1 UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BERDASARKAN KEPUTUSAN MenPAN NO. 63/ Kep/ M. PAN/ 7/ 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK (Studi di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh : DYAH KARTIKA VICIORA 0510110054 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2009
123
Embed
2003 Tentang Pedoman Pelayanan Publik Studi Di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK
BERDASARKAN KEPUTUSAN MenPAN NO. 63/ Kep/ M. PAN/
7/ 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PUBLIK
(Studi di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum
Oleh : DYAH KARTIKA VICIORA
0510110054
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2009
2
LEMBAR PERSETUJUAN
UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BERDASARKAN KEPUTUSAN MenPAN NO. 63/ Kep/ M. PAN/ 7/ 2003 TENTANG PEDOMAN
UMUM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK (Studi di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang)
Oleh:
DYAH KARTIKA VICIORA
NIM 0510110054 Disetujui pada tanggal : Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping, Sri Kustina,S.H.,CN. Lutfi Effendi,S.H.,M.H. NIP 130 809 195 NIP 131 577 617
Mengetahui: Ketua Bagian,
Hukum Administrasi Negara.
Agus Yulianto,S.H.,M.H. NIP 131 573 915
3
LEMBAR PENGESAHAN
UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BERDASARKAN KEPUTUSAN MenPAN NO. 63/ Kep/ M. PAN/ 7/ 2003 TENTANG PEDOMAN
UMUM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK (Studi di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang)
Disusun oleh:
DYAH KARTIKA VICIORA
NIM 0510110054 Skripsi ini telah disahkan oleh Dosen Pembimbing pada tanggal : Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping, Sri Kustina,S.H.,CN. Lutfi Effendi,S.H.,M.Hum. NIP 130 809 195 NIP 131 577 617
Ketua Majelis Penguji, Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara. Agus Yulianto,S.H.,M.H. Agus Yulianto,S.H.,M.H. NIP 131 573 915 NIP 131 573 915
Mengetahui Dekan,
Herman Suryokumoro,SH.,MS. NIP. 131 472 741
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Syukur Alhamdulillah Robbil ’Alamin. Segala puji bagi bagi Alloh swt,
Tuhan Semesta Alam yang selalu memberikan rahmat dan hidayahNya kepada
seluruh UmatNya.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Rosullullah saw. Yang merupakan pemimpin dan tauladan serta pembimbing
seluruh umat manusia.
Semua yang penulis capai tidak terlepas dari segala upaya kesabaran,
usaha dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat :
1. Bapak Herman Suryokumoro,SH.,MH. Selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.
2. Bapak Agus Yulianto, SH.,MH. Selaku Kepala Bagian Hukum Administrasi
Negara yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti
dalam penulisan skripsi ini.
3. Ibu Sri Kustina SH.,CN. Selaku Dosen Pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam
Tabel 13 Waktu dan Retribusi Surat Kependudukan..................……… 83
Tabel 14 Waktu dan Retribusi Surat Kependudukan................................ 84
10
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Sruktur Organisasi Kecamatan Blimbing Kota Malang ................... 54
11
ABSTRAKSI
DYAH KARTIKA VICIORA, Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Maret 2009, Upaya Peningkatan Pelayanan Publik Berdasarkan Keputusan MenPAN No. 63/Kep./M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Pelayanan Publik (Studi di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang), Sri Kustina SH.,CN.; Lutfi Efendi SH.,MHum. Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai Upaya Peningkatan Pelayanan Publik. Hal ini dilatar belakangi dengan pelayanan publik di Indonesia cenderung tidak mengalami kemajuan, sedangkan pelaksanaannya sangatlah luas dalam kehidupan. Hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya kasus pelayanan publik yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur pelaksana tugas negara yang bersifat service, dituntut untuk melakukan pelayanan publik kepada masyarakat dengan baik.Untuk melakukan pelayanan publik harus memperhatikan prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, dan Kompetensi petugas pemeberi layanan. