-
ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYAANALISIS DAMPAK
EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYAANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN
BUDAYAANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA
TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA TERHADAP RENCANA TERHADAP
RENCANA PEMBANGUNANPEMBANGUNANPEMBANGUNANPEMBANGUNAN
JEMBATAN SELAT SUNDAJEMBATAN SELAT SUNDAJEMBATAN SELAT
SUNDAJEMBATAN SELAT SUNDA
1.1. 1.1. 1.1. 1.1. Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak
Dampak Dampak Dampak Ekonomi Terkait Ekonomi Terkait Ekonomi
Terkait Ekonomi Terkait RencanaRencanaRencanaRencana Pembangunan
JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi
LampungPembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS di
Provinsi Lampung
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Dampak Dampak Dampak Dampak Rencana
Rencana Rencana Rencana Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi
WilayahPembangunan JSS Terhadap Ekonomi WilayahPembangunan JSS
Terhadap Ekonomi WilayahPembangunan JSS Terhadap Ekonomi
Wilayah
Rencana pembangunan JSS akan menimbulkan implikasi diantaranya
terhadap perubahan
pola ruang, struktur ruang, dan sistem transportasi. Implikasi
yang ditimbulkan tersebut
berdampak terhadap ekonomi wilayah Provinsi Lampung. Pembangunan
JSS dapat menimbulkan
kecenderungan perubahan pola ruang (komposisi pola ruang), yakni
dengan kemungkinan
perkembangan penggunaan lahan yang mengurangi cakupan lahan
kawasan lindung dan
bertambahnya cakupan lahan kawasan budidaya. Perkembangan luas
lahan terbangun di provinsi
Lampung akan cukup besar pasca pembangunan JSS, selain
disebabkan karena pertumbuhan
kawasan terbangun saat ini sudah cukup besar juga karena faktor
ekonomi dan perkembangan
penduduk berpengaruh secara signifikan (mencapai 99%) pada
perkembangan kawasan
terbangun.
Kemungkinan perkembangan kawasan yang memiliki kecenderung
perkembangan tinggi
seperti kawasan perkotaan pada pusat-pusat perdagangan dan jasa,
kawasan industri, koridor
penyeberangan Bakauheni - Merak, serta kawasan wisata pasca
pembangunan JSS, demikian juga
dengan perubahan struktur ruang menjadi berstatus pusat kegiatan
nasional (PKN), pusat
kegiatan wilayah (PKW) atau pusat kegiatan lokal (PKL) akan
memacu kinerja dan struktur
perekonomian wilayah Provinsi Lampung. Skema perubahan struktur
ruang Provinsi Lampung
terhadap beberapa kota seperti Bandar Lampung, Kota Agung,
Menggala, Bandar Jaya,
Kemuning, Sukadana dan Way Jepara dapat diperkirakan akan
membawa pengaruh
perkembangan perekonomian kabupaten dan kota.
-
Pembangunan JSS juga berimplikasi terhadap perubahan pergerakan
transportasi antara
Pulau Sumatera dan Pulau Jawa karena manfaat yang dapat
diberikan meliputi :
a. Menambah aksesibilitas dengan adanya tambahan infrastruktur
transportasi baru
b. Bertambahnya kapasitas layanan lalulintas
c. Meningkatnya kecepatan perjalanan dibandingkan dengan
menggunakan ferry atau
pelayaran laut
d. Meningkatnya kepastian waktu perjalanan dibandingkan
menggunakan ferry atau
pelayaran laut
Manfaat yang ditimbulkan oleh fungsi JSS tersebut berakibat
terjadinya peralihan
lalulintas (traffic diversion) antara infrastruktur eksisting
dengan JSS, timbulnya bangkitan
lalulintas (traffic generation) akibat terstimulasinya kegiatan
ekonomi, dan meningkatnya arus
kecepatan (speed flow) lalulintas Sumatera Jawa.
Peralihan lalulintas yang mungkin terjadi antara lain :
penyeberangan ferry Merak
Bakauheni, pelayaran laut Pelabuhan Panjang Tanjung Priok, dan
penerbangan Lampung
(Bandara Radin Inten) Jakarta; karena ketiga rute lalulintas
tersebut terletak paling dekat
dengan JSS, memiliki asal/tujuan perjalanan yang sama, dan
memiliki jenis layanan yang sama.
Pengembangan komoditi unggulan dan sebaran industri/sentra
produksi yang sudah
dibahas pada Bab III secara umum memberikan peluang lapangan
kerja baru di tingkat makro.
Namun demikian, sebaran industri dan sentra produksi yang
mempunyai peluang berkembang
lebih besar adalah yang terletak dekat dengan pembangunan JSS
atau berada pada jalur yang
langsung terhubung dengan JSS seperti ditunjukkan pada gambar
3.1 pada Bab III. Sementara
kabupaten/kota lain yang terletak cukup jauh dari infrastruktur
JSS dan koridor utama JSS seperti
: Kabupaten Lampung Utara, Lampung Barat, Way Kanan, Tanggamus
akan mengalami
kesenjangan.
Lokasi kawasan potensial Provinsi Lampung sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 2.6
pada Bab II. di mana identifikasi dilakukan dengan membagi
kawasan berdasarkan zona dengan
-
interval radius 30 km dari kaki JSS (Bakauheni). Kawasan
potensial yang berada pada Zona I, II dan
III (30 km, 60 km dan 90 km) khususnya di wilayah Kabupaten
Lampung Selatan dan Lampung
Timur, berpeluang terimplikasi dampak ekonomi secara langsung,
sehingga perlu dikembangkan
berbagai bentuk perekonomian mikro. Sedangkan Zona III, IV dan
zona lain di atas radius 120 km
mengalami dampak perekonomian secara makro.
1.1.2.1.1.2.1.1.2.1.1.2. Dampak Dampak Dampak Dampak Rencana
Rencana Rencana Rencana Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi
Mikro/Lokal/Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi
Mikro/Lokal/Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi
Mikro/Lokal/Pembangunan JSS Terhadap Ekonomi Mikro/Lokal/
PedesaanPedesaanPedesaanPedesaan
Kabupaten Lampung Selatan yang dominan memiliki potensi kegiatan
ekonomi di sektor
pertanian terletak pada zona hingga 60 km dari kaki JSS. Dalam
hal ini ditetapkan sebagai
Kawasan Ekonomi Potensial (KEP) Lampung Selatan, dampak
pembangunan JSS bersifat ekonomi
mikro/lokal/pedesaan.
Peluang sektor ekonomi mikro yang dapat dikembangkan berkaitan
dengan implikasi
pembangunan JSS dapat dilihat pada Tabel 1.1. dan Tabel 1.2.
Pada Tabel 1.1 konsentrasi
pengembangan sektor ekonomi mikro di Kabupaten Lampung Selatan
difokuskan antara lain pada
:
a. Kawasan Terminal Agribisnis Kecamatan PenengahanKawasan
Terminal Agribisnis Kecamatan PenengahanKawasan Terminal Agribisnis
Kecamatan PenengahanKawasan Terminal Agribisnis Kecamatan
Penengahan, dengan kegiatan ekonomi
pemasaran hasil produk pertanian serta bahan baku kebutuhan
pertanian dan
pendukungnya.
b. Kawasan Agropolitan Kecamatan SidomulyoKawasan Agropolitan
Kecamatan SidomulyoKawasan Agropolitan Kecamatan SidomulyoKawasan
Agropolitan Kecamatan Sidomulyo, dengan kegiatan ekonomi produksi
hasil
pertanian.
c. Kawasan Minapolitan Kecamatan KetapangKawasan Minapolitan
Kecamatan KetapangKawasan Minapolitan Kecamatan KetapangKawasan
Minapolitan Kecamatan Ketapang, dengan kegiatan ekonomi
budidaya
perikanan, penangkapan ikan dan pengolahan hasil ikan.
d. KawasanKawasanKawasanKawasan Agroindustri di Kecamatan
Tanjung Agroindustri di Kecamatan Tanjung Agroindustri di Kecamatan
Tanjung Agroindustri di Kecamatan Tanjung
BBBBintangintangintangintang, dengan kegiatan ekonomi adalah
industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, industri
pengolahan hasil pertanian, dan
industri jasa sektor pertanian
-
e. Kawasan Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, Kawasan
Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, Kawasan Pariwisata Kalianda dan
sekitarnya, Kawasan Pariwisata Kalianda dan sekitarnya, dengan
kegiatan ekonomi adalah
perdagangan dan jasa seperti: perhotelan, restorant (kuliner)
transportasi, dan
cinderamata.
Penduduk Kecamatan Penengahan dan Kecamatan Sidomulyo yang
secara umum adalah
petani, sedangkan penduduk Kecamatan Ketapang adalah nelayan
diharapkan dapat
diberdayakan untuk mendukung kawasan pengembangan tersebut.
Begitu pula dengan
penduduk di kawasan Tanjung bintang, diharapkan dapat mendukung
keberadaan industri di
Kawasan Industri Lampung (KAIL). Sedangkan penduduk kota
Kalianda yang lebih banyak bekerja
di sector perdagangan dan jasa dapat diarahkan untuk mendukung
pengembangan pariwisata di
sumber air panas Wat belerang, Pelabuhan Canti untuk
penyeberangan ke Gunung Krakatau dan
Pantai Wartawan.
Tabel 1.1. Kawasan Potensial di Kabupaten Lampung Selatan
NoNoNoNo FungsiFungsiFungsiFungsi
KegiatanKegiatanKegiatanKegiatan LokasiLokasiLokasiLokasi
1 Terminal
Agribisnis
1. Memasarkan hasil produk pertanian
2. Memasarkan bahan baku kebutuhan
pertanian dan pendukungnya
KEP Lampung Selatan,
Kec. Penengahan
(Kab. Lampung Selatan)
2 Agropolitan 1. Produksi hasil pertanian
KEP Lampung Selatan,
Kec. Sidomulyo
(Kab. Lampung Selatan)
3 Minapolitan
1. Usaha budidaya perikanan
2. Usaha penangkapan ikan di laut
3. Usaha pengolahan hasil ikan
KEP Lampung Selatan,
Kec. Ketapang
(Kab. Lampung Selatan)
4 Agro
Industri
1. Industri peralatan dan mesin-mesin
pertanian
2. Industri pengolahan hasil pertanian
3. Industri jasa sektor pertanian
KEP Lampung Selatan,
Kec. Tanjung Bintang
(Kab. Lampung Selatan)
Sumber: Hasil analisis, 2012 dan Studi Kawasan Strategis Selat
Sunda, 2011
-
Tabel 1.2. Kawasan Potensial di Kabupaten Lampung Timur
NoNoNoNo FungsiFungsiFungsiFungsi
KegiatanKegiatanKegiatanKegiatan LokasiLokasiLokasiLokasi
1 Minapolitan
1. Usaha budidaya perikanan
2. Usaha penangkapan ikan di laut
3. Usaha pengolahan hasil ikan
KEP Lampung Timur,
Kec. Labuhan Maringgai
(Kab. Timur)
2 Agroindustri
1. Industri peralatan dan mesin-mesin
pertanian
2. Industri pengolahan hasil pertanian
3. Industri jasa sektor pertanian
KEP Lampung Timur,
Kec. Jabung, Sekampung
Udik
(Kab. Lampung timur)
3 Agrowisata 1. Produksi hasil pertanian
2. Pembibitan buah-buahan dll
KEP LampungTimur,
Kec. Pekalongan
(Kab. LamTimur)
5 Ecotourism
(Pariwisata
Alam)
1. Pengembangan Desa Wisata di
Labuhan Ratu
2. Industri cinderamata
KEP Lampung Timur
Kec. Labuhan Ratu dan Way
Jepara
(Kab. Lampung Timur) Sumber: Hasil analisis 2012
1.2.1.2.1.2.1.2. Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak
Dampak Dampak Dampak Sosial Terkait Sosial Terkait Sosial Terkait
Sosial Terkait RencanaRencanaRencanaRencana Pembangunan JSS di
Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi LampungPembangunan JSS
di Provinsi LampungPembangunan JSS di Provinsi Lampung
Perubahan sosial yang terjadi di suatu wilayah ditandai dengan
perubahan struktur dan
hubungan-hubungan sosial berdasarkan usia, tingkat pendidikan,
mata pencaharian, dan
sebagainya. Perubahan sosial mengakibatkan perubahan di sektor
lain, oleh karena itu tidak
dapat dipandang hanya dari satu sisi. Sedangkan perubahan budaya
berkaitan dengan perubahan
substansi budaya seperti nilai, kepercayaan, sikap, norma,
perilaku, pranata, dan lain-lain.
