Top Banner
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Brine Cooling Brine Cooling adalah alat pendinginan, yang digunakan untuk mendinginkan produk dengan refrigeran sekunder sebagai media penyerap kalor, supaya terbentuk produk yang diinginkan. Proses pendinginan pada sistem brine cooling, menggunakan sistem pendinginan tidak langsung, dengan menggunakan refigeran perantara atau bisa dinamakan refrigeran sekunder. Refrigeran sekunder yaitu suatu fluida yang mengangkut kalor dari bahan yang didinginkan ke evaporator. Brine membawa energi kalor bertemperatur rendah dari media pendinginan ke evaporator. Refrigeran sekunder mengalami perubahan temperatur bila menyerap kalor dari produk, kemudian membuang kalor tersebut di evaporator. Tetapi Brine tidak mengalami perubahan fasa. Secara umum refrigeran sekunder berupa air biasa, air garam, propylene glycol, ethylene glycol ,dan lain-lainnya. Refrigeran sekunder yang didinginkan evaporator kemudian membawa energi kalor bertemperatur rendah dan menyerap kalor dari sekitarnya terutama dari kabin termssuk produk. Karena Brine disini tidak mengalami perubahan fasa, yaitu tetap cair (liquid) saat pertukaran kalor di evaporator antara brine dengan R-134A maupun menyerap kalor dari produk.
17

2.1 Pengertian Brine Cooling

Mar 20, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2.1 Pengertian Brine Cooling

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Brine Cooling

Brine Cooling adalah alat pendinginan, yang digunakan untuk

mendinginkan produk dengan refrigeran sekunder sebagai media penyerap kalor,

supaya terbentuk produk yang diinginkan.

Proses pendinginan pada sistem brine cooling, menggunakan sistem

pendinginan tidak langsung, dengan menggunakan refigeran perantara atau bisa

dinamakan refrigeran sekunder. Refrigeran sekunder yaitu suatu fluida yang

mengangkut kalor dari bahan yang didinginkan ke evaporator. Brine membawa

energi kalor bertemperatur rendah dari media pendinginan ke evaporator.

Refrigeran sekunder mengalami perubahan temperatur bila menyerap kalor

dari produk, kemudian membuang kalor tersebut di evaporator. Tetapi Brine tidak

mengalami perubahan fasa. Secara umum refrigeran sekunder berupa air biasa, air

garam, propylene glycol, ethylene glycol ,dan lain-lainnya. Refrigeran sekunder

yang didinginkan evaporator kemudian membawa energi kalor bertemperatur

rendah dan menyerap kalor dari sekitarnya terutama dari kabin termssuk produk.

Karena Brine disini tidak mengalami perubahan fasa, yaitu tetap cair (liquid) saat

pertukaran kalor di evaporator antara brine dengan R-134A maupun menyerap

kalor dari produk.

Page 2: 2.1 Pengertian Brine Cooling

5

Gambar 2.1 Brine Cooling System Piping

Secara umum sistem Brine cooling ini mempunyai dua siklus sistem

pendinginan. Sistem pertama menggunakan sistem pendinginan kompresi uap

sederhana dengan refrigeran primer. Yang kedua adalah sistem pendinginan yang

menggunakan refrigeran sekunder (propylene glycol) yang menyerap kalor

terutama dari produk.

2.2 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap

Siklus refrigerasi kompresi uap, merupakan sistem yang menggunakan

kompresor sebagai alat pengkompresi refrigeran. Uap refrigeran yang masuk pada

sisi tekanan rendah (suction) ditekan didalam kompresor sehingga menjadi uap

bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang dikeluarkan pada sisi tekanan

tinggi (discharge). Sehingga dari proses tersebut dapat ditentukan sisi tekanan

tinggi dan sisi tekanan rendah.

Setelah uap bertekanan tinggi keluar dari kompresor, kemudian uap

refrigeran tersebut dialirkan ke kondensor, dan selanjutnya di kondensor refrigeran

akan melepas kalor ke lingkungan. Uap refrigeran berkondensasi di kondensor,

sehingga keluar kondensor refrigeran berubah fasa menjadi cair, namun tekanannya

tetap tinggi, tetapi tidak setinggi yang dikeluarkan dari kompresor.

