Top Banner
22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah Fitrah merupakan asal kata dari fathara yang mempunyai makna asal ‘menciptakan’. 1 Sedangkan dalam Bahasa Arab fitrah dengan segala derivasinya mempunyai arti belahan, muncul, kejadian, dan penciptaan. 2 Fitrah secara bahasa juga mempunyai arti belahan, muncul, kejadian, dan penciptaan. 3 Lebih lanjut Achmad Mubarok menjelaskan bahwa jika fitrah dihubungkan dengan manusia, maka yang dimaksud dengan fitrah manusia adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaannya semenjak lahir, dalam bahasa Melayu sering disebut semula jadi (kejadian semula). Selain itu, fitrah manusia dapat dicari rumusan karakteristiknya melalui penelitian empirik, tetapi juga dapat dipahami melalui teks al-Qur’an. 4 Fitrah juga mengandung arti “kejadian”, oleh karena kata fitrah berasal dari kata fathara yang berarti “menjadikan”. 5 Makna fitrah secara etimologi juga mengandung arti “kejadian”, oleh karena itu makna fitrah itu berasal dari kata kerja fathara 1 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al- Ma’arif, 1980, hlm. 322 2 Nurwadjah Ahmad E.Q., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Hati yang Selamat Hingga Kisah Luqman, Bandung, Penerbit MARJA, 2007, hlm. 85 3 Achmad Mubarok, Sunatullah dalam Jiwa Manusia; IIIT Indonesia, Jakarta, Sebuah Pendekatan Psikologi Islam, 2003, hlm. 24 4 Achmad Mubarok menganalogikan fitrah manusia dan tentang manusia secara umum, ibarat brosur tentang suatu benda yang dikeluarkan atau diproduksioleh pabriknya. Manusia adalah ciptaan Allah swt., sedangkan al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang diantara ayat-ayatnya banyak yang menggali dan berbicara mengenai karakteristik manusia yang telah diciptakannya. Untuk lebih jelasnya lihat, Achmad Mubarok, Sunatullah dalam Jiwa Manusia; IIIT Indonesia, Jakarta, Sebuah Pendekatan Psikologi Islam, IIIT, 2003, hlm. 24 5 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 88
91

22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

Mar 20, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

22

BAB II

FITRAH DAN PENDIDIKAN

A. Fitrah

1. Makna Fitrah

Fitrah merupakan asal kata dari fathara yang mempunyai makna asal

‘menciptakan’.1 Sedangkan dalam Bahasa Arab fitrah dengan segala

derivasinya mempunyai arti belahan, muncul, kejadian, dan penciptaan.2

Fitrah secara bahasa juga mempunyai arti belahan, muncul, kejadian, dan

penciptaan.3 Lebih lanjut Achmad Mubarok menjelaskan bahwa jika fitrah

dihubungkan dengan manusia, maka yang dimaksud dengan fitrah manusia

adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaannya semenjak lahir, dalam

bahasa Melayu sering disebut semula jadi (kejadian semula). Selain itu, fitrah

manusia dapat dicari rumusan karakteristiknya melalui penelitian empirik,

tetapi juga dapat dipahami melalui teks al-Qur’an.4 Fitrah juga mengandung

arti “kejadian”, oleh karena kata fitrah berasal dari kata fathara yang berarti

“menjadikan”.5 Makna fitrah secara etimologi juga mengandung arti

“kejadian”, oleh karena itu makna fitrah itu berasal dari kata kerja fathara

1 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-

Ma’arif, 1980, hlm. 322

2 Nurwadjah Ahmad E.Q., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Hati yang Selamat Hingga Kisah

Luqman, Bandung, Penerbit MARJA, 2007, hlm. 85

3 Achmad Mubarok, Sunatullah dalam Jiwa Manusia; IIIT Indonesia, Jakarta, Sebuah

Pendekatan Psikologi Islam, 2003, hlm. 24

4 Achmad Mubarok menganalogikan fitrah manusia dan tentang manusia secara umum,

ibarat brosur tentang suatu benda yang dikeluarkan atau diproduksioleh pabriknya. Manusia adalah

ciptaan Allah swt., sedangkan al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang diantara ayat-ayatnya

banyak yang menggali dan berbicara mengenai karakteristik manusia yang telah diciptakannya.

Untuk lebih jelasnya lihat, Achmad Mubarok, Sunatullah dalam Jiwa Manusia; IIIT Indonesia,

Jakarta, Sebuah Pendekatan Psikologi Islam, IIIT, 2003, hlm. 24

5 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 88

Page 2: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

23

yang berarti “menjadikan”.6 Adapun menurut M. Quraish Shihab dari segi

bahasa kata fitrah terambil dari kata fatrh yang berarti belahan, dan dari

makna ini lahirlah makna-makna yang lainnya seperti, penciptaan atau

kejadian. Selanjutnya dipahami juga bahwa fatrh adalah bagian dari khalq

(penciptaan) Allah swt. Sedangkan mengenai hal apakah fitrah yang Allah

swt. Berikan kepada manusia tersebut terbatas hanya kepada fitrah agama

saja, Muhammad bin Askur yang dikutip M. Quraish Shihab mengatakan

bahwa: “fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah swt. pada

setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang

diciptakan Allah swt. pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan

akalnya (rohaninya).7 Sedangkan menurut istilah banyak para ahli

memberikan interpretasi yang beragam. Adapun secara umum fitrah adalah

potensi alami yang dimiliki setiap individu manusia.8 Hal yang sama juga

diungkapkan Syahminan Zaini, menurutnya fitrah adalah potensi laten atau

kekuatan terpendam yang ada dalam diri manusia yang dibawanya sejak

lahir.9 Dengan kata lain fitrah adalah segala potensi yang dianugerahkan

Allah swt. yang dibawa oleh manusia semenjak ia lahir (man’s natural

powers).

Fitrah juga dapat diartikan sebagai suatu dorongan keingintahuan

manusia kepada kebenaran yang dibawanya semenjak lahir. Motivasi atau

dorongan keingintahuan manusia terhadap kebenaran ini, Allah swt.

6 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 1997, hlm. 126

7 M. Quraih Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1995, hlm. 283

8 Sama’un Bakry, Menggagas Konsep IPI, Bandung Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 67

9 Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Kalam Mulia,

1986, hlm. 5

Page 3: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

24

anugerahkan kepada setiap individu manusia, sedangkan digunakan atau

tidaknya fitrah ini oleh manusia tergantung pada manusianya itu sendiri.

Dengan demikian fitrah pada dasarnya baik dan sempurna, fitrah juga

memiliki probabilitas untuk menjadi baik dan buruk. Oleh karena itu, fitrah

juga dapat diartikan sebagai dasar-dasar kemampuan manusia untuk

menerima pendidikan dan pengajaran.10

Menurut HM. Arifin yang dikutif Sama’un Bakry11, didalam diri

manusia selalu terdapat dua potensi yang sama-sama kuat, yaitu potensi yang

akan membawa seseorang kepada ketaqwaan (fitrah positif) dan potensi yang

akan membawa seseorang menuju kefasikan (fitrah negatif), oleh karena itu

fitrah yang membawa seseorang kepada kecenderungan menuju ke-hahanifan

pun akan selalu mengalami sentuhan-sentuhan dari potensi lainnya. Adapun

Muhammad Fadlil Al-Jamaly yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib

memberikan makna fitrah sebagai kemampuan dasar dan kecenderungan yang

murni (natural) bagi setiap individu.12 Selanjutnya ia menjelaskan bahwa

fitrah ini lahir dalam bentuk yang paling sederhana dan sangat terbatas,

kemudian saling mempengaruhi dengan lingkugan sekitarnya, sehingga

tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik atau bahkan sebaliknya.

10 Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta, Bumi Aksara, 1991,

hlm. 65. Coba bandingkan dengan hadist Nabi pada footnote no. 6

11 Sama’un Bakry, Menggagas Konsep IPI, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm.

67

12 Muhaimin & A. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, Trigenda Karya, 1993,

hlm. 27

Page 4: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

25

Imam Al-Ghazali mendefinisikan fitrah sebagai dasar manusia yang

diperolehnya semenjak ia lahir dengan memiliki berbagai keistimewaan

antara lain :

a. Beriman kepada Allah

b. Memiliki kemampuan / daya untuk menerima kebaikan dan keturunan atau

dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.

c. Memiliki dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang

berujud daya untuk berpikir.

d. Memiliki dorongan biologis yang berupa syahwat (sensual pleasure),

ghodob, dan tabiat (insting).

e. Memiliki kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat

dikembangkan dan dapat disempurnakan.13

Konsep fitrah Al-Ghazali di atas, hampir senada dengan teori Francis

Bacon mengenai jiwa manusia yang berakal mempunyai suatu kemampuan

triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imaginatio), dan akal (ratio).

Ketiganya merupakan dasar segala pengetahuan.14 Ingatan menyangkut apa

yang sudah diperiksa dan diselidiki (historia), daya khayal menyangkut

keindahan (estetika), dan akal yang menyangkut filsafat (philosophia) sebaga

hasil kerja akal.

13 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazaly, Jakarta, Bumi Aksara, 1991,

hlm. 66-67

14 C. Verhaak & R. Haryono Imam, Jakarta, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Telaah Atas

Kerja Ilmu-ilmu, Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm. 139

Page 5: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

26

Ali Issa Othman15 dalam Manusia Menurut Al-Ghazaly memaknai fitrah

sebagai inti (core) dari sifat alamiah manusia yang secara alami pula

berkeinginan mengetahui dan mengenal Allah swt., yang tidak terbawa oleh

pengaruh-pengaruh yang menyimpang dari kebenaran dan dituntun oleh

kebenaran itu. Dengan kata lain, fitrah adalah kebenaran yang telah dimiliki

manusia yang secara alami telah ada ketika manusia lahir ke dunia.

Menurut Abdullah Ali terdapat dua potensi besar yang telah Allah swt.

anugerahkan kepada manusia yaitu potensi akal dan potensi nafsu.16 Lebih

lanjut ia menjelaskan, kedua potensi ini secara biologis berperan tarik

menarik dalam kepentingan. Akal mengantarkan manusia untuk berpikir

secara jernih dan sehat, sementara potensi nafsu mendorong manusia untuk

selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan.

Adapun Muhaimin dan Abdul Mujib17 dalam bukunya ‘Pemikiran

Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya’

mengungkapkan makna fitrah sebagai berikut :

a. Fitrah berarti suci (thuhr), pemaknaan fitrah dengan suci ini mereka rujuk

dari pendapat Al-Auza’iy yaitu fitrah adalah kesucian, dalam jasmani dan

rohani.

b. Fitrah berarti Islam (dienul Islam).

c. Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah swt. (at-tauhid).18

15 Ali Isa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazaly, Bandung, PUSTAKA-Perpustakaan

Salman ITB, 1981, hlm. 28

16 Abdullah Ali, Antropolog Dakwah, Cirebon, KPI Stain Press, 2004, hlm. 16

17 Muhaimin & A. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, Trigenda Karya, 1993,

hlm. 13-21

Page 6: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

27

d. Fitrah berarti murni (al-ikhlash). Hal ini mereka rujuk dari pendapat Ismail

Haqi Al-Barusawi dalam kitab ‘Tafsir Ruhul Bayan’, menurutnya manusia

lahir dengan berbagai sifat, salah stunya diantaranya adalah kemurnian

(keikhlasan) dalam menjaalankan suatu aktivitas.

e. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang mempunyai kecenderungan

untuk menerima kebenaran.

f. Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan

ma’rifatullah.

g. Fitrah berarti ketetapan atau kejadian asal mula manusia mengenai

kebahagiaan dan kesesatannya.

h. Fitrah berarti tabiat alami yang dimiliki manusia (human nature).

i. Fitrah berarti Al-Gharizah (insting) dan Al-Munazzalah (wahyu dari Allah

swt).19

Menurut A. Mujib fitrah sinonim dengan struktur kepribadian dalam

perspektif Islam.20 Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa struktur fitrah ini

memiliki tiga dimensi : (1) dimensi fisik (disebut dengan fitrah jasmani), (2)

dimensi psikis (yang disebut fitrah rohani), (3) dimensi psikologis (yang

disebut fitrah nafsani).21 Selain itu fitrah (potensi) dapat berupa keyakinan

18 Bandingkan dengan pendapat Hamka dalam, Tafsir Al-Azhar, Singapura, Pustaka

Nasional PTE LTD, 2003, hlm. 5516. Menurutnya semenjak akal tumbuh sebagai Insan,

pengakuan akan adanya yang Maha pencipta itu adalah fitrah. Untuk bahan perbandingan, lihat

juga Ibn Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1990, hlm. 82,

lihat juga ‘Aid al-Qarni Qisthi, Jakarta, Tafsir Al-Muyassar, 2008, hlm. 354, tafsir Al-Maraghi,

hlm. 237.

19 Untuk lebih jelasnya lihat Muhaimin & A. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam,

Bandung, Trigenda Karya, 1993, hlm, 13-21

20 Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta, Kalam Mulia, 2002, hlm. 122

21 Fitrah nafsani adalah dimensi psikofisik manusia yang memiliki tiga daya pokok yaitu

qalbu (struktur supra kesadaran), akal (struktur kesadaran), nafsu (struktur bawah sadar). Untuk

Page 7: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

28

beragama, perilaku untuk menjadi baik atau pun menjadi buruk adan lain

sebagainya yang kesemuanya harus dikembangkan agar ia dapat bertumbuh

kembang secara wajar sebagai hamba Allah swt.22

Fitrah bisa juga dimaknai inti (core) dari sifat alamiah manusia yang

secara alami pula ingin mengetahui dan mengenal Allah swt., yang tidak

terbawa oleh pengaruh-pengaruh yang menyimpang dari kebenaran dan

dituntun oleh kebenaran itu.23 Pendapat ini senada dengan ayat al-Qur’an

yang mempunyai makna : “tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah.”

Kepercayaan (keimanan) kepada Allah swt. merupakan fitrah (sifat yang

ditanamkan Allah ke dalam diri manusia sewaktu menciptakannya), dan tak

ada seorang pun yang bisa menghindari dorongan ‘fitrahnya’ untuk mencari

pengetahuan mengenai Allah swt. atau rasa ingin tahu mengenai eksistensi-

Nya.24

Meskipun diantara para mufassir dan filosof memaknai fitrah (potensi)

dengan interpretasi yang cukup beragam, hal ini tidaklah mengherankan

karena pada dasarnya makna fitrah (potensi) dalam al-Qur’an (perspektif

Islam) dengan potensi (fitrah) menurut para filosof (umum) sampai saat ini

lebih jelasnya lihat Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002, hlm. 122-123,

sebagai bahan perbandingan lihat juga Muhammad Alim, Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Kepribadian Muslim, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 61, menurutnya dalam pandangan sistem

nafsani manusia memiliki dimensi ruhani yang terdiri dari an-Nafs, al-‘Aql, al-Qalb, ar-Ruh, dan

basirah (pandangan batin rohani).

22 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 1997, hlm. 113

23 Ali Isa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazaly, Bandung, PUSTAKA-Perpustakaan

Salman ITB, 1981, hlm. 28

24 Ali Isa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazaly, Bandung, PUSTAKA-Perpustakaan

Salman ITB, 1981, hlm. 185

Page 8: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

29

pun masih merupakan polemik.25 Ibnu Katsir misalnya, dalam kitab tafsirnya

memaknai fitrah sebagai apa-apa yang mendasari dan menjiwai agama Islam

yang lurus.26 Sedangkan Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar-nya mengartikan

fitrah sebagai kesaksian manusia atas ke-tauhidan Allah swt. jauh ketika

manusia (roh manusia lebih tepatnya) masih berada dalam wujud ilmi.27

Fitrah juga menurut Hamka bisa bermakna al-Fithrat al-Islam.28 Begitu pula

dalam tafsir Al-Maraghi, Al-Maraghi sepertinya lebih cenderung memaknai

fitrah sebagai Al-Islam (agama Islam).29 Itulah beberapa pengertian fitrah

sebagai potensi manusia untuk mengenal, mengimani, dan meyakini

eksistensi Allah swt. sebagai Tuhan dan Islam sebagai satu-satunya agama

yang benar-benar diridloi keberadaannya oleh Allah swt.30

25 Polemik disini penulis maksudkan bukan pada makna yang nilainya lebih mengarah

pada aspek substantif dari fitrah itu sendiri, akan tetapi lebih kepada sisi harfiyah (istilah/bahasa)

yang digunakan; apakah fitrah itu sinonim dengan potensi. Karena secara substansi, pemaknaan

fitrah atau potensi baik dari sisi Islam maupun filsafat umum; penulis kira hampir mengarah

kepada suatu titik temu (sinergitas), yaitu fitrah atau potensi adalah sifat alami manusia (man’s

natural powers) yang telah ada ketika manusia itu dilahirkan.

26 Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1990, hlm.

237

27 Wujud ilmi maksudnya adalah ketika manusia (lebih tepatnya roh manusia) masih

berada dalam ilmu Tuhan, tetapi belum dilahirkan ke muka bumi.

28 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura, Pustaka Nasuonal PTE LTD, 2003, hlm. 5516-

5517

29 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang, PT. Karya

Toha Putra, 1992, hlm. 84

30 Q.S. Al-Maaidah: 3

Artinya:

“…pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan

kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa

terpaksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang.“

Page 9: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

30

Adapun dalam pandangan para filosof makna potensi (fitrah)

diinterpretasikan dengan cukup beragam pula. Hal ini menyebkan lahirnya

berbagai aliran dalam ilmu fisafat maupun psikologi, mulai dari yang halus

sampai dengan yang ekstrem sekalipun, untuk memberikan makna potensi

(fitrah).

John Locke (1632-1704 M) salah seorang tokoh filsafat Empirisme ini

berpendapat bahwa struktur kepribadian seseorang itu sangat ditentukan oleh

faktor-faktor lingkungan (eksternal), oleh sebab itu ia lebih menekankan

bahwa pengalaman manusia (melalui jalur formal seperti pendidikan yang

baik misalnya) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan

kepribadian seseorang. Teori ini bersifat optimistis. Berbeda dengan John

Locke (1632-1704 M), Arthur Schoupenhauer (1788-1860 M) seorang

tokoh filsafat spiritualisme berpendapat bahwa perkembangan kepribadian

seseorang hanya ditentukan oleh faktor-faktor hereditas (pembawaan).31

Karena teorinya yang cenderung mementingkan faktor hereditas inilah, maka

teorinya disebut juga teori Nativisme. Teori ini bersifat pesimistis.32

Secara kasat mata kedua teori di atas begitu ekstrem dalam

menginterpretasikan kepribadian dan fitrah (potensi) yang ada pada setiap

individu manusia. Di latar belakangi oleh kedua teori ini pulalah, yang

akhirnya melahirkan teori Convergensi dengan tokohnya William Stern

(1871-1938 M). Ia menganggap kedua teori tersebut kurang realistis,

menurutnya pada dasarnya setiap individu yang dilahirkan telah membawa

31 Faktor hereditas menurut penulis dapat pula dimaknai sebagai faktor internal manusia

yang berupa potensi alamiah manusia (fitrah) yang dimilikinya semenjak manusia itu lahir.

32 F. Patty, dkk., Pengantar Psikologi Umum, Surabaya, Usaha Nasional, 1982, hlm. 180

Page 10: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

31

sifat-sifat dan potensi-potensi tertentu. Akan tetapi, segala potensi yang

dimiliki setiap individu itu baru dapat berkembang secara maksimal dan

direalisasikan secara optimal apabila apabila telah melalui pengalaman yang

sarat dipengaruhi oleh lingkungan (environment). Dengan demikian, William

Stern mencoba memformulasikan antara teori empirisme dan teori nativisme

ke dalam sebuah wadah yaitu Convergensi.33 Hal yang sama juga

diungkapkan oleh Abu Ahmadi menurutnya baik konsepsi Empirisme

maupun konsepsi Nativisme kedua-duanya tidak tahan uji. Bahkan keduanya

memiliki beberapa kelemahan, kelemahan yang paling signifikan adalah

sifatnya yang cenderung eksklusif, ektrem, dan berat sebelah.34

Meskipun terdapat kesesuaian antara filsafat pendidikan Islam dan

aliran Empirisme, Nativisme, dan Convergensi, tetapi pada dasarnya terdapat

perbedaan yang sifatnya substantif dan essensial antara filsafat pendidikan

Islam dengan pendapat tokoh-tokoh tersebut di atas. Perbedaan yang paling

fundamental dan substantif adalah apabila filsafat pendidikan Islam berangkat

dari filsafat pendidikan theo-centris, sedangkan para tokoh tersebut berangkat

dari filsafat pendidikan anthropo-centris.35 Filsafat anthropo-centris dibangun

di atas prinsip bahwa manusia berada dalam posisi sentral di alam realitas.36

Aliran ini juga menggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat

intrakosmos dan impersonal, ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos

baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya.