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya Kecamatan Blimbing Kota Malang untuk meningkatkan pelayanan publik berdasarkan Keputusan Menpan No. 63/Kep./M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Layanan Publik, kendala dalam upaya melakukan peningkatan pelayanan serta solusi dari kendala yang dihadapi, maka metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi dokumentasi dan observasi, selanjutnya seluruh data yang ada dianalisa secara deskriptif analitis, Lokasi penelitian di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan responden Kepala Seksi Pemerintahan dan 10 orang pemohon di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan diatas bahwa upaya peningkatan pelayanan publik dilakukan dengan menerapkan e-goverment dalam melakukan pelayanan publik, melakukan diklat, meningkatkan disiplin pegawai, remunerisasi dan sosialisasi peraturan baru. Kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan pelayanan publik, diantaranya: sulit memberi pelayanan tepat waktu karena instansi terkait terkesan kurang membantu kelancaran pelayanan publik, petugas unit masih ikut serta membantu proses penyelesaian surat kependudukan, kendala dalam e-goverment: kemampuan para pejabat birokrasi maupun staff dalam menggunakan internet masih sangat terbatas, terbatasnya hardware dan software serta masih sedikitnya instansi pemerintah yang terhubung pada jaringan baik lokal (LAN) maupun globa instansi pemerintah dalam mengoperasionalkan e-government menemui kendala dalam aspek organisasi, dan banyaknya masyarakat yang tidak mengurus sendiri kepengurusan surat kependudukan. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelayanan publik, antara lain melakukan monitoring, menerapkan Sistem Informasi Kependudukan
12
(SIAK), dan memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa kepemilikan surat-surat kependudukan adalah penting. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menarik kesimpulan bahwa target kepuasan masyarakat tidak terpenuhi terutama pada masalah prosedur kepengurusan, maka yang dilakukan oleh Kecamatan Blimbing adalah menerapkan e-goverment. Salah satu bentuknya adalah SIAK yang merupakan solusi untuk menjawab masalah kepengurusan yang berbelit-belit. Melihat fakta diatas maka hendaknya Pemerintah Daerah lebih memperhatikan kasus-kasus yang berkaitan dengan pelayanan publik dan masyarakat lebih tertib dalam mengurus surat kependudukan.
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena
perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung tidak mengalami kemajuan,
sedangkan pelaksanaannya sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik,
sosial, budaya dan lain-lain. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan publik akan
memperbaiki iklim investasi. Dalam kehidupan politik, perbaikan pelayanan
publik dapat memperbaiki tingkat kepercayaan kepada masyarakat. Dalam sosial
budaya, pelayanan publik yang buruk mengakibatkan terganggunya psikologi
masyarakat yang terindikasi dari berkurangnya rasa saling menghargai di
kalangan masyarakat, timbulnya saling curiga, yang pada akhirnya menimbulkan
ketidakpedulian masyarakat terhadap pemerintah maupun kepada sesama.
Secara normatif telah ada dasar hukum yang melandasi kebijakan tentang
pelayanan masyarakat dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara (Kep. MenPAN) No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata
Laksana Pelayanan Umum, Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1998
tentang Pelayanan Perizinan Satu Atap di Daerah, dan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah & Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonom.
14
Dalam Keputusan Menpan No. 63/Kep./M.PAN/7/2003, tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Layanan Publik, disebutkan bahwa layanan publik oleh
pemerintah dibedakan menjadi tiga kelompok layanan administratif, yaitu :
1. Kelompok layanan yang menghasilkan bentuk dokumen resmi yang
dibutuhkan oleh publik;
2. Kelompok layanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang
digunakan oleh publik;
3. Kelompok layanan yang menghasilkasn berbagai jasa yang dibutuhkan
oleh publik.
Dalam perkembangannya makna pelayanan masyarakat ternyata bukan
sekadar pelayanan dasar saja, namun pelayanan yang lebih luas lagi menyangkut
berbagi kepentingan pengguna hasil dan penerima pelayanan, sehingga secara luas
dikenal dengan "Pelayanan Publik".
Pemerintah mempunyai tiga fungsi utama yang harus dijalankan, yaitu,
public service function (fungsi pelayanan masyarakat), development function
(fungsi pembangunan), protection function (fungsi perlindungan). Ketiga fungsi
tersebut harus dijalankan oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya, untuk
kelangsungan pemerintahan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsi tersebut maka
dibentuklah birokrasi.
