Top Banner
HUBUNGAN DUKUNGAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 SKRIPSI D i ajukan untuk me me nuhi sala h satu pe r sya r at an da lam  Me ngi kut i Uj i a n Sa rj a na K e p e raw at a n Oleh NURVITA PUTRI PARAMANI NIM. 841409016 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013
54

2795-2785-1-PB

Oct 09, 2015

Download

Documents

Maya Wiji
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • HUBUNGAN DUKUNGAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN

    KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS

    LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

    Mengikuti Ujian Sarjana Keperawatan

    Oleh

    NURVITA PUTRI PARAMANI

    NIM. 841409016

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN

    UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

    2013

  • SURAT PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang disusun untuk

    memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir di Universitas Negeri

    Gorontalo, merupakan hasil karya saya sendiri.

    Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan yang saya kutip dari hasil karya orang lain

    yang telah dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai norma, kaidah, etika penulis karya

    ilmiah dan buku pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Gorontalo.

    Apabila di kemudian hari di temukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya saya

    sendiri atau terdapat plagiat dalam bagian-bagian tertentu, maka saya bersedia menerima

    sanksi pencabutan gelar akademik yang sayang sandang dan sanksi lainnya sesuai peraturan

    perundangan yang berlaku.

    Gorontalo, Juli 2013

    NURFITA PUTRI PARAMANI

  • ABSTRAK

    Nurfita Putri Paramani. 841409016. Hubungan Dukungan Pengawas Minum

    Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas

    Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-

    ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, Rany

    Hiola dan Pembimbing II, Syahrul Said.

    Penyakit tuberkulosis di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

    Data di Dinas Kabupaten Gorontalo tahun 2010 berjumlah 407, tahun 2011 berjumlah 389

    dan tahun 2012 berjumlah 462. Data di Puskesmas Limboto untuk pengawas minum obat

    (PMO) berjumlah 50 responden dan pasien di Puskesmas Limboto berjumlah 50 orang.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan pengawas minum obat

    (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru. Desain penelitian yang

    digunakan adalah Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 50 orang pengawas

    minum obat (PMO). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 orang pengawas minum obat

    (PMO).

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebanyak 26 responden yang

    menunjukkan dukungan PMO yang baik dan dukungan PMO kurang baik hanya 24

    responden sedangkan responden tidak patuh berobat 25 orang.

    Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan dukungan pengawas minum

    obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru.

    Disarankan kepada Puskesmas Global Limboto bahwa perlunya upaya peningkatan

    keteraturan pengobatan pasien tuberkulosis paru dengan melakukan kerjasama dengan

    keluarga pasien sebagai bentuk dukungan dan pengawasan terhadap pengobatan pasien serta

    melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar memahami penyakit tuberkulosis paru. Bagi

    penderita tuberkulosis paru, diharapkan teratur berobat sehingga tidak terjadi kegagalan

    pengobatan yang berakibat timbulnya sumber penularan aktif.

    Kata Kunci : Dukungan PMO, Kepatuhan, Tuberkulosis Paru

  • MOTTO

    Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu

    sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu

    sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang

    kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-

    muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-

    musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan

    sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

    (A.Q, S : Al-Israa : 07)

    Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk

    mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar

    membangun kesempatan untuk berhasil dan Pendidikan merupakan

    perlengkapan paling baik untuk hari tua. (vitha paramani)

    Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat

    tidaklah cukup, kita harus melakukannya.

    (Johann Wolfgang von Goethe)

    Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi

    berusahalah menjadi manusia yang berguna. Ilmu pengetahuan tanpa

    agama adalah pincang

    (Einstein)

  • PERSEMBAHAN

    Skripsi ini untuk meraih gelar S.Kep.

    Dengan rasa syukur yang besar dan sujud yang dalam kepada-

    Nya, Sang Pemilik Ilmu. Kupersembahkan Karya Kecil Ini :

    Untuk mama tercinta

    (Fitri Pomalingo S.Pd) motivator terbesarku yang tak pernah

    jenuh mendoakanku, mama yang paling aku hormati dan

    kusayangi, terima kasih atas semua kasih sayang dan

    pengorbanannya,

    Serta untuk adikku tercinta (Moh. Rio Paramani) yang telah

    memberikanku dorongan dan motivasi

    Untuk keluarga terbesarku yang tlah memberikan doa dan

    dukungan padaku, untuk teman teman seperjuangan

    angkatan 2009, terima kasih atas kebersamaanya selama ini.

    Almamater Tercinta Tempatku Menimba Ilmu

    UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

    2013

  • KATA PENGANTAR

    Puji Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT karena hanya dengan izin dan

    perkenanNya penyusunan skripsi penelitian HUBUNGAN DUKUNGAN PENGAWAS

    MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN

    TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS GLOBAL LIMBOTO KAB.

    GORONTALO TAHUN 2013 dapat diselesaikan sebagai upaya salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar sarjana (S1) pada Perguruan Tinggi Universitas Negeri Gorontalo.

    Kepada semua pihak yang telah membantu sejak awal penelitian sampai dengan

    tersusunnya skripsi ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih, pada kesempatan ini pula saya

    mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya Kepada:

    1. DR. H. Syamsu Qamar Badu, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo.

    2. Prof. DR. H. Sarson W. Dj. Pomalato, M.Pd selaku Pembantu Rektor I, Eduart

    Wolok, ST, MT selaku Pembantu Rektor II, Dr. Fence. M. Wantu, S.H, M.H selaku

    Pembantu Rektor III, dan Prof. Dr. Hasanudin, M.Hum, M,Si selaku Pembantu Rektor

    IV Universitas Negeri Gorontalo.

    3. Dra. Hj. Rany. Hiola, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan

    Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.

    4. Ibu Risna Podungge, S.Pd, M.Pd selaku Pembantu Dekan I, Ibu Dian Saraswati S.Pd,

    M.Kes selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Ruslan S.Pd, M.Pd selaku Pembantu

    Dekan III Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri

    Gorontalo.

    5. Dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes dan Dr. Elvi selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris

    Jurusan Program Studi Keperawatan.

  • 6. Dra. Hj. Rany. Hiola, M.Kes selaku Pembimbing I dan Syahrul Said, S.Kep.Ns

    M.Kes selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan

    bimbingan, masukan dalam menyelesaikan skripsi

    7. DR. Werna Nontji, S.Kp,M.Kep selaku Penguji I dan dr. Nanang Roswita Paramata,

    M.Kes selaku Penguji II yang telah memberikan bimbingan, masukan dalam

    menyelesaikan skripsi.

    8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Keperawatan, FIKK UNG, terimakasih

    atas ilmu yang telah diberikan.

    9. Seluruh staf pegawai Aministrasi di lingkungan FIKK yang lebih khusus lagi pada

    Jurusan Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo yang telah banyak membantu

    dalam penyelesaian studi.

    10. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Linmas Kab. Gorontalo yang telah

    memberikan izin dan rekomendasi penelitian.

    11. Kepala Puskesmas Global Limboto Kab. Gorontalo yang telah memberikan izin

    penelitian

    12. Direktur RSUD.Dr. M.M. Dunda dan Direktur RSU. Prof. Dr. Aloe Saboe yang telah

    menerima saya dalam melaksanakan praktek aplikasi ilmu keperawatan selama saya

    menempuh studi.

    13. Koorrdinator penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas Global Limboto yang selama

    ini telah membantu saya dalam melakukan penelitian.

    14. Ayahanda dan seluruh masyarakat Desa Tonggo, Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten

    Bone Bolango yang telah menerima saya dengan baik dalam pelaksanaan KKS UNG

    2013

    15. Buat Mama Fitri Pomalingo S.Pd, yang tak pernah henti mencurahkan kasih sayang

    yang begitu besar, yang senantiasa selalu berdoa untuk keberhasilanku serta

  • meberikan dorongan moral maupun materil. Terima kasih untuk pengorbanan dan

    kesabaran selama ini telah mendidik dan membesarkan adinda dengan sangat tulus.