Perubahan sosial dan perubahan budaya tidak dapat dipisahkan dan
akan saling mempengaruhi.
Rencana pembangunan jembatan Selat Sunda diperkirakan akan
menghadirkan beragam
perubahan kepada kehidupan masyarakat setempat.
Perubahan-perubahan yang terjadi tidak
hanya bersifat fungsional, namun ada pula yang bersifat
disfungsional.
Beberapa perubahan fungsional dari rencana pembangunan Jembatan
Selat Sunda
diantaranya adalah semakin lancarnya jalur transportasi dari
Pulau Jawa ke Pulau Sumatra,
menjadikan wilayah sekitar Jembatan Selat Sunda yakni Provinsi
Banten dan Lampung menjadi
wilayah strategis untuk membuka usaha-usaha baru, misalnya
penduduk setempat dapat
-
membangun rumah makan, minimarket dan sebagainya di sekitar area
kaki JSS.
Perubahan fungsional lainnya adalah semakin majunya pengembangan
transportasi di negeri ini
dan menjadi catatan khusus dengan menjadi jembatan terpanjang
kedua di dunia setelah
Jembatan Shanghai, Cina. Tentunya dengan demikian, akan semakin
memperkuat eksistensi
Indonesia di dunia internasional dalam aspek jalur
transportasinya.
Namun kita juga jangan melupakan nasib para pengusaha dan awak
kapal feri yang
sebelumnya menggantungkan hidupnya dengan menjual jasa
menyebrangkan penumpang
maupun kendaraan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatra. Dengan
dibangunnya Jembatan Selat
Sunda ini tentunya akan mengurangi bahkan menghilangkan
penghasilan sehari-hari mereka,
karena tentunya minat untuk menggunakan jasa kapal feri ini
menjadi menurun drastis. Selain itu
mengingat bahwa Jembatan Selat Sunda ini juga akan dilengkapi
oleh jalur kereta api, maka hal
ini pun akan menjadi masalah baru bagi pemerintah jika tidak
segera dicari antisipasinya, karena
kemungkinan bertambahnya pengangguran akan semakin besar.
1111.2.1 .2.1 .2.1 .2.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Proyeksi
Pertumbuhan Penduduk Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Proyeksi
Pertumbuhan Penduduk
Provinsi Lampung termasuk dalam kategori provinsi dengan jumlah
penduduk menengah,
yaitu antara 5 hingga 10 juta jiwa. Jumlah penduduk Lampung
7.608.405 jiwa (tahun 2010) atau
naik sekitar 5,5% dibandingkan tahun 2007 (7.211.596 jiwa).
Dibandingkan dengan tahun 2000,
jumlah penduduk lampung naik sekitar 15,74%. Terhitung laju
pertumbuhan penduduk Provinsi
Lampung periode 2000-2010 sebesar 1,3%, dibandingkan periode
sebelumnya (1990 2000
sebesar 1,01%) mengalami peningkatan 0,29%.
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, penduduk Provinsi
Lampung, 2010 mencapai
7.608.405 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 106,09.
Tingkat kepadatan penduduk di
Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar
wilayah. Dibandingkan dengan
kabupaten, kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi.
Tingkat kepadatan penduduk
Kota Bandar Lampung misalnya mencapai 4.570 jiwa per kilometer
persegi dan Kota Metro
mencapai 2.354 jiwa per kilometer persegi. Sementara itu,
tingkat kepadatan penduduk di
-
semua kabupaten masih berada dibawah 500 jiwa per kilometer
persegi, bahkan Kabupaten
Lampung Barat baru mencapai 85 jiwa per kilometer persegi.
Diantara 4 kawasan potensial JSS di tahun 2010, Kabupaten
Lampung Timur memiliki
jumlah penduduk terbesar (951.639 jiwa), diikuti Kabupaten
Lampung Selatan (912.490 jiwa),
Kota Bandar Lampung (881.801 jiwa), dan terakhir Kabupaten
Pesawaran (398.848 jiwa).
Sedangkan jika dilihat dari kepadatan penduduk, Kota Bandar
Lampung memiliki kepadatan
penduduk terbesar (4.569,86 jiwa/km2), diikuti Kabupaten Lampung
Selatan (454,65 jiwa/km2),
Kabupaten Pesawaran (339,8 jiwa/km2), dan terakhir Kabupaten
Lampung Timur (219,38
jiwa/km2). Dengan adanya proyek pembangunan JSS maka akan
terjadi peningkatan jumlah
penduduk yang signifikan untuk ketiga kabupaten (Lampung
Selatan, Lampung Timur, dan
Pesawaran). Banyaknya lahan kosong, memungkinkan alih guna lahan
pertanian menjadi
pemukiman dan industri akan terjadi.
Penduduk 4 (empat) wilayah potensial JSS di Provinsi Lampung
yaitu Kabupaten Lampung
Selatan, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pesawaran dan Kota
Bandar Lampung tercatat
3.018.945 jiwa atau 41% dari keseluruhan penduduk Provinsi
Lampung pada sensus penduduk
tahun 2007. Di tahun 2010 meningkat menjadi 3.144.778 jiwa
(41,33%). Selama 3 tahun
terakhir terjadi peningkatan 0,3%. Penduduk Kabupaten Lampung
Selatan sebelum dimekarkan
dengan Kabupaten Pesawaran adalah yang terbesar di antara
kabupaten dan kota di provinsi ini,
yaitu 1.312.527 jiwa di tahun 2006.
-
Sementara itu kepadatan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun
2010 sebesar 215,61
jiwa. Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk terbesar
(
Kabupaten Lampung Selatan (454,65
terakhir Kabupaten Lampung Timur (
kepadatan penduduk di atas rata
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
Gambar
0
1000
2000
3000
4000
5000
Gambar
Sumber : Hasil analisis, 2012
Sementara itu kepadatan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun
2010 sebesar 215,61
. Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk terbesar
(4.569,86 jiwa/km2), diikuti
454,65 jiwa/km2), Kabupaten Pesawaran (339,8
terakhir Kabupaten Lampung Timur (219,38 jiwa/km2). Seluruh
wilayah potens
kepadatan penduduk di atas rata-rata provinsi.
Lam-Sel Lam-Tim Pesawaran B.Lampung
Gambar 1.1 Jumlah Penduduk di kawasan Potensial
JSS (2010)
Lam-Sel Lam-Tim Pesawaran B.Lampung
Gambar 1.2 Kepadatan penduduk Kawasan
Potensial JSS (2010)
Sementara itu kepadatan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun
2010 sebesar 215,61
jiwa/km2), diikuti
339,8 jiwa/km2), dan
jiwa/km2). Seluruh wilayah potensial JSS memiliki
-
Dari hasil pengolahan dan analisis data, dapat diketahui hasil
proyeksi jumlah penduduk
untuk sepuluh dan duapuluh tahun kedepan. Berdasarkan
perhitungan tersebut rata-rata
pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung tiap tahunnya diperkirakan
mencapai 1,2% dan
hingga akhir tahun rencana penduduk Provinsi Lampung
terkonsentrasi di Kabupaten Lampung
Selatan (18%) dari jumlah penduduk Provinsi Lampung. Hal ini
disebabkan beberapa faktor
antara lain karena faktor topografi wilayah yang relatif datar
dibandingkan wilayah lain di
Provinsi Lampung, merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera dari
arah Jawa dan memiliki
aksesibilitas yang baik dari berbagai moda, luas wilayah yang
memadai dibanding Bandar
Lampung dan Metro dan memiliki kelengkapan sarana prasarana yang
cukup menarik untuk
aktivitas perdagangan dan industri. Selain itu letaknya yang
berbatasan langsung dengan Kota
Bandar Lampung menjadi nilai lebih bagi Kabupaten Lampung
Selatan, mengingat sektor usaha
dan penyediaan lapangan usaha masih terkonsentrasi di Kota
Bandar Lampung. Sementara
ketersediaan lahan di Kota Bandar Lampung relatif terbatas,
sehingga penduduk di Kota Bandar
Lampung mencari permukiman di luar Kota Bandar Lampung terutama
di daerah perbatasan
antara Bandar Lampung dan Lampung Selatan dan Bandar Lampung -
Pesawaran. Dengan
demikian jumlah penduduk terkonsentrasi di Wilayah Lampung
Selatan. Proyeksi jumlah
penduduk untuk tahun 2020 dan 2030 dapat di lihat pada tabel
berikut.
Tabel 1.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Lampung
No. Kabupaten/Kota Tahun 2020 Tahun 2030
1. Lampung Selatan 1.027.448 1.142.139
2. Bandar Lampung 1.024.709 1.168.032
3. Tanggamus 603.813 671.013
4. Pringsewu *) 382.229 399.089
5. Lampung Barat 473.319 526.391
6. Way Kanan 468.458 529.732
7. Lampung Utara 638.947 691.749
8. Tulang Bawang 489.306 580.706
9. Tulang Bawang Barat *) 276.237 301.767
10. Mesuji *) 206.297 225.187
11. Lampung Tengah 1.313.830 1.451.678
-
12. Lampung Timur 1.050.037 1.143.928
13. Metro 177.662 209.081
14. Pesawaran 447.486 496.009
Jumlah 8.579.779 9.536.500
Sumber : Hasil analisis 2012
Dengan rencana pembangunan JSS, diperkirakan akan menarik
penanam modal di
wilayah proyek (Banten dan Lampung). Hal ini akan membuat
membuat pertumbuhan penduduk
di kedua provinsi ini akan meningkat pesat, terlebih pada
kabupaten/kota yang menjadi wilayah
pembangunan dan pengembangan. Tabel 1.3 memperlihatkan proyeksi
jumlah penduduk
Provinsi Lampung tahun 2020 dan 2030. Dengan rencana pembangunan
JSS kemungkinan
jumlah penduduk di 4 kawasan potensial JSS lebih besar dari yang
diperkirakan. Diperkirakan
jumlah penduduk di kawasan potensial akan mengalami pertumbuhan
secara eksponensial,
karena adanya arus migrasi. Tabel 1.4 adalah proyeksi jumlah
penduduk di kawasan potensial JSS
dengan mempertimbangkan proyek JSS.
Tabel 1.4. Proyeksi Jumlah penduduk di kawasan potensial JSS
Kabupaten/KotaKabupaten/KotaKabupaten/KotaKabupaten/Kota Tahun
2020Tahun 2020Tahun 2020Tahun 2020 Tahun 2030Tahun 2030Tahun
2030Tahun 2030
Kawasan potensial JSS*)
Kabupaten Lampung Selatan**) 1.770.192 2.957.742
Kabupaten Lampung Timur 1.236.302 2.065.686
Kota Bandar Lampung 1.071.853 1.414.411
Jumlah 4.078.347 6.437.839
Bukan wilayah potensial 5.030.099 5.586.392
Jumlah total penduduk Lampung 9.108.446 12.024.231
Sumber : Lap. JSS PU (2009) dan hasil analisis (2012)
Keterangan : *) dengan mempertimbangkan proyek JSS
**) termasuk Kab. Pesawaran
-
Sementara itu, jika dilihat jumlah penduduk berdasarkan kelompok
usia dapat diproyeksikan
dengan asumsi proporsi kelompok usia 15 tahun terhadap jumlah
penduduk pada
tiap wilayah tetap, dapat dilihat dari tabel 1.5.