Birokrasi merupakan suatu sistem yang dibangun oleh pemerintah agar
fungsi-fungsinya yaitu pelayanan, pembangunan, dan perlindungan, dapat
berlangsung dengan efektif dan efesien. Selain itu birokrasi merupakan lembaga
yang memiliki kemampuan besar dalam menggerakkan organisasi, karena
birokrasi ditata secara formal untuk melahirkan tindakan rasional dalam sebuah
15
organisasi.1 Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi
di Indonesia jika ditinjau dari historisnya tidak terlepas dari adanya masa Kolonial
dan masa Feodal. Pejabat birokarasi pemerintah menganggap sentra dari
penyelesauian urusan masyarakat, urusan rakyat sangat bergantung pada pejabat,
bukan pejabat yang tergantung pada rakyat. Pelayanan kepada rakyat tidak
diletakkan pada pertimbangan utama. Pemikiran tersebut yang harus diubah dalam
pola pelayanan kepada masyarakat agar dapat menciptakan pelayanan publik yang
dapat memuaskan masyarakat.
Pemerintah dalam membangun suatu sistem birokrasi yang baik, ditandai
dengan berbagai fenomena yang berkembang seperti, pungutan liar, korupsi,
kolusi, proseduralisme, patrimonial, empire building dan sebagainya. Banyak
sekali masalah birokrasi terkait dengan administrasi yang terjadi di Indonesia.
Masalah administrasi di Indonesia menurut Tjokroamidjojo adalah atau terletak
pada hal-hal sebagai berikut:2
1. Orientasi kepada status lebih besar daripada orientasi kepada prestasi,
2. Menonjolnya hubungan pribadi dalam rangka hubungan kerja,
3. Penyampaian laporan yang baik dan bukannya yang benar,
4. Sikap legalistis birokrasi,
5. Koordinasi, komunikasi intern dan pengawasan yang buruk,
a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status
kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap
suatu barang dan sebagainya. Dokument-dokumen ini antara lain Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
Paspor, Sertifikat Kepemilikan/ Pengusaan Tanah dan sebagainya.
b. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/ jenis yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telpon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
c. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan
kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
Standart pelayanan publik menurut Kepmenpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
yaitu:
a. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan.
b. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
samapi dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
32
c. Biaya Pelayanan
Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan
d. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik.
f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang
dibutuhkan.
Selanjutnya pola pelayanan publik berdasarkan Keputusan Menpan,
dikelompokan menjadi:11
a. Bersifat fungsional, yaitu pola pelayanan publik oleh penyelenggara
pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
b. Bersifat terpusat, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan secara tunggal
oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dan
penyelenggaraan pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
c. Terpadu, dalam hal ini dibagi menjadi dua:
1. Terpadu satu atap:
11 Amin Ibrahim, 2008, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Seta Implementasinya,
Bandung: Mandar Maju, Hlm. 38
33
Yaitu diselenggarakan dalam satu tempat meliputi berbagai jenis
pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui
beberapa pintu.
2. Terpadu satu pintu:
Yaitu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang memiliki keterkaitan pelayanan dan dilayani melalui satu
pintu.
d. Gugus tugas, yaitu petugas pelayanan secara perorangan atau dalam bentuk
gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberi
pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
Menurut Menpan M. Taufik Effendi, pelayanan publik yang baik terutama
dalam menyukseskan Otonomi Daerah perlu diperhatikan, antara lain 12:
1. Paradigma wewenang pemerintah daerah harus sudah diubah menjadi
peran pemerintah daerah dalam memajukan / mensejahterakan rakyat.
2. Harus ada kesamaan persepsi antara penyelenggara pemerintahan, yakni
sebagai pelayan publik.
3. Kesamaan tujuan.
4. Kesamaan di dalam penataan “Action Plan”, karenanya harus punya
konsep yang jelas yang sifatnya pragmatis, kreatif/inovatif, komperhensif
intergral, kompeten jaringan kerja yang jelas, serta memiliki komitmen
untuk mengabdi kepentingan masyarakat banyak.
12 M. Taufik Effendi (Menpan 2005), Reformasi Kelembagaan dan Kepegawaian dalam
Implementasi Desentralisasi Menuju Profesionalisme Pegawai Negeri, makalah dalam seminar tentang Reformasi Pemerintah Daerah, STIA-LANRI Bandung 15-10-2005.
