1 A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN Sebuah kebiasaan yang lahir dari individu dan masyarakat dapat membentuk tatanan kelakuan. Tatanan kelakukan yang dilakukan secara terus menerus akan menjadi budaya. Meleburnya ketiga hal tersebut (kebiasaan, kelakuan, dan budaya) melahirkan satu tatanan lagi yang disebut dengan kesepakatan. Berbagai bentuk kebiasaan masyarakat, secara mudah, dapat ditemukan dalam kehidupannya sehari-hari, baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Hal ini dilakukan oleh masyarakat terkait dengan perannya sebagai makhluk sosial. Salah satu bentuk kebiasaan masyarakat tersebut adalah kebiasaan berbahasa dan berkomunikasi. Berbahasa dan berkomunikasi merupakan dua aktivitas yang saling berkaitan. Berkaitan dengan aktivitas berbahasa dan berkomunikasi tersebut, linguis menyatakan, jika seorang, dua orang, atau beberapa orang berkomunikasi (melakukan aktivitas pertuturan), mereka secara langsung dan sengaja telah membawa suatu misi atau pesan yang signifikan. Mereka telah mempertukarkan tanda-tanda untuk membagi makna-makna. Masinambow (2002:11) menganggap kebudayaan itu sendiri sebuah sistem tanda (semiotik) sehingga untuk menjelaskan konsep-konsep tanda dalam bahasa akan sangat tepat jika dikaji dengan semiotik. Munculnya semiotik tidak terlepas dari ide dan pengaruh dua tokoh, Saussure dan Peirce, yang mana kajiannya adalah menitikberatkan pada studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Saussure mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem tanda sehingga kajiannya lebih kepada telaah linguistik dari perspektif linguistik, sedangkan Peirce lebih banyak memfokuskan perhatiannya untuk mengkaji tanda di luar tanda-tanda kebahasaan. Tanda-tanda bahasa merupakan salah satu fenomena linguistik. Fairclough (1989:25) menjelaskan bahwa fenomena linguistik itu bersifat sosial yang di mana pun orang berbicara atau mendengar atau menulis atau membaca, mereka melakukannya dengan cara-cara yang tergantung pada kondisi sosial dan juga mempunyai efek sosial. Salah satu cara berbahasa yang seringkali digunakan oleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN
Sebuah kebiasaan yang lahir dari individu dan masyarakat dapat
membentuk tatanan kelakuan. Tatanan kelakukan yang dilakukan secara terus
menerus akan menjadi budaya. Meleburnya ketiga hal tersebut (kebiasaan,
kelakuan, dan budaya) melahirkan satu tatanan lagi yang disebut dengan
kesepakatan.
Berbagai bentuk kebiasaan masyarakat, secara mudah, dapat ditemukan
dalam kehidupannya sehari-hari, baik yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok. Hal ini dilakukan oleh masyarakat terkait dengan perannya sebagai
makhluk sosial. Salah satu bentuk kebiasaan masyarakat tersebut adalah kebiasaan
berbahasa dan berkomunikasi. Berbahasa dan berkomunikasi merupakan dua
aktivitas yang saling berkaitan.
Berkaitan dengan aktivitas berbahasa dan berkomunikasi tersebut, linguis
menyatakan, jika seorang, dua orang, atau beberapa orang berkomunikasi
(melakukan aktivitas pertuturan), mereka secara langsung dan sengaja telah
membawa suatu misi atau pesan yang signifikan. Mereka telah mempertukarkan
tanda-tanda untuk membagi makna-makna. Masinambow (2002:11) menganggap
kebudayaan itu sendiri sebuah sistem tanda (semiotik) sehingga untuk
menjelaskan konsep-konsep tanda dalam bahasa akan sangat tepat jika dikaji
dengan semiotik.
