3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Kabupaten Bintan (Gambar 3.1.) dengan memilih dua wilayah yang dijadikan objek penelitian lokasi I (pertama ) yaitu di muara pantai Trikora. Sedangkan lokasi II (kedua) adalah Pulau Mapur. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009. 3.2. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang memerlukan analisis yang saling terkait antara kondisi kualitas perairan dengan kondisi tutupan karang hidup; kondisi tutupan karang hidup dengan ikan karang, kondisi ikan karang dengan tutupan alga, sehingga hasil yang diperoleh dapat memberikan informasi dan rekomendasi untuk alternatif pengelolaan. 3.3. Peralatan yang digunakan Pengambilan data terumbu karang, ikan karang, dan makroalga dilapangan diperlukan bahan-bahan dan peralatan pendukung sebagai berikut : • Peralatan dasar selam, yang terdiri dari maske r, snorkel dan fin • Alat selam SCUBA (Self Contain Underwater Breathing Aparatus ) , yang terdiri dari BCD, regulator, weight belt , tabung udara (kapasitas 3000 Psi); • Roll meter • Pelampung tanda • Kamera Bawah air • Sabak bawah air • Perahu motor • Transek kuadrat 1 m x 1 m dan 0.5 m x 0.5 m • Alat tulis menulis bawah air • Buku identifikasi karang, yaitu: Ditlev (1980); Wood (1983); Suharsono (1996); Stafford-Smith, Veron (2001) dan • Laporan serta publikasi yang terkait dengan penelitian. Peralatan yang diperlukan untuk pengambilan data parameter fisik dan kimia disajikan pada Tabel 1.
14
Embed
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... · Titik pengamatan diambil sebanyak 8 titik terdiri dari 5 ... data dilakukan dengan jarak pandang sejauh 2,5 m ke kiri
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
26
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perairan Kabupaten Bintan (Gambar 3.1.) dengan
memilih dua wilayah yang dijadikan objek penelitian lokasi I (pertama) yaitu di
muara pantai Trikora. Sedangkan lokasi II (kedua) adalah Pulau Mapur.
Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, dimulai dari
bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang memerlukan analisis yang saling
terkait antara kondisi kualitas perairan dengan kondisi tutupan karang hidup;
kondisi tutupan karang hidup dengan ikan karang, kondisi ikan karang dengan
tutupan alga, sehingga hasil yang diperoleh dapat memberikan informasi dan
rekomendasi untuk alternatif pengelolaan.
3.3. Peralatan yang digunakan
Pengambilan data terumbu karang, ikan karang, dan makroalga dilapangan
diperlukan bahan-bahan dan peralatan pendukung sebagai berikut :
• Peralatan dasar selam, yang terdiri dari masker, snorkel dan fin • Alat selam SCUBA (Self Contain Underwater Breathing Aparatus ) , yang
terdiri dari BCD, regulator, weight belt, tabung udara (kapasitas 3000 Psi); • Roll meter • Pelampung tanda • Kamera Bawah air • Sabak bawah air • Perahu motor • Transek kuadrat 1 m x 1 m dan 0.5 m x 0.5 m • Alat tulis menulis bawah air • Buku identifikasi karang, yaitu: Ditlev (1980); Wood (1983); Suharsono
(1996); Stafford-Smith, Veron (2001) dan • Laporan serta publikasi yang terkait dengan penelitian.
Peralatan yang diperlukan untuk pengambilan data parameter fisik dan
kimia disajikan pada Tabel 1.