34
B. Pelayanan Publik Yang Prima
1. Makna Pelayanan Publik Yang Prima
Pelayanan publik yang prima didasarkan pada dua konsep dasar, yakni
pelayanan pada umumnya dan apa yang disebut prima. Pengertian prima, ialah
suatu yang berkualitas, memuaskan dan sangat memuaskan
pelanggan/masyarakat, merupakan bagian dari Manajeman Mutu Terpadu, bersifat
berlanjut, sesuatu yang excellent, paling kurang memenuhi standar atau tolok ukur
tersebut. Sifat “berkualitas” adalah dinamis, yaitu disesuaikan dengan tuntutan
pelanngan/masyarakat yang akan berkembang menjadi semakin kualitatif.
2. Esensi Pelayanan Publik Yang Prima
Organisasi publik sebagai organisasi non profit, akan sangat tergantung
kelangsungan hidup organisasinya pada mutu pelayanan yang diberikannya
kepada masyarakat. Untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu, maka
orientasi pelayanan para penyelenggara pemerintahan harus berdasarkan visi dan
misi yang jelas dan bermuara pada pelayanan publik yang prima.
Untuk dapat mewujudkan paradigma pelayanan publik yang prima ialah
dengan pendekatan pemberdayaan. Untuk mewujudkan paradigma baru yang
berorientasi pelayanan publik yang berkualitas dengan pendekatan pemberdayaan
tersebut, dengan cara-cara antara lain sebagai berikut:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dibicarakan atau yang
menjadi perhatian dari masyarakat/pelanngan.
2. Bersikap tenang dalam melayani masyarakat.
3. Berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat yang dilayani.
35
4. Tampil sebagai pribadi yang prima: rapi, sopan, ceria yang wajar, yakin dan
diyakini pelanggan, senang belajar/ mendengar/ memperhatikan merasa
berbahagia dapat memuaskan/menyenangkan orang lain.
5. Berperilaku dan bersikap tidak mengecewakan masyaraakat yang dilayani.
6. Kepentingan masyarakat yang dilayani harus menjadi prioritas utama.
7. Mengetahui dengan baik karakteristik masyarakat yang dilayani.
C. Birokrasi Dalam Pelayanan Publik
Pemerintahan dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama
penyelenggaraan negara semakin daihadapkan pada kompleksitas yang global.
Peranan pemerintah harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi
segala bentuk perubahan. Hal ini sangat memungkinkan karena aparatur berada
pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan.
Birokrasi merupakan lembaga yang memiliki kemampuan besar dalam
menggerakkan organisasi, karena birokrasi ditata secara formal untuk melahirkan
tindakan rasional dalam sebuah organisasi. Birokrasi merupakan sarana dan alat
dalam menjalankan kegiatan pemerinintahan. Max Weber mendefinisikan
birokrasi sebagai suatu bentuk organisasi yang ditandai oleh hirearki, spesialisasi
peranan, dan tingkat kompetensi yang tinggi yang ditujukan oleh para pejabat
yang terlatih untuk mengisi peran-peran tersebut.13 Menurut Peter M. Blau,
Birokrasi adalah tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas
13 Ibid, Hlm. 53.
36
administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak
orang secara sistematis.14
Weber menyebutkan definisi birokrasi adalah sebagai suatu daftar atau
sejumlah daftar ciri-ciri yang sifat pentingnya yang relatif secara hubungannya
satu sama lain telah banyak menimbulkan perdebatan.15
Blau dalam Sinambela, mengatakan bahwa birokrasi adalah organisasi
yang ditujukan untuk memaksimumkan efisiensi dalam administrasi.16
J. B. Kristiadi, mengatakan bahwa birokrasi merupakan struktur organisasi
di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas sangat luas serta
memerlukan organisasi besar dengan sumber daya manusia yang besar pula
jumlahnya.17
G. Kartasapoetra, mengatakan birokrasi adalah pelaksanaan perintah-
perintah secara organisator yanh harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
dan secara sepenuhnya pada pelaksanaan pemerintahan melalui instansi-instansi
atau kantor-kantor.18
Berdasarkan beberapa definisi birokrasi diatas maka dapat disimpulkan
Bahwa birokrasi adalah merupakan lembaga pemerintah yang menjalankan tugas
pelayanan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Birokrasi pemerintahan dewasa ini, dimana para pejabat memainkan
fungsi dan peran dengan menggunakan kekuasaan untuk mewujudkan
pemerintahan yang efektif, efisien, dengan objek pemerintahan masa kini.