    16. Adikku Tercinta Moh. Rio yang selama ini telah menjadi saudara dan teman terbaik

    saya.

    17. Kepada Omaku Neli Z Tulie, Pamanku Nelson Pomalingo M.Pd, Tante Tuti, Tante

    Vesti, Om erik, Om Tito, Dll yang selama ini memberikan perhatian dan membantu

    memberikan dorongan materil untukku.

    18. Sepupu-sepupuku yang selama ini telah menghibur disaat kejenuhanku Bayu, Imam,

    Uya, Wahit, Adik Fito, Adik Acha, Adik Aan, Adik fadil, Adik Rahmat, Adik Wahyu,

    Adik Sania, Adik Acha, Adik Akbar & Adik ayu

    19. Keluarga besarku dari pihak Mama dan Papa yang selalu memberikan kasih sayang

    dan perhatian lebih selama ini.

    20. Kepada Arya Surya Candra Papeo terima kasih telah membantuku dalam

    menyelesaikan skripsi ini, untuk semua kebaikan dan ketulusanmu menyayangiku,

    mengasihiku dengan tulus dan sepenuh hati sampai dengan saat ini.

    21. Rekan-rekan Mahasiswa angkatan 2009 jurusan keperawatan Universitas Negeri

    Gorontalo yang turut bersama-sama dalam menyelesaikan studi pada tingkat

    perguruan tinggi, yang selalu senantiasa berjuang bersama menapaki kerasnya dunia

    pendidikan dikampus merah maroon.

    22. Teman-teman seperjuanganku mahasiswa keperawatan angakatan 2009 kelas B

    Yiyin, Fadli, Ayun, Siti, Fitri, Ama, Ayas, Idhy, Baim, Ferry, Nila, Syahrul, Meis,

    Naning, Ira, Prilly, Ela, Elan, Vevi, Lina, Uchy, Rahmat, Fadlun, Cindy, Dewi

    Yulyan, Ien, Mila, Mama Rini, Sakinah, Vivi, Siska, Farliyanti, Atika. Terima kasih

    karena kalian telah menjadi teman terbaikku selama ini. Semoga kenangan

    kebersamaan ini akan terus kita kenang selamanya.

  • 23. Sahabat-sahabat LSC di jurusan keperawatan Universitas Negeri Gorontalo yang

    dengan ikhlas menerima kekuranganku selama menempuh study bersama

    Oyiz,Tia,Dewi, Nur & zein

    24. Teman-temanku peserta Kuliah Kerja Sibermas desa Tonggo Citra, Irlan, Muhlis,

    Rian, Fardan, Taib dan jufri.

    25. Teman-temanku peserta Kuliah Kerja Sibermas Opin, Uneng, Ias, Kiki, Ulan, Imam,

    Frans, Wahyu, Ekal dan Hans yang telah memberikan canda dan tawa selama

    menjalani KKS.

    26. Untuk Sahabat terbaikku Yuyun yang telah memberikan suportt untukku dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    27. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu baik

    secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian studiku.

    Akhirnya, peneliti berharap semua pihak yang namanya tak sempat disebutkan dan

    telah membantu peneliti selama penyelesaian studi kiranya beroleh rahmat dan berkah

    dari Allah SWT. Amien!

    Gorontalo, Juli 2013

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i

    LOGO UNG ......................................................................................................... ii

    HALAMAN JUDUL............................................................................................ iii

    HALAMAN PERYATAAN ............................................................................... iv

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... v

    ABSTRAK .......................................................................................................... vi

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................viii

    KATA PENGANTAR......................................................................................... ix

    DAFTAR ISI........................................................................................................ x

    DAFTAR TABEL................................................................................................ xi

    DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN ........ 1 1.1 Latar Bela......... 1 1.2 Rumusan Masalah .... 4 1.3 Tujuan Penelitian ....... 4 1.4 Manfaat Penelitian ..... 5

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teoritis .....7 2.1.1 Konsep Tuberkulosis .......7 2.1.2 Konsep Pengobatan Tuberkulosis Paru........... 14 2.1.3 Konsep Kepatuhan .......... 20 2.1.4 Konsep Dukungan PMO ...... 24

    2.2 Kerangka Konsep ....... 26 2.3 Hipotesis ..... 26

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian .... 27 3.2 Desain Penelitian ....... 27 3.3 Variabel ..... 27 3.4 Populasi Dan Sampel .... 28

    3.4.1 Populasi .................................................................................. 28

    3.4.2 Sampel ................................................................................... 28

    3.5 Definsi Operasional ........... 29 3.6 Tehnik Pengambilan Data ..... 31 3.7 Tehnik Analisis Data ...... 31 3.8 Etika Penelitian ...... 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................................. 35

    4.2 Hasil Peneltian................................................................................... 36

    4.3Pembahasan.......................................................................................... 41

    BAB V PENUTUP

    5.1Kesimpulan.......................................................................................... 45

    5.2Saran.................................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 47

    LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    No Nama Tabel Halaman

    Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia,

    Pendidikan dan Pekerjaan di Puskesmas Global

    Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013

    37

    Tabel 4.2 Distribusi pertayaan responden berdasarkan

    dukungan PMO di Puskesmas Global Limboto Kab.

    Gorontalo Tahun 2013

    38

    Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan

    PMO di Puskesmas Global Limboto Kab.

    Gorontalo Tahun 2013

    38

    Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan

    Berobat Pasien di Puskesmas Global Limboto Kab.

    Gorontalo Tahun 2013.

    39

    Tabel 4.5 Analisa Hubungan dukungan Pengawas Minum

    Obat (PMO) dengan Kepatuhan berobat pasien

    tuberkulosis paru di Puskesmas Global Limboto

    Kab. Gorontalo Tahun 2013

    41

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Nama Lampiran

    Lampiran 1 Summary

    Lampiran 2 Surat Meneliti dari Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan

    Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo

    Lampiran 3 Surat Rekomendasi dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Limnas

    Kabupaten Gorontalo

    Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Meneliti dari Puskesmas Global Limboto

    Kabupaten Gorontalo

    Lampiran 5 Master Tabel

    Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

    Lampiran 7 Kuisioner Penelitian

    Lampiran 8 Curiculum Vitae

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Tuberkulosis penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

    tuberkulosis (mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet

    nuclei) saat seseorang pasien tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang

    mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernafas.(Widoyono, 2008).

    Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

    Mikobakterium Tuberkulosis (Silvia, 2006).

    Badan kesehatan dunia,World Health Organitation (WHO) tahun 2008

    menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini menjadi ancaman global. Menurut WHO 1,7

    Milyar orang diseluruh dunia telah terinfeksi Mikrobacterium Tuberkulosis ,terdapat

    8,8 Juta orang menderita tuberkulosis setiap tahunnya dan sekitar sepertiga populasi

    duniadiperkirakan telah terinfeksi dengan angka kematian tiga juta orang pertahun

    ,maka setiap detiknya ada satu orang terinfeksi.

    Berdasarkan Global Tuberkulosis Control, WHO 2008,tuberkulosis di

    Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 534.439 kasus. Kasus BTA (basiltahanasam)

    (+) sebesar 240.183 orang. Prevalensi semua kasus 578.410 orang (DepkesRI,2009).

    Dimana resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk Of

    Tuberkulosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB

    selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000

    penduduk terinfeksi setiap tahunnya (DepkesRI,2008).

    Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

    tuberkulosis Myobacteriumtuberkulosis).Kebanyakan tuberkulosis menyerang paru,

  • namun juga bagian lainnya.Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis BTA (basil

    tahan asam) positif, pada waktu batuk dan bersin, pasien menyebarkan kuman ke

    udara dalam bentuk percikan dahak (dropletnuclei).Sekali batuk dapat menghasilkan

    sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana

    percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah

    percikkan,sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

    dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Dep Kes

    RI,2008).