Munculnya semiotik tidak terlepas dari ide dan pengaruh dua tokoh,
Saussure dan Peirce, yang mana kajiannya adalah menitikberatkan pada studi
tentang tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Saussure
mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem tanda sehingga kajiannya lebih
kepada telaah linguistik dari perspektif linguistik, sedangkan Peirce lebih banyak
memfokuskan perhatiannya untuk mengkaji tanda di luar tanda-tanda kebahasaan.
Tanda-tanda bahasa merupakan salah satu fenomena linguistik. Fairclough
(1989:25) menjelaskan bahwa fenomena linguistik itu bersifat sosial yang di mana
pun orang berbicara atau mendengar atau menulis atau membaca, mereka
melakukannya dengan cara-cara yang tergantung pada kondisi sosial dan juga
mempunyai efek sosial. Salah satu cara berbahasa yang seringkali digunakan oleh
2
penuturnya dalam mempertukarkan pesan dan tanda-tanda bahasa adalah model
tuturan mitos.
Dari sudut pandang bahasa, Barthes (2003:122) mengartikan mitos
sebagai satu jenis tuturan. Barthes juga menjelaskan bahwa mitos termasuk
sebuah sistem komunikasi yang dengan demikian merupakan sebuah pesan yang
kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah objek, sebuah konsep, atau sebuah
ide. Mitos adalah sebuah model penandaan, yakni sebuah bentuk.
Dalam pengkajian tanda (semiotik), secara umum mitos diartikan sebagai
bentuk bahasa yang mengandung peristiwa sosial yang hidup. Mitos mengandung
sebuah pesan yang diyakini oleh masyarakat tertentu dan muncul ke permukaan
melalui proses pengulangan.
Lain ladang, lain pula ilalangnya. Ungkapan ini dirasa pantas untuk
mengetahui mitos-mitos yang ada pada setiap masyarakat di dunia. Bahkan,
bentuk dan tuturan mitos dalam suatu masyarakat tertentu, dimiliki pula oleh
masyarakat di tempat lainnya (lain ladang, terkadang sama pula ilalangnya).
Dalam masyarakat Cina, mitos yang paling dikenal adalah mitos tentang
Lao Tzu1 yang dituturkan oleh Lin (2003:9) bahwa Lao Tzu selalu menunggang
kerbau (sakti), kerbau itu juga digunakan untuk mengembara ke Barat.
Masyarakat Finlandia meyakini bahwa kucing hitam akan membawa jiwa
manusia ke alam baka, seperti yang dituturkan berikut hormati kucing hitam
karena ia akan menjiwamu menuju pelukan Tuhan (Mitos Black Cat, 2008).
Di Indonesia, mitos juga muncul dalam beragam bentuk, seperti, tabu,
pemali, kepercayaan, dan cerita-cerita tertentu. Semua mitos itu dituturkan oleh
masyarakat melalui tuturan mitos. Sebagai contoh, mitos wanita hamil yang
hampir oleh masyarakat Indonesia menuturkannya, seperti yang telah penulis alih
bahasakan ke dalam bahasa Indonesia berikut:
1 Seorang filosofis kontemporer Konghucu yang hidup pada abad keenam S.M. Pemikirannya
tentang Jalan Tao (sebuah bentuk keyakinan) saat itu sangat memengaruhi masyarakat Cina
(Konghucu). Jalan Tao (Taoisme) adalah suatu kearifan yang meliputi totalitas dunia. Kepercayaan
ini melibatkan roh pasif, menyangkut pencarian keabadian harfiah yaitu berupaya mencari pulau
orang-orang yang diberkahi sebelum ajal, atau dengan menemukan dan meminum obat mujarab
yang akan memberi kehidupan tanpa akhir kepada tubuh fisik.
3
1. Jika ia makan buah pisang kembar (yang berdempet), ia akan melahirkan
anak yang kembar.
2. Makan makanan yang pedas akan membuat janin kepanasan2.
3. Tidak boleh duduk di depan pintu. Hal itu akan menyulitkan proses
persalinan saat melahirkan.
