Page 1
THE RELATIONS BETWEEN TROMBOCYTE, LEUKOCYTE AND
HEMATOCRIT WITH DURATION TO HOSPITALIZE ON PATIENTS OF
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN RSUD BENYAMIN GULUH
KOLAKA 2015
HUBUNGAN JUMLAH TROMBOSIT, LEUKOSIT DAN HEMATOKRIT
DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DBD DI RSUD BENYAMIN
GULUH KOLAKA TAHUN 2015
NUR MULTAZAM
10542 0507 13
ANDI ADRIANA MAPPAMADENG
10542 0462 13
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
Page 6
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SKRIPSI, 27 FEBRUARI 2017
ANDI ADRIANA MAPPAMADENG NIM 10542 0462 13
drg. Hj. Yayi Manggarsari, M.Kes
“HUBUNGAN JUMLAH TROMBOSIT, LEUKOSIT DAN HEMATOKRIT
DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DBD DI RSUD BENYAMIN
GULUH KOLAKA TAHUN 2015”
(xii + 80 halaman, 8 tabel, 9 gambar, 3 lampiran )
ABSTRAK
Latar belakang : Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya
cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Penanganan pasien DBD
menghabiskan waktu yang lama dan biaya kerugian yang relatif besar. Tingginya
jumlah rawat inap di rumah sakit menjadi beban yang cukup besar.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara jumlah trombosit, leukosit dan
hematokrit dengan lama rawat inap pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh
Kolaka tahun 2015.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain
cross sectional. Sampel adalah 119 pasien DBD yang menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Benyamin Guluh Kolaka tahun 2015. Data yang
diambil dari rekam medik adalah usia, jenis kelamin,asal daerah, suhu, lama
rawat inap, jumlah trombosit, nilai hematokrit, dan jumlah leukosit. Uji statistik
menggunakan chi-square dan uji fisher.
Hasil : Terdapat pengaruh bermakna antara jumlah trombosit (p=0,003) dan
jumlah leukosit (p=0,025) terhadap lama rawat inap. Tidak terdapat
pengaruh bermakna antara nilai hematokrit (p=0,410) terhadap lama rawat inap.
Kesimpulan : Terdapat pengaruh bermakna antara jumlah trombosit dan jumlah
leukosit terhadap lama rawat inap pada pasien DBD. Tidak terdapat pengaruh
bermakna antara nilai hematokrit terhadap lama rawat inap pada pasien DBD.
Kata kunci: DBD, lama rawat inap, usia, jenis kelamin, asal daerah, suhu, lama
rawat inap, jumlah trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit.
KEPUSTAKAAN : 30 (2003-2016)
Page 7
vii
FACULTY OF MEDICAL
MUHAMMADIYAH MAKASSAR UNIVERSITY
Undergraduate Thesis, 27th
February 2017
“THE RELATIONS BETWEEN TROMBOCYTE, LEUKOCYTE AND
HEMATOCRIT WITH DURATION TO HOSPITALIZE ON PATIENTS OF
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN RSUD BENYAMIN GULUH
KOLAKA 2015”
ANDI ADRIANA MAPPAMADENG NIM 10542 0462 13
drg. Hj. Yayi Manggarsari, M.Kes
(xi + 80 pages, 8 tables, 9 pictures,3 appendices)
ABSTRACT
Background Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of public health
problems in Indonesia that the number of patients is likely to increase and spread
more widely. Treatment of DHF patients needs a long time and relatively high
cost. The high number of hospitalization rate due to DHF has been a substantial
burden.
Aim To determine the relationship platelet count, leukocyte and hematocrite with
long hospitalization of DHF patients.
Methods This study was an analytic descriptif with cross-sectional design. The
sample in this study were 119 DHF patients who received inpatient services at
Benyamin Guluh General Hospital Kolaka. The data that were extracted
from medical records were age, sex, origin, temperature, long hospitalization,
platelet count, hematocrit, and leukocyte count. Statistical tests were done
with the chi-square and fisher test.
Results There was significant effects between platelet count (p=0,003) and
leukocyte count (p=0,025) to length of stay. There was no significant effects
between hematocrit (p=0,410) to length of stay.
Conclusion There are significant effects between platelet count and leukocyte
count to length of stay of DHF patients. There are no significant effects
between hematocrit to length of stay of DHF patients.
Key Words: DHF, long hospitalization, age, gender, origin, temperature,, platelet
count, hematocrit, leukocyte count,
REFERENCES : 30 (2003-2016)
Page 8
viii
KATA PENGANTAR
حن ي السه حو السه تسن للاه
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, semoga rahmat, hidayah, tercurahkan bagi
kita semua sehingga segala aktifitas bernilai ibadah disisi Allah SWT. Pada
baginda Rasulullah SAW kita haturkan salam dan doa tercurahkan yang telah
menunjukkan jalan kebenaran bagi peneliti dalam menyusun skripsi yang berjudul
“Hubungan Jumlah Trombosit, Leukosit dan Hematokrit dengan Lama
Rawat Inap Pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh Tahun 2015 ”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam penyusunan
skripsi ini, banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Peneliti sangat menyadari
akan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu
saran dan kritik yang sifatnya membangun merupakan masukan dalam
penyempurnaan skripsi ini selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.
Mengawali ucapan terima kasih ini disampaikan penghargaan yang
teristimewa kepada ayahanda tercinta H.A.Mappaamang S.Sos dan ibunda tercinta
Hj.A.Damrana SE atas segala perhatian, kasih sayang, doa restu serta
pengorbanannya yang tak terhingga. Kepada kedua kakak saya tercinta Andi
Arsidin dan Andi Anggeraeny yang senantiasa memberikan nasehat, doa serta
bantuan dalam bentuk apapun semoga keikhlasannya dibalas Allah SWT.
Page 9
ix
Ucapan rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga nilainya juga
peneliti sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar bapak Dr.H.Abd.Rahman
Rahim SE MM.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Unismuh Makassar Dr. dr. H. Mahmud Gaznawie
Ph.D, Sp. PA(K),
3. dr. A.Pudya Hanum Pratiwi selaku penasehat akademik yang telah membantu
dan memberikan arahan selama mengikuti perkuliahan.
4. drg.Hj.Yayi Manggarsari M.kes selaku pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing, mengarahkan
dan memberikan petunjuk beserta motivasi, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. drg.St.Maisarah,MARS selaku penguji yang telah banyak memberikan saran
maupun kritikan yang membangun serta petunjuk dalam penyusunan dan
penyempurnaan skripsi ini.
6. Para dosen dan seluruh staf FK Unismuh Makassar yang telah berjasa dalam
mengajar, mendidik dan memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa.
7. Kepada seluruh teman-teman angkatan FK Unismuh 2013 “Riboflavin”,
“Amanah”, “Dokter soleha (Intan pratiwi, Dewi nurfadillah, Faraddila ayu
sasmitha, Suci Triana Putri, Andi Faradipa, Asrianti) yang selalu bersama
dalam suka maupun duka.
8. Teman-teman Pembimbing Ridha Suryanti muslimah, Nurul annisa, sitti
nurfitri, nur indahsari, supriati sudirman, kulsumarina, andini puspitasari,
Page 10
x
syahyuni, rahmawati yang saling membantu dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini
9. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, materi
maupun non materi yang tidak sempat sebutkan satu per satu, peneliti
ucapkan banyak terima kasih.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga mendapat limpahan rahmat dan
selalu diberi perlindungan serta kesehatan oleh Allah SWT.
Amin, Ya Rabbal „Alamiin.
Makassar, 27 Februari 2017
Peneliti
Page 11
xi
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
ABSTRAK .............................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. x
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ......................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
a. Tujuan Umum .................................................................... 5
b. Tujuan Khusus ................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8
A. Definisi Demam Berdarah Dengue ....................................... 8
B. Etiologi .................................................................................. 8
C. Vektor dan Cara Penularan Virus Dengue ............................ 9
D. Epidemiologi ........................................................................ 11
E. Patogenesis DBD .................................................................. 12
F. Manifestasi Klinis ................................................................. 16
G. Klasifikasi derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue ............... 21
H. Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 22
I. Diagnosis ............................................................................... 24
Page 12
xii
J. Penatalaksanaan .................................................................... 26
K. Komplikasi ............................................................................ 31
L. Prognosis ............................................................................... 32
M. Kriteria Memulangkan Pasien ............................................... 32
N. Pencegahan ............................................................................ 33
O. Trombosit .............................................................................. 34
P. Leukosit ................................................................................. 35
Q. Hematokrit............................................................................. 37
R. Rawat Inap ............................................................................ 38
S. Kerangka Teori...................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP............................................................ 40
A. Kerangka Konsep ................................................................. 40
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .......................... 41
C. Hipotesis ............................................................................... 42
BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................... 43
A. Desain Penelitian .................................................................. 43
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 43
C. Populasi dan Sampel ............................................................ 43
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................ 44
E. Besar Sampel ........................................................................ 44
F. Analisis Data ........................................................................ 46
G. Instrumen Pengumpulan Data .............................................. 46
H. Penyajian Data...................................................................... 47
I. Etika Penelitian .................................................................... 48
J. Prosedur/Alur Penelitian ...................................................... 49
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................ 50
A. Gambaran Umum RSUD Benyamin Guluh Kolaka.............. 50
B. Hasil Penelitian ..................................................................... 50
a. Analisis Univariat .............................................................. 51
b. Analisis Bivariat ................................................................ 55
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................... 60
Page 13
xiii
A. Analisis Univariat ................................................................... 60
B. Analisis Bivariat ..................................................................... 63
BAB VII TINJAUAN KEISLAMAN ..................................................... 69
A. Nyamuk dalam Pandangan Islam .......................................... 69
B. Kebersihan dan Kesehatan Menurut Pandangan Islam .......... 71
C. Pengobatan Menurut Pandangan Islam ................................. 73
BAB VIII PENUTUP .............................................................................. 75
A. Kesimpulan ............................................................................ 75
B. Saran ...................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 77
LAMPIRAN
Page 14
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011 ..................................... 24
Tabel 2.2 Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan ..................................... 28
Tabel 2.3 Kecepatan cairan intravena berdasarkan WHO 2011 ................................ 28
Tabel 5.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Demografi .......................... 51
Tabel 5.2 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinik ................................. 52
Tabel 5.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Laboratorium ..................... 53
Tabel 5.4 Hubungan Antara Kadar Trombosit, Leukosit dan Hematokrit Dengan
Lama Rawat Inap Pasien DBD ................................................................. 54
Tabel.5.5Kekuatan Hubungan Asosiasi Antara Masing-Masing Variabel Uji
Bivariat. .................................................................................................... 58
Page 15
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patogenesis perdarahan pada Demam Berdarah Dengue .................. 14
Gambar 2.2 Bagan pathogenesis perdarahan pada DBD hipotesis the secondary
heterologus infection ................................................................................................. 15
Gambar 2.3 Derajat klinik infeksi dengue ................................................................ 16
Gambar 2.4 Perjalanan penyakit infeksi dengue ....................................................... 18
Gambar 2.5 Skema kriteria diagnosis infeksi dengue WHO 2011............................ 24
Gambar 2.6 Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue WHO 2011 ....................... 26
Gambar 2.7 Tatalaksana DBD dengan syok (DSS) WHO 2011 ............................... 29
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Teori .......................................................................... 39
Gambar 4.1 Alur Penelitian ........................................................................................ 49
Page 16
xvi
DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN
DBD : Demam Berdarah Dengue
WHO : World Health Organization
US CDC : United States Center For Disease Control and Prevention
Kemenkes : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
CFR : Case Fatality Rate
KLB : Kejadian Luar biasa
SDM : Sumber Daya Manusia
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
PAPS : Pulang atas permintaan sendiri
SPSS : Statistical product and service solution
DD : Differential diagnosis
Hct : Hematokrit
DSS : Dengue shock syndrome
PRC : Packed red cell
DIC : Disseminated intravascular coagulation
TPO : Thyroperoxidase
ADP : Adenosin diphosfat
Virus-Ab : Virus-antibodi
DHF : Dengue hemorrhagic fever
DEN-1 : Dengue serotype
ADE : Antibodi dependent enhancement
TNF-α : Tumor necrosis factor alfa
IL-β : Interleukin beta
LPB : Limfosit plasma biru
USG : Ultrasonografi
Ig-M : Imunoglobulin - M
Ig-G : Imunoglobulin-G
RTPCR : Reverse transcriptase polymerase chain reaction
RNA : Ribonucleat acid
Page 17
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penderita yang
terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi, disertai
dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan
spontan. Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung
meningkat dan penyebarannya semakin luas.¹
Setiap tahun di seluruh dunia dilaporkan sekitar 30-100 juta penderita
demam dengue dan 500.000 penderita Demam Berdarah Dengue, dengan
22.000 kematian terutama pada anak-anak. Menurut data U.S Centers For
Disease Control and Prevention (CDC), Sekitar 40% penduduk dunia atau
sekitar 2,5-3 miliar orang berasal dari 112 negara di kawasan tropis dan
subtropis hidup dalam resiko tertular infeksi dengue. Studi lain, dari prevalensi
Demam Berdarah Dengue memperkirakan bahwa 3,9 miliar orang di 128
negara berada dalam resiko infeksi virus dengue.2 Lebih dari 70% dari populasi
beresiko untuk demam berdarah di seluruh dunia tinggal di negara anggota
wilayah WHO Asia Tenggara dan Pasifik Barat, yang menanggung hampir
75% dari beban penyakit global saat ini karena demam berdarah.3
Page 18
Dengue merupakan masalah internasional juga menjadi masalah
kesehatan di kawasan Pasifik Barat seperti yang dialami banyak kawasan
lainnya. Di Australia daerah Queensland bagian utara dan di kawasan Torres
Strait Islands jumlah penderita dengue antara 1-31 Januari 2012 dilaporkan
sebanyak 145 kasus, sedangkan pada tahun 2011 pada periode yang sama
dilaporkan 154 kasus,dengan jumlah penderita dengue dilaporkan meningkat
sejak bulan Oktober tahun 2011.4
Di Indonesia, DBD pertama kali di Surabaya pada tahun 1968, tetapi
konfirmasi analisis baru diperoleh tahun 1970. Saat ini DBD sudah endemis di
banyak kota besar bahkan sejak tahun 1975 penyakit itu telah berjangkit di
daerah pedesaan. Sejak tahun 1994, seluruh provinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan tahun 1996 telah bergeser dari usia anak-anak
ke usia dewasa.5
Sementara itu terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009,
World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus demam berdarah dengue tertinggi di Asia Tenggara.6
Berdasarkan data dari Kemenkes RI Pada tahun 2015, tercatat terdapat
sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia dan 1.229 orang
diantaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907
penderita meninggal dunia pada tahun 2014. 7
Tahun 2015 merupakan tahun dengan angka penderita DBD tertinggi
dalam beberapa tahun terakhir, jumlah penderita DBD di Sulawesi Tenggara
yang dilaporkan sebanyak 1.597 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 22
Page 19
orang (Incidence Rate / Angka Kesakitan = 64,7 per 100.000 penduduk dan
Case Fatality Rate (CFR) / Angka Kematian = 1,4%), angka ini jauh lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.8
Target Renstra Kementerian Kesehatan
untuk angka kesakitan DBD tahun 2013 adalah sebesar ≤ 52 per 100.000
penduduk. Bila mengacu pada target tersebut, pada tahun 2015 Sulawesi
Tenggara belum mencapai target dengan IR DBD 64,70 per 100.000 penduduk.