Tabel 1.5 Proyeksi jumlah Penduduk berdasarkan kelompok usia di
Kawasan Potensial JSS
No Kabupaten/Kota*) 2020 2030
< 15 th >15 th < 15 th >15 th
1. Lampung Selatan**) 428.205 1.341.987 715.470 2.242.272
2. Lampung Timur 281.597 954.705 470.508 1.595.178
3. Bandar Lampung 248.997 822.856 328.575 1.085.836
Jumlah 958.799 3.119.548 1.514.553 4.923.286
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Keterangan : *) dengan mempertimbangkan proyek JSS
**) termasuk Kab. Pesawaran
Dengan adanya rencana Pembangunan JSS, perlu upaya peningkatan
kualitas penduduk melalui
pendidikan yang lebih spesifik berdasarkan usia. Kelompok usia
di bawah 15 tahun perlu
dilakukan pendidikan karakter untuk membangun karakter keragaman
dan kebangsaan yang
kuat. Hal ini diperlukan untuk mempertahankan nilai-nilai
positif dan dapat mengantisipasi nilai-
nilai negatif yang kemungkinan akan masuk di wilayah potensial
JSS. Untuk kelompok usia 15
tahun ke atas, perlu dilakukan pendidikan kewirausahaan. Hal ini
untuk meningkatkan daya saing
terhadap arus migrasi penduduk menuju wilayah potensial JSS.
1111.2.2 .2.2 .2.2 .2.2 Proyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana
PendidikanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana PendidikanProyeksi
Kebutuhan Sarana Prasarana PendidikanProyeksi Kebutuhan Sarana
Prasarana Pendidikan
Sektor pendidikan berperan penting dalam upaya mempersiapkan dan
membangun
sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu pengukurannya
adalah dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Pengukuran indeks ini melalui 3
(tiga) komponen yaitu kesehatan
-
(pencapaian umur panjang dan sehat), pendapatan (pengeluaran per
kapita), dan pendidikan
(rata-rata sekolah dan angka melek huruf). IPM rata penduduk
Indonesia 2006 telah mencapai
70,1, naik dari tahun sebelumnya 69,6. IPM Provinsi Lampung
tahun 2006 adalah 69,4, masih
berada di bawah IPM rata-rata. Sedangkan pada tahun 2010
meningkat menjadi 71,42 berada
pada peringkat 21.
Dari 4 kawasan potensial JSS, Kabupaten Pesawaran memiliki IPM
terendah (69,77) diikuti
Kabupaten Lampung Selatan (70,06), dan Kabupaten Lampung Timur
(70,73). Ketiga kabupaten
tersebut memiliki IPM di bawah provinsi. Sedangkan Kota Bandar
Lampung Lampung memiliki
IPM tertinggi di antara 3 wilayah potensial JSS lainnya yaitu
sebesar 75,7 pada tahun 2010.
Pada dasarnya IPM semua wilayah di Provinsi Lampung mengalami
peningkatan tiap
tahunnya, akan tetapi masih banyak yang berada di bawah
rata-rata IPM Indonesia. IPM rata-
rata Indonesia tahun 2009 sebesar 71,76, dan tahun 2010 sebesar
72,27.
Dilihat dari angka melek huruf, dari 4 kawasan potensial JSS,
Kabupaten Lampung Timur
memiliki prosentase terendah (93,32%) dengan rata-rata lama
sekolah 7,35 tahun, sedangkan
Kota Bandar Lampung memiliki prosentase tertinggi (98,44%)
dengan rata-rata lama sekolah
9,91 tahun.
Rendahnya tingkat pendidikan penduduk Lampung yang menamatkan
pendidikannya
pada jenjang sarjana umumnya disebabkan oleh alasan ekonomi.
Secara umum penduduk
Lampung sebagian besar tingkat pendidikannya di bawah
rata-rata.
Kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan akan terus meningkat
bersamaan dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Kemungkinan sarana dan prasarana
pendidikan yang ada, tidak
mampu memenuhi kebutuhan keluarga pekerja proyek JSS.
Ketersediaan fasilitas pendidikan
yang dibutuhkan adalah fasilitas pendidikan pra sekolah,
pendidikan dasar 9 tahun, pendidikan
menengah atas, kejuruan menengah, pendidikan tinggi, dan
kursus-kursus keprofesionalan sesuai
dengan kebutuhan kerja yang semakin berkembang.
-
Dibandingkan dengan tahun 2009/2010 jumlah sekolah SD dan SMP
berkurang sebanyak
46 dan 62 sekolah, demikian juga jumlah siswa SD dan SMP menurun
sebanyak 34.374 siswa dan
20.868 siswa, akan tetapi jumlah guru SD dan SMP naik sebanyak
12.697 orang dan 4.629 orang.
Sementara itu jumlah sekolah SMU naik sebanyak 86, demikian juga
dengan jumlah guru dan
jumlah siswa naik sebanyak 1.591 orang dan 40.851 siswa
.
Pada bidang pendidikan dapat digambarkan dari proyeksi kebutuhan
dan ketersediaan
jumlah sekolah. Perhitungan proyeksi ketersediaan dan kebutuhan
sekolah salah satunya
didasarkan pada proyeksi jumlah murid. Gambaran lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1.6 Proyeksi Jumlah Murid, Sekolah dan Guru di Provinsi
Lampung
No. Tingkat Pendidilan Tahun
2020 2030
1. SD
- Trend Jumlah Murid
- Trend Jumlah Sekolah
- Tren Kebutuhan Guru
987.047
4.618
89.729
1.011.980
4.659
119.303
2. SMP
- Trend Jumlah Murid
- Trend Jumlah Sekolah
- Trend Kebutuhan Guru
374.346
1.428
34.916
423.683
1.684
44.703
3. SMU
- Trend Jumlah Murid
- Trend Jumlah Sekolah
- Trend Kebutuhan Guru
195.575
640
19.297
252.587
843
26.513 Sumber : Hasil Analisis (2012)
Tabel di atas memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan
jumlah murid, jumlah
sekolah, dan guru pada berbagai tingkatan pendidikan periode
tahun 2020 dan 2030. Dengan
adanya rencana proyek JSS fokus pembangunan di bidang pendidikan
dapat diarahkan pada
peningkatan kualitas sekolah dan SDM.
-
Berdasarkan tabel di atas dapat diidentifikasi proyeksi
kebutuhan sarana pendidikan untuk
jenjang Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan kebutuhan
sarana pendidikan hingga
tahun 2029 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.7 Proyeksi Kebutuhan Sekolah untuk Tiap Kabupaten di
Provinsi Lampung
No. Kabupaten/Kota Tahun 2029 Sarana Pendidikan
SD SMP SMA
1. Lampung Barat 558,491 349 116 116
2. Tanggamus 867,526 542 181 181
3. Lampung Selatan 1,149,939 719 240 240
4. Lampung Timur 1,086,394 679 226 226
5. Lampung Tengah 1,412,715 883 294 294
6. Lampung Utara 748,952 468 156 156
7. Way Kanan 408,334 255 85 85
8. Tulang Bawang 1,129,296 706 235 235
9. Bandar Lampung 1,124,533 703 234 234
10. Metro 175,672 110 37 37
11. Pesawaran 521,431 326 109 109
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah 9,183,283 9,183,283 9,183,283
9,183,283 5,7405,7405,7405,740 1,9131,9131,9131,913
1,9131,9131,9131,913 Sumber : RTRW Provinsi Lampung 2009-2029
Dari 4 kawasan potensial JSS, diprediksikan dengan meningkatnya
jumlah penduduk, maka
otomatis kebutuhan akan sarana prasarana pendidikan juga
meningkat yang juga diiringi dengan
meningkatnya nilai Indeks Pembangunan Manusia. Kabupaten Lampung
Selatan diprediksikan
membutuhkan sarana prasarana pendidikan lebih besar dari ketiga
kawasan lainnya. Demikian
juga Kota Bandar Lampung, sebagai ibukota provinsi, arus
urbanisasi meningkatkan beban kota
Bandar Lampung untuk menyediakan sarana prasarana yang lebih
memadai.
Proyeksi IPM untuk kawasan potensial JSS dapat dilihat pada
tabel 1.7. IPM Lampung
Selatan diproyeksikan dapat melampaui IPM rata-rata Provinsi
Lampung pada tahun 2030,
meninggalkan Lampung Timur dan Pesawaran.
-
Tabel 1.8 Proyeksi Nilai IPM Kawasan Potensial JSS di Provinsi
Lampung
No. Kabupaten /Kota 2020 2030
1. Kab. Lampung Selatan 75,88 81,70
2. Kab. Lampung Timur 76,13 81,51
3. Kab. Pesawaran 75,03 80,23
4. Kota Bandar Lampung 80,45 85,15
Provinsi Lampung 76,46 81,54 Sumber : Hasil Analisis (2012)
Proyek pembangunan JSS yang akan menyerap banyak tenaga kerja,
diharapkan dapat
menyerap tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan masyarakat
Lampung dan semakin baik keahlian yang dimiliki, maka semakin
lebar kesempatan untuk
mendapatkan posisi yang lebih baik.
1111.2.3 .2.3 .2.3 .2.3 Proyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana
KesehatanProyeksi Kebutuhan Sarana Prasarana KesehatanProyeksi
Kebutuhan Sarana Prasarana KesehatanProyeksi Kebutuhan Sarana
Prasarana Kesehatan
Indikator terhadap perilaku masyarakat dan peran serta
masyarakat dalam pembangunan
kesehatan antara lain dapat diukur atau tergambar dengan
seberapa banyak kepesertaan
masyarakat dalam jaminan pemeliharaan kesehatannya misalnya
melalui Askes, JKPM, Jamsostek,
dan lain-lain. Berdasarkan Susenas dinyatakan bahwa pembiayaan
kesehatan yang berasal dari
pemerintah hanya mencapai 30%, sedangkan pembiayaan yang berasal
masyarakat tercatat 70%.
Rendahnya pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah ternyata
memiliki korelasi yang kuat
terhadap derajat kesehatan masyarakat dan kinerja pembangunan
kesehatan. Masyarakat belum
terbiasa menjadi anggota dalam pembiayaan kesehatannya misalnya
sala melalui asuransi
kesehatan (Askes).
Kualitas kesehatan masyarakat sangat tergantung pada tingkat
pendidikan dan
pendapatan. Dua hal ini akan berpengaruh pada pola hidup sehat,
pola makanan, dan asupan
gizi, serta lingkungan yang sehat. Angka harapan hidup (AHH) di
Provinsi Lampung pada tahun
2010 mencapai 69,5 tahun, sedangkan pada tahun 2005 mencapai 68
tahun. AHH Indonesia
-
tahun 2009 sebesar 69,21 tahun, dan tahun 2010 naik menjadi
69,43 tahun. Dari 4 kawasan
potensial JSS pada tahun 2010 Kota Bandar Lampung memiliki AHH
tertinggi mencapai 70,87
tahun diikuti oleh Kabupaten Lampung Timur (70,22 tahun),
Kabupaten Lampung Selatan dan
Kabupaten Pesawaran (68,4 tahun), di bawah AHH rata-rata
Indonesia.
Kualitas kesehatan masyarakat yang prima sangat dibutuhkan untuk
membangun proyek
JSS. Pembangunan dan pengembangan proyek yang melibatkan banyak
tenaga kerja sangat
membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang
memadai. Identifikasi
terhadap sarana dan prasarana yang ada sekarang diperkirakan
tidak bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat dan masyarakat ketika proyek JSS berlangsung.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan
kualitas dan pemerataan
jangkauan/akses pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai tujuan
tersebut penyediaan
sarana kesehatan merupakan hal yang penting.
Jumlah Puskesmas tahun 2009 mencapai 227, Puskesmas rawat inap
sebanyak 36 unit,
Puskesmas pembantu 708 unit dan Puskesmas keliling sebanyak 250
unit. Jumlah Puskesmas
cenderung meningkat tiap tahunnya, termasuk juga Puskesmas rawat
inap, tetapi untuk jumlah
Pustu berfluktuatif naik turun, hal ini disebabkan ada beberapa
perkembangan dari Pustu
menjadi Puskesmas atau dari Puskesmas non rawat inap menjadi
rawat inap. Sedangkan fasilitas
lain seperti rumah sakit dari tahun 2005-2009 jumlah rumah sakit
di Wilayah Provinsi Lampung
cenderung mengalami peningkatan.
