Page 1
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 31
ANALISIS ATAS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT
Tahun Anggaran 2012
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang
(UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 22
Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2012 , sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2012,
Pemerintah menyusun laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2012
dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut terdiri dari
Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan serta dilampiri Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara,
Ikhtisar Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Lainnya.
LKPP Tahun 2012 ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) Lampiran II (PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual).
LKPP Tahun 2012 ini disusun berdasarkan konsolidasian Laporan
Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan
Bendahara Umum Negara (LKBUN).
Laporan Realisasi APBN menggambarkan perbandingan antara APBN
TA 2012 dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan,
belanja, dan pembiayaan selama periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2012.
Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan
Pemerintah Pusat mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal
31 Desember 2012.
Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi
mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama TA
2012 serta saldo kas dan setara kas pada tanggal 31 Desember 2012.
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menguraikan kebijakan makro,
kebijakan fiskal, metodologi penyusunan LKPP, dan kebijakan akuntansi yang
diterapkan. Selain itu, dalam CaLK dikemukakan penjelasan pos-pos laporan
keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. Dalam CaLK ini
diungkapkan pula kejadian penting setelah tanggal pelaporan keuangan serta
beberapa informasi tambahan yang diperlukan.
Page 2
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 32
Sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dalam
penyajian Laporan Realisasi APBN, pendapatan, belanja, dan pembiayaan
diakui berdasarkan basis kas, yaitu pada saat kas diterima atau dikeluarkan
oleh dan dari Kas Umum Negara (KUN). Dalam penyajian Neraca, aset,
kewajiban, dan ekuitas dana diakui berdasarkan basis akrual, yaitu pada saat
diperolehnya hak atas aset dan timbulnya kewajiban tanpa memperhatikan
saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari KUN. Dalam
CaLK ini diungkapkan pula kejadian penting setelah tanggal pelaporan
keuangan serta beberapa informasi tambahan yang diperlukan.
II. ANALISIS
2.1. Gambaran Umum LKPP 20122
2.1. 1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi APBN menggambarkan perbandingan antara
APBN-P TA 2012 dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur
pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama periode 1 Januari 2012 - 31
Desember 2012. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada TA
2012 adalah sebesar Rp1.338,11 triliun atau 98,52 persen dari APBN-
P. Sementara itu, realisasi Belanja Negara pada TA 2012 adalah sebesar
Rp1.491,41 triliun atau 96,33 persen dari APBN-P. Jumlah realisasi
Belanja Negara tersebut terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat
sebesar Rp1.010,56 triliun atau 94,49 persen dari APBN-P, dan realisasi
Transfer ke Daerah sebesar Rp480,65 triliun atau 100,39 persen dari
APBN-P. Selain itu, pada TA 2012 terdapat Suspen Belanja sebesar
Rp206,91miliar.
Berdasarkan realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, dan realisasi
Belanja Negara, terjadi Defisit Anggaran TA 2012 sebesar Rp153,30
triliun. Realisasi Pembiayaan Neto TA 2012 adalah sebesar Rp175,16
triliun atau 92,14 persen dari APBN-P, sehingga terjadi Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp21,86 triliun.
Ringkasan Laporan Realisasi APBN TA 2012 dan 2011 dapat disajikan
sebagai berikut
Page 3
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 33
2.1.2. Neraca
Jumlah Aset per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp3.432,98
triliunyang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp241,31 triliun; Investasi
Jangka Panjang sebesar Rp932,41 triliun; Aset Tetap sebesar Rp1.895,50
triliun;
Piutang Jangka Panjang (netto) sebesar Rp4,67; dan Aset Lainnya sebesar
Rp359,09 triliun.
Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp2.156,89
triliun yang terdiri dari Kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp266,14 triliun
dan Kewajiban Jangka Panjang sebesar Rp1.890,75 triliun.
Sementara itu, jumlah Ekuitas Dana Neto per 31 Desember 2012 adalah
sebesar Rp1.276,10 triliun yang terdiri dari Ekuitas Dana Lancar sebesar
minus Rp23,58 triliun dan Ekuitas Dana Investasi sebesar Rp1.299,68
triliun.