33 F. Patty, dkk., Pengantar Psikologi Umum, Surabaya, Usaha Nasional, 1982, hlm. 181

34 Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Semarang, II/CV. Toha Putera, 1976, hlm. 92

35 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994, hlm. 16

36 H. Jono & Cecep Sumarna, Melacak Jejak Filsafat, Bandung, Sangga Buana, 2006,

hlm. 87

Page 11: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

32

Sedangkan aliran theo-centris beranggapan bahwa hakikat realitas transenden

bersifat suprakosmos, personal, dan ketuhanan.37

Fitrah bisa juga diartikan kemampuan dasar untuk berkembang dalam

pola dasar keislaman (fitrah Islamiyah), karena pada dasarnya manusia

memiliki faktor kelemahan yang ada pada dirinya sebagai makhluk ciptaan

Tuhan yang berkecenderungan untuk berserah diri kepada kekuasaan-Nya.38

Perkembangangan fitrah (potensi) manusia tidak akan pernah lepas dari

pengaruh faktor-faktor yang yang lain, baik yang sifatnya internal (dari dalam

diri manusia itu sendiri) maupun yang sifatnya eksternal (lingkungan).

Menurut M.J. Lengeveld suatu pola perkembangan dalam diri manusia

dipengaruhi oleh empat hal, yaitu faktor pengaruh dari pembawaan, faktor

pengaruh dari lingkungan sekitar, faktor emansipasi (berupa kehendak bebas

dari orang lain), dan faktor pengaruh dari usaha ekplorasi (penjelajahan

terhdap kondisi dunia sekitar).39 Lebih lanjut Lengeveld menjelaskan,

kesemua faktor di atas sangat mempengaruhi terhadap terbentuknya pola

kepribadian seorang individu terutama pada saat ia menginjak dewasa.

Sedikit berbeda dengan pendapat Lengeveld, A. Sigit merumuskan

perkembangan manusia melalui proses, yang terdiri dari tiga faktor, ketiga

faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga

faktor tersebut yaitu faktor pembawaan, faktor lingkungan sekitar, dan faktor

37 Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung, Pustaka Setia, 2003, hlm. 34-

35

38 H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm. 160

39 H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm. 63

Page 12: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

33

dialektis (terjadinya saling mempengaruhi antara faktor bawaan dengan faktor

lingkungan).

Essensi dari perkembangan itu sendiri adalah terjadinya suatu

perubahan, perubahan ke arah yang lebih maju (progress) dan lebih dewasa.40

Adapun secara teknis perubahan lazim juga disebut proses, dalam proses

perkembangannya tersebut terdapat interpretasi yang beragam dari para ahli

sehingga melahirkan tiga aliran :

(1) Aliran Asosiasi. Aliran ini berpendapat bahwa pada hakikatnya

perkembangan itu adalah proses asosiasi.

(2) Psikologi Gestalt. Menurut aliran psikologi Gestalt perkembangan

adalah proses differensiasi.

(3) Aliran Sosiologis. Tokoh-tokoh aliran ini beranggapan bahwa

perkembangan adalah proses sosialisasi.41

John Locke (1632-1704 M) seorang filosof berkebangsaan Inggris

merupakan seorang tokoh aliran falsafat jiwa, yang disebut ilmu jiwa

asosiasi. Asosiasi dalam ilmu jiwa berarti gabungan atau hubungan antara

dua atau lebih tanggapan, ingatan, dan sebagainya, yang demikian erat

40 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta, Rajawali Pers, 1991, hlm. 178

41 Asosiasi beranggapan primer adalah bagian-bagian, bagian-bagian sudah ada terlebih

dahulu, sedangkan keseluruhan ada kemudian (Suryabrata, hm. 178). Golongan asosiasionis

berpendapat bahwa jiwa manusia terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana, yang terus

mengalami perkembangan secara kontinu (berkesinambungan) yang berlangsung terus menerus

antara yang satu dengan lainnya oleh dalil-dalil asosiasi, yaitu reflections, senstions, ideas, dan

impressions (Gerungan, hlm. 22-23). Adapun psikologi Gestalt dengan pandangannya bahwa

perkembangan adalah proses differensiasi. Dalam proses differensiasi tersebut primer adalah

keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder; bagian-bagian tersebut hanya merupakan

bagian dari keseluruhan itu sendiri dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain.

Dengan demikian, keseluruhan sudah ada terlebih dahulu, kemudian baru disusul oleh bagian-

bagiannya. Sedangkan aliran sosiologis, menurut aliran ini manusia pada mulanya bersifat a-

sosial/pra sosial, kemudian berkembang secara perlahan disosialisasikan. Untuk lebih jelasnya,

lihat Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hlm. 178-184. Lihat juga W.A. Gerungan,

Psikologi Sosial, hlm. 22-26

Page 13: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

34

sehingga apabila memikirkan tentang sesuatu hal, maka secara otomatis pula

akan melahirkan tanggapan (hal) yang kedua dalam pikiran kita. Maka

dengan sendirinya kedua hal tersebut akan terasosiasi dalam alam pikiran

kita.42 Menurut aliran ilmu jiwa asosiasi proses berpikir tidak lain hanyalah

sebuah rentetan (gabungan) ingatan akan pengalaman sederhana yang telah

terasosiasi anatara yang satu dengan lainnya. Sedangkan menurut Plato (427-

347 SM) jiwa manusia terbagi atas dua bagian, yaitu jiwa badaniah dan jiwa

rohaniah. Kedua jiwa tersebut masing-masing memiliki kemampuan-

kemampuan (fitrah/potensi), yang terdiri dari kecerdasan, kemauan, dan

nafsu daya perasaan. Ketiga kemampuan tersebut memiliki masing-masing

tempat di dalam raga manusia, yaitu kecerdasan adanya di kepala, kemauan

adanya di dada, sedangkan nafsu adanya di perut.

Al-Ghazaly seorang ulama, pemikir, dan ahli tasawuf Islam terkemuka,

beliau lebih menekankan potensi rasio daripada potensi kejiwaan yang

lainnya; menurutnya meskipun potensi rasio manusia dipandang berada di

dalam kekuasaan Tuhan, tetapi kekuasaan Tuhan adalah yang pertama

sedangkan rasio manusia adalah yang kedua. Lebih tegas lagi beliau

menyatakan : “secara potensial, pengetahuan itu ada di dalam jiwa manusia

bagaikan benih di dalam tanah. Dengan melalui belajar potensi itu baru

menjadi aktual.”43 Dalam pernyataannya ini Al-Ghazaly seolah ingin

menyatakan bahwa secara alamiah setiap jiwa manusia telsh dianugerahkan

pengetahuan dan kemampuan (disposisi), pengetahuan baru akan bisa

42 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung, PT. Erisco, 1996, hlm. 8-9

43 H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm. 102

Page 14: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

35

diberdayagunakan dengan maksimal harus terlebih dahulu ‘dibuka’ dengan

proses belajar. Tuhan menciptakan potensi atau daya-daya dalam diri

manusia, adapun proses perkembangan potensi atau daya-daya tersebut,

manusia memiliki kemerdekaan (tersearah pada manusia itu sendiri).44

Manusia kehendak bebas (free act) dan mempunyai peluang (chances)

menjadi orang yang jahat bagaikan syetan, dan manusia pun berpeluang untuk

menjadi seorang yang shaleh dekat dengan Tuhan bagaikan Malaikat,

sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 164.45

Dalam filsafat pendidikan theo-centris memandang bahwa segala yang

diciptakan Allah swt. berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang telah

ditetapkan-Nya dan kembali kepada kepbenaran-Nya. Setiap manusia yang

terlahir ke dunia ini terlebih dahulu telah disesuaikan fitrahnya dan

perkembangan segala daya atau potensi yang dimilikinya tergantung kepada

lingkungan (millieu) serta pendidikan yang diperolehnya.

Menurut ajaran Islam, sifat atau ciri-ciri bawaan/hereditas manusia

adalah fitrah.46 Dengan kata lain, fitrah adalah potensi atau kekuatan laten

(terpendam) dalam diri manusia, yang ada dan telah tercipta bersama dengan

44 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994, hlm. 1

45 Q.S. Al-An’am: 164

Artinya: “Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan

bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali

kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian

kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu

perselisihkan."

46 Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya, Karya Abditama, 1994, hlm. 27

Page 15: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

36

proses penciptaan manusia itu sendiri. Fitrah (potensi) pada hakikatnya

merupakan ketetapan taqdir yang telah ditetapkan Allah swt. terhadap semua

makhluk-Nya, semenjak awal proses penciptaannya, bahkan ketika ruh

ditiupkan.47 Potensi sinonim juga dengan jiwa (Indonesia), psyche (Yunani),

dan Nafs (Arab), yang terpendam dalam diri, yang menyebabkan dan

menjadikan manusia dan makhluk-makhluk lainnya tumbuh, berkembang,

berperilaku (berkehidupan).48 Sedangkan para filosof membagi jiwa (nafs)

atau daya hidup kedalam empat kategori, yaitu :

(1) Daya Vegetatif, sifatnya selalu tumbuh dan berkembang sebagaimana

gejalanya nampak pada dunia tumbuh-tumbuhan, disebut juga nafs an

nabaty (jiwa tumbuh-tumbuhan).

(2) Daya sensoris, yaitu mempunyai penginderaan dan berpindah

sebagaimana yang nampak pada perilaku hewan, disebut nafs al-hayany

(jiwa tumbuh-tumbuhan).

(3) Daya rasional, mempunyai sifat berpikir, berkehendak, merasa (cipta,

rasa, karsa), gejalanya nampak secara khusus pada perilaku manusia,

disebut nafs al-insany (daya manusiawi/daya akal).

47 Bandingkan dengan teori Plato mengenai ‘Alam-Ide’ dalam M. Baqir Ash Shadr,

Falsafatuna, Bandung, Penerbit Mizan, 1994, hlm. 26-30, mengenai ‘Konsepsi dan Sumber-

Pokoknya.’ Mengenai hal ini dapat dilihat pula dalam Q.S. Al-A’raf: 172

Artinya: "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami

menjadi saksi".

48 Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya, Karya Abditama, 1994, hlm. 5

Page 16: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

37

(4) Daya ruh, memiliki sifat taat, tunduk dan patuh dengan sebenarnya kepada

Tuhan, sebagaimana yang dimiliki oleh para Malaikat.49

2. Hakikat Manusia

Omar Muhammad al-Taomy al-Syaibany berpendapat bahwa hakikat

manusia terdiri dari badan, akal, dan ruh. Ketiga dimensi ini ia ibaratkan

laksana “segi tiga” yang ketiga sisinya memiliki panjang yang sama.50 Lebih

lanjut ia menjelaskan, antara akal, ruh dan jasmani merupakan hal yang utama

dalam kepribadian manusia. Oleh karena itu menurutnya, kemajuan,

kebahagiaan, dan kesempurnaan kepribadian manusia tergantung kepada

keselarasan dan keharmonisan antara ketiga dimensi pokok tersebut.

Menurut Ahmad Tafsir terdapat tiga topik yang akan ikut terbawa

ketika hakikat manusia dibahas, yaitu pertama, manusia menurut manusia,

dalam pembahasan ini akan menyangkut definisi-definisi tentang manusia

menurut tokoh- tokoh, kedua manusia menurut Tuhan, dalam kajian seperti

ini biasanya yang akan menjadi referensi adalah firman-firman Allah (ayat-

ayat al-Qur’an), dan yang ketiga adalah mengenai inti manusia yang

mengarahkan ke mana pendidikan seharusnya difokuskan agar manusia (anak

didik) menjadi manusia.51

49 Daya ruh adalah salah satu bagian dari jiwa manusia menurut para filosof Islam,

sedangkan bagian jiwa yang terdiri dari daya vegetatif, daya sensoris, daya rasional, adalah

pendapat filosof Barat (umum). Untuk lebih jelasnya lihat Tadjab dalam Ilmu Jiwa Pendidikan,

Surabaya, Karya Abditama, 1994, hlm. 5-7

50 Omar Muhammad al-Taomy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan

Langgulung, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, hlm. 130. Bandingkan dengan Ahmad Tafsir dalam,

Filsafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung, 2006, hlm. 26. Tafsir menyebutnya bukan

badan, akal dan ruh, ia menyebutnya sebagai akal, ruhani, dan jasmani, dengan sumber redaksi

yang sama.

51 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 7

Page 17: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

38

Pertama mengenai manusia menurut manusia ini diambil dari

pendapat beberapa tokoh, beberapa diantaranya Socrates (470-399 SM)

menurutnya salah satu hakikat manusia adalah rasa ingin tahunya (curiousity)

yang dimiliki manusia, untuk itu maka manusia membutuhkan bantuan dari

orang lain dalam memenuhi rasa ingintahunya tersebut; hal ini disebabkan

manusia tidak mungkin mengetahui segala hal tanpa adanya intervensi dari

manusia lainnya.52 Plato (-347 SM) melihat manusia sebagai entitas non-

material yang dapat terpisah dari tubuh, menurutnya jiwa itu telah ada lebih

dahulu sebelum manusia itu lahir. Oleh karena itu menurutnya, jiwa itu kekal

dan abadi.53 Lebih lanjut Plato menjelaskan terdapat tiga unsur dari hakikat

manusia yaitu roh, rasio dan nafsu (kesenangan).54 Plato juga berpendapat

52 Socrates menganalogikan orang yang memberikan bantuan tersebut laksana bidan yang

sedang membantu seorang bayi yang akan keluar dari rahim ibunya, tanpa mengetahui bagaimana

caranya keluar. Untuk lebih jelasnya lihat Ahmad Tafsir dalam Filasafat Pendidikan Islami,

Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 8-9

53 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 9.

Pendapat Plato ini terkenal dengan teori “alam ide”. Coba bandingkan dengan Muhammad Baqir

As-Shadr dalam Falsafatuna, Penerbit Mizan, Bandung, 1994, hlm. 27, Plato berkeyakinan bahwa

jiwa manusia ada dalam bentuk berdiri sendiri, terlepas dari badan, sebelum badan itu ada. Lihat

juga Jan Hendrik Rapar dalam, Pengantar Filasafat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1996, hlm.

50, mengenai pendapat Plato bahwa manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Tubuh adalah musuh

jiwa, karena tubuh selalu membawa kejahatan bagi jiwa yang berada di dalam tubuh. Oleh karena

itu, menuruut Plato tubuh merupakan penjara bagi jiwa. Lihat juga penjelasan mengenai hal ini

dalam Q.S. Al-A’raf ayat 172.

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi

mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku

Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami

lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami

(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)."

54 Kaitannya dengan ketiga unsur di atas, dalam tataran aktualisasinya Plato

menganalogikannya ruh sebagai kuda putih yang menarik kereta bersama kuda hitam (nafsu), yang

dikendalikan oleh kusir yaitu rasio yang berusaha mengontrol laju kereta. Akan tetapi dalam hal

ini sepertinya Plato melupakan fungsi hati (qalb) yang mempunyai peran sentral dalam ajaran

Page 18: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

39

bahwa, jiwa manusia terbagi atas dua bagian, yaitu jiwa badaniah dan jiwa

rohaniah. Kedua jiwa tersebut masing-masing memiliki kemampuan-

kemampuan (fitrah/potensi), yang terdiri dari kecerdasan, kemauan, dan

nafsu daya perasaan. Ketiga kemampuan tersebut memiliki masing-masing

tempat di dalam raga manusia, yaitu kecerdasan adanya di kepala, kemauan

adanya di dada, sedangkan nafsu adanya di perut.

Rene Descartes (1596-1650 M) seorang filosof berkebangsaan

Perancis yang menjunjung penggunaan rasio manusia. Descartes adalah

penganut paham Rasionalisme sejati, ungkapan yang terkenal adalah cogito

ergo sum (aku ada karena aku berpikir). Sedangkan yang terpenting dari

pemikiran Descartes adalah pendapatnya tengang akal (rasio) yang

merupakan sebagai hakikat manusia yang paling urgen.55 Tokoh filsafat

lainnya yang memposisikan tentang pentingnya posisi rasio adalah

Immanuel Kant (1724-1804 M) filosof berkebangsaan Jerman, menurutnya

manusia adalah makhluk rasional.56

Thomas Hobbes (1588-1629 M) filosof penganut Empirisme, ia

terkenal dengan teori maknis dalam disiplin ilmu psikologi. Menurutnya

dalam perilakunya manusia selalu adanya tujuan dan hal yang mendasarinya.

Oleh kerena itu menurut Hobbes setiap individu manusia pada hakikatnya

hanya mementingkan dirinya sendiri (individualistis), akan tetapi dalam

Islam. Salah satu tokoh atau filosof Islam yang memandang pentingnya hati (qalb) bagi manusia

adalah Imam al-Ghazali, setiap kali ia membahas tentang jiwa dan hakikat manusia; maka tidak

akan perbah lepas dari empat kata yaitu: hati (qalb), ruh (ar-Ruh), jiwa (an-Nafs), dan akal (al-

Aql). Untuk lebih jelasnya lihat Hasan Langgulung dalam, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta,

Al-Husna, 1992, hlm. 270-273

55 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 11-13

56 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 13

Page 19: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

40

proses pemenuhan pribadinya tersebut manusia selalu dihadapkan pada

problema dan hak-hak orang lain sehingga terpaksa mengakui sekaligus

menghormati hak-hak orang lain tersebut. Kesimpulannya, kontrak sosial

menjadi salah satu dari hakikat manusia.57 John Locke (1623-1704 M)

seorang filosof berkebangsaan Inggris, ia terkenal dengan teori tabula rasa-

nya dimana jiwa manusia laksana meja lilin yang belum terdapat tulisan.

Maka pengalaman-pengalaman empiris manusialah yang akan menghiasi

bersihnya jiwa manusia tersebut. Pengalaman dan pendidikan adalah dua

faktor yang akan sangat berpengaruh terhadap pribadi seseorang.58

Kedua manusia menurut Tuhan, menurut Tafsir penjelasan tentang

manusia menurut Tuhan adalah sebaik-baiknya teori dibandingkan teori

hakikat manusia menurut manusia.59 Dalam al-Qur’an60 Allah swt.

57 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung, 2006 hlm. 12-13

58 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung, 2006 hlm. 13

59 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung, 2006, hlm. 14

60 Q.S. al-Mu’minun ayat 12-16.

Artinya: “(12) Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)

dari tanah, .(13) Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang

kokoh (rahim), (14) Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu

kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang

belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)

lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik, (15) Kemudian, sesudah itu,

Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, (16) Kemudian, Sesungguhnya kamu

sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.”

Ayat 12-16 Surat al-Mu’minuun ini menerangkan mengenai proses penciptaan manusia yang

dimulai dari nuthfah, nuthfah ini dijadikan darah beku, darah beku dijadikan mudghah, mudghah

Page 20: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

41

menerangkan mengenai konsep manusia sebagai makhluk yang diciptakan-

Nya dari intisari tanah yang dijadikan nuthfah dan disimpan di tempat yang

kokoh. Menurut Harun Nasution, apabila dilihat dari al-Qur’an khususnya

dalam surat al-Mu’minuun ayat 12-16 tersebut, maka pada dasarnya manusia

tersusun dari dua unsur yaitu materi dan immateri, jasmani dan rohani.61

Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa tubuh manusia yang berasal dari tanah

(materi) akan kembali menjadi tanah; sedangkan ruh berasal dari substansi

immateri (ghaib) maka ruh atau jiwa itu pun akan kembali lagi ke alam

immateri (ghaib). Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk ciptaan

Allah swt. oleh karena manusia berasal dan ciptaan, maka manusia akan

kembali serta mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya kepada

Allah juga.62 Dengan demikian, manusia adalah jembatan antara langit dan

bumi, instrumen yang menjadi perwujudan dan kristalisasi kehendak Allah

swt. di dunia.63 Karena itu pulalah menurut Seyyed Hossein Nasr, posisi

dijadikan tulang, yang dibalut oleh daging, setelah itu dijadikanlah ia sebagai manusia sempurna.

