BAB IPENDAHULUAN
Tonsilitis merupakan suatu peradangan atau pembengkakan jaringan
tonsil bersama pengumpulan leukosit, bakteri patogen, dan juga sel
- sel epitel mati. Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan
penyakit tenggorokan yang berulang. Gambaran klinis bervariasi, dan
diagnosis sebagian besar tergantung pada inspeksi. Pada umumnya,
terdapat dua gambaran yang secara menyeluruh berbeda yang tampaknya
cocok dimasukkan kategori tonsilitis kronis. Pada satu jenis
tonsila membesar, dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat, yang
seringkali purulen, dapat diperlihatkan dari kripta kripta
tersebut. Pada beberapa kasus satu atau dua kripta membesar, dan
suatu bahan seperti keju atau seperti dempul amat banyak dapat
diperlihatkan dari kripta. Infeksi kronis biasanya berderajat
rendah adalah nyata. Gambaran klinis lain yang sering adalah dari
tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap
sebagai kuburan dimana tepinya hiperemis, dan sejumlah kecil sekret
purulen yang tipis, seringkali dapat diperlihatkan dari kripta.
Biakan tonsila dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa
organisme yang virulensinya relatif rendah dan, pada kenyataannya,
jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.(1)Pembesaran
tonsil/amandel bisa sangat besar sehingga tonsil kiri dan kanan
saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan.(11)Penyebab
dari tonsilitis jenis ini berbeda dengan tonsilitis pada umumnya.
Penyebab penyakit tonsilitis kronis ini adalah kuman golongan
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan
Streptococcus pyogenes. Pada individu yang rentan, peradangan dapat
disebabkan oleh faktor lain selain infeksi kuman itu sendiri.
Faktor yang lain tersebut antara lain;(11) debu asap rokok makanan
berminyak kelelahan cuaca buah-buahanKarena terus menerus mengalami
kontak dengan faktor diatas, akibatnya tonsil mengalami radang
berulang. Berulangnya radang ini, mengakibatkan tonsil menjadi
membesar dan mengalami pembengkakan, bahkan sampai menghalangi
jalan nafas.(11)Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik
ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.(7,9)Karena proses
radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh
detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submandibula.(7,9)Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan
beberapa kripti terisi oleh dendritus. Rasa ada yang mengganjal di
tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan nafas
berbau.(7,9)Gejala umum tonsilitis meliputi(7,8,9) merah dan/atau
bengkak pada tonsil kaku dan bengkak pada leher sakit tenggorokan
sulit menelan makanan batuk sakit kepala sakit mata demam hidung
mampetTonsilitis kronis dapat menimbulkan komplikasi ke daerah
sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis, atau otitis media
secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen
atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria,
dan furunkulosis.(7,9)Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis
adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada
kasus kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang lebih
konservatif gagal untuk meringankan gejala gejala. Penatalaksanaan
medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari hari, dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan
alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis atau berulang.(1,3,7)Tonsilektomi
adalah kasus bedah yang paling banyak dilakukan oleh dokter
spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) sehingga sering dianggap
sebagai bedah yang kecil saja, namun tetap ada resiko karena dokter
melakukan suatu tindakan memanipulasi organ tubuh. Banyak sekali
komplikasinya, antara lain: 1) rasa nyeri setelah operasi
tonsilitis kronis tersebut, 2) serangan tonsil yang berulang atau
tonsilitis relaps, 3) sumbatan jalan nafas, 4) timbulnya abses
peritonsil dan 5) komplikasi terberat yaitu
kematian.(3,11)Tonsilitis kronis yang sering berulang lebih dari 3
kali dalam setahun, menyebabkan sumbatan jalan nafas seperti
mengorok dan tidak respon terhadap obat adalah indikasi absolut
dari tonsilektomi, apalagi tonsilitis kronisnya mengakibatkan demam
sehingga anak tersebut kejang demam.(3,11)Tonsilektomi dengan atau
tanpa adenoidektomi dilakukan sering dalam usaha untuk
mengendalikan penyakit faring berulang, obstruksi jalan nafas atas,
dan otitis media kronis. Dengan munculnya antibiotik dan pengertian
yang lebih baik dari fungsi imunologi jaringan limfoid faring,
menjadi perlu untuk berhati hati mempertimbangkan kembali indikasi
indikasi pada prosedur prosedur ini.(1)Walaupun mungkin terdapat
berbagai pendapat tentang indikasi yang pasti untuk tonsilektomi
pada anak anak, terdapat sedikit perselisihan pendapat tentang
indikasi prosedur ini pada orang dewasa. Tonsilektomi biasanya
dilakukan pada dewasa muda yang menderita episode ulangan
tonsilitis, selulitis peritonsilaris, atau abses peritonsilaris.