Kasus DBD ditemukan di 15 kabupaten / kota dengan jumlah kasus
bervariasi dan menunjukan sebaran kasus DBD menurut kabupaten/kota di
mana dari 17 kabupaten hanya 2 kabupaten yang bebas DBD, ini berarti 88%
kabupaten / kota di Sulawesi Tenggara terkena wabah DBD dengan jumlah
kasus tertinggi dialami Kolaka dengan 761 kasus, kabupaten tersebut ditetapkan
sebagai daerah KLB DBD tahun 2015.
Kematian akibat DBD yang dilaporkan sebanyak 22 orang dari jumlah
total 1.597 kasus DBD, dengan jumlah kematian tertinggi terjadi di RSUD
Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka sebanyak 8 kasus kematian. Kematian
akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR > 2 %, CFR DBD Sulawesi
Tenggara sebesar 1,4 %, dengan demikian angka kematian akibat DBD di
Sulawesi Tenggara masih di kategori sedang. Untuk itu diperlukan upaya
peningkatan kualitas lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan
kualitas SDM di rumah sakit dan puskesmas termasuk peningkatan sarana
penunjang diagnostik dan penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana
pelayanan kesehatan guna menghindari peningkatan jumlah kematian akibat
DBD di masa mendatang.
Page 20
Tingginya kasus terutama kematian akibat DBD di Indonesia tidak
terlepas dari kontrol dan pencegahan yang lemah oleh berbagai pihak,
khususnya dari pemerintah dan masyarakat. Faktor penting lainnya adalah
belum tersedianya obat spesifik atau vaksin untuk menangani dengue.9
Diagnosis penyakit DBD dan pemantauan perjalanan penyakit harus
dilakukan secara tepat dan akurat maka diperlukan pengetahuan dari petugas
medis untuk dapat mengenali gejala dan tanda dari infeksi dengue juga
diperlukan berbagai pemeriksaan penunjang salah satu diantaranya adalah
pemeriksaan darah lengkap yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan untuk
menapis pasien tersangka demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan
jumlah trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit.4
Berdasarkan penelitian Hasri Nopianto didapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh bermakna antara jumlah trombosit dan lama rawat inap (p= 0,036),
serta jumlah leukosit (p= 0,003). Sedangkan untuk hematokrit hasil uji analisis
pada penelitian ini yaitu tidak terdapat pengaruh bermakna antara nilai
hematokrit dan lama rawat inap (p= 0,697). Penelitian lain yang dilakukan
Simon Sumanto juga didapatkan hasil ada hubungan bermakna antara
jumlah trombosit dan lama rawat inap.29
Penanganan pasien DBD menghabiskan waktu yang lama dan biaya
kerugian yang relatif besar. Suatu penelitian di Thailand melaporkan bahwa
biaya perawatan dan pengobatan dengue lebih tinggi dibanding biaya
perawatan dan pengobatan penderita penyakit demam lainnya. Dengan
Page 21
manajemen standar, pasien Demam Berdarah Dengue rata-rata menghabiskan
waktu rawat inap di Rumah Sakit selama 6 hari. Biaya pengobatan atau
kerugian langsung dan tidak langsung yang dikeluarkan setiap pasien rawat
inap di rumah sakit sekitar USD 1.394 dipengaruhi oleh lamanya rawat inap.
Setiap tahunnya Indonesia kehilangan 3,1 triliun rupiah akibat epidemik
demam dengue/demam berdarah dengue.4
Dari pemaparan diatas maka DBD adalah kasus epidemik di Indonesia
sampai sekarang terutama di Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten
Kolaka Belum adanya penelitian mengenai hubungan antara jumlah
trombosit, leukosit dan hematokrit pada Penderita Demam Berdarah Dengue
dengan lamanya hari perawatan, menjadi dasar bagi peneliti untuk
mengevaluasi Hubungan antara Jumlah Trombosit, Leukosit dan Hematokrit
dengan Lama Rawat Inap pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah
Sakit Umum Daerah Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian yaitu
“Apakah terdapat hubungan antara hasil pemeriksaan jumlah trombosit,
leukosit dan hematokrit dengan lama rawat inap pada pasien DBD di RSUD
Benyamin Guluh Kolaka” ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara hasil pemeriksaan jumlah trombosit,
leukosit dan hematokrit dengan lama rawat inap pasien DBD di RSUD
Page 22
Benyamin Guluh Kolaka.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik data demografi penderita Demam
Berdarah Dengue di Kabupaten Kolaka.
b. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan trombosit pada penderita
DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka.
c. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan leukosit pada penderita
DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka.
d. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan hematokrit pada
penderita DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka.
e. Untuk mengetahui rata-rata lama rawat inap pasien DBD di RSUD
Benyamin Guluh Kolaka.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Menambah wawasan penulis mengenai hubungan jumlah trombosit,
hematokrit dan leukosit dengan lama rawat inap pasien DBD di RSUD
Benyamin Guluh Kolaka.
2. Bagi masyarakat
a. Memberikan informasi mengenai Demam Berdarah dan hubungan nilai
laboratorium dengan lama rawat inap di Rumah sakit pada pasien yang
terinfeksi virus dengue.
b. Memberikan masukan data kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
lembaga masyarakat yang membutuhkan data prevalensi serta prediksi
Page 23
lama rawat inap di Rumah sakit pada pasien yang terinfeksi virus
dengue khususnya di RSUD Benyamin Guluh Kolaka
3. Bagi bidang pelayanan
a. Sebagai sumber informasi bagi para praktisi kesehatan mengenai kasus
demam berdarah dengue, sehingga timbul kepedulian untuk bekerja
sama dalam menuntaskan permasalahan penyakit ini dimasa yang akan
datang.
b. Membantu para petugas kesehatan dalam memutuskan penanganan awal
terhadap penderita DBD berdasarkan jumlah trombosit, leukosit dan
hematokritnya.
c. Memberikan informasi bagi lembaga-lembaga kesehatan untuk
pengambilan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan pelayanan
pasien DBD.
d. Membantu petugas kesehatan dalam memprediksi biaya dan lama rawat
inap pasien DBD.
4. Bagi ilmu pengetahuan
a. Menambah ilmu dan pengetahuan tentang dasar pencegahan untuk
menanggulangi kasus DBD di Kabupaten Kolaka.
b. Dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Page 24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever / DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limpadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.10
B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam genus Flavivirus grup famili Flaviviridae. Virus ini mempunyai ukuran
diameter sebesar 30 nanometer terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4x106 dan terdiri dari 4 serotipe, yakni dengue DEN 1,
DEN 2, DEN 3, DEN 4. Spesifikasi virus dengue yang dilakukan oleh Alber
Sabin pada tahun 1944 menunjukkan bahwa masing-masing serotype dengue
memiliki genotype yang berbeda. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia
dengan DEN 3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
Enchehphalitis dan West Nile virus.10
Untuk pertama kalinya pada bulan Maret
2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University, Amerika
Page 25
Serikat melaporkan bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur
virus lainnya telah ditemukan. Permukaan virus ini halus dan selaputnya
ditutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau dan kuning. Protein
amplop tersebut dinamakan protein E yang berfungsi melindungi bahan genetic
didalamnya.1
C.Vektor dan Cara Penularan Virus Dengue
Terdapat dua vektor utama dengue adalah Aedes (Stegomyia) aegypti
(Ae.aegypti) dan Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae.albopictus). Virus dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes dengan efisiensi penularan yang
berbeda-beda. Nyamuk Aedes telah beradaptasi baik pada lingkungan hidup
manusia. Seringkali nyamuk ini berkembang biak pada air bersih yang
tergenang pada ban bekas atau pada bejana atau wadah buatan manusia,
misalnya tempayan yang terbuat dari gerabah. Manusia adalah hospes yang
disukai oleh nyamuk ini, yang sering menggigit leher bagian belakang dan
daerah sekitar mata kaki. Nyamuk Aedes betina adalah penghisap darah siang
hari. Mereka mudah terganggu pada saat menghisap darah,sehingga sering
berpindah mangsa pada orang lain untuk menyelesaikan proses mengisap
darahnya sampai kenyang. Karena itu nyamuk ini merupakan vektor penular
dengue yang efisien. Karena itu tidak jarang, seluruh anggota keluarga dalam
satu rumah mengalami infeksi dalam waktu 24-36 jam, oleh gigitan yang
dilakukan oleh seekor nyamuk yang terinfeksi virus.1,4
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi
terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus
Page 26
dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan melalui
transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.1 Pada DD atau DBD,viremia terjadi
1-2 hari sebelum terjadi demam dan berakhir sekitar lima hari sesudah
penderita tidak lagi menderita demam. Nyamuk dapat menularkan dengue jika
segera menggigit hospes lainnya. Virus yang menginfeksi nyamuk akan
berkembang di midgut nyamuk lalu menginfeksi kelenjar ludah (salivary
glands) dan jaringan tubuh lainnya. Sesudah melewati masa inkubasi
ekstrinsik( extrinsic incubation period) yang lamanya 8-12 hari, nyamuk dapat
menularkan dengue ke hospes lainnya selama sisa hidupnya. Nyamuk betina
dewasa Aedes Aegypti dapat hidup selama 15-65 hari.4 Sesudah masuk
kedalam tubuh manusia, virus dengue akan berkembang biak dalam waktu 3-
14 hari (masa inkubasi) di dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam sel
dendrite, hepatosis dan sel endotel dan memicu terjadinya reaksi imun seluler
maupun humoral.
Penularan virus dengue terjadi melalui tiga siklus :
1. Siklus enzootik atau siklus silvatik primitif, terjadi pada siklus kera-Aedes-kera
seperti yang dilaporkan dari Asia Selatan dan Afrika. Virus tidak pathogen
pada kera dan viremia hanya berlangsung dalam waktu 2-3 hari. Semua
serotype dengue dapat diisolasi dari kera.
2. Siklus epizootic. Melalui nyamuk vector, virus menyebar dari manusia ke kera
dan menimbulkan epidemic virus pada kera.
3. Siklus epidemik. Siklus epidemic terjadi dalam bentuk manusia-Aedes aegypti-
manusia dengan epidemic periodic/siklik. Pada umumnya semua serotype
Page 27
dengue beredar dalam darah dan meningkatkan hiperendemisitas. Aedes
aegypty umumnya rendah kepekaannya jika di infeksi oral, tetapi sifat
antropofilik dan sifat multiple feeding serta habitatnya yang domestic,
menjadikan nyamuk ini merupakan vector dengue yang efektif.
D. Epidemiologi
Penyakit demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular
yang terutama menyerang anak-anak. Di Indonesia penyakit DBD masih
merupakan maslaah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemik.
Daerah endemic DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit
ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai
dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut.
Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit DBD di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat
DBD.Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 1999 melaporkan bahwa
kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun yang terserang sebanyak 42% dan
kelompok usia 15-44 tahun yang terserang sebanyak 37%. Data tersebut
didapatkan dari data rawat inap rumah sakit. Rata-rata insidensi penyakit DBD
sebesra 6-27 per 100.000 penduduk. CFR penyakit DBD mengalami penurunan
dari tahun ke tahun walaupun masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%,
tahun 1971 sebesar 14%, tahun 1980 sebesar 4,8% dan tahun 1999 diatas 2%.
Data dari Departemen kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004
Page 28
tercatat 17.707 orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian 322
penderita selama bulan Januari dan februari.Daerah yang perlu diwaspadai
adalah DKI Jakarta, Bali dan NTB.1,4
Sampai saat ini infeksi virus Dengue
tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam
kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)
2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD, khususnya pada anak.11,12
E.Patogenesis DBD
Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous
infection theory) dan teori antibody dependent enhancement (ADE). Hipotesis
infeksi sekunder menyatakan bahwa seseorang yang terinfeksi kedua kalinya
dengan virus dengue yang berbeda, maka akan terjadi reaksi anamnestik dari
antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya. Ikatan virus- antibody non-
netralisir ini mengaktivasi makrofag dan akan bereplikasi di dalam makrofag,
sedangkan teori ADE menyatakan bahwa adanya antibodi yang timbul justru
bersifat mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.10
Siklus
intraseluler virus dengue hampir serupa dengan siklus virus lain yang juga
tergolong dalam genus flavivirus. Infeksi virus dengue dimulai saat vektor
mengambil darah host dan memasukkan virus ke dalamnya. Virus dengue
berikatan dan masuk ke dalam sel host melalui proses endositosis yang
dimediasi oleh reseptor afinitas rendah seperti sel dendritik. Mekanisme
imunopatogenesis infeksi virus dengue melibatkan respon humoral berupa
Page 29
pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Juga melibatkan limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8),
monosit dan makrofag, sitokin serta aktivasi komplemen.Terjadinya infeksi
makrofag, monosit atau sel dendritik oleh virus dengue melalui proses
endositosis yang dimediasi reseptor dan atau melalui ikatan kompleks virus
antibodi dengan reseptor Fc. Infeksi ini secara langsung mengaktivasi sel T
helper (CD4) dan sel T sitotoksik (CD8) yang menghasilkan limfokin dan
interferon γ. Selanjutnya, interferon γ akan mengaktivasi makrofag yang
menyebabkan sekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF α, IL-1, dan
PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin. Mediator inflamasi ini
mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Selain itu, kompleks virus dan antibodi ini akan mengaktifkan sistem
komplemen dengan mensekresikan C3a dan C5a, yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadi
ekstravasasi plasma dari intravaskuler menuju ekstravaskuler.Selain disfungsi
endotel yaitu terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler,kompleks virus
antibodi yang terbentuk juga mengaktifkan sistem koagulasi, sistem
fibrinolisis,kinin dan gangguan terhadap proses agregasi trombosit yang secara
keseluruhan akan menimbulkan manifestasi perdarahan yang timbul pada
DBD.10,11
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
Page 30
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi
anamnestik antibody sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun
yang tinggi. Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead
dan peneliti lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibody yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma.10,13
Gambar 2.1. Patogenesis perdarahan pada DBD.
