase domain, dikenal dengan sebutan RPIP.
Pada pengukuran frekuensi domain IP diperoleh dua parameter
yaitu tahanan jenis (ohm-m) dan persen frekuensi efek (%fe), TDIP
diperoleh parameter tahanan jenis (ohm-m) dan chergeability (m),
sedang pada RPIP diperoleh paramater tahanan jenis (ohm-m) dan
phase (miliradian). Dari ketiga metoda tersebut dapat dibuat smoot
modelnya. Contoh hasil pengukuran dan hasil smoot model ditunjukkan
pada Gambar 7.1. Ketiga metoda tersebut sama-sama menunjukkan
adanya kandungan sulfida yang ada pada mineral target. Kandungan
sulfida di bawah 5% masih dapat dideteksi pada pengukuran IP. Hal
tersebut tidak dapat dilakukan pada jenis-jenis survei lainnya.
Telah banyak pabrik peralatan geofisika membuat peralatan
pengukur IP, dari power transmitter kecil hingga 30 KVA. Biasanya
tiap alat hanya menggunakan satu atau dua metoda mengukur IP saja.
Sangat jarang ketiga metoda tersedia dalam satu unit peralatan.
Pada peralatan buatan Zonge Engineering, ketiga metoda tersebut
tersedia dalam satu unit alat dan bisa mengukur secara bergantian
tergantung dari ahli geofisika memilihnya.
7.1.Merencana Survei IP
Untuk merencana survei IP diperlukan pengetahuan mengenai
metoda, konfigurasi, perkiraan model geologi dan aspek-aspek lain
yang mempengaruhi efisiensi pengukuran dan hasilnya.
7.1.1.Metoda Pengukuran IP
Telah diterangkan di depan bahwa ada 3 metoda pengukuran IP
yaitu frekuensi domain (FDIP), time domain (TDIP), dan resistivity
phase (RPIP). Ketiga metoda tersebut mempunyai kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Banyak keuntungan yang diperoleh bila
ketiga metoda tersebut dapat diuji coba dipilih dalam suatu
pengukuran di lapangan eksplorasi. Cara TDIP sangat sensitif
terhadap nois lokal, sensitif juga terhadap anomali targetnya.
Sebaliknya frekuensi domain IP tidak sensitif terhadap nois,
relatif kurang sensitif terhadap anomali target dibandingkan dengan
TDIP. Pada pengukuran metoda TDIP, biasanya magnitude anomali
berkisar antara 5 dan 40 dengan kesalahan (error) pengukuran
rata-rata berkisar antara 0,1 dan 2.5. Biasanya magnitude anomali
pada metoda frekuensi domain IP berkisar antara 1 %fe dan 8 %fe
dengan error pengukuran berkisar antara 0,1 %fe dan 0,5 %fe.
Gambar 7.1
CONTOH HASIL PENGUKURAN IP METODA RESISTIVITY PHASE
Zonge Engenering
Menurut penulis, frekuensi domain IP sangat cocok diterapkan
pada daerah yang relatif bernois tetapi mempunyai magnitude anomali
target relatif besar, sedang TDIP cocok pada tempat yang
benar-benar bebas nois (di hutan) dengan magnitude anomali target
relatif kecil. RPIP kondisinya relatif sama dengan TDIP.
7.1.2.Konfigurasi pengukuran IP
Meskipun banyak macam konfigurasi pengukuran tetapi hanya 2
macam konfigurasi yang sering dilakukan, yaitu gradient array dan
dipole-dipole.
Kedua konfigurasi tersebut digunakan sebagai profiling dan
mapping. Konfigurasi pole-pole, pole-dipole, Wenner, Schlumberger
dan sebagainya jarang digunakan. Pemilihan konfigurasi gradient
array dimaksudkan agar survei berjalan cepat sedang konfigurasi
dipole-dipole dipilih karena resolusinya relatif baik dalam arah
lateral.
7.1.2.1Konfigurasi gradient array
Konfigurasi ini dilakukan untuk mendapatkan peta penyebaran IP
pada kedalaman ekuivalen tertentu. Kedalaman pemetaannya tergantung
dari bentangan elektroda arus AB yang digunakan (diperkirakan
sekitar 0,125 kali bentangan AB). Pada pengukuran ini, data relatif
baik bila dilakukan dengan bentangan elektroda potensial 50 m. 10%
dari jumlah data harus berupa pengukuran overlap. Error pada
pengukuran overlap tersebut dijadikan dasar sebagai evaluasi
kualitas data. Penggunaan receiver berchannel banyak sangat
membantu kecepatan produksi di lapangan. Penggunaan transmitter dan
generator berkekuatan besar (7,5 KVA), sangat menentukan mutu data
yang diperoleh. Pada bentangan AB sebesar 3 sampai 4 km diperlukan
arus minimal 4 Amper untuk memperoleh data bermutu baik.