Selama empat tahun terakhir jumlah rumah sakit di Provinsi
Lampung mengalami
peningkatan yang cukup baik, pada tahun 2005 jumlah rumah sakit
berjumlah 18 buah dan
meningkat menjadi 24 buah pada tahun 2009. Pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh rumah
sakit didukung dengan keberadaan jumlah tenaga medis di Provinsi
Lampung hingga tahun 2009
-
adalah ; dokter sebanyak 310 orang dokter umum dan 90 orang
dokter ahli. Jumlah bidan
sebanyak 1.141 orang serta perawat kesehatan sebanyak 2.268
orang.
Keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh
rumah sakit kepada
masyarakat dengan lokasinya yang ada disekitar ibukota
Kabupaten/Kota, telah diambil perannya
oleh puskesmas. Oleh karena itu, kualitas pelayanan puskesmas
harus terus ditingkatkan.
Keberadaan puskesmas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dalam
bidang kesehatan dimasa mendatang sangat membantu rumah sakit
yang ada dalam menopang
pelayanan kepada masyarakat secara langsung sampai kedaerah yang
terpencil sekalipun.
Perkembangan puskesmas hingga tahun 2030 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 1.9 Proyeksi Jumlah Puskesmas di Provinsi Lampung
No. Uraian Th. 2020 Th. 2030
1. Jumlah Puskesmas 351 431
2. Penduduk*) 9.108.446 12.024.231
3. Beban Puskesmas (orang) 25.950 27.985
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Keterangan :*) dengan mempertimbangkan JSS
Kelancaran pelaksanaan pelayanaan kesehatan kepada masyarakat
diperlukan tenaga
medis yang ahli dibidangnya. Keberadaan dokter sebagai tenaga
ahli dibidang kesehatan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan. Hingga tahun 2030 jumlah
dokter adalah 3262 orang, dengan rasio untuk satu orang dokter
dalam melayani 100.000 orang
pasien berkisar 27,1%. Keberadaan dokter dimasa mendatang akan
sangat menentukan dalam
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilihat dari jumlah dan
kualitasnya. Untuk lengkapnya
mengenai proyeksi jumlah dokter dapat dilihat pada tabel
berikut.
-
Tabel 1.10 Proyeksi Jumlah Dokter di Provinsi Lampung
No. Uraian Th. 2020 Th. 2030
1. Trend Jumlah Dokter
- Dokter Ahli
- Dokter Umum
- Dokter Gigi
462
1.398
362
731
2.033
498
2. Penduduk*) 9.108.446 12.024.231
3. Rasio Dokter/100.000 24,4 27,1 Sumber : Hasil Analisis
(2012)
Keseluruhan fasilitas pelayanan kesehatan seiring waktu semakin
dibutuhkan
keberadaannya oleh masyarakat. Dalam rangka memberikan pelayanan
kesehatan yang baik
dimasa mendatang maka kebutuhan akan fasilitas kesehatan
tersebut untuk dapat ditingkatkan
baik secara kuantitas maupun kualitas. Pertambahan jumlah
penduduk harus diimbangi dengan
pemenuhan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan terjangkau
oleh masyarakat baik dari segi
lokasi maupun harganya.
Selain sarana dan prasarana kesehatan, yang harus diperhatikan
adalah jenis-jenis
penyakit yang relatif masih banyak diderita penduduk Lampung.
Jenis-jenis penyakit umum
seperti infeksi saluran pernafasan, diare, TBC, dan malaria
menunjukkan masih banyak
lingkungan pemukiman yang tidak sehat, pola makan yang tidak
sehat dengan asupan gizi yang
relatif rendah. Pembangunan dan pengembangan proyek JSS harus
pula memperhatikan dengan
berkontribusi memperbaiki situasi dan kondisi tersebut.
Dari data yang tercatat oleh Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
jenis penyakit yang paling
banyak diderita masyarakat Lampung yang tercatat di Puskesmas
dan Rumah Sakit adalah diare
sebanyak 64.196 penderita (55,7%), diikuti oleh penyakit malaria
sebanyak 38.298 penderita
(33,2%), penyakit saluran pernafasan dan DBD.
Dilihat dari kondisi keluarga, penduduk Lampung masih banyak
yang tergolong pada
keluarga pra sejahtera. Sebanyak 727.886 dari 2.001.403 keluarga
masuk dalam kategori
-
keluarga prasejahtera atau sebesar 36,4%. Kabupaten Lampung
Timur dengan jumlah keluarga
terbanyak dari 4 kawasan potensial JSS yaitu sebanyak 258.643
keluarga memiliki 32,18%
keluarga pra sejahtera, 24,99% keluarga sejahtera I, 23,9%
keluarga sejahtera II, 17,3% keluarga
sejahtera III, dan 1,6% keluarga sejahtera III+. Kabupaten
Lampung Selatan dengan
keluarga sebanyak 234.198 memiliki 46,13% keluarga pra sejahtera
dan 0,85% keluarga sejahtera
III+. Kota Bandar Lampung dengan jumlah keluarga sebanyak
204.019 keluarga memiliki 29,5%
keluarga pra sejahtera dan 5,5% keluarga sejahtera III+.
Sedan
dengan jumlah keluarga sebanyak
1,24% keluarga sejahtera III+.
23%
21%
Kondisi Keluarga di Kabupaten
keluarga prasejahtera atau sebesar 36,4%. Kabupaten Lampung
Timur dengan jumlah keluarga
dari 4 kawasan potensial JSS yaitu sebanyak 258.643 keluarga
memiliki 32,18%
keluarga pra sejahtera, 24,99% keluarga sejahtera I, 23,9%
keluarga sejahtera II, 17,3% keluarga
sejahtera III, dan 1,6% keluarga sejahtera III+. Kabupaten
Lampung Selatan dengan
memiliki 46,13% keluarga pra sejahtera dan 0,85% keluarga
sejahtera
III+. Kota Bandar Lampung dengan jumlah keluarga sebanyak
204.019 keluarga memiliki 29,5%
keluarga pra sejahtera dan 5,5% keluarga sejahtera III+.
Sedangkan Kabupaten Pesawaran
dengan jumlah keluarga sebanyak 104.986 keluarga memiliki 44%
keluarga pra sejahtera dan
44%
23%
11%
1%
Kondisi Keluarga di Kabupaten Lampung Selatan
(2010)
Pra sejahtera
Sejahtera I
Sejahtera II
Sejahtera III
Sejahtera III+
keluarga prasejahtera atau sebesar 36,4%. Kabupaten Lampung
Timur dengan jumlah keluarga
dari 4 kawasan potensial JSS yaitu sebanyak 258.643 keluarga
memiliki 32,18%
keluarga pra sejahtera, 24,99% keluarga sejahtera I, 23,9%
keluarga sejahtera II, 17,3% keluarga
sejahtera III, dan 1,6% keluarga sejahtera III+. Kabupaten
Lampung Selatan dengan jumlah
memiliki 46,13% keluarga pra sejahtera dan 0,85% keluarga
sejahtera
III+. Kota Bandar Lampung dengan jumlah keluarga sebanyak
204.019 keluarga memiliki 29,5%
gkan Kabupaten Pesawaran
keluarga memiliki 44% keluarga pra sejahtera dan
-
24%
17%
Kondisi Keluarga di Kabupaten
20%
Kondisi Keluarga di Kabupaten
32%
25%
17%
2%
Kondisi Keluarga di Kabupaten Lampung Timur (2010)
Pra sejahtera
Sejahtera I
Sejahtera II
Sejahtera III
Sejahtera III+
44%
21%
14%
1%
Kondisi Keluarga di Kabupaten Pesawaran (2010)
Pra sejahtera
Sejahtera I
Sejahtera II
Sejahtera III
Sejahtera III+
-
Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah keluarga pra sejahtera
berkurang sebanyak
2.096 keluarga, jumlah keluarga sejahtera I bertambah sebanyak
7.384 keluarga, keluarga
sejahtera II bertambah sebanyak 35.194 keluarga, keluarga
sejahtera III bertambah seban
4.771 keluarga, dan keluarga sejahtera III+ juga bertambah
sebanyak 2.823 keluarga.
Seluruh kabupaten dan kota di kawasan potensial JSS memili
sejahtera paling besar dibandingkan kondisi keluarga sejahtera.
Di antara ke
potensial JSS, Kabupaten Lampung Selatan memiliki porsi keluarga
pra sejahtera paling besar
dibandingkan kawasan lainnya (46%), dan porsi keluarga sejahtera
III+ paling sedikit (0,85%).
Bandar Lampung memiliki kondisi keluarga yang lebih baik dib
Dengan proyek JSS kondisi ini bisa memburuk jika tidak diikuti
dengan langkah
antisipasi, seperti peningkatan kualitas SDM, perbaikan dan
penyuluhan tentang kesehatan,
pelatihan-pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan,
kemudahan akses kesehatan
dan sebagainya.
22%
19%
Kondisi Keluarga di Kota
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah keluarga pra sejahtera
berkurang sebanyak
2.096 keluarga, jumlah keluarga sejahtera I bertambah sebanyak
7.384 keluarga, keluarga
sejahtera II bertambah sebanyak 35.194 keluarga, keluarga
sejahtera III bertambah seban
4.771 keluarga, dan keluarga sejahtera III+ juga bertambah
sebanyak 2.823 keluarga.
Seluruh kabupaten dan kota di kawasan potensial JSS memiliki
porsi keluarga pra
paling besar dibandingkan kondisi keluarga sejahtera. Di antara
ke
potensial JSS, Kabupaten Lampung Selatan memiliki porsi keluarga
pra sejahtera paling besar
dibandingkan kawasan lainnya (46%), dan porsi keluarga sejahtera
III+ paling sedikit (0,85%).
Bandar Lampung memiliki kondisi keluarga yang lebih baik
dibandingkan kawasan lainnya.
Dengan proyek JSS kondisi ini bisa memburuk jika tidak diikuti
dengan langkah
antisipasi, seperti peningkatan kualitas SDM, perbaikan dan
penyuluhan tentang kesehatan,
atihan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemudahan
akses kesehatan
30%
24%
5%
Kondisi Keluarga di Kota Bandar Lampung (2010)
Pra sejahtera
Sejahtera I
Sejahtera II
Sejahtera III
Sejahtera III+
Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah keluarga pra sejahtera
berkurang sebanyak
2.096 keluarga, jumlah keluarga sejahtera I bertambah sebanyak
7.384 keluarga, keluarga
sejahtera II bertambah sebanyak 35.194 keluarga, keluarga
sejahtera III bertambah sebanyak
4.771 keluarga, dan keluarga sejahtera III+ juga bertambah
sebanyak 2.823 keluarga.
ki porsi keluarga pra
paling besar dibandingkan kondisi keluarga sejahtera. Di antara
ke-empat kawasan
potensial JSS, Kabupaten Lampung Selatan memiliki porsi keluarga
pra sejahtera paling besar
dibandingkan kawasan lainnya (46%), dan porsi keluarga sejahtera
III+ paling sedikit (0,85%). Kota
andingkan kawasan lainnya.
Dengan proyek JSS kondisi ini bisa memburuk jika tidak diikuti
dengan langkah-langkah
antisipasi, seperti peningkatan kualitas SDM, perbaikan dan
penyuluhan tentang kesehatan,
atihan, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemudahan
akses kesehatan
-
1111.2.4 .2.4 .2.4 .2.4
KetKetKetKetenagaenagaenagaenagakkkkerjaerjaerjaerjaanananan
Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung, 2010 berjumlah
5.824.370 jiwa yang terdiri dari
jumlah angkatan kerja 3.957.697 jiwa dan bukan angkatan kerja
1.866.673 jiwa. Angkatan kerja
terdiri dari penduduk yang bekerja (3.737.078 jiwa) dan
pengangguran (220.619 jiwa), sedangkan
yang termasuk bukan angkatan kerja adalah sekolah (445.291
jiwa), mengurus rumahtangga
(1.185.170), lainnya (236.212 jiwa).
Dari 4 kawasan JSS, Kabupaten Lampung Timur memiliki penduduk
usia 15 tahun ke atas
terbanyak (734.881 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 2,9% dan
bekerja 64,8%, diikuti
Kabupaten Lampung Selatan (691.761 jiwa) dengan pengangguran
sebanyak 3,6% dan bekerja
63,2%, Kota Bandar Lampung (676.954 jiwa) dengan pengangguran
sebanyak 7,5% dan bekerja
55,3%, dan Kabupaten Pesawaran (303.474 jiwa) dengan
pengangguran sebanyak 3,8% dan
bekerja 60,2%.
Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas pada tahun 2010 ditinjau
dari lapangan pekerjaan,
masih didominasi yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan,
perkebunan, dan perikanan yang
mencapai 56,5%. Dibandingkan dengan tahun 2009 mengalami
penurunan 1,5% (dari 58%).
Urutan kedua sektor perdagangan, rumah makan, jasa akomodasi
mencapai 15,2%.
Dibandingkan tahun 2009 juga mengalami penurunan 0,9% (dari
16,1%). Dibandingkan dengan
tahun 2009 mengalami penurunan 2% (dari 58,5%). Urutan kedua
sektor perdagangan, rumah
makan, jasa akomodasi mencapai 15,2%. Dibandingkan tahun 2009
juga mengalami penurunan
0,9% (dari 16,1%). Sektor jasa kemasyarakatan mengalami
peningkatan sebesar 1,48% dari 9,5%
(2009) menjadi 10,98% (2010). Sektor industri pengolahan dan
sektor lainnya juga mengalami
kenaikan sebesar 0,2% dan 2,5% dibandingkan tahun 2009.
Sektor pertanian adalah sektor yang sangat mudah dimasuki,
karena sebagai sektor
tradisional penyedia lapangan usaha ini relatif tidak
membutuhkan skill/keahlian yang tinggi.
Sementara itu sektor konstruksi masih bersifat musiman dan
sangat tergantung pada keberadaan
proyek pembangunan infrastruktur dari pemerintah pusat maupun
daerah yang selama ini
-
memang lebih bersifat padat karya. Sedangkan sektor industri
saat ini memang sedang
merasakan dampak dari krisis global, sehingga banyak
perusahaan-perusahaan pengolahan yang
terpasa tutup atau melakukan pengurangan karyawan.
Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung, 2010 berjumlah
5.824.370 jiwa yang terdiri dari
jumlah angkatan kerja 3.957.697 jiwa dan bukan angkatan kerja
1.866.673 jiwa. Angkatan kerja
terdiri dari penduduk yang bekerja (3.737.078 jiwa) dan
pengangguran (220.619 jiwa), sedangkan
yang termasuk bukan angkatan kerja adalah sekolah (445.291
jiwa), mengurus rumahtangga
(1.185.170), lainnya (236.212 jiwa).
Penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor
pertanian yaitu 56,48
persen atau 2.110.571 jiwa. Adapun penduduk yang bekerja di
sektor jasa kemasyarakatan
tercatat 10,98 persen atau 410.386 jiwa.
Dari 4 kawasan JSS, Kabupaten Lampung Timur memiliki penduduk
usia 15 tahun ke atas
terbanyak (734.881 jiwa) dengan pengangguran sebanyak 2,9% dan
bekerja 64,8%, diikuti
Kabupaten Lampung Selatan (691.761 jiwa) dengan pengangguran
sebanyak 3,6% dan bekerja
63,2%, Kota Bandar Lampung (676.954 jiwa) dengan pengangguran
sebanyak 7,5% dan bekerja
55,3%, dan Kabupaten Pesawaran (303.474 jiwa) dengan
pengangguran sebanyak 3,8% dan
bekerja 60,2%. Kondisi ini apabila dibiarkan akan menjadi
masalah sosial tersendiri setiap tahun
akan bertambah angka pengangguran dan menjadi beban daerah.
Provinsi Lampung dan Banten akan menghadapi persoalan bagaimana
menyediakan
pekerjaan bagi angkatan kerja baru yang masuk setiap tahunnya.
Suatu permasalahan yang tidak
ringan dan tidak mudah mengatasinya.
Pembangunan dan pengembangan JSS akan menciptakan kesempatan
kerja yang besar,
tidak hanya di sektor konstruksi, tapi meliputi multi sektor
penunjang baik yang termasuk
kategari formal dan informal. Tingkat pendidikan yang relatif
rendah (Lamanya rata-rata sekolah
penduduk Lampung 7,3 tahun) lebih rendah dari Banten (8,1
tahun), akan mempersulit untuk
-
memenuhi dan lolos dari kriteria keprofesionalan proyek
tersebut. Kondisi seperti ini akan
membuat arus migrasi masuk pekerja dari luar daerah semakin
deras.
Karakter proyek JSS adalah padat modal dan teknologi membuat
kesempatan kerja yang
tercipta membutuhkan pendidikan, keterampilan, dan
keprofesionalan yang tinggi. Kompetisi
yang tinggi terjadi dalam penyerapan tenaga kerja. Melihat
situasi dan kondisi taraf pendidikan
penduduk lokal tidak akan mampu sepenuhnya memenuhi persyaratan
yang tinggi dari proyek.
Jika diserap, konsekuensinya akan lebih banyak sebagai buruh
kasar pelaksana proyek atau masuk
dalam sektor informal pendukung proyek secara tidak langsung.
Pada kondisi demikian,
kemungkinan yang akan terjadi adalah masuknya pekerja non lokal,
bisa dari luar daerah dan
bahkan tenaga ahli asing. Tentunya ini tidak diharapkan karena
kehadiran proyek diharapkan bisa
menjadi stimulus menciptakan kemakmuran yang tercermin dengan
peningkatan pendapatan,
khususnya bagi penduduk lokal.
Dampak dari situasi kompetisi yang tinggi yang mungkin bisa
terjadi antara lain :
(1) Terjadi persaingan pengisian kesempatan kerja antara
angkatan kerja penduduk lokal dan
pendatang yang bisa berpotensi menimbulkan konflik sosial;
(2) Timbulnya kesenjangan pendapatan antara penduduk pendatang
dan lokal;
(3) Tingkat pengangguran yang tinggi pada tenaga kerja tidak
terdidik; dan
(4) Kemungkinan terjadi penghambatan atau penolakan secara
langsung atau tidak langsung
terhadap pembangunan JSS.
Untuk mengantisipasi kondisi di atas perlu penyiapan pekerja
lokal yang dibekali dengan
pendidikan, keterampilan, dan keahlian harus dilakukan sejak
awal sehingga bisa memenuhi dan
lolos dari persyaratan yang tinggi.
Dampak pembangunan di sepanjang lintas Sumatera, berakibat pada
perubahan kegiatan
dan mata pencaharian masyarakat. Akibatnya terjadi perubahan
tata guna lahan. Terjadinya
proses marjinalisasi, yaitu peminggiran secara sistematis
masyarakat petani karena beralih ke
-
sektor usaha non pertanian dengan semakin terbatasnya lahan dan
tenaga kerja akibat
berkurangnya minat pemuda bekerja di sektor pertanian.
Investasi di suatu daerah seperti rencana pembangunan mega
proyek JSS, baik secara
langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan kesempatan
kerja baru. Makin besar nilai
investasinya dan makin padat karya proyeknya maka akan semakin
besar tumbuhnya peluang
kesempatan kerja baru terutama di wilayah sekitar proyek
tersebut. Terbukanya kesempatan
kerja baru akan diisi oleh angkatan kerja setempat dan juga
pendatang. Adanya kesempatan
kerja ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kualifikasi persyaratan pendidikan, ketrampilan, dan
profesionalisme membuat
kesempatan kerja tersebut tidak sepenuhnya dapat diisi angkatan
kerja setempat.
Konsekuensinya mereka masuk ke sektor informal. Situasi ini
dapat dimanfaatkan oleh pekerja
pendatang, dari luar daerah atau dari luar negeri (tenaga ahli
profesional). Hal ini berarti akan
terjadi arus migrasi yang akan memperbesar jumlah penduduk di
wilayah sekitar proyek.
Peningkatan pendapatan membuat perubahan pola hidup masyarakat.
Dari yang
tradisional menuju pola modern yang mencakup pola konsumsi,
tempat tinggal, dan pola
hubungan personal. Dan pertambahan penduduk akan mendorong
peningkatan kebutuhan
primer (sandang, pangan, dan papan), dan sekunder (pendidikan,
kesehatan, dan rekreasi).
Peningkatan kebutuhan primer seperti peningkatan kebutuhan akan
pemukiman.
Tumbuhnya pemukiman baru dengan fasilitas-fasilitasnya
membutuhkan lahan atau ruang yang
lebih luas, membuat perubahan peruntukan lahan dan tata ruang,
selanjutnya terjadi pemekaran
wilayah (desa/kelurahan hingga kabupaten/kota) yang diikuti
perubahan pola pemerintahan.
Sisi lain yang bisa terjadi adalah tumbuhnya berbagai potensi
konflik sosial, politik,
ekonomi, dan buadaya. Potensi konflik ini diperkirakan akan
timbul dari kesenjangan pendapatan
akibat perbedaan pendidikan, ketrampilan, dan profesional.
Konflik bisa terjadi antara sesama
penduduk lokal atau penduduk lokal dengan pendatang.
-
Perubahan dan potensi konflik yang mungkin timbul dari proyek
JSS akan terjadi di
Provinsi Banten dan Lampung. Di Provinsi Lampung diperkirakan
akan terjadi pada Kabupaten
Lampung Selatan dan menjalar pula ke seluruh kabupaten/kota
dengan adanya pembangunan
jalan tol, jalan lintas timur, lintas tengah, dan lintas barat.
Diperkirakan pengaruh proyek akan
meluas ke wilayah Sumatera bagian selatan yang dikenal dengan
Belajasumba (Bengkulu,
Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung).
1111.3 .3 .3 .3 Analisis Analisis Analisis Analisis Dampak
Dampak Dampak Dampak BBBBudayaudayaudayaudaya
TTTTerkaiterkaiterkaiterkait RencanaRencanaRencanaRencana
PPPPembangunanembangunanembangunanembangunan JSS DJSS DJSS DJSS
Diiii PPPProvinsirovinsirovinsirovinsi
LLLLampungampungampungampung
1111.3.1. Multi Etnik.3.1. Multi Etnik.3.1. Multi Etnik.3.1.
Multi Etnik
Penduduk Lampung sebagian besar atau lebih dari 90% adalah
pendatang, sehingga nilai-
nilai masyarakat yang dianut juga beragam atau heterogen.
Provinsi Lampung dikenal dengan
Indonesia mini, ini disebabkan beragamnya suku bangsa yang
mendiami berbagai daerah di
Provinsi Lampung sejak zaman Belanda dan adanya program
transmigrasi. Kelompok suku
tersebut dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu :
Kelompok penduduk asli (suku Lampung), kelompok ini memiliki
struktur hukum adat
tersediri.
Kelompok pendatang (dari luar daerah Lampung), mereka cenderung
berkelompok
menurut etniknya masing-masing. Masyarakat pendatang hidup
mengelompok sesuai
daerah asal, sehingga ada kampung Jawa, Bugis, Bali, dan
sebagainya.
Komposisi etnis di Kabupaten Lampung Timur dan Selatan, terlihat
bahwa hampir sama
dengan komposisi secara provinsi dimana porsi terbesar adalah
suku Jawa kemudian diikuti
Lampung, Sunda dan Banten. Komposisi etnis di Kabupaten Lampung
Selatan adalah Jawa 61,02
%, Sunda 13,29 %, Lampung 11,9 %, Banten 3,68 %, Palembang 2,89
%, Bali 1,62 %,
Minangkabau 0,84 %, Ogan 0,82 %, Semendo 0,46 % dan lainnya 3,48
% (sumber: Litbang
Kompas dan BPS, 2010)
Untuk kelompok penduduk asli struktur adat masih menjadi
panutan. Hal ini terlihat
dengan adanya Lembaga Masyarakat Adat Lampung (LMAL) yang
strukturnya sampai level
-
kecamatan yang berperan dalam menangani masalah-masalah sosial.
Untuk kelompok
pendatang, peran lembaga sosial dalam masyarakat dapat dilakukan
melalui proses koordinasi
melalui tokoh masyarakat formal dari tingkat Rukun Tetangga
(RT), ketua Rukun Warga (RW), dan
lurah. Selain itu pula tokoh informal seperti tokoh masyarakat /
tokoh adat yang biasanya terbagi
menurut ikatan budaya atau agama. Tokoh masyarakat/tokoh adat
masih memiliki peranan
penting khususnya di pedesaan.