(sumber : Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia)
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengue endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III
dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui
Page 31
aktivasi jalur akstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsic juga
berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein CI-inhibitor complex).
Gambar 2.2 Bagan pathogenesis perdarahan berdasarkan hipotesis the
secondary heterologous infection yang dirumuskaan oleh Suvatte, tahun
1977. ( sumber : Suva t t 1977 -di ku t i p da r i sumarmo) .
Terdapatnya kompleks antigen antibodi tersebut dapat menyebabkan
hal-hal berikut :
1. Monosit dan makrofag akan menjadi lebih aktif dalam proses fagositosis
karena adanya proses opsonisasi antigen oleh antibodi.
2. Aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin yang memicu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
3. Timbulnya agregasi trombosit menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
yang dapat mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif atau DIC yang
Page 32
ditandai dengan meningkatnya FDP (fibrinogen degradation product)
sehingga dapat terjadi penurunan faktor pembekuan yang dapat menyebabkan
dan memperparah perdarahan. Perdarahan masif yang terjadi pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler.Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi.4,10
F. Manifestasi Klinis
Diterbitkannya panduan World Health Organization terbaru 2009 lalu
merupakan penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu WHO 1997.
Sehingga disepakatilah panduan terbaru WHO 2009 sebagai berikut :
Gambar 2.3. Derajat klinik infeksi dengue (sumber : Dengue
Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control
Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah :
1.Dengue tanpa tanda bahaya ( dengue without warning sign)
2.Dengue dengan tanda bahaya ( dengue with warning sign)
3.Dengue berat (Severe dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya
Page 33
1.Bertempat tinggal di / bepergian ke daerah endemik dengue disertai 2 dari hal
berikut :
a. Mual, muntah
b. Ruam
c. Sakit dan nyeri
d. Uji torniket positif
e. Lekopenia
f. Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
a. Nyeri perut atau kelembutannya
b. Muntah berkepanjangan
c. Terdapat akumulasi cairan
d. Perdarahan mukosa
e. Letargi, lemah
f. Pembesaran hati > 2 cm
g. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
h. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
Kriteria dengue berat :
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan :
1. Bukti kebocoran plasma
2. Adanya perdarahan yang signifikan
3. Gangguan kesadaran
Page 34
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang
hebat atau bertambah, ikterik)
5. Gangguan organ berat
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
dan fase pemulihan.
.
Gambar 2.4. Perjalanan penyakit infeksi dengue
Sumber: Center for Disease Control and Prevention. Clinician‟s case
management. Dengue Clinical Guidance. Updated 2010.
1. Fase Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus,
berlangsung 2-7 hari dan biasanya terdapat tanda – tanda flushing pada
wajah, eritema kulit, mialgia, atralgia, nyeri kepala, anoreksia, mual dan
muntah. Tes tourniquet yang positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan
adanya infeksi virus dengue. Monitoring terhadap adanya tanda bahaya sangat
penting untuk mengenali progresifitas penyakit ke dalam fase kritis.
Page 35
Perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan pada membran mukosa
dapat terjadi pada fase ini. Perdarahan vaginal dan perdarahan gastrointestinal
dapat pula terjadi pada fase ini walaupun sangat jarang. Hepatomegali dapat
terjadi dalam beberapa hari setelah demam. Tanda awal abnormalitas pada
pemeriksaan darah adalah terjadinya penurunan jumlah leukosit
(leukopeni).14,15
2. Fase Kritis
Saat suhu tubuh mulai turun ke 37.50-38
0C atau dibawahnya yang terjadi
pada hari ke 3-6 dari perjalanan penyakit, dapat terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler ditandai dengan peningkatan nilai hematokrit.4
Tanda
tersebut menandai awal dari terjadinya fase kritis. Leukopenia yang progresif
diikuti dengan penurunan jumlah trombosit secara cepat menandai terjadinya
kebocoran plasma. Pada fase ini pada pasien tanpa peningkatan permeabilitas
kapiler akan terjadi perbaikan klinik sedangkan pada pasien dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi perburukan klinik sebagai
akibat dari hilangnya volume plasma.
3. Fase Penyembuhan
Jika pasien selamat pada 24-48 jam pada fase kritisnya, maka selanjutnya
akan terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular selama 48-72 jam berikutnya.
Perbaikan keadaan umum dapat terlihat dengan adanya peningkatan nafsu
makan, gejala-gejala abdomen yang berkurang, status hemodinamik yang
stabil dan adanya diuresis. Beberapa pasien dapat memperlihatkan rash “isles
of white in the sea of red”.
Page 36
Nilai hematokrit kembali stabil dikarenakan efek dari adanya reabsorbsi
cairan ekstravaskuler. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat kembali ke
normal diikuti dengan peningkatan dari jumlah trombosit. Selama fase kritis
atau fase penyembuhan, terapi cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya edema pulmonum atau gagal jantung kongestif.16
Definisi Kasus Infeksi Dengue
1.Klinis
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
1. Uji Torniquet positif
2. Petekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
4. Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati
d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
2. Laboratoris
a. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut :
1. Peningkatan hematokrit ≥ 20%
2. Penurunan hematokrit ≤ 20% dari nilai standar, setelah dilakukannya
Page 37
penggantian volume plasma
Dua kriteria pertama ditambah satu dari kriteria laboratoris (atau hanya
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis sementara infeksi
dengue. Dalam memonitor nilai hematokrit, harus diingat kemungkinan yang
ada, seperti telah adanya anemia sebelumnya, perdarahan berat atau telah
dilakukannya penggantian volume plasma. Efusi pleura yang terlihat pada
pemeriksaan radiologi atau hipoalbuminemi dapat memperkuat terjadinya
kebocoran plasma.14,17
G.Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran
lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
H.Pemeriksaan Penunjang
1 .Laboratorium
Pemeriksaan Darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan terhadap sel darah
Page 38
merah, sel darah putih, dan trombosit. Pentingnya pemeriksaan darah
lengkap tidak dapat diremehkan karena dapat digunakan sebagai prosedur
untuk skrining, dan sangat membantu untuk menunjang diagnosis dari
berbagai penyakit. Pemeriksaan darah lengkap dapat digunakan untuk melihat
kemampuan tubuh pasien dalam melawan penyakit dan dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui kemajuan pasien dalam keadaan
penyakit tertentu seperti infeksi, pemeriksaan darah lengkap tersebut
diantaranya adalah pemeriksaan jumlah leukosit, kadar hemoglobin,
hematokrit, dan jumlah eritrosit.4 Pemeriksaan darah yang biasanya
dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam berdarah dengue adalah
melalui pemeriksaan jumlah trombosit, nilai hematokrit, jumlah leukosit,
kadar hemoglobin dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relatif disertai gambaraan limfosit plasma biru (LPB).4,10
2. Pemeriksaan Laboratorium Lain
a. Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara
b. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
c. Pada sebagian besar kasus disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik
yaitu fibrinogen, protombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III
d.Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok
vitamin K-dependent protombin seperti faktor V, VII, IX, dan X
e.Waktu trombopastin parsial dan waktu protombin memanjang
f.Penurunan α-antiplasmin (α2-plasmin inhibitor) hanya ditemukan pada
beberapa kasus
Page 39
g.Hipoproteinemia
h.Hiponatremia
i. Serum aspartat aminotransferase (SGOT dan SGPT) sedikit meningkat
3.Radiologi
Pada foto toraks terutama pada SSD dapat ditemukan efusi pleura,
terutama disebelah hemitoraks kanan. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya
dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan). Asites
dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
4. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test = HI
Test) .Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang dianjurkan dan
sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standar pada pemeriksaan
serologis. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan
b.IgM Elisa (Mac Elisa) dan IgG Elisa
Mac Elisa pada tahun terakhir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai.Mac Elisa adalah singkatan dari IgM captured Elisa. Sesuai namanya, tes
tersebut akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien.
5.Isolasi Virus
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan inokulasi pada biakan jaringan
mamalia dan nyamuk A.Albopictus dan inokulasi pada nyamuk dewasa secara
intratorasik atau intraserebral pada larva.
Page 40
I.Diagnosis
Gambar 2.5. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011
Tabel 2.1.Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011
DD/DB Derajat Tanda dan gejala Laboratorium
DD
Demam disertai
minimal dua gejala
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Nyeri otot
Nyeri sendi/tulang
Ruam kulit
mukulopapular
Manifestasi
perdarahan
Tidak ada tanda
perembesan plasma
Leukopenia (leukosit ≤4000
sel/mm3)
Trombositopenia ( Jumlah
trombosit ≤100.000 sel/mm3)
Hematokrit meningkat ( 5%-
10%)
Tidak ada bukti perembesan
plasma
DBD I
Demam dan
manifestasi
perdarahan(uji
Trombositopenia≤100.000sel/m
m3.Peningkatan hematokrit
≥20%
Page 41
bending positif )dan
tanda perembesan
plasma
DBD II
Seperti derajat I
ditambah perdarahan
spontan
Trombositopenia≤100.000sel/m
m3.Peningkatan hematokrit
≥20%
DBD III
Seperti derajat I dan
II ditambah
kegagalan sirkulasi
(nadi lemah,tekanan
nadi
≤20mmHg,hipotensi,
gelisah,dieresis
menurun)
Trombositopenia≤100.000sel/m
m3.Peningkatan hematokrit
≥20%
DBD IV
Syok hebat dengan
tekanan darah dan
nadi yang tidak
terdeteksi
Trombositopenia≤100.000sel/m
m3.Peningkatan hematokrit
≥20%
Diagnosis infeksi dengue :
Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi dikonfirmasi dengan
deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dengan uji serologi anti dengue
positif (igM anti dengue atau igM/IgG anti dengue positif )
Page 42
43
J. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%.17,22
Gambar 2.6. Bagan Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011)
Sumber: World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Demam + tersangka dengue,perdarahan,nyeri
kepala,nyeri retro orbital,,nyeri otot,nyeri sendi,ruam
kulit
Demam < 3
hari
Uji
Bendung
Demam ≥3
hari
Kegawatan/syok
-
DPL
Pertimbangkan
DPL awal
Edukasi keluarga
Perawatan di
rumah
Follow up tiap
hari jika perlu
Kegawatan /syok
+
Pasien
resiko
tinggi
Leukopenia
tanpa
trombositopen
ia
Leukopenia
dan atau
trombositopen
ia
Ada Tidak
ada
Tidak ada Ada
Monitor/rawat
Pertimbangkan
cairan IV
Monitor dengue
DPL
Gula darah
Pertimbangkan
resusitasi cairan
IV / koreksi
dehidrasi
DD Penyakit lain
Monitor
tergantung
diagnose
Demam <2 hari
jarang
kemungkinan DSS
Page 43
44
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue.
1. Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi
dengue, seperti berikut :
a. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa
transisi ke fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
b. Muntah yg menetap, tidak mau minum
c. Nyeri perut hebat
d. Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
e. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang
hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
f. Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
g. Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
h. Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
2. Monitor perjalanan penyakit DD/DBD
Parameter yang harus dimonitor mencakup :
a. Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
serta mudah dan cepat utk dilakukan
b. Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap
2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
c. Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
Page 44
45
sering pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
d. Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien
dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
e. Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam berdasarkan berat badan ideal
3. Indikasi pemberian cairan intravena
a. Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah
b. Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
c. Ancaman syok atau dalam keadaan syok
Tabel 2.2. Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan
Berat
badan
ideal
(kg)
Cairan
rumata
n
Cairan
rumatan
+ 5% defisit
(ml)
Berat
badan
ideal
(kg)
Cairan
rumata
n
Cairan
rumatan
+ 5% defisit
(ml)
(ml)
(ml)
5 50
0
75
0
3
5
180
0
35
50 1
0
100
0
15
00
4
0
190
0
39
00 1
5
125
0
20
00
4
5
200
0
42
50 2
0
150
0
25
00
5
0
210
0
46
00 2
5
160
0
28
50
5
5
220
0
49
50 3
0
170
0
32
00
6
0
230
0
53
00 Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy
Tabel 2.3. Kecepatan cairan intravena
Keterangan Kecepatan cairan
(ml/kg/jam)
Setengah rumatan /2 1.5 Rumatan (R) 3 Rumatan + 5% defisit 5 Rumatan+ 7% defisit 7 Rumatan+ 10% defisit 10
Page 45
46
Sumber:World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
India: WHO; 2011 dengan modifikasi.
1. Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit
a. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral
apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam.
Medikamentosa :
a. Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan
aspirin.
b. Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
c. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
d. Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
b. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
Tanda vital tidak stabil
Volume urin berkurang
Tanda syok/DBD Derajat III
Page 46
47
Berikan oksigen via masker/kateter
Penggantian volume cairan segera,kristaloid 10 ml/kgBB 1-2 jam
Pada syok lama DBD derajat IV volume 20 ml/kgBB/Jam,10-15 menit
Apabila membaik kurangi menjadi 10 ml/kgBB
Kurangi volume cairan berturur-
turut 10 ml,7 ml,5 ml,3 ml,1,5
ml/kgBB/jam sebelum selanjutnya
dikurangi untuk mempertahankan
akses vena tetap berbuka
Koloid IV
Dextran 40
Transfusi darah 10 ml/kgBB/jam Whole blood 10
ml/kgBB/jam Atau PRC 5
ml/kgBB/jam
Perbaikan
Stop pemberian cairan 24-48 jam
Perbaikan
Kurangi volume cairan berturur-turut 10
ml,7 ml,5 ml,3 ml,1,5 ml/kgBB/jam
sebelum selanjutnya dikurangi untuk
mempertahankan akses vena
Perbaikan Tidak ada perbaikan
Hct menurun Hct
meningkat
Page 47
48
Gambar 2.7. Bagan Tata laksana DBD dengan syok (DSS) Sumber: World Health
Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
2011 dengan modifikasi.
2. DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah
didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
b. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg,
dapat diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam
dan koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya
(setelah review hematokrit sebelum resusitasi)
d. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena
pusat / jalur arteri)
e. Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
3. Perdarahan hebat
a. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi
darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun
terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila
tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan
Page 48
49
dan dievaluasi.
b. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa
proton dapat digunakan.
K. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan
hebat (DIC, kegagalan organ multipel)
5. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai.
L. Prognosis
Mayoritas pasien yang terinfeksi virus dengue memiki prognosis yang
baik, walaupun pasien tersebut terlihat sangat menderita pada saat minggu
pertama atau kedua sakit. Pasien dengan penurunan sistem imun memiliki
prognosis dari cukup sampai baik karena mereka lebih mungkin mengalami
komplikasi. Pasien yang mengalami SSD memiliki prognosis dari jelek sampai
bagus tergantung dari perjalanan penyakitnya dan cepatnya pemberian terapi.
CFR pada DBD adalah sekitar 3 % jika dideteksi dan ditangani segera, namun
Page 49
50
bilaterjadi syok maka CFR meningkat menjadi 50%.
M.Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai
berikut.14,16,23
1. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
2. Nafsu makan telah kembali
3. Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
4. Diuresis baik
5. Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
6. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
7. Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
N. Pencegahan
Saat ini untuk penyakit demam berdarah dengue belum ada vaksin yang
tersedia untuk melawan Dengue dan tidak ada pengobatan spesifik untuk
menangani infeksi dengue.24 Hal ini membuat pencegahan adalah langkah
terpenting dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di
atau bepergian ke area endemik. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan guna
melakukan upaya pencegahan terhadap timbulnya demam berdarah. Kegiatan ini
meliputi1 :
Page 50
51
1. Pembersihan Jentik :
a. Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
b. Larvasidasi
c. Menggunakan ikan (ikan kepala timah,cupang,sepat)
2. Pencegahan gigitan nyamuk :
a. Menggunakan kelambu
b. Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles,)
c. Tidak melakukan kebiasaan beresiko (tidur siang, menggantung baju)
d. Penyemprotan
O. Trombosit
Trombosit merupakan unsur selular sumsum tulang terkecil dan penting untuk
homeostasis dan koagulasi. Trombosit bukan merupakan sel,tetapi merupakan
fragmen-fragmen sel granular berbentuk cakram, tidak berinti .Trombosit berasal
dari sel induk pluripoten yang tidak terikat (noncommited pluripotent stem cell)
yang jika ada permintaan dan dalam keadaan adanya faktor perangsang
trombosit.,interleukin dan TPO (faktor pertumbuhan dan perkembangan
megakariosit), berdiferensiasi menjadi kelompok sel induk yang terikat (committed
stem cell pool) untuk membentuk megakarioblas.25
Trombosit yang melekat pada kolagen yang terpajan pada pembuluh yang
cedera, mengerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit penting untuk
Page 51
52
mengawali system pembekuan.Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau
keduanya) dapat menganggu koagulais darah.Nilai normal trombosit adalah 170-
380 × 103/mm
3. Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan
jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3. Trombositopenia didefinisikan sebagai
jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini
dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran
trombosit.25
Trombosit berperan penting dalam kedua proses hemostasis.Trombosit dalam
keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah tanpa menempel
di sel-sel endotel vascular. Akan tetapi dalam beberapa detik setelah kerusakan
suatu pembuluh,trombosit tertarik ke daerah tersebut sehingga respons terhadap
kolagen yang terpajan dilapisan subendotel pembuluh darah yang mengalami
kerusakan.Trombosit melekat ke protein yang menunjukkan adanya kerusakan
permukaan pembuluh darah, dan mengeluarkan beberapa zat kimia vasoaktif
termasuk serotonin dan adenosine difosfat (ADP). Serotonin menyebabkan
vasokonstriksi yang membantu penurunan aliran darah ke area luka sehingga
membatasi perdarahan.Serotonin dan zat kimia lainnya termasuk ADP juga
menyebabkan trombosit berubah bentuk dan menjadi lengket,dimulai dengan
proses pembentukan yang disebut sumbat atau plak trombosit didalam pembuluh
darah yang rusak.26 Trombosit berperan dalam hemostasis, penghentian perdarahan
dari pembuluh darah yang cedera.Tiga tahap utama dalam hemostasis adalah (1)
spasme vascular (2) pembentukan sumbat trombosit (3) pembentukan bekuan.27
Page 52
53
P. Leukosit
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel darah
putih. Batas normal sel darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm3.Lima
jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasi dalam darah perifer adalah (1)
neutrofil (50%sampai 75% SDP total), (2) eosinofil (1% sampai 2%), (3) basofil
(0,5%sampai 1%), (4) monosit(6%) dan (5) limfosit (25% sampai
33%).25Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau semua
lapisan sel dan umumnya disertai gangguan pembentukan atau penghancuran dini.
Leukositosis menunjukkan peningkatan leukosit yang umunya melebihi
10.000/mm3.Leukopenia menunjukkan jumlah leukosit yang menurun.
25
Leukosit adalah satuan mobile pada sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas
adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang
berpotensi merugikan atau sel abnormal. Leukosit dan turunan-turunannya
bersama dengan berbagai protein plasma membentuk system imun, suatu sistem
pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-
benda dalam tubuh yang asing bagi diri normal. Secara spesifik, sistem imun
mempertahankan tubuh dari pathogen penginvasi (mikroorganisme penyebab
penyakit misalnya bakteri dan virus dan mengidentifikasi dan menghancurkan sel
kanker yang timbul ditubuh serta membersihkan sel-sel tua dan sisa jaringan.27
Leukosit hanya terdapat dalam darah sewaktu transit tempat produksinya dan
juga tempat penyimpanannya di sumsum tulang (dan juga jaringan limfoid bagi
limfosit) ke tempat kerjanya di jaringan. Semua leukosit memiliki rentang usia
Page 53
54
terbatas dan harus diganti melalui suatu proses diferensiasi dan proliferasi sel
precursor secara terus-menerus. Jumlah total dan persentase masing-masing tipe
leukosit yang diproduksi bervariasi bergantung pada kebutuhan pertahanan tubuh
saat itu.27
Neutrofil-
segments
Neutrofil-
bands
Eosinofil Basofil Limfosit Monosit
Persentase 36-73 0-12 0-6 0-2 15-45 0-10
Jumlah
absolute/(mm)3
1.260-
7.300
0-1.440 0-500 0-150
800-
40.000
100-800
Q. Hematokrit
Dalam sampel darah,persentase darah yang diambil dalam sel darah merah
ialah hematokrit, yang biasanya memiliki perkiraan rentang dari 360% sampai 52%
tergantung usia dan jenis kelamin.26 Hematokrit atau packed cell menunjukkan
volume darah lengkap yang terdiri dari eritrosit. Pengukuran hematokrit
merupakan persentase eritrosit dalam darah lengkap setelah specimen darah
disentrifugasi dan dinyatakan dalam millimeter kubik packed cell/100 ml darah
atau dalam volume/dl.25
Nilai normal
Hematokrit (Hct)
Laki-laki 40%-50% 0,4-0,5 SI Unit
Perempuan 35%-45% 0,35-0,45 SI Unit
Page 54
55
Nilai hematokrit rata-rata pada wanita adalah 42% dan pria sedikit lebih tinggi
yaitu 45%.27 Penurunan nilai hematokrit merupakan indikator anemia karena
berbagai sebab, reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan
hipertiroid. Penurunan Hematokrit sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami
anemia sedang hingga parah. Peningkatan nilai hermatokrit dapat terjadi pada
eritrositosis,dehidrasi,kerusakan paru-paru kronik,polisitemia dan syok. Nilai
hematokrit biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran
eritrosit normal.28
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal. Umumnya dimulai dari hari
ke 3 demam.
R. Rawat Inap
Rawat inap adalah suatu proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan akibat
penyakit tertentu dimana pasien diinapkan. Manajemen, prosedur, fasilitas dan
biaya rawat inap dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan yang lainnya.
Lama rawat inap adalah istilah yang umum digunakan untuk mengukur durasi satu
episode rawat inap. Lama rawat inap dinilai dengan mengekstraksi durasi tinggal
di rumah sakit yang diukur dalam jam atau hari.19
Dari kepustakaan rata-rata lama
rawat inap pasien DBD di rumah sakit adalah 6 hari, Demam berdarah dengue
termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010 dan
menempati peringkat kedua.6
Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita
Page 55
56
tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan
kesehatan atau rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain. Rawat inap adalah
pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnose, pengobatan,
keperawatan, rehabilitasi medic, dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana
kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas perawatan dan
rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap.
Page 56
57
S. Kerangka Teori
Gambar 2.8. Bagan Kerangka Teor
Infeksi Virus Dengue
Aktivasi kompleks virus-Ab
Agregasi
Trombosit Manifestasi
Perdarahan Permeabilitas
vaskuler
Hepatomegali Perubahan imunologi
seluler
Penghancuran trombosit oleh
RES
DIC
Kebocoran plasma Hematokrit meningkat Efusi pleura
Asites
Leukopenia
Trombositopenia
Hipovolemi
Syok
Lama Rawat Inap
Meninggal
Perdarahan saluran cerna Asidosis Anoksia
Page 57
58
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka, banyak faktor yang menyebabkan lamanya
rawat inap pada pasien DBD tetapi peneliti membatasi penelitian ini hanya pada
pemeriksaan jumlah trombosit, leukosit dan hematokrit. Jumlah trombosit dan
kadar hematokrit sering digunakan sebagai indikator berat atau tidaknya penyakit
tersebut. Oleh karena itu, pemeriksaan darah merupakan hal yang mutlak
dilakukan. Biasanya pada pemantauan penyakit, penurunan jumlah trombosit yang
terlalu rendah ataupun peningatan kadar hematokrit yang terlalu tinggi sering
ditakutkan akan terjadinya syok dan dapat terjadi leukopeni atau leukositosis. 4
Keterangan :
= Variabel independen
= Variabel dependen
Pemeriksaan Lab darah rutin Trombosit
Leukosit
Hematokrit
Lama Rawat
Inap pasien
DBD
Page 58
59
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Skala
Ukur Hasil Ukur
Lama
rawat inap
pasien
DBD
Rentang waktu
sejak pasien masuk
rumah sakit untuk
di opname sampai
keluar atas izin
dokter sebagaimana
tercantum dalam
rekam medik
Mengg
unakan
checkli
st
Ordinal 1.≤ 6 hari
2.> 6 hari
Trombosit
Salah satu
komponen darah
yang berperan
dalam sistem
pembekuan darah
diukur dalam
mikroliter yang
diperiksa pertama
kali saat masuk
rumah sakit
Mengg
unakan
checkli
st
Ordinal
1. <100.000/µl
:Trombositopenia
2. 100.000-
350.000/µl:Trombos
it normal
Leukosit
Jumlah sel darah
putih yang berfungsi untuk
pertahanan tubuh
melawan infeksi
yang diperiksa
pertama kali saat
masuk rumah sakit
Mengg
unakan
checkli
st
Ordinal
1. <4.000/mm3
: Leukopenia
2. 4.000 -
10.000/mm3:Leukos
it normal
Hematokri
t
Nilai yang
menggambarkan
proporsi volume
sampel darah
dengan sel darah
merah diukur dalam
persen yang
Mengg
unakan
checkli
st
Ordinal
35%-45% : Hct normal
<35%: Hct rendah
Page 59
60
diperiksa pertama
kali saat masuk
rumah sakit.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat ditegakkan hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
Hipotesis Nol : Tidak terdapat hubungan antara jumlah trombosit,
leukosit dan hematokrit dengan lama rawat inap
pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka.
Hipotesis Alternatif : Terdapat hubungan antara jumlah trombosit, leukosit
dan hematokrit dengan lama rawat inap pasien DBD
di RSUD Benyamin Guluh Kolaka.
Page 60
61
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang akan menganalisis
hasil pemeriksaan hematologis laboratorium pada pasien demam berdarah dengue
(DBD). Desain penelitian yang akan digunakan adalah studi cross sectional,
dimana pengukuran terhadap jumlah trombosit, leukosit dan hematokrit dengan
lama rawat inap pasien DBD tahun 2015.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Benyamin Guluh Kolaka
bulan November 2016 - Januari 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target : pasien demam berdarah dengue di RSUD Benyamin Guluh
Kolaka.
b. Populasi terjangkau : Pasien demam berdarah dengue di RSUD Benyamin
Guluh Kolaka yang dirawat inap tahun 2015.
2. Sampel
Sampel yang digunakan yaitu pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka
tahun 2013-2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Subjek
Page 61
62
yang diteliti yaitu pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka tahun 2015
yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi yang benar ikut serta dan diteliti.
D. Kriteria Inklusi dan eksklusi
Kriteria seleksi terdiri dari kriteri inklusi dan kriteria eksklusi yang masing-
masing memiliki persyaratan.
1. Kriteria inklusi :
a. Dikatakan menderita demam berdarah dengue oleh dokter di rumah sakit
sesuai dengan kriteria diagnosis DBD.
b. Mendapat pelayanan rawat inap.
c. Terdapat hasil pemeriksaan laboratorium khususnya trombosit, leukosit dan
hematokrit.
2. Kriteria eksklusi :
a. Pasien yang menderita penyakit penyerta lainnya (penyakit penyulit,
komplikasi, congenital, dsb)
b. Pasien rawat inap pulang atau permintaan sendiri (PAPS).
E. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan rumus cross-sectional :
( √ √
)
2
Keterangan
n : besarnya sampel minimal
Zα : Deviat baku alfa pada derajat kepercayaan 95% yaitu sebesar 1,960.
Page 62
63
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% hipotesis dua arah.
Zβ : Deviat baku beta pada derajat kepercayaan 95% yaitu sebesar 1,645.
Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 5% hipotesis dua arah.
P2 : proporsi kategori variabel yang diteliti ( Angka insiden DBD per 100.000
penduduk di Indonesia tahun 2015 (Sulawesi tenggara) = 64,7 = 65%)8
P : Proporsi rata-rata ((P1 + P2)/2)
P1 – P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna yaitu 0,2
Dengan demikian,
P1 – P2 = 0,2
P2 = 0,65
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,65 = 0,35
P1 = 0,2 + P2 = 0,2 + 0,65 = 0,85
Q1 = 1 – P1 =1 – 0,85 = 0,15
P = (P1 + P2)/2 = (0,85 + 0,65)/ 2 = 0,75
Q = 1 – P = 1 – 0,75 = 0,25
Sehingga,
n = (𝑍𝛼√2𝑃𝑄 : 𝑍𝛽 √𝑃1𝑄1:𝑃2𝑄2
𝑃1;𝑃2)
n = (1.960√2𝑋0.75𝑋0.25 : 1.645 √0,85𝑋0.15:0.65𝑋0.35
0.85;0.65)2
n = (1.960√0.375 : 1.645 √0.355
0.20)2
Page 63
64
n = (1.960 𝑋 0.612:1.645𝑋 0.595
0.2)2
n = (1.199:0.978
0.2)2
n = ( 0.88)2 = 118.37 = 119 Sampel minimal
Besar sampel minimal adalah 119 orang
F. Analisis data
Data yang diperoleh melalui penelitian ini akan diolah menggunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 21,0 For Windows dan dianalisis
dengan menggunakan:
1. Analisis Univariat dengan menghitung besarnya frekuensi dari setiap variabel,
menghitung nilai rerata.
2. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Square dengan
ketentuan bila p < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha diterima sedangkan jika
nilai p ≥ 0,05 berarti H0 diterima dan Ha ditolak.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam
penelitian ini yaitu tabel-tabel tertentu untuk merekam atau mencatat data yang
dibutuhkan dari rekam medik.
H. Penyajian Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Page 64
65
Editing bertujuan untuk meneliti kembali hasil checklist menjadi lengkap.
Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data, memperjelas
serta melakukan pengolahan terhadap data yang dikumpulkan.
2. Coding
Coding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel agar lebih mudah
dalam analisa data. Coding dilakukan dengan cara menyederhanakan data yang
terkumpul dengan cara member kode atau simbol tertentu.
3. Tabulating
Pada tahapan ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing-masing
variabel. Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan suatu
proses pengorganisasian data sedemikian rupa agar dapat dengan mudah
dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.
4. Transfering
Transfering data yaitu memindahkan data dari media kepada master tabel.
5. Cleaning
Cleaning yaitu pembersihan data yang telah terkumpul di cek terlebih dahulu
agar tidak terdapat data yang tidak perlu.
6. Entry
Entry yaitu pemasukan data dalam program computer untuk proses analisis
data.
I. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait etika penelitian dalam penelitian ini adalah:
Page 65
66
1. Menyertakan surat pengantar yang dirujukan kepada pihak pemerintah setempat
sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Anonimus. Subjek akan diperlakukan secara anonimus.
3. Confidentiality. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat
pada rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan
atas penelitian yang dilakukan.
4. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang
terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.
Page 66
67
J. Prosedur/Alur Penelitian
Gambar 4.1. Alur penelitian
Simple random sampling dengan memperhatikan kriteria
inklusi dan eksklusi
iiinInstalasi rekam
medis
Populasi terjangkau pasien DBD yang menjalani rawat
inap di RSUD Benyamin Guluh Kolaka
Rekam medis pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh
Kolaka
Data jumlah trombosit,
leukosit, hematokrit
Analisis data
Instalasi rekam medis
Page 67
59
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum RSUD Benyamin Guluh Kolaka
Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka terletak di Kel.
Lamokato, Kec.Kolaka, Kab.Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya di
jalan Dr.Sutomo No.1. Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka di bangun
pada tahun 1979 di atas tanah seluas 1 Ha dengan luas bangunan 2.737 m2.
RSBG Kab. Lokasi ini sangat strategis karena terletak di pusat kota Kolaka
sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Rumah Sakit ini adalah Rumah
Sakit Tipe C yang merupakan pusat rujukan pasien yang berasal dari unit-unit
pelayanan kesehatan dari seluruh kecamatan di Kabupaten Kolaka dan
sekitarnya. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokeran dengan
24 dokter. Rumah sakit ini tersedia tempat tidur di semua kelas kamar, dari
kelas I sampai kelas VVIP terdiri dari 121 tempat tidur inap di rumah sakit ini.
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan data pasien rawat inap demam berdarah
dengue di RSUD Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2015. Penelitian
ini berlangsung mulai bulan November 2016 hingga bulan Januari 2017.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan jumlah
trombosit, leukosit dan hematokrit dengan lama rawat inap pasien Demam
Berdarah Dengue di RSUD Benyamin Guluh Kolaka Tahun 2015. Jumlah
sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 119 orang.
Page 68
60
Subjek penelitian ini diambil dari Simple random sampling yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Data dari pasien demam berdarah dengue diperoleh dari pengisisan daftar
checklist yang secara langsung diperoleh melalui data rekam medik pasien.
Data yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan tabulasi silang sesuai dengan tujuan penelitian.
a. Analisis Univariat
1. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Demografi
Tabel 5.2 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Demografi
No Variabel Subgroup N
Jumlah persentase
(%)
1 Umur
Balita (≤ 5 tahun) 25 21
Anak-anak (6-18
tahun)
89 74,8
Dewasa (>18 tahun) 5 4,2
2
Jenis
Kelamin
Laki-laki 68 57,1
Perempuan 51 42,9
3 Asal Daerah
Dalam kota 73 61,3
Luar kota 46 38,7
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka
Dari tabel 5.2 diatas, didapatkan hasil pada umur penderita DBD sangat
bervariasi. Usia termuda pada penderita DBD adalah ≤ 5 tahun dan yang
tertua > 18 tahun usia terbanyak pada usia 6-18 tahun yaitu 89 orang
Page 69
61
dengan persentase sebesar 74,8%. Menurut Jenis kelamin penderita laki-
laki lebih banyak yaitu 68 orang dengan jumlah persentase 57,1% dan
pada perempuan yaitu 51 orang dengan persentase sebesar 42,9%.
Selain itu, subjek pada penelitian ini mayoritas berasal dari dalam
kota Kolaka, tetapi ada beberapa yang berasal dari luar kota
Kolaka.Dengan persentase pasien dari dalam kota sebanyak 73 orang
dengan persentase 61,3% dan pasien dari luar kota sebanyak 46 orang
dengan persentase 38,7%.
2. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinik
Tabel 5.2 Distribusi lama rawat inap pasien
No. Lama rawat inap Jumlah
1 3 hari 1 orang
2 4 hari 5 orang
3 5 hari 7 orang
4 6 hari 16 orang
5 7 hari 38 orang
6 8 hari 26 orang
7 9 hari 8 orang
8 10 hari 4 orang
9 11 hari 7 orang
10 12 hari 7 orang
Jumlah total 119 orang
Rata-rata lama rawat inap 7 hari
Page 70
62
Tabel 5.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinik
No Variabel Subgrup n
Jumlah persentase
(%)
1
Lama rawat
inap
≤ 6 hari (Memendek) 29 24,4
>6 hari (memanjang) 90 75,6
2 Suhu tubuh
Hipotermi <36,5 c 20 16,8
Normal 36,5-37,5 c 23 19,3
Demam/Hipertermi>37,5 c 76 63,9
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka
Berdasarkan tabel 5.3 distribusi karakteristik klinik pasien dari
tabel dapat dilihat, karakteristik pada lama rawat inap pasien DBD,
penderita dengan rawat inap ≤ 6 hari sebanyak 29 orang dengan persentase
sebesar 24,4% dan penderita DBD dengan lama rawat inap >6 hari
sebanyak 90 orang dengan persentase 75,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien DBD dengan lama rawat inap >6 hari dengan
persentase 75,6%.
Dari 119 penderita DBD didapatkan pasien yang mengalami DBD
memiliki suhu tubuh dengan hipotermi sebanyak 20 orang dengan
persentase 16,8%, Suhu tubuh normal sebanyak 23 dengan persentase
19,3% dan demam sebanyak 76 orang dengan persentase 63,9%.
Page 71
63
Berdasarkan penelitian didapatkan lama rawat inap pasien DBD di
RSUD Benyamin Guluh didapatkan rata rata adalah 7 hari dan rentang
waktu lama perawatan terpendek 3 hari dan perawatan terlama 12 hari.
3. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Laboratorium
Trombositopenia adalah penyebab terjadinya pendarahan. Tetapi
pada pasien Demam Berdarah Dengue yang mengalami trombositopenia
tidak selalu disertai dengan perdarahan. Apabila kadar trombosit seseorang
kurang dari 100.000/µl maka dikatakan mengalami trombositopenia. Pada
pasien Demam Berdarah Dengue dapat terjadi leukopenia yakni nilai
leukosit kurang dari normal.
Tabel 5.4 Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Laboratorium
No Variabel Subgrup n
Jumlah persentase
(%)
1 Trombosit
<100.000(Trombositopenia) 113 95
>100.000(Normal) 6 5
2 Leukosit
<4.000(Leukopenia)
41 34,5
>4.000(Normal) 78 65,5
3 Hematokrit
<35% (Ht rendah)
36 30,3%
>35% (Normal) 83 69,7
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka
Page 72
64
Pada tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa subjek pada penelitian
ini kebanyakan pada kadar trombosit yang nilainya berada pada <100.000
sebayak orang 113 dengan presentase sebesar 95%. Pada kadar leukosit
nilainya > 4.000 sebanyak 78 orang dengan persentase 65,5%. Sedangkan
kadar hematokrit dengan nilai terbanyak >35% sebanyak 83 orang dengan
persentase 69,7%.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah
trombosit, leukosit dan hematokrit dengan lama rawat inap pasien DBD di
RSUD Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2015.
1. Hubungan Antara Kadar Trombosit, Leukosit dan Hematokrit
Dengan Lama Rawat Inap Pasien DBD RSUD Benyamin Guluh.
Untuk melihat hubungan antara jumlah trombosit, leukosit dan
hematokrit dengan lama rawat inap pasien DBD di RSUD Benyamin
Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini. Apabila kadar trombosit <100.000/µl disebut
trombositopenia.
Dan leukopenia apabila kadar leukosit <4.000 adalah pertanda
dalam 24 jam kemudian demam akan turun dan pasien akan masuk
dalam masa kritis.
Page 73
65
Tabel 5.5 Hubungan Antara Kadar Trombosit, Leukosit dan Hematokrit
Dengan Lama Rawat Inap Pasien DBD
Variabel Nilai
Lama rawat inap
P
value
OR CI%
≤ 6 hari
(memendek)
> 6 hari
(memanjan
g)
N % N %
Trombosit <100.000 24 21,2 89 78,8
0,003 0,054
0,006-
0,484 >100.000 5 83,3 1 16,7
Leukosit <4.000 5 12,2 36 87,8
0.025 0,313
0,109-
0,895
>4.000 24 30,8 54 69,2
Hematokrit
<35% 7 19,4 29 80,6
0,410 0.669
0,257-
1,745
>35% 22 26,5 61 73,5
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka
Pada tabel 5.5 terlihat bahwa kadar trombosit pada kelompok lama
rawat inap ≤6hari yang jumlah trombositnya <100.000/µl adalah
sebanyak 24 pasien dengan persentase sebesar 21,2 %,sedangkan nilai
trombosit normal sekitar 5 pasien dengan persentase 83,3 %. Dan pada
kelompok dengan lama rawat inap > 6 hari Jumlah trombosit dalam
Page 74
66
keadaan normal atau >100.000/µl adalah 1 pasien dengan persentase
16,7 % sedangkan nilai trombosit sebesar <100.000/µl sebanyak 89
pasien dengan persentase 78,8% dengan nilai P value kadar trombosit
sebesar 0,003.
Kadar leukosit pada kelompok lama rawat inap ≤ 6hari
kebanyakan kadar leukosit normal yakni sebanyak 24 pasien dengan
persentase 30,8 %, sedangkan pasien yang mengalami leukopenia
sebanyak 5 pasien dengan persentase 12.2 %. Hal ini sama dengan
pasien pada kelompok lama rawat inap >6 hari yakni sebesar 54 orang
dengan persentase 69,2%, sedangkan pasien yang mengalami
leukopenia 36 pasien dengan persentase 87,8%. Dengan nilai P value
pada kadar leukosit sebesar 0.025.
Sedangkan Kadar hematokrit pada kelompok lama rawat inap ≤ 6
hari kebanyakan kadar hematokritnya >35% yakni sebanyak 22 pasien
dengan persentase 26,5%, sedangkan pasien yang mengalami
hematokrit rendah sebanyak 7 pasien dengan persentase 19,4 %.
Namun persentase tertinggi pada kelompok lama rawat inap >6 hari
dengan kadar hematokritnya >35%sebanyak 61 pasien dengan
persentase 73,5%, sedangkan pasien yang memiliki hematokrit <35%
yakni sebesar 29 orang dengan persentase 80,6%. Dengan nilai P value
pada kadar hematokrit sebesar 0.410.
Page 75
67
Tabel.5.6 Kekuatan Hubungan Asosiasi Antara Masing-Masing
Variabel Uji Bivariat.
Hubungan Antara
variable
P
value
OR CI (%)
Kadar Trombosit
dengan lama rawat
inap
0,003 0,054 0,006-0,484
Kadar Leukosit
dengan lama rawat
inap
0.025 0,313 0,109-0,895
Kadar Hematokrit
dengan lama rawat
inap
0,410 0.669 0,257-1,745
Sumber : Unit rekam Medik RSUD Benyamin Guluh Kab.Kolaka
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, pada kolom hubungan antara kadar
trombosit dengan lama rawat inap nilai P 0,003 yang berarti Ho ditolak
atau ada hubungan yang bermakna antara jumlah trombosit dengan lama
rawat inap pasien DBD karena didapatkan nilai P < 0,05. Pada kolom
hubungan antara jumlah leukosit dengan lama rawat inap nilai p 0,025
yang berarti ada hubungan bermakna antara jumlah leukosit dengan lama
rawat inap pasien DBD . Sedangkan pada kolom hubungan antara
jumlah hematokrit dengan lama rawat inap nilai p 0,410 yang berarti
tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah hemtokrit dengan
lama rawat inap pasien DBD karena didapatkan nilai P > 0,05.