Peningkatan arus dapat dilakukan dengan menggunakan plat tembaga
disiram air garam pada elektroda arus. Data bermutu baik biasanya
terletak pada lintasan yang relatif dekat dengan bentangan
elektroda arus AB, semakin jauh dari bentangan elektroda arus AB
mutu data semakin menurun. Untuk mengatasi hal tersebut harus
dilakukan pemindahan bentangan alektroda AB agar relatif dekat
dengan lintasan pengukuran elektroda potensial.
Anomali peta tahanan jenis atau IP yang diperoleh dapat
mengarahkan pengukuran relatif lebih detil menggunakan konfigurasi
dipole-dipole.
7.1.2.2Konfigurasi dipole-dipole
Biasanya konfigurasi ini dilakukan untuk memperoleh data lebih
detil dibanding gradient array. Dipole-dipole dapat dilakukan
dengan berbagai harga x dan n tergantung dari penetrasi yang
dikehendaki. Meskipun harga x diubah-ubah dari 25 m, 50 m, 100 m,
200 m hingga 300 m, biasanya harga n selalu dipergunakan dari 1
hingga 6. Pengukuran dengan n=7 sangat jarang dilakukan karena
sinyalnya yang relatif lemah mengakibatkan data relatif besar
kesalahannya.
Pemakaian receiver berchannel banyak (6 channel) sangat membantu
produksi pengukuran di lapangan. Digunakannya receiver berchannel
banyak, relatif mengurangi kesalahan pengukuran. Berikut ini
ditunjukkan beberapa cara mengukur dipole-dipole dan hasil ploting
point pengukurannya dengan menggunakan receiver berchannel banyak.
Gambar 7.2 menjelaskan tentang mengukur IP cara bergerak searah.
Transmitter selalu bergerak menyusul bentangan kabel receiver dan
menghasilkan rangkaian data yang seragam sepanjang lintasan. Gambar
7.3 menjelaskan tentang pengukuran IP cara receiver ditengah. Pada
setiap posisi receiver selalu dilakukan dua set pengukuran; satu
set pengukuran dengan transmitter dibelakang (gambar 7.4) dan satu
set dengan transmitter di depan. Cara ini menghasilkan data overlap
sebanyak 7-10 %.
7.1.3.Perkiraan model geologi aspek-aspek lain yang mempengaruhi
efisiensi
Perkiraan model geologi daerah eksplorasi sangat menentukan
kesuksesan penerapan survei IP. Perkiraan model geologi menentukan
konfigurasi kerapatan data dalam lintasan, jarak antar lintasan dan
design penetrasi survei. Lintasan survei IP diusahakan agar relatif
tegak lurus dengan benda anomali. Ketajaman seorang perencana
survei IP sangat ditentukan oleh pengalaman dan perbendaharaan
model-model geologi atau model-model IP yang pernah diketahui dan
dihayatinya.
Gambar 7.2
CONTOH PENGUKURAN IP DENGAN CARA BERGERAK SEARAH
Zonge Engenering
Gambar 7.3
CONTOH PENGUKURAN IP DENGAN CARA RECEIVER DITENGAH
Zonge Engenering
Gambar 7.4
CONTOH PENGUKURAN IP DENGAN
RECEIVER DITENGAH DAN TRANSMITTER DISALAH SATU SISI
Zonge Engenering
Beberapa model IP dan contoh-contoh pengukuran IP beserta
kontrol pemborannya ditunjukkan pada sub-bagian 7.3. Diharapkan
dari contoh-contoh tersebut dapat mempertajam kemampuan ahli
geofisika untuk merencana survei IP.
Untuk memperoleh efisiensi yang relatif besar dan hasil relatif
baik, pada rencana survai harus mencantumkan syarat-syarat sebagai
berikut :
a. Membuat panjang lintasan survai dipole-dipole IP berkelipatan
bulat dari jarak satu set rangkaian bentangan kabel pengukuran.
b. Menggunakan tenaga ahli yang telah berpengalaman cukup pada
pengukuran konfigurasi domain IP, TDIP, dan RPIP serta dapat
berkomunikasi baik dengan buruh lokal.
c. Menyediakan buruh dan kabel yang cukup agar dapat memasang
rangkaian bentangan kabel terlebih dahulu sebelum peralatan datang
mengukurnya.
d. Menyediakan sarana komunikasi yang baik.