Ringkasan Neraca per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2011 dapat
disajikan sebagai berikut.
Page 4
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 34
2.1.3. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai
sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama TA 2012
serta saldo kas dan setara kas pada tanggal 31 Desember 2012.
Saldo Kas Bendahara Umum Negara (BUN), Kas Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN), Kas Badan Layanan Umum (BLU), dan
Kas Hibah Langsung yang telah disahkan per 31 Desember 2011 adalah
sebesar Rp107,84 triliun, sedangkan pada awal tahun 2012 terjadi koreksi
tambah sebesar Rp0,31 triliun, sehingga saldo awal Kas BUN, Kas KPPN,
Kas BLU, dan Kas Hibah Langsung yang telah disahkan tahun 2012
menjadi Rp108,15 triliun.
Selama TA 2012 terjadi penurunan kas dari aktivitas operasi sebesar
Rp8,87 triliun, penurunan kas dari aktivitas investasi aset non keuangan
sebesar Rp144,43 triliun, kenaikan kas dari aktivitas pembiayaan sebesar
Rp175,16triliun, penurunan kas dari aktivitas non anggaran sebesar
Rp1,50 triliun, penurunan karena penggunaan SAL sebesar Rp56,17
triliun, dan penurunan karena penyesuaian pembukuan sebesar Rp0,76
triliun. Dengan demikian, saldo Kas BUN, Kas KPPN, Kas BLU, dan Kas
Hibah Langsung yang telah disahkan per 31 Desember 2012 menjadi
Rp71,58 triliun. Selain kas di atas, terdapat Rekening Pemerintah Lainnya
sebesar Rp13,49 triliun, Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp0,21
triliun, Kas di Bendahara Penerimaan sebesar Rp0,20 triliun, Kas Lainnya
dan Setara Kas sebesar Rp5,45 triliun, dan Kas pada BLU yang Belum
Disahkan sebesar Rp0,08 triliun. Selama tahun 2012 terdapat deposito
Page 5
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 35
(Investasi Jangka Pendek) yang berasal dari Kas pada BLU yang telah
disahkan sebesar Rp0,77 triliun sehingga saldo akhir Kas dan Bank
Pemerintah Pusat sebesar Rp90,24 triliun.
Ringkasan Laporan Arus Kas TA 2012 dan TA 2011 dapat disajikan sebagai
berikut.
2.2. Analisis LKPP 2012
Analisis laporan keuangan suatu entitas diperlukan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam laporan
keuangan . Dengan melakukan analisis diharapkan dapat diketahuai
kontribsui serta komposisi masing-masing account terhadap kualitas
laporan keuangan. Adapun teknik yang sering digunakan yaitu : (1)
Comparative Financial Statement Analysis (2) Common Size Financial
Statement Analysis (3) Ratios Analysis (4) Cash Flow Analysis 1.
2.2.1. Comparative Financial Statement Analysis
Teknik analisis ini dilakukan dengan cara mereview neraca, laporan
realisasi anggaran dan laporan arus kas dari periode satu ke periode
berikutnya. Dengan membandingkan antar periode akan diketahui pe-
rubahan pada setiap rekening dan akan diketahui trend/kecendrungan
yang terjadi apakah terjadi kecenderungan menurun atau meningkat.
Untuk analisis perbandingan, LKPP tahun 2012 akan dibandingkan dengan
1 Wild Subramanyan dan Halsey (2003)
Page 6
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 36
LKPP tahun 2011. Analisis perbandingan secara umum dapat dijelaskan
sbb :
Laporan Realisasi Anggaran :
Realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2012 adalah sebesar
Rp1.338,10 triliun mengalami peningkatan sebesar Rp127,50 triliun dari
tahun 2011 yang sebesar Rp1.210,60 Triliun. Peningkatan terbesar
disumbangkan dari penerimaan pajak khususnya pajak dalam negeri
sebesar Rp125,36 Triliun. Namun pajak perdagangan internasional turun
Rp4,46Triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak naik sebesar Rp20,33
Triliun dari Rp331,47Triliun pada tahun 2011 menjadi Rp351,80Triliun
pada tahun 2012. Peningkatan PNBP tersebut sebagian besar berasal dari
penerimaan SDA Migas. Sementara itu penerimaan hibah naik Rp0,53
Triliun.