Page 76
68
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Distribusi subjek berdasarkan karakteristik demografi
a.Umur
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini lebih
banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat
kecendrungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada
kelompok umur ini mempunyai morbilitas yang tinggi dan sejalan dengan
perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk
tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus
dengue jenis baru yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang sebelumnya
belum pernah ada pada suatu daerah.18,19
Berdasarkan hasil penelitian data diketahui bahwa kelompok umur
dominan yang mengalami DBD adalah anak-anak (6-18 tahun) sebanyak 89
orang dengan persentase 74,8% kemudian balita (≤ 5 tahun) sebanyak 25 orang
dengan persentase 21% dan usia dewasa 5 orang dengan persentase 4,2%. Di
Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun,
proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun
1984. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penyakit DBD.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada anak yang lebih muda, endotel
pembuluh darah kapiler lebih rentan terjadi pelepasan sitokin sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini dapat pula disebabkan pada pasien
Page 77
69
dengan usia anak-anak dan remaja lebih sering melakukan aktifitas di luar
rumah seperti berkumpul dengan teman-teman atau bermain di saat sore hari
yang sesuai dengan waktu menghisap darah nyamuk Aedes aegypty.21
Sedangkan penelitian di Makassar tahun 2011 di RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo memperlihatkan kelompok umur terbanyak pada usia 15 sampai
24 tahun (45,3%). Hasil penelitian Yenni Risniati, Lukman Hakim Taringan,
Emiliana Tjitra di Depok, Jawa Barat tahun 2009 bahwa proporsi penderita
terbanyak pada kelompok umur > 8 tahun.20
b. Jenis Kelamin
Pada penelitian ini didapatkan jumlah penderita laki-laki lebih banyak 68
orang atau 57,1 % dibandingkan perempuan 51 orang atau 42,9%. Hasil yang
sama diperoleh pada penelitian di Seluruh Indonesia pada tahun 2009 dimana
pasien DBD berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53,78%.9
Namun penelitian di
Singapura tahun 2009 menunjukkan hal yang sebaliknya. Angka pasien
perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 2.094 pasien (50,4%).16
Prevalensi laki-laki yang lebih tinggi ini mungkin disebabkan oleh karena
aktifitas laki-laki yang lebih sering dilakukan di luar rumah dibandingkan
dengan perempuan yang lebih banyak memiliki aktifitas di dalam rumah. Hal
ini juga dikaitkan dengan umur pasien terbanyak pada usia remaja yang lebih
sering beraktifitas di luar.4
c. Asal Daerah
Berdasarkan distribusi tempat tinggal pasien DBD RSUD Benyamin
Guluh Kolaka Tahun 2015, mayoritas pasien berdomisili di dalam kota Kolaka
Page 78
70
yaitu 73 pasien (61,3%), yang tersebar di berbagai kelurahan seperti kelurahan
laloeha, lamokato, watuliandu, Sabilambo, Lalombaa, Tahoa dan lain-lain. Hal
ini mungkin disebabkan letak RSUD Benyamin Guluh Kolaka yang berada
dalam wilayah Kolaka dan terletak di daerah pusat kota yang padat penduduk
dan lingkungan yang memungkinkan nyamuk aedes aegypti dapat berkembang
dengan baik . Hal ini juga didukung oleh fungsi RSUD Benyamin Guluh
sebagai salah satu rumah sakit rujukan puskesmas di Kabupaten Kolaka.
Sedangkan yang berada di luar kota Kolaka hanya 46 pasien (38,7%) yang
berasal dari daerah Dawi-dawi, Latambaga, Baula, Pomalaa, Unamendaa,
Toari dan lain-lain.
2. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinik
a. Lama rawat inap
Lama rawat inap adalah istilah yang umum digunakan untuk mengukur
durasi satu episode rawat inap. Lama rawat inap dinilai dengan mengekstraksi
durasi tinggal di rumah sakit yang diukur dalam jam atau hari.19 Berdasarkan
penelitian didapatkan lama rawat inap pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh
didapatkan rata rata adalah 7 hari dan rentang waktu lama perawatan terpendek
3 hari dan perawatan terlama 12 hari.
Dari penelitian sebelumnya di RSUD Tarakan DKI Jakarta (th. 2004)
didapatkan rata-rata lama rawat inap pasien DBD di rumah sakit adalah 4 hari,
dari rentang waktu lama perawatan terpendek 2 hari dan perawatan terlama
adalah 10 hari. Demam berdarah dengue termasuk dalam 10 besar penyakit
rawat inap di rumah sakit tahun 2010 dan menempati peringkat kedua.6
Page 79
71
a. Suhu tubuh
Penyakit demam berdarah biasanya didahului oleh demam tinggi yang
mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari. Dalam penelitian ini,
ditemukan bahwa sebagian besar pasien mengalami demam >37,5 c sebanyak
76 pasien dengan persentase 63,9% .3 Demam terjadi karena Saat bakteri dan
virus tersebut masuk kedalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen,
mempengaruhi sisitem imun. Sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi
untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Substansi ini juga
mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set
point baru yang lebih tinggi, tubuh memproduksi dan menghemat panas.
/dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh.
Selam periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan,
meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir ketika set point baru,
suhu yang lebih tinggi, tercapai. Selama fase berikutnya,masa stabil, menggigil
hilang dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set pointbaru telah
“melampaui batas” atau pirogen telah dihilangkan (mis. Destruksi bakteri oleh
antibiotik), terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun,
.menimbulkan respon pengeluaran panas.3.23
3. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Laboratorium
a. Jumlah Trombosit, Leukosit dan Hematokrit
Trombositopenia memiliki peran yang penting dalam pathogenesis infeksi
dengue. Jumlah trombosit pada pasien infeksi dengue mengalami penurunan
Page 80
72
pasda hari ke tiga sampai hari ke tujuh dan mencapai normal kembali pada hari
kedelapan atau Sembilan.25
Jumlah trombosit yang paling banyak dialami dengan kadar <100.000/µl.
Hal ini disebabkan oleh sifat virus dengue yang menyebabkan supresi sumsum
tulang , terjadi pemendekan masa hidup trombosit. Keadaan ini tentu sangat
berbahaya mengingat rendahnya trombosit dapat menagkibatkan kemungkinan
pendarahan semakin besar.
Pada infeksi dengan jumlah leukosit biasanya normal atau menurun
dengan dominasi sel neutrofil. Terjadinya leucopenia pada infeksi dengue
disebabkan karena adanya penekanan sumsum tulangakibat dari proses infeksi
virus secara langsung ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui proses
sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang.
Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada
DBD, merupakan indikator peka yang akan mencetus terjadinya perembesan
plasma. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
hematokrit 20% atau lebih mencerminkan peningkatan perembesan kapiler dan
perembesan plasma.25
d. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara variabel laboratorium dengan lama rawat inap
Diagnosis penyakit DBD dan jumlah perjalanan penyakit karena harus
dilakukan secara tepat dan akurat. Pada demam berdarah dengue (DBD),
pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Jumlah trombosit dan kadar hematokrit sering digunakan sebagai indicator
Page 81
73
berat atau tidaknya penyakit DBD. Jumlah trombosit itu sendiri merupakan
merupakan salah satu indikasi untuk menegakkan diagnosis DBD, yaitu
trombositopenia. Oleh karena itu, pemeriksaan darah merupakan hal mutlak
dilakukan.4
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai jumlah trombosit kurang dari
100.000/µl, biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai hari ketujuh.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa dalam batas
normal atau menurun. Peningkatan hematokrit (Hct) atau hemokonsentrasi
yang selau dijumpai pada DBD merupakan indicator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara
berkala. Pada DBD, jumlah sel darah putih mungkin bervariasi pada awal
penyakit, berkisar dari leucopenia sampai leukositosis ringan.25
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya trombositopenia pada
penderita DBD yaitu adanya pelepasan sitokin ke dalam sirkulasi selama fase
awal demam akut dari infeksi dengue. Sitokin tersebut antara lain tumour
necrosis factor (TNF), interleukin (IL-2, IL-6, IL-8) dan interferon (IFN).
Kadar sitokin tersebut berhubungan dengan derajat berat DBD. Waktu
terjadinya supresi sumsum tulang juga berhubungan dengan peningkatan kadar
sitokin dalam darah.26
Trombositopenia pada DBD antara lain disebabkan oleh adanya destruksi
trombosit dalam system retikuloendotelial, pemendekan waktu paruh
trombosit, adanya depresi sumsum tulang, perubahan patologis pada system
megakariosit, peningkatan pemakaian factor-faktor pembekuan dan trombosit
Page 82
74
dan koagulasi intravascular. Hemokonsentrasi antara lain disebabkan oleh
kebocoran plasma, kurangnya asupan cairan dan kehilangan cairan akibat
demam.25
Sebanyak 95% pasien DBD mengalami trombositopenia (trombosit
dibawah 100.000/µl) dari semua pasien yang mengalami trombositopenia 24
orang dengan lama rawat inap ≤ 6 hari dan 89 orang dengan lama rawat inap >
6 hari. Hubungan trombositopenia dengan lama rawat inap memanjang atau >6
hari pada penelitian ini bermakna (p = 0,003). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Simon Sumanto didapatkan hasil ada hubungan
bermakna antara jumlah trombosit dan lama rawat inap. Sedangkan
berdasarkan Studi yang dilakukan oleh Nikodemus Siregar didapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah (tidak bermakna) antara jumlah
trombosit dengan lama rawat inap.22
Perbedaan hasil ini dapat dikarenakan
perbedaan jumlah subjek, pengkategorian variabel-variabel yang diuji, dan
metode yang digunakan. Perbedaan-perbedaan ini dapat memberikan
kesimpulan yang berbeda dari masing-masing penelitian.
Saat kebocoran plasma berupa rentan waktu yaitu hari ketiga sampai
ketujuh. Hematokrit yang tinggi dihubungkan dengan kebocoran plasma yang
berperan penting pada pathogenesis terjadinya syok. Kadar hematokrit pada
pasien DBD mengalami peningkatan.27
Hal ini bisa disebabkan pada pengambilan sampel yang dimulai pada hari
pertama, padahal belum tentu pada hari pertama merupakan puncak kebocoran
plasma, sehingga kadar hematokrit yang diperiksa belum bisa dilihat apakah
Page 83
75
mengalami peningkatan 20%. Karena untuk mengetahui kadar hematokrit
mengalami peningkatan harus difollow up selama dirawat di Rumah Sakit.
Hematokrit merupakan indikasi pada pasien DBD untuk menjalani rawat
inap. Peningkatan hematokrit mengambarkan hemokonsentrasi dan merupakan
indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma.1.11
Pada penelitian ini
didapatkan persentase pasien dengan nilai hematokrit > 35% sebesar 83
orang atau 69,7%, lebih banyak dibandingkan nilai hematokrit < 35% yaitu
sebesar 36 orang atau 30,3%. Hal ini menunjukkan secara tidak langsung
bahwa pasien DBD yg menjalani rawat inap sebagian besar pada awal rawat
inap masih memiliki nilai hematokrit yang normal. Tidak terjadinya
peningkatan hematokrit semata-mata disebabkan peningkatan hematokrit
dibandingkan dengan laboratorium sebelumnya biasanya terjadi mulai hari ke
tiga.
Hasil uji analisis pada penelitian ini yaitu tidak terdapat pengaruh
bermakna antara nilai hematokrit dan lama rawat inap (p= 0,410). Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasri Nopianto 2012 Hasil uji analisis
pada penelitian ini yaitu tidak terdapat pengaruh bermakna antara nilai
hematokrit dan lama rawat inap (p= 0,697).29
Pada DBD jumlah sel darah putih mungkin bervariasi pada awitan
penyakit, berkisaran dari leukopenia sampai normal, tetapi penurunan sel darah
putih total karena penekanan pada jumlah neutrofil secara nyata selalu terlihat
mendekati akhir fase demam. Terjadinya leukopenia pada infeksi dengue
disebabkan karena adanya penekanan sumsum tulang akibat dari proses infeksi
Page 84
76
virus secara langsung ataupun karena mekanisme tidak langsung melalui
proses sitokin-sitokin proinflamasi yang menekan sumsum tulang.
Sitokin atau mediator adalah semua produk sel yang meliputi produk dari
monosit, limfosit atau sel yang lain. Sitokin memegang peranan dalam
terjadinya kebocoran vaskuler, karena dapat mengaktifasi endotel. Nama
produknya bermacam-macam yaitu interleukin, limfokin, monokin, TNF,
Kemokin adalah sitokin yang berperan dalam kemotaksis sel-sel leukosit
(limfosit, monosit dan neutrofil) ke tempat infeksi atau kerusakan jaringan.
Sitokin terutama diproduksi oleh monosit/makrofag dan sel-sel lain seperti sel
endotel, trombosit, neutrofil, sel T, keratinosit dan fibroblast sebagi respon
terhadap proses infeksi atau kerusakan fisik.
