Page 1
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Brine Cooling
Brine Cooling adalah alat pendinginan, yang digunakan untuk
mendinginkan produk dengan refrigeran sekunder sebagai media penyerap kalor,
supaya terbentuk produk yang diinginkan.
Proses pendinginan pada sistem brine cooling, menggunakan sistem
pendinginan tidak langsung, dengan menggunakan refigeran perantara atau bisa
dinamakan refrigeran sekunder. Refrigeran sekunder yaitu suatu fluida yang
mengangkut kalor dari bahan yang didinginkan ke evaporator. Brine membawa
energi kalor bertemperatur rendah dari media pendinginan ke evaporator.
Refrigeran sekunder mengalami perubahan temperatur bila menyerap kalor
dari produk, kemudian membuang kalor tersebut di evaporator. Tetapi Brine tidak
mengalami perubahan fasa. Secara umum refrigeran sekunder berupa air biasa, air
garam, propylene glycol, ethylene glycol ,dan lain-lainnya. Refrigeran sekunder
yang didinginkan evaporator kemudian membawa energi kalor bertemperatur
rendah dan menyerap kalor dari sekitarnya terutama dari kabin termssuk produk.
Karena Brine disini tidak mengalami perubahan fasa, yaitu tetap cair (liquid) saat
pertukaran kalor di evaporator antara brine dengan R-134A maupun menyerap
kalor dari produk.
Page 2
5
Gambar 2.1 Brine Cooling System Piping
Secara umum sistem Brine cooling ini mempunyai dua siklus sistem
pendinginan. Sistem pertama menggunakan sistem pendinginan kompresi uap
sederhana dengan refrigeran primer. Yang kedua adalah sistem pendinginan yang
menggunakan refrigeran sekunder (propylene glycol) yang menyerap kalor
terutama dari produk.
2.2 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap
Siklus refrigerasi kompresi uap, merupakan sistem yang menggunakan
kompresor sebagai alat pengkompresi refrigeran. Uap refrigeran yang masuk pada
sisi tekanan rendah (suction) ditekan didalam kompresor sehingga menjadi uap
bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang dikeluarkan pada sisi tekanan
tinggi (discharge). Sehingga dari proses tersebut dapat ditentukan sisi tekanan
tinggi dan sisi tekanan rendah.
Setelah uap bertekanan tinggi keluar dari kompresor, kemudian uap
refrigeran tersebut dialirkan ke kondensor, dan selanjutnya di kondensor refrigeran
akan melepas kalor ke lingkungan. Uap refrigeran berkondensasi di kondensor,
sehingga keluar kondensor refrigeran berubah fasa menjadi cair, namun tekanannya
tetap tinggi, tetapi tidak setinggi yang dikeluarkan dari kompresor.
Page 3
6
Supaya tekanan refrigeran turun, maka refrigeran cair yang keluar dari
kondensor dilewatkan pada sebuah alat eksapnsi, yang mana dalam sistem brine
cooling ini menggunakan satu alat ekspansi. Alat ekspansi yang digunakan adalah
pipa kapiler. Maka refrrigeran yang melewati alat ekspansi diharapkan bisa
menyebabkan tekanan keluaran alat ekspansi menjadi turun, dan pada saat melewati
evaporator, refrigeran mudah menguap pada temperatur yang rendah. Siklus ini
terjadi selama kompresosr terus bekerja. Dan selama itu pula efek refrigerasi akan
terus berlangsung.
Untuk lebih jelas dan mudah memahaminya, proses yang terjadi pada sistem
kompresi uap dapat digambarkan dalam gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Sistem refrigerasi kompresi uap sederhana
Proses ini apabila digambarkan dalam diagram P-h atau yang dikenal
dengan diagram Mollier akan terlihat seperti pada proses dibawah ini:
Page 4
7
Gambar 2.3 Siklus refrigerasi kompresi uap pada diagram P-h
1. Proses 1 – 2, yaitu: Proses Kompresi
Proses kompresi berlangsung di kompresor secara isentropic adiabatic
dimana kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor atau keluaran
evaporator pada sisi hisap (suction) adalah uap jenuh bertekanan rendah dan setelah
dikompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi, oleh karena itu proses ini
dianggap isentropic dan temperatur refrigeran keluar kompresor pun meningkat.