Tingkat heterogenitas suku/etnik dalam masyarakat memungkinkan
peluang terjadinya
konflik akibat perbedaan pandangan hidup (agama, keyaninan).
Hanya karena masalah kecil
dapat memicu konflik. Potensi konflik lainnya adalah adanya
kecemburuan sosial akibat dominasi
ekonomi warga pendatang yang lebih berhasil daripada warga
pribumi.
Rencana Pembangunan JSS memberikan peluang masyarakat di luar
kawasan JSS mulai
mengincar kawasan JSS untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Pertumbuhan penduduk di
kawasan potensial JSS meningkat cukup signifikan. Wilayah yang
paling diminati oleh para
pendatang terutama adalah Kota Bandar Lampung sebagai ibukota
Provinsi dan Kabupaten
Lampung Selatan sebagai pintu gerbang Sumatera. Proses asimilasi
budaya akan terjadi. Di sini
dibutuhkan pendekatan-pendekatan budaya untuk menjadikan proses
asimilasi budaya terjadi
dengan baik.
Provinsi Lampung, dihuni oleh berbagai suku, sehingga perlu
suatu konsep pembangunan
yang mempertimbangkan pluralisme tersebut. Menurut Marzali
(2005) dalam masyarakat
multikultural Indonesia, setiap orang menjunjung tinggi ideologi
demokrasi dan toleransi kultural.
Tidak ada pemaksaan dan perlakuan diskriminatif untuk mengikuti
jalan kultural kelompok
dominan. Pancasila adalah modal kultural dasar bagi perkembangan
masyarakat multikultural
Indonesia. Oleh sebab itu untuk pengembangan sosial budaya
masyarakat di Lampung
hendaknya berdasarkan prinsip tersebut.
-
1111.3.2. Tata Nilai dan Norma di Masyarakat.3.2. Tata Nilai dan
Norma di Masyarakat.3.2. Tata Nilai dan Norma di Masyarakat.3.2.
Tata Nilai dan Norma di Masyarakat
Faktor sosiokultural dalam pembangunan terdiri dari dua unsur,
yaitu sosial dan kultural.
Konsep pokok yang termasuk ke dalam faktor sosial adalah
struktur sosial, pola hubungan sosial
antar individu, antar kelompok, antar kelas, antar golongan,
antar kehidupan dan antara kota dan
desa. Sedangkan konsep pokok untuk faktor kultural adalah hal
yang berhubungan dengan
budaya, seperti: mentalitas penduduk, adat istiadat,
kepercayaan, etos kerja, nilai, pandangan
hidup, dan sebagainya.
Di era pasca reformasi indikasi terhadap nilai budaya ini,
sebenarnya sudah tampak
mengemuka ketika Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa diterbitkan
sebagai penjabaran lebih lanjut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Desa atau yang disebut dengan nama lain dinyatakan
sebagai kesatuan masyarakat
hukum dengan batas wilayah yang didalamnya memiliki wewenang
mengatur dan mengurus
kepentingan warganya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat. Hal ini diakui dan
dihormati dalam sIstem Pemerintahan NKRI.
Adat istiadat atau hukum adat sebenarnya masih sangat kental
mewarnai kehidupan
masyarakat desa. Bahkan masyarakat atau komunitas tertentu di
kota-kotapun banyak yang masih
membawa kebiasaan dan menerapkan adat istiadat dari desa atau
kampung halaman mereka
masing-masing. Sampai di kota atau daerah perantauan ikatan
kekerabatan dalam budaya yang
dimiliki masih dipertahankan. Apalagi di daerah asal mereka
ikatan kekerabatan dan adat istiadat
ini lebih kental lagi. Dalam hal membangun desa seharusnya bisa
menciptakan dukungan positif
dan kondusif untuk mencapai tingkat kesejahteraan
masyarakatnya.
Falsafah hidup masyarakat hukum adat Lampung adalah Piil
Pesenggiri yang merupakan
sumber motivasi agar setiap orang Lampung dinamis dalam
memperjuangkan nilai-nilai hidup
terhormat dan dihargai di tengah masyarakat. Piil Pesenggiri
meliputi beberapa elemen budaya
yaitu pemberian gelar (juluk-adek), menjaga silaturahmi
(nemui-nyimah), kekeluargaan dan sikap
-
suka bergaul (nengah-nyappur), dan partisipasi serta solidaritas
sosial (sakai-sambayan). Falsafah
hidup tersebut menjadi pedoman perilaku sekaligus menjaga nama
baik agar terhindar dari sikap
dan perbuatan tercela.
Demikian juga masyarakat suku lain di Lampung juga memiliki tata
nilai adat dan agama
masing-masing. Seperti masyarakat Jawa, Sunda, Bali dan lainnya.
Tata nilai dan norma adat dan
agama yang berlaku di masyarakat mengajarkan kebaikan, hidup
rukun dan harmoni. Akan tetapi
nilai-nilai ini akan pudar apabila tidak diajarkan atau tidak
diperkuat kepada generasi muda dan
anak-anak. Mereka akan mudah terbawa arus pengaruh budaya luar
yang bertentangan dengan
nilai-nilai adat dan agama.
1111.3.3 Pola Budaya.3.3 Pola Budaya.3.3 Pola Budaya.3.3 Pola
Budaya
Pembangunan sumber daya manusia dalam konteks ekonomi memandang
manusia sebagai
salah satu faktor produksi di luar sumber daya alam, modal,
teknologi dan kelembagaan. Agar
dapat meningkatkan produktifitas, maka sumber daya manusia
haruslah berkualitas. Peningkatan
kualitas manusia tersebut ditentukan oleh kondisi fisiknya,
tingkat pendidikannya, dan
ketrampilan yang dimilikinya. Jadi kualitas sumber daya manusia
suatu negara dapat diukur
dengan angka tentang kesehatan, pendidikan dan ketrampilannya
seperti : IPM. Hal lain yang
berhubungan dengan kualitas manusia adalah mentalitas manusia.
Ini adalah satu faktor tidak
konkret dan sukar diukur besarannya.
Penelitian ekonomi klasik tentang kualitas manusia mengatakan
bahwa manusia yang
berkualitas tinggi adalah mereka yang mempunyai mentalitas
wirausaha dan modern. Mereka
adalah manusia yang kreatif, inovatif, berani menghadang resiko,
hidup secara berencana,
menghargai waktu dan sebagainya. Mentalitas ini berkaitan dengan
etos, nilai, pola pikir dan
pandangan hidup yang dianut oleh manusia tersebut. Beberapa ahli
menyebutkan bahwa sikap
mentalitas tersebut sebagai daya psikokultural, yaitu suatu
kemampuan mental, kemampuan akal
-
budi, atau kemampuan daya pikir sekumpulan individu dalam
mendorong diri mereka untuk
berproduksi lebih tinggi.
Untuk meningkatkan daya psiko kultural, maka salah satunya
adalah perlu pengembangan
institusi sosial. Setiap budaya suatu bangsa adalah unik, milik
bangsa tersebut, tidak dapat diukur
menurut tolok ukur budaya lain. Budaya suatu bangsa harus diukur
menurut cara budaya itu
sendiri. Sikap mental bangsa Indonesia menurut Koentjaraningrat
(1974 dalam Marzali 2005)
adalah pada tahun 1970-an sebanyak 84 % masyarakat Indonesia
adalah orang desa, yang
bermentalitas petani. Sedangkan sisanya 16% adalah orang kota
yang bermentalitas pegawai
(priyayi). Sikap mental petani adalah sikap subsisten, artinya
orang bekerja sekadar untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan hidup sudah terpenuhi ,
maka orang tidak perlu
bekerja keras lagi. Sedangkan sikap mental priyayi, orang
bekerja adalah untuk kebahagiaan,
dimana kebahagiaan terwujud dalam kedudukan yang tinggi,
kekuasaan dan kepemilikan
lambing-lambang kekayaan seperti: rumah megah, poakaian mewah,
mobil mentereng dan
seterusnya. Kedua sikap mental ini tidak mendorong pembangunan,
karena tidak mendorong
untuk bekerja keras meningkatkan mutu kehidupan materialnya.
Sikap mental yang baik adalah
mencari mutu, yaitu untuk meningkatkan kualitas dari hasil
pekerjaannya. Seseorang haus
mencari sesuatu yang baru, yang lebih baik secara terus menerus,
dan ini disebut sikap mental
professional.
Menurut Marzali (2005) ada beberapa insitusi sosiokultural yang
perlu diperhatikan untuk
memperbaiki daya psikokultural masyarakat Indonesia yaitu:
kepemimpinan; penafsiran baru
terhadap ajaran agama; pendidikan dan pelatihan; media massa;
pembangunan organisasi dan
norma; perilaku manajemen dan pola-pola pengasuhan anak.
Sehubungan dengan
pembangunan JSS, maka beberapa hal yang berkaitan dengan hal
tersebut akan di analisis dalam
studi ini. Selanjutnya sikap mental tersebut sangat berkaitan
dengan orentasi nilai budaya, karena
orientasi nilai budaya membentuk sikap mental.
-
Koentjaraningrat (1987 dan Sewendri, 2009) sejalan dengan
kerangka pikir Kluckhohn
mengungkapkan salah satu bentuk orientasi nilai budaya
masyarakat Indonesia dalam
pembangunan adalah orientasi nilai budaya petani sebagi
berikut:
1. Dalam hakekat masalah hubungan manusia dengan kerja, petani
itu bekerja untuk hidup
terkadang bila memungkinkan untuk mencapai kedudukan
2. Dalam hakekat masalah hubungan manusia dengan waktu, petani
itu berorientasi ke masa
sekarang, dan terkadang ke masa lampau
3. Dalam hakekat hubungan manusia dengan alam, petani
mengutamakan oreintasi selaras
dengan alam
4. Dalam hakekat masalah hubungan manusia dengan manusia, petani
lebih berorientasi
terhadap sesamanya.
Hakekat hubungan tersebut kemudian melahirkan nilai orientasi
budaya dan selanjutnya
dapat diterjemahkan dalam bentuk nilai-nilai sosial budaya
masyarakat agraris secara lebih
konkrit menurut Sapto (2012) diantaranya adalah:
1. Kehidupan kelompok dan ikatan kekeluargaan cukup erat.
2. Pembagian kerja dikalangan masyarakat tidak mempunyai
batas-batas nyata.
3. Jalan pikiran kurang rasional.
4. Lambat dalam menerima nilai-nilai baru dari luar
5. Tergantung pada tanah.
6. Gotong royong
7. Hubungan kepala desa dengan rakyatnya berlangsung tidak
resmi, segala sesuatu biasanya
didadasarkan atas dasar musyawarah.
Nilai budaya petani dan agraris di atas, masih lekat pada
generasi tua, sedangkan generasi
saat ini sudah mulai dipengaruhi oleh perubahan zaman mulai dari
era reformasi, era globalisasi
dan era digital, sehingga mereka lebih banyak menganut
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai
sosial budaya masyarakat Industri diantaranya adalah:
-
1. Individualistik (mengurus diri sendiri tanpa orang lain)
2. Profesional (sistem pembagian kerja yang lebih tegas dan
sesuai kemampuan yang
dimilikinya)
3. Pola pemikiran yang rasional, sistematis dan objektif ,
sehingga interaksi-2 yang terjadi lebih
didasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
4. Faktor waktu lebih penting dan berharga, cenderung lebih
menghargai waktu, hidup serba
cepat, persaingan ketat
5. Cenderung lebih inovatif.
6. Biasanya lebih terbuka dalam menerima pengaruh dari luar
Masyarakat Lampung didominasi oleh masyarakat agraris (>50%).
Akan tetapi, dari tahun
ke tahun kegiatan agraris masyarakat menurun digantikan sektor
jasa dan informal lainnya.
Berbeda halnya di daerah perkotaan seperti Bandar Lampung yang
didominasi sektor
perdagangan dan jasa serta sektor informal lainnya. Budaya yang
terjadi sudah budaya
masyarakat industri.
