SKENARIO Mrs.Deasy, 55 years old came to emergency room (ER) with pain on her right wrist after fell down on slippery bathroom one day before admission. She fell on her outstretched and dorsiflex hand. From physical examination, there was “dinner fork” deformity, tenderness, and painful range of movement (ROM) at her right wrist. No open wound. When Mrs. Deasy asked about x-ray film, the doctor just said that there is fracture and some abnormality at distal forearm and wrist region. I. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Pain : Perasaan sedih, menderita, atau agoni disebabkan oleh rangsangan pada ujung-ujung saraf. 2. Wirst : Daerah persendian antara lengan bawah dan tangan. 3. Outstretched : Menjulur 4. Dorsiflex hand : Tangan menekuk atau flexi ke arah belakang. 5. Dinner fork deformity : Deformitas yang terjadi pada fraktru colles (ujung distal radius patah ke bagian posterior). 6. Tenderness : Keadaan sensitivitas yang tidak biasa terhadap sentuhan atau tekanan. 7. Painful ROM : Nyeri yang dirasakan ketika melakukan fleksi / ekstensi. 8. Wound : Luka badan yang disebabkan oleh cara fisik dengan terganggunya kontinuitas struktur yang normal. 9. X ray film : Getaran elektromagnetik gelombang pendek (kira-kira 0,01-10 nm) atau kuantum setara yang dihasilkan ketika elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi membentur berbagai substansi. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKENARIO
Mrs.Deasy, 55 years old came to emergency room (ER) with pain on her right wrist after fell
down on slippery bathroom one day before admission. She fell on her outstretched and dorsiflex
hand. From physical examination, there was “dinner fork” deformity, tenderness, and painful
range of movement (ROM) at her right wrist. No open wound.
When Mrs. Deasy asked about x-ray film, the doctor just said that there is fracture and some
abnormality at distal forearm and wrist region.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Pain : Perasaan sedih, menderita, atau agoni disebabkan oleh
rangsangan pada ujung-ujung saraf.
2. Wirst : Daerah persendian antara lengan bawah dan tangan.
3. Outstretched : Menjulur
4. Dorsiflex hand : Tangan menekuk atau flexi ke arah belakang.
5. Dinner fork deformity : Deformitas yang terjadi pada fraktru colles (ujung distal
radius patah ke bagian posterior).
6. Tenderness : Keadaan sensitivitas yang tidak biasa terhadap sentuhan
atau tekanan.
7. Painful ROM : Nyeri yang dirasakan ketika melakukan fleksi / ekstensi.
8. Wound : Luka badan yang disebabkan oleh cara fisik dengan
terganggunya kontinuitas struktur yang normal.
9. X ray film : Getaran elektromagnetik gelombang pendek (kira-kira
0,01-10 nm) atau kuantum setara yang dihasilkan
ketika elektron yang bergerak dengan kecepatan
tinggi membentur berbagai substansi.
1
10. Fracture : Pecahan atau ruktur pada tulang.
11. Distal forearm : Bagian anggota badan atas diantara siku dan pergelangan
tangan bawah.
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Ny. Deasy , 55 th, datang ke ruang emergensi dengan nyeri pada lengan kanan setelah
terjatuh di kamar mandi yang licin, dengan posisi tangan terjulur dan dorsifleksi
sehari sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik : “dinner fork” deformity, nyeri tekan, nyeri ROM pada
pergelangan tangan kanan dan tidak ada luka terbuka.
3. Pemeriksaan X-ray : fraktur dan abnormalitas pada lengan bagian distal dan regio
pergelangan tangan.
III. ANALISIS MASALAH
1. a. Bagaimana anatomi dan fisiologi lengan bawah dan pergelangan tangan ? (jari-jari)
b. Bagaimana patofisiologi nyeri pada pergelangan tangan ?
c. Bagaimana hubungan usia dengan kasus ini ?
d. Apa akibat terjatuh dengan posisi tangan terjulur dan dorsifleksi ?
e. Bagian apa saja yang terganggu ?
f. Apa pertolongan pertama yang dapat dilakukan ?
g. Bagaimana mekanisme biomekanikanya ?
2. a. Apa itu “dinner fork” deformity ?
2
b. Bagaimana mekanisme “dinner fork” deformity, nyeri tekan dan nyeri ROM pada
pergelangan tangan ? (hubungan dengan posisi jatuh)
c. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pergelangan tangan ?
d. Mengapa tidak terjadi luka terbuka ?
3. a. Apa saja macam-macam fraktur ?
b. Apa saja faktor resiko fraktur ?
c. Bagaimana mekanisme fraktur ?
d. Bagaimana gambaran radiologi pergelangan tangan normal dan setelah terjadinya
fraktur ?