27
Tabel 1 Parameter dan cara analisis kualitas air dalam penelitian No Parameter Satuan Alat/ Cara Analisis Keterangan A Fisika
1 Kecerahan cm Secchi Disc In situ 2 Suhu °C Thermometer In situ 3 Padatan Tersuspensi mg/l Botol sampel; Ice Box; Laboratorium (TSS) Gravimetri B Kimia 1 Salinitas ‰ Refraktometer In situ 2 Oksigen terlarut mg/l DO meter In situ
Wilayah Kabupaten Bintan dengan penggunaan ruang di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, berkembang menjadi kawasan wisata, permukiman, industri,
pertanian, perikanan, pertambangan, dan lain- lain menjadikan wilayah ini
berkembang pesat. Dengan memilih dua wilayah yang dijadikan objek penelitian
lokasi I (pertama) yaitu di muara pantai Trikora Kecamatan Gunung Kijang yang
memiliki kategori tutupan karang rendah dan baik. Lokasi Kecamatan Gunung
Kijang dipilih sebagai lokasi pengamatan penelitian dengan pertimbangan yaitu
merupakan wilayah yang sangat dekat dengan aktifitas manusia baik di daratan
maupun pesisirnya. Sedangkan lokasi II (kedua) adalah Pulau Mapur dengan
kondisi tutupan karang dengan kategori baik sampai baik sekali dan dijadikan
lokasi pengamatan dikarenakan kondisinya yang agak jauh dari aktifitas daratan
(main land).
Titik pengamatan diambil sebanyak 8 titik terdiri dari 5 (lima) titik yaitu
Stasiun 1 (satu) sampai dengan stasiun 5 (lima) untuk kawasan I Kecamatan
Gunung Kijang (pantai Trikora) Sedangkan 3 (tiga) titik untuk ikawasan II (Pulau
Mapur) yaitu stasiun 6 (enam) sampai dengan stasiun 8 (delapan). Stasiun
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3.
28
Gambar 3 Lokasi penelitian di kawasan pesisir Kecamatan Gunung Kijang dan
Pulau Mapur
29
3.5. Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei untuk mengumpulkan
data primer dan penelusuran literatur (desk study) untuk mengumpulkan data
sekunder. Data primer terdiri dari:
3.5.1. Pengamatan terumbu karang dan makroalga
Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan menggunakan modifikasi
dari metode transek kuadrat (English et al. 1997). Dalam metode ini terdapat tiga
tahapan yang dilakukan, yaitu pembentangan roll meter, pemasangan pasak, dan
pengambilan foto transek.
Pemasangan roll meter dilakukan untuk menetapkan transek garis, dimana
transek garis ini berfungsi dalam penentuan arah dan jarak yang konstan dari
pemasangan transek kuadrat. roll meter dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar
dengan garis pantai, kemudian pemasangan transek kuadrat dilakukan setiap
selang 10 meter. Sebelum pengambilan foto transek, terlebih dahulu dilakukan
pemasangan pasak besi di setiap sudut transek kuadrat dengan tujuan sebagai
tanda untuk pengamatan berikutnya. Selanjutnya pengambilan foto transek
dilakukan dengan menggunakan kamera bawah air. Pengolahan foto dilakukan di
darat dengan menggunakan software Image-J sampai pada taraf bentuk
pertumbuhan tutupan karang (Lampiran 2). Output yang dihasilkan berupa data
kondisi penutupan karang yang terdapat dalam transek kuadrat.
Gambar 4 Metode pengamatan terumbu karang dengan transek kuadrat ukuran1 m x 1 m
Analisis Struktur Lifeform (English et al. 1997; Rogers et al. 1994)
merupakan pedoman yang digunakan untuk mengamati ekosistem terumbu
karang. Metode ini didasarkan pada analisis perbedaan bentuk-bentuk
pertumbuhan biota penyusun ekosistem terumbu karang yang merupakan
gambaran struktur komunitas dan kondisi habitat yang ditempatinya.
30
Tabel 2 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu karang berdasarkan lifeform karang dan kodenya.
3.5.2. Pengamatan ikan karang
Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode sensus visual
berdasarkan Dartnal dan Jones (1986). Metode ini merupakan salah satu metode
Kategori Kode Keterangan Komponen Biotik
Acropora
Branching ACB Paling tidak 2o percabangan. Memiliki axial dan radial oralit.