4. Menahan selera makan saat hamil tua akan membuat bayi yang dilahirkan
mengiler, dan banyak lagi.
Tuturan mitos sangat penting dikaji untuk menjelaskan tanda-tanda bahasa
yang termuat di dalamnya. Tanda-tanda itu pula memuat fungsi dan makna yang
dapat menjelaskan mengapa masyarakat Kenagarian Toboh Gadang bermitos,
mengapa tokoh-tokoh tertentu disebut-sebut sehingga ia menjadi tuturan mitos
tokoh, dan sebagainya.
Selain itu, tuturan mitos dikaji untuk mengetahui tokoh-tokoh yang
diasumsikan berhubungan dengan peristiwa sejarah yang pernah terjadi di
Kenagarian Toboh Gadang sehingga nama-nama tokoh tersebut sering disebut-
sebut andilnya, kelebihan-kelebihannya, peran-perannya dalam masyarakat,
sifatnya yang tak dimiliki oleh tokoh lainnya, dan sebagainya.
Tokoh-tokoh yang dimaksudkan tersebut adalah tokoh yang sering
dituturkan oleh masyarakat Kenagarian Toboh Gadang memiliki jasa, cerita, dan
dikenal berpengaruh dalam hal agama (dalam hal ini adalah agama Islam), di
antaranya adalah Syekh Burhanuddin, Ungku Saliah, Bagindo Gerai (Tuangku
Bagindo), Buya Kiambang, Syekh Malalo, dan Buya Mato Aia.
Hal penting lainnya dari penelitian ini adalah penulis mengamati bahwa
tuturan mitos tokoh agama tersebut sering diceritakan oleh tetua masyarakat
Kenagarian Toboh Gadang kepada anak dan cucunya dalam kaitannya
mengenalkan sejarah, menasihati anak, menokohkan seseorang, dan sebagainya.
Hal itu menyebabkan kaum muda kenagarian tersebut juga mengenal tokoh-tokoh
yang disebutkan, dan tuturan itu adalah fenomena berbahasa yang dapat
memotivasi diri dan juga orang-orang sekitar untuk bersikap baik dalam
kehidupan bermasyarakat.
2 Pernyataan ini juga disampaikan pada iklan susu untuk ibu hamil (lactamil) tahun 2009.
4
B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu masalah tuturan
kebahasaan (tuturan mitos) yang secara umum melibatkan kajian semiotik dan
didukung oleh kajiaan beserta pendekatan lainnya. Sehubungan dengan itu,
penelitian ini dibatasi pembahasannya pada masalah pokok yang dirumuskan
sebagai berikut,
1. Bagaimanakah bentuk tanda bahasa yang terdapat dalam tuturan mitos
tokoh agama yang terdapat pada masyarakat Kenagarian Toboh Gadang?
2. Apa sajakah makna tanda bahasa yang tercakup dalam tuturan mitos tokoh
agama tersebut?
3. Apa fungsi tuturan mitos tokoh agama yang digunakan oleh masyarakat
Kenagarian Toboh Gadang?
4. Bagaimanakah nilai yang terkandung dari tuturan mitos tokoh agama itu
dalam kaitannya dengan kebudayaan mentalitas masyarakat Kenagarian
Toboh Gadang?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum penelitian ini adalah melihat fenomena tuturan mitos tokoh
gama dalam bahasa Minangkabau di Kenagarian Toboh Gadang. Adapun tujuan
khusus penelitian ini adalah,
1. Menjelaskan bentuk tanda bahasa yang terdapat dalam tuturan mitos tokoh
agama yang terdapat pada masyarakat Kenagarian Toboh Gadang.
2. Menjelaskan makna tanda bahasa yang tercakup dalam tuturan mitos
tokoh agama tersebut.
3. Menjelaskan fungsi bahasa dalam tuturan mitos tokoh agama yang
digunakan oleh masyarakat Kenagarian Toboh Gadang.