Tonsilitis kronis dapat menyebabkan hilangnya waktu bekerja yang
berlebihan.(1)Anak anak jarang menderita tonsilitis kronis atau
abses peritonsilaris. Paling sering, mereka mengalami episode
berulang tonsilitis akut dan hipertrofi penyerta. Beberapa episode
mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri. Diskusi kemudian
mengenai kapan saat atau setelah berapa kali episode tindakan
pembedaham dibutuhkan. Pedoman pedoman yang biasanya dapat diterima
sekarang ini ditunjukkan pada bagian ini.(1)Keputusan akhir untuk
melakukan tonsilektomi tergantung pada kebijaksaan dokter yang
merawat pasien. Mereka sebaiknya menyadari kenyataan bahwa tindakan
ini merupakan prosedur pembedahan mayor yang bahkan hari ini masih
berlum terbebas dari komplikasi komplikasi yang serius.(1)The
American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi
tonsilektomi:(9)1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per
tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.2. Tonsil
hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial.3. Sumbatan jalan nafas yang berupa
hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea,
gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.4. Rinitis
dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5. Nafas bau yang tidak
berhasil dengan pengobatan.6. Tonsilitis berulang yang disebabkan
oleh bakteri grup A streptococcus hemoliticus.7. Hipertrofi tonsil
yang dicurigai adanya keganasan.8. Otitis media efusa/otitis media
supuratif. Jika terdapat infeksi streptokokus berulang, mungkin
terdapat karier pada orang orang yang tinggal serumah, dan biakan
pada anggota keluarga dan pengobatan dapat menghentikan siklus
infeksi rekuren.(1)Pertimbangan dan pengalaman ahli dalam menilai
manfaat indikasi indikasi ini yang akan diberikan pada pasien,
tentu saja semuanya sama penting. Seperti juga indikasi pembedahan,
tentu terdapat non indikasi dan kontraindikasi tertentu yang juga
harus diperhatikan, karena telah menjadi mode untuk melakukan jenis
pembedahan ini untuk mengatasi masalah masalah ini.(1)Non indikasi
dan kontraindikasi untuk tonsilektomi adalah di bawah ini:(1)1.
Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang2. Infeksi sistemik
atau kronis3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya4. Pembesaran
tonsil tanpa gejala gejala obstruksi5. Rinitis alergika6. Asma7.
Diskrasia darah8. Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk
tumbuh9. Tonus otot yang lemah10. SinusitisTonsilektomi dapat
dilakukan pada individu individu yang mempunyai deformitas
palatoskisis. Walaupun, terdapat keadaan keadaan yang meringankan
terhadap petunjuk prosedur pembedahan ini, dan pasien harus
diberitahu mengenai kemungkinan timbulnya efek pada kualitas suara
akibat prosedur pembedahan.
BAB IIPEMBAHASAN
Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien.(5)Anestesiologi ialah ilmu
kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan
rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Definisi
anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The American Board of
Anesthesiology pada tahun 1989 ialah mencakup semua kegiatan
profesi atau praktek yang meliputi hal hal sebagai berikut:(5)1.
Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesia.2. Membantu
pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau
pada saat dilakukan tindakan diagnostik terapeutik. 3. Memantau dan
memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan pada pasien dalam
keadaan kritis.4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.5.
Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP).6. Membuat
evaluasi fungsi pernafasan dan mengobati gangguan pernafasan.7.
Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang
penampilan personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan
pernafasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis.8. Mengadakan
penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan
memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan
respons terhadap obat.9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah
sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat jalan yang
diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban. Beberapa tipe
anestesi adalah:(2) Pembiusan total hilangnya kesadaran total
Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan
(pada sebagian kecil daerah tubuh) Pembiusan regional hilangnya
rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif
pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
ANESTESI UMUMDefinisiAnestesi umum adalah suatu keadaan dimana
hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di
seluruh tubuh akibat pemberian obat obatan anestesi dan bersifat
reversibel.(10)Anestesi umum dapat diberikan secara:(10)1. Inhalasi
2. Intravena3. IntramuskularIndikasi anestesi umum:(10)1. Pada bayi
dan anak anak2. Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum
disukai oleh ahli bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi
lokal3. Operasi besar4. Pasien dengan gangguan mental5. Pembedahan
yang lama6. Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu
praktis dan memuaskan7. Pasien dengan obat obat anestesi lokal
pernah mengalami alergiPenilaian dan Persiapan Pra
AnestesiaPersiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor
penyumbang sebab- sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter
spesialis anestesiologi seyogianya mengunjungi pasien sebelum
pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien, sehingga pada
waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar.(5)Kadang kadang dokter
spesialis anestesiologi mempunyai waktu terbatas untuk menyiapkan
pasien, sehingga persiapan kurang sempurna. Penundaan jadwal
operasi akan merugikan semua pihak, terutama pasien dan
keluarganya.(5)Tujuan utama kunjunga pra anestesia ialah untuk
mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.(5)Terjadinya kasus salah
identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut nakuti atau
dibuat buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas
setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang
identitas yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari
dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.(5) AnamnesisRiwayat
tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal hal yang perlu
mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual muntah, nyeri
otot, gatal gatal, atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita
dapat merancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Kita harus
pandai pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau
efek samping obat.(5)Beberapa peneliti menganjurkan obat yang
kiranya menimbulkan masalah di masa lampau sebaiknya jangan
digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam
waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang.(5)Kebiasaan merokok sebaiknya
dihentikan 1 2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang
mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk
mengaktifkan kerja silia jalan pernafasan dan 1 2 minggu ntuk
mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus
dicurigai akan adanya penyakit hepar.(5)Pemerikaan FisikPemeriksaan
keadaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.(5)Pemeriksaan rutin lain secara sistematik
tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh
pasien.(5)Pemeriksaan Laboratorium Uji laboratorium hendaknya atas
indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah
minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, laukosit, masa
perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di
atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks. Praktek
praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus
dikeluarkan dan manfaat minimal uji uji semacam ini.(5)Kebugaran
untuk anestesiaPembedahan elektif boleh ditunda tanpda batas waktu
untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada
operasi sito penundaan yang tidak perlu harus
dihindari.(5)Klasifikasi Status FisikKlasifikasi yang lazim
digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena
dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping
pembedahan.(5)Kelas I: Pasien sehat organik, fisiologik,
psikiatrik, biokimia.Kelas II: Pasien dengan penyakit sistemik
ringan atau sedang.Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik
berat, sehingga aktifitas rutin terbatas.Kelas IV: Pasien dengan
penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktifitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.Kelas V:
Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Pada bedah cito atau
emergency biasanya dicantumkan huruf E.Masukan OralRefleks laring
mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan
kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada
pasien pasien yang menjalani anestesia Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa)
selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.(5)Pada pasien
dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4 6 jam dan pada bayi 3 4
jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1
jam sebelum induksi anestesia.(5)PremedikasiPremedikasi ialah
pemberian obat 1 2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan bangun dari anestesia di
antaranya:(5,6)1. Meredakan kecemasan dan ketakutan2. Memperlancar
induksi anestesia3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus4.
Meminimalkan jumlah obat anestetik5. Mengurangi mual muntah pasca
bedah 6. Menciptakan amnesia7. Mengurangi isi cairan lambung8.
Mengurangi refleks yang membahayakanObat obat yang digunakan
sebagai premedikasi adalah:(6)1. Obat antikolinergik2. Obat
sedatif3. Obat analgetik narkotik\
Tanda-Tanda Anastesi UmumGuedel (1920) membagi anestesi umum
dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana),
yaitu:(10) Stadium IStadium I (analgesi) dimulai dari saat
pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium
ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi
(hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti
pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium
ini. Stadium IIStadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi)
dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai
pernafasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur,
kadang-kadang apnoe dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat,
inkotinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta
takikardia. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat
menyebabkan kematian.
Stadium IIIStadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya
pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi
menjadi 4 plana, yaitu: Plana I : Pernapasan teratur, spontan, dada
dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut
kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, refleks lakrimasi
meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna ( tonus otot mulai menurun).