Catatan :
- Secara total, realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2012
hanya mencapai 96,49% yang berarti masih dibawah target yang
ditetapkan, dan juga masih dibawah realisasi tahun sebelumnya
yang mencapai 99,45%.
- Penerimaan Negara Bukan Pajak melampaui target yang ditetapkan
yaitu sebesar 103,13% namun masih dibawah realisasi tahun
sebelumnya yang mencapai 115,67%. Penerimaan SDA Migas selalu
menjadi kontribusi terbesar PNBP. Perlu optimalisasi penerimaan
PNBP non migas serta PNBP non SDA
- Meskipun secara nominal realisasi pajak dalam negeri TA 2012
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011, namun pajak
dalam negeri pada 2011 tersebut tidak mencapai target yang
ditetapkan dalam APBN hanya 96,13% sedangkan tahun lalu
mencapai 98,56%.
- Masih terdapat temuan BPK terkait dengan pendapatan negara dan
hibah yaitu :
a. Pendapatan hibah langsung di 15 kementerian/lembaga sebesar
equivalen Rp499,62 Miliar belum dilaporkan kepada Bendahara
Umum Negara.
b. Pengelolaan PPh Migas tidak optimal sehingga hak pemerintah
sebesar Rp1,38 Triliun belum dapat direalisasikan dan
penggunaan tariff pajak dalam perhitungan PPh Migas dan bagi
Page 7
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 37
hasil migas tidak konsisten sehingga pemerintah kehilangan
penerimaan negara sebesar Rp1,30 Triliun.
- Pada bulan Agustus 2011, Pemeritah telah meluncurkan kebijakan
pemberian insentif pajak untuk penanaman modal berupa tax
holiday bagi industri pionir melalui penerbitan PMK Nomor
130/PMK.011/2011. Bagaimanakah dampak pemberlakuan PMK
tersebut terhadap penerimaan pajak maupun pertumbuhan
industry pionir?
- Posisi piutang pajak per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp93,46
Triliun. Bagaimana tingkat ketertagihan atau kolektibilitas atas
piutang pajak tersebut? Sejauhmana piutang pajak tersebut mampu
direalisasikan menjadi penerimaan negara?
- Poisisi piutang bukan pajak per 31 Desember 2012 adalah sebesar
Rp120,92 Triliun yang berarti naik sangat siginifikan sebesar
Rp101,04 Triliun dari tahun sebelumnya. Bagaimana tingkat
ketertagihan atau kolektibilitas atas piutang bukan pajak tersebut?
Sejauhmana piutang bukan pajak tersebut mampu direalisasikan
menjadi penerimaan Negara?
Realisasi belanja negara TA 2012 mengalami peningkatan sebesar
Rp196,41Triliun yaitu dari Rp1.294,99 Triliun pada tahun 2011 menjadi
Rp1.491,41 Trilun pada tahun 2012. Peningkatan belanja negara tersebut
sebagian besar atau Rp126,84Trilun berasal dari peningkatan belanja
pemerintah pusat sedangkan sisanya peningkatan dari transfer ke daerah.
Untuk belanja pemerintah pusat , hampir semua jenis belanja mengalami
peningkatan realisasi pada tahun 2012 kecuali belanja hibah dan belanja
lain-lain. Pada tahun 2012, semua komponen dalam transfer ke daerah
mengalami peningkatan.
Catatan :
- Secara total, belanja pemerintah pusat masih dibawah target yang
ditetapkan dalam APBNP 2012 yaitu hanya 94,49%.
- Komponen belanja barang terbesar pada tahun 2012 adalah belanja
barang non operasional yaitu sebesar Rp43,96 . Hal ini perlu
menjadi perhatian pemerintah mengingat semangat yang ada
sekarang ini adalah efisiensi belanja barang guna peningkatan
belanja modal yang lebih memberikan dampak langsung pada
masyarakat. Selain itu, belanja pemeliharaan perlu ditingkatkan
mengingat belanja tersebut berdampak pada peningkatan
Page 8
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 38
nilai/kapitalisasi asset misalnya memperpanjang masa manfaat
asset.