Kerja tersebut dapat dicapai dengan cara isentropic, dengan syarat sebagai
berikut :
Tidak ada gesekan didalam kompresor.
Tidak terjadi pertukaran panas antara refrigeran dan kompresor.
Kerja kompresor per kilogram (qw) dalam (kJ/Kg)
W=ṁ.qw=ṁ.(h2–h1)…………………………………….……(2.1)
Dengan :
qw = besarnya kerja kompresi (kJ/kg)
Page 5
8
h1 = Enthalphy refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
h2 = Enthalphy refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
ṁ = Laju aliran massa (kg/s)
2. Proses 2 – 3, yaitu: Proses Kondensasi
Proses ini terjadi di kondensor, refrigeran yang berasal dari kompresor
selanjutnya dialirkan ke kondensor. Karena temperatur refrigeran lebih tinggi dari
temperatur lingkungan, maka refrigeran melepaskan kalor ke lingkungan. Kalor
tersebut dilepas melalui dinding pipa kondensor. Pada saat uap refrigeran yang
berasal dari discharge kompresor masuk kondensor maka uap tersebut akan
diembunkan pada keadaan saturasi. Refrigeran keluaran kondensor berubah fasa
dari fasa uap menjadi fasa cair, bertekanan tinggi namun tidak setinggi keluaran
kompresor.
Besarnya panas yang dilepas dilapas di kondensor adalah:
Qk= ṁ.qk = ṁ.(h2-h3).....…………………………………………..(2.2)
Dengan :
qc = kalor yang dilepas di kondensor (kJ/kg)
h2 = Enthalphy refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
h3 = Enthalphy refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran massa (kg/s)
3. Proses 3 -4, yaitu : Proses Ekspansi
Pada proses ini refrigeran masuk ke alat ekspansi untuk diturnkan tekanan
dan temperaturnya, karena temperatur refrigeran turun maka refrigeran tersebut
Page 6
9
berubah fasa dari fasa cair ke fasa uap. Sehingga pada keadaan ini terjadi
percampuran antara uap jenuh dan cair jenuh.
h3 = h4…………………………………………………………...(2.3)
4. Proses 4 – 1, yaitu : Proses Evaporasi
Keadaan ini terjadi di evaporator, dimana temperatur refrigeran dibuat lebih rendah
dari temperatur ruangan yang dikondisikan. Karena temperatur refrigeran yang
lebih rendah dari temperatur lingkungan maka pada proses ini refrigeran menyerap
kalor dari lingkungan. Karena refrigeran menyerap kalor maka temperaturnya
meningkat dan refrigeran berubah fasa dari fasa cair menjadi fasa uap jenuh.
Besarnya kalor yang diserap di evaporator adalah:
Qe=ṁ.qe=ṁ.(h2-h1)................................................................................(2.4)
Dengan :
h1 = Enthalphy refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
h2 = Enthalphy refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran massa (kg/s)
Dari proses yang terjadi pada siklus di atas kita dapat mengetahui besarnya
kapasitas performansi sistem refrigerasi atau dikenal dengan istilah COP
(Coefficient Of Performance) baik COPaktual maupun COPCarnot karena COPaktual
atau COP mesin refrigerasi merupakan hasil dari perbandingan antara enegi yang
termanfaatkan atau total kalor yang diserap oleh evaporator dengan besarnya energi
yang dimanfaatkan sebagai kerja atau kerja kompresi sedangkan COPCarnot adalah
COP maksimum yang dapat diperoleh pada temperatur kerja yang sama dengan
sistem refrigerasi yang sebenarnya. Besarnya COPaktual dan COPCarnot dapat juga
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
Page 7
10
COPaktual = 𝑞𝑒
𝑤 =
ℎ1− ℎ4
ℎ2−ℎ1 (2.5)
COPcarnot = 𝑇𝑒
𝑇𝑘−𝑇𝑒 (2.6)
Dan setlah kita mengetahui besar nilai COP, baik COPaktual dan COPCarnot
kita dapat mengtahui nilai kinerja sistem refrigerasi dengan membandingkan nilai
COPaktual terhadap nilai COPCarnot pada temperatur kerja yang sama yaitu nilai
efisiensi refrigerasi.