Page 3: 2.1 Pengertian Brine Cooling

6

Supaya tekanan refrigeran turun, maka refrigeran cair yang keluar dari

kondensor dilewatkan pada sebuah alat eksapnsi, yang mana dalam sistem brine

cooling ini menggunakan satu alat ekspansi. Alat ekspansi yang digunakan adalah

pipa kapiler. Maka refrrigeran yang melewati alat ekspansi diharapkan bisa

menyebabkan tekanan keluaran alat ekspansi menjadi turun, dan pada saat melewati

evaporator, refrigeran mudah menguap pada temperatur yang rendah. Siklus ini

terjadi selama kompresosr terus bekerja. Dan selama itu pula efek refrigerasi akan

terus berlangsung.

Untuk lebih jelas dan mudah memahaminya, proses yang terjadi pada sistem

kompresi uap dapat digambarkan dalam gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Sistem refrigerasi kompresi uap sederhana

Proses ini apabila digambarkan dalam diagram P-h atau yang dikenal

dengan diagram Mollier akan terlihat seperti pada proses dibawah ini:

Page 4: 2.1 Pengertian Brine Cooling

7

Gambar 2.3 Siklus refrigerasi kompresi uap pada diagram P-h

1. Proses 1 – 2, yaitu: Proses Kompresi

Proses kompresi berlangsung di kompresor secara isentropic adiabatic

dimana kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor atau keluaran

evaporator pada sisi hisap (suction) adalah uap jenuh bertekanan rendah dan setelah

dikompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi, oleh karena itu proses ini

dianggap isentropic dan temperatur refrigeran keluar kompresor pun meningkat.

Kerja tersebut dapat dicapai dengan cara isentropic, dengan syarat sebagai

berikut :

Tidak ada gesekan didalam kompresor.

Tidak terjadi pertukaran panas antara refrigeran dan kompresor.

Kerja kompresor per kilogram (qw) dalam (kJ/Kg)

W=ṁ.qw=ṁ.(h2–h1)…………………………………….……(2.1)

Dengan :

qw = besarnya kerja kompresi (kJ/kg)

Page 5: 2.1 Pengertian Brine Cooling

8

h1 = Enthalphy refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

h2 = Enthalphy refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

ṁ = Laju aliran massa (kg/s)

2. Proses 2 – 3, yaitu: Proses Kondensasi

Proses ini terjadi di kondensor, refrigeran yang berasal dari kompresor

selanjutnya dialirkan ke kondensor. Karena temperatur refrigeran lebih tinggi dari

temperatur lingkungan, maka refrigeran melepaskan kalor ke lingkungan. Kalor

tersebut dilepas melalui dinding pipa kondensor. Pada saat uap refrigeran yang

berasal dari discharge kompresor masuk kondensor maka uap tersebut akan

diembunkan pada keadaan saturasi. Refrigeran keluaran kondensor berubah fasa

dari fasa uap menjadi fasa cair, bertekanan tinggi namun tidak setinggi keluaran

kompresor.

Besarnya panas yang dilepas dilapas di kondensor adalah:

Qk= ṁ.qk = ṁ.(h2-h3).....…………………………………………..(2.2)

Dengan :

qc = kalor yang dilepas di kondensor (kJ/kg)

h2 = Enthalphy refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)

h3 = Enthalphy refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

ṁ = laju aliran massa (kg/s)

3. Proses 3 -4, yaitu : Proses Ekspansi

Pada proses ini refrigeran masuk ke alat ekspansi untuk diturnkan tekanan

dan temperaturnya, karena temperatur refrigeran turun maka refrigeran tersebut

Page 6: 2.1 Pengertian Brine Cooling

9

berubah fasa dari fasa cair ke fasa uap. Sehingga pada keadaan ini terjadi

percampuran antara uap jenuh dan cair jenuh.

h3 = h4…………………………………………………………...(2.3)

4. Proses 4 – 1, yaitu : Proses Evaporasi

Keadaan ini terjadi di evaporator, dimana temperatur refrigeran dibuat lebih rendah

dari temperatur ruangan yang dikondisikan. Karena temperatur refrigeran yang

lebih rendah dari temperatur lingkungan maka pada proses ini refrigeran menyerap

kalor dari lingkungan. Karena refrigeran menyerap kalor maka temperaturnya

meningkat dan refrigeran berubah fasa dari fasa cair menjadi fasa uap jenuh.