7.2.Pengontrolan Kualitas Data
a. Pada pengontrolan kualitas data dilapangan, tidak terlepas
dari lima aspek penting dan masih banyak hal-hal lain yang harus
diperhatikan. Aspek penting tersebut adalah:
b. Evaluasi harga magnitude anomali, untuk menentukan standart
error data lapangan.
c. Evaluasi lebar dan panjang anomali, untuk menentukan
kerapatan data.
d. Menghindari efek kopling yang tidak diinginkan.
e. Efisiensi pengukuran.
f. Mempertinggi mutu data.
Hal-hal tersebut dijelaskan dalam subbab-subbab berikut.
7.2.1.Melakukan evaluasi magnitude anomali
Evaluasi magnitude anomali dilakukan dari data yang diperoleh
dari hasil pengukuran percobaan di target yang telah
ditentukan/diketahui. Magnitude anomali besar memberikan
kelonggaran error pengukuran, sedang magnitude anomali kecil harus
diimbangi dengan error yang kecil pula. Anomali kecil menuntut
pengukuran yang sangat teliti, hal tersebut harus dilakukan oleh
pelaksana-pelaksana yang benar-banar profesional dan menggunakan
alat yang teliti.
Pada setiap lintasan pengukuran selalu membuat data overlap
dengan posisi elektroda arus dan elektroda potensial dibolak-balik.
Jumlah data overlap tersebut disarankan sebesar kurang lebih 10%
dari jumlah data pada lintasan yang bersangkutan. Error data
overlap tersebut dibandingkan terhadap magnitude anomali yang
diperoleh atau terhadap harga rata-rata pengukurannya.
Diharapkan error berkisar antara 10% hingga 25% dari magnitude
anomali. Error dibawah 10% bahkan dibawah 5% dari magnitude anomali
merupakan data yang sangat bagus. Setiap pengukuran harus
diusahakan untuk mencapai data yang sangat bagus tersebut. Sebagian
ahli berpendapat bahwa harga error harus lebih kecil dari 10% dari
harga rata-rata pengukuran. Tidak dapat dipenuhinya persyaratan
tersebut menjadikan gugurnya penerapan magnitude IP. Hal tersebut
juga berlaku pada pengukuran tahanan jenis dan tahanan jenis
kompleks.
7.2.2.Melakukan evaluasi dimensi anomali
Lebar dan panjang anomali menentukan design atau perubahan
design pengukuran IP. Lebar anomali menentukan kerapatan data yang
mana dapat diatur dari jarak stasion pengukuran atau lebar
bentangan dipole (x), nilai harga n. Panjang anomali menentukan
jarak antar lintasan pengukuran.
7.2.3.Menghindari efek kopling yang tidak diinginkan
Efek kopling terjadi pada pengukuran dipole-dipole pada
bentangan panjang (x = 300 m) atau kondisi permukaan yang sangat
konduktif (<10 Ohm-m). Persilangan kabel transmitter dan
receiver dapat juga menyebabkan efek kopling.
Untuk menghindari efek kopling yang tidak diinginkan diusahakan
tidak menggunakan kabel elektroda potensial maupun kabel elektroda
arus dalam kondisi banyak tergulung dan bertumpuk-tumpuk pada saat
dilakukan pengukuran. Setiap pengukuran tidak diperbolehkan untuk
melakukan penumpukan kabel elektroda arus dengan kabel elektroda
potensial. Pengukuran dilakukan pada satu arah, dimana posisi
elektroda arus beserta kabelnya selalu di belakang atau di depan
dari rangkaian kabel elektroda potensial. Pada teknik pengukuran
ini tidak mungkin terdapat pertemuan kabel elektroda arus dan
elektroda potensial sehingga efek kopling yang tidak diinginkan
dapat dihindari. Contoh cara pengukuran dipole-dipole IP pada
gambar 7.2, 7.3 dan 7.4 dapat menghindari efek kopling
tersebut.