Encrusting ACE Biasanya merupakan dasar dari bentuk acropora belum dewasa
Submassive ACS Tegak dengan bentuk seperti baji Digitate ACD Bercabang tidak lebih dari 2o Tabulate ACT Bentuk seperti meja datar
Non-Acropora
Branching CB Paling tidak 2o percabangan. Memiliki radial oralit.
Encrusting CE Sebagian besar terikat pada substrat (mengerak) Paling tidak 2o percabangan
Foliose CF Karang terikat pada satu atau lebih titik, seperti daun, atau berupa piring.
Massive CM Seperti batu besar atau gundukan Submassive CS Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji. Mushroom CMR Soliter, karang hidup bebas dari genera Heliopora CHL Karang biru Millepora CML Karang api Tubipora CTU Bentuk seperti pipa-pipa kecil
Soft Coral SC Karang bertubuh lunak Sponge SP Zoanthids ZO Others OT Ascidians, anemon, gorgonian, dan lain -lain
Alga
Alga assemblage AA Terdiri lebih dari satu jenis alaga
Coralline alga CA Alga yang mempunyai struktur kapur Halimeda HA Alga dari genus Halimeda Macroalga MA Alga berukuran besar Turf alga TA Menyerupai rumput-rumput halus
Abiotik Sand S Pasir Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih atau putih kotor
Dead Coral with Alga DCA Karang ini masih berdiri, struktur skeletal
masih terlihat Rubble R Patahan karang yang ukurannya kecil Silt SI Pasir berlumpur Water W Air Rock RCK Batu
31
yang umum digunakan dalam survei pengamatan ikan- ikan karang dan telah
disepakati menjadi metode baku dalam pengamatan ikan- ikan karang secara
kuantitatif di ASEAN pada waktu lokakarya ASEAN-Australia Cooperative
Program on Marine Science bulan Agustus-Oktober 1985 di Australian Institute
of Marine Science (Hutomo 1986).
Metode ini secara garis besar hampir sama dengan metode Line Intersept
Transect dimana roll meter sepanjang 70 m dibentangkan sejajar dengan garis
pantai berlawanan dengan arah arus. Pencatatan data dilakukan dalam air dengan
menggunakan sabak kemudian dicatat spesies ikan yang ditemukan. Pencatatan
data dilakukan dengan jarak pandang sejauh 2,5 m ke kiri dan 2,5 m ke kanan
serta pandangan ke depan sejauh yang terlihat. Namun, jangan sekali-sekali
menengok kebelakang karena akan tercipta pengulangan data yang akan membuat
data tersebut menjadi tidak valid. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan data adalah faktor kecepatan renang, oleh karena itu diperlukan
kesabaran sehingga kita dapat berenang dengan santai dan tidak terburu-buru.
Hasil pengamatan ikan karang ditabulasikan berdasarkan jenis dan frekuensi
ditemukannya pada transek pengamatan.
Gambar 5 Pencatatan data kelimpahan dan biomass Sensus Visual Spesies Ikan
Karang (Labrosse 2002).
32
3.5.3. Pengukuran variabel kualitas air
Pengambilan data kualitas air bertujuan untuk mengetahui present status
kondisi perairan pesisir Kecamatan Gunung Kijang dan Pulau Mapur Bintan
Timur , yang meliputi kondisi fisika, dan kimia perairan. Metode pengambilan
contoh dan metode analisis kualitas air ini mangacu pada APHA (1989).
Pengukuran dan pengambilan contoh air dilakukan disetiap stasiun pada masing-
masing line transect. Variabel-variabel yang diukur langsung (in-situ) meliputi:
Kecerahan, suhu, salinitas dan oksigen terlarut. Sedangkan contoh air yang
diambil untuk pengukuran laboratorium adalah: TSS; Ammonia – Nitrogen Total