Plana II : Pernapasan teratur, spontan, perut dada, volume tidak
menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi
di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi
otot sedang dan refleks laring hilang sehingga dapat diketjakan
intubasi. Plana III : Pernapasan teratur oleh perut karena otot
interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis
dan sentral, refleks laring dan peritonium tidak ada,relaksasi otot
lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun). Plana IV:
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal
paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang,
refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi
otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun). Stadium IVStadium
IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana IV. Pada stadium ini
tekanan darah tidak dapat diukur,denyut jantung berhenti, dan
akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini
tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
Persyaratan minimum untuk anestesi umumKebutuhan infrastruktur
minimum untuk anestesi umum termasuk ruang yang cukup terang dari
ukuran yang memadai, oksigen, sebuah suction, monitor sesuai
standar ASA (American Society of anestesi), termasuk denyut
jantung, tekanan darah, EKG, pulse oksimetri, kapnografi,
temperatur, dan konsentrasi oksigen yang terinspirasi dan
dihembuskan dan agen anestesi yang berlaku.(5,10)Selain ini,
beberapa peralatan yang diperlukan untuk memberikan agen anestesi.
Ini mungkin hal yang sederhana seperti jarum dan jarum suntik, jika
obat tersebut akan diberikan seluruhnya melalui intravena.
ketersediaan mesin gas juga harus diperhatikan serta defibrilator
jantung, dan ruang pemulihan dengan individu yang
terlatih.(5,10)
1. Induksi Pasien sekarang siap untuk induksi anestesi umum,
bagian penting dari proses anestesi. Tujuan induksi bukan untuk
menganastesi, tetapi hanya untuk memulai agar proses anastesi cepat
dan nyaman. Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui
sungkup muka. Obat-obat induksi diberikan secara intravena seperti
tiopental, ketamin, diazepam, midazolam, dan propofol. Jalan nafas
dikontrol dengan sungkup muka atau pipa nafas orofaring/nasofaring.
Setelah itu dilakukan intubasi trakea. Setelah kedalaman anastesi
tercapai, posisi pasien disesuaikan dengan posisi operasi yang akan
dilakukan, misalnya telentang, telungkup, litotomi, miring, duduk
dan lain-lain. (5,10)
2. Pemeliharaan Ada beberapa metode pemeliharaan anastesi dan
banyak obat yang dipilih oleh ahli anastesi, dan sedikit berubah.
Obat-obat inhalasi (haloten, influren, isofluren) dapat digunakan
sebagai suplemen untuk nitrogen oksida. Analgesik parenteral,
biasanya intravena (morfin, pethidin, fentanil) boleh digunakan
dengan maksud yang sama. Metode intravena sering dikombinasikan
dengan relaksasi otot (yang disebabkan oleh obat-obat spesifik),
dan efek dari kombinasi ini membuat ventilasi paru-paru terkendali
menjadi penting. Metode inhalasi lebih lazim diterapkan bila
ventilasi berlangsung spontan.(5,10)Selama operasi berlangsung
dilakukan pemantauan anastesi. Hal-hal yang dipantau adalah fungsi
vital (pernafasan, tekanan darah, nadi dan kedalaman anastesi)
misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola nafas,
takikardia, hipertensi, keringat, air mata, midriasis. Ventilasi
pada anastesi umum dapat secara spontan, bantu atau kendali
tergantung jenis, lama dan posisi operasi.(5)Dimana pemeliharan
jalan nafas dan pemberian ventilator dengan pemasangan endotrakeal
tube. Intubasi trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea ke
dalam trakhea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada
kira-kira di pertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio
trakhea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut pertama menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun baik
kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan
sekret jalan napas, kedua mempermudah ventilasi positif dan
oksigenasi misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan
relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang, ketiga
pencegahan aspirasi dan regurgitasi.(5)Teknik yang digunakan
manuver tripel jalan nafas terdiri dari: kepala ekstensi pada sendi
atlanto-oksipital, mandibula didorong kedepan pada kedua angulus
mandibula, mulut dibuka.(5)
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan nafas
bebas, sehingga gas atau udara lancar masuk trakea lewat hidung
atau mulut.(5)Jika manuver tripel kurang berhasil, maka dapat
dipasang jalan nafas mulut - faring lewat mulut (OPA, orol
pharyngeal airway) atau jalan nafas hidung - faring lewat hidung
(NPA, naso pharyngeal airway).(5)NPA berbentuk pipa bulat berlubang
di tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan
harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa
diolesi dengan jelly.(5)OPA :berbentuk pipa gepeng lengkung seperti
huruf c, berlubang di tengahnya dengan salah satu ujungnya
bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien
menggit lubang tetap paten.(5)Alat - alat yang yang digunakan ialah
sungkup muka, laringoskop, pipa endotrakeal, pipa orofaring atau
nasofaring, plaster, stilent, mandren, sambungan - sambungan,
suction.(5)1) Sungkup muka Sungkup muka merupakan pengantar
udara/gas anastesi dari alat resusitasi atau sistem anastesi ke
jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga
ketika digunakan untuk bernafas spontan atau dengan tekanan positif
tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut dan hidung.