- Pada tahun 2011 tidak terdapat temuan BPK terkait dengan belanja
negara, namun pada LKPP tahun 2012 ini terdapat 5 temuan BPK
terkait belanja negara yaitu :
a. Penganggaran belanja barang dan belanja modal di 41
kementerian/lembaga sebesar Rp624,93 Miliar tidak sesuai
ketentuan serta terdapat penggunaan belanja pada 72
kementerian/lembaga yang tidak sesuai ketentuan dan
berindikasi merugikan negara sebesar Rp546,01 Miliar.
b. Pemerintah belum menetapkan kebijakan dan kriteria yang jelas
untuk memastikan ketepatan sasaran realisasi belanja subsidi
energi tahun 2012.
c. Sistem pengendalian belanja akhir tahun minimal senilai Rp1,31
Triliun tidak dapat berjalan secara efektif.
d. Pengendalian atas pelaksanaan revisi DIPA belum memadai
sehingga terjadi pagu minus atas belanja non pegawai minimal
sebesar Rp11,37 Triliun.
e. Pengadaan sarana/prasarana dan belanja operasional satker
pemeritah pusat/daerah sebesar Rp12,74 Triliun dianggarkan
dalam belanja bantuan sosial masih mengendap sebesar Rp1,91
Triliun dan realisasi belanja bantuan sosial tidak sesuai sasaran
sebesar Rp269,98 Miliar.
- Pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki trend pencairan
dana melalui pembentukan Tim Evaluasi dan Pengawasan
Penyerapan Anggaran (TEPPA) serta penerbitan Perpres 35 tahun
2011 yang merupakan langkah untuk memperbaiki dan
mempercepat proses pengadaan barang dan jasa oleh instansi-
instansi pemerintah. Sejauhmanakan upaya-upaya tersebut
berpengarauh terhadap kinerja pencairan dana oleh instansi-
instansi pemerintah?
Realisasi pembiayaan tahun anggaran 2012 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2011 dari Rp148,74Triliun menjadi Rp198,62Triliun.
Sebagian besar peningkatan bersumber dari penerbitan surat berharga
negara dari Rp119,86 Triliun tahun 2011 menjadi Rp159,70 Triliun tahun
2012.
Catatan :
- Perlu dicermati komposisi dari kepemilikan Surat Berharga Negara
tersebut serta profil nya.
Page 9
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 39
- Terdapat temuan BPK dalam LKPP 2012 terkait pembiayaan yaitu :
Penarikan pinjaman luar negeri belum didukung dengan dokumen
alokasi anggaran sehingga penambahan utang di neraca LKPP per 31
Desember 2012 sebesar Rp2,23 Triliun belum bisa dicatat sebagai
belanja dan pembiayaan di LRA tahun 2012.
Neraca
Untuk neraca, dapat dibandingkan sebagai berikut :
Jumlah aset tahun 2012 adalah sebesar Rp3.432,98 Triliun mengalami
peningkatan sebesar Rp409,54 Triliun dari jumlah aset tahun 2011.
Peningkatan tersebut terdiri dari :
- Aset lancar menurun Rp25,49 Triliun
- Investasi Jangka Panjang meningkat Rp182,37 Triliun
- Aset Tetap meningkat Rp327,52 Triliun
- Aset lainnya menurun Rp76,11 Triliun
Berdasarkan analisis jumlah aset, peningkatan terbesar disebabkan oleh
peningkatan jumlah aset tetap. Aset tetap terdiri dari tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap
lainnya serta konstruksi dalam pengerjaan.