Dampak rencana JSS akan membawa masyarakat Lampung terutama di
daerah pedesaan
bergeser dari masyarakat agraris ke masyarakat industri.
Terbukanya sektor informal di kawasan
potensial JSS menyebabkan beralihnya mata pencaharian masyarakat
pedesaan. Lahan
persawahan yang akan semakin berkurang karena kebutuhan akan
permukiman, fasilitas sosial,
sarana jalan, dan sebagainya akibat dari pertambahan jumlah
penduduk, juga menyebabkan para
petani mencari penghidupan di sektor lainnya. Untuk itu harus
ada upaya ekstensifikasi
pertanian, dari pertanian tradisional menuju pertanian
modern.
1.3.1.3.1.3.1.3.4444 Analisis Dampak Budaya Analisis Dampak
Budaya Analisis Dampak Budaya Analisis Dampak Budaya terkait
Rencana terkait Rencana terkait Rencana terkait Rencana Pembangunan
Jembatan Selat SundaPembangunan Jembatan Selat SundaPembangunan
Jembatan Selat SundaPembangunan Jembatan Selat Sunda
Masyarakat Lampung memiliki potensi dan pranata sosial Piil
Pasenggiri, Sakai Sambayan,
Nengah-Nyappur, dan gotong royong, persaudaraan dan kebersamaan.
Masyarakatnyac
enderung heterogen. Menjaga kehormatan dalam pergaulan
kemasyarakatan dengan selalu
-
berlomba berbuat kebajikan dan kebenaran yang bermanfaat sesuai
nilai-nilai budaya. Hanya saja
saat ini kearifan budaya lokal ini banyak terjadi pergeseran
karena bersentuhan dengan budaya
pendatang. Masyarakat adat atau asli Lampung tidak disiapkan
untuk meningkatkan ketahanan
diri baik dari sisi ekonomi, sosial dan budaya, sehingga
seringkali muncul konflik sosial budaya
yang berujung pada kriminalitas. Pembangunan JSS akan menambah
potensi konflik tersebut,
karena meningkatnya aksesibilitas akan meningkatkan migrasi ke
Lampung.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka nilai-nilai masyarakat
agraris dan industri
terus berkembang di Provinsi Lampung. Perubahan budaya
berpeluang terjadi dengan kehadiran
proyek JSS. Lancarnya arus mobilitas penduduk, barang, jasa, dan
informasi, serta kemajuan
ekonomi (penduduk dan wilayah) yang terjadi akan mempercepat
perubahan budaya pada
penduduk di Provinsi Lampung. Selat Sunda bukan lagi menjadi
penghalang bagi arus masuk
keluar dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Provinsi
Lampung akan semakin mengalami
pembauran budaya dari arus masuk dan keluar Pulau Sumatera dari
Pulau Jawa. Bahasa Banten
akan menyebar dengan cepat ke Sumatera (Provinsi Lampung).
Arus informasi dan mobilitas yang cepat dan tinggi antara dua
wilayah atau pulau (Jawa
Sumatera) akan terus berkembang. Masyarakat akan semakin modern,
terbuka dari
keterisolasian dalam proses kulturasi budaya yang semakin
intensif. Di sisi lain tidak dipungkiri
bahwa akan ada dampak negatif terhadap budaya-budaya lokal.
Potensi konflik budaya terkait dengan budaya masyarakat yang
memiliki ikatan kuat
dengan sumberdaya alam, terutama tanah, sumber-sumber air,
sumber mata pencaharian, ritual
untuk mempertahankan kelestarian sumber daya dan dukungan budaya
untuk kesejahteraannya,
serta sumber daya hutan dan lingkungan alam lainnya. Potensi
konflik budaya akan tumbuh jika
ikatan-ikatan budaya masyarakat tersebut terputuskan atau
diputuskan karena pembangunan
proyek.
Pembangunan dan pengembangan proyek JSS, berpeluang pula
menimbulkan konflik
antar etnik, bisa terkait dengan masalah pertanahan atau
masalah-masalah yang terkait dengan
kegiatan proyek. Masalah pertanahan yang berkembang dan diangkat
oleh kelompok dan
-
masyarakat bisa berpotensi menjadi konflik antar etnik. Konflik
yang bersumber pada masalah
ini, biasanya terjadi dalam proses pembebasannya yang menyentuh
tanah adat, perebutan tanah
yang dikeramatkan, dan tanah pribadi yang diangkat ke atas
menjadi milik adat atau etnik
tertentu. Penyelesaiannya harus diatasi secara baik dengan
pendekatan adat setempat.
Pembebasan tanah untuk pembangunan JSS harus dilakukan secara
cermat dengan mempelajari
aspek hukum adat dan hukum pertanahan yang ada, serta pengalaman
dalam proses
pembebasan lahan.
Pekerja proyek JSS yang berasal dari berbagai etnis bisa
berpotensi terjadi konflik etnik.
Biasanya berawal dari ketersinggungan pribadi, yang dibawa ke
kelompok etnik. Karena itu harus
dibangun rasa persatuan dan kesatuan dalam pengerjaan proyek,
agar tidak jadi peluang
pengembangan konflik pribadi menjadi konflik antar etnik.
Dampak positif bagi masyarakat Kabupaten Lampung Selatan dan
sekitarnya dengan adanya jalan
yang akan terkoneksi pembangunan JSS, antara lain :
Aksesibilitas masyarakat semakin luas, sehingga memungkinkan
masyarakat semakin
sering melakukan perjalanan dengan berbagai tujuan;
Peluang usaha semakin besar, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya tempat-tempat usaha
yang ada di sepanjang jalan;
Adapun dampak negatif yang terjadi antara lain :
Adanya usaha yang tidak sesuai dengan masyarakat setempat,
misalnya warung remang-
remang atau warung tuak yang menyediakan minuman keras;
Adanya perubahan pola ekonomi masyarakat yang tadinya sebagai
petani menjadi
pedagang atau penyedia jasa.
Pembangunan JSS akan membawa dampak sosial budaya terutama pada
kawasan
potensial terkena dampak yaitu: Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Lampung Timur dan
Kota Bandarlampung. Dampak sosial budaya muncul dari berbagai
permasalahan sosial budaya
seperti:
-
1. Tingkat urbanisasi yang tinggi pada kawasan potensial terkena
dampak dan sepanjang
jalan Lintas Tengah dan Timur Sumatera menyebabkan munculnya
berbagai masalah
sosial seperti: perkampungan kumuh, kawasan perdagangan dan jasa
yang tidak teratur,
kriminalitas dan sebagainya.
- Perpindahan penduduk dari luar Lampung ke Lampung untuk
mengadu nasib di
sektor perdagangan dan jasa maupun di sektor informal lainnya
yang muncul setelah
pembangunan JSS. Sementara penduduk dari berbagai kabupaten di
Lampung yang
sebelumnya bekerja di sektor pertanian akan migrasi ke Bandar
Lampung maupun ke
Kalianda untuk mengadu nasib di sektor informal akan menimbulkan
masalah sosial.
- Masalah sosial dan kriminal seperti prostitusi, daerah kumuh,
dan kejahatan kriminal
akan menyebar akan ke tempat atau titik-titik baru dan muncul
kejahatan baru.
- Lokasi hiburan akan memberikan dampak sosial dengan masuknya
alkohol dan
hiburan malam (karaoke, panti pijat serta PSK dari luar daerah).
Hal ini berpotensi
munculnya premanisme lokal, dan konflik dengan organisasi
kepemudaan dan atau
keagamaan setempat.
2. Alih guna lahan yang tinggi dari lahan pertanian dan hutan
menjadi areal terbangun.
Hubungan tanah dan manusia sangat sangat menentukan tingkat
keadilan, kesejahteraan
dan kemakmuran suatu bangsa. Apalagi bagi bangsa Indonesia
umumnya dan
masyarakat Lampung khususnya, bahwa sebagai masyarakat dengan
budaya bertani,
tanah adalah salah satu faktor penting disamping benih dan
tenaga.
- Masyarakat lokal akan terdesak oleh pendatang dan investor
yang memerlukan lahan
untuk aktifitas ekonomi. Akibatnya akan terjadi jual beli lahan
kawasan pertanian,
sehingga masyarakat lokal hanya memiliki lahan sempit dan bahkan
dapat terusir dari
tanahnya sendiri. Akhirnya terjadi berbagai kecemburuan sosial
yang menimbulkan
berbagai masalah criminal sperti: pencurian hasil pertanian dan
peternakan, bahkan
harta benda (missal: maraknya begal motor).
-
- Konflik tenurial (penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah) di
kawasan hutan akan makin kompleks. Konflik ini memunculkan
berbagai
permasalahan sosial seperti: kekerasan, pembunuhan yang
merupakan pelanggaran
hak asasi manusia,
3. Tingginya tekanan kegiatan dan budaya dari luar
- Tekanan budaya instan dan transaksional, disparitas kondisi
sosial ekonomi
masyarakat akan makin mempengaruhi kehidupan masyarakat. Akan
muncul
kecemburuan ekonomi dan sosial di masyarakat.
- Menipisnya nilai sosial budaya dan agama seiring dengan
tuntutan pemenuhan
kebutuhan sosial dasar masyarakat akan meningkat.
- Terjadi pergeseran orientasi nilai budaya dari budaya petani
ke budaya industri
Dalam kaitannya dengan pembangunan JSS, maka jika dilihat sikap
mental masyarakat
Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh kondisi dunia yaitu
era globalisasi dan era digital,
sedangkan kondisi dalam negeri sendiri adalah era reformasi.
Sehingga muncul budaya instan,
serba cepat dan cenderung konsumtif. Hal ini terlihat dari hasil
studi yang dilakukan DPU bahwa
pembangunan JSS akan memberikan dampak sosial budaya antara
lain: masyarakat cenderung
konsumtif; meningkatkan persaingan dalam berusaha; munculnya
kesenjangan dan kecemburuan
sosial; terjadi proses urbanisasi dan munculnya usaha yang tidak
sesuai norma masyarakat.
Program-program yang antisipatif dan proafktif harus disusun
dalam rangka penanganan dampak
pembangunan Jembatan Selat Sunda. Untuk merevitalisasi modal
sosial yang ada, maka perlu
upaya yang sistematis untuk menciptakan infrastruktur sosial
yang memungkinkan terjadinya
pembauran kelompok-kelompok sosial yang tersegerasi di Provinsi
Lampung.
-
Tabel 1.11. Dampak positif dan negatif aspek ekonomi, sosial dan
budaya dengan indikator
tertentu
NoNoNoNo AspekAspekAspekAspek
IndikatorIndikatorIndikatorIndikator Dampak PositifDampak
PositifDampak PositifDampak Positif Dampak NegatifDampak
NegatifDampak NegatifDampak Negatif
1 Ekonomi
(mikro)
Penggunaan lahan Laju pembangunan
meningkat, penggunaan
lahan cenderung menguat
Pembangunan prasarana
dan sarana seperti hotel,
restoran, pemukiman,
pusat industri, pusat
bisnis/perbelanjaan, dll
lebih giat
Harga tanah melonjak
Cakupan luasan kawasan
lindung berkurang,
sementara cakupan
luasan kawasan budidaya
bertambah
Terjadi migrasi penduduk
mendekat
(terkonsentrasi) ke
wilayah kaki JSS dan jalur
utama koridor lintas
timur/tengah Sumatera
Muncul spekulan tanah
yang dapat menimbulkan
kerawanan sosial baru
Muncul jenis usaha yang
tidak sesuai dengan
norma di masyarakat
(hiburan, perdagangan
miras, prostitusi,
premanisme, dll)
PDRB dan laju
pertumbuhan
ekonomi
Peningkatan PDRB wilayah
dan pendapatan per
kapita masyarakat
Aktivitas ekonomi
terutama sektor
perdagangan dan industri
akan menguat
Kemampuan daya beli
masyarakat meningkat
Tersedianya komoditi
perdagangan dan industri
merangsang
kecenderungan sikap
konsumptif masyarakat
(perilaku individu rumah
tangga)
Distribusi barang-barang
konsumtif meningkat
secara eksponensial
(perilaku individu
perusahaan)
produsen menentukan
tingkat produksi dan
harga pasar (perilaku
industri)
-
permasalahan timbul
terhadap harga dasar dan
harga tertinggi,
permintaan pangan,
kenaikan BBM, monopoli
dan distribusi
Angka kemiskinan Proses alih fungsi lahan,
pra-konstruksi, konstruksi,
dan pasca konstruksi,
pengembangan kawasan
memacu kegiatan
ekonomi dan peluang
usaha masyarakat yang
berarti dapat menekan
angka kemiskinan
Tanpa dilakukan
peningkatan kualitas
sumberdaya manusia
secara bersamaan, maka
masyarakat akan kalah
bersaing dengan kaum
pendatang yang
menyebabkan sulit untuk
terangkat dari garis
kemiskinan
Perkembangan usaha
mikro, kecil dan
menengah (UMKM)
Terbukanya peluang pasar
bagi pengembangan
UMKM di berbagai sektor
semakin lebar
Akses permodalan bagi
pengembangan UMKM
juga semakin mudah
Tingkat kebutuhan pasar
terhadap produk UMKM
semakin besar akibat
adanya arus migrasi
penduduk ke wilayah kaki
JSS
Kemungkinan justru
terjadi aliran ekonomi
dari Sumatera ke Jawa,
masyarakat
memanfaatkan
aksesibilitas untuk
membeli produk di Jawa
dan pemodal dari Jawa
menanam investasi di
Sumatera.