4. a. Bagaimana diagnosis banding dan diagnosis kerja pada kasus ini ?
b. Bagaimana etiologi dan epidemiologi pada kasus ini ?
c. Bagaimana patogenesis pada kasus ini ?
d. Apa saja manifestasi klinis pada kasus ini ?
e. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan ?
f. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ?
g. Bagaimana prognosisnya ?
h. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus ini ?
i. Bagaimana rehabilitasinya ?
j. Bagaimana kompetensi Dokter Umum pada kasus ini ?
3
IV. HIPOTESIS
Ny. Deasy , 55 th, mengalami nyeri pergelangan tangan karena frakture colles.
V. KERANGKA KONSEP
4
5
Ny. Deasy,55 th
Jatuh dengan posis tangan terjulur dan dorsifleksi
UGD
TendernessDinner fork deformity
Penatalaksanaan
-Reposisi
- Imobilisasi
Fraktur colles
Painful ROM
Pemeriksaan Penunjang (X-Ray)
Pemeriksaan Fisik
Abnormalitas regio distal pergelangan tangan
Fraktur
VI. SINTESIS
FRAKTUR
Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur merupakan salah satu
masalah kegawatdaruratan yang harus segera ditangani. Berbagai musibah bencana alam yang
terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu lebih dalam tentang
penanganan medis bagi para korban.
Salah satu masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang, selain luka-
luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana menolong korban patah
tulang, membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Disaat
seperti itu, menunggu datangnya pertolongan dokter bukanlah hal yang bijak karena ada banyak
hal yang terjadi (yang mungkin akan memperburuk kondisi si korban) karena tidak segera
ditolong.
Masalah-masalah fraktur yang banyak terjadi antara lain adalah fraktur pada kaki dan
tangan. Misalnya, pada bagian femur dan distal tangan.
6
Rehabilitasi
A. Definisi
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan
para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan
terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan
Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin
(1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi
karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
B. Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa
hal yaitu:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma. Sebagisan fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-
tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran
atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang
terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas.
2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan. Retak dapat terjadi pada tulang seperti
halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling
sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau
calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
7
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan
yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang
tersebut sangat rapuh.
Etiologi berdasarkan jenis masing-masing fraktur:
1. Fraktur pada kaki
Hampir setiap tulang di kaki dapat mengalami patah tulang (fraktur).
banyak diantara patah tulang ini yang tidak membutuhkan pembedahan, sedangkan
yang lainnya harus diperbaiki melalui pembedahan untuk mencegah kerusakan yang
menetap. Di daerah diatas tulang yang patah biasanya membengkak dan nyeri.
Pembengkakan dan nyeri bisa menjalar ke luar daerah patah tulang jika jaringan
lunaknya mengalami memar. Patah tulang di dalam dan di sekitar pergelangan kaki
paling sering terjadi jika pergelangan kaki berputar ke dalam sehingga kaki terputar ke
luar atau pergelangan kaki berputar ke luar. Nyeri, pembengkakan dan perdarahan
cenderung terjadi. Fraktur ini bisa berakibat serius jika tidak ditangani dengan baik.
semua fraktur pergelangan kaki harus digips. Untuk patah tulang pergelangan kaki yang
berat, dimana tulang terpisah jauh atau salah menempel, mungkin perlu dilakukan
pembedahan.
Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi.
Penyebab yang paling sering adalah terlalu banyak berjalan atau penggunaan berlebihan
yang menyebabkan tekanan tidak langsung. penyebab lainnya adalah benturan hebat
yang terjadi secara mendadak. Untuk memungkinkan penyembuhan tulang, maka
dilakukan imobilisasi dengan sepatu bertelapak keras. Jika tulang terpisah sangat jauh,
mungkin diperlukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-pecahan tulang yang
patah.
Tulang sesamoid (2 tulang bulat kecil yang terletak di ujung bawah tulang
metatarsal ibu jari kaki) juga bisa mengalami patah tulang.
fraktur tulang sesamoid bisa disebabkan oleh berlari, berjalan jauh dan olah raga
(misalnya basket dan tenis). Menggunakan bantalan atau penyangga sepatu khusus bisa
8
mengurangi nyeri. Jika nyeri berkelanjutan, mungkin tulang sesamoid harus diangkat
melalui pembedahan.