Berpindahnya sel fagosit dari vaskuler ke jaringan akan menyebabkan
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat sehingga cairan vaskuler
yang keluar semakin banyak. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya syok ,
dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan terhadap mediator atau sel
fagosit seperti monosit, makrofag, dan sel PMN (neutrofil). Pengamatan
dilakukan terhadap jumlah leukosit.25
Keadaan pasien DBD selama menjalani lama rawat inap juga dipantau
melalui hasil pemeriksaan laboratorium leukosit. Hitung leukosit ini cukup
penting untuk diperhitungkan dalam menentukan prognosis pada fase-fase
awal infeksi. Leukopenia merupakan pertanda bahwa dalam 24 jam kedepan
demam akan turun dan penderita akan memasuki fase kritis.25,26
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah leukosit <4.000 atau leukopenia
Page 85
77
pada kelompok lama rawat inap ≤6 hari sebanyak 5 pasien atau 12,2%
sedangkan pada kelompok >6 hari sebanyak 36 pasien atau 87,8%. Sedangkan
pasien dengan jumlah leukosit >4.000/mm sebanya 24 pasien dengan
persentase 30.8% pada kelompok dengan lama rawat inap ≤ 6 hari dan yang
terbanyak 54 orang pasien dengan persentase 69,2% pada kelompok dengan
lama rawat inap > 6 hari. Mengingat bahwa pada penelitian ini pengambilan
sampel dimulai pada hari pertama sedangkan penghitungan leukosit
bergantung pada awitan perjalanan penyakit. Leukopenia biasa muncul pada
fase hari ke tiga dan kembali normal pada fase penyembuhan. Hubungan
jumlah leukosit dengan lama rawat inap pada penelitian ini terdapat hubungan
yang bermakna (p= 0,025). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hasri Nopianto dari Universitas Diponegoro Semarang
tahun 2012 pada penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu terdapat
pengaruh bermakna antara jumlah leukosit dan lama rawat inap (p= 0,003).29
Page 86
69
BAB VII
TINJAUAN KEISLAMAN
A. Nyamuk dalam Pandangan Islam
Dalam Al-Qur‟an sungguh Allah SWT telah menjelaskan berbagai hal
secara jelas. Salah satunya dibahas mengenai nyamuk. Makhluk kecil ini sering
kali dianggap remeh oleh manusia sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut
Artinya : “Seandainya dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai
nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi
minum kepada orang kafir seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no.
2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no.
686).
Semakin berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, manusia mulai
menyadari adanya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh makhluk kecil seperti
nyamuk. Nyamuk menyebarkan berbagai virus dan parasit berbahaya yang
dapat mengancam keselamatan jiwa manusia. Ilmu pengetahuan pun telah
mengembangkan berbagai penelitian mengenai nyamuk ini. Al-Qur‟an pun
menentang pandangan yang meremehkan makhluk termasuk nyamuk. Sebab
itulah dalam Al-Qur‟an disebutkan mengenai suatu perumpamaan nyamuk
untuk dijadikan pelajaran.30
Page 87
70
ا إ اه ا الهري ء ق ا ف أ هه ا ف حا ف و ا ت عض ث لا ه ىه للاه ل ست ح أ ى ضسب ه
ث لا ا ه ت ر اد للاه ا أ ز اذ ف سا ف قلى ه ا الهري ك أ هه ن ت ق هي ز الح ه ف عل وى أ
)*( إله الف اسقي ا ضل ت ه ا ثسا ك د ت ا ثسا ك ضل ت
Artinya :
Sesungguhnya Allâh tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka
yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang
kafir mengatakan: “Apakah maksud Allâh menjadikan ini untuk perumpamaan?”
Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allâh, dan dengan
perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada
yang disesatkan Allâh kecuali orang-orang yang fasik. (Qs.2:26-27).
Nyamuk sering dianggap makhluk hidup yang biasa dan tidak penting.
Namun, nyamuk itu sangat berarti untuk diteliti sebab didalamnyanya terdapat
tanda kebesaran Allah. Sebabnya “Allah tiada segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau lebih dari itu”.
Seekor nyamuk jantan yang telah cukup dewasa untuk kawin akan
menggunakan antenanya sebagia organ pendengar untuk menemukan nyamuk
betina. Fungsi antena nyamuk jantan berbeda dengan antenna nyamuk betina.
Bulu tipis diujung antenanya sangat peka terhadap suara yang dipancarkan
nyamuk betina. Tepat disebelah organ seksual nyamuk jantan, terdapat anggota
tubuh yang membantunya mencengkram nyamuk betina ketika mereka melakukan
perkawinan di udara. Nyamuk jantan terbang berkelompok, sehingga terlihat
Page 88
71
seperti awan. Ketika seekor betina memasuki kelompok tersebut, nyamuk jantan
yang berhasil mencengkram nyamuk betina akan melakukan perkawinan
dengannya selama penerbangan. Perkawinan tidak berlangsung lama dan nyamuk
jantan akan kembali ke kelompoknya setelah perkawinan.30
B. Kebersihan dan Kesehatan Menurut Pandangan Islam
Islam mendorong umatnya untuk menjaga kebersihan dalam setiap
kegiatannya baik sebelum beribadah maupun kegiatan lainnya seperti makan. Kita
juga ketahui bahwa sebagian penyakit yang diderita seseorang terkait dengan
ketidak peduliannya dalam hal kebersihan seperti hubungannya dengan nyamuk
yang dapat menyebabkan beberapa penyakit.
Penyakit yang paling banyak disebabkan nyamuk di Asia Tenggara
khususnya Indonesia adalah penyakit demam berdarah dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes. DBD tidak dapat dianggap sepele, disamping
mewabah penyakit ini juga dapat meyebabkan kematian bila tidak ditangani
secara tepat dan cepat karenanya sebagai manusia yang berakal dan berilmu
hendaknya melakukan berbagai ikhtiar dalam penanganan penyakit ini. Yang
dapat diterapkan adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Bila lingkungan
kita bersih maka akan menurunkan angka perkembangbiakan nyamuk.
Ajaran mengenai kebersihan dalam islam sangat erat kaitannya dengan
keimanan kepada Allah SWT agar dapat mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Manusiapun berupaya menjadikan dirinya suci dan bersih. Berikut salah satu
hadis mengenai kebersihan :
Page 89
72
Artinya : “Kebersihan itu sebagian dari iman”. (Al-Kusyiairi, Sahih muslim,
H.119.hadis no.223).
Hadis tersebut memberi petunjuk bahwa kebersihan bersumber dan bagian
dari iman sehingga dalam islam, kebersihan mempunyai aspek ibadah dan aspek
moral. Islam menganjurkan umatnya untuk sehat dan kuat agar dapat menikmati
kebahagiaan hidup, beribadah dengan baik dan mengamalkan berbagai perintah
Allah SWT karenanya hendaklah bersyukur akan nikmat kesehatan yang
diberikan. Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7 :
Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema‟lumkan: “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni‟mat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (ni‟mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih”.(Q.S.Ibrahim :7)
Orang yang diberi kesehatan dan keselamatan hendaknya bersyukur dengan
senantiasa menjaganya sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut :
Artinya : “Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia,
yakni kesehatan dan waktu luang”. (Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, P
1232. Kitab Al-riqaq bab.Ma ja fi al-sihhat wa al-faragh, hadis
no.6412)
Dalam islam, selain mewajibkan kebersihan/ kesucian sebagai syarat
beribadah kepada Allah SWT, kebersihan juga salah satu cara menjaga kesehatan
Page 90
73
sebagai upaya preventive terhadap berbagai penyakit.Sehingga bersih itu sehat,
bersih itu indah, bersih itu iman dan syarat dicintai Allah SWT.
اد حة الجد م ج سن حة الك س ة ظف حة الهظ اف ح ك ة حة الطه ال ط إىه للاه ت ع
ف ظفا أ ف ت كن )زا التسهد:7272(
Artinya : “Sesungguhnya allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu
suci (bersih) menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan
menyukai kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai
kedermawanan, maka bersihkanlah rumahmu dan lingkunganmu dan
janganlah kalian menyerupai kaum yahudi”. ( Al-Tirmizi, sunan al-
tirmidzi, Jilid.4,p.365 hadis no.2808).
Kandungan hadist diatas menyatakan perintah untuk menjaga kebersihan
karena Allah mencintai kebersihan. Untuk mendapatkan cinta Allah upayakan
untuk selalu bersih. Bersih diri, bersih hati. Begitu pentingnya kebersihan menurut
islam, sehingga orang yang membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan
akan dicintai oleh Allah SWT, sebagaimana firmannya dalam surah Al-Baqarah
ayat 222 yang berbunyi :
ب ح ....... ب ب ر ب
Artinya : “........Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
orang-orang yang menyucikan / membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)
Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman.
Dengan demikian kebersihan dalam islam mempunyai aspek ibadah dan aspek
moral, dan karena itu sering juga dipakai kata “bersuci” sebagai padaman kata
Page 91
74
“membersihkan / melakukan kebersihan”. Ajaran kebersihan tidak hanya
merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan pola hidup praktis,
yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dikembangkan
dalam hukum islam.
C. Pengobatan Menurut Pandangan Islam
Pada dasarnya semua penyakit berasal dari Allah SWT, maka yang dapat
menyembuhkan juga Allah SWT semata. Namun, bukan berarti manusia tidak
berbuat apa-apa, karena sepatutnya manusia tetap berikhtiar, berdoa dan
bertawakkal kepada-Nya. Sesungguhnya Allah mendatangkan penyakit maka
bersamaan pula Allah turunkan obat. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW
berikut : “Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan Dia juga
menurunkan obatnya (penawarnya)”. (HR.Al-Bukhari).
Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh jenis penyakit, memiliki obat yang
dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan, atau untuk meringankan
penyakit tersebut. Hadits ini juga mengandung dorongan untuk mempelajari
pengobatan penyakit-penyakit badan sebagaimana kita juga mempelajari obat
untuk penyakit-penyakit hati. Karena Allah telah menjelaskan kepada kita
bahwa seluruh penyakit memiliki obat, maka hendaknya kita berusaha
mempelajarinya dan kemudian mempraktekkannya.
ا ة ه ة هي الوسلن ص ل ص ة ص ل ل ن ل حزى ل أ ذا
ن ته غ ح ح ك اك ا الشه فهس إله ش ك ط ا ا هي ت ا للاه خ
Artinya : “Tidaklah seorang muslim tertimpa kecelakaan, kemiskinan,
kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun keduka-citaan bahkan tertusuk duri
Page 92
75
sekalipun, niscaya Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan apa yang
menimpanya itu.” (HR. Bukhari)
Jadi berdasarkan penjelasan hadist tadi maka, setiap penderitaan hidup,
kesulitan, kesengsaraan, kemiskinan akan menggugurkan dosa-dosa kita.
Berdasarkan beberapa hadis tersebut jelaslah Allah SWT sangat menyayangi
umatnya. Tidaklah Allah turunkan penyakit melainkan ada obatnya. Segala jenis
penyakit pasti ada obatnya, hanya saja tergantung pada cara mengatasi penyakit
tersebut sehingga dapat sembuh atas izin Allah. Karenanya manusia mesti
berusaha bersabar dan istigfar dalam menghadapi berbagai penyakit dengan
melakukan pencegahan maupun melakukan pengobatan dengan semaksimal
mungkin.
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa metode pengobatan penyakit itu ada
tiga macam; pertama pengobatan medis, kedua pengobatan ruhiyah, dan ketiga
kombinasi antara pengobatan medis dan ruhiyah. Dan di antara bentuk pengobatan
ruhiyah yang halal ialah pengobatan dengan istighfar. Salah seorang sahabat
terkemuka yang bernama Abu Qatadah Al-Anshari berkata, “Sesungguhnya al-
Qur‟an menunjukkan kepada kalian suatu penyakit dan penawarnya, adapun
penyakit yang ada dalam diri kalian ialah perbuatan dosa sedangkan penawarnya
adalah istighfar.”
Istighfar ternyata bisa menjadi penawar (obat) untuk berbagai macam
penyakit. Hal ini merupakan salah satu keutamaan istighfar yang banyak sekali.
Perbanyaklah istighfar sebagaimana Rasulullah memperbanyak istighfar.
Dari Abu Hurairahzbahwa dia mendengar Rasulullah bersabda:
Page 93
76
ف أ تب إل ا إ ل ست غفس ا جا سه ثعي ه م أ كث س هي س ال
“Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya dalam sehari itu lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. al-Bukhari, no.
6307)
Apabila anda sedang ditimpa suatu penyakit, maka perbanyak lagi
istighfar kepada Allah , karena ia merupakan sebab untuk mendapatkan kesehatan
dan kekuatan dalam tubuh serta jauh dari berbagai macam penyakit. Hal ini
sebagaimana firman Allah yang menghikayatkan perkataan nabi Hud, yang
artinya:
“Dan (Hud berkata), „Wahai kaumku! Memohonlah ampunan kepada Tuhanmu
lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras,
Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu dan janganlah kamu
berpaling menjadi orang yang berdosa.” (QS. Hud: 52)
Firman Allah yang artinya: Dia akan menambahkan kekuatan di atas
kekuatanmu,menunjukkan bahwa istighfar menjadi sebab bertambahnya kekuatan
dan kesehatan di dalam tubuhnya. Dalam ayat lain Allah berfirman, yang artinya,
“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya, niscaya Dia akan member kenikmatan yang baik kepadamu sampai
waktu yang telah ditentukan.” (QS. Hud: 3).
Page 94
77
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan dari penelitian hubungan jumlah trombosit, leukosit dan hematokrit
dengan lama rawat inap pada pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka
tahun 2015 adalah sebagai berikut :
1. Jenis kelamin laki-laki adalah yang paling banyak menderita DBD yaitu
sebanyak 68 orang (57,1%)
2. Kelompok umur terbanyak yang menderita penyakit DBD adalah umur anak
(6 – 18 tahun ) sebesar 89 orang ( 74,8%)
3. Hampir semua pasien berasal dari dalam kota Kolaka yaitu sebanyak 73
orang (61,3%)
4. Rata-rata lama rawat inap pasien DBD di RSUD Benyamin Guluh Kolaka
tahun 2015 adalah 7 hari.
5. Jumlah trombosit terbanyak yang didapatkan adalah trombositopenia
sebanyak 113 pasien (95%)
6. Jumlah leukosit terbanyak yang didapatkan adalah leukosit >4000 sebanyak
78 pasien (65,5%)
7. Jumlah hematokrit terbanyak yang didapatkan adalah hematokrit > 35%
sebanyak 83 pasien (69,7%)
Page 95
78
8. Pada penderita DBD terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah
trombosit dengan lama rawat inap pasien DBD. Hal ini berdasarkan uji
statistic yang menunjukkan nilai p = 0,003
9. Pada penderita DBD terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah
leukosit dengan lama rawat inap pasien DBD. Hal ini berdasarkan uji
statistic yang menunjukkan nilai p = 0,025
10. Pada penderita DBD tidak terdapat hubungan antara jumlah hematokrit
dengan lama rawat inap pasien DBD. Hal ini berdasarkan uji statistic yang
menunjukkan nilai p = 0,410
11. Dari segi keislaman bahwa semua hal yang diciptakan Allah SWT di muka
bumi ini memiliki maksud dan tujuan tak terkecuali nyamuk agar manusia
dapat berfikir akan betapa besar keagungan Allah SWT.