Besarnya nilai efisiensi refrigerasi dinyatakan sebagai berikut :
fisiensi = 𝐶𝑂𝑃𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐶𝑂𝑃𝑐𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 (2.7)
2.3 Perhitungan Beban Pendinginan Pada Sistem Refrigerasi
Dalam rancang bangun sistem refrigerasi perlu dilakukan perhitungan beban
pendinginan yang harus dihitung untuk menentukan kapasitas peralatan yang
dibutuhkan. Dalam sistem refrigerasi beban pendinginan bisa dikelompokkan ke
dalam empat jenis sumber beban. Beban total diperoleh dengan menjumlahkan
beban yang ada dari keempat jenis sumber beban tersebut, jenis sumber beban :
1. Beban kalor melalui dinding
2. Beban produk
3. Beban lain-lain
2.3.1 Beban Kalor Melalui Dinding
Beban kalor melalui dinding adalah banyaknya kalor yang masuk ke
ruangan melalui dinding karena adanya perbedaan temperatur antara lingkungan
dengan ruangan refrigerasi tersebut. Kalor yang masuk melalui dinding dihitung
dengan persamaan :
Q = U x A x ΔT ...............................................................................( 2.8)
Page 8
11
Dengan,
Q = Beban kalor dinding kabin (kW)
A = Luas permukaan dinding luar (m2)
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K)
ΔT= Perbedaan temperatur melalui dinding (K)
Beban kalor melalui dinding termasuk beban kalor melalui lantai dan atap.
Penentuan nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh U, dan nilai U tergantung
pada :
1. Ketebalan dinding
2. Jenis bahan
Dinding ruang refrigerasi biasanya terdiri dari beberapa lapisan, seperti
berikut
Gambar 2.4 Lapisan kabin
Besarnya U dapat dihitung dengan persemaan :
Page 9
12
U = 1
1
𝐹𝑖+
𝑋1
𝐾1+
𝑋2
𝐾2+
𝑋3
𝐾3+
𝑋4
𝐾4+
𝑋5
𝐾5+
1
𝐹𝑜
(2.9)
Keterangan :
X = Tebal lapisan (m)
K = Koefisien konduktivitas termal (W / m2K)
Fo = Koefisien konveksi permukaan luar (W / m2K)
Fi = Koefisien konveksi permukaan dalam (W / m2K)
2.3.2 Beban Refrigeran Sekunder
Beban refrigeran sekunder dapat dihitung dengan persamaan :
Cp Campuran = 𝑚1.𝐶𝑝1+𝑚2 .𝐶𝑝2
𝑚1+𝑚2 (2.10)
Keterangan :
Cp= kalor spesifik (kJ/Kg.K)
m = Massa refrigeran sekunder (Kg)
2.3.3 Beban Produk
Beban produk dapat dihitung dengan persamaan :
Q = m x Cp x ΔT (2.11)
Keterangan :
Q = Beban kalor refrigeran sekunder (kJ / Kg.K)
m = Massa produk (Kg)
Cp= Koefisien kalor spesifik produk (kJ / Kg.K)
ΔT= Perbedaan temperatur produk dan lingkungan (K)
Page 10
13
Untuk menghitung besarnya beban kalor penurunan temperatur dapat
dihitung dengan persamaan :
Q = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 𝛥𝑇
𝐶𝑜𝑜𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑒 (𝑠) (2.12)
Keterangan :
Q= Beban kalor produk (kW)
m= Massa produk (Kg)
Cp= Kalor spesifik produk (kJ / Kg.K)
Cooling time (s) = Waktu pendinginan (sekon)
2.4 Refrigeran
Refrigeran adalah suatu zat pada sistem refrigerasi yang bertindak sebagai
media penyerap dan pembuang kalor. Dalam proses pemilihan refrigeran harus
memastikan bahwa refrigeran yang dipilih aman, sehingga kita harus mengikuti
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Tidak beracun dan tidak berbau dalam semua keadaan
2. Tidak berwarna
3. Tidak mudah terbakar atau meledak