14 A. Dimyati, 2006, Buku Ajar: Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Hlm. 69.
15 H.G Surie, 1987, Ilmu Administrasi Negara: Suatu Bacaan Pengantar, Jakarta: Gramedia, Hlm. 99
16 Lijan Poltak Sinambela, 2006, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta: Bumi Aksara, Hlm. 70
17 J. B. Kristiadi, 1994, Administrasi/Manajemen Pembangunan, Jakarta: LAN, Hlm. 93 18 G, Kartasapoetra, 1994, Debirokratisasi dan Deregulasi, Jakarta: Rineka Cipta, Hlm. 2
37
Kondisi objektif dari iklim kerja aparatur selama ini masih dipengaruhi
oleh teori atau model birokrasi klasik. Teori birokrasi diatas telah menimbulkan
berbagai implikasi negatif sangat terkait dengan gejala sebagai berikut:19
1. T. Smith, menyebutkan: kenyataan yang terkait dengan adanya hambatan dan
ketidakmampuan menjalankan fungsi secara efektif.
2. E. Bardok, mengemukakan gejala kelemahan yang lain dan sering dijumpai
adalah tekonisme, yaitu kecenderungan sikap administrator yang menyatakan
mendukung suatu kebijaksanaan dari atas secara terbuka tetapi sebenarnya
hanya melakukan sedikit sekali partisipasi dalam pelaksanaannya.
3. Kelemahan lain yang sering dijumpai adalah koordinasi.
4. Kelemahan yang sering mewarnai pelayanan aparatur adalah kebocoran
dalam kewenangan.
5. Kelemahan yang lain yaitu adanya gejala resistance, baik secara terang-
terangan maupun secara ssembunyi-sembunyi oleh aparat dalam menjalankan
tugas-tugas kedinasan
Pelayanan birokrasi yang berkualitas dapat didefinisikan melalui ciri-ciri,
sebagai berikut:
1. pelayanan yang bersifat anti birokratis,
2. distribusi pelayanan,
3. desentralisasi dan berorientasi pada klien.
Senada dengan ciri-ciri tersebut, pemerintah perlu menekankan beberapa
hal, yaitu:
1. Pemerintah menciptakan suasana kompetitif dalam pemberian pelayanan,
2. Pemerintah berorientasi kepada kebutuhan pasar, bukan birokrasi,
19 Lijan Poltak Sinambela, 2008, Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta: Bumi Aksara, Hlm. 35.
38
3. Pemerintahan Desentralisasi dan lebih proaktif.20
Ada tujuh hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pelayanan, namun
yang paling signifikan untuk diterapkan dalam lembaga pemerintahan adalah:
1. Kinerja primer yang dituntut;
2. Kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah
ditetapkan;
3. Kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu;
4. Kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekeliruan;
5. Adanya assurance yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko
atau keragu-raguan.
Pendayagunaan pelayanan aparat birokrasi yang perlu dilakukan21 adalah
melalui:
1. Pengembangan efficiency standard measurements, tolak ukur, standar unit
dan standart cost perlu ditingkatkan untuk meminimalisasi unsur-unsur biaya
yang tidak profesional;
2. Perbaikan prosedur dan tata kerja rasional organisasi yang lebih efisien dan
efektif dalam manajemen operasional yang proaktif;
3. Mengembangkan dan memantapkan mekanisme koordinasi yang lebih efektif
(to make coordination works);
4. Mengendalikan dan menyederhanakan birokrasi (regulatory function) dengan
management by execption dan minimize body contact dalam palayanan jasa.
D. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil Sebagai Unsur Pelaksana Tugas Negara
Yang Bersifat Service
1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Menurut ketentuan pasal 1 huruf a Undang-Undang No 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau
diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 Undang No 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah setiap warga negera Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas
negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik unsur-unsur sebagai berikut:
a. Setiap warga negara yang memenuhi syarat yang ditentukan; b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang; c. Diserahkan tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas negara lainnya; d. Mendapapat gaji menurut perundang-undangan yang berlaku. 22
22 Lutfi Effendi, 2006, Buku Ajar: Hukum Kepegawaian, Malang: Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya. Hlm. 11
40
Unsur pertama memiliki maksud bahwa setiap warga negara berhak
menjadi pegawai negeri sesuai dengan syarat yang ditentukan. Unsur kedua
memiliki maksud bahwa setiap pegawai negeri bukan berasal dari pemilihan,
melainkan diangkat oleh pejabat yang berwenang. Unsur ketiga memiliki maksud
bahwa pegawai negeri yang diangkat dalam rangka melaksanakan tugas untuk
kepentingan negara. Unsur keempat memiliki maksud setiap pegawai negeri
mempunyai hak yaitu berupa gaji.
Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri
Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan bekerja pada departemen, lembaga pemerintah non departemen,
kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, instansi vertikal di daerah
propinsi/ kabupaten/ kota, kepaniteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk
menyelenggarakan tugas negara lainnya.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri
Sipil Daerah propinsi/ kabupaten/ kota yang gajinya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintahan
daerah atau dipekerjakan diluar instansi induknya.
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang
menerima perbantuan.
41
2. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, kedudukan pegawai negeri adalah unsur aparatur negara,
abdi negara, dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara, dan Pemerintah
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan.
Kedudukan pegawai negeri sebagai unsur pelaksana tugas negara menurut
sifatnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:23
a. Tugas negara yang bersifat Essentiil
Yakni berupa tugas utama dari negara yang meliputi tugas menjaga keamanan
dan pertahanan rakyat terhadap tindakan, kekerasan, kesewenangan dari
negara lain, serta menjaga ketertiban/ keamanan dalam negeri yang
kesemuanya bersifat administratif dan protektif.
b. Tugas negara yang bersifat Service
Yaitu berupa tugas pelayanan kepada masyarakat dalam berbagai bidang yang
meliputi penyediaan sarana /prasarana serta pembangunan badan-badan
publik dengan membentuk Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
23 Ibid, Hlm. 4
42
Kesehatan, Departemen Agama, Departemen Sosial dan lembaga lain non
departemen ataupun dengan menyediakan sarana/ prasarana lainnya.
c. Tugas Negara yang bersifat Bussiness
Yaitu berupa tugas negara dalam bidang pemberian proteksi-proteksi dalam
bidang industri serta menentukan harga mata uang. Dalam bentuk lain berupa
pembentukan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang berorientasi pada
perolehan pemasukan bagi negara.
3. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu yang wajib
dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan
suatu peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, diatur beberapa kewajiban Pegawai Negeri Sipil, yaitu:
a. Pasal 4:
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pasal 5:
Setiap Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya
dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.
c. Pasal 6:
(1) Setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasi jabatan.
43
(2) Pegawai Negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan
atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-Undang.
Selain kewajiban yang terdapat dalam Undang-Undang No 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, diberlakukan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri. Di dalam peraturan tersebut menetapkan
kewajiban dan larangan bagi Pegawai Negeri Sipil.