Kemampuan ekonomi
pendatang menjadi
pesaing utama UMKM
Tersedianya lapangan
kerja dan penekanan
angka pengangguran
Kegiatan ekonomi dalam
mengantisipasi
pembangunan JSS
membuka kesempatan
kerja yang lebar,
diharapkan angka
pengangguran pada
penduduk usia produktif
dapat diperkecil
Inisiatif membuka peluang
usaha sendiri makin
Jika tidak disiapkan
ketrampilan masyarakat,
yang terjadi mereka
hanya berpeluang
menjadi tenaga buruh
saja.
Pergeseran terhadap
kegiatan ekonomi sektor
pertanian (primer)
menjadi industri dan
perdagangan atau
-
mendapat peluang karena
pasar yang tersedia cukup
menjanjikan
Peluang kerja/usaha
seperti restoran,
penginapan (hotel),
perumahan karyawan,
perdagangan dan jasa
pariwisata, toko
cinderamata, salon dan
hiburan (dalam arti yang
positif)
pariwisata (sekunder dan
tersier) mengancam
produksi komoditi
unggulan Provinsi
Lampung
Masyarakat yang tidak
terbiasa memanfaatkan
peluang cenderung
hanya mencari kerja
sebisanya
2 Sosial Pertumbuhan
penduduk
Jumlah penduduk meningkat
secara signifikan
Terjadi arus urbanisasi dan
migrasi penduduk ke
kawasan JSS.
Kepadatan penduduk
meningkat, terutama Kota
Bandar Lampung menjadi
terlalu padat, akan
menimbulkan masalah
sosial lainnya (penyediaan
tempat tinggal, sarana
pendidikan, kesehatan, dan
lapangan pekerjaan dll.)
Konflik tenurial atas
penguasaan tanah
Tingkat kriminalitas
cenderung tinggi
Pendidikan Kesadaran pendidikan meningkat (IPM meningkat)
Kesehatan Kesadaran akan kesehatan
meningkat (AHH meningkat)
Tenaga Kerja Pengangguran berkurang Persaingan kerja dengan
tenaga luar daerah/asing
3 Budaya Multi etnik Pembauran budaya dan sikap toleransi
terhadap
para pendatang
Semakin beragam etnik,
berpotensi terjadi konflik
sosial (horizontal)
Muncul usaha yang tidak
sesuai norma
Tata nilai dan norma
di masyarakat
Keragaman budaya
memperkaya tatanan
sosial masyarakat
Tata nilai adat istiadat dan
agama mulai pudar dengan
semakin banyak arus
budaya luar yang masuk
Pola budaya Budaya industri yang positif Budaya petani bergeser
ke
-
(pergeseran budaya) dapat diambil diantaranya
menjadi lebih profesional,
menghargai waktu dan
tenaga, dan inovatif
budaya indutsri menjadikan
lebih individualistik dan
mudah/terbuka dengan
pengaruh dari luar
2222.1.1.1.1.... Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Strategi
Penanganan Dampak Ekonomi Strategi Penanganan Dampak Ekonomi
Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Terhadap Rencana Terhadap
Rencana Terhadap Rencana Terhadap Rencana Pembangunan
JSSPembangunan JSSPembangunan JSSPembangunan JSS
2222.1.1.1.1.1.1.1.1 Strategi PenanganaStrategi
PenanganaStrategi PenanganaStrategi Penanganan Dampak Ekonomi
dengan Pendekatan Ekonomi Wilayahn Dampak Ekonomi dengan Pendekatan
Ekonomi Wilayahn Dampak Ekonomi dengan Pendekatan Ekonomi Wilayahn
Dampak Ekonomi dengan Pendekatan Ekonomi Wilayah
Pembangunan JSS akan memacu peningkatan arus lalulintas angkutan
perekonomian
sekaligus menjadi multiplier effect pertumbuhan ekonomi wilayah.
Selain itu pembangunan JSS
juga memiliki kontribusi signifikan terhadap penurunan biaya
produksi yang selanjutnya
menimbulkan peningkatan output produksi (elastisitas penawaran),
serta pengaruh penurunan
biaya produksi tersebut dalam meningkatkan output produksi dan
penjualan akan sangat
bergantung pada permintaan konsumen/masyarakat terhadap output
produksi (elastisitas
permintaan). Pertumbuhan ekonomi wilayah akan diikuti dengan
penyerapan tenaga kerja,
memicu sektor perdagangan dan pengembangan pariwisata.
Terciptanya pertalian (linkage) antar
sektor-sektor tersebut diharapkan pada jangka panjang memperkuat
struktur ekonomi wilayah
yang seimbang dan mampu mendukung berkembangnya perdagangan
bebas. Strategi
penanganan dampak dengan pendekatan pengembangan ekonomi wilayah
Provinsi Lampung
berkaitan dengan pembangunan JSS secara garis besar disajikan
pada Tabel 2.1.
Pembangunan JSS juga diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi
mikro/
lokal/pedesaan di wilayah dengan radius hingga 60 km dari kaki
JSS, yaitu yang termasuk wilayah
Kabupaten Lampung (Kec. Penengahan, Sidomulyo, Ketapang, dan
Tanjung Bintang) KEP
Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur (Kec. Labuhan
Maringgai, Jabung, Sekampung
Udik, Pekalongan, Way Jepara, dan Labuhan Ratu) KEP Lampung
Timur, sebagaimana yang
sudah di bahas.
Tabel 2.1. Strategi Pengembangan Perekonomian Wilayah Provinsi
Lampung
Terkait pembangunan JSS
-
KategoriKategoriKategoriKategori
StrategiStrategiStrategiStrategi
Prinsip Pengembangan
Meneruskan kecenderungan dan memacu pertumbuhan kegiatan ekonomi
sektor
pertanian
Mengembangkan sektor pertanian sebagai pendukung ketahanan
pangan dan
memperkuat perekonomian daerah
Mengembangkan pariwisata sebagai pemicu pengembangan kawasan
dan
penyedia lapangan kerja
Pola keterkaitan regional
Melepaskan ketergantungan dari wilayah lain dalam kebutuhan
pangan
Bertindak sebagai pemasok produk-produk pertanian ke wilayah
lain, khususnya di
Pulau Jawa.
Keterkaitan terhadap
pembangunan regional
Memperkuat struktur dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya untuk
sektor
pertanian (tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan)
Fungsi wilayah
Sebagai kantong produksi pertanian (tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan,
perikanan, peternakan)
Sebagai daerah tujuan wisata
Komoditi unggulan
Mengembangkan komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekspor (
lada,
pisang, biji kakao, beras, tanaman palawija, tanaman perkebunan,
perikanan laut
dan tambak (udang), dan peternakan; serta produk industri
pertanian (nenas
kaleng, monosodium glutamate, particle board, gula tetes, minyak
sawit, karet,
coklat bubuk dll)
Prasyarat pengembangan Tersedia lahan yang luas untuk
pengembangan pertanian
Sumber : Hasil Analisis
2.1.22.1.22.1.22.1.2 Strategi Penanganan Dampak dengan
Pendekatan Strategi Penanganan Dampak dengan Pendekatan Strategi
Penanganan Dampak dengan Pendekatan Strategi Penanganan Dampak
dengan Pendekatan Ekonomi Mikro Ekonomi Mikro Ekonomi Mikro Ekonomi
Mikro
Strategi penanganan dampak ekonomi pembangunan JSS di kawasan
potensial terkena
dampak adalah dengan pendekatan ekonomi mikro melalui
pemberdayaan masyarakat dengan
visi membangun daya saing masyarakat, kemandirian dan
produktivitas kolektif, kesejahteraan dan daya saing masyarakat,
kemandirian dan produktivitas kolektif, kesejahteraan dan daya
saing masyarakat, kemandirian dan produktivitas kolektif,
kesejahteraan dan daya saing masyarakat, kemandirian dan
produktivitas kolektif, kesejahteraan dan
keadilankeadilankeadilankeadilan. Sejalan dengan visi tersebut,
maka strategi pengembangan ekonomi mikro secara
umum adalah meningkatkan kemandirian masyarakat, menjadikan
masyarakat produktif dan
memperkuat kelembagaan keuangan mikro di masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan analisis sosial budaya pada bab
sebelumnya dimana akan terjadi
pergeseran dari masyarakat pertanian ke masyarakat pertanian
industrial, maka strategi
pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat pertanian industrial
di kawasan terkena dampak
-
secara berkelanjutan dapat dilakukan dalam beberapa pilihan
sesuai tahapan yang ada pada
masyarakat yaitu:
1. Strategi subsistensi, yaitu strategi yang diterapkan pada
masyarakat pedesaan yang
secara potensial dapat menghasilkan suatu produk pertanian,
namun pada saat yang
sama tingkat kebutuhan dasarnya belum dapat dicapai secara
mandirisecara mandirisecara mandirisecara mandiri. Pada tahap
ini
bentuk pemberdayaan masyarakatnya adalah mengelola sumber daya
yang ada secara
mandiri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Strategi peningkatan nilai tambah ekonomi yaitu dengan
melihat bahwa masyarakat
petani di perdesaan mempunyai kemampuan untuk menjadikan sumber
daya alam yang
ada sebagai input utama usaha ekonomi produktifekonomi
produktifekonomi produktifekonomi produktif. Keberhasilan strategi
pemberdayaan
ini paling tidak ditunjukkan dalam 2 hal yaitu:
a. Dihasilkannya produk pertanian yang diarahkan untuk memenuhi
permintaan pasar
terbuka.
b. Produk pertanian yang dihasilkan berupa produk olahan yang
telah mengalami proses
nilai tambah maksimal.
Pada tahap ini pemberdayaan berupa terbangunnya sistem pertanian
industrial di
perdesaan.
3. Strategi penguatan penguasaan aset produktif secara
menyeluruh untuk terwujudnya
masyarakat berkeadilan dengan tingkat pemerataan yang relatif
baik. Strategi ini akan
berhasil jika:
a. Seluruh sistem pertanian industrial pedesaan dijalankan oleh
pelaku ekonomi di
pedesaan.
b. Kepemilikan keseluruhan jaringan pertanian industrial di
pedesaan adalah oleh
masyarakat setempat.
c. Pengelolaan keseluruhan jaringan pertanian industrial di
pedesaan dilakukan dalam
wadah keorganisasian ekonomi pedesaan yang berbadan hukum
(misal: Koperasi).
-
Pada tahap ini pemberdayaan berupa terbangunnya keorganisasian
ekonomikeorganisasian ekonomikeorganisasian ekonomikeorganisasian
ekonomi pertanian
industrial perdesaan yang berbadan hukum.
2222.2.2.2.2.... Strategi Penanganan Dampak Sosial Budaya
Strategi Penanganan Dampak Sosial Budaya Strategi Penanganan Dampak
Sosial Budaya Strategi Penanganan Damp