Besarnya kalor yang diserap di evaporator adalah:

Qe=ṁ.qe=ṁ.(h2-h1)................................................................................(2.4)

Dengan :

h1 = Enthalphy refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

h2 = Enthalphy refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

ṁ = laju aliran massa (kg/s)

Dari proses yang terjadi pada siklus di atas kita dapat mengetahui besarnya

kapasitas performansi sistem refrigerasi atau dikenal dengan istilah COP

(Coefficient Of Performance) baik COPaktual maupun COPCarnot karena COPaktual

atau COP mesin refrigerasi merupakan hasil dari perbandingan antara enegi yang

termanfaatkan atau total kalor yang diserap oleh evaporator dengan besarnya energi

yang dimanfaatkan sebagai kerja atau kerja kompresi sedangkan COPCarnot adalah

COP maksimum yang dapat diperoleh pada temperatur kerja yang sama dengan

sistem refrigerasi yang sebenarnya. Besarnya COPaktual dan COPCarnot dapat juga

dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

Page 7: 2.1 Pengertian Brine Cooling

10

COPaktual = 𝑞𝑒

𝑤 =

ℎ1− ℎ4

ℎ2−ℎ1 (2.5)

COPcarnot = 𝑇𝑒

𝑇𝑘−𝑇𝑒 (2.6)

Dan setlah kita mengetahui besar nilai COP, baik COPaktual dan COPCarnot

kita dapat mengtahui nilai kinerja sistem refrigerasi dengan membandingkan nilai

COPaktual terhadap nilai COPCarnot pada temperatur kerja yang sama yaitu nilai

efisiensi refrigerasi.

Besarnya nilai efisiensi refrigerasi dinyatakan sebagai berikut :

fisiensi = 𝐶𝑂𝑃𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

𝐶𝑂𝑃𝑐𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 (2.7)

2.3 Perhitungan Beban Pendinginan Pada Sistem Refrigerasi

Dalam rancang bangun sistem refrigerasi perlu dilakukan perhitungan beban

pendinginan yang harus dihitung untuk menentukan kapasitas peralatan yang

dibutuhkan. Dalam sistem refrigerasi beban pendinginan bisa dikelompokkan ke

dalam empat jenis sumber beban. Beban total diperoleh dengan menjumlahkan

beban yang ada dari keempat jenis sumber beban tersebut, jenis sumber beban :

1. Beban kalor melalui dinding

2. Beban produk

3. Beban lain-lain

2.3.1 Beban Kalor Melalui Dinding

Beban kalor melalui dinding adalah banyaknya kalor yang masuk ke

ruangan melalui dinding karena adanya perbedaan temperatur antara lingkungan

dengan ruangan refrigerasi tersebut. Kalor yang masuk melalui dinding dihitung

dengan persamaan :

Q = U x A x ΔT ...............................................................................( 2.8)

Page 8: 2.1 Pengertian Brine Cooling

11

Dengan,

Q = Beban kalor dinding kabin (kW)

A = Luas permukaan dinding luar (m2)

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K)

ΔT= Perbedaan temperatur melalui dinding (K)

Beban kalor melalui dinding termasuk beban kalor melalui lantai dan atap.

Penentuan nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh U, dan nilai U tergantung

pada :

1. Ketebalan dinding

2. Jenis bahan

Dinding ruang refrigerasi biasanya terdiri dari beberapa lapisan, seperti

berikut

Gambar 2.4 Lapisan kabin

Besarnya U dapat dihitung dengan persemaan :

Page 9: 2.1 Pengertian Brine Cooling

12

U = 1

1

𝐹𝑖+

𝑋1

𝐾1+

𝑋2

𝐾2+

𝑋3

𝐾3+

𝑋4

𝐾4+

𝑋5

𝐾5+

1

𝐹𝑜

(2.9)

Keterangan :

X = Tebal lapisan (m)

K = Koefisien konduktivitas termal (W / m2K)

Fo = Koefisien konveksi permukaan luar (W / m2K)

Fi = Koefisien konveksi permukaan dalam (W / m2K)

2.3.2 Beban Refrigeran Sekunder

Beban refrigeran sekunder dapat dihitung dengan persamaan :

Cp Campuran = 𝑚1.𝐶𝑝1+𝑚2 .𝐶𝑝2

𝑚1+𝑚2 (2.10)

Keterangan :

Cp= kalor spesifik (kJ/Kg.K)

m = Massa refrigeran sekunder (Kg)

2.3.3 Beban Produk

Beban produk dapat dihitung dengan persamaan :

Q = m x Cp x ΔT (2.11)