Cedera pada jari kaki (terutama jari-jari yang kecil) sering terjadi, apalagi jika
berjalan tanpa alas kaki. Fraktur simplek pada keempat jari kaki yang kecil akan
sembuh tanpa perlu memasang gips. Dilakukan pembidaian jari kaki dengan pita atau
velcro selama 4-6 minggu. Menggunakan sepatu beralas keras atau yang berukuran agak
besar bisa membantu mengurangi nyeri. Biasanya fraktur pada ibu jari kaki (hallux)
cenderung lebih berat, dan menyebabkan nyeri yang lebih hebat, pembengkakan dan
perdarahan dibawah kulit. Patah tulang hallux bisa terjadi karena kaki menendang
sesuatu atau karena sebuah benda yang berat jatuh diatasnya. Perlu dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki patah tulang hallux.
Fraktur patella pextra merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai
dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang
berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut pada kaki kanan.
Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting),
atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan
jalan raya. Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang
dewasa sangat kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang keras, seperti yang dapat
dialami pada kecelakaan automobil, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang
femur. Perdarahan interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat.
Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu 10 tahun
terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing, meskipun merupakan
penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak, mempunyai kerugian dalam hal
memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama. Oleh karena itu,
penatalaksanaan ini tidak banyak digunakan pada orang dewasa.
2. Fraktur pada tangan
Kejadian fraktur Colles cukup tinggi, tetapi sampai sekarang masih banyak
perbedaan mengenai klasifikasi, cara reposisi, metoda fiksasi, faktor yang
9
mempengaruhi hasil akhir serta prognosis (Kreder dkk, 1996). Hasil yang baik dapat
dicapai dengan diagnosa yang tepat, reposisi yang akurat, fiksasi yang adekuat serta
rehabilitasi yang memadai. Reposisi tertutup biasanya tidak sulit, tetapi sulit untuk
mempertahankan hasil reposisi, terutama pada fraktur kominutif (Linden dkk,1981;
Manjas, 1996). Selama ini metoda fiksasi yang banyak dianut adalah dengan gips
sirkuler 0, lengan bawah panjang sampai di atas siku dengan posisi siku fleksi 90
pronasi, pergelangan tangan fleksi dan deviasi ulna seperti yang dianjurkan oleh Salter
atau Walstrom yang dikenal dengan “Cotton Loader“ (Salter, 1984).
Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah
artikan sebagai dislokasi dari npergelangan tangan. Abraham Colles (1725 – 1843) pada
tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul ‘On the fracture of the carpal
extremity of the radius’. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur
Colles sesuai dengan nama Abraham Colles (Appley,1995; Salter,1984).
Fraktur Colles’ adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang
berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior,
yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah
osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles’ (Appley,
1995; Jupiter, 1991; Salter, 1984).
Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-
kira 1,5 – 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang distal radius yang
relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa
dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk
tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot
pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus
styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian
ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis (Appley, 1995; Brumfeeld et al, 1984;
Salter, 1984).
10
Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi
radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan
sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain :
a. Ligamentum Carpeum volare (yang paling kuat).
b. Ligamentum Carpaeum dorsale.
c. Ligamentum Carpal dorsale dan volare.
d. Ligamentum Collateral.
C. Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika
patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan
jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi
tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari
plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk
kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkn
dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi
histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
11
D. Klasifikasi Fraktur
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang dikemukakan
oleh para ahli:
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi :
a. Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi
menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta
mengenai seluruh kerteks.
b. Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak
menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).
2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia
luar, meliputi:
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak menonjol malalui kulit.
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan
dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.Fraktur
terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
• Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
• Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
• Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf otot dan kulit.
3. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:12
a. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak
dengan tulang lembek
b. Transverse yaitu patah melintang
c. Longitudinal yaitu patah memanjang
d. Oblique yaitu garis patah miring
e. Spiral yaitu patah melingkar
4. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan
fragmen yaitu:
a. Tidak ada dislokasi
b. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
• Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
• Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
• Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
• Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan
memendek.
E. Gambaran Klinik
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi kunik fraktur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
13
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
4. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis
dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
14
11. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur
F. Komplikasi
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:
1. Shock
2. Infeksi
3. Nekrosis divaskuler
4. Cidera vaskuler dan saraf
5. Mal union
6. Borok akibat tekanan
G. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997),
yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula
(anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian
tulang yang rusak.
Beberapa tindakan yang bisa dilakukan sebagai pertolongan awal untuk
menangani korban luka patah tulang:
1. Kenali ciri awal patah tulang dengan memperhatikan riwayat trauma yang terjadi
karena; benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
mengalami patah tulang. Biasanya, pasien akan mengalami rasa nyeri yang amat sangat
dan bengkak hingga terjadinya perubahan bentuk yang kelihatannya tidak wajar
(seperti; membengkok atau memuntir).