4. Memaparkan nilai-nilai yang terbentuk dari tuturan mitos tokoh agama itu
dalam kaitannya dengan kebudayaan mentalitas masyarakat Kenagarian
Toboh Gadang.
5
D. MANFAAT PENELITIAN
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan
atau acuan bagi penelitian berikutnya. Tidak tertutup kemungkinan pula, bagi
peneliti lain nantinya, untuk melanjutkan penelitan ini dengan cakupan yang lebih
luas.
Manfaat lain dari penelitian ini adalah mengenalkan pada masyarakat,
khususnya masyarakat Minangkabau bahwa secara umum masyarakat
Minangkabau memiliki tuturan-tuturan mitos yang di antaranya adalah tuturan
mitos tokoh agama. Selain itu, penulis berharap penelitan ini dapat memberikan
pemahaman kepada pembaca tentang bagaimana penggunaan tuturan mitos tokoh
agama tersebut dalam kaitannya sebagai bagian dari tuturan yang tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat.
E. KERANGKA TEORI
E.1 Semiotik dan Semiologi
Semiotik atau semiotika dan semiologi berakar dari studi klasik dan
skolastik atau seni logika, retorika, dan poetika. Akar namanya adalah semeion.
Tampaknya diturunkan oleh kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan
perhatiannya pada simptomatologi dan diagnostik inferensial (Sinha dalam
Kurniawan, 2001:49).
Antara semiotik dan semiologi sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar.
Kalaupun ada, perbedaan itu lebih mengacu pada orientasinya. Penggunaan
semiotika mengacu kepada Peirce yang bekembang di Amerika, sedangkan
semiologi menunjukkan istilah yang disampaikan oleh Saussure yang berkembang
di Eropa. Dua terminologi tersebut menitikberatkan kajiannya pada studi tentang
tanda dan segala yang berkaitan dengannya. Kecenderungan Peirce adalah
meneruskan tradisi skolastik yang mengarah pada inferensi (pemikiran logis) dan
Saussure menekankan pada linguistik.
Semiologi menurut Saussure didasarkan pada anggapan bahwa selama
perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi
sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang
6
memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda dan ada sistem. Selanjutnya, kajian
Saussure lebih pada strukturalisme yang dikenal dengan one to one corespondent,
oposisi biner, positivisme. Konsep tentang penanda dan petanda merupakan
rumusan Saussure. Saussure cenderung mempersoalkan struktur dalam tanda-
tanda dengan menunjukkan proses penandaan itu pada sistem diadik, yakni
penanda dan petanda, contohnya, bunga sebagai tulisan, tanda, coretan (signifier),
sedangkan konsep yang ada pada bunga, yang terdiri atas mahkota, tangkai, putik
dan lain-lain merupakan petanda (signified).
Peirce yang ahli filsafat dan logika menyatakan penalaran manusia
senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat
tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat
diterapkan pada segala macam tanda. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah
semiotika lebih populer daripada semiologi. Kajian Peirce lebih kepada
pragmatisme dan memfokuskan perhatiannya pada tanda di luar tanda-tanda
kebahasaan.
Peirce tidak hanya berfokus pada studi bahasa, tetapi juga studi-studi
simbol di luar bahasa, misalnya code visual. Pemikiran Pierce ini menjadi tonggak
studi lebih lanjut menyangkut simbol dan budaya. Elaborasi lebih lanjut tentang
kode dan budaya lalu dilakukan Roland Barthes dan Umberto Eco. Dalam
penandaannya, Pierce terkenal dengan triadik, yakni representamen, objek dan
interpretan.
Namun demikian, sejak kemunculan Saussure dan Peirce maka semiologi
menitikberatkan kajiannya pada studi tentang tanda dan segala sesuatu yang
berkaitannya. Sementara itu, bagi Barthes, semiologi hendak mempelajari