Catatan :
Piutang Bukan Pajak sebesar Rp120.925.758.512.257 merupakan semua
hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, atau jasa yang
dapat dijadikan kas dan belum diselesaikan pada akhir tahun anggaran
serta diharapkan dapat diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari
satu tahun. Beberapa Piutang PNBP pada KL yang mempunyai nilai
cukup signifikan, yaitu Piutang PNBP pada Kejaksaan sebesar
Rp12.570.632.222.592 merupakan piutang dari uang pengganti, denda
tilang dan sewa rumah dinas, Piutang PNBP pada Kementerian ESDM
sebesar Rp9.399.082.826.374 merupakan piutang yang berasal dari
Iuran Royalty dan Iuran Tetap KK/IUP dan PKP2B, Piutang PNBP pada
Kementerian Kehutanan sebesar Rp2.067.471.003.070 berasal dari
tunggakan Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi, tunggakan
ganti rugi tegakan, dan Piutang PNBP pada Kementerian Komunikasi
dan Informatika sebesar Rp2.780.032.927.625 berasal dari Biaya Hak
Penyelenggaran telekomunikasi dan pengenaan denda. Kiranya
Pemerintah dapat melakukan penagihan atas piutang-piutang tersebut.
Page 10
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 40
Untuk kelompok kewajiban dan ekuitas perubahannya dapat diuraikan
sebagai berikut :
Jumlah kewajiban (jangka pendek dan jangka panjang) mengalami
peningkatan sebesar Rp209,51 dari Rp1.947,37 Triliun tahun 2011
menjadi Rp2156,88 Trilin tahun 2012. Jumlah ekuitas dana neto
mengalami peningkatan sebesar Rp200,02Triliun. Terjadi penurunan
ekuitas dana lancar sebesar Rp(17,22)Triliun dan kenaikan ekuitas dana
investasi sebesar Rp264,42 Triliun. 2
2.2.2. Common Size Financial Statement Analysis
Melalui analisis ini akan diketahui kontribusi setiap rekening terhadap
laporan secara menyeluruh. Seperti contohnya dalam melakukan analisis
atas neraca, maka total asset adalah 100% atau total utang dan modal
adalah 100%. Selanjutnya rekening-rekening yang satu kelompok dicari
prosentase kontribusinya terhadap total aset atau pasiva. Berdasarkan
analisis tersebut akan diketa-hui rekening mana yang memberikan
kontribusi maksimum dan rekening mana yang memberikan kontribusi
minimum. Dengan komposisi seperti ini diperlukan perencanaan dan
pengendalian yang berbeda sesuai dengan kontribusinya terhadap total
aset atau pasiva.
- Berdasarkan fungsinya, sebagian besar anggaran belanja pemeritah
pusat digunakan untuk fungsi pelayanan umum . Fungsi pelayanan
umum tersebut antara lain meliputi penelitian dasar dan
pengembangan Iptek , litbang pelayanan umum dan pelayanan
umum lainnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat fungsi
pelayanan umum tersebut tidak berdampak langsung pada
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu perlu ada peningkatan
alokasi dan realisasi dari fungsi-fungsi belanja pemerintah pusat
lainnya.
- Pada neraca LKPP 2012 sebanyak 55,21 % asset pemerintah
merupakan asset tetap, namun berdasarkan temuan BPK atas SPI
diketahui bahwa Aset Tetap dalam neraca LKPP sebesar Rp2,57
2 Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaanv anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangidengan kewajiban jangka panjang.
Page 11
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 41
Triliun yang berasal dari 3 KL belum dilakukan Inventarisasi dan
Penilaian (IP), .aasih selisih absolute antara laporan hasil IP dan
neraca di 24 KL sebesar Rp78,80 Miliar, Tidak diketahui
keberadaannya sebesar Rp371,34 Miliar di 14 KL, belum didukung
dengan dokumen kepemilikan sebesar Rp37,33 Triliun pada 17 Kl,
dan dikuasai/digunakan pihak lain yang tidak sesuai ketentuan
pengelolaan BMN sebesar Rp904,29 Miliar pada 24 KL.
2.2.3. Ratios Analysis
Analisis rasio merupakan teknik dan cara yang paling populer dan paling
banyak digunakan dalam melakukan analisis atas laporan keuangan.
Analisis rasio ini lebih banyak mengungkapan hasil berupa matematika,
sedangkan interpretasinya lebih kompleks dan mempunyai banyak
makna. Agar lebih bermakna maka rasio-rasio tersebut harus mengacu
kepada pentingnya hubungan secara ekonomi.