    Sesuai data pada Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo kasus tuberkulosis paru

    pada tahun 2010 berjumlah 366 penduduk, tahun 2011 berjumlah 424 penduduk, dan

    tahun 2012 berjumlah 437 penduduk.

    Berdasarkan pencatatan yang tersedia di Puskesmas Global Kecamatan

    Limboto penderita tuberkulosis dari tahun 2009-2011 secara berturut-turut adalah

    sebagai berikut : tahun 2010 terdapat 70 penderita, 2011 74 penderita dan tahun 2012

    70 penderita tuberkulosis.

    Pengawas minum obat (PMO) adalah Dukungan dari petugas kesehatan yang

    berada di rumah sakit yang memiliki wewenang merawat pasien dan keluarga ataupun

    kerabat dekat pasien yang memotivasi, mengingatkan, dan mengawasi pasien untuk

    mengkonsumsi OAT yang diberikan dokter. Penanggulangan penyakit TB Paru perlu

    ditangani dengan cara yang lebih baik agar tidak lagi menjadi masalah di Indonesia,

    terutama dari segi manajemen pengobatan seperti pengawasan keteraturan berobat,

    (Departemen Kesehatan RI, 2002). Salah satu dari komponen DOTS adalah panduan

    OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan

    pengobatan diperlukan seorang pengawas minum obat (PMO). Kesembuhan yang

    ingin dicapai diperlukan keteraturan berobat bagi setiap penderita. Panduan OAT

  • jangka pendek dan peran Pengawas Minum Obat (PMO) merupakan strategi untuk

    menjamin kesembuhan penderita. Walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi

    apabila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan

    mengecewakan.

    Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat pasien

    melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau

    orang lain (Smet, 1994). Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan

    pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai

    dengan 9 bulan (Depkes RI, 2002).

    Dari data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

    Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat

    Pasien tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas limboto Kabupaten Gorontalo.

    1.2 RUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan

    masalah penelitian Apakah ada Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO)

    Dengan Kepatuhan Berobat Pasien tuberkulosis Paru ?

    1.3 TUJUAN PENELITIAN

    1.3.1. Tujuan Umum

    Mengetahui hubungan dukungan Pengawas Minum Obat dengan kepatuhan

    Berobat pasien tuberkulosis Paru di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui dukungan pengawas minum obat pada pasien

    tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

  • 2. Untuk mengetahui kepatuhan berobat pada penderita TB paru di

    Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

    3. Untuk mengetahui hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO)

    dengan kepatuhan berobat obat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas

    Limboto Kabupaten Gorontalo.

    1.4 MANFAAT PENELITIAN

    1. Bagi Institusi Pendidikan

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan perbandingan,dapat

    dgunakan dimasa yang akan datang,dan dokumentasi bagi pihak Program Studi

    Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

    Negeri Gorontalo.

    2. Bagi Peneliti

    Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang

    telah didapat dibangku kuliah dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

    bagi peneliti dalam hal peneliti ilmiah.

    3. Bagi Lahan atau Tempat Penelitian

    - Sebagai bahan dan data tentang hubungan dukungan pengawas minum obat

    (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis di Puskesmas Limboto

    Kabupaten Gorontalo.

    - Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita

    tuberkulosis, sehingga akan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan

    kualitas hidup penderita serta memberi masukan kepada petugas kesehatan

    tentang pentingnya penyuluhan penyakit tuberkulosis kepada masyarakat

    khususnya penderita tuberkolosis.

  • 4. Bagi Ilmu Keperawatan

    Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan Tuberkulosis

    paru.

    5. Bagi Pasien

    Memberikan pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis paru dalam

    meningkatkan kepatuhan berobat pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas

    Limboto Kab. Gorontalo

    6. Bagi Peneliti Selanjutnya

    - Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan

    untuk peneliti selanjutnya.

    - Bagi orang lain yang membaca semoga menjadi tambahan pengetahuan tentang

    hubungan antara dukungan keluarga pada pasien tuberkulosis paru dan dengan

    informasi ini diharapkan penderita lebih termotivasi untuk sembuh

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. KAJIAN TEORITIS

    2.1.1 Konsep Tuberkulosis Paru

    2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru

    Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

    bakteri Mikrobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks

    Mikrobakterium tuberkulosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan

    termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks Mikrobakterium tuberkulosis meliputi M.

    tuberkulosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks

    tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri

    ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk

    mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan

    bagian lain tubuh manusia (Masrin, 2008).

    Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru manusia.

    Tuberkulosis disebabkan oleh kuman dan karena itu tuberkulosis bukanlah penyakit

    keturunan. Selain terdapat pada paru-paru, tuberkulosis juga dapat mengenai organ tubuh

    lainnya, seperti tulang, otak, otot dan lain-lain (Aditama, 1994).

    Tuberkulosis disebabkan oleh basil atau kuman yang diberi nama dalam bahasa latin

    Mikrobakterium tuberkulosis. Basil penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh seorang

    ilmuwan Jerman yang bernama Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis akan

  • tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37C, yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh

    manusia (Aditama, 1994).

    Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikroobacterium

    tuberkulosis (MTB) sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid), yang membuat

    kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pda udara

    kering maupun dalam keadaan dingin (sifat dormant). Sifat lain kuman ini adalah aerob,

    artinya bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya,

    dalam hal bagian apical paru-paru sehingga apical ini merupakan tempat prediksi penyakit

    Tuberkulosis paru (stark dkk, 2002).

    2.1.1.2 Gejala Penyakit Tuberkulosis

    Gejala penyakit Tuberkulosis dapat di bagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang

    timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas, terutama

    pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosis secara klinik.

    1. Gejala umum

    a. Demam, tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya di rasakan malam

    hari disertai keringat malam. Kadang-kadang, serangan demam seperti serangan

    influenza dan bersifat hilang timbul.

    b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

    c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai darah)

    d. Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah

    2. Gejala khusus

    a. Tergantung dari organ tubuh yang terkena, apabila terjadi sumbatan sebagian

    bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

  • bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi dan suara nafas

    melemah yang disertai sesak.

    b. Apabila ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

    dengan keluhan sakit dada.

    c. Apabila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

    pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya.

    Pada muara ini akan keluar cairan nanah.

    d. Pada anak-anak, dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

    sebagai meningitis (radang delaput otak). Gejalanya adalah kejang-kejang, demam

    tinggi, penurunan kesadaran, dan kejang-kejang.

    2.1.1.3 Pengobatan

    Penyakit tuberkulosis paru dapat disembuhkan jika minum obat secara teratur dan

    konsultasi ke petugas kesehatan dengan teratur dalam jarak waktu minimal 6 bulan. Tahap

    pengobatan terdiri dari tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif atau awal pasien

    mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencengah terjadinya kekebalan

    terhadap semua obat anti tuberkulosis (OAT), bila pengobatan tahap intensif terseb/ut

    diberikan secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu 2

    minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru BTA positif menjadi BTA negatif

    (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat

    lebih sedikit, namun dengan jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk

    membunuh kuman persister atau dormant sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Hal

    hal lain yang menunjang proses penyembuhan yaitu :

    1. Minum obat secara teratur

    2. Kontrol secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakit

  • 3. Mengkonsumsi makanan dengan menu gizi seimbang

    4. Istirahat yang cukup

    5. Menjaga kebersihan lingkungan

    6. Pencahayaan dan ventilasi rumah cukup untuk mencegah penularan

    Tujuan pengobatan tuberkulosis paru menurut DepKes RI tahun 2002, yaitu :

    1. Menyembuhkan pasien

    2. Mencegah kematian

    3. Mencegah kekambuhan

    Prinsip pengobatan

    Obat tuberkulosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah

    cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan. Supaya semua kuman (termasuk kuman persiter)

    dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,

    sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat, (jenis,

    obat dan jangka waktu pengobatan), kuman tuberkulosis akan berkembang menjadi kuman

    kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, pengobatan perlu

    dilakukan dengan pengawasan langsung DOT (diretly observed treatman) oleh seorang PMO

    (pengawas menelan obat) seperti di kutip dari DepKes RI 2002.