Keterangan :

Q = Beban kalor refrigeran sekunder (kJ / Kg.K)

m = Massa produk (Kg)

Cp= Koefisien kalor spesifik produk (kJ / Kg.K)

ΔT= Perbedaan temperatur produk dan lingkungan (K)

Page 10: 2.1 Pengertian Brine Cooling

13

Untuk menghitung besarnya beban kalor penurunan temperatur dapat

dihitung dengan persamaan :

Q = 𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 𝛥𝑇

𝐶𝑜𝑜𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑒 (𝑠) (2.12)

Keterangan :

Q= Beban kalor produk (kW)

m= Massa produk (Kg)

Cp= Kalor spesifik produk (kJ / Kg.K)

Cooling time (s) = Waktu pendinginan (sekon)

2.4 Refrigeran

Refrigeran adalah suatu zat pada sistem refrigerasi yang bertindak sebagai

media penyerap dan pembuang kalor. Dalam proses pemilihan refrigeran harus

memastikan bahwa refrigeran yang dipilih aman, sehingga kita harus mengikuti

syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak beracun dan tidak berbau dalam semua keadaan

2. Tidak berwarna

3. Tidak mudah terbakar atau meledak

4. Tidak mempunyai daya korosi terhadap logam

5. Dapat bercampur oli atau pelumas

6. Mempunyai struktur kimia yang stabil dan tidak mudah terurai

7. Mempunyai titik penguapan atau titik didih yang rendah

8. Mempunyai tekanan evaporasi yang sedikit lebih tinggi dari tekanan

atmosfer

9. Mempunyai tekanan kondensasi yang tidak terlalu tinggi

10. Mempunyai kalor laten penguapan yang besar

11. Mudah terdeteksi apanila sistem mengalami kebocoran

Page 11: 2.1 Pengertian Brine Cooling

14

12. Mempunyai volume spesifik uap yang kecil

13. Tidak merusak lapisan ozon

14. Mudah diperoleh

2.4.1 Rerfrigeran primer R-134A

Pada mesin brine cooling ini digunakan refrigeran primer R-134A sebagai

refrigeran primer. Refrigeran R-134A aman untuk digunakan, tidak korosif, tidak

beracun, tidak berwarna dan tidak berbau, juga tidak mudah terbakar atau meledak

jika tercampur dengan zat lain. Refrigeran R-134A memiliki titik didih (Boiling

point) yang cukup rendah yaitu -26,3ºC. Sehingga cocok digunakan untuk sistem

yang memerlukan temperatur rendah.

2.4.2 Refrigeran Sekunder

Refrigeran sekunder yang digunakan pada sistem brine cooling ini

menggunakan propylene glycol yang dicampur dengan air dengan persentase 33%

propylene glycol dan 67% air.

Zafer (2003) menjelaskan perihal penipisan lapisan ozone dan peningkatan

panas bumi akibat jenis refrigeran tertentu sehingga perlu dicari refrigeran alternatif

yang dapat mengurangi pemakaian refrigeran primer yang dapat merusak

lingkungan. Air adalah refrigeran yang sangat baik namun aplikasinya hanya cocok

untuk temperatur sekitar 3ºC. Sehingga untuk mengatasi masalah pada sistem

pendinginan dan sistem pembekuan memerlukan fluida pendingin yang cocok dan

memiliki temperatur temperatur pembekuan dibawah 0ºC diperlukan beberapa

persyaratan yang mendasar sebagai refrigeran sekunder yang baik, diantaranya:

1. Freezing point dapat dilakukan sebagai titik pembentukan kristal saat

perubahan bentuk fluida dari fasa cair menjadi padat. Pada pelaksanaan

lapangan biasanya dipilih temperatur pembekuan bekisar 5ºC hingga 10ºC

lebih rendah temperatur pengoperasiannya.

Page 12: 2.1 Pengertian Brine Cooling

15

2. Density adalah sifat yang dapat menentukan tingkat konsentrasi yang harus

dipertimbangkan sebagai fluida campuran sehingga kondisi fluida akan

dapat dengan mudah untuk dilihat.

3. Konduktivitas termal harus setinggi mungkin agar tercapai efisiensi

perpindahan kalor yang sangat baik sehingga akan terjadi penurunan

temperatur yang cepat antara fluida pendingin dengan pipa evaporator.