Dalam analisis rasio atas LKPP tidak menggunakan seluruh rasio, karena
rasio-rasio yang dikemukakan sebelumnya lebih tepat jika digunakan
untuk sektor swasta yang berorientasi laba. Tidak digunakannya
beberapa rasio untuk pemerintah, karena sifatnya yang melayani publik
dan tidak berorientasi laba. Adapun rasio-rasio yang akan digunakan
adalah current ratio dan total debt to equity.
Ket 2012 2011
Current Ratio 110% 108 %
Total Debt to Equity
ratio
169% 180%
Sumber : Neraca LKPP 2012, diolah
Berdasarkan tabel tersebut besarnya current ratio Pemerintah tahun
2011 sebsar 110% artinya setiap Rp 1 utang lancar pemerintah
ditanggung oleh Rp1,10 aktiva lancar pemerintah, rasio ini mengalami
kenaikan 2% dibandingkan tahun 2011.
Total utang terhadap total ekuitas pemerintah pada tahun 2012
menunjukkan hasil 169% artinya setiap Rp1 ekuitas dana pemerintah
menanggung utang sebesar Rp169. Terjadi penurunan dibandingkan
dengan kondisi tahun 2011.
2.2.4. Cash Flow Analysis
Analisis aliran kas terutama digunakan untuk menilai sumber dan
penggunaan dana yang terjadi pada institusi selama periode tertentu.
Analisis aliran kas memberikan suatu pandangan tentang bagaimana
institusi memperoleh pendanaannya dan cara menggunakannya dalam
Page 12
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 42
bentuk sumber daya. Dengan analisis aliran kas dapat diketahui seberapa
besar sumber kas yang berasal dari kegiatan operasi, seberapa besar
yang berasal dari kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan.
Adapun kondisi arus kas pemerintah pada tahun 2012 adalah sebagai
berikut :
- Arus kas bersih dari aktivitas operasi menujukkan nilai yg negatif
artinya lebih banyak belanja pemerintah daripada pemasukan
pemerintah yang bersumber dari pajak dan PNBP. Dibandingkan
tahun 2011, arus kas yang masuk meningkat sebesar Rp126,87Triliun
meningkat dari Rp1.209,46 Triliun tahun 2011 menjadi Rp1.336,38
Triliun tahun 2012. Namun disisi lain arus kas keluar juga meningkat
dari Rp1.176,68 Triliun menjadi Rp1.345,21 Triliun tahun 2012.
- Arus kas bersih dari aktivitas investasi aset non keuangan
menunjukkan nilai yang negatif , dimana penerimaan pemerintah
yang bersumber dari penjualan aset lebih kecil dibandingkan dengan
belanja modal. Pada tahun 2012 nilainya sebesar minus
Rp144,42Triliun sedangkan pada tahun 2011 sebesar minus Rp117,62
Triliun.
- Dengan arus kas keluar bersih dari aktivitas operasi sebesar Rp8,87
Trilun dan arus kas keluar bersih dari aktivitas investasi aset non
keuangan sebesar Rp144.42 Triliun mengakibatkan defisist anggaran
sebesar Rp153,30 Triliun . Defisist anggaran tersebut ditutup dari
sumber-sumber pembiayaan.
- Arus kas bersih dari aktivitas pembiayaan menunjukkan nilai yang
positif, dimana penerimaan pembiayaan lebih besar dari pengeluaran
pembiayaan. Arus kas bersih aktivitas pembiayaan pada tahun 2012
adalah sebesar Rp175,15 Triliun sedangkan pada tahun 2011 sebesar
Rp131,39 Triliun. Dengan Arus Kas Masuk Bersih dari Aktivitas
Pembiayaan sebesar Rp175,15 dan defisit anggaran sebesar Rp153,30
triliun terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) TA 2012
sebesar Rp21,8 Triliun.
- Arus kas bersih dari aktivitas non anggaran menunjukkan nilai yang
positif yaitu sebesar minus Rp1,50 Triliun , sedangkan pada tahun
2011 sebesar Rp1,3 Triliun.
*****