Bentuk sungkup muka sangat beragam, bergantung usia.(5,6) Sungkup
laring ialah alat jalan nafas berbentuk sendok terdiri dari pipa
besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya
dapat dikembang - kempiskan seperti balon pada pipa trakea.
Tangkainya dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dan
spiral untuk menjaga supaya tetap paten.(5,6)Dikenal 2 macam
sungkup laring adalah: (5,6)1. Sungkup laring standar dengan satu
pipa nafas.2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa nafas
standart dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan
dengan esofagus.UkuranUsiaBerat badan (kg)
1.0Neonatus< 3
1.3Bayi3 10
2.0Anak kecil10-20
2.3Anak20 30
3.0Dewasa kecil30 40
4.0Dewasa normal40 60
5.0Dewasa besar> 60
2) Laringoskopi dan intubasiFungsi laring adalah mencegah benda
asing masuk paru. Laringoskopi ialah alat yang digunakan untuk
melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa
trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam
laringoskop: 1. Bilah daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi
anak - dewasa.2. Bilah lengkung (Miller, magill) untuk anak besar -
dewasa.
3) Pipa trakea (endotracheal tube)Mengantar gas anastetik
langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dan bahan standar
polivinil - klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam
milimeter. Karena penampung trakea bayi, anak kecil dan dewaasa
berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah
usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, Maka
untuk bayi anak digunakan tanda kaf (cuff) dan untuk anak besar -
dewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi -
anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan selain
itu jika kita ingin menggunakan pipa trakea dengan kaf pada bayi
harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternaya lebih kecil
dan ini membuat risiko tahanan nafas lebih besar. (5,6)
Pipa trakea dan peruntukannya:UsiaDiameter (mm)Skala FrenchJarak
sampai bibir (cm)
Prematur2.0 2.51010
Neonatus2.5 3.51211
1 6 bulan3.0 4.01411
1 tahun3.5 4.01612
1 4 tahun4.0 5.01813
4 6 tahun4.5 5.52014
6 8 tahun5.0 5.52215 16
8 10 tahun5.5 6.02416 17
10 -12 tahun6.0 6.52617 18
12 14 tahun6.5 7.028 3018 22
Dewasa wanita6.5 8.528 3020 24
Dewasa pria7.5 10.032 3420 24
Cara memilih pipa trakhea untuk bayi dan anak kecil :Diameter
dalam pipa trakhea (mm) = 4.0 + umur (tahun)Panjang pipa
oro-trakheal (cm) = 12 + umur (tahun)Panjang pipa naso-trakheal
(cm) = 12 + umur (tahun)4) Pipa orofaring/nasofaring Alat ini
digunakan untuk mencengah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya
lidah dan faring pada pasien yang tidak dintubasi.5) Plaster untuk
menfiksasikan pipa trakea setelah tidakan intubasi.
6) Stilet atau forsep intubasi.Stilet (mandren) digunakan untuk
mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat
insersi pipa forsep intubasi (magill) digunakan untuk memanipulasi
pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
Biasanya dibantu dengan laringoskop.7) Suction Digunakan untuk
membersihkan jalan nafas2,6
Cara tindakan intubasi:(5,6)1. Persiapan: pasien dalam posisi
tidur telentang, oksiput diganjal dengan bantal sehingga kepala
dalam posisi ekstensi serta trakea dan laringoskop berada dalam
satu garis lurus2. Oksigenasi: Setelah dilakukan anastesi dan
pelumpuh otot lakukan oksigenasi dengan pemberian O2 100 % minimal
2 menit. Sungkup muka dipenggang dengan tangan kiri dan balon
dengan tangan kanan.3. Laringoskop: mulut pasien dibuka dengan
tangan kanan dan gagang laringoskop dipengang dengan tangan kiri.
Daun laringoskop dimukakan dari sudut kanan mulut.lidah didorong
dengan daun tersebut kekiri dan lapangan pandangan akan terbuka.
Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat
dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring, serta
epiglottis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.
Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang
tampak keputihan berbentuk huruf V.4. Pemasangan pipa endotrakeal:
pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut
sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu sebelum
memasukkan pipa, asisten diminta untuk menekan laring posterior
sehingga pita suara jelas terlihat.bila mengganggu, stilet dicabut.
Ventilator/oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon
dan tangan kiri menfiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan daun
laringoskop dikeluarkan. Pipa difiksasikan dengan plester.5.
Mengontrol letak pipa: dada pastikan berkembang saat diberikan
ventilasi.sewaktu dilakukan ventilasi dilakukan auskultasi dada
dengan menggunakan stetoskop. Diharapkan suara napas kanan dan kiri
sama. Bila dada ditekan terasa udara di pipa endotrakeal.6.
Ventilasi: pemberian ventilasi sesuai dengan kebutuhan pasien.
Ekstubasi1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar- benar sadar,
jika:(5) intubasi kembali akan menmbulkan kesulitan pasca ekstubasi
ada resiko aspirasi2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada keadaan
anestesi sudah ringan dengan catatan tidak akan terjadi spasme
laring.3. Sebelum ekstubasi, bersihkan rongga mulut laring faring
dari sekret dan cairan lainnya.
Perbandingan sifat alat jalan napasSungkup MukaSungkup
LaringPipa Trakhea
IntervensiPerlu dipegangTak perlu dipegangTak perlu dipegang
Kualitas jalan napasCukup baikCukup atau baikSangat baik
Akses kepala leherJelekBaikBaik
Ventilasi spontanProsedur sangat pendekProsedur lamaProsedur
lama
Ventilasi kendaliProsedur sangat pendekProsedur lamaProsedur
sangat lama
3. Pengembalian Masa pengembalian ini merupakan bagian pertama
pemulihan dan dikerjakan dibawah pengawasan langsung ahli anastesi
dan biasanya dilakukan di dalam ruang operasi. Konsentrasi zat
anastesi inhalasi, selain nitrogen oksida, dikurangi menjelang
akhir dari suatu anastesi. Dibuat perkiraan tentang lamanya sisa
operasi dan konsentrasi inhalasi dikurangi sampai nol berdasarkan
kelarutannya (zat anastesi yang sangat larut dapat dihentikan lebih
dini daripada zat anastesi yang tidak larut karena kadar zat
anastesi yang larut di otak dengan sendirinya akan berkurang secara
perlahan).(5)Bila anastesi dilakukan dengan ventilasi spontan dan
konsentrasi zat anastesi inhalan yang dihirup dikurangi sampai nol,
nitrogen oksida juga dapat dihentikan. Beberapa saat kemudian
pasien berespon terhadap semua rangsangan, sehingga manuver
terakhir ini tidak boleh dimulai sampai pembedahan selesai. Oksigen
diberikan selama beberapa menit. Kalau tidak, nitrogen oksida yang
berdifusi dari darah ke dalam alveoli akan mengurangi konsentrasi
oksigen di alveoli dan dapat terjadi hipoksemia arterial.(5)4.
Pemulihan Pasca-OperasiSetelah operasi selesai pasien dibawa ke
ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang perawatan intensif
(bila ada indikasi). Secara umum ekstubasi dilakukan pada saat
pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan
dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drainage,
dll. (5)Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi
pernapasan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit
pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit.
Pulse oxymetri dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan
suhu juga dilakukan. (5)Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan
dari anestesi umum harus dapat oksigen 30-40% selama pemulihan
karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien yang memiliki
resiko tinggi hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru
sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di daerah abdomen
atau di daerah dada. (5)
ANESTESI SPINALDefinisi Anestesi spinal berasal dari pernyataan
lokal dan lokal anestetic drugs memasuki subarachnoid di lumbal
interspace block saraf ganglion radix anterior posterior dan bagian
dari spinal cord menimbulkan hilangnya aktifitas autonomik,
sensorik dan motorik. Block spinal cord mulai berlangsung dari
kaudal kemudian berjalan terus ke cephalic.(5,6)Indikasi anestesi
spinal:A. Pembedahan 1. Ekstremitas bawah meliputi jaringan lemak,
pembuluh darah dan tulang.2. Perineum termasuk anal, rectum bawah
dan dindingnya atau pembedahan saluran kemih.3. Abdomen bagian
bawah dan dindingnya.4. Abdomen bagian atas termasuk
cholecystectomi, penutupan ulcus gastricus dan transfer colostomi.