7.2.4.Mengefisienkan pengukuran di lapangan
Efisiensi pengukuran lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan
receiver berchannel banyak (6 channel). Dengan menggunakan 6
channel tersebut dapat diukur 6 data secara bersamaan dari satu
posisi elektroda arus. Panjang lintasan pengukuran diusahakan
sedemikian rupa agar merupakan kelipatan bulat dari rangkaian
seting kabel dan peralatan yang telah dijelaskan pada gambar 7.2,
7.3 dan 7.4.
7.2.5.Mengusahakan kualitas data sebaik mungkin
Mutu data pengukuran IP dapat ditingkatkan dengan melakukan
pengontrolan kualitas sebagai berikut:
a. Hanya mencatat atau mememori harga pengukuran yang
benar-benar stabil, atau Standard Error Mean (SEM) yang benar-benar
kecil. Bila SEM tidak dapat kecil, maka harus mememori dalam banyak
blok data.
b. Mengusahakan arus yang cukup sehingga receiver dapat
menerimanya dengan besaran di atas 0.1 mVolt.
c. Pengeplotan data dan pengonturan manual pada pseudo-section
harus dilakukan secara langsung di lintasan lapangan. Hal tersebut
dimaksudkan agar dapat diketahui secara cepat bila terdapat
penyimpangan pengukuran; baik yang diakibatkan oleh kesalahan
pemasangan kabel, adanya efek kopling atau nois-nois lokal
lainnya.
Dengan diikutinya semua petunjuk tersebut, diharapkan dapat
diperoleh data sebaik-baiknya dan sesuai dengan target anomalinya.
Sebelum membuat pseudosection final, terlebih dahulu data harus
dievaluasi dan dilakukan penyortiran.
Data yang tergolong berkualitas sangat jelek, dibuang. Bila
dengan dibuangnya data berkualitas jelek menyebabkan hilangnya data
pada pseudo section, maka pada posisi data tersebut ditulis
keterangan "tidak ada data" atau "noise".
7.3.Potensi problem dan Antisipasinya
Meskipun telah mengikuti petunjuk pengukuran dan teknik
mengontrol kualitas survei seperti telah dijelaskan di atas,
diperkirakan masih ada potensi-potensi problem yang harus
diantisipasi. Potensi-potensi problem tersebut antara lain:
7.3.1.Kesulitan mengirim arus
Kesulitan mengirim arus sesuai dengan permintaan receiver, agar
diperoleh bacaan receiver stabil atau lebih dari 0.1 mVolt antara
lain disebabkan oleh kondisi tanah/batuan yang kering dan adanya
lapisan lava yang menutup daerah eksplorasi. Kesulitan tersebut
dapat diatasi dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Elektroda arus dibuat dari alumunium foil dan disiram dengan
air garam.
b. Menggunakan kabel dengan tahanan jenis yang cukup kecil.
c. Menggunakan transmitter dan generator berkekuatan relatif
besar (3 KVA sampai dengan 7,5 KVA).
7.3.2.Kekeliruan penentuan posisi
Kekeliruan penentuan posisi elektroda arus maupun potensial akan
menyebabkan kesalahan "ploting point" dan kesalahan harga tahanan
jenis semu tetapi tidak terlalu mempengaruhi harga persen frekuensi
efek ataupun chergeability.
Kekeliruan penentuan posisi dapat disebabkan oleh teknik
pengukuran yang tidak baik (hanya menggunakan kompas dan meteran
saja) dan penggunaan sistem peta yang berbeda-beda. Kekeliruan ini
dapat berkisar antara 25 m hingga 500 m. Kekeliruan 25 m hingga 200
m dapat disebabkan oleh kesalahan pengukuran di lapangan sedang
kekeliruan hingga 500 m dapat disebabkan oleh penggunaan sistem
peta yang berbeda-beda atau campuran keduanya. Kesalahan ini banyak
dialami pada eksplorasi-eksplorasi mineral karena biasanya pada
eksplorasi mineral dilakukan oleh ahli-ahli geologi atau geofisika
yang rata-rata mengabaikan masalah positioning. Untuk menghemat
biaya biasanya masalah positioning banyak dikorbankan dengan cara
antara lain:
a. mempercayakan pada asisten lapangan yang belum tentu tahu
masalah positioning tanpa ada kontrol kualitas.
b. menggunakan peralatan teresteristis yang sangat sederhana
(compas dan meteran) tanpa memperhatikan faktor-faktor
blundernya.
c. menggunakan peralatan hand held GPS tanpa memahami
kesalahan-kesalahannya dan sistem peta yang digunakan.