Dalam ayat lain Q.S. Al-Sajdah ayat 7-9

Artinya: “(7) Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai

penciptaan manusia dari tanah., (8) Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air

yang hina., (9) Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya

dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali

bersyukur.” Allah swt. kembali meniupkan ruh setelah manusia mengambil bentuk dari segi fisik

(panca indera). Maka dianugerahkanlah kepadanya, pendengaran, penglihatan, dan perasaan.

Untuk lebih jelasnya coba lihat Harun Nasution dalam Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran,

Bandung, Mizan, 1996, hlm. 37-38.

61 Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran, Bandung, Mizan, 1996, hlm. 37

62 Untuk lebih jelasnya lihat Ahmad Tafsir dalam, Filasafat Pendidikan Islami,

Rosdakarya, Bandung, 2006, pada bagian Manusia Menurut Tuhan, hlm. 14-24

63 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, Bandung, Mizan, 1994, hlm. 40

Page 21: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

42

manusia dalam perspektif Islam adalah khalifah (wakil) Allah swt. di muka

bumi sekaligus ‘abdi-Nya (‘abd). Antara peran khalifah dan ‘abd, kedua-

duanya secara bersamaan membentuk sifat fundamental manusia; yaitu

sebagai khalifah-Nya manusia diharuskan patuh kepada semua kehendak

Allah swt., sedangkan sebagai ‘abd-Nya, manusia diharuskan bersifat aktif

terutama dikarenakan manusia adalah wakil Allah swt. di dunia ini.

Ketiga Inti Manusia, menemukan dan mengetahui inti dari manusia

adalah hal yang sangat urgen dalam proses pendidikan yang memiliki tujuan

memanusiakan manusia.64 Dalam hal ini Tafsir mencoba menyadarkan bahwa

orang seringkali keliru ketika mendesain pendidikan. Menurutnya kesalahan

selama ini, pendidikan didesain secara parsial belum terintegrasi. Di satu

pihak ada yang menekankan pendidikan dari aspek jasmaninya saja, dan

mengabaikan aspek rohani (ini adalah sistem pendidikan yang dianut Barat).

Berbeda dengan Islam, Islam mencoba mengintegrasikan antara aspek

jasmani dan rohani dalam pendidikan secara bersamaan, sehingga akan

tercipta keseimbangan (balancing). Hal ini disebabkan pendidikan Islam

berazas theo-centris, sedangkan pendidikan Barat adalah berasas antropho-

centris.65

Islam juga berpandangan bahwa hakikat manusia adalah keterikatan

antara badan dan ruh, kedua-duanya merupakn substansi yang berdiri sendiri,

yang tidak memiliki ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya.

Dua-duanya adalah substansi alam, alam adalah makhluk ciptaan Allah; maka

64 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006 hlm. 27

65 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994, hlm 16

Page 22: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

43

baik badan, ruh, maupun alam, kesemuanya merupakan makhluk yang

diciptakan Allah swt.66

Tubuh manusia sendiri mempunyai daya-daya jasmani (fisik), yaitu

mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium, dan daya gerak.67 Hal senada

juga diungkapkan Ramayulis, menurutnya unsur tubuh dan kehidupan

menyebabkan manusia sama dengan binatang, sedangkan unsur ruh (jiwa)

menyebabkan manusia berbeda dengan binatang. Unsur ruh inilah yang

menyebabkan manusia memiliki akal, penglihatan, pendengaran, perasaan,

dan hati nurani.68 Demikian pula dengan apa yang diungkapkan D.C. Mulder,

yang dikutip Muhammad Alim, menurutnya manusia adalah makhluk yang

berakal, akallah yang menjadi pembeda pokok antara manusia dengan

binatang, akallah yang menjadi dasar dari segala kebudayaan.69 Sedangkan

menurut Francis Bacon manusia memiliki jiwa yang berakal dan mempunyai

suatu kemampuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal

(imaginatio), dan akal (ratio). Ketiganya merupakan dasar segala

pengetahuan.70 Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan diselidiki

(historia), daya khayal menyangkut keindahan (estetika), dan akal yang

menyangkut filsafat (philosophia) sebaga hasil kerja akal.

66 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan Islam,

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta, Depag RI,

1983/1984, hlm. 75

67 Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran, Bandung, Mizan, hlm. 37

68 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 53

69 Muhammad Alim, Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung,

Rosdakarya, 2006, hlm. 61

70 C. Verhaak & R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Telaah Atas Kerja Ilmu-

ilmu, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm. 139

Page 23: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

44

Adapun ruh masuk ke dalam daya rohani manusia mempunyai dua

daya yaitu, daya berpikir yang disebut akal dan berpusat di kepala dan daya

merasa yang disebut kalbu dan berpusat di dada. Daya pikir dan daya rasa

batin inilah yang membedakan manusia dengan hewan dan makhluk-makhluk

ciptaan Allah lainnya. Apabila kedua daya ini dikembangkan secara

maksimal oleh manusia, maka membawa manusia menuju kesempurnaan

yang dimaksud Allah swt., yaitu sebagai khalifah-Nya di bumi.71 Berpikir

menurut Jujun S. Suriasumantri merupakan karakteristik dari hakikat

manusia, karena dengan berpikir manusia menjadi manusia.72 Lebih lanjut ia

menjelaskan, berpikir pada dasarnya merupakan proses yang membuahkan

pengetahuan. Kemampuan berpikir adalah kemampuan yang hanya dimiliki

manusia, sehingga eksitensi manusia sangat ditentukan oleh kemampuan

berpikirnya tersebut, juga merupakan ciri khas manusia, bahkan hakikat

manusia itu sendiri ditentukan oleh kemampuan berpikirnya.73 Akan tetapi,

meskipun demikian akal apabila tidak dapat dimanfaatkan dengan baik, ia

akan membawa manusia kepada dua situasi yang berbeda; yaitu ia bisa

menjadi driving force kepada kebaikan, sekaligus sebagai driving force

kepada kejahatan.74 Menurut Cecep Sumarna, ia (akal) laksana dua sisi mata

71 Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran, Bandung, Mizan, 1996,

hlm. 37

72 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1995,

hlm.1

73 Musa Asy’ari, Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 215-216

74 Cecep Sumarna, Revolusi Peradaban; Usaha Menemukan Tuhan dalam Batang Tubuh

Ilmu, Bandung, PT. sAe, 2008, hlm. 19

Page 24: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

45

pedang yang apabila yang mempunyai akal itu tidak dapat mempergunakan

akalnya dengan sehat, maka justru ia dapat membahayakannya.

Kemampuan berpikir yang dimiliki manusia merupakan karakteristik

yang khas yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan Allah swt. selainnya,

dengan kemampuannya ini manusia mampu menunjukkan eksistensinya dan

kualitasnya, sekaligus membedakannya dengan makhluk-makhluk lainnya.

Dengan kata lain, salah satu hakikat manusia adalah makhluk berpikir.75

Kemampuan manusia berpikir disebut juga dengan kemampuan intelegensi

hal ini seperti halnya yang diungkapkan William Stern menurutnya

intelegensi adalah kesanggupan (kemampuan) untuk menyesuiakan diri

dengan situasi-situasi baru.76

Dilihat dari strukturnya manusia terdiri dari unsur jasmani yang

berupa fisik material yang terdiri dari organ-organ tubuh yang nampak secara

lahiriah, gerak dan tindakannya, dan unsur roahani berupa mental spiritual

yang terdiri dari akal (al-aqlu), jiwa (an-Nafsu), dan hati nurani (al-Qalbu).

Perangkat-perangkat rohani inilah yang secara kolektif seringkali disebut

ruh.77

75 Musa Asy’ari, Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 215-216

76 F. Patty, dkk., Pengantar Psikologi Umum, Surabaya, Usaha Nasional, 1982, hlm. 128

77 Abdullah Ali, Antropologi Dakwah., Cirebon, KPI Stain Press, 2004, hlm. 114,

menurut Abdullah Ali ruh inti dari penjabaran unsur-unsur rohani manusia, dengan demikian akal

(al-aqlu), jiwa (an-Nafsu), dan hati nurani (al-Qalbu), merupakan bagian dari ruh “three in one”,

bandingkan dengan Muhammad Yasir Nasution dalam, Manusia Menurut al-Ghazaly, CV.

Rajawali, Jakarta, 1988, hlm. 92. Juga Harun Nasution dalam Falsafat Agama, Bulan Bintang,

Jakarta, 1989, hlm. 82 pada bab ‘Konsep Roh dalam Falsafat Islam’, lihat juga Harun Nasution

dalam Akal dan Wahyu dalam Islam,UI-Press, Jakarta, 1986, hlm. 10-13. Lihat juga Tadjab dalam

Ilmu Jiwa Pendidikan, Karya Abditama, Surabaya, 1994, hlm. 5-7, menurutnya daya ruh adalah

salah satu bagian dari jiwa manusia menurut para filosof Islam, sedangkan bagian jiwa yang terdiri

dari daya vegetatif, daya sensoris, daya rasional, adalah pendapat filosof Barat (umum).

Page 25: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

46

Adapun menurut Baharuddin, sedikitnya terdapat tiga klasifikasi

istilah yang digunakan al-Qur’an terkait dengan penjelasannya tentang

manusia secara totalitas, baik dipandang dari segi fisik maupun psikisnya.

Ketiga istilah tersebut yaitu al-basyar, al-Ins (al-insan, al-nas, dan al-unas),

Bani Adam. Pertama, al-basyar secara bahasa berarti fisik manusia.

Penekanan makna al-basyar adalah sisi fisik manusia secara biologis memiliki

persamaan antara seluruh umat manusia. Kedua, al-Ins, al-insan, al-nas, al-

unas. Pengertian al-Ins digunakan al-Qur’an dalam relasinya dengan berbagai

potensi jiwa manusia, antara lain sebagai hamba Allah swt. yang selalu

berbuat baik sehingga menjadi penghuni surga, akan tetapi juga potensial

menjadi pembangkang Allah swt. sehingga membawanya menjadi penghuni

neraka. Selain itu, al-Ins juga diberikan peluang untuk mengembangkan

potensinya untuk dapat menguasai alam. Al-insan, kata al-insan yang

digunakan dalam al-Qur’an memiliki pengertian bahwa manusia telah

diberikan Allah swt. ilmu pengetahuan, disamping juga memiliki potensi, dan

sarana-sarana dalam dirinyauntuk menemukan, mengembangkan, sekaligus

menciptakan ilmu pengetahuan. Al-nas, kata al-nas digunakan dalam al-

Qur’an untuk memberikan makna tentang suatu prinsip atau nilai yang

berlaku untuk umat manusia secara umum, bukan hanya untuk umat Islam

secara khusus. Al-unas, kata al-unas dalam al-Qur’an selalu dihubungkan

dengan kelompok manusia, baik sebagai suku bangsa, kelompok pelaku

kriminal, maupun kelompok orang yang baik dan buruk nanti di akhirat.

Ketiga, Bani Adam dalam al-Qur’an digunakan untuk menunjukkan bahwa

Page 26: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

47

pada dasarnya manusia memiliki keistimewaan bila dibandingkan dengan

makhluk lainnya. Keistimewaan tersebut meliputi fitrah keagamaan,

peradaban, dan kemampuan memberdayakan alam. Dengan kata lain bahwa

manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi (hablun) dengan Tuhan

(hablum min Allah), dan relasi dengan sesama manusia (hablum min al-nas),

dan juga relasidengan alam (hablum min al-‘alam).78

Mengetahui hakikat manusia sama pentingnya dengan mengetahui

hakikat dari pendidikan dan tujuan pendidikan itu sendiri. Bahkan tujuan

pendidikan dan tujuan manusia itu hidup akan bisa tergambar apabila kita

telah mengetahui manusia itu dengan secara komprehensif baik secara

substansi maupun materi, karena manusia merupakan subjek dari pendidikan

itu sendiri. Karena pada dasarnya pendidikan berfungsi untuk membantu

manusia menjadi manusia.79 Lebih lanjut ia menjelaskan, seringkali

pendidikan hanya berorientasi pada aspek-aspek kognitifnya saja seperi otak

(akal)-nya dan mengabaikan manusianya.80 Pendidikan pada saat ini hanya

menghasilkan kecerdasan manusia, bukannya manusia cerdas, pendidikan kita

hanya mengahsilkan keterampilan manusia bukannya manusia terampil. Oleh

sebab itu menurutnya, menemukan hakikat manusia (human essensial)

merupakan suatu keharusan karena hal itu sangat penting artinya dalam

membantu manusia menjadi manusia.

78 Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm. 64-

91

79 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 27

80 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006 hlm. 2

Page 27: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

48

Apabila kita melihat manusia dari sisi moral, maka manusia

sesungguhnya lebih rendah dari malaikat, sedangkan secara substansial

manusia sesungguhnya lebih rendah daripada syaitan. Akan tetapi secara

konseptual jelas manusia berda di tingkat lebih tinggi baik dari sisi moral

maupun dari sisi substansialnya, artinya manusia mempunyai kedudukan

lebih tinggi daripada kedua makhluk tersebut (malaikat dan syaitan).81 Ia juga

menjelaskan bahwa kemampuan manusia yaitu daya kreatifnya mempunyai

kemampuan menciptakan; suatu kemampuan yang tidak dimiliki baik oleh

Malaikat maupun Syaitan.

Jalaluddin dan Abdullah Idi82 mencoba melihat hakikat manusia dari

sudut pandang filsafat. Menurut keduanya ada empat aliran dalam filasafat

yang membicarakan tentang hakikat manusia, yaitu :

1. Aliran Serba Zat

Menurut aliran ini sungguh-sungguh tentang adanya zat atau materi.

Manusaia adalah unsur dari alam, alam adalah materi maka secara tidak

langsung manusia juga adalah materi juga.

2. Aliran Serba Ruh

Aliran ini berpendapat bahwa hakikat manusia adalah ruh. Adapun zat

adalah manifestasi dari pada ruh di atas dunia ini. Dasar pemikiran aliran

ini adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada

materi. Aliran ini mencoba menganalogikan (membuktikan) teorinya ini

81 Musa Asy’ari, Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 234

82 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 107

Page 28: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

49

dalam realitas, betapapun seseorang mencintai orang yang dicintainya bila

ruhnya pisah dengan badannya, maka jasadnya (materi) tidak ada artinya

lagi (tidak berharga). Dengan demikian aliran ini beranggapan bahwa ruh

itu adalah hakikat, sedangkan badan adalah penjelmaan atau bayangan.

3. Aliran Dualisme

Menurut aliran ini manusia pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu

jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-masing merupaka unsur

asal, yang adanya tidak memiliki ketergantungan antara yang satu dengan

yang lainnya. Badan bukan berasal dari ruh begitu pula sebaliknya,

perwujudan manusia tidak serba dua (jasad dan ruh). Antara jasad dan ruh

terjadi hukum kausalitas (sebab akibat) dimana keduanya saling

mempengaruh

4. Aliran Eksistesialisme

Aliran filsafat modern berpikir tentang hakikat manusia merupakan

eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia, dengan demikian

inti dari hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara

komprehensif. Oleh karena itu, aliran ini memandang manusia tidak dari

sudut serba zat, serba ruh, dualisme, akan tetapi memandangnya dari segi

eksistensi manusia itu sendiri di dunia ini. Hal ini hampir senada dengan

pandangan Metafisika yang menyatakan bahwa hakikat manusia

merupakan integrasi antara wataknya, sebagai makhluk (individu, sebagai

makhluk sosial, dan sebagai makhluk susila).

Page 29: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

50

Menurut al-Syaibani yang dikutip Ahmad Tafsir menyatakan bahwa

manusia terdiri atas tiga potensi yang sama pentingnya, yaitu jasmani, akal,

dan ruh, oleh karena itu pula menurutnya pendidikan harus dapat

mengembangkan jasmani, akal, dan rohani manusia secara seimbang dan

terintegrasi.83 Sedangkan Muhammad Quthb menyatakan bahwa eksistensi

manusia adalah jasmani dan rohani, atas jasmani, akal, dan ruh. Bila akal

berdiri sendiri bersama ruh, ketiga-tiganya bersatu menyusun manusia

menjadi satu kesatuan.84

Salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat

manusia adalah Antropologi Filsafat.85 Antropologi sendiri merupakan

disiplin ilmu yang mengungkap manusia dari berbagai sudut pandang

(interface) seperti ras, karakteristik, mental dan fisik, budaya, kebiasaan-

kebiasaan, dan lain sebagainya. Antropologi merupakan cabang filasafat yang

mempersoalkan tentang hakikat manusia, sejarah manusia, dan dalam sejarah

manusia selalu mempertanyakan hakikat dirinya, semua yang berkaitan

dengan hal ini dipelajari dalam Antropologi.86 Menurut Asy’ari ada empat

cara atau metode yang dapat ditempuh untuk memahami hakikat manusia.

Pertama, melalui pendekatan bahasa (lingustik), pendekatan kebahasaan telah

83 Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islami, Bandung, Rosdakarya, 2006, hlm. 26

84 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Bandung, Rosdakarya, 2004, hlm. 39. Untuk lebih jelasnya coba lihat pada halaman yang sama mengenai

akal.

85 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan Islam,

Jakarta, 1983/1984, hlm. 71. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia dari

jaman dahulu tidak pernah ada ujung pangkalnya dan tidak ada henti-hentinya, hal ini disebabkan

manusia selalu berusaha mencari jawaban-jawaban yang memuaskan tentang pertanyaa-

pertanyaan tentang manusia, yaitu : Apa, Darimana dan Kemana manusia itu?

86 Musa Asy’ari, Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 211. Lihat juga footnote-nya yang membahas tentang pengertian Antropologi di halaman

yang sama.

Page 30: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

51

dipakai oleh para filosof Yunani untuk menyingkap kebenaran dimensi

kemanusiaan.87 Pendekatan kebahasaan digunakan untuk mempelajari

manusia yang berkaitan dengan penyebutan manusia, apa arti dari kata

manusia, yang secara semantik dapat diusut maknanya terutama dari asal kata

yang digunakan dalam kondisi atau suasana kultur asalnya. Sebagai contoh,

manusia biasa disebut juga insan, insan yang berasal dari Bahasa Arab dari

asal kata nasiya, yang mengandung arti lupa dan apabila dilihat dari kata

dasarnya al-uns, artinya jinak.88 Kedua, metode kedua adalah melalui cara

keberadaannya (eksistensi) manusia itu sendiri yang sekaligus

membedakannya dalam realitas dengan keberadaan makhluk-makhluk

lainnya. Seperti realitas kemampuan manusia untuk berpikir, oleh karena itu

hakikat manusia adalah makhluk berpikir. Ketiga, metode ketiga untuk

memahami hakikat manusia adalah melalui karya yang dihasilkannya

(human’s creation), karena melalui karya tersebut secara tidak langsung

manusia menyatakan kualitas dirinya. Oleh karena itu, hakikat manusia

ditentukan oleh sejumlah karyanya. Kempat, atau metode terakhir, untuk

dapat memahami hakikat manusia adalah melalui pendekatan teologis

(qur’anik). Pendekatan ini bertujuan bagaimana memahami manusia dari

sudut pandang penciptanya, melalui firman-firman Tuhan yang diturunkan

dan tertulis dalam kitab suci. Seperti halnya dalam al-Qur’an ditegaskan

87 Lihat footnote no. 8, Musa Asy’ari dalam Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir,

Yogyakarta, LESFI, 2002, hlm. 7

88 Untuk lebih jelasnya lihat Musa Asy’ari, Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir,

Yogyakarta, LESFI, 2002, hlm. 214-217.