Spinal anestesi pada pembedahan abdomen bagian atas tidak
diindikasikan pada semua pasien yang menyebabkan perubahan
fisiologis.(5,6)B. Obstetric1. Vaginal delivery2. Seksio caesariaC.
Diagnosa dan terapi pada nyeri
I. Kontra indikasi:A. Absolut1. Kelainan darah. Bahayanya adalah
pemasukan yang berlebih pada fleksus dengan adanya jarum spinal
yang dapat mengakibatkan kompresi spinal cord.2. Septicemia,
meningitis dapat terjadi.3. Pertambahan tekanan intrakranial.4.
Pasien menolak persetujuan.5. Infeksi kulit.6. Penyakit sistemik
dengan gejala sisa neurologik.7. Hipotensi.8. Preeksisting spinal
cord sklerosis dan multiple sklerosis.B. Relatif 1. Perdarahan 2.
Kelainan pada punggung3. Penyakit saluran nafas4. Kepribadian
psikotik5. Anak-anak menjadi kaget dengan mati rasa dan paresis6.
Penyakit saluran nafas akut7. Distensi abdominal8. Menimbulkan rasa
penuh di lambung high spinal anestesi mengganggu batuk sehingga
aspirasi lebih mudah. II. Persiapan PasienPasien sebelumnya diberi
informasi tentang tindakan ini (informed concernt) meliputi
pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.(5,6)Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit
tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi
seperti infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian
hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial
(PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan
darah.(5,6)
III. PerlengkapanTindakan anestesi spinal harus diberikan dengan
persiapan perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien,
pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. (5,6)Jarum spinal
dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G
sampai dengan 30G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah
prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat
anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah
teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar
dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan
obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat
akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik),
obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada
suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.
(5,6)Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine,
alkohol, dan duk steril juga harus disiapkan. (5,6)Jarum spinal.
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing
seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan
jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal. (5,6)IV. Teknik Anestesi SpinalBerikut langkah
- langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:Posisi
pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi
termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja
operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan
menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur
berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja
operasi.Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di
daerah antara vertebrata lumbalis (interlumbal). (5,6)Lakukan
tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung
pasien.Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada
bidang medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke
arah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater, dan
lapisan subaraknoid. (5,6)Cabut stilet lalu cairan serebrospinal
akan menetes keluar.Suntikkan obat anestetik lokal yang telah
disiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk
memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti
adrenalin. (5,6)V. KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi adalah
hipotensi, nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala,
retensio urine, meningitis, cedera pembuluh darah dan saraf, serta
anestesi spinal total. (5,6)
BAB IIIKESIMPULAN
Seorang wanita berusia 28 tahun, dengan diagnosa tonsilitis akan
menjalani operasi tonsilektomi. Rencana anestesi dengan teknik
general anestesi dengan menggunakan endotrakeal tube. Teknik ini
dipilih dengan indikasi bahwa lapangan operasi berada di daerah
rongga mulut sehingga nantinya akan sulit untuk memonitor
pernafasan pasien. Dengan pemasangan tube, nantinya pernafasan
pasien akan dikontrol dengan ventilator. Diharapkan dengan teknik
anestesi seperti ini, pasien dapat terkontrol tanda vitalnya,
kemudian proses operasi pasien berlangsung dengan lancar dan dengan
perbaikan yang minim kendala.