    2.1.1.4 Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis

    1. Percikan ludah (droplet infection)

    Pada saat penderita tuberkulosis batuk akan mengeluarkan droplet dengan ukuran

    mikroskopis yang bervariatif. Ketika pertikel tersebut berada di udara, air akan

    menguap dari permukaannya sehingga menurunkan volume dan menaikan konsetrasi

    kumannya. Partikel inilah yang disebut dengan droplet (Crofton, 2002)

    2. Inhalasi debu yang mengandung basil tubercolusa (air bone infection)

  • Seseorang yang melakukan kontak erat dalam waktu yang lama dengan penderita

    tuberkulosis paru akan mudah tertular karena menginhalasi udara yang telah

    terkontaminasi kuman tuberkulosis

    Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,

    penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang

    mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.

    Seseorang dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru bila droplet tersebut terhirup ke dalam

    saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui

    pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya,

    melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran

    langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).

    Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan

    dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita

    tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut

    dianggap tidak menular.

    2.1.1.5 Diagnosa

    1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

    2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositos)

    3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang mennjang diagnosis TB

    yaitu :

    Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.

    a. Bayangan berawan (patchy) atau berbecak (nodular).

    b. Adanya kavitas tunggal atau ganda

    c. Kelaian bilateral, terutama di lapangan atas paru

  • d. Adanya klasifikasi

    e. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

    f. Bayangan milier

    4. Pemeriksaan sputum BTA

    Pemeriksaan sputum BTA memastikan bahwa diagnosis Tuberkulosis paru, namun

    pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% penderita Tuberkulosis yang

    dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

    5. Tes mantoux/tuberkulin

    Merupakan uji serologi immunoperosidase memakai alat histogen mmunoperosidase

    staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil Tuberkulosis paru.

    6. Tes mantoux / tuberculin

    Klasifikasi diagnostik Tuberkulosis adalah :

    1. TB paru

    a. BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelaianan foto thoraks

    menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB

    b. BTA mikroskopis langsung atau biakan (-) , tetapi kelaianan rontgen dan klnis

    sesuai pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.

    2. TB paru tersangka

    Diagnosa pada tahap ini besifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat

    (paling lambat bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada

    hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelaianan rontgen dan

    klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai.

  • 3. Bekas TB (tidak sakit)

    Ada riwayat Tuberkulosis pada pasien masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau

    gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada serial sputum BTA (-).

    Kelompok ini tidak perlu di obati.

    2.1.2 konsep pengobatan tubercolosis paru

    2.1.2.1 Tahap Pengobatan

    Tujuan pengobatan Tuberkulosis paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah

    kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah

    terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

    1. Tahap intensif (Initial phase), selama 1-3 bulan dengan memberikan 4-5 macam obat

    anti tuberkulosis per hari dengan tujuan :

    1). Mencegah keluhan dan mencegah efek samping lebih lanjut.

    2). Mencegah timbulnya resistensi obat.

    2. Tahap lanjutan (Continuation phase), selama 4-6 bulan dengan hanya memberikan 2

    macam obat, 3 kali seminggu dengan tujuan :

    1). Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)

    2). Mencegah kekambuhan (relaps)

    Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu

    yang lebih lama yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

    persisten untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

    Pengobatan tuberkulosis paru mengunakan obat anti tuberkulosis (OAT) dengan metode

    directly observed treatment shortcourse (DOTS).

  • 1. Kategori I (2 HRZE/4 H3R3E3 ) untuk pasien TBC baru.

    2. Kategori II (2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk paien ulangan (pasien yang

    pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh).

    3. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).

    4. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap

    intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+).

    Obat di minum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan pagi.

    KATEGORI I

    a. Tahap pemulaan diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2 HRZE):

    INH (H) : 300 mg 1 tablet

    Rifampisin (R) : 450 mg 1 kaplet

    Pirazinamid (Z) : 1500 mg 3 kaplet @500 mg

    Etambutol (E) : 750 mg 3 kaplet @ 250 mg

    Obat tersebut di minum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali.

    Regimen ini disebut KOMBIPAK II

    b. Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3):

    INH (H) : 600 mg 2 tablet @ 300 mg

    Rifampisin (R) : 450 mg 1 kaplet

    obat tersebut diminum 3(tiga) kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali.

    Regitmen ini disebut KOMBIPAK II

  • 2.1.2.2 Aktivitas obat

    1. Aktivitas bakteresid

    Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya

    masih aktif). Aktivitas bakteresid biasanya diukur dari kecepatan membunuh atau

    melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2

    bulan permulaan pengobatan).

    2. Aktivitas sterilisasi

    Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat

    (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi di undur dari angka kekambuhan

    setelah pengobatan dihentikan (Soeparman dan Sarwono, 1999).

    2.1.2.3 Jenis Obat

    Pengobatan dengan strategi DOTS (Direct Obseved Treadment Short Course) dipermudah

    dengan pengadaan obat yang telah dipadukan sesuai dengan kategori tersendiri :

    1. Obat primer (obat anti tuberkulosis tingkat satu)

    1). Isoniasid (H)

    Dikenal dengan INH, bersifat bakteresid, dapat membunuh 90% populasi dalam

    beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam

    keadaan metabolisme aktif, yaitu pada saat kuman sedang berkembang. Dosis harian

    yang dianjurkan adalah 5 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3kali

    seminggu dengan dosis 10 mg\kg BB.

    2). Rifampisin (R)

    Bersifat bakteresid, dapat membubuh kuman yang persisten (dortmant) yang tidak

    dapat dibunuh oleh Isonasid. Dosis 10 mg\kg BB diberikan sama untuk pengobatan

    harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

  • 3). Pirazinamid (Z)

    Bersifat bakteresid, dapat membunuh kuman yang berada didalam sel dengan suasana

    asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan

    intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB.

    4). Streptomisin (S)

    Bersifat bakteresid, dengan dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan

    pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita

    berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur sampai 60

    tahun lebih dosisnya 0,50 gr\hari.

    5).Ethambutol (E)

    Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg Bbsedangkan

    untuk pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg\kg BB.

    2. Obat sekunder ( Anti tubercolusis acid)

    1). Kanamisin

    2). PAS (Para Amina Salictylic Acid)

    3). Tiasetason

    4). Etionamid

    5). Protionamid

    6). Sikloserin

    7). Viomisin

    8). Kapreomisin

    9). Amikosin

    10).Oflokasin. (Soeparman dan Sarwono W, 1990).

  • 2.1.2.4 Efek Samping Obat

    1. Efek Samping Berat

    Yaitu efek samping yang dapat menyebabkan sakir perut serius. Dalam kasus ini

    maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk ke unit

    pelayananan kesehatan (UPK) spesialistik (hadju dkk, 2003; Depkes RI, 2001,

    2007)

    2. Efek samping ringan

    Yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini seiring

    dapat ditanggulangi dengan obat-obat simtomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-

    kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pemberian

    OAT dapat diteruskan (hadju dkk, 2003; Depkes RI, 2002, 2007).

    2.1.2.5 Hasil pengobatan

    1. Sembuh

    Penderita dikatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap

    dan pemeriksaan dahak 2 kali selama pengobatan negative.

    2. Pengobatn lengkap

    Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab

    apapun.

    3. Meninggal

    Adanya penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab

    apapun

    4. Pindah

    Adanya penderita yang pindah berobat ke daerah atau kabupaten/kota lain

  • 5. Default

    Penderita yang tidak control atau terlambat mengambil obat 2 minggu berturut-

    turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

    6. Gagal

    Penderita BTA posotif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif ataukembali

    menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.