Hillern (2001) menjelaskan bahwa refrigeran sekunder tersebut selain harus

memiliki persyaratan-persyaratan yang mendasar seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, bahwa faktor korosif haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam

memilih jenis refrigeran sekunder. Fluida pendingin seperti air-garam merupakan

jenis brine yang sangat baik, tidak beracun, mudah didapat namun memiliki tingkat

penyebab korosinya sangat tinggi sehingga perlu dicari alternatif lain yang

memiliki sifat yang mendekati dan disesuaikan dengan maksud dan fungsi

penggunaan refrigeran sekunder tersebut, maka salah satu pilihanya adalah

campuran propylene Glycol dengan air.

Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan refrigeran sekunder dengan jenis

propylene glycol sebagai bahan penelitian dikarenakan jenis ini memiliki beberapa

keunggulan diantaranya:

Dapat kontak dengan makanan karena termasuk jenis brine non-toxic

(karena produk yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah ikan) Sehingga

untuk produk dan lingkungan pun tidak berbahaya.

Tidak bersifat flammable

Tingkat korosif yang rendah sesuai dengan sistem yang berbahan plat dan

temperatur pendinginannya pun rendah hingga dapat mencapai temperatur

yang diinginkan .

2.5 Ikan Bandeng

Ikan bandeng (Chanos chanos ) merupakan salah satu hasil budi daya ikan

yang hidup di air payau atau ikan yang berasal dari tambak yang mempunyai

Page 13: 2.1 Pengertian Brine Cooling

16

prospek cukup baik untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan permintaan pasar

yang cukup tinggi karena rasa dagingnya yang enak, harga yang relatif stabil serta

pemeliharaannya yang mudah. Ikan bandeng merupakan bahan pangan yang

mengandung gizi yang cukup dan bermanfaat bagi tubuh. Kandungan gizi ikan

bandeng yaitu kadar air 70,7%; kadar abu 1,4%; protein 24,1%; lemak 0,85%;

karbohidrat 2,7% (Hafiludin,2015). Ikan bandeng juga mengandung protein yang

diperlukan untuk pembentukan selotak dalam peningkatan intelegensia,

mengkonsumsi ikan bandeng selainmenyehatkan juga meningkatkan kemampuan

otak untuk mencapai prestasi belajar optimal (Zulaihah,2006).

Pada suhu penyimpanan -2 C dalam freezer lemari es menghasilkan

kandungan protein tertinggi (15,88%) dan jumlah total koloni bakteri sedikit

(1,1x10 cfu/gr), dan pada lama penyimpanan 3 hari dalam suhu penyimpanan suhu

-2 C (W1 dalam S1) didapatkan kandungan protein tertinggi (16,73%) dan jumlah

total koloni bakteri paling sedikit (2,5x10 cfu/gr). (Hidayat Lin, 2005).

2.6 Kinerja dari Sistem Pendingin

Performansi dari sebuah mesin pendingin sering dinyatakan dengan

Coefficient Of Performance (COP). Hal ini merupakan kemampuan dari sistem

untuk mengambil kalor dari ruangan (evaporator) per satuan daya di kompresor.

1. COPcarnot

Ialah COP maksimum yang dapat dicapai sistem. Hal ini dapat dicari

dengan menggunakan persamaan :

COPcarnot = 𝑇𝑒

𝑇𝑘−𝑇𝑒 (2.13)

2. COPaktual

Merupakan COP sebenarnya yang dimiliki oleh sistem. Hal ini dapat

dicari dengan menggunakan persamaan:

Page 14: 2.1 Pengertian Brine Cooling

17

COPaktual = 𝑞𝑒

𝑤 =

ℎ1− ℎ4

ℎ2−ℎ1 (2.14)

3. Efisiensi

Efisiensi = 𝐶𝑂𝑃𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

𝐶𝑂𝑃𝑐𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 (2.15)

2.7 Komponen Utama Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

Sistem refrigerasi dibuat dengan menggunakann komponen-komponen

refrigerasi. Komponen refrigerasi tersebut dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

komponen utama dan komponen pendukung.

Komponen utama sistem refrigerasi terdiri dari:

Kompresor

Kondensor

Alat ekspansi

Evaporator

Komponen pendukung sistem refrigerasi terbagi lagi dalam kelompok , yaitu :

1. Komponen pendukung mekanik

2. Komponen pendukung listrik

2.7.1 Kompresor

Kompresor merupakan salah satu komponen utama dari sistem refrigerasi.