B. Saran
1. Diharapkan kepada instansi yang berkepentingan dalam hal ini Dinas
Kesehatan Kabupaten Kolaka untuk melaksanakan penyuluhan kepada
masyarakat dalam hal pengendalian vektor penyakit dan gejala DBD.
2. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada tenaga kesehatan untuk
tidak menggunakan jumlah hematokrit sebagai salah satu acuan untuk
memprediksi lama rawat inap pasien DBD.
Page 96
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Widoyono. Penyakit Tropis. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga; 2011.
2. Brady, O. J, Gething, P. W, Bhatt, Messina, J. P., Brownstain, J. S., Hoen, A.
G, et al. (2012). Refining the Global Spatial Limits of Dengue Virus
Transmission by Evidence-Based Consensus. PLoS Negl Trop Dis,
6(8):e1760.doi:10.1371/journal.pntd.0001760.
3. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control-
2009. ( Cited: November, 2011) . Available From : http :
//apps.who.int/tdr/svc/publication/training-guideline-publications/dengue-
diagnosis-treatment.
4. Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue.Dengue Hemorrhagic Fever.
Jakarta: Sugengseto.
5. Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan . Elex Media Komputindo.
Jakarta.
6. Andarmoyo, Sulistyo , Andoko, Sayudi J. 2013. Hubungan Pengetahuan
Keluarga Tentang Penyakit DHF dengan Sikap Keluarga dalam Pencegahan
Penyakit DHF. Jurnal Florence Vol.VI No.2 Juli 2013.
7. Departemen Kesehatan RI(2015). Prevalensi Demam Berdarah Dengue di
Indonesia.http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-
berdarah-biasanya-mulai-meningkat-do-januari.html(diakses pada 10 Juni
2016).
Page 97
80
8. Dinkes. Sultra. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara 2015. 2016,
Kendari: Dinkes Sultra.
9. Lestari, Eva. Kepadatan Jentik Vektor DBD Aedes sp di Daerah Endemis,
Sporadis dan Potensial Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. BALABA Vol.10
No.02.Artikel.2011.
10. SudoyoAru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p. 2773-79
11. Chen K, Pohan H.T, Sinto R. 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicinus. Volume 22. Nomor 1. 2009; 5-9.
12. Wiwik DN, Karakteristik Demam Berdarah pada Anak di Rumah Sakit
Roemani Semarang. ( I n t e r n e t ) . 2 0 1 0 ( C i t e d 2 0 1 2
N o v e m b e r 2 0 0 8 ) . P : 1 A v a i l a b l e f r o m h t t p : / / d i g i l i b . u
n i m u s . a c . i d /
13. Livina Andrea., Rotty L.W.A&Panda A.L., 2013. Hubungan Trombositopenia
Dan Hematokrit Dengan Manifestasi Perdarahan Pada Penderita Demam
Dengue Dan Demam Berdarah Dengue. Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Unsrat.
14. Dr. Mulya Rahma Karyanti, MSc, SpA(K) 2013. Diagnosis dan Tata Laksana
Terkini Dengue Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo, FKUI
Page 98
81
15. WHO. Handbook for clinical management of dengue. WHO Library
Cataloguing in Publication Data; 2012. p. 39.
16. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Volume 2.
2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Available from:
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN DBD.pdf
17. Kemenkes RI, 2011, Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue, P. 18
-19, Jakarta, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
18. Patandianan R, Mantik MFJ, Manoppo F, Mongan AE. Hubungan kadar
hemoglobin dengan jumlah trombosit pada pasien demam berdarah dengue.
2011;868–72.
19. Masihor, Jilly. 2013. Hubungan jumlah trombosit dan jumlah leukosit pada
pasien anak demam berdarah dengue. Jurnal e-Biomedik vol. 1 No. 1, Maret
2013. Hal 391-395.
20. Risniati Y, Tarigan LH, Tjitra E. Leukopenia Sebagai Prediktor Terjadinya
SSD Pada Anak Dengan DBD di RSPI. Prof. dr. Sulianti Saroso. Media
Litbang Kesehatan 2011;21.
21. Sucipto PT,Raharjo M, Nurjazuli. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
penyakit DBD dan jenis serotipe virus Dengue di Kabupaten Serang. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2015;14 No.2:51-6
22. Andriani, Ni Wayan E. 2014. Kajian Penatalaksanaan Terapi Pengobatan
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Penderita Anak yangMenjalani
Page 99
82
Perawatan dI RSUP PROF. DR. R.D Kandou. Jurnal Ilmiah Farmasi–
UNSRAT Vol. 3 No. 2, Mei 2014 ISSN 2302 – 2493.
23. Donny, Arif. 2009. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta :
Media Aesculapius.
24. NVBDCP . Guideline For Clinical Management Of Dengue Fever, Dengue
Hemmorhagic Fever, and Dengue Shock Syndrom.Directorat of National
Vector Borne Diseases Control Programme. 2008. hlm. 14-27
25. Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
26. Elizabeth J. Corwin.(2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya
Media
27. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6.
Jakarta. EGC
28. Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, P. 9, Jakarta,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
29. Nopianto, hasri. 2012. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lama rawat
inap pasien DBD di RSUP Kariadi Semarang. FK Universitas Diponegoro.
30. Al-Hajj,Yusuf. Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah Al-Qur‟an dan As- Sunnah-
Kemukjizatan Tentang Kedokteran dan hewan: PT. Kharisma Ilmu. 2013
Page 100
83
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Andi Adriana Mapppamadeng
NIM : 10542046213
TTL : Soppeng, 22 Juli 1995
Agama : Islam
Alamat : Grand Permai A1 Jl.Skarda N2 No.02, Makassar
Nama Ayah : H. Andi Mappaamang S.Sos
Nama Ibu : Hj. Andi Damrana SE
Alamat : Jl. Ahmad Mustin Km.3 Kolaka
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 3 Lamokato Kolaka (2001-2006)
2. SMPN 2 Kolaka (2007-2009)
3. SMA Negeri 1 Kolaka (2010-2012)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar (2013-sekarang)
Page 102
85
CHECKLIST
HUBUNGAN JUMLAH TROMBOSIT, LEUKOSIT DAN HEMATOKRIT
DENGAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN DBD DI RSUD
BENYAMIN GULUH KOLAKA TAHUN 2015
No.Checklist :
Tanggal pengambilan data :
Asal pasien :
Umur pasien :
Jenis kelamin :
Jumlah trombosit saat pertama di opname :
Jumlah leukosit saat pertama di opname :
Jumlah hematokrit saat pertama di opname :
Suhu tubuh saat pertama di opname :
Lama perawatan : …………hari
Tanggal dimulai perawatan :
Tanggal pasien keluar :
Page 103
86
Frequencies
Statistics
Umur
_
Jeniskela
min_
Alama
t_
lamarawat
inap
Suhu_bad
an_
Trombo
sit_
Leukos
it_
Hemato
krit_
N
Valid 119 119 119 119 119 119 119 119
Missi
ng
0 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Umur_
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
≤5 tahun (Balita) 25 21.0 21.0 21.0
6-18 tahun (Anak-anak) 89 74.8 74.8 95.8
>18 tahun (Dewasa) 5 4.2 4.2 100.0
Total 119 100.0 100.0
Jeniskelamin_
Frequenc
y
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 68 57.1 57.1 57.1
Perempuan 51 42.9 42.9 100.0
Total 119 100.0 100.0
Alamat_
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Dalam kota 73 61.3 61.3 61.3
Luar kota 46 38.7 38.7 100.0
Total 119 100.0 100.0
lamarawatinap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ≤6 hari (memendek) 29 24.4 24.4 24.4
Page 104
87
>6 hari (memanjang) 90 75.6 75.6 100.0
Total 119 100.0 100.0
Suhu_badan_
Frequenc
y
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
<36.5 (Hipotermi) 20 16.8 16.8 16.8
36.5-37.5
(Normal)
23 19.3 19.3 36.1
> 37.5 (Demam) 76 63.9 63.9 100.0
Total 119 100.0 100.0
Trombosit_
Frequenc
y
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
<100.000
(Trombositopenia)
113 95.0 95.0 95.0
>100.000 (Trombosit
normal)
6 5.0 5.0 100.0
Total 119 100.0 100.0
Leukosit_
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Leukopenia 41 34.5 34.5 34.5
>4.000 (Leukosit normal) 78 65.5 65.5 100.0
Total 119 100.0 100.0
Hematokrit_
Frequenc
y
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Page 105
88
Valid
<35%(Hematokrit
rendah)
36 30.3 30.3 30.3
>35% (Hematokrit
normal)
83 69.7 69.7 100.0
Total 119 100.0 100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Trombosit_ * lamarawatinap 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0%
Trombosit_ * lamarawatinap Crosstabulation
lamarawatinap Total
≤6 hari
(memendek)
>6 hari
(memanjang)
Trombosit_
<100.000 (Trombositopenia)
Count 24 89 113
% within lamarawatinap 82.8% 98.9% 95.0%
% of Total 20.2% 74.8% 95.0%
>100.000 (Trombosit
normal)
Count 5 1 6
% within lamarawatinap 17.2% 1.1% 5.0%
% of Total 4.2% 0.8% 5.0%
Total
Count 29 90 119
% within lamarawatinap 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 24.4% 75.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.919a 1 .001
Continuity Correctionb 8.788 1 .003
Likelihood Ratio 9.890 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .003
Page 106
89
Linear-by-Linear
Association
11.819 1 .001
N of Valid Cases 119
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.46.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Trombosit_ (<100.000
(Trombositopenia) /
>100.000 (Trombosit
normal))
.054 .006 .484
For cohort
lamarawatinap = ≤6 hari
(memendek)
.255 .154 .422
For cohort
lamarawatinap = >6 hari
(memanjang)
4.726 .788 28.354
N of Valid Cases 119
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Trombosit_ *
lamarawatinap
119 100.0% 0 0.0% 119 100.0%
Trombosit_ * lamarawatinap Crosstabulation
lamarawatinap Total
≤6 hari
(memendek)
>6 hari
(memanjang)
Trombosit_ <100.000 (Trombositopenia) Count 24 89 113
Expected Count 27.5 85.5 113.0
Page 107
90
% within Trombosit_ 21.2% 78.8% 100.0%
% within lamarawatinap 82.8% 98.9% 95.0%
% of Total 20.2% 74.8% 95.0%
>100.000 (Trombosit
normal)
Count 5 1 6
Expected Count 1.5 4.5 6.0
% within Trombosit_ 83.3% 16.7% 100.0%
% within lamarawatinap 17.2% 1.1% 5.0%
% of Total 4.2% 0.8% 5.0%
Total
Count 29 90 119
Expected Count 29.0 90.0 119.0
% within Trombosit_ 24.4% 75.6% 100.0%
% within lamarawatinap 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 24.4% 75.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Point
Probability
Pearson Chi-Square 11.919a 1 .001 .003 .003
Continuity Correctionb 8.788 1 .003
Likelihood Ratio 9.890 1 .002 .003 .003
Fisher's Exact Test .003 .003
Linear-by-Linear
Association
11.819c 1 .001 .003 .003 .003
N of Valid Cases 119
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.46.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -3.438.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Trombosit_
(<100.000 (Trombositopenia) /
>100.000 (Trombosit normal))
.054 .006 .484
Page 108
91
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Leukosit_ * lamarawatinap 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0%
Leukosit_ * lamarawatinap Crosstabulation
lamarawatinap Total
≤6 hari
(memendek)
>6 hari
(memanjang)
Leukosit_
Leukopenia
Count 5 36 41
% within Leukosit_ 12.2% 87.8% 100.0%
% within lamarawatinap 17.2% 40.0% 34.5%
% of Total 4.2% 30.3% 34.5%
>4.000 (Leukosit normal)
Count 24 54 78
% within Leukosit_ 30.8% 69.2% 100.0%
% within lamarawatinap 82.8% 60.0% 65.5%
% of Total 20.2% 45.4% 65.5%
Total
Count 29 90 119
% within Leukosit_ 24.4% 75.6% 100.0%
% within lamarawatinap 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 24.4% 75.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.030a 1 .025
Continuity Correctionb 4.073 1 .044
Likelihood Ratio 5.468 1 .019
Fisher's Exact Test .026 .019
Linear-by-Linear Association 4.988 1 .026
N of Valid Cases 119
For cohort lamarawatinap =
≤6 hari (memendek)
.255 .154 .422
For cohort lamarawatinap =
>6 hari (memanjang)
4.726 .788 28.354
N of Valid Cases 119
Page 109
92
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.99.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Leukosit_
(Leukopenia / >4.000
(Leukosit normal))
.313 .109 .895
For cohort lamarawatinap =
≤6 hari (memendek)
.396 .163 .962
For cohort lamarawatinap =
>6 hari (memanjang)
1.268 1.052 1.529
N of Valid Cases 119
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Hematokrit_ * lamarawatinap 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0%
Page 110
93
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .679a 1 .410
Continuity Correctionb .350 1 .554
Likelihood Ratio .700 1 .403
Fisher's Exact Test .490 .281
Linear-by-Linear Association .674 1 .412
N of Valid Cases 119
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.77.
b. Computed only for a 2x2 table
Hematokrit_ * lamarawatinap Crosstabulation
lamarawatinap Total
≤6 hari
(memendek)
>6 hari
(memanjang)
Hematokrit_
<35%(Hematokrit rendah)
Count 7 29 36
% within Hematokrit_ 19.4% 80.6% 100.0%
% within lamarawatinap 24.1% 32.2% 30.3%
% of Total 5.9% 24.4% 30.3%
>35% (Hematokrit normal)
Count 22 61 83
% within Hematokrit_ 26.5% 73.5% 100.0%
% within lamarawatinap 75.9% 67.8% 69.7%
% of Total 18.5% 51.3% 69.7%
Total
Count 29 90 119
% within Hematokrit_ 24.4% 75.6% 100.0%
% within lamarawatinap 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 24.4% 75.6% 100.0%
Page 111
94
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Hematokrit_
(<35%(Hematokrit rendah) /
>35% (Hematokrit normal))
.669 .257 1.745
For cohort lamarawatinap =
≤6 hari (memendek)
.734 .345 1.561
For cohort lamarawatinap =
>6 hari (memanjang)
1.096 .892 1.347
N of Valid Cases 119