4. Tidak mempunyai daya korosi terhadap logam
5. Dapat bercampur oli atau pelumas
6. Mempunyai struktur kimia yang stabil dan tidak mudah terurai
7. Mempunyai titik penguapan atau titik didih yang rendah
8. Mempunyai tekanan evaporasi yang sedikit lebih tinggi dari tekanan
atmosfer
9. Mempunyai tekanan kondensasi yang tidak terlalu tinggi
10. Mempunyai kalor laten penguapan yang besar
11. Mudah terdeteksi apanila sistem mengalami kebocoran
Page 11
14
12. Mempunyai volume spesifik uap yang kecil
13. Tidak merusak lapisan ozon
14. Mudah diperoleh
2.4.1 Rerfrigeran primer R-134A
Pada mesin brine cooling ini digunakan refrigeran primer R-134A sebagai
refrigeran primer. Refrigeran R-134A aman untuk digunakan, tidak korosif, tidak
beracun, tidak berwarna dan tidak berbau, juga tidak mudah terbakar atau meledak
jika tercampur dengan zat lain. Refrigeran R-134A memiliki titik didih (Boiling
point) yang cukup rendah yaitu -26,3ºC. Sehingga cocok digunakan untuk sistem
yang memerlukan temperatur rendah.
2.4.2 Refrigeran Sekunder
Refrigeran sekunder yang digunakan pada sistem brine cooling ini
menggunakan propylene glycol yang dicampur dengan air dengan persentase 33%
propylene glycol dan 67% air.
Zafer (2003) menjelaskan perihal penipisan lapisan ozone dan peningkatan
panas bumi akibat jenis refrigeran tertentu sehingga perlu dicari refrigeran alternatif
yang dapat mengurangi pemakaian refrigeran primer yang dapat merusak
lingkungan. Air adalah refrigeran yang sangat baik namun aplikasinya hanya cocok
untuk temperatur sekitar 3ºC. Sehingga untuk mengatasi masalah pada sistem
pendinginan dan sistem pembekuan memerlukan fluida pendingin yang cocok dan
memiliki temperatur temperatur pembekuan dibawah 0ºC diperlukan beberapa
persyaratan yang mendasar sebagai refrigeran sekunder yang baik, diantaranya:
1. Freezing point dapat dilakukan sebagai titik pembentukan kristal saat
perubahan bentuk fluida dari fasa cair menjadi padat. Pada pelaksanaan
lapangan biasanya dipilih temperatur pembekuan bekisar 5ºC hingga 10ºC
lebih rendah temperatur pengoperasiannya.
Page 12
15
2. Density adalah sifat yang dapat menentukan tingkat konsentrasi yang harus
dipertimbangkan sebagai fluida campuran sehingga kondisi fluida akan
dapat dengan mudah untuk dilihat.
3. Konduktivitas termal harus setinggi mungkin agar tercapai efisiensi
perpindahan kalor yang sangat baik sehingga akan terjadi penurunan
temperatur yang cepat antara fluida pendingin dengan pipa evaporator.
Hillern (2001) menjelaskan bahwa refrigeran sekunder tersebut selain harus
memiliki persyaratan-persyaratan yang mendasar seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, bahwa faktor korosif haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam
memilih jenis refrigeran sekunder. Fluida pendingin seperti air-garam merupakan
jenis brine yang sangat baik, tidak beracun, mudah didapat namun memiliki tingkat
penyebab korosinya sangat tinggi sehingga perlu dicari alternatif lain yang
memiliki sifat yang mendekati dan disesuaikan dengan maksud dan fungsi
penggunaan refrigeran sekunder tersebut, maka salah satu pilihanya adalah
campuran propylene Glycol dengan air.
Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan refrigeran sekunder dengan jenis
propylene glycol sebagai bahan penelitian dikarenakan jenis ini memiliki beberapa
keunggulan diantaranya:
Dapat kontak dengan makanan karena termasuk jenis brine non-toxic
(karena produk yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah ikan) Sehingga
untuk produk dan lingkungan pun tidak berbahaya.
Tidak bersifat flammable
Tingkat korosif yang rendah sesuai dengan sistem yang berbahan plat dan
temperatur pendinginannya pun rendah hingga dapat mencapai temperatur
yang diinginkan .
2.5 Ikan Bandeng
Ikan bandeng (Chanos chanos ) merupakan salah satu hasil budi daya ikan
yang hidup di air payau atau ikan yang berasal dari tambak yang mempunyai
Page 13
16
prospek cukup baik untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan permintaan pasar
yang cukup tinggi karena rasa dagingnya yang enak, harga yang relatif stabil serta
pemeliharaannya yang mudah. Ikan bandeng merupakan bahan pangan yang
mengandung gizi yang cukup dan bermanfaat bagi tubuh. Kandungan gizi ikan
bandeng yaitu kadar air 70,7%; kadar abu 1,4%; protein 24,1%; lemak 0,85%;
karbohidrat 2,7% (Hafiludin,2015). Ikan bandeng juga mengandung protein yang
diperlukan untuk pembentukan selotak dalam peningkatan intelegensia,
mengkonsumsi ikan bandeng selainmenyehatkan juga meningkatkan kemampuan
otak untuk mencapai prestasi belajar optimal (Zulaihah,2006).
Pada suhu penyimpanan -2 C dalam freezer lemari es menghasilkan
kandungan protein tertinggi (15,88%) dan jumlah total koloni bakteri sedikit
(1,1x10 cfu/gr), dan pada lama penyimpanan 3 hari dalam suhu penyimpanan suhu
-2 C (W1 dalam S1) didapatkan kandungan protein tertinggi (16,73%) dan jumlah
total koloni bakteri paling sedikit (2,5x10 cfu/gr). (Hidayat Lin, 2005).
2.6 Kinerja dari Sistem Pendingin
Performansi dari sebuah mesin pendingin sering dinyatakan dengan
Coefficient Of Performance (COP). Hal ini merupakan kemampuan dari sistem
untuk mengambil kalor dari ruangan (evaporator) per satuan daya di kompresor.
1. COPcarnot
Ialah COP maksimum yang dapat dicapai sistem. Hal ini dapat dicari
dengan menggunakan persamaan :
COPcarnot = 𝑇𝑒
𝑇𝑘−𝑇𝑒 (2.13)
2. COPaktual
Merupakan COP sebenarnya yang dimiliki oleh sistem. Hal ini dapat
dicari dengan menggunakan persamaan:
Page 14
17
COPaktual = 𝑞𝑒
𝑤 =
ℎ1− ℎ4
ℎ2−ℎ1 (2.14)
3. Efisiensi
Efisiensi = 𝐶𝑂𝑃𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐶𝑂𝑃𝑐𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 (2.15)
2.7 Komponen Utama Sistem Refrigerasi Kompresi Uap
Sistem refrigerasi dibuat dengan menggunakann komponen-komponen
refrigerasi. Komponen refrigerasi tersebut dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
komponen utama dan komponen pendukung.
Komponen utama sistem refrigerasi terdiri dari:
Kompresor
Kondensor
Alat ekspansi
Evaporator
Komponen pendukung sistem refrigerasi terbagi lagi dalam kelompok , yaitu :
1. Komponen pendukung mekanik
2. Komponen pendukung listrik
2.7.1 Kompresor
Kompresor merupakan salah satu komponen utama dari sistem refrigerasi.