Kegunaan kompresor pada sistem refrigerasi adalah :

1. Menaikkan tekanan uap refrigeran

2. Menghisap refrigeran uap dari evaporator denga suhu dan tekanan rendah

2.7.2 Kondensor

Kondensor adalah bagian dari refrigerasi yang menerima uap refrigeran

tekanan tinggi yang panas dari kompresor dan mengenyahkan panas pengembunan

Page 15: 2.1 Pengertian Brine Cooling

18

itu dengan cara mendinginkan uap refrigerant tekanan tinggi yang panas ke titik

embunnya dengan cara mengenyahkan panas sensibelnya. Pengenyahan

selanjutnya panas laten menyebabkan uap itu mengembun menjadi

cairan.(Ilyas,1993).

2.7.3 Alat Ekspansi

Alat ekspansi dipergunakan untuk mengekspansikan secara adiabatik cairan

refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai tingkat

keadaan tekanan dan temperatur rendah.Pada waktu katup ekspansi membuka

saluran sesuai dengan jumlah refrigeran yang diperlukan oleh evaporator, sehingga

refrigeran menguap sempurna pada waktu keluar dari evaporator (Arismunandar &

Saito, 2005).

Apabila beban pendingin turun, atau apabila katup ekspansi membuka lebih

lebar, maka refrigeran didalam evaporator tidak menguap sempurna, sehingga

refrigeran yang terhisap masuk kedalam kompresor mengandung cairan. Jika

jumlah refrigeran yang mencair berjumlah lebih banyak atau apabila kompresor

mengisap cairan, maka akan terjadi pukulan cairan (Liquid hammer) yang dapat

merusak kompresor. (Arismunandar & Saito, 2005)

2.7.4 Evaporator

Evaporator berguna untuk menguapkan cairan refrigeran, penguapan

refrigeran akan menyerap panas dari bahan / ruangan, sehingga ruangan disekitar

menjadi dingin.

2.8 Komponen Pendukung

Dalam sistem refrigerasi, komponen pendukung ini dibedakan menjadi dua

macam yaitu :

1. Komponen pendukung mekanik

2. Komponen pendukung listrik

Page 16: 2.1 Pengertian Brine Cooling

19

2.8.1 Komponen Pendukung Mekanik

Strainer

Strainer atau saringan yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang

terbawa oleh refrigeran. Kotoran yang lolos dari strainer dapat menyebabkan

pemampatan pada pipa kapiler seperti karat dan logam.

Sight Glass

Sight Glass berfungsi untuk melihat apakah refrigeran yang melewati sight

glass benar-benar cair atau uap dan untuk melihat cukup tidaknya refrigeran yang

mengalir dalam sistem. dan sight glass ini akan menunjukkan apakah dalam sistem

masih terdapat uap air, terlihat dari indikator warna.

High Pressure Gauge

High pressure gauge merupakan alat indikator tekanan tinggi pada sistem

refrigerasi.

Low Pressure Gauge

Low pressure gauge merupakan alat indikator tekanan rendah pada sistem

refrigerasi.

High Pressure Switch

High pressure switch merupakan alat pengaman dalam sistem refrigerasi,

apabila tekanan terlalu tinggi maka HPS secara otomatis mematikan sistem.

Hand Valve

Hand valve merupakan sebuah komponen yang mengatur, mengarahkan,

dan mengontrol fluida (cair dan gas).

Page 17: 2.1 Pengertian Brine Cooling

20

2.8.2 Komponen Pendukung Listrik

(MCB) Mini Circuit Breaker

MCB adalah komponen dalam instalasi listrik yang mempunyai peran

sangat penting. Komponen ini berfungsi sebagai sistem proteksi dalam instalasi

listrik bila terjadi beban lebih dan hubung singkat arus listrik (short circuit atau

korsleting).

Push Button

Push button adalah saklar tekan yang berfungsi sebagai pemutus atau

penyambung arus listrik dari sumber arus ke beban listrik. Suatu sistem saklar tekan

push button terdiri dari saklar tekan start, stop reset dan saklar tekan untuk

emergency.

Relay

Relay adalah suatu peranti yang bekerja berdasarkan elektromagnetik untuk

menggerakan sejumlah kontaktor yang tersusun atau sebuah saklar elektronis yang

dapat dikendalikan dari rangkaian elektronik lainnya dengan memanfaatkan tenaga

listrik sebagai sumber energinya.