Page 31: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

52

bahwa Allah swt. melihat (menilai) manusia adalah dari amal perbuatan,

pekerjaan, atau dengan kata lain karyanya.89

3. Fitrah dan Manusia

Fitrah (potensi) bagi manusia adalah salah satu dari dua karakteristik

manusia sebagai khalifah, sedangkan yang kedua adalah ruh yang bersatu

dengan badan.90 Selain itu, menurut Abdurrahman Shaleh Abdullah manusia

pun memiliki kehendak bebas (free will)91 yang menjadikan manusia mampu

89 Musa Asy’ari, Filsafat Islam; Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 217 pada footnote no. 13. Lihat juga al-Qur’an at-Taubah : 105, Q.S Huud : 7

Artinya:

“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang

mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang

mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah

kamu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah: 105)

“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah

singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih

baik amalnya dan jika kamu Berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan

dibangkitkan sesudah mati", …” (Q.S. Huud: 7), bandingkan juga dengan surat al-Kahfi : 17.

Artinya: “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah

kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam

tempat yang luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah.

barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan

barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun

yang dapat memberi petunjuk kepadanya.”

90 Abdurrahman Shaleh Abdullah, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 73*

91 Lihat misalnya dalam Q.S. al-Kahfi: 29

Page 32: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

53

membuat pilihan yang berasal dari unsur yang berinteraksi dengan fitrah.

Dalam proses perkembangan dan perjalanannya, fungsi-fungsi fitrah manusia

banyak dipengaruhi oleh kehendak bebas manusia tersebut. Lebih lanjut ia

menjelaskan bahwa, Allah swt. telah mengiformasikan mengenai potensi

manusia sebagaimana telah dikisahkan dalam al-Qur’an melalui kisah Adam

a.s. dan Siti Hawa yaitu dalam al-Qur’an Surat ar-Ruum ayat 30, yang

menjelaskan bahwa sebelum kejadian Adam a.s. Allah swt. telah

merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab kekhalifahan di muka

bumi.92 Pada saat Allah swt. memberikan kepercayaan kekhalifahan kepada

manusia, maka sekaligus pula Allah swt. memberikan bekal kepada manusia

berupa akal dan ruhani; yang dengan akal dan ruhani inilah manusia diberikan

berbagai fitrah (potensi), diantaranya:

1. Potensi untuk mengetahui nama-nama dan fungsi benda-benda alam.

2. Pengalaman hidup di surga, baik yang berhubungan dengan kecukupan

dan kenikmatannya maupun rayuan Iblis dan akibat buruk yang

diterimanya.

Artinya: “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang

ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir."

92 Lihat misalnya dalam Q.S. al-Baqarah: 30

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak

menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan

Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Page 33: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

54

3. Petunjuk-petunjuk agama.

Potensi-potensi inilah yang diberikan Allah swt. kepada manusia, yang

menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah swt.

lainnya.93

Menurut Plato (427-347 SM) manusia secara kodrati (alamiah)

memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan

hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan kepada masyarakat,

agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi.94

Adapun menurut Ahmad Tafsir, dalam pandangan Plato jiwa manusia

memiliki tiga elemen yang selalu saling mempengaruhi antara satu dengan

lainnya, ketiga elemen tersebut yaitu roh, nafsu, dan rasio.95 Manusia

memiliki potensi tertentu yang dapat dijadikan alat; yang fungsinya bukan

saja sebagai untuk menguraikan substansi (makna) dari apa yang telah

dilakukannya, akan tetapi juga dapat meramalkan apa yang akan

dilakukannya. Potensi inilah yang sering disebut sebagai fitrah manusia. Jadi,

fitrah manusia adalah sunnatullah dalam jiwa manusia.96

Al-Ghazali seorang ulama sekaligus filosof Muslim memposisikan

manusia sebagai sesuatu yang paling urgen terutama dalam pembahasan

93 Abdurrahman Shaleh Abdullah, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam,

Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 60-61

94 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 96

95 Dalam teorinya tersebut Plato menganalogikan ketiga elemen jiwa manusia tersebut

dengan sangat menarik. Menurutnya, dalam operasinya Plato mengibaratkan roh sebagai kuda

putih yang menarik satu kereta bersama kuda hitam (nafsu), yang dikendalikan oleh kusir yaitu

rasio yang berusaha mengontrol laju kereta. Untuk lebih jelasnya lihat, Ahmad Tafsir, Filsafat

Pendidikan Islami, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hlm. 10

96 Achmad Mubarok, Sunatullah dalam Jiwa Manusia; Sebuah Pendekatan Psikologi

Islam, Jakarta, IIIT Indonesia, 2003, hlm. 23

Page 34: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

55

filsafat ilmu, baik secara subjek maupun objek ilmu, dan mengetahuinya

termasuk media penting dalam proses ma’rifat kepada Allah swt. Bahkan,

dari berbagai kitab-kitab karangannya dapat disimpulkan bahwa manusia

adalah makhluk yang terbentuk dari dua unsur yaitu jasad (jasmani) dan ruh

(rohani), dengan sejumlah potensi dan naluri tertentu, yang berwujud sebagai

identitas ketunggalan dalam mutlaknya kebersamaan, dan berfungsi sebagai

‘abd (hamba) sekaligus khalifah (wakil) Tuhan di dunia.97

Berbicara mengenai fitrah dan manusia maka secara langsung hal ini

akan berimplikasi kepada ayat al-Qur’an yang membahas mengenai fitrah.

Hampir semua ahli pendidikan maupun psikologi khususnya psikologi Islami,

maka ketika membahas mengenai fitrah manusia akan selalu dimulai dari

ayat al-Qur’an dalam Surat ar-Ruum: 30.98 Menurut Baharuddin ayat ini

menyatakan bahwa fitrah manusia pada hakikatnya adalah fitrah Allah swt.

Dengan demikian, fitrah manusia senantiasa akan menampilkan dua sisi

asalnya secara bersamaan yaitu sisi asalnya (esensial) dan sisi keberadaannya

(eksistensial).99 Menurutnya apabila fitrah dipandang dari sisi asalnya, maka

akan menampilkan sisi spiritual-transedental, sementara dari sisi

keberadaannya menampilkan sisi empirik-historis manusia.

97 .......,Filsafat Ilmu Al-Ghazaly,....

98 Q.S. ar-Ruum: 30

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah

Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.

(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

99 Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hlm. xv

Page 35: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

56

Ada beberapa macam fitrah (potensi) yang sangat potensial dalam

setiap individu manusia yang dianugerahkan Allah swt. yang mempunyai

fungsi untuk meraih ilmu pengetahuan. Muhaimin menamainya dengan “alat-

alat potensial”, masing-masing alat itu saling berkaitan dan melengkapi dalam

proses mencapai ilmu. Abdul Fattah Jalal dalam bukunya Min al-Ushul al-

Tarbawiyah al-Islamiyah, dalam kajiannya mengenai ayat-ayat al-Qur’an

yang mempunyai relasi dengan alat-alat potensial yang dimiliki manusia itu

antara lain :

a. Al-lams dan al-Syum (alat peraba dan alat pencium/pembau) (Q.S. Al-

An’am ayat 7 dan Q.S. Yusuf ayat 94).100

b. Al-sam’u (alat pendengaran), penyebutan alat ini dihubungkan dengan

penglihatan dan qalbu, yang memberikan petunjuk tentang adanya relasi

dan saling melengkapi antara berbagai alat potensial manusia tersebut

untuk mencapai ilmu pengetahuan. (Q.S. All-Isra’ ayat 36, Al-Mu’minun

ayat 78, Al-Sajdah ayat 9, Al-Mulk ayat 23, dan lain sebagainya).101

100 Q.S. Al-An’am: 7 dan Q.S. Yusuf : 94

Artinya : “Dan kalau kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat

menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: "Ini tidak

lain hanyalah sihir yang nyata." (Q.S. Al-An’am: 7)

Artinya: “Tatkala kafilah itu Telah ke luar (dari negeri Mesir) Berkata ayah mereka:

"Sesungguhnya Aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu

membenarkan aku)". (Q.S. Yusuf: 94)

101 Q.S. Al-Israa: 36, Q.S. Al-Mu’minun: 78, Q.S. Al-Sajdah: 9,

Page 36: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

57

c. Al-abshar (penglihatan), dalam al-Qur’an sendiri terdapat banyak ayat-

ayat al-Qur’an yang menyeru kepada manusia untuk melihat dan

merenungkan apa yang dilihatnya. (Q.S. Al-A’raf ayat 185, Q.S. Yunus

ayat 101, Al-Sajdah ayat 27, dan sebagainya).

d. Al-‘aql (akal atau daya berpikir), al-Qur’an memberikan perhatian secara

khusus terhadap penggunaan akal dalam berpikir (Q.S. Ali Imran ayat

191), al-Qur’an menjelaskan bahwa Islam layak di atas pemikiran (Q.S.

Al-An’am : 50). Penggunaan akal memungkinkan diri manusia untuk terus

ingat (dzikir) dan memikirkan atau merenungkan ciptaan-Nya (Q.S. Al-

Ra’d : 19).

e. Al-qalb (kalbu). Hal ini termasuk alat ma’rifah yang digunakan manusia

untuk dapat mencapai ilmu (Q.S. Al-Hajj : 46 dan Q.S. Muhammad : 24).

Kalbu memiliki kedudukan yang khusus dalam proses ma’rifah ilahiyah,

sebab dengan kalbunya manusia dapat mencapai dan meraih berbagai ilmu

pengetahuan serta ma’rifah yang diserap dari sumber Ilahi. Sebagaimana

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan

tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta

pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Israa: 36)

Artinya: “Dan Dia-lah yang Telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan

dan hati. amat sedikitlah kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Mu’minun: 78)

Artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan

dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali

bersyukur.”, Q.S. Al-Mulk: 23 yang artinya: “Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan

menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) amat sedikit kamu

bersyukur.” (Al-Sajdah: 9)

Page 37: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

58

wahyu yang diturunkan ke dalam kalbu Nabi Muhammad saw.(Q.S. Al-

Syu’araa : 192-194).

Selain itu, manusia juga mempunyai roh yang dengannya daya-daya

yang ada dalam diri manusia bisa bekerja. Harun Nasution mebagi daya roh

ke dalam dua bagian, yaitu daya praktis dan daya teoritis.102 Daya praktis

(‘amilah - عاملة) relasinya hanya dengan yang sifatnya jasmaniah semata

(materi) atau badan, sedangkan daya teoritis (‘alimah – عالمة) relasinya

dengan hal-hal yang sifatnya abstrak (immateri) atau rohaniah manusia, daya

teoritis ini terbagi ke dalam empat tingkatan yaitu : (1) akal material (al-‘aql

al-hayulani – العقل الهيوالني ) yang hanya mempunyai potensi absolut

untuk berpikir secara abstrak; (2) akal malakah (al-‘aql bi al-malakah -

yang telah mulai dilatih untuk berpikir abstrak; (3) ,العقل باالملكة

akal aktual (al-‘aql bi al-fi’il) akal pada tingkat ini telah dapat berpikir secara

abstrak; (4) akal perolehan (al-‘aql al-mustafad - العقل المستفاد), pada

tingkat ini akal telah mampu berpikir secara abstrak tanpa adanya bantuan.

Akal pada tingkat terakhir ini telah sangat terlatih sedimikian rupa sehingga

hal-hal yang abstrak selamanya telah terdapat di dalamnya.103

4. Landasan-Landasan Normatif Tentang Fitrah

Secara normatif istilah fitrah lahir dari salah satu ayat dalam al-Qur’an

yaitu Surat a-Ruum ayat 30.104 Dalam ayat ini Allah swt. menginformasikan

102 Harun Nasution, Falsafah Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1989, hlm. 84 - 85

103 Untuk lebih jelasnya lihat Harun Nasution dalam, Falsafat Agama, Bulan Bintang,

Jakarta, 1989, hlm. 82 pada Bab ‘Konsep Roh dalam Falsafat Islam’, lihat juga Harun Nasution,

Akal dan Wahyu dalam Islam,UI-Press, Jakarta, 1986, hlm. 10-13.

104 Q.S. ar-Ruum: 30.

Page 38: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

59

kepada manusia bahwa pada dasarnya setiap manusia telah memiliki fitrah

(potensi) untuk ber-tauhid. Oleh karena itu menurut Hamka fitrah juga bisa

bermakna sebagai kesaksian manusia atas ke-tauhidan Allah swt. jauh

ketika ruh manusia masih berada dalam wujud ilmi. Selain itu, fitrah juga

bisa bermakna al-Fithrat al-Islam.105 Hal yang sama juga diungkapkan oleh

Al-Maraghi, ia lebih cenderung memaknai fitrah sebagai Al-Islam (agama

Islam).106 Akan tetapi fitrah ini tidak terbatas kepada tauhid atau agama

Islam semata, menurut Muhammad bin Askur yang dikutip M. Quraish

Shihab mengatakan bahwa:“... fitrah adalah bentuk dan sistem yang

diwujudkan Allah swt. pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan

manusia adalah segala apa yang diciptakan Allah swt. pada manusia yang

berkaitan dengan jasmani dan rohaninya.”107 Hal ini pula lah menurut

penulis yang membuat Baharuddin108 sampai kepada kesimpulan bahwa

paradigma fitrah mengakui kebenaran monoistik-multidimensional.

Kebenaran semacam ini memiliki konsekuensi ontologis, epistimologis, dan

aksiologis, sebagai berikut:

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah

Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.

(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

105 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura, Pustaka Nasional PTE LTD 2003, hlm. 5516-

5517

106 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang, PT. Karya

Toha Putra, 1992, hlm. 84

107 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1995, hlm. 283

108 Bahruddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm. xvi

Page 39: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

60

a. Secara ontologis, paradigma fitrah mengakui bahwa dalam ranah spiritual

transedental kebenaran itu bersifat tunggal (Esa), namun dalam ranah

empiris-historis, wujud tampilannya dapat beragam.

b. Berdasarkan itu, maka konsekuensi epistimologisnya adalah berdasarkan

karakteristik dari wujud tampilan fitrah tersebut. Apabila wujud

tampilannya dengan karakteristi responsif bersifat empiris-historis maka

dapat digunakan metodologi yang bersifat empiris-historis pula, seperti

metode observasi dan eksperimen. Sedangkan apabila tampilannya dengan

representatif aktualisasi potensi batin, maka metodologi yang digunakan

adalah interpretasi logis, etik, rasionalistik, phenomenologik, dan lain-lain,

sesuai dengan objek telaahannya.

c. Konsekuensi aksiologisnya adalah bahwa manusia merupakan makhluk

yang memiliki sifat dasar dan potensi batin yang baik, adapun perbuatan

jahat dan menyimpang adalah hal yang datang kemudian, sebab kepada

manusia senantiasa terbuka pintu yang sangat lebar untuk kembali kepada

sifat dasarnya.

Surat Ar-Ruum ayat 30 di menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia

telah memiliki fitrah, yaitu fitrah beragama. Sedangkan apabila fitrah

dihubungkan dengan manusia, maka yang dimaksud dengan fitrah disini

adalah apa yang menjadi kejadian atau segenap bawaan manusia semenjak ia

dilahirkan atau keadaan semula. Oleh sebab itulah, ketika Allah swt.

menciptakan segala ciptaan-Nya maka pada saat yang bersamaam pula Ia pun

menciptakan tabiatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara

Page 40: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

61

semantik fitrah berhubungan dengan hal penciptaan sesuatu sebagai bagian

dari potensi yang dimiliki oleh setiap manusia.109

Selain Surat ar-Ruum ayat 30, terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang

memiliki relasi dengan fitrah (potensi) sebagai sebuah sistem yang

diwujudkan Allah swt. dalam setiap individu manusia, diantaranya adalah

Surat al-A’raf ayat 172.110 Menurut Hamka, ayat ini merupakan pernyataan

Allah swt. tentang fitrah. Pada saat manusia masih berada dalam wujud ‘ilmi

yaitu masih berada dalam ilmu Tuhan dan belum dilahirkan ke dunia; pada

hakiatnya manusia telah memberikan kesaksian tentang Tuhannya yang Maha

Esa. Oleh karena itu menurutnya, semenjak akal manusia tumbuh sebagai

insan, pengakuan akan adanya yang Maha Pencipta adalah fitrah. Bahkan,

dapat dikatakan bahwa pengakuan dan kesaksian manusia (lebih tepatnya ruh

manusia) adalah bagian dari yang menumbuh seburkan fungsi akal.111 Dapat

disimpulkan bahwa pada ayat 30 dari Surat ar-Ruum lebih menekankan

bahwa, fitrah adalah ketauhidan manusia dan agama Islam.

109 Nurwadjah Ahmad E.Q., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Hati yang Selamat Hingga

Kisah Luqman, Bandung, Penerbit MARJA, 2006, hlm. 86

110 Q.S. al-A’raf: 172

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi

mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku

Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami

lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami

(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)."

111 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura, 2002, hlm. 5516

Page 41: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

62

Selanjutnya, dalam Surat al-A’raf ayat 179112 menurut Muhaimin

dan Abdul Mujib terdapat tiga implikasi tentang hakikat manusia yaitu:

a. Manusia memiliki potensi untuk memahami, melihat, dan mendengar.

b. Apabila manusia tidak mempergunakan berbagai potensi tersebut, maka

manusia tersebut akan kehilangan sifat kemanusiaannya (insaniah),

sehingga ia seperti hewan.

c. Perubahan sifat mulia ke arah sifat hina dikarenakan kelalaian

manususia, yaitu sifat ghuft (lalainya).113

Selain ayat-ayat al-Qur’an, terdapat pula hadist-hadist Rasulallah saw.

yang banyak dijadikan landasan oleh para filosof dan ahli-ahli pendidikan

Islam khususnya, dalam menginterpretasikan makna fitrah (potensi).

Beberapa diantaranya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim114

yang menerangkan bahwa pada pada hakikatnya semua manusia yang

dilahirkan dalam keadaan fitrah (telah memiliki kesucian, potensi, dan segala

112 Q.S. al-A’raf: 179

Artinya: “Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan

manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat

Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda

kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk

mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

113 Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam kajian Filosofis dan

Kerangka Operasionalisasinya, Bandung, Trigenda Karya, 1993, hlm. 32

114 Redaksi hadistnya yaitu: ما من مولود اال يولدعلى الفطرة فأبواه يهودانه أو بنصرانه أويمجسانه

)رواه مسلم (

Artinya : “Tidak seorangpun dilahirkan (di dunia ini) kecuali ia memiliki fitrah (potensi) , maka

orang tuanya yang menjadikannya ( mempengaruhinya) Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” (H.R.

Muslim dari Abu Hurairah).