Kegunaan kompresor pada sistem refrigerasi adalah :
1. Menaikkan tekanan uap refrigeran
2. Menghisap refrigeran uap dari evaporator denga suhu dan tekanan rendah
2.7.2 Kondensor
Kondensor adalah bagian dari refrigerasi yang menerima uap refrigeran
tekanan tinggi yang panas dari kompresor dan mengenyahkan panas pengembunan
Page 15
18
itu dengan cara mendinginkan uap refrigerant tekanan tinggi yang panas ke titik
embunnya dengan cara mengenyahkan panas sensibelnya. Pengenyahan
selanjutnya panas laten menyebabkan uap itu mengembun menjadi
cairan.(Ilyas,1993).
2.7.3 Alat Ekspansi
Alat ekspansi dipergunakan untuk mengekspansikan secara adiabatik cairan
refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai tingkat
keadaan tekanan dan temperatur rendah.Pada waktu katup ekspansi membuka
saluran sesuai dengan jumlah refrigeran yang diperlukan oleh evaporator, sehingga
refrigeran menguap sempurna pada waktu keluar dari evaporator (Arismunandar &
Saito, 2005).
Apabila beban pendingin turun, atau apabila katup ekspansi membuka lebih
lebar, maka refrigeran didalam evaporator tidak menguap sempurna, sehingga
refrigeran yang terhisap masuk kedalam kompresor mengandung cairan. Jika
jumlah refrigeran yang mencair berjumlah lebih banyak atau apabila kompresor
mengisap cairan, maka akan terjadi pukulan cairan (Liquid hammer) yang dapat
merusak kompresor. (Arismunandar & Saito, 2005)
2.7.4 Evaporator
Evaporator berguna untuk menguapkan cairan refrigeran, penguapan
refrigeran akan menyerap panas dari bahan / ruangan, sehingga ruangan disekitar
menjadi dingin.
2.8 Komponen Pendukung
Dalam sistem refrigerasi, komponen pendukung ini dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
1. Komponen pendukung mekanik
2. Komponen pendukung listrik
Page 16
19
2.8.1 Komponen Pendukung Mekanik
Strainer
Strainer atau saringan yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang
terbawa oleh refrigeran. Kotoran yang lolos dari strainer dapat menyebabkan
pemampatan pada pipa kapiler seperti karat dan logam.
Sight Glass
Sight Glass berfungsi untuk melihat apakah refrigeran yang melewati sight
glass benar-benar cair atau uap dan untuk melihat cukup tidaknya refrigeran yang
mengalir dalam sistem. dan sight glass ini akan menunjukkan apakah dalam sistem
masih terdapat uap air, terlihat dari indikator warna.
High Pressure Gauge
High pressure gauge merupakan alat indikator tekanan tinggi pada sistem
refrigerasi.
Low Pressure Gauge
Low pressure gauge merupakan alat indikator tekanan rendah pada sistem
refrigerasi.
High Pressure Switch
High pressure switch merupakan alat pengaman dalam sistem refrigerasi,
apabila tekanan terlalu tinggi maka HPS secara otomatis mematikan sistem.
Hand Valve
Hand valve merupakan sebuah komponen yang mengatur, mengarahkan,
dan mengontrol fluida (cair dan gas).
Page 17
20
2.8.2 Komponen Pendukung Listrik
(MCB) Mini Circuit Breaker
MCB adalah komponen dalam instalasi listrik yang mempunyai peran
sangat penting. Komponen ini berfungsi sebagai sistem proteksi dalam instalasi
listrik bila terjadi beban lebih dan hubung singkat arus listrik (short circuit atau
korsleting).
Push Button
Push button adalah saklar tekan yang berfungsi sebagai pemutus atau
penyambung arus listrik dari sumber arus ke beban listrik. Suatu sistem saklar tekan
push button terdiri dari saklar tekan start, stop reset dan saklar tekan untuk
emergency.
Relay
Relay adalah suatu peranti yang bekerja berdasarkan elektromagnetik untuk
menggerakan sejumlah kontaktor yang tersusun atau sebuah saklar elektronis yang
dapat dikendalikan dari rangkaian elektronik lainnya dengan memanfaatkan tenaga
listrik sebagai sumber energinya.