15
2. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan usahakan untuk
menghentikan pendarahan dengan dibebat atau ditekan dengan perban atau kain bersih.
Lakukan reposisi (pengembalian tulang yang berubah ke posisi semula) namun hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli atau yang
sudah biasa melakukannya.
3. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai/ papan dari kedua sisi
tulang yang patah untuk menyangga agar posisinya tetap stabil.
Jenis-jenis fraktur reduction yaitu:
1. Manipulasi atau close red
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close
reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.
2. Open reduksi
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan
internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail.
Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan
dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk
sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.
3. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk
meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam yaitu:
4. Skin traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme
16
otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72
jam).
5. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang
untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang.
6. Maintenance traksi
Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada
tulang dengan kawat atau pins.
FRAKTUR COLLES
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada
pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan
biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang
menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan
menekan lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita.
Pada anak-anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius.
Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa.
Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada
tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles. (Armis, 2000). Ini adalah fraktur
yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan
permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki
riwayat jatuh pada tangan yang terentang. (Apley & Solomon, 1995).
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi
terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan
menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan
persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi ke arah dorsal,
17
radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus
styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial
menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal (Reksoprodjo, 1995)
Momok cedera tungkai atas adalah kekakuan, terutama bahu tetapi kadang-kadang siku atau
tangan. Dua hal yang harus terus menerus diingat :
(1) pada pasien manula, terbaik untuk tidak mempedulikan fraktur tetapi berkonsentrasi pada
pengembalian gerakan;
(2) apapun jenis cedera itu, dan bagaimanapun cara terapinya, jari harus mendapatkan latihan
sejak awal. (Apley & Solomon, 1995)
Melihat masih cukup tingginya angka kejadian fraktur Colles maka perlu diketahui
insidensi fraktur Colles di RSUD Saras Husada Purworejo, agar dapat dilakukan perawatan dan
penanganan secara intensif pada tiap-tiap kasusnya.
DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Cedera
yang digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius
tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. (Apley & Solomon,
1995)
EPIDEMIOLOGI
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ lebih sering ditemukan pada wanita, dan
jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney, 1982). Secara umum insidennya
kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey
epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada
lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan
wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama
18
di mana fraktur Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980). Sisi kanan
lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai
adalah antara umur 50 – 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980).
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
• usia lanjut
• postmenopause
• massa otot rendah
• osteoporosis
• kurang gizi
• olaraga seperti sepakbola dll
• aktivitas seperti skating, skateboarding atau bike riding
• kekerasan
• ACR (albumin-creatinin ratio) yang tinggi efek ini kemungkinan disebabkan oleh
gangguan sekresi 1,25-dihidroksivitamin D, yang menyebabkan malabsoprsi
kalsium.
ANATOMI DAN KINESIOLOGI
Tulang radius ke arah distal membentuk permukaan yang lebar sampai persendian
dengan tulang carpalia. Dan peralihan antara dense cortex dan cancellous bone pada bagian distal
merupakan bagian yang sangat lemah dan mudah terjadi fraktur. Penting sekali diketahuii
kedudukan anatomis yang normal dari pergelangan tangan, terutama posisi dari ujung distal
radius.
19
Perlu diperhatikan 3 ukuran yang utama :
1. Radial height :
Yaitu jarak proccesus styloideus radii terhadap ulna. Diukur dari jarak antara garis
horizontal yang ditarik melalui ujung procesus styloideus radii dan melalui ujung distal
ulna. Ukuran normalnya kira-kira 1 cm.
2. Derajat “ulna tilt” atau “ulna deviation” dari permukaan sendi ujung distal radius
pada posisi anterior posterior.
Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar. Derajat miringnya
diukur dari besarnya sudut antara garis horizontall yang tegak lurus pada sumbu radius dan
garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 15 – 30 derajat, rata-rata 23 derajat.
3. Derajat “volar tilt” (volar deviation) dari permukaan sendi radius pada posisi lateral.
Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan. Besarnya diukur
dengan sudut antara garis horizontal tegak lurus sumbu radius dan garis yang sesuai dengan
permukaan sendi. Normal : 1 – 23 derajat, rata-rata 11 derajat.
Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
1. Posterior :
Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang mempunyai fungsi
ekstensi.
2. Anterior :
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai fungsi
fleksi lengan bawah dan tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator quadratus yang
berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk pronasi.
3. Lateral :
20
Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus radii yang
mempunyai fungsi utama sebagai supinasi.
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan navikulare
ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi
radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan ligament radiokarpal
kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligament dan simpai yang
memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam
meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral
ulna bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligament radioulnar
dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut kompleks rawan