Page 42: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

63

wujud yang terdapat dalam diri seorang manusia). Selain itu, hadist ini pun

menekankan bahwa fitrah yang dibawa semenjak lahir secara potensial sangat

dipengaruhi oleh lingkungan pada tataran aktulisasinya.115 Fitrah tidak akan

bisa berkembang dengan sempurna tanpa adanya intervesi dari lingkungan

sekitar, karena sebenarnya terjadinya atau adanya interaksi faktor internal

manusia (fitrah) dengan faktor eksternal (environment) akan menentukan

kualitas fitrah yang dimiliki setiap individu manusia. Fitrah tidak dapat

berkembang dengan sendirinya, melainkan berkembang atau bahkan hancur

sebagai konsekuensi adanya interaksi manusia dengan lingkungannya.116

Hadist lain mengenai fitrah adalah masih diriwayatkan oleh Imam

Muslim dari Muawiyah,117 dalam hadist ini dinyatakan bahwa pergaulan atau

pendidikan yang diberikan kedua orang tuanyalah yang dapat memalingkan

fitrah yang dimiliki oleh setiap anak (manusia). Dalam hadist-hadist lainnya,

makna fitrah memiliki pengertian-pengertian yang beragam. Diantaranya

fitrah berarti suci, Islam, murni.118

115 Nurwadjah Ahmad E.Q., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Hati yang Selamat Hingga

Kisah Luqman, , Bandung, Penerbit MARJA, 2006, hlm. 88

116 Nurwadjah Ahmad E.Q., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Hati yang Selamat Hingga

Kisah Luqman, , Bandung, Penerbit MARJA, 2006, hlm. 88

117 Adapun redaksi hadistnya adalah sebagai berikut: الفترة حّتى يعّبر عنه لسنهليس من مولود يولد على

)رواه مسلم عن معا وية(

Artinya: “Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali tetap pada fitrahnya, sehingga lidahnya

memalingkan padanya.” (HR. Muslim dari Muawiyah)

118 Fitrah berarti suci. الشّارب وتقليم االّضافرونتفالآلبط .خمس من الفرة الختان واآلستحداد وقصّ

)متفق عليه عن أبي هريرة(

Artinya: “Lima macam kategori kesucian, yaitu berkhitan, memotong rambut, mencukur kumis,

menghilangkan kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (H.. Muttafakun ‘alaihi dari Abu hurairah

Fitrah berarti Islam. اآلاحّدثكم بماحّد ثني هللا في كتابه اّن هللا خلق آدم وبنيه حنفآء مسلمين

)رواه عياض بن حمر(

Page 43: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

64

5. Urgensi Fitrah bagi Manusia

Urgensi fitrah bagi manusia tidak akan pernah pernah bisa dilepaskan

dari peranan dan fungsi manusia diciptakan Allah swt. dan dalam hal ini,

penciptaan manusia memiliki tujuan yang sangat jelas sebagaimana dapat

dilihat dari pernyataan Allah swt. kepada para Malaikat yang terdapat dalam

al-Qur’a Surat al-Baqarah ayat 30,119 ayat ini pada dasarnya memberikan

petunjuk kepada manusia bahwa secara ontologis kodrat manusia pada

dasarnya adalah makhluk, artinya diciptakan, karena manusia sebagai ciptaan

maka secara logika Penciptanya pasti memiliki rencana untuk tujuan dan

fungsi tertentu. Sedangkan manusia diciptakan oleh Allah swt. sehingga

manusia tidak dapat menentukan rencana, tujuan, dan fungsinya, maka secara

langsung maupun tidak hanya Allah swt. sebagai khaliq-nya manusia yang

memiliki kompetensi untuk menentukan tujuan, fungsi, dan peranan manusia

Artinya: “Bukankah aku telah menceritakan kepadamu pada sesuatu yang Allah swt.

menceritakan kepadaku dalam kitab-Nya bahwa Allah swt. menciptakan Adam dan anak cucunya

untuk berpotensi menjadi orang-orang Islam.” (H.R. Iyad bin Humar)

Fitrah berarti murni. ثالث وهي المنحيات : اإلخالص وهي فطرة هللا اّلتى فطر الّناس عليها، والصالة

وهي المّلة ، والطاعة وهي العصمة. )رواه ابى حميد عن معاذ(

Artinya: “Tiga perkara yang menjadikan selamat, ikhlas berupa fitrah Allah dimana manusia

diciptakan darinya, shalat berupa agama, dan taat berupa benteng penjagaan.”

119 Q.S. al-Baqarah: 30

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak

menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan

Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Page 44: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

65

di muka bumi.120 Bahkan menurut Musa Asy’arie, manusia secara individual

tidak memiliki keterlibatan dan tidak memiliki andil sedikit pun dalam proses

penciptaan dirinya. Meskipun demikian, manusia secara individualitas bisa

terlibat atau melibatkan diri dalam proses penciptaan dan kelahiran orang

lain.121

Adam a.s. sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah swt.

sekaligus penghuni perdana muka bumi, berfungsi dan memiliki peran

sebagai khalifatu fi al-ard (wakil Tuhan di muka bumi).122 Dianugerahkanlah

pengetahuan kepada Adam a.s. oleh Allah swt. tentang berbagai

pengetahuan.123 Oleh sebab itu, dapat pula dikatakan bahwa manusia

merupakan jembatan (penghubung) antara langit dan bumi, instrumen yang

menjadi perwujudan dan kristalisasi iradah Allah swt. di dunia.124

Selanjutnya menurut Sayyed Hossein Nasr, kedudukan manusia dalam

120 Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 229

121 Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI, 2002,

hlm. 217-218

122 Pada saat Allah swt. mengiformasikan perihal penciptaan Adam a.s. ini kepada para

Malaikat terjadilah protes. Para Malaikat berpendapat bahwa penciptaan manusia di muka bumi

hanya akan melahirkan bencana bukannya kemaslahatan, dan yang menarik Allah swt. tidak

menyangkal sedikit pun terhadap tuduhan dan protes para Malaikat tersebut, akan tetapi justru

Allah swt. menjawab “Aku (kata Allah swt.) lebih mengetahui hal-hal yang tidak kalian (para

Malaikat) ketahui.” Bahkan, Allah swt. mengadakan semacam ‘kompetensi’ antara Adam a.s.

dengan para Malaikat siapakah yang lebih luas pengetahuan diantara mereka dengan Adam a.s.,

pengetahuan yang dimaksud disini menurut penulis adalah bahwa pada awal mula penciptaan

manusia pertama pun sesungguhnya telah dianugerahi fitrah (potensi) yang sangat memadai untuk

menjadi khalifah. Untuk lebih jelasnya lihat, Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Pustaka,

Bandung, 1983, hlm. 27

123 Lihat misalnya Q.S. Al-Baqarah: 31

Artinya: “Dan Dia (Allah swt.) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah

kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

124 Sayyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, Bandung, Mizan, 1994, hlm. 40

Page 45: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

66

perspektif Islam adalah sebagai khalifah (wakil) Allah swt. di dunia sekaligus

‘abd-Nya. Antara peran khalifah dan ‘abd ini, kedua-duanya secara

bersamaan membentuk sifat fundamental manusia; yaitu sebagai khalifah-

Nya manusia diwajibkan untuk taat dan patuh terhadap semua iradah Allah

swt., sedangkan sebagai ‘abd-Nya, manusia dituntut bersifat dan bersikap

proaktif terutama disebabkan manusia adalah khalifah-Nya di dunia. Peran

manusia sebagai wakil Tuhan untuk mengelola bumi beserta segala isinya

adalah amanah terbesar yang diberikan Allah swt. kepada manusia. Maka,

tanpa adanya kemampuan yang memadai dari manusia untuk

melaksanakannya adalah sangat mustahil bagi manusia diberikan amanah

(kepercayaan) oleh Allah swt. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam

diciptakannya manusia oleh Allah swt. memiliki tujuan-tujuan sebagai

berikut:

a. Menjadi hamba Allah swt. (‘abd Allah) yang tugasnya mengabdi

kepada Allah swt.

b. Menjadi khalifah Allah fi al-ard (wakil Tuhan) yang tugasnya

mengolah alam dan memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk

dalam rangka ubudiyah kepada-Nya.125

Agar tujuan tersebut bisa tercapai secara maksimal oleh manusia, maka Allah

swt. memberikan anugerah kepada manusia berupa berbagai potensi yang

harus dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.

125 Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2004, hlm. 145

Page 46: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

67

Urgensi fitrah manusia pun dapat dilihat dari sisi kemanusiaannya

manusia, yang disamping memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk

lain ciptaan-Nya juga memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat

menjerumuskannya ke posisi yang lebih rendah dari binatang sekalipun.126

Akan tetapi di sisi lain, kelemahan dan kelebihan yang dimiliki manusia

merupakan dua kombinasi yang menjadikan manusia sebagai satu-satunya

makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna.

Pemberian fitrah (potensi) bagi manusia sama pentingnya dengan

penciptaan manusia itu sendiri. Penciptaan manusia memiliki tujuan, peran,

dan fungsi seperti yang telah diutrakan di atas, kesemua itu tidak akan pernah

tercapai tanpa adanya bekal potensi yang memadai untuk melaksanakan

semuanya. Kedudukan fitrah (potensi) baik itu potensi lahir maupun batin,

jasmani maupun rohani, bagi manusia adalah suatu keniscayaan dalam

usahanya memenuhi tujuan, peran, dan fungsinya sebagai khalifah di muka

bumi sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada khaliq-nya.

B. Pendidikan

1. Makna Pendidikan

a. Makna Pendidikan Perspektif Islam

126 Lihat misalnya dalam Q.S. Al-Tiin: 4-5

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).”

Page 47: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

68

Dalam pandangan Islam127, pendidikan (mencari ilmu) adalah

perjalanan seumur hidup, selama hayat masih dikandung badan maka

pendidikan adalah suatu kewajiban.128 Pendidikan seumur hidup (lifelong

education) dijelaskan untuk memberikan pengertian suatu kenyataan,

kesadaran, azas dan harapan baru bahwa proses dan kebutuhan pendidikan

berlangsung sepanjang hidup manusia. Semboyan pendidikan seumur hidup

memberi arti bahwa tidak ada kata “terlambat”, “terlalu tua”, “terlalu dini”,

untuk belajar. Hal ini mengandung arti bahwa manusia dalam hidupnya perlu

127 Dalam Islam manusia diwajibkan untuk mengikuti dan menjalani proses pendidikan

selama hidupnya (long life education), Nabi sekaligus Rasulallah saw. pernah berujar dalam salah

satu hadistnya: “Carilah ilmu dari mulai buaian ibumu, sampai ke liang lahat (kubur) (HR.

Bukhari-Muslim). Selain itu, konsep pendidikan Islam berangkat dari filsafat theo-centris

sedangkan konsep pendidikan non-Islam berangkat dari filsafat anthropo-centris. Maka dengan

sendirinya proses pendidikan dalam Islam tidak akan pernah lepas dari nilai-nilai Ilahiyyah yang

sifatnya fundamental absolut. Sehingga ujung-ujungnya pendidikan Islam adalah pendidikan yang

bertujuan menyeimbangkan antara kebutuhan jasmani dan rohani manusia secara bersama-sama.

Pendidikan dalam agama Islam dikenal dengan beberapa istilah antara lain ta’lim yang mengadung

arti mengajar (Q.S, Al-Baqarah: 31), tarbiyah yang mengandung arti mendidik (Q.S. Al-Israa/Bani

Israil: 24), dan ta’dib yang mengadung arti mendidik (al-Hadist), menurut al-Attas penggunaan

ta’dib adalah yang paling tepat. Ia beralasan kata ta’lim makna lebih sempit dari pendidikan,

adapun tarbiyah digunakan pula untuk binatang sehingga penggunaan kata tarbiyah untuk

pendidikan dianggap kurang pantas. Oleh karena itu, menurut al-Attas penggunaan ta’dib sangat

tepat karena tidak terlalu sempit yang hanya terbatas pada proses mengajar saja (ta’lim) atau juga

meliputi makhluk-makhluk lain selain manusia (tarbiyah). Untuk lebih jelasnya lihat Hasan

Langgulung dalan, Asas-asas Pendidikan Islam, Al-Husna, Jakarta, 1992, hlm. 4-5

Artinya: “Dan Dia (Allah swt.) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah

kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Al-

Baqarah: 31)

Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan

ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah

mendidik Aku waktu kecil".” (Q.S. Al-Israa’/Bani Israil: 24) 128 Dalam sebuah hadistnya Rasulallah bersabda: “Mencari ilmu (merupakan) kewajiban

atas tiap-tiap muslim laki-laki dan perempuan... (H.R. Bukhari-Muslim).

Page 48: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

69

selalu mencari pengetahuan, pengalaman, dan pemikiran baru apa pun, kapan

pun, dan dimanapun.129

Pendidikan adalah proses pengembangan potensi diri untuk

diaktualisasikan secara optimal dalam kehidupan sehari-hari. Manusia selalu

mengalami perkembangan adalah berkat dari adanya proses pendidikan dan

pengalaman, oleh karena itu pendidikan adalah suatu keniscayaan bagi setiap

individu manusia dalam proses pengembangan berbagai potensi (fitrah) yang

dimilikinya. Beberapa filosof Muslim seperti Al-Ghazaly, Ibn Sina, Ibn

Khaldun, dan yang lainnya berpendapat bahwa manusia telah diberi

kemampuan berpikir rasional dalam dirinya oleh Tuhan. Kemampuan rasional

(intelektual) ini baru bisa berfungsi secara aktual apabila dikembangkan

melalui proses belajar (pendidikan).130 Lebih lanjut ditegaskan kembali oleh

H.M. Arifin, menurutnya proses perkembangan melalui belajar (pendidikan)

pada hakikatnya adalah merupakan proses aktualisasi potensi pengetahuan

manusia yang telah ada pada diri manusia semenjak kelahirannya. Bagaikan

benih di dalam tanah yang subur, yang akan tumbuh dengan pertumbuhan

yang baik; begitu Al-Ghazaly menganalogikan tentang perkembangan

kemajuan manusia melalui proses belajar.131

Dalam Islam pendidikan adalah pembentukan kepribadian seorang

Muslim, oleh sebab itu pendidikan dalam Islam tidak terbatas pada hal-hal

yang sifatnya teoritik semata. Pendidikan dalam Islam pada dasarnya lebih

129 Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa; dari Teori Hingga Aplikasi, Jakarta, Bumi

Akasara, 2008, hlm. 4

130 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 140

131 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, tt., hlm. 141

Page 49: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

70

kepada tataran aplikatif, hal ini disebabkan Islam bukan hanya sekedar

pengetahuan akan tetapi Islam juga adalah perbuatan. Oleh karena itu,

pengetahuan shalat saja tidak cukup, baru bisa dikatakan sempurna apabila

telah melaksanakan shalat dan hakikat dari tujuan didirikannya shalat itu

sendiri.132 Pengetahuan tentang zakat saja tidak cukup maka akan sempurna

apabila telah dilaksanakan atau ditunaikan kewajiban zakat itu.

Dengan demikian timbul pertanyaan, bagaimana merealisasikan

segala pengetahuan dan ilmu yang telah diterima seseorang selama proses

pendidikannya sehingga minimalnya dapat dirasakan manfaatnya oleh dirinya

sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu menurut Zakiyah

Darajat pendidikan Islam adalah pendidikan iman dan juga pendidikan

amal.133

Dalam ajaran agama Islam ada dua jalan dalam proses seseorang

memperoleh ilmu pengetahuan, yaitu (1) akal dalam pengertian potensi yang

diberikan Allah swt. kepada manusia, dengan menggunakan kesan-kesan

yang diperoleh panca-indera sebagai bahan pemikiran sebelum sampai

kepada kesimpulan; (2) wahyu dalam pengertian komunikasi dari Tuhan

kepada manusia.134 Pengetahuan yang diperoleh manusia dengan perantara

wahyu bersifat absolut dan mutlak, sedangkan pengetahuan yang diperoleh

132 Lihat misalnya dalam Q.S. Al-Ankabut: 45

Artinya: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan

Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat

yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

133 Zakiah Darajdat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm. 28

134 Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2007, hlm. 37

Page 50: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

71

dengan kekuatan akal dengan perantara panca indera sifatnya relatif

(kemungkinan benar kemungkinan salah). Begitu pula mengenai konsepsi

tentang pengetahuan yang sering dibicarakan oleh ahli-ahli filsafat Barat

berkisar pada pengetahuan yang dicari dengan akal (acquaired) dan tidak

memberi tempat kepada wahyu Tuhan (revelation) sebagai sumber

pengetahuan. Disinilah perbedaan filsafat Barat tentang ilmu pengetahuan

dengan filsafat Islam.135

Kehidupan di dunia dalam ajaran Islam bukanlah akhir dari segalanya

(the end of journey), Islam memandang kehidupan di dunia sebagai ‘ladang’

pencarian nafkah (pahala) untuk bekal di kehidupan yang kekal (akhirat).

Ajaran Islam yang meyakini akan adanya kehidupan kedua, setelah

kehidupan di dunia ini berimplikasi terhadap mean-sheet para ahli pendidikan

Islam khususnya, ketika akan merumuskan konsep tentang pendidikan Islam;

baik itu menyangkut arti maupun tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri.

Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila konsep pendidikan Islam

memiliki karakter atau ciri khas tersendiri, bila hal ini dibandingkan dengan

konsep-konsep pendidikan non-Islam, konsep pendidikan Islam berangkat

dari filsafat theo-centris sedangkan konsep pendidikan non-Islam berangkat

dari filsafat anthropo-centris.136 Maka dengan sendirinya proses pendidikan

dalam Islam tidak akan pernah lepas dari nilai-nilai Ilahiyyah yang sifatnya

fundamental absolut. Adapun proses pendidikan dalam filsafat antrhopo-

centris (umum) hanya berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya manusiawi,

135 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-

Ma’arif, 1980, hlm. 156

136 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994, hlm. 16-17

Page 51: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

72

yaitu hanya mendasarkan ajarannya pada hasil pemikiran manusia dan

berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Pendidikan

Islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan, yaitu kehidupan duniawi

dan kehidupan ukhrawi.137 Begitu pula dalam hal metodologi seharusnya

pendidikan Islam melakukannya dengan pendekatan yang menyeluruh

terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan

sedikit pun, baik dalam segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya

secara fisik maupun secara mental, dan segala aktivitas kehidupan manusia di

bumi. Karena Islam memandang manusia secara totalitas sesuai dengan

fitrahnya.138

Menurut Mohammad Fadhil Al-Djamaly yang dikutip H.M. Arifin139

pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada

kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai

dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari

luar). Oleh karena itu, menurut Arifin pendidikan yang benar adalah model

pendidikan yang memberikan kesempatan kepada keterbukaan terhadap

pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik,

dengan demikian fitrah (potensi) diberikan hak untuk membentuk pribadi

anak; dan dalam waktu bersamaan pula faktor dari luar pun akan memberikan

137 Untuk lebih jelasnya lihat H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara,

tt., hlm. 27

138 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1993, hlm.

27.

139 H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm. 17

Page 52: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

73

pendidikan dan pengalaman untuk menuntun dan mengarahkan kemampuan

dasar (fitrah) anak.140

Pernyataan di atas memberikan penjelasan kepada kita bahwa,

meskipun faktor internal manusia yang berupa fitrah (potensi) sebagai

kemampuan dasar manusia dalam usahanya menjalankan amanah Allah swt.,

yaitu menjaga dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya sesuai

kehendak-Nya. Faktor eksternal pun mempunyai andil dalam usaha manusia

tersebut, faktor eksternal bisa berupa proses pendidikan atau melalui

pengalaman empiris yang diperoleh manusia selama melakukan sosialisasi di

masyarakat dan lingkungannya. Pendidikan dan pengalaman ini diperoleh

manusia melalui potensi fisik yaitu paca-indera. Hal ini sesuai dengan firman

Allah swt. dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78.141 Manusia lahir tanpa

memiliki pengetahuan apa pun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang

memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban.142

Pendidikan dalam Islam merupakan suatu proses dalam suatu sistem

yang dalam pelaksanaannya mempunyai tujuan yang suadah terarah dan jelas.

Maka perlu ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam

adalah pendidikan yang Islami, islami artinya segala sesuatu yang berkaitan

dengan faktor, upaya dan kegiatan pendidikan yang bersifat islami, serta

140 H.M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hlm. 18

141 Q.S. An Nahl: 78

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

142 Hery Noer Aly & Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta, Friska Agung Insani,

2003, hlm. 78

Page 53: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

74

merujuk kepada konsep-konsep yang terkandung dalam ayat-ayat Allah yang

tertulis pada setiap tingkatannya, baik filosofis, konsep, maupun

praktisnya.143 Dalam hal ini Islam mengandung makna konsep nilai yang

bersifat universal khas Islam.

Pendidikan merupakan salah satu formula alternatif yang dipilih manusia

untuk membantu proses peradaban, karena pendidikan dipandang memiliki

signifikansi dan peran strategis. Pertama, pendidikan difungsikan sebagai

proses sosialisasi, yaitu memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan

keterampilan dalam kehidupan. Kedua, pendidikan difungsikan sebagai

proses perkembangan yaitu upaya pengembangan potensi manusia secara

maksimal untuk diwujudkan dalam kehidupan yang konkrit.144 Pendidikan

juga merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek

kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup.145 Sedangkan Ahmad

Tafsir memberikan pengertian pendidikan sebagai usaha meningkatkan diri

dalam segala aspeknya.146 Pendapat ini dapat diartikan bahwa pendidikan

adalah proses pengembangan segala aspek yang ada dalam diri manusia,

unutk kemudian dapat diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat,

dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai substansi dari tujuan pendidikan yang

sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. Oleh karena itu, menurut Abuddin

143 Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam, Jakarta, Logos,

2001, hlm. 35

144 A.M. Syaefudin, Sekulerisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung, Mizan, 1991,

hlm. 125

145 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hlm. 149

146 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja

Rosdakarya, 1994, hlm. ???

Page 54: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

75

Nata147 pendidikan Islam dapat diartikan sebagai pendidikan yang didasarkan

pada nilai-nilai ajaran Islam sebagimana yang tercantum dalam al-Qur’an dan

al-Hadist serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktek sejarah umat

Islam.