LAPORAN KASUSANAMNESA PRIBADINama: Siti AisyahUmur: 28
TahunJenis Kelamin: perempuanAgama: IslamMR: 83 76 - 23Tanggal
Masuk: 2 Januari 2013
ANAMNESA PENYAKITKeluhan Utama : kesulitan menelanTelaah: Pasien
datang dengan keluhan kesulitan menelan, terasa seperti ada yang
mengganjal sejak 3 bulan ini. Nyeri juga dirasakan oleh pasien yang
bersifat hilang timbul.BAK (+) normalBAB (+) normalRPT: tidak
jelasRPO: paramex
KEADAAN PASIEN SEBELUM OPERASIB1 (Breath) Airway : Clear
Frekuensi Nafas: 22 x / menit Suara Pernapasan: vesikuler Suara
Tambahan: - Foto Thorak: tak Riwayat Asma / Sesak / batuk / Alergi
: -/-/-/-B2 ( Blood) Akral: H/M/K Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi: 80 x/menit, reguler Temperatur: 36,70C Riwayat
Hipertensi: - Hb/Ht/Leu/Trombosit: 13,9/41,6/12240/355.000
PTT/INR/APT: 12,1/,96/24 EKG: SRB3 (Brain) Sensorium: Compos Mentis
; GCS : 15 Reflek Cahaya: +/+ Pupil: Isokor Riwayat Kejang: - B4
(Bladder) Urine: + Volume: cukup Warna: kuning Ur/Cr/UA:
20/0,63/6,1B5 (Bowel) Abdomen: Soepel Peristaltik: (+) Normal Mual
/ Muntah: -/- BAB/Flatus: +/+ Riwayat DM: - B6 (Bone) Fraktur: -
Oedema:-
Pemeriksaan Laboratorium: Bilirubin Total: 0,46 Bilirubin
Direct: 0,10 Alkalin Fosfat: 87 SGOT: 17 SGPT: 13 KGD Adrandom: 96
Na/K/Cl: 146 / 4,1 / 1,09 Penunjang lainnya : - Diagnosis:
Tonsilitis Kronis PS ASA : ASA 1 Rencana tindakan: tonsilektomi
Rencana Anestesi: GA - ETT (General Anestesi Endotrakeal Tube)
Posisi : Supine
Persiapan 1. Sio2. Pemasangan IV line dan three way3. Puasa 6-8
jam sebelum operasi4. Hygiene dan berdoaPersiapan Obat1.
Premedikasi: Midazolam 5 mg Fentanyl 50 g2. Medikasi : Propofol 100
mg Ketorolac 30 mg Ecron 5 mgPersiapan Cairan 1. RL : 2 fls
Tanggal Operasi: 4 Januari 2013Nama : Siti AisyahJenis kelamin:
PerempuanUmur: 28 tahunDiagnose Prabedah: tonsilitis kronisJenis
Pembedahan: tonsilektomiDiagnose Pasca Bedah: Post tonsilektomiLama
Anestesi : 09.35 - 10.10Lama Operasi : 09.35 - Jenis Anestesi : GA
- ETTAnestesi Dengan : O2, N2O, IsofluranTehnik Anestesi : Posisi
kepala: head up pre oksigenase 5 10 inj. Propofol 100 mg sleep non
apnoe insersi ETT no. 7,5 cuff (+) SP ka = ki fiksasiRespirasi :
terkontrol dengan ventilatorPosisi : supine Infuse : RL di regio
dorsum manus sinistraMedikasi : Propofol 100 mg Ketorolac 30 mg
Ecron 5 mg
Perdarahan:Kassa basah: IIIIIIII x 10 cc = 80 ccKassa basah :
III x 5 = 15 ccHanduk : -Suction : 30 ccTotal : 125 ccJumlah Cairan
MasukPO: 500 ccDO : 500 cc Jumlah Cairan Keluar PO: kateter tidak
terpasangDO: kateter tidak terpasang
EBV : 65 x 70 = 4550EBL :10 % = 455 cc20 % = 910 cc30 % = 1365
cc
Post Operasi Pasien dipindahkan ke Recovery RoomTherapy: Bed
rest O 2 2 - 3 l/i IVFD RL 20 gtt/i Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Antibiotik dan obat lainnya sesuai TS bagian THT
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam, Boies, Highler, Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 337 342.2. Anestesi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi (accessed 10 Januari 2013)3.
Ballenger J.J, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan
Leher, jilid 1, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2010, 346 358.4.
Harry, Tonsilitis Kronis Radang Amandel.
http://klikharry.com/2012/02/02/tonsilitis-tonsilitis-kronis-radang-amandel/
(accessed 10 Januari 2013)5. Latief S.A, Suryadi K, Dachlan R,
Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi 2, Penerbit Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2009, 1; 29 95.6. Mangku G, Senapathi T.G.A,
Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi, Penerbit Indeks, Jakarta,
2010, 23 86.7. Putra S.P, Asmoro S.S., Silman E, et al, Kapita
Selekta Kedokteran, jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, 120.8. Radang
Amandel. http://id.wikipedia.org/wiki/Radang_amandel (accessed 10
Januari 2013)9. Rusmarjono, Soepardi E.A, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher, edisi 6, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, 223 224.10.
Siahaan, SM, Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. Fakultas Kedokteran
UMI, Medan, 2012, 1 - 52.11. Tonsilitis Kronik.
http://health.detik.com/readpenyakit/695/tonsilitis-kronik
(accessed 10 Januari 2013)GA ETT pada Tonsilitis Kronis1