    2.1.3 Konsep Kepatuhan

    2.1.3.1 Definisi Kepatuhan

    kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat melaksanakan cara

    pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (smet,

    1994).

    Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien dengan ketentuan yang

    diberikan oleh professional kesehatan (niven, 2002).

    Atau juga kepatuhan didefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap pengobatan medis

    adalah suatu kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang telah ditentukan (gabit, 1999,

    improving complient by gadit ismailov dunst,TB diperoleh tanggal 8 februari 2007).

    Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam

    manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan (Robert,

    1999, enhancing medication compliance for people, diperoleh tanggal 5 februari 2007).

    Kepatuhan dalam pengobatan penderita tubercolosis paru merupakan perilaku peran

    sakit, yaitu tindakan/kegiatan yang dilakukan penderita agar dapat sembuh dari penyakit.

    Kepatuhan dalam menjalankan aturan pengobatan bagi penderita Tuberkulosis paru

    sangat penting untuk dapat mencapai kesembuhan yang optimal sehingga penularan

    kemasyarakat dapat dihindari. (dikutip dari Kyngas H,2002) dalam Widagdo 2002.

  • Dikatakan patuh jika beroabat secara teratur sewaktu 6 bulan dalam 2 fase

    pengobatan dan paduan obat isoniazid, rifampsin, pirazinamid, streptomisin dan

    etambutol baik kategori I,,II dan sisipan . dikatakan tidak patuh jika penderita berobat

    secara tidak teratur selama waktu 6 bulan dalam 2 fase pengobatan dan paduan obat

    isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol baik kategori I,,II dan

    sisipan.

    2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Kepatuhan

    1. Umur

    Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau produktif (15-50

    tahun). Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan

    hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun system

    imunologis seorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,

    termasuk penyakit Tuberkulosis paru.

    2. Jenis Kelamin

    Penyakit Tuberkulosis paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki

    dibandingkan perempuan. Menurut WHO sedikitnya dalam periode setahun ada

    sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat Tubercolosis paru dapat disimpulkan

    bahwa kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh

    Tuberkulosis paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada

    jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum

    alcohol sehingga dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah

    terpapar dengan agent penyebab Tuberkulosis paru. Kepekaan untuk terinfeksi

    penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

    perempuan, tua muda, bayi dan balita.

  • 3. Sosial Ekonomi

    Salah satu model pendekatan yang memepengaruhi tindakan berobat adalah status

    social. Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadaan huniaan, lingkungan

    perumahan, lingkungan dan sanitasi temapt bekerja yang buruk dapat memudahkan

    penularan Tuberkulosis paru. Pendekatan ini bertumpu pada asumsi bahwa latar

    belakang tertentu misalnya bekerja atau tidak bekerja akan memiliki pandangan

    tersendiri terhadap pengobatan.

    4. Pendidikan

    Pendidkan berkaitan dengan pengetahuan penderita, hal ini menunjukkan bahwa

    pendidikan mempengaruhi keuntasan atau kesuksesan pengobatan penderita. Semakin

    tinggi tingkat pendidikan, maka semakin baik penerimaan informasi tentang

    pengobatan dan penyakitnya sehinggga akan semakin tuntas peoses pengobatan dan

    penyembuhannya.

    5. Pengetahuan

    Pengetahun adalah pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki

    manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan.

    Pengetahuan mencakup penularan, penjelasan dan pemahaman manusia tentang

    segala sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai

    persoalan hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis.

    6. Domisili

    Domisi berdasarkan temapt tinggal kepelayanan kesehatan akan mempengaruhi

    pasien dalam menyelesaikan pengobatan apalagi domisili tidak berada dalam wilayah

    pelayanan kesehatan akan memperbesarkan resiko utnuk tidak menyelesaikan

    pengobatan.

  • Menurut Green (1980), bahwa domisili pasien dapat mempengaruhi ketidakselesaian

    penderita dalam berobat, untuk itu diperlukan suatu upaya bagaimana domisili tidak

    mengahalangi pasien untuk mengambil obat karena dapat mempengaruhi terhadap

    upaya penyembuhan penderita selanjutnya.

    7. PMO

    Menurut Aditama (2000), salah satu yang menyebabkan sulitnya TB paru dibasmi

    adalah kenyataan bahwa obat yang diberikan harus beberapa macam sekaligus serta

    pengobatannya memakan waktu yang lama, setidaknya 6 bulan. Hal ini menyebabkan

    penderita tidak menuntaskan pengobatannya dan bahkan putus obat.

    Untuk itu diperlukan Pengawas minum obat (PMO) untuk menjaga agar penderita

    tidak putus berobat atau teratur berobat, WHO tahun 1995 telah merekomendasikan

    strategi DOTS sebagai pendekatan terbaik penanggulangan Tuberkulosis paru. Salah

    satu komponen seseorang menyelesaikan pengobatannya.

    2.1.4 Konsep Dukungan PMO

    Salah satu komponen DOTS adalah panduan OAT jangka pedek dengan

    pengawasan secara langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan

    seorang PMO.

    a. Persyaratan PMO

    - Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

    maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

    - Seseorang yang dekat dengan pasien

    - Bersedia membantu pasien dengan sukarela

    - Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

  • b. Siapa Yang Bisa Menjadi PMO

    Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Misalnya, bidan di desa, perawat,

    pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan

    yang memungkinkan , PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota

    PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

    c. Tugas Seorang PMO

    - Mengawasi pasien tuberkulosis paru agar menelan obat secara teratur sampai

    selesai pengobatan.

    - Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

    - Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

    ditentukan.

    - Member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis paru yang

    mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis paru untuk segera

    memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

    Tugas PMO bukanlah utnuk menganti kewajiban pasien mengambil obat dari Unit

    Pelayanan Kesehatan.

    d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien

    dan keluarganya :

    - Tuberkulosis paru dapat disembuhkan dengan beroabat secara teratur.

    - Tubercolosis paru bukan pennyakit keturunan atau kutukan.

    - Cara penularan Tuberkulosis paru, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

    pencegahannnya

    - Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

    - Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

  • - Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

    pertolongan ke UPK.

    2.2 KERANGKA KONSEP

    Variabel Independen Variabel Dependen

    2.3 HIPOTESIS

    Terdapat Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan

    Berobat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto.

    Kepatuhan berobat

    pasien tubercolosis paru

    Dukungan PMO

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo. waktu

    penelitian dilaksanakan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3

    juni 2013. Penelitian dilakukan setiap hari kerja pada hari senin sampai dengan hari

    sabtu.

    3.2 Desain Penelitian

    Desain penelitian atau disebut juga rancangan penelitian ditetapkan dengan tujuan

    agar penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien (Suyanto, 2011). Penelitian

    ini menggunakan metode cross ectional, yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan

    antar variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasikan

    pada satu satuan waktu (kelana kusuma darma, 2011). Jenis penelitian di gunakan

    rancangan cross sectional yang ditujukan untuk mengetahui hubungan dukungan

    PMO dengan kepatuhan berobat pesien dalam tuberkulosis paru.

    3.3 Variabel

    Identifikasi Variabel

    1. Variabel Independen

    Variabel ini dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.

    Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

    perubahananya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono 2007 :4)

    Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu dukungan PMO

  • 2. Variabel Dependen

    Variabel ini dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.

    Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

    karena adanya variabel dependen (Sugiyono, 2007 : 4).

    Dalam penelitian ini variabel terikat yaitu : kepatuhan datang berobat pasien TB.

    3.4 Populasi dan Sampel

    3.4.1 Populasi

    Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia,pasien) yang memenuhi kriteria yang

    telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

    keluarga pasien yang menjadi PMO di Puskesmas Global Limboto yang berjumlah 50

    orang. Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai

    dengan 3 juni 2013.

    3.4.2 Sampel

    Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil

    (Notoatmojo, 2005). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

    sampling. Sampel yaitu keluarga pasien yang menjadi PMO di Puskesmas Global

    Limboto yang berjumlah 50 orang. dilaksanakan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20

    mei sampai dengan 3 juni 2013.