Muhaimin dan A. Mujib memberikan pengertian pendidikan Islam

sebagai proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai

pada anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya

guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala

aspeknya.148 Pengertian ini mempunyai lima prinsip pokok pendidikan Islam,

yaitu :

a. Proses transformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus

dilakukan secara bertahap, berjenjang, dan kontinu dengan upaya

pemindahan, penanaman, pengarahan, pengajaran, pembimbingan sesuatu

yang dilakukan secara terencana, sistematis dan terstruktur dengan

menggunakan pola dan sistem tertentu.

b. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada

pemberian dan penghayatan serta pengamalan ilmu pengetahuan dan nilai-

nilai.

c. Pada diri anak didik, yaitu pendidikan itu diberikan pada anak didik yang

mempunyai potensi-potensi rohani. Dengan potensi itu anak

dimungkinkan dapat dididik, sehingga pada akhirnya mereka dapat

147 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 2003, hlm. 161

148 Muhaimin & A. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka

Operasionalisasinya, Bandung, Trigenda Karya, 1993, hlm. 136-137

Page 55: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

76

mendidik. Konsep ini berpijak pada konsepsi manusia sebagai makhluk

psikis (al-insan).

d. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas

pokok pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan, mengembangkan,

memelihara, dan menjaga potensi laten manusia agar ia tumbuh dan

berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat, dan bakatnya.

Dengan demikian, terciptalah dan terbentuklah daya kreativitas dan

produktivitas anak didik.

e. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala

aspeknya, yaitu tujuan akhir dari proses pendidikan Islam adalah

terbentuknya “insan kamil” (consience), yaitu manusia yang dapat

menyelaraskan kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-

akhirat, keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba Allah

dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia. Akibatnya,

proses pendidikan Islam yang dilakukan dapat menjadikan anak didik

hidup penuh bahagia, sejahtera, dan penuh kesempurnaan.

Dalam pandangan Islam pendidikan merupakan upaya pengembangan

seluruh potensi manusia berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan berlangsung

sepanjang hayat. Dengan kata lain secara fungsional pendidikan Islam

memiliki peran untuk menumbuh suburkan serta mengembangkan potensi-

Page 56: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

77

potensi dasar manusia melalui kegiatan interaktif sesuai dengan nilai-nilai

ideal Islam.149

Pendidikan dalam Islam memiliki tempat yang istimewa, semua orang

yang berkecimpung dalam dunia pendidikan baik itu sebagai pendidik

(guru), orang yang sedang mencari ilmu (anak didik), ditempatkan dengan

kelebihan yang dilebihkan oleh Allah swt. bila dibandingkan dengan orang-

orang yang sama sekali tidak tersentuh oleh dunia pendidikan, hal ini sesuai

dengan firman Allah swt. dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 11.150

Adapun menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutif

Ramayulis dalam bukunya al-Tarbiyah al-Islamiyah mengungkapkan

bahwa pendidikan yang berorientasi untuk mempersipakan manusia suapaya

hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencitai tanah air, tegap

jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus

perasaannya, mahir dalam pekerjaannya (profesional), manis tutur katanya

baik dalam lisan maupun tulisan.151 Ahmad D. Marimba dalam bukunya

Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, pendidikan Islam adalah bimbingan

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.152

149 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah),

Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm. 19

150 Lihat dalam Q.S. Al-Mujadilah: 11

Artinya: “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang

kamu kerjakan.” 151 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 1998, hlm. 3-4

152 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, al-Ma’arif, 1980, hlm. 131

Page 57: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

78

Pendidikan islam mempunyai pengertian yang luas, ia bukan sekedar proses

pengajaran yang sebatas pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge),

tetapi lebih dari itu yaitu sebagai proses internalisasi (penanaman) nilai-nilai

keislaman ke dalam setiap individu diri anak didik.153

b. Makna Pendidikan Perspektif Umum

Meskipun para ahli telah banyak yang mendefinisikan makna dari

pendidikan dan telah mengarah pada suatu tujuan tertentu, akan tetapi para

ahli pendidikan masih belum satu kata dalam mengartikan pendidikan.

Dalam Dictionary of Education yang dikutif Nanang Fattah154 dinyatakan

bahwa pendidikan adalah: (1) proses seseorang mengembangkan

kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat

mereka hidup, (2) proses sosial yang terjadi pada orang dihadapkan pada

pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang

dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan

kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.

Perbedaan yang sangat mencolok baik itu menyangkut pengertian

maupun tujuan pendidikan antara pendidikan Islam terutama yang sifatnya

substantif, dengan pendidikan umum (Barat) seperti yang telah penulis

paparkan di bagian pertama menjadikannya cukup sulit untuk terjadinya

sinkronisasi pada kedua kajian tersebut. Akan tetapi secara umum, tujuan

dari keduanya hampir sama, yaitu bertujuan untuk mengembangkan segala

potensi yang ada di dalam diri setiap anak didik. Hal ini dapat dibuktikan

153 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 134

154 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2006,

hlm. 4

Page 58: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

79

dengan pemaparan beberapa ahli pendidikan Barat ketika mendefinisikan

makna dari pendidikan.

Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukkan

kecakapan-kecakapan yang sifatnya fundamental baik secara intelektual

maupun emosional ke arah alam dan sesama manusia.155 Dalam pandangan

Dewey pendidikan adalah proses pembentukan kemampuan dasar yang

fundamental yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya rasa

(emosi) manusia.156 Oleh sebab itu, pada dasarnya pendidikan tidak akan

pernah bisa lepas dengan keterikatannya berkenaan dengan hal-hal seperti,

perkembangan dan perubahan anak didik. Pendidikan selalu berhubungan

dengan transformasi pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan keterampilan.

Menurut S. Nasution dalam kacamata sosiologisnya pendidikan adalah

proses mengajar sekaligus belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa

yang diharapkan oleh masyarakat.157 Karena menurutnya, tingkah laku

(kelakuan) manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial,

bahwa segala sesuatu yang kita pelajari pada dasarnya adalah merupakan

hasil hubungan kita (interaksi) dengan orang lain. Dalam hubungannya

dengan hal ini, Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaibani menegaskan

bahwa pendidikan adalah upaya merubah tingkah laku individu dalam

kehidupan pribadinya yang merupakan bagian dari kelompok masyarakat

155 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 2

156 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 1 157 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2004, hlm. 10

Page 59: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

80

dan lingkungan kehidupan di sekitarnya. 158 Sedangkan menurut Jalaluddin

proses pendidikan merupakan proses perkembangan yang bertujuan. Lebih

lanjut ia menegaskan bahwa tujuan dari proses perkembangan itu sendiri

secara alamiah adalah kedewasaan, kematangan dari kepribadian

manusia.159

Richard Tardif yang dikutip Muhibbin Syah mendefinisikan

pendidikan dalam pengertian yang luas dan representatif

(mewakili/mencerminkan berbagai segi), menurutnya pendidikan adalah :

“...the total process of developing human abilities and behaviours, drawing

on almost all life’s experiences...” (proses menyeluruh terhadap

pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia,

juga sebagai proses penggunaan hampir semua pengalaman-pengalaman

hidup).160 Mencermati ungkapan Tardif ini memberikan pengetahuan

kepada kita mengenai makna pendidikan yang tidak hanya representatif,

akan tetapi juga komprehensif dari segi substantif, dalam artian bahwa

pendidikan tidak hanya sebatas bersifat sederhana (formal) tapi lebih dari

itu. Pendidikan tidak bisa lepas dan tidak akan pernah lepas dari aspek

pengalaman kehidupan.

Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan akan selalu mengalami

interaksi dengan kehidupan sosial dimana seseorang memperoleh

158 Omar Mohammad al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang,

1979, hlm. 399

159 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Manusia; Filsafat dan Pendidikan, Jakarta, Gaya

Media Pratama, 2002, hlm. 14

160 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung, Remaja

Rosdakarya, 1998, hlm. 42

Page 60: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

81

pengalaman kehidupannya. Akan tetapi mengartikan pendidikan dengan

terlalu luas tanpa suatu batas tertentu pun akan mengaburkan substansi dari

tujuan pendidikan itu sendiri. Redja Mudyahardjo161 mengatakan,

pendefinisian yang terlalu luas tentang pendidikan mengandung titik

kelemahan yaitu tidak bisa mendeskripsikan secara tegas mengenai batas-

batas mana pengaruh pendidikan dan bukan pendidikan terhadap

pertumbuhan individu. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari

pengertian representatif adalah terletak pada penempatan kegiatan

pendidikan yang tidak terikat, dalam artian bahwa segala kegiatan atau

pengalaman belajar sebagai inti (core) dalam proses pendidikan bisa

berlangsung dimanapun, kapan pun dalam lingkungan hidup.

Stella van Petten Henderson mencoba memadukan pengertian

pendidikan sebagai pengembangan potensi-potensi yang terdapat dalam diri

seseorang, juga pendidikan diartikan sebagai warisan sosial dari generasi tua

kepada generasi muda. Dengan kata lain pendidikan adalah proses

transformasi ilmu pengetahuan yang secara terus-menerus

berkesinambungan. Lebih lanjut Henderson mengutarakan bahwa

pendidikan adalah :

“... pendidikan sebagai suatu proses pertumbuhan dan

perkembangan – berarti sebagai suatu hasil seorang individu dengan

lingkungannya baik fisik maupun sosial, mulai dari lahir sampai akhir

hayatnya – sebagai suatu proses dengan pewarisan sosial sebagai bagian

dari lingkunagan sosial yang dipergunakan menjadi suatu alat untuk

161 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung, Remaja

Rosdakarya, 2004, hlm. 54-55

Page 61: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

82

perkembangan dari pribadi-pribadi sebaik dan sebanyak mungkin, laki-laki

dan wanita yang hendak meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ...”.162

Secara filosofis pendidikan sangat erat kaitannya dengan filsafat,

khususnya filsafat pendidikan. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya filsafat

dan pendidikan tidak dapat dipisahkan.163 Menurut Noorsyam filsafat adalah

menetapkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah-laku,

bahkan membina kepribadian. Hal ini tergambar dari ungkapan Brauner dan

Burns : “Education and philosophy insepereable because the end of

education is the end of philosophy – wisdom; an the means of philosophy is

the means of education inquiry, which alone can lead to wisdom”.164

Pendidikan adalah proses aktualisasi diri secara total yang meliputi

aspek rohani dan jasmani dengan cara memanfaatkan segala potensi yang

dimiliki sehingga dapat dirasakan manfaatnya baik oleh dirinya sendiri

maupun lingkungannya. Dengan demikian, pendidikan berarti segala usaha

yang dilakukan seseorang dalam meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang

lebih baik dalam membimbing perkembangan jasmani dan rohaninya ke

tingkat kedewasaan.165 Sedangkan menurut Hasan Langgulung, dalam arti

yang luas pendidikan berarti mengubah dan dan memindahkan nilai

kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat.166 Secara tidak

langsung Langgulung ingin menyatakan bahwa pendidikan mempunyai

162 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung, Remaja

Rosdakarya, 2004, hlm. 61

163 M. Noorsyam, Filasafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya, Usaha

Nasional, 1988, hlm. 43

164 M. Noorsyam, Filasafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya, Usaha

Nasional, 1988, hlm. 43

165 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 1 166 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, ,Jakarta, Al-Husna, 1985, hlm. 3

Page 62: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

83

tujuan dan fungsi sebagai alat transformasi nilai-nilai kebudayaan dan ilmu

pengetahuan kepada setiap individu dalam anggota masyarakat.

Sifat paedagogik yang tertanam dalam setiap individu manusia adalah

realitas yang tidak dimiliki makhluk selainnya. Kecenderungan untuk selalu

ingin tahu, berubah, berkembang, merupakan struktur dari kepribadian

manusia di lingkungan masyarakat dan kebudayaannya. Maka dalam arti

yang sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

kebudayaan.167

Pendidikan adalah kebutuhan alamiah manusia, sangat tidak mungkin

untuk zaman sekarang ini manusia mengabaikan pendidikan, menurut

Abdus Salam Dz., pendidikan merupakan kebutuhan dasar (basic need)

untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia.168 Lebih lanjut ia

menegaskan, dalam tataran aplikatif proses pendidikan harus dilakukan

secara integratif dengan semua komponen pendidikan. Pengemabangan

potensi sumber daya manusia bisa dilaksanakan secara maksimal melalui

proses pendidikan, pendidikan adalah alat untuk menumbuh kembangkan

segala potensi yang dimiliki manusia.

Sedangkan menurut Langeveld pendidikan adalah setiap usaha,

pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju

kepada pendewasaan anak, atau lebih tepatnya memberikan bantuan kepada

167 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003 hlm. 1

168 Abdus Salam Dz., Manajemen Tenaga Kependidikan, Cirebon, STAIN Press, 2007, hlm. 15

Page 63: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

84

anak agar cukup cakap dalam melaksanakan tugas kehidupannya secara

mandiri.169

c. Aliran-aliran Pendidikan

Secara sederhana aliran-aliran dalam pendidikan dapat

diklasifikasikan dalam dua golongan, yaitu aliran-aliran pendidikan klasik

dan aliran-aliran pendidikan modern. Aliran-aliran yang termasuk kepada

golongan klasik secara garis besar terbagi ke dalam tiga aliran besar yaitu

Empirisme, Nativisme, dan Konvergensi. Sedangkan aliran-aliran modern

kebanyakan merupakan kelanjutan dan kritik terhadap aliran-aliran yang

sebelumnya.

1. Aliran-Aliran Pendidikan Klasik

a) Aliran Empirisme

Empirisme adalah aliran yang menitikberatkan pada hal-hal yang

sifatnya empirik (pengalaman), tokoh utama dari ini adalah John Locke

(1623-1704 M) seorang filosof berkebangsaan Inggris. Empirisme

berpandangan bahwa manusia di dalam hidup dan perkembangan

pribadinya hanya ditentukan oleh dunia luar (experience).170 Aliran ini

juga terkenal dengan teori tabularasa, menurut teori ini anak (manusia)

yang baru lahir kondisinya masih bersih tidak mengandung apa-apa.171

Sedangkan Mastuhu lebih jelas lagi, menurutnya perkembangan anak itu

selanjutnya ditentukan oleh faktor orang tua, sekolah, dan masyarakat ke

169 Langeveld, (terj.), Paedagogik Teoritis/Sistematis, Jakarta, FIP-IKIP, 1971; fatsal 5,

5a

170 Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Semarang, CV. Toha Putra, 1976, hlm. 89

171 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 138

Page 64: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

85

arah mana kepribadian anak tersebut akan dibentuk dan dikembangkan.172

Dalam aliran ini pengalaman manusia dalam proses kehidupannya

merupakan faktor yang paling dominan terhadap perkembangan individu

manusia.

Teori Empirisme dengan tabularasa-nya hanya mengakui faktor-

faktor yang sifatnya eksternal (luar) dari manusia yang akan berpengaruh

terhdap perkembangan anak (manusia), dengan kata lain empirisme

mengesampingkan faktor internal (kodrati/pembawaan). Adapun

hubungannya dengan pendidikan, empirisme berpendapat bahwa hasil

pendidikan dan perkembangan itu tergantung pada penagalaman-

pengalaman yang diperoleh anak didik (manusia) selama hidupnya.173

b) Aliran Nativisme

Nativisme (aliran pembawaan) lebih menitikberatkan pada faktor-

faktor internal (pembawaan), tokoh dari aliran ini adalah Schopenhauer

(1788-1860 M) seorang filosof berkebangsaan Jerman. Aliran ini

berpendapat bahwa setiap manusia yang dilahirkan telah memiliki potensi

(bawaan/bakat), kemampuan-kemampuan tertentu. Lingkungan tidak

memiliki andil sedikit pun terhadap perkembangan inteletualitas

paedagogik manusia. Adapun hubungan teori Nativisme dengan

pendidikan adalah bahwa pendidikan dan perkembangan manusia

padkhirnya ditentukan pembawaan yang sudah diperolehnya semenjak

lahir. Oleh karena itu pula, pembawaan bakat cepat atau lambat merupakan

172 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994, hlm. 14

173 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 128

Page 65: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

86

realitas di kemudian hari.174 Dengan kata lain menurut Mastuhu,

pendidikan hanya akan berperan membantu manusia (anak didik) untuk

menjadi apa yang akan terjadi sesuai dengan potensi pembawaan yang

dimilikinya semenjak ia lahir.

Pendidikan dalam pandangan Nativisme tidak dapat mempengaruhi

perkembangan manusia (manusia tidak dapat dididik), karena

perkembangan manusia hanya ditentukan oleh faktor nativis-nya. Nativus

(pembawaan) manusia tidak dapat dirubah oleh pendidikan.175 J.J.

Rousseau (1712-1778 M) seorang filosof berkebangsaan Perancis yang

merupakan tokoh dari teori naturalisme, sedikit lebih awal sebenarnya

telah mengemukakan pendapatnya mengenai faktor pembawaan sebagai

faktor yang paling dominan terhadap perkembangan manusia. Menurut

Rosseau anak (manusia) yang baru lahir memiliki pembawaan yang baik,

tidak seorang manusia pun lahir dengan pembawaan buruk. Hubungannya

dengan pendidikan aliran ini lebih cenderung untuk bersikap nagatif

(negativisme), dalam artian bahwa pendidik hanya wajib membiarkan

pertumbuhan anak didik dengan sendirinya, sedangkan proses selanjutnya

tergantung pada alam agar pembawaan yang dimiliki manusia tidak rusak

oleh pendidikan; atau dengan kata lain menurut naturalisme pendidikan

sama sekali tidak diperlukan.176

174 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, INIS, 1994,, hlm. 14

175 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 136

176 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 128-129

Page 66: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

87

c) Aliran Konvergensi

Konvergensi (memuat pada satu pertemuan) adalah aliran filsafat

pendidikan klasik yang mencoba menjembatani antara empirisme dan

nativisme. Tokoh utama dari konvergensi adalah William Stern (1871-

1939 M) seorang filosof berkebangsaan Jerman. Menurut teori ini

perkembangan anak (manusia) tidak hanya ditentukan oleh faktor bawaan

(warisan) dan faktor lingkungan saja, perkembangan akan ditentukan oleh

hasil perpaduan antara kedua faktor tersebut; hasil kerja sama (kombinasi)

antara faktor-faktor yang ada di luar (hasil kerja sama antara dasar dan

ajar).177 Oleh sebab itu, menurut teori konvergensi ada tiga hal yang dapat

dilakukan kepada seorang anak, yaitu :

1) Pendidikan mungkin diberikan

2) Yang membatasi pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu

sendiri

3) Pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan

kepada lingkungan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang

baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk. 178

b. Aliran-Aliran Pendidikan Modern

1) Aliran Progressivisme

Aliran progressivisme179 berkeyakinan bahwa manusia mempunyai

kesanggupan-kesanggupan untuk mengendalikan hubungannya dengan

177 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm, 139-140

178 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 128-129

Page 67: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

88

alam, sanggup meresapi rahasia-rahasia alam, sanggup menguasai alam.180

Aliran ini merupakan aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh

dalam abad ke 20, di seluruh dunia terutama di Amerika Serikat. Tokoh-

tokoh aliran Progressivisme antara lain William James (1842-1910), John

Dewey (1859-1952), Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller dan Geogres

Santayana kedua orang ini adalah penganut pragmatisme.