d. Selain hal-hal tersebut diatas, banyak peta-peta batas
wilayah kerja yang diberikan Departemen Pertambangan dan Energi
tanpa menyebut sistem dan elipsoide yang digunakannya (kasus di
Indonesia).
e. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
f. semua pengukuran posisi pada tahap survei lebih detil harus
menggunakan minimal peralatan teodolit T0. Penggunaan GPS cara
single fix dapat dilakukan pada tahap survei pendahuluan atau
regional.
g. harus menggunakan sistem peta (proyeksi & ellipsoide)
yang seragam, baik untuk posisi data geologi, geofisika, geokimia,
batas wilayah dan sebagainya.
h. bila menggunakan sistem koordinat dan elevasi lokal harus
dibuat benchmark sebagai titik tetapnya. Semua pengukuran
selanjutnya harus mengacu pada benchmark tersebut.
7.4.Beberapa Contoh Model Anomali IP
Untuk mempertajam lokasi eksplorasi dan mengontrol kualitas
survei IP, perlu pengetahuan mengenai model-model anomali IP. Dalam
hal ini sengaja penulis mengumpulkan contoh-contoh model ideal pada
pseudo section IP dan contoh-contoh anomali pseudo section dari
pengukuran konfigurasi IP yang telah dibuktikan dengan pemboran.
Kumpulan tersebut disajikan dalam bentuk gambar-gambar yang disalin
dari “Practical Geophysics II”.
7.4.1.Model benda ideal
Contoh beberapa anomali IP dari model 2,5 dimensi benda ideal
ditunjukkan pada Gambar 7.5 hingga Gambar 7.10. Model-model
tersebut dibuat pada konfigurasi dipole-dipole dengan n=1 hingga
n=3 atau 5 atau 6.
Gambar 7.5 menunjukkan model 2,5 dimensi benda horizontal
berpolarisasi tinggi tanpa overburden. Gambar 7.6 menunjukkan benda
tegak bersulfida tinggi (berpolarisasi tinggi) tanpa overburden,
sedang gambar 7.7 ditutupi dengan overburden. Gambar 7.8, 7.9 dan
7.10 masing-masing menunjukkan model benda berpolarisasi tinggi di
berbagai macam kedalaman. Pada Gambar 7.8 mempunyai kedalaman
sebesar 1600 ft, Gambar 7.9 berkedalaman 2000 ft, sedang Gambar
7.10 berkedalaman 2400 ft.
7.4.2.Anomali tahanan jenis semu dan persen frekuensi efek
terkontrol
Beberapa anomali IP dari pengukuran konfigurasi dipole-dipole
berupa tahanan jenis semu ( a), persen frekuensi efek (fe) dan
metal faktor (mf) yang telah dibuktikan dengan pemboran ditunjukkan
pada gambar-gambar berikut. Anomali-anomali tersebut dibagi menjadi
dua bagian, yaitu anomali bermagnitude normal dan bermagnitude
relatif kecil.
7.4.2.1.Anomali bermagnitude normal
Gambar 7.13 dan Gambar 7.14 memperlihatkan hasil pengukuran
dipole-dipole IP disertai hasil pemboran, dari "Pine Point type
Mineralization". Gambar 7.11 memperlihatkan pengukuran
dipole-dipole n=1 hingga n=3 dengan harga x=200 ft, sedang Gambar
7.12 menggunakan harga x=100 ft. Kedua gambar menunjukkan anomali
klasik dengan magnitude sangat besar. Magnitude anomali persen
frekuensi efek membesar (positif) dari harga umumnya dan anomali
tahanan jenis semunya mengecil (negatif) dari harga umumnya.
Hal serupa diperlihatkan pada Gambar 7.13 dan Gambar 7.14.
Dipole-dipole IP, n=1 hingga n=4 dengan x=200 ft pada Gambar 7.13
dan x=25 ft pada Gambar 7.14. Kedua pseudo-section tersebut
memperlihatkan anomali klasik dengan magnitude besar.
Gambar 7.5
MODEL BENDA HORIZONTAL BERPOLARISASI TINGGI TANPA OVERBURDEN
Gambar 7.6
MODEL BENDA TEGAK HINGGA DALAM SEKALI BERPOLARISASI TINGGI
TANPA OVERBURDEN
Gambar 7.7
MODEL BENDA TEGAK HINGGA DALAM SEKALI BERPOLARISASI TINGGI
DENGAN OVERBURDEN
Gambar 7.8
MODEL BENDA BERPOLARISASI TINGGI DIKEDALAMAN 1600 FT.