    Sampel dengan menggunakan kriteria inklusi sebagai berikut :

    a. Keluarga pasien yang mendampingi pasien

    b. Mampu berkomunikasi dengan baik

    c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

  • 3.5 Definisi Operasional

    Definisi operasional pada penelitian ini adalah :

    No Variabel Definisi Operasional

    Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

    Ukur

    1

    2

    Independen:

    Dukungan

    PMO

    Dependen:

    Kepatuhan

    Untuk mengetahui

    dukungan pengawas

    minum obat dalam

    memotivasi,mengingat

    kan,dan mengawasi

    pasien untuk

    mengkonsumsi OAT.

    Kepatuhan pasien

    dalam mengkonsumsi

    obat yang telah

    diberikan oleh petugas

    minum obat.

    Wawanca

    ra

    Hasill

    pengamat

    an pada

    kartu

    control

    berobat

    pasien

    dan

    jumlah

    obat.

    Lembar

    kuisioner

    Observasi

    Kartu

    control

    berobat

    dan

    jumlah

    obat.

    1.Baik jika

    dukungan PMO

    mencapai 100 %

    dengan skor (60-

    100%)

    2.kurang baik

    jika dukungan

    PMO mencapai

    50% dengan

    skor (0-59%)

    1. Patuh, jika

    psien datang

    berobat sesuai

    dengan jadwal

    yang ditentukan.

    2. Tidak patuh

    jika pasien tidak

    datang berobat

    sesuai dengan

    jadwal yang

    ordinal

    Nomina

    l

    Jika

    pasien

    patuh

    diberi

    kode 1

    dan jika

    pasien

    tidak

  • ditentukan patuh

    diberi

    kode 0

    3.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

    Teknik atau metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam

    pengumpulan data dalam penelitian. Cara pengumpulan data tersebut meliputi

    wawancara, observasi, angket, pengukuran, atau melihat data statistik, seperti

    dokumentasi (Hidayat, 2010).

    Dalam penelitian ini data dikumpulkan oleh peneliti dengan cara wawancara apakah

    PMO mengawasi pasien Tuberkulosis minum obat secara teratur dan apakah pasien

    berobat secara teratur dimasukkan dalam lembar kuisioner. Di dalam kuisioner berisi

    pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dan dirumuskan untuk menggali data tentang

    dukungan PMO dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru.

    3.7 TEKNIK ANALISIS DATA

    Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan sistem komputer menggunakan

    SPSS Versi window 18.0

    1. Analisis Univariat

  • Setiap variabel idenpenden (dukungan PMO) dan variabel dependen

    kepatuhan berobat pasien dianalisis dengan statistik deskripsi untuk mendapatkan

    gambaran mengenai proporsi data dari masing-asing variabel.

    2. Analisis Bivariat

    Untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan variabel

    dependent dengan menggunakan analisis statistik chi square.

    X 2 = (0 E)

    2

    E

    Keterangan :

    X2 = Chi kuadrat

    0 = frekuensi observasi

    E = frekuensi harapan

    Dengan tekhnik pengolahan data sebagai berikut :

    1. Editing data, yaitu mencakup tentang kualitas isian dalam alat pengumpulan data dan

    memeriksa kelengkapan isisan dari lembar observasi, apabila tidak lengkap dapat

    diperbaiki dan mengulang pengumpulan data terhadap respon tersebut.

    2. Coding, kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau

    bilangan.

    3. Entry data, yaitu jawaban yang dusah diberi kategori kemudian dimasukkan ke

    dalam tabel dengan menghitung frekuensi data.memasukkan data boleh dengan

    proses manual atau melalui pengolahan komputer. pada penelitian ini peneliti

    menggunakan sistem komputerisasi SPSS (Statistical Package for the Social

    Sciences).

  • 4. Cleaning data, adalah proses yang dilakukan ketika data masuk ke komputer, data

    diperiksa apakah terjadi kesalahan atau tidak. Jika terdapat yang salah diperiksa oleh

    proses cleanng ini (setiadi, 2007).

    3.8 ETIKA PENELITIAN

    1. Informed Consent

    Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

    penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum

    penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden.

    Beberapa informasi yang terdapat dalam informed consent antara lain partisipasi pasien,

    tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

    pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat dan kerahasiaan.

    Dalam penelitian ini, peneliti meminta persetujuan responden untuk dijadikan subjek

    penelitian, dan responden menandatangani lembar informed consent yang telah disediakan.

    2. Tanpa nama (anonimity)

    Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

    penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

    responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

    data yang akan disajikan. Dalam penelitian ini hanya menggunakan inisial nama

    responden untuk mempermudah pengecekan ulang hasil penelitian jika diperlukan.

    3. Kerahasiaan (confidentiality)

    Semua informasi yang diperoleh dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

    data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Puskesmas sebagai unit pelaksana kesehatan terdepan (pelayanan kesehatan primer di

    indonesia) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya optimalisasi derajat kesehatan

    masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang merupakan jumlah

    masyarakat yang paling banyak di indonesia.

    Puskesmas Global Limboto adalah salah satu dari puskesmas yang terletak di Kecamatan

    Limboto Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Batas-batas wilayah kerja sebagai berikut:

    Batas Wilayah :

    Sebelah Timur : Kec. Telaga Biru

    Sebelah Barat : Kec. Limboto Barat

    Sebelah Utara : Kec. Kwandang

    Sebelah Selatan : Kec. Batudaa

    Luas Wilayah : 127,92 km2

    Wilayah Kerja : 14 Kelurahan

    Karakteristik Wilayah :

    1. Pesisir Danau

    2. Pegunungan

    3. Dataran

  • Jumlah Penduduk : 47456 Jiwa

    a. Laki-laki : 23328 Jiwa

    b. Perempuan : 24128 Jiwa

    Kepala Keluarga : 12488 KK

    Penduduk Miskin :

    a. Jamkesmas : 14334

    Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengawas minum obat (PMO) yang berada di

    Puskesmas Global Limboto mengatakan bahwa ada 50 pasien yang datang berobat di

    Puskesmas Global Limboto dengan rentang waktu pengobatan selama 6 bulan.

    4.2 Hasil Penelitian

    Penelitian dilakukan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3 juni

    2013. Penelitian dilakukan setiap hari kerja pada hari senin sampai dengan hari sabtu.

    Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah pengawas minum obat (PMO) yang datang

    di Puskesmas Global Limboto sebanyak 50 orang.

  • Pada bab ini disajikan berturut turut mengenai laporan hasil dan pembahasan dan telah

    dilakukan meliputi :

    1. Analisis Univariat

    Tabel 4.1

    Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Perguruan tinggi dan Pekerjaan

    Data primer

    Tabel 4.1 menunjukkan bahwa usia sampel terbanyak berada direntang umur 31-35 tahun

    sebanyak 12 responden (24%) dan sampel terkecil rentang umur 46-50 tahun sebanyak 1

    responden (2%). Jumlah sampel sebagian besar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 20

    responden (40%) dan jumlah sampel terkecil sebanyak 1 responden (2%). Dari tabel 4.1 juga

    Kategori n %

    Umur

    16-20 Tahun 3 6

    21-25 Tahun 8 16

    26-30 Tahun 11 22

    31-35 Tahun 12 24

    36-40 Tahun 11 22

    41-45 Tahun 4 8

    46-50 Tahun 1 2

    Total 50 100

    Pendidikan

    Perguruan Tinggi 1 2

    SD 11 22

    SMP 20 40

    SMA 16 32

    Tidak sekolah 2 4

    Total 50 100

    Pekerjaan

    Buruh 6 12

    IRT 12 24

    Mahasiswa 1 2

    Pedagang 3 6

    Sopir 1 2

    Swasta 8 16

    Tani 1 2

    Tidak bekerja 15 30

    Tukang bentor 3 6

    Total 50 100

  • dapat dilihat bahwa kebanyakan responden yang tidak memiliki pekerjaan juga sangat tinggi

    yaitu sebanyak 15 responden (30%).