Kewajiban Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah No 30
Tahun 1980, yaitu:
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
negara, dan pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan golongan atau diri
sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan
negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. Menjunjung tinggai kehormatan dan martabat negara, pemerintah, dan pegawai
negeri sipil;
d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji
jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang
langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
g. Melaksanakan tugas kedinasan deengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
44
h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan
negara;
i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan
Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, terutama dibidang
keamanan, keuangan dan materiil;
k. Menaati ketentuan jam kerja;
l. Menciptakan dan memelihara susunan kerja yang baik;
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-
baiknya;
n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut
bidang tugasnya masing-masing;
o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksaa terhadap bawahannya;
p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap
bawahannya;
r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
kariernya;
t. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun
terhadap masyarakat, sesama pegawai negeri sipil dan terhadap atasannya;
45
v. Hormat menghormati antar sesama warganya yang memeluk
Agama/Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan;
w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;
y. Menaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang
diterima mengenai pelanggaran disiplin;
Larangan Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah No 30 Tahun
1980, yaitu:
a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara,
pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
b. Menyalahgunakan wewenangnya;
c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. Menyalahgunakan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik
negara;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, ataupun
meminjamkan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik negara
secara tidak sah;
f. Melakukan kegiatan bersama atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain
di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara;
46
g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud mambalas dendam
terhadap bawahanya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya;
h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga
yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau
mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai negeri sipil
yang bersangkutan;
i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat
Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena
kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk
mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi pemerintahan;
o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada
dalam ruang lingkup kekuasaannya;
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam runag
lingkup kekuasanyya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa
sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
47
q. Melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sembilan,
menjadi direksi, pipmpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang
memangku jabatan eselon I;
r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan
tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
Masih terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan berkenaan
dengan larangan bagi Pegawai Negeri Sipil antara lain:
a. Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1973, yang melarang anggota ABRI dan
pegawai negeri sipil untuk:
1. Berjudi;
2. Menyelenggarakan/ikut serta menyelenggarakan, atau membantu di dalam
penyelenggaraan perjudian;
3. Menyalahgunakan wewenang/pengaruh kekuasaan atau kekuatan fisik
untuk memberi kesempatan termasuk memberikan perlindungan bagi
penyelenggaraan perjudian.
b. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 berkenaan dengan peraturan pola
hidup sederhana bagi pegawai negeri, antara lain:
1. Larangan melakukan kunjungan ke daerah-daerah dan jawatan-jawatan
secara berlebih-lebihan, misalnya: penyelenggaraan resepsi,
penghormatan, dan pemberian hadiah, atau tanda kenang-kenangan;
2. Larangan menggunakan lebih dari satu fasilitas jabatan yang berupa
rumah dan kendaraan dinas (juga tidak menggunakan kendaraan mewah
lebih dari 300 cc);
48
3. Larangan menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi dengan
menggunakan fasilitas yang di dapat dari kedinasan, yang mengakibatkan
pembiayaan dibebankan kepada negara.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 memuat antara lain:
1. Larangan bagi wanita pegawai negeri sipil untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat dari sesama pegawai negeri sipil;
2. Larangan bagi pegawai negeri sipil untuk hidup bersama dengan
wanita atau pria sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris dengan
menggunakan Metode Pendekatan Yuridis Sosiologis. Metode Pendekatan
Yuridis Sosiologis digunakan untuk mengkaji apakah suatu peraturan perundang-
undangan yang dibuat oleh pemerintah dapat dijalankan di masyarakat.
Dalam hal ini apakah Keputusan Menpan No. 63/Kep./M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Layanan Publik sudah dilaksanakan
dengan baik. Pada kenyataannya masih adanya kasus pelayanan publik yang
belum dilakukan sesuai dengan Keputusan Menpan No. 63/Kep./M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Layanan Publik. Karena masih ada
warga yang mengurus surat kependudukan yang dikenai biaya yang tidak
semestinya. Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam bagaimana hal tersebut masih
terjadi di masyarakat.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang.
Alasan pemilihan lokasi penelitian di Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang
dengan alasan bahwa Kota Malang merupakan kota dengan mobilitas penduduk
yang tinggi. Dengan mobilitas penduduk yang tinggi tersebut di harapkan
pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan efisien dan berkualitas.
50
Ketepatan waktu merupakan hal yang perlu diperhatikan karena waktu yang di
miliki oleh sebagian penduduk terbatas.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Data Primer
Adalah data yang diperoleh secara langsung dengan cara wawancara
dengan nara sumber untuk mengetahui bagaimana pelayanan publik di
Kantor Kecamatan, yaitu :
a. Sekretaris Camat
b. Kepala Seksi Pemerintahan
c. Pemohon, yang berjumlah 10 orang
2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu melalui arsip dan
dokumen yang terkait dengan pelayanan publik, peraturan perundang-
undangan yang terkait, teori-teori yang terkait, buku-buku dan melalui
internet.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Sumber Data Primer
Sumber Data Primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung
di lapangan. Diperoleh dari hasil wawancara atau hasil observasi.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung. Diperoleh dari buku-