Progressivisme juga mengaruhi dan berusaha mengembangkan asas

progressivisme dalam segala realita, terutama dalam kehidupan. Manusia

diharapkan agar selalu survive dalam mengahadapi segala tantangan dalam

kehidupannya.181 Progressivisme memiliki sifat-sifat umum yang dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu : (a) sifat-sifat negatif, dan

(b) sifat-sifat positif. Dalam hal negatif progeressivisme menafikan

otoritariisme dan absolutisme dalam segala hal, seperti yang terdapat

dalam agama, politik, etika, dan efistimologi. Sedangkan dalam hal yang

sifatnya positif progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan

alamiah dari dalam diri setiap manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi

179 Proressivisme juga dikenal dengan instrumentalisme dan eksperimentalisme.

Intrumentalisme berpandangan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup,

kesejahteraan, dan pengembangan kepribadian manusia. Adapun eksperimentalisme berpandangan

bahwa kesadaran untuk mengimplementasikan asas ekperimen merupakan tahap pengujian tentang

kebenaran suatu teori. Progressivisme juga sering dihubungkan dengan pandangan hidup liberal

The Liberal Road To Culture. Untuk lebih jelasnya lihat Jalaluddin & Abdullah Idi dalam,

Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2002,

hlm. 69-81 sebagai bahan perbandingan, lihat juga Direktorat Jenderal Pembinaan

KelembagaanAgama Islam dalam, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, 1983/1984, hlm. 22-26

180 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam., Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Depag RI,

Jakarta, 1983/1984, hlm. 23

181 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 69

Page 68: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

89

oleh manusiadari semenjak lahir (man’s natural powers), dalam Islam ini

dikenal dengan fitrah (potensi).

Adapun relasinya dengan pendidikan, Progressivisme telah

memberikan sumbangan dengan signifikan terhadap perkembangan dunia

pendidikan modern, yaitu dengan meletakkan dasar-dasar kemerdekaan

dan kebebasan kepada anak didik. Progressivisme bertujuan menjadikan

anak didik yang memiliki kualitas intelektualitas yang tinggi dan terus

maju (progress) sebagai generasi penerus, yang akan menjawab tantangan

zaman dan peradaban baru. Oleh karena itu, progressivisme memandang

tentang kebudayaan sebagai hasil budi daya manusia, yang akan terus

mengalami kemajuan, perkembangan, dinamis sepanjang sejarah

kehidupan manusia. Oleh sebab itu pula, pendidikan merupakan usaha

manusia yang berupa refleksi dari kebudayaan itu seharusnya sejiwa

(sinkron) dengan kebudayaan itu sendiri.182

2) Aliran Essensialisme

Aliran ini berpandangan bahwa dasar berpijak mengenai pendidikan

yang penuh fleksibelitas, selalu terbuka untuk perubahan, toleran, tidak

ada keterikatan terhadap doktrin tertentu.183 Tokoh-tokohnya anatra lain,

Deiderius Erasmus (Abad 15) ia berpendapat agar kurikulum sekolah

bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga bisa menyentuh

182 Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta, Andi Offet, 1992,

hlm. 24

183 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta, Depag

RI, 1983/1984, hlm. 26

Page 69: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

90

kaum menengah dan aristokrat, Johann Amos Comenius (1592-1670 M)

seorang yang berpandangan realis dan dogmatis. Ia berpendapat bahwa

pendidikan mempunyai peranan dalam pembentukan karakter dan

kepribadian anak sesuai kehendak Tuhan; karena pada dasarnya unia

adalah dinamis dan bertujuan, John Locke (1632-1704 M) seorang filosof

berkebangsaan Inggris, ia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu

dekat dengan situasi dan kondisi, Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827

M) Pestalozzi menaruh kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin

pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-

kemampuan wajarnya. Selain itu ia pun berkeyakinan bahwa manusia

mempunyai hubungan transedental secara langsung dengan Tuhan, dan

Johann Friederich Frobel (1782-1852 M) adalah seorang tokoh yang

berpandangan kosmis-sintestis dengan keyakinannya bahwa manusia

adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam,

sehingga manusia tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan hukum

alam. Sedangkan mengenai pendidikan ia berpandangan bahwa anak

adalah makhluk yang berekspresi kreatif, sehingga dalam tingkah lakunya

akan nampak adanya kualitas metafisis. Oleh karena itu menurutnya, tugas

pendidikan adalah membimbing anak didik menuju ke arah kesadaran

terhadap diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kejadiannya,

Johann Friederich Herbert (1776-1841 M) adalah murid dari Immanuel

Kant. Ia berpendapat bahwa tujuan dari pendidikan adalah sinkronisasi

jiwa seseorang dengan nilai-nilai kabajikan dari yang mutlak (hukum-

Page 70: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

91

hukum kesusilaan), dan inilah yang disebut dengan proses pencapaian

tujuan pendidikan oleh Herbert dengan sebutan ‘Pengajaran yang

Mendidik”, William T. Harris (1835-1909 M) seorang tokoh aliran

essensialisme Amerika Serikat. Pandangannya banyak dipengaruhi oleh

Hegel, yang berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan

umum. Menurutnya, tugas pendidikan adalah mengijinkan terbukanya

realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual.

3) Aliran Perennialisme

Perennilaisme diambil dari kata perennial diartikan “continuing

throughout the whole year" atau “lasting for a very long time” artinya

abadi atau kekal. Aliran ini mengandung kepercayaan filsafat yang

berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.184

Tokoh-tokoh dari aliran perennialisme antara lain Plato, Aristoteles,

Thomas Aquinas, dan lain-lain.

Perennialisme lahir dilatarbelakangi oleh munculnya berbagai

krisis di jaman modern ini. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini

diperlukan solusi untuk mengembalikan keadaan menjadi normal dan

ideal. Perennialisme menawarkan solusi tersebut dengan pandangannya

bahwa seharusnya umat manusia kembali kepada kebudayaan masa

lampau yang telah teruji ketangguhannya.185 Begitu pula dengan

pendidikan, agar pendidikan yang ada pada masa sekarng ini sesuai

184 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam., Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Yogyakarta,

Depag RI, 1983/1984, hlm. 29

185 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 89

Page 71: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

92

dengan yang diharapkan dan bisa menjawab berbagai krisis yang terjadi,

maka pendidikan harus kembali kepada model dan sistem pendidikan masa

lalu yang telah teruji melahirkan berbagai macam kemajuan serta mampu

mejawab berbagai tantangan.

Aliran perennialisme memandang pendidikan sebagai solusi dalam

proses mengembalikan krisis multi dimensi yang terjadi saat ini, menurut

aliran ini pendidikan merupakan jalan kembali dalam proses pengembalian

tersebut. Oleh karena itu, menurut Noorsyam yang dikutif Jalaluddin dan

Abdullah Idi mengatakan, perennialisme telah memberikan sumbangan

yang berpengaruh baik teori maupun praktek (implementasi) bagi

kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.186

Azas yang dianut perennialisme bersumber pada filsafat

kebudayaan yang yang berkiblat kepada dua golongan, yaitu (a)

perennialisme yang theologis – bernaung di bawah supermasi gereja

Khatolik, dengan orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas, dan (b)

perennialisme yang sekuler yang berpegang pada ide dan cita filosofis

Plato dan Aristoteles.187

Menurut Plato pendidikan manusia secara kodrati (alamiah)

memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan

hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan kepada

186 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 89

187 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam., Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta, Depag

RI, 1983/1984, hlm. 31

Page 72: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

93

masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat

terpenuhi.188

4) Aliran Rekonstruksionisme

Rekontruksionisme berasal dari bahasa Inggris yaitu re-construct yang

mengadung arti memabangun kembali atau menyusun kembali.189 Pada

dasarnya aliran rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perennialisme

yang bercita-cita mengatasi segala krisis dalam kehidupan modern. Maka

melalui lembaga dan proses pendidikan, reontruksionisme berkeinginan

mereformasi bangunan atau susunan sistem lama dan menggantinya

dengan bangunan dan susunan sistem yang sama sekali baru. Hal ini

senada dengan ungkapan John Dewey yaitu “education as

recontruction”.190

Sebenarnya masih terdapat satu aliran lagi yaitu Eksistensialisme.

Aliran ini seringkali dihubung-hubungkan dengan reaksi terhadap

peradaban manusia yang hampir punah akibat terjadainya perang dunia ke-

II. Dengan demikian pada hakiatnya Eksistensialisme merupakan aliran

filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai

dengan hidup azasi yang imiliki dan dihadapi manusia.191 Akan tetapi pada

proses perjalanannya aliran ini kurang mendapat simpati dari para filosof

188 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 96

189 Jalaluddin & Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,

Gaya Media Pratama, 2002, hlm. 97

190 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam., Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Depag RI,

Jakarta, 1983/1984, hlm. 31

191 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam., Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Depag RI,

Jakarta, 1983/1984, hlm. 32

Page 73: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

94

karena dianggap aliran yang tidak mengenal batas-batas susila dan sering

mengabaikan norma-norma umum. Salah satu tokohnya Morris pernah

mengungkapkan bahwa “existensialism’s concept of freedom in

education”, hal ini pulalah yang membuat aliran ini tidak banyak

dibicarakan dalam filsafat pendidikan.192

2. Manusia dan Pendidikan

Manusia dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak

terpisahkan. Keduanya memiliki keterkaitan terutama manusia terhdap

pendidikan. Hal ini disebabkan, karena pada dasarnya manusia memiliki

fitrah intelek yang harus atau membutuhkan pembinaan secara intensif

dan metode pengembangan yang efektif. Apabila hal ini tidak

dilaksanakan, maka manusia akan menjadi bodoh (Q.S. al-A’raf: 179).193

Para ahli pendidikan Islam pada umumnya berpendapat bahwa teori

dan praktek kependidikan Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar

tentang manusia. Manusia sebagai subjek dalam proses pendidikan,

192 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan

Islam., Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Depag RI,

Jakarta, 1983/1984, hlm. 32-33. Untuk lebih jelasnya lihat dalam Direktorat Jenderal Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 31-33, lihat juga Jalaluddin dan

Abdullah Idi dalam, Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan, hlm. 69-97 mengenai

aliran-aliran pendidikan modern.

193 Lihat Q.S. Al-A’raf: 179

Artinya: “Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan

manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat

Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda

kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk

mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

Page 74: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

95

menjadikannya sangat sentral dan vital dalam merumuskan konsepsi-

konsepsi maupun teori-teori dalam pendidikan. Tanpa adanya kejelasan

mengenai konsepsi manusia, maka baik konsep, teori, ataupun tujuan

pendidikan hanya bisa meraba-raba.194 Bahkan menurut Ali Ashraf yang

dikutif Al-Rasyidin, dalam pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami

secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafisran Islam tentang

pengembangan individu seutuhnya.195 Adapun menurut H. A. R. Tilaar

dan Riant Nugroho manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat

mewujudkan kemanusiaannya yang berbeda dengan dunia binatang. Hal

ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang memerlukan

pendidikan.196

Karena pendidikan merupakan kebutuhan manusia dalam proses

pembinaan aspek jasmani dan rohani manusia selama hidupnya, maka

pendidikan pada hakikatnya akan terus berlangsung selama manusia itu

sendiri hidup. Oleh karena itu, pendidikan seumur hidup (lifelong

education) merupakan buah interpretasi yang berangkat dari suatu

kenyataan, kesadaran, azas dan juga harapan baru bahwa proses dan

kebutuhan akan pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia. Hla ini

juga berarti bahwa manusia dalam hidupnya perlu selalu mencari

194 Al-Rasyidin, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan

Praktis, Jakarta, Ciputat Press, 2005, hlm. 21

195 Al-Rasyidin, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan

Praktis, Jakarta, Ciputat Press, 2005, hlm. 21

196 H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,

2008, hlm. 23

Page 75: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

96

pengetahuan, pengalaman, dan pemikiran baru apa pun, kapan pun, dan

dimana pun.197

Manusia memerlukan pendidikan dan bimbingan secara profesional

serta mengacu kepada nilai-nilai manusiawi yang kultural-edukatif, dengan

demikian proses pendidikan memiliki paeranan yang sangat urgen

terhadap pengembangan dan aktualisasi fitrah (potensi) yang telah ada di

dalam setiap individu manusia. Dalam proses pendidikannya tersebut

manusia akan tumbuh dan berkembang melalui proses dialektis dan

interaktif dengan lingkungannya, sehingga fitrah yang merupakan potensi

dasar hidupnya dapat berkembang secara wajar melalui setahap demi

setahap menuju tujuannya yang telah ditetapkan.198 Pendidikan dalam

Islam merupakan proses yang suci untuk mewujudkan tujuan azasi hidup,

yaitu beribadah kepada Allah swt. dengan segala maknanya yang luas.199

Dengan demikian, pendidikan untuk umat Islam merupakan realisasi

kecintaan dan bentuk ibadah yang memiliki nilai tinggi dalam pandangan-

Nya, dimana alam semesta sebagai lapangannya, manusia sebagai

pusatnya, dan hidup dalam keimanan dan ketaqwaan sebagai tujuannya.200

Dalam proses pendidikannya manusia tidak akan pernah lepas dari

dua faktor yang sangat fundamental dalam proses pengembangan jasmani

197 Supriyanto, Pendidikan Orang Dewasa; dari teori Hingga Aplikasi, Jakarta,Bumi

Aksara, 2008, hlm. 4

198 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 146

199 Lihat misalnya Q.S. Adz-Zariyat: 56

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi

kepada-Ku.”

200 Hery Noer Aly & Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta, Friska Agung Insani,

3003, hlm. 55

Page 76: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

97

dan ruhani manusia, kedua faktor tersebut adalah faktor warisan dan faktor

lingkungan. Kedua faktor ini mempengaruhi manusia dan berintegrasi

dengannya semenjak hari pertama ia menjadi embrio sampai akhir

hayatnya.201 Oleh karena itu, konsepsi penciptaan dan fungsi manusia

dalam pendidikan khususnya pendidikan Islam melahirkan paling tidak

dua implikasi yang sangat urgen relasinya dengan pendidikan Islam, yaitu:

1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua

komponen (materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki

proses pembinaan yang mengacu ke arah realisasi dan pengembangan

komponen-komponen tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa

sistem pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan

(integration) antara pendidikan qalbiyah dan aqliyah, sehingga mampu

menghasilkan manusia Muslim yang pintar secara intelektual dan

terpuji secara moral. Jika kedua komponen itu terpisah atau

dipisahkandalam proses kependidikan Islam, maka manusia akan

kehilangan keseimbangannya dan tidak akan pernah menjadi pribadi-

pribadi yang sempurna (al-insan al-kamil).

2. Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini

adalah sebagai khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsinya ini

Allah swt. membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam

konteks ini, maka pendidikan Islam harus merupakan upaya yang

ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara

201 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 140

Page 77: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

98

maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti

berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya,

masyarakat dan lingkungannya, baik sebagai khlifah maupun sebagai

‘abd.202

Menurut Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, agar pendidikan umat

berhasil dalam prosesnya maka konsep penciptaan manusia dan fungsi

penciptaannya dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasikan

dalam perumusan teori-teori pendidikan Islam melalui pendekatan

kewahyuan, empirik keilmuan, dan rasional filosofis.203 *

Thomas Aquinas dan Aristoteles (367-345 SM) mengaitkan

pendidikan sebagai alat untuk merealisasikan kapasitas (potensi) yang ada

dalam diri individu agar menjadi aktif, dan nyata; menjadi aktualitas.204

Pernyataan keduanya ini mempertegas bahwa pendidikan memiliki peranan

yang sangat signifikan terhadap perkembangan segala potensi yang ada

dalam diri seseorang. Bahkan Aquinas menganalogikan fungsi pendidikan

(dalam hal ini guru) sebagai seorang dokter, dimana menurutnya dokter

berperan membantu pasiennya supaya sehat dengan cara menyadarkannya

bahwa si pasien tersebut punya inherent tendency (kecenderungan bawaan)

untuk sembuh dan sehat kembali. Begitu pula dengan pendidikan/seorang

202 Al-Rasyidin, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan

Praktis, Jakarta, Ciputat Press, 2005, hlm. 21-23

203 Al-Rasyidin, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan

Praktis, Jakarta, Ciputat Press, 2005, hlm. 21. Menurut Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, dalam

pendekatan keilmuan dan filosofis hanya merupakan media untuk menalar pesan-pesan Tuhan

yang sifatnya absolut, baik itu melalui ayat-ayat-Nya yang bersifat tekstual (qur’aniyah), maupun

ayat-ayat-Nya yang bersifat kontekstual (kauniah) yang telah dijabarkannya melalui sunatullah.

204 M. Noorsyam, Filasafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya, Usaha

Nasional, 1988, hlm. 322

Page 78: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

99

guru berperan membantu perkembangan-perkembangan potensi yang ada

pada anak didiknya untuk berkembang. Menurut Aquinas, kedua peranan

tersebut masing-masing tidak akan berhasil tanpa adanya potensi yang

sudah inherent pada setiap individu manusia.

Pendidikan adalah proses pengembangan potensi diri untuk

diaktualisasikan secara optimal dalam kehidupan sehari-hari. Manusia selalu

mengalami perkembangan adalah berkat dari adanya proses pendidikan dan

pengalaman, oleh karena itu pendidikan adalah suatu keniscayaan bagi

setiap individu manusia dalam proses pengembangan berbagai potensi

(fitrah) yang dimilikinya. Beberapa filosof Muslim seperti al-Ghazaly, Ibn

Sina, Ibn Khaldun, dan yang lainnya berpendapat bahwa manusia telah

diberi kemampuan berpikir rasional dalam dirinya oleh Tuhan. Kemampuan

rasional (intelektual) ini baru bisa berfungsi secara aktual apabila

dikembangkan melalui proses belajar (pendidikan).205 Lebih lanjut

ditegaskan kembali oleh H.M. Arifin, menurutnya proses perkembangan

melalui belajar (pendidikan) pada hakikatnya adalah merupakan proses

aktualisasi potensi pengetahuan manusia yang telah ada pada diri manusia

semenjak kelahirannya. Bagaikan benih di dalam tanah yang subur, yang

akan tumbuh dengan pertumbuhan yang baik; begitu Al-Ghazaly

menganalogikan tentang perkembangan kemajuan manusia melalui proses

belajar.206

205 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 140

206 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, tt., hlm. 141

Page 79: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

100

Pendidikan dan manusia adalah satu kesatuan yang tidak dapat

terpisahkan. Pendidikan sarana dalam usaha manusia memahami dirinya dan

lingkungannya, oleh sebab itulah ada pendidikan yang sifatnya internal dan

juga eksternal. Pendidikan internal adalah pendidikan yang erat kaitannya

dengan pengemabangan kepribadian manusia yang meliputi segala aspek

yang terkandung dalam diri manusia itu sendiri, baik itu potensi jasmani

maupun rohani.

3. Urgensi Pendidikan bagi Manusia

Setiap individu manusia memiliki sejumlah kemampuan atau

potensi didalam dirinya masig-masing. Berbagai potensi ini memerlukan

bantuan dalam proses implementasi dan pengembangannya, atau dengan

kata lain potensi atau kemampuan yang dimiliki manusia ini baru bisa

tumbuh dan berkembang apabila telah mendapatkan stymulus (dorongan)

yang tepat agar selaras dengan tujuan penciptaannya.

Adapun cara yang paling efektif untuk menumbuh-kembangkan

segala potensi yang dimiliki manusia ini adalah melalui proses pendidikan.

Muhaimin dan Abdul Mujib mengungkapkan, pendidikan merupakan proses

proses untuk menumbuhkan dan juga mengemabangkan potensi-potensi

yang dimiliki manusia. Menumbuhkan dan mengembangkan dalam arti

berusaha untuk mengaktualisasikan potensi-potensi laten tersebut, dalam

bahasa Islam potensi laten disebut sebagai “fitrah”.207 Menurut M. Natsir

yang dikutip Ramayulis menyatakan bahwa pengembangan fitrah (potensi)

207 Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan

Kerangka Operasionalisasiny, Bandung, Trigenda Karya, 1993, hlm. 28

Page 80: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

101

adalah salah satu tugas risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad saw.,

dengan kata lain pengembangan fitrah merupakan suatu keharusan karena

merupakan kewajiban (perintah); khususnya untuk umat Islam. Adapun

dalam proses pengembangan tersebut, menurut Ramayulis harus

dilaksanakan secara sadar, berencana, dan sistematis.208 Sedangkan

mengenai berkembang tidaknya fitrah, ia bependapat bahwa hal itu

tergantung kepada dua faktor, yaitu :

a. Usaha manusia itu sendiri209dan salah satu bentuk usaha yang dapat

dilakukan dalam proses pengembangan fitrah adalah melalui pendidikan,

dalam sebuah hadistnya Rasulallah saw.210 mengisyaratkan bahkan

memerintahkan umatnya untuk mengembangkan fitrah melalui

pendidikan; yaitu fitrah beragama, fitrah intelek, dan fitrah sosial.