    Tabel 4.2

    Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan PMO

    Data primer

    Dari tabel 4.2 di atas di ketahui bahwa jumlah dukungan PMO yang baik sebanyak 26 dari 50

    orang, sedangkan dukungan PMO yang kurang sebanyak 24 dari 50 orang.

    Tabel 4.3

    Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Dukungan PMO

    Kategori Dukungan PMO n %

    Baik 26 52

    Kurang 24 48

    Total 50 100

    No Item Pertanyaan Kurang

    1. Apakah anda mengawasi pasien untuk berobat ? 15

    2. Apakah anda selalu mengawasi pasien untuk menelan obat ? 25

    3. Apakah anda selalu memberikan dorongan pada pasien untuk berobat ? 21

    4.

    Apakah anda selalu mengingatkan pasien untuk mengambil obat dan memeriksakan

    dahak sesuai dengan jadwal yang ditentukan ? 12

    5. Apakah anda selalu menegur pasien jika pasien tidak mau/lalai dalam minum obat ? 23

    6. Apakah anda mengetahui tentang perkembangan kondisi kesehatan pasien saat ini ? 23

    7. Apakah anda mengetahui alasan pasien tidak berobat atau lalai minum obat ? 32

    8. Apakah anda selalu memberikan solusi jika pasien merasa jenuh untuk minum obat ?

    33

    9.

    Apakah anda selalu memberikan semangat pada pasien untuk sembuh dan

    mengajurkan pasien untuk banyak istirahat ? 18

    10.

    Apakah anda selalu menyampaikan informasi dari petugas puskesmas tentang

    pengobatan yang seharusnya dijalankan oleh pasien ? 25

  • Tabel 4.3 menunjukkan bahwa urutan pertama yang kurang mendapatkan dukungan PMO terdapat

    pada item pertayaan no 8 adalah sebanyak 33 responden dan urutan kedua yang kurang

    mendapatkan dukungan PMO terdapat pada item pertayaan no 7 adalah sebanyak 32 responden.

    Tabel 4.4

    Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat Pasien

    Data primer

    Dari tabel 4.4 di atas di ketahui bahwa jumlah kepatuhan pasien yang patuh berobat 25 dari

    50 orang dan pasien yang tidak patuh berobat adalah 25 orang dari 50 orang.

    Kategori Kepatuhan n %

    Patuh 25 50

    Tidak Patuh 25 50

    Total 50 100

  • 2. Analisis Bivariat.

    Berdasarkan analisis bivariat untuk mengetahui apakah ada dukungan pengawas minum obat

    (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru dari variabel terobservasi dapat

    dilihat sebagai berikut :

    Pengujian Hipotesis

    Hipotesis yang di uji :

    Ho : tidak ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat

    pasien tuberculosis paru dan

    Ha : ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien

    tuberculosis paru.

    Tabel 4.5

    Analisa Hubungan dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan berobat

    pasien tuberkulosis paru

    Dukungan

    PMO

    Kepatuhan Total

    n (%) P Patuh Tidak patuh

    n % n %

    Baik 19 73.1 7 26.9 26 (52 %) .001

    Kurang 6 25 18 75 24 (48 %) .001

    P : Probability dengan uji chi square

    nilai P = 0,001 jika di bandingkan dengan = 0,05 maka nilai P = 0,05 sehingga dapat

    dikatakan Ho di tolak dan Ha di terima, berarti ada hubungan dukungan pengawas minum

    obat dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru.

  • 4.3 Pembahasan

    Pada bab ini akan disajikan pembahasan mengenai sebagai berikut :

    1. Hubungan Usia, Pendidikan dan Pekerjaan Dengan Kepatuhan Berobat

    a. Usia

    Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian responden berusia 31-35 tahun (24%). Hasil

    penelitian menemukan bahwa usia yang terbanyak adalah yang di atas 20 tahun yang

    sudah tidak produktif lagi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Sitepu (2009) yang

    menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah pada umur 35-55

    tahun sebanyak 103 orang (92,8%) . hal ini dapat diasumsikan karena kelompok usia

    35-55 tahun adalah kelompok usia yang mempunyai mobilitas yang sangat tinggi

    sehingga kemungkinan terpapar dengan kuman Mikobakterium Tuberkulosis paru

    lebih besar selain itu reaktifan endogen (aktif kembali yang telah ada dalam tubuh)

    terjadi pada usia yang sudah tua.

    b. Pendidikan

    Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan terbanyak adalah

    tingkat pendidikan SMP 20 orang (40%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

    penelitian Sitepu (2009) yang menunjukkan bahwa pendidikan yang paling banyak

    adalah tingkat pendidikan SLTA/Sederajat 40 orang (36%). Tingkat pendidikan

    sangat berpengaruh dalam kemampuan PMO dan penderita untuk menerima informasi

    tentang penyakit, terutama tentang TB paru. Kurangnya informasi tentang TB paru

    menyebabkan kurangnya dukungan keluarga dan kepatuhan berobat pasien atau

    berenti bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi.

    c. Pekerjaan

    Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja mempunyai jumlah 15

    orang (30%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuliana (2009)

  • menemukan bahwa pekerjaan tidak berpengaruh terhadap PMO. Namun, menurut

    Philipus (1997) yang dikutip oleh Perdana (2008) memperlihatkan adanya hubungan

    yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan keteraturan dalam berobat.

    Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah. Faktor

    lingkungan kerja mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu penyakit. Lingkungan

    kerja yang buruk mendukung untuk terinfeksi TB Paru antara lain supir, buruh,

    tukang becak dan lain-lain dibandingkan dengan orang yang bekerja di daerah

    perkantoran. Penelitian yang dilakukan oleh Arsin dkk (2004) menunjukkan bahwa

    jenis pekerjaan yang berisiko tinggi terpapar kuman TB adalah sopir, buruh/tukang,

    pensiunan/purnawirawan, dan belum bekerja.

    Penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung tidak teratur berobat karena didasari

    oleh pendapat mereka yang mengatakan bahwa berobat ke puskesmas harus

    mengeluarkan biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan

    sehari-hari daripada untuk pengobatan. Tetapi obat yang diberikan oleh pihak

    puskesmas gratis. Sehingga tidak ada alasan bagi pasien untuk tidak teratur berobat

    walaupun tidak bekerja. Hendaknya pasien maupun keluarga pasien membuka usaha

    kecil-kecilan untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    2. Hubungan Peran PMO Dengan Kepatuhan Berobat

    Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dukungan PMO yang baik sebanyak 26 orang (52%)

    dan yang kurang baik sebanyak 24 orang (48%). Penelitian ini didukung oleh

    Sumarman dan Krisnawati (2012) yang menemukan bahwa peran PMO yang kurang

    baik berisiko sebesar 3.013 kali untuk menyebabkan pasien tidak patuh periksa ulang

    dahak pada fase akhir pengobatan dibandingkan dengan pasien yang memiliki peran

    PMO yang baik. Sama halnya yang ditemukan oleh Sumange (2010) menemukan

    bahwa ada hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru.

  • Dukungan sosial oleh PMO berupa dukungan emosional meningkatkan motivasi

    kepada pencderita TB Paru untuk sembuh.

    Peran PMO lebih banyak dilakukan oleh anggota keluarga sebanyak 41 orang

    kemudian diikuti oleh teman sebanyak 4 orang. Pasien yang tidak teratur secara

    keseluruhan (100%) memiliki PMO dari anggota keluarga tetapi tidak berperan

    dengan baik. Kurangnya pemahaman akan tugas sebagai PMO sehingga pasien TB

    Paru dengan peran PMO yang kurang lebih banyak tidak teratur berobat. Tugas

    sebagai PMO kebanyakan dikerjakan berupa mengingatkan untuk ambil obat dan

    mengawasi menelan obat, tetapi kurang melakukan tugas untuk memberikan

    penyuluhan kepada anggota keluarga yang lain.