Gambar 7.9
MODEL BENDA BERPOLARISASI TINGGI DIKEDALAMAN 2000 FT.
Gambar 7.10
MODEL BENDA BERPOLARISASI TINGGI DIKEDALAMAN 2400 FT.
Gambar 7.11
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=200FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE BODY
Gambar 7.12
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=100FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE BODY
Gambar 7.13
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=200FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE ZONE
Gambar 7.14
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=25FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE ZONE
7.4.2.2Anomali bermagnitude relatif kecil
Rangkaian contoh hasil pengukuran IP berikut mempunyai magnitude
anomali yang relatif kecil. Harga magnitude anomalinya lebih kecil
dari 2% fe, interpretasinya relatif sulit dan harus benar-benar
hati-hati mempertimbangkan kesalahan maupun pola anomali.
Rangkaian Gambar 7.15 hingga 7.16 memperlihatkan anomali
pengukuran IP yang telah dikontrol oleh hasil pemboran, dari
"Lakeshore orebody", Pinal Country, Arizona pada tahun 1966 dan
1967. Pengukuran tahun 1996 dilakukan pada line-500N menggunakan
konfigurasi dipole-dipole n=1 hingga n=5 dengan x=200ft (Gambar
7.15) dan x=300 ft (Gambar 7.16). Pada tahun berikutnya pengukuran
dilakukan pada line 498N menggunakan konfigurasi yang sama dengan
harga x=500ft (Gambar 7.17) dan x=1000 ft (Gambar 7.18), magnitude
anomali Persen Frekuensi Effek sebesar 1% fe hingga 1,5% fe dengan
harga umum (background) sekitar 2% fe. Pada kondisi seperti ini
pengukuran IP harus dilakukan dengan ketelitian yang tinggi.
Gambar 7.19, 7.20 dan 7.21 menunjukkan hasil pengukuran
dipole-dipole IP pada x=1 hingga n=4 masing-masing pada harga x=500
ft, x=300 ft dan x=100 ft. Ketiga rangkaian gambar tersebut
merupakan hasil pengukuran IP line-25N yang telah dikontrol oleh
hasil pemboran dari "massive sulfides" atau "massive lead-silver
ore with pyrite" di daerah Broken Hill, New South Wales. Magnitude
anomalinya relatif kecil, yaitu sekitar 1,5% fe dengan harga
background 2% fe. Pada survei ini harus diukur dengan ketelitian
yang tinggi.
Pengukuran dipole-dipole IP, n=1 hingga n=3 dan x=100 ft, di
daerah Kalgoorlie, West Australian diperlihatkan pada Gambar 7.22.
Hasil pengukuran mencerminkan anomali mineralisasi sulfida
masif.
Gambar 7.23 memperlihatkan hasil survei dipole-dipole IP, n=1
hingga n=4 dan x=200 ft dapat mengungkapkan adanya Cn-Zn sulfida
zone di daerah Hebecort Township, Noranda, Quebec, Canada.
Gambar 7.15
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=200FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.16
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=300FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.17
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=500FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.18
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=1000FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.19
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=500FT
DARI SULFIDA MASIF
Gambar 7.20
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=300FT
DARI SULFIDA MASIF
Gambar 7.21
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=100FT
DARI SULFIDA MASIF
Gambar 7.22
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=100FT
DARI SULFIDA MASIF DISERTAI PEMBORAN
Gambar 7.23
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP
UNTUK MENGETES ISO-COPPER FIELD DISERTAI PEMBORAN
DAFTAR PUSTAKA
POLARISASI TEREMBAS (IP)
Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Kombinasi, Gravitasi,
Magnetik, Tahanan Jenis Kompleks, Elektromagnetik, CSAMT, TEM, GPS,
Topografi, Leveling, Kelogistikan dan Lingkungan tahun 1980 - 1995
(bersifat tertutup).
Grant, F. S., and West, G. F.,1965, Interpretation theory in
applied geophysics, McGraw-Hill, New York, U.S.A.
Parasnis, D.S.,1966, Mining Geophysics, Elsevier, Amsterdam.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysics II for the
Exploration Geologist, Northwest Mining Association, U.S.A.
Robert E. Syarif, 1978, Geophysical Exploration and
Interpretation, International Human Resources Development
Corporation, Boston.
_1032009390.unknown