208 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 204. Secara

implisit hal ini dapat dipahami dari firman Allah swt. Q.S. Al-Insyiqaaq: 19, Dalam ayat ini Allah

swt. mengehendaki umatnya untuk melakukan sesuatu apapun dengan penuh perhitungan. Lihat

juga Q.S. Al-A’laa: 2

Artinya: “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),” (Q.S. Al-

Insyiqaaq: 19)

Artinya: “Yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),” (Q.S. Al-A’laa: 2)

209 Hal ini dapat kita pahami dari Q.S. al-Ra’du : 11

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap

sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi

mereka selain Dia.” Ayat ini memberikan penjelasan bahwa Allah swt. tidak akan pernah merubah

keadaan manusia selama manusia itu tidak pernah memulai dengan sendirinya untuk berubah.

210 Dalam sebuah hadistnya Rasulallah saw. pernah bersabda : “Didiklah anak-anakmu

atas tiga perkara : (1) Mencintai Nabimu, (2) Mencintai ahli rumahnya, (3) Membaca al-Qur’an

karena si penghapal al-Qur’an di dalam naungan Alla swt. pada hari dimana tidak ada naungan

kecuali naungan-Nya, beserta nabi-nabi-Nya dan orang-orang yang disucikan-Nya (H.R.

Dailami).

Page 81: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

102

b. Hidayah Allah swt. terdapat tiga macam hidayah yang diberikan Allah swt.

kepada manusia dalam rangka pengembangan fitrahnya, yaitu :

1) Hidayah Aql (akal)211, akal memiliki fungsi yang bisa membedakan

antara manusia dan hewan, dan akal inilah yang tidak diberikan Allah

kepada makhluk lain selain manusia.

2) Hidayah Qalb (hati), kedudukan qalb lebih tinggi dibandingkan aql

karena qalb bisa menghayati apa yang tidak bisa dihayati oleh aql. Qalb

lah yang menentukan eksistensi manusia secara substantif, karena apabila

qalb ini rusak maka rusaklah segala apa yang terdapat dalam diri

manusia.212

3) Hidayah dien (agama), hidayah ini memiliki kedudukan lebih tinggi

daripada semua hidayah yang ada; bahkan hidayah ini dapat pula

memfungsikan antara hidayah qalb dan hidayah aql. Hidayah aql

memiliki kemampuan untuk berpikir, hidayah qalb memiliki kemampuan

untuk menghayati hal-hal yang tidak bisa dijangkau aql. Sedangkan

hidayah dien mampu menuntun aql dan qalb manusia secara bersamaan.

Meskipun aql dan qalb merupakan hidayah yang dapat mengembangkan

fitrah manusia, akan tetapi apa yang diperoleh keduanya bersifat relatif;

211 Hal ini dapat kita lihat dalam Q.S. Al-Baqarah: 242

Artinya: “Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya

kamu memahaminya.”

Secara eksplisit ayat ini menyuruh kita untuk menggunakan hidayah aql (fitrah aql) yang telah

dianugerahkan Allah kepada setiap manusia.”

212 Rasulallah saw. pernah bersabda, yang artinya: “Ingatlah sesungguhnya dalam diri

manusia itu terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluruh anggota tubuh, dan

apabila ia rusak makarusaklah seluruh anggota tubuh. Ingatlah, itu adalah hati manusia.” (H.R.

Bukhari). Menurut hadist ini hati merupakan sentral dari segala keabaikan dan keburukan manusia.

Page 82: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

103

sedangkan hidayah dien dapat memperoleh kebenaran yang mutlak dan

hakiki.

Pendidikan dalam Islam antara lain berusaha untuk mengembangkan

alat-alat potensial dari manusia tersebut seoptimal mungkin, untuk dapat

difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah (problem solving) hidup dan

kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta budaya

manusia, dan pengembangan sikap iman dan taqwa kepada Allah swt.213

Manusia yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani merupakan

kombinasi yang sangat sempurna dalam proses sebuah penciptaan makhluk-

Nya.214 Unsur jasmani hanya merupakan wujud materi manusia yang tergambar

dari keseluruhan anggota tubuhnya. Sedangkan unsur rohani manusia merupakan

bagian dari manusia yang immateri (lepas dari alam nyata), hal ini dapat kita

pahami dari pernyataan al-Ghazaly dalam kitab Mizanul Amal yang dikutip al-

Syaibani :

“Insan (manusia) ialah makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat

dilihat oleh pandangan (pancaindera), dan jiwa bisa ditanggapi oleh akal dan

mata hati (bashirah), tetapi tidak dengan pancaindera. Tubuhnya dikaitkan

dengan tanah dan ruhnya pada nafs atau jiwanya. Allah masukkan ruh adalah

apa yang kita ketahui sebagai jiwa atau nafs. Allah mengisyaratkan pada orang

yang berpandangan jauh bahwa jiwa atau nafs manusia termasuk perkara

ketuhanan. Ia lebih besar dan lebih tinggi dari jasad yang terpacak di bumi.” 215

213 Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,

2009, hlm. 16

214 Q.S. At-Tiin: 4

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

(sempurna) .”

215 Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazaly, Jakarta, CV. Rajawali,

1988, hlm. 92

Page 83: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

104

Dari pernyataan al-Ghazali di atas dapat dipahami mengenai sifat-sifat

dasar jasmani (jasad) yang merupakan kebalikan dari jiwa yang sifatnya metafisik.

Jasmani (jasad) memiliki sifat materi, membutuhkan ruang, waktu, tempat, dan

terdiri dari unsur-unsur yang membutuhkannya. Sedangkan rohani (jiwa) adalah

sebaliknya.

Pada bagian rohani manusia memiliki ruh.216 Eksistensi ruh dalam diri

manusia tidak melekat pada sesuatu apa pun dari manusia, ia merupakan jauhar

(substansi) yaitu sesuatu yang berwujud dan berdiri sendiri.217 Menurut Plato ruh

berasal dari alam ide sebelum bersatu dengan badan atau raga di alam materi,

serta me-recall kembali ide-ide yang telah diketahuinya ketika masih berada di

alam ide tersebut saat ruh bersatu dengan badab (raga). Setelah bersatu dengan

badan ruh mempunyai tiga bagian : (1) bahagian yang mempunyai nafsu

keduniaan dan berpusat di perut, (2) bagian yang mempunyai sifat keberanian

berpusat di dada, (3) bagian rasio yang mempunyai fungsi berpikir dan bertempat

di kepala.218

Pendidikan adalah proses aktualisasi segala potensi manusia yang sesuai

dengan kodrat manusia itu sendiri yaitu ingin selalu mengetahui berbagai hal.

Keingintahuan manusia ini didukung oleh potensi yang dimilikinya, yaitu akal

(rasio) dan panca indera yang merupakan kombinasi potensi jasmani dan rohani

216 Harun Nasution dalam berpendapat bahwa ruh, nafs, jiwa, akal, adalah merupakan

bagian dari kepribadian. Lihat Harun Nasution “Falsafat Agama”, Jakarta, Bulan Bintang, 1973,

hlm. 76. Menurut Wiliam Stern kepribadian adalah suatu kesatuan bayak (unita multi compleks)

yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus individu, yang

bebas menentukan dirinya sendiri. Lihat Ramayulis, “Psikologi Agama” Jakarta, Kalam Mulia,

hlm. 105-106

217 Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan

Kerangka Operasionalisasiny, Bandung, Trigenda Karya, 1993, hlm. 35

218 Harun Nasution, Falsafat Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, hlm. 76

Page 84: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

105

manusia yang merupakan ‘simbiosis mutualisme-nya’ kedahagaan manusia

terhadap rasa ingin tahunya dan ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, terdapat

perbedaan pendapat mengenai operasionalisasinya dikalangan para ahli khususnya

para filosof yang menyebabkan lahirnya beberapa aliran dalam dunia filasafat

seperti empirisme, rationalisme, skepticisme, dan dogmatisme. Immanuel Kant

(1724-1804 M) telah berusaha mencoba menginterpretasikan teori-teori

pengetahuan secara lebih realistis dalam usahanya menjembatani ajaran

empirisme yang bertentangan dengan ajaran rationalisme. Menurut Kant : “... the

typical function reason is relating or synthesizing the data of sense...” (fungsi

khusus rasio adalah menghubungkan atau mengsintesiskan data-data yang

diterima oleh panca indera).219 Oleh karena itu menurut Immanuel Kant, baik

indera (sense) maupun akal (ratio) keduanya memiliki peranan yang sama yaitu

sebagai alat pembentuk ilmu pengetahuan.

Secara umum untuk mempelajari perkembangan manusia diperlukan

adanya perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut : (1) proses

pematangan khususnya pematangan fungsi kognitif; (2) proses belajar; (3)

pembawaan atau bakat.220 Ketiga tingkatan ini sangat erat kaitannya dengan

proses pengembangan segala potensi diri yang dimiliki manusia, khususnya

dengan potensi intelektualitasnya. Karena pada dasarnya manusia telah memiliki

potensi intelektual yang erat kaitannya dengan proses pematangan fungsi kognitif.

Pematangan fungsi kognitif ini bisa dilakukan melalui proses belajar; yang

219 M. Noorsyam, Filasafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya, Usaha

Nasional, 1988, hlm. 126. Kritik Kant ini ditulisnya dalam karyanya Critique of Pure Reason.

220 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung, Remaja

Rosdakarya, Bandung, 1998, hlm. 42

Page 85: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

106

ditunjang oleh faktor bawaan atau bakat. Maka menurut Muhibbin Syah, apabila

fungsi kognitif, bakat dan proses belajar seseorang dalam keadaan positif hampir

dapat dipastikan orang tersebut akan mengalami proses perkembangan kehidupan

secara mulus.221

Max Weber pernah mengungkapkan bahwa kemajuan-kemajuan

pembangunan yang terjadi di Eropa terutama dalam bidang ekonomi adalah

disebabkan lahirnya keyakinan kaum Calvinis Protestan akan perintah dan calling

Tuhan untuk terus bekerja keras dan berhemat terhadap harta yang dimiliki.

Menurutnya, yang menjadi inner resources (sumber dalam jiwa) yang mengubah

dunia negara-negara Barat adalah lahirnya ‘Protestant Ethich’ dikalangan

masyarakat Barat pada waktu itu bagi kemajuan-kemajuan yang dicapai, inner

resources ini berasal dari keimanan dan keyakinan yang ditanamkan para pemuka

agama protestan kepada kaumnya untuk selalu berkeyakinan dan bekerja keras

untuk mendapatkan kemuliaan di dunia sebagai refleksi kesuksesan manusia kelak

di hadapan Tuhannya. Keyakinan bahwa calling harus dilaksanakan oleh setiap

manusia yang beriman, lebih lanjut Weber mengatakan :

“... merupakan suatu nasib ketika manusia harus menyerahkan dan

harus mengerjakan yang terbaik oleh karenanya, akan tetapi panggilan itu

(calling) merupakan suatu perintah Tuhan kepada setiap individu untuk bekerja

demi kemuliaan Tuhan. Perbedaan yang yang tampaknya sedemikian halus ini

mempunyai pengaruh psikologis yang sangat luas, dan menjadi terhubungkan

dengan suatu perkembangan yang lebih lanjut mengenai interpretasi

‘providential’ (yang telah ditakdirkan Tuhan) dari tatanan perekonomian yang

dimulai...”.222

221 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung, Remaja

Rosdakarya, 1998, hlm. 42

222 Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit Of Capitalism, terj. Priyasudiarja,

Pustaka Promethea, 2003, hlm. 234

Page 86: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

107

Begitu dasyatnya semangat kapitalisme yang lahir dari sebuah keyakinan

dan keimanan kaum protestan taerhadap calling Tuhan mereka, hal itu menjadikan

bangsa-bangsa Eropa begitu pesat dalam perkembangan dan kemajuan-kemajuan

yang telah dicapai; lantas apa yang membuat spirit semcam itu bisa hilang dari

jiwa-jiwa umat Islam dewasa ini? Padahal umat Islam pun pernah berhasil

mencapai kegemilangan pada masanya. Ternyata kegemilngan umat Islam yang

pernah dicapai tersebut tidak lepas dari spirit (semangat) umat Islam pada masa

itu akan keimanan dan keyakinan bahwa pangkal dari semua amal (perilaku

hidup) di dunia ini haruslah ditetapkan atas nama ibadah kepada Allah swt. ibadat

disini bermakna mengembangkan segala potensi diri dan amanah membimbing

perkembangan segala potensi yang dimiliki sesuai dengan perintah dan petunjuk

Allah yang terkadung dalam syari’ah, undang-undang suci Islam.223 Menurut

A.W. Azzam yang dikutip Hasan Langgulung, ada beberapa karakteristik yang

dimiliki umat Islam baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat sehingga

umat Islam mencapai kegemilangan :

a) Sifat ingin tahu (curiosity) yang tidak pernah padam

b) Daya cipta (creativity) yang tinggi bagi individu yang menonjol dalam

masayarakat

c) Sifat terbuka terhadap inovasi dan ekperimen bagi setiap ide-ide baru

d) Sifat selalu ingin mencapai yang lebih baik terutama dalam bidang-bidang

ilmu pengetahuan224

223 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-

Ma’arif, 1980, hlm. 29

224 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-

Ma’arif, 1980, hlm. 30

Page 87: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

108

Teori kemanusiaan berpendapat bahwa pendidikan berarti

mengembangkan potensi manusia sebanyak mungkin (self-actualization), hal ini

juga mengandung arti sebagai kesehatan mental. Akan tetapi terdapat perbedaan

pandangan dikalangan para ahli menganai apa itu kesehatan mental. Dalam

kacamata psikoanalisa kesehatan mental adalah kekuatan ego (ego-strength),

menurut behaviorisme kesehatan mental adalah memperoleh kebiasaan yang

sesuai untuk berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan dalam Islam sendiri

kesehatan mental berarti proses pengembangan sifat Tuhan yang tiada henti, yang

telah diberikan Tuhan kepada setiap individu manusia dan proses pengembangan

sifat-sifat ini adalah ‘ibadat’ dalam arti yang luas.225 Sangat jelas sekali bahwa

diantara ketiga konsepsi/teori mengenai kesehatan mental di atas terdapat

perbedaan dalam mendefinisikan kesehatan mental. Sedangkan dalam konsep

Islam kesehatan mental lebih komprehensif karena Islam menggunakan sudut

pandang interfasce manusia, dalam Islam kesehatan mental adalah bagaimana

pribadi manusia secara utuh bisa mencapai derajat tertinggi (higher-self : an-Nafs

al-Muthmainah).226

225 Untuk lebih jelasnya lihat Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang

Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1980, hlm. 134

226 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’arif,

Bandung, 1980, hlm. 178. Setidaknya terdapat tiga macam nafsu yang dominan dalam

mempengaruhi terhdap perilaku manusia, Pertama ‘nafsu lawwamah’, yaitu nafsu keinginan yang

selalu mendorong manusia untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan dirinya; Kedua ‘nafsu

ammarah’, yaitu nafsu angkara murka yang cenderung membawa manusia untuk berbuat

kerusakan (dosa dan maksiat); Ketiga ‘nafsu muthmainah’ adalah dorongan nafsu yang tenang,

kesabaran, sehingga perilaku manusia selalu dalam kehati-hatian dan waspada, apabila seseorang

mampu memanfaatkan nafsu ini, dan akal sehat serta nafsunya. Dengan denikian, manusia yang

sehat adalah manusia yang mampu menjadikan nafsu muthmainah- nya sebagai leader dan

difungsikan secara maksimal dalam perilaku kesehariannya. Untuk lebih jelasnya lihat Abdullah

Ali, Antropologi Dakwah, KPI Stain Press, Cirebon, 2004, hlm. 16, sebagai bahan perbandingan

lihat juga Achmad Mubarok dalam, Sunatullah dalam Jiwa Manusia, Jakarta, The International

Institute of Islamic Thought (IIIT-Indonesia), 2003, hlm. 151-158

Page 88: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

109

Menurut H.M. Arifin manusia telah ditakdirkan Allah swt. untuk

berkembang dan tumbuh melalui proses dialektis dan interaktif dengan

lingkungannya sehingga fitrah yang merupakan potensi dasar hidupnya dapat

berkembang secara wajar melalui setahap demi setahap menuju tujuannya yang

telah ditetapkan.227 Dalam prosesnya ini menurut H.M Arifin manusia

memerlukan pendidikan dan bimbingan secara profesional serta mengacu kepada

nilai-nilai menusiawi yang kultural-edukatif, dengan demikian proses pendidikan

memiliki peranan yang sangat urgen terhadap pengembangan dan aktualisasi

fitrah (potensi) yang terdapat dalam setiap individu manusia. Dalam tataran

aktualisasi ini baik Aristoteles maupun Al-Ghazaly memiliki pandangan yang

sama yaitu bahwa semua potensi manusia dapat dikategorikan kedalam tiga ranah:

1. Ranah akal (Cognitive Domain)

2. Ranah perasaan (Affective Domain)

3. Ranah psiko-gerak (Psycomotor Domain)228

Maka dalam proses pendidikan untuk mengembangkan fitrah (potensi)

manusia, setiap pendidik harus memperhatikan dan melibatkan ketiga ranah

tersebut.

Menurut Ramayulis229 fitrah (potensi) manusia perlu dikembangkan

dalam rangka memperkuat hubungan manusia khaliknya karakter manusia yang

227 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi aksara, t.t., hlm. 146

228 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’arif,

Bandung, 1980, hlm. 178. Bahkan klasifikasi Al-Ghazaly tentang fakta-fakta psikologis ini

mendahului klasifkasi yang berlaku di Eropa pada abad ke 18, Al-Ghazali menamai ketiga ranag

tersebut dengan : (1) Kehidupan akal (Cognitive); (2) Kehidupan Emosi (affective); (3) Kehidupan

Gerak (Psicomotor). Untuk lebih jelasnya lihat Hasan Langgulung dalam Beberapa pemikiran

Tentang Pendidikan Islam, hlm. 111

229 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 112

Page 89: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

110

terdiri dari badan (unsur jasmaniah) dan roh (unsur rohaniah), dengan daya aql

dan qalb-nya dalam proses pendidikan sehingga balancing230 (keseimbangan)

antara pendidikan agama dan moral terus tetap terjaga. Sedangkan untuk

mengetahui tentang konsep manusia, watak dasar, serta karakteristiknya,

Ramayulis berpendapat bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan

keilmuan atau teori-teori empirik, pendekatan rasional- falsafi. Hal ini

dikarenakan pendektan semacam itu tidak akan dapat menyentuh esensi dan

hakikat manusia yang sesungguhnya, akan tetapi bisa dilakukan dengan

pendekatan qur’ani (bimbingan wahyu). Selain itu, pendekatan yang sifatnya

empirik dan rasional falsafi hanya diperlukan sebagai sarana untuk memahami

wahyu yang kebenarannya bersifat absolut.231 Sedangkan apabila pengembangan

fitrah (potensi) manusia tidak dilakukan secara menyeluruh (komprehensif) dan

berimbang, maka yang terjadi adalah ketimpangan yang bisa menyebabkan

kehancuran manusia itu sendiri, baik secara fisik maupun psikis.

230 Balancing (keseimbangan) ini dalam pendidikan Islam terdiri dari: (1) keseimbangan

antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi; (2) keseimbangan antara badan (jasmani) dan

ruh (rohaniah); (3) keseimbangan antara individu dan masyarakat. Untul lebih jelasnya lihat dalam

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 1998, hlm. 114

231 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1998, hlm. 205

Page 90: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

111

Sebagai contoh, manusia yang fitrah agamanya tidak dikembangkan,

maka ia akan menjadi kafir (Q.S. Al-Anfal: 55),232 begitu pula manusia memiliki

fitrah intelek akan tetapi apabila fitrah intelek tersebut tidak dikembangkan, maka

yang terjadi manusia tersebut akan menjadi bodoh (Q.S. Al-A’raf: 179).233

232 Q.S. Al-Anfal: 55

Artinya : “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang

yang kafir, Karena mereka itu tidak beriman.”

233 Firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-‘Araf ayat 179, yang berbunyi :

Artinya : “Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan

manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat

Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda

kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk

mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

Page 91: 22 BAB II FITRAH DAN PENDIDIKAN A. Fitrah 1. Makna Fitrah ...

112