    Peran keluarga yang baik merupakan motivasi atau dukungan yang ampuh dalam

    mendorong pasien untuk berobat teratur sesuai anjurannya. Adanya dukungan atau

    motivasi yang penuh dari keluarga dapat mempengaruhi perilaku minum obat pasien

    TB Paru secara teratur. Sehingga keluarga perlu berperan aktif mendukung supaya

    pasien menjalani pengobatan secara teratur sampai dinyatakan sembuh oleh petugas

    kesehatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga terhadap pasien

    untuk teratur berobat cukup baik. Pada umumnya dukungan keluarga yang diberikan

    dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat, bantuan dana untuk

    kebutuhan sehari-hari, serta bantuan transportasi untuk pasien TB Paru. Tetapi masih

    ada anggota yang menghindari pasien yang menyebabkan pasien merasa malu untuk

    menjalani pengobatan. Peran keluarga menentukan pasien untuk menjalani

    pengobatan.

    3. Hubungan Kepatuhan dengan berobat pasien

    Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien yang patuh sebanyak 25 orang (50%). Hal ini

    dikarenakan motivasi yang tinggi dari penderita untuk sembuh dan takut bila penyakit

  • berlanjut serta takut bila lupa minum obat dan pengobatannya harus di mulai dari

    awal. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Rejeki (2003) pada 34 responden di

    Puskesmas Bojong I Kabupaten Pekalongan yang menunjukkan bahwa kepatuhn

    penderita dalam berobat di Puksesmas Bojong I 100% penderita dalam berobat dan

    minum obat.

  • BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :

    a. Untuk pengawas minum obat (PMO) untuk pasien tuberkulosis paru dapat dilihat yang

    mempunyai dukungan Pengawas minum obat yang baik 26 responden (52 %) dengan

    pasien tuberkulosis paru sedangkan pasien yang patuh berobat 25 responden (50 %).

    b. Pada kedatangan pasien tuberkulosis paru untuk berobat di Puskesmas Global Limboto

    Kabupaten Gorontalo yang patuh berobat adalah (50.0% ) sehingga pasien tersebut patuh

    berobat.

    c. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan pengawas minum obat (PMO)

    dengan kepatuhan berobat obat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto

    Kabupaten Gorontalo.

    5.2 Saran

    Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

    1. Untuk Pengawas Minum Obat (PMO)

    Bagi PMO yang sebagai pihak keluarga agar berperan aktif dalam mengawasi, tidak

    menghindari pasien dan memberikan dukungan agar menyelesaikan pengobatan sampai

    selesai dan dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan.

    2. Bagi Pasien Tuberkulosis Paru

    Peneliti mengharapkan agar pasien tuberkulosis paru agar selalu teratur minum obat

    sesuai petunjuk petugas kesehatan dan tidak putus dalam menjalani pengobatan sehingga

  • tidak terjadi kegagalan pengobatan yang berakibat timbulnya resistensi terhadap obat dan

    sumber penularan aktif

    3. Untuk Tempat Penelitian

    Bagi pihak puskesmas perlu melakukan penyuluhan tentang tuberkulosis Paru terhadap

    masyarakat, pasien maupun kepada keluarga pasien agar memahami penyebab,

    pengobatan, efek samping yang mungkin akan dirasakan selama pengobatan dan

    perlunya berobat secara teratur. Peneliti juga berharap agar pihak puskesmas mampu

    memberikan motivasi khusunya pada pasien untuk menyelesaikan pengobatannya.

    4. Untuk Peneliti Selanjutnya

    Agar dapat mengkaji lebih dalam lagi penyebab kurangnya dukungan PMO dan

    kepatuhan pasien dalam berobat dan lebih menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya

    mengenai hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat

    pasien tuberkulosis paru.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah, (2002). Hubungan Persepsi, Pengetahuan Tuberkulosis Paru Dan Pengawas Menelan

    Obat Dengan Kepatuhan Berobat Pasien tuberkulosis paru Di Puskesmas Kecamatan

    Jatinegoro Jakarta Timur Tahun 2001. Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI Depok.

    Akmalluddin, (2002). Gambaran Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Di Puskesmas

    Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Tahun 2002. Skripsi Program Sarjana FKM UI

    Depok.

    Antu Mihrawaty S, 2013. Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Datang Berobat Pasien

    Tuberculosis Paru Di Puskesmas Limba B Kota Gorontalo Tahun 2012. Jurusan sarjana

    keperawatan, universitas negeri Gorontalo, Gorontalo.

    Bantas Krisnawati dan Sumarman, 2012. Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan

    Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan (Skripsi). Jakarta. Epidemiologi

    FKM Universitas Indonesia.

    Gabit, 1999. Improving Complient by Gabit Ismailov Dunst. http://www.dcc2.bumc.bu.ed.TB,

    diakses tanggal 3 April 2013.

    Hutapea Tahan P.. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti

    Tuberkulosis.2006, RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

    http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Dukungan%20Keluarga.pdf diakses pada

    tanggal 3 Juli 2012, Malang

    Mansjoer, Arif.M 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta

    Mansjoer dkk, 2002. Kapita selektra kedokteran edisi ketiga jilid 2. media Aesculapius, Jakarta.

    Masrin, 2008. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-noorainnyg-5672-2-

    10.bab-i.pdf, diakses tanggal 28 maret 2013

    Niven, 2002. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2508, diakses tanggal 3 april 2013.

    Novitri, Rahim (2007). Tingkat Kepatuhan Berobat Pada Pasien Penderita Tuberkulosis Dan

    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Puskesmas Jembatan Serong Banten. Skripsi

    Program Sarjana Ekstensi Farmasi PMIPA UI Depok.

    Nursalam, 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. salemba

    medika, Surabaya.

    Nursing, 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Index, Jakarta.

  • Pare Amelda Lisu, Amiruddin Ridwan, Leida Ida, 2012. hubungan antara pekerjaan, pmo,

    pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat

    pasien tb paru. Mahasiswa Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Universitas Hasanuddin Makassar, Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Universitas Hasanuddin

    makasaar.http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3282/HUBUNGAN

    %20ANTARA%20PEKERJAAN,%20PMO,%20PELAYANAN%20KESEHATAN,%2

    0%20DUKUNGAN%20KELUARGA%20DAN%20DISKRIMINASI%20DENGAN%2

    0PERILAKU%20BEROBAT%20PASIEN%20TB%20PARU.pdf?sequence=1, diakses

    tanggal 30 maret 2013

    Rachmawati T & Turniani. Pengaruh Dukungan Sosial dan Pengetahuan tentang Penyakit TB

    terhadap Motivasi Untuk Sembuh Penderita TB Paru yang Berobat di Puskesmas.

    Surabaya. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol.9, No.3, Juli 2006:134-141

    Robert, 1999. Enhancing Medication Compliance For People. .

    http://drh.state.ga.us.ep/pdf/tb.guide.pdf, diakses tanggal 3 april 2013

    Smet, 1994. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2508, diakses tanggal 3 april 2013.

    Soedirman, 2006. Jurnal Keperawatan (The Soedirman Journal of Nursing). Volume 1, No.2,

    November

    https://www.google.co.id/Jurnal+Keperawatan+Soedirman+The+Soedirman+Journal+of

    +Nursing+Volume+No.2+November.pdf, diakses tanggal 25 maret 2013.

    Syahrizal, (2004). Analisis Kepatuhan Penderita TB Paru BTA Positif Dalam Menelan Obat Di

    RS Khusus Paru-Paru Provinsi Sumatra Selatan Tahun 2002. Tesis Program

    Pascasarjana FKM UI Depok.

    Widoyono, 2008. PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Pemberantasannya. Erlangga, Semarang.

    Widoyono, 2010. PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Pemberantasannya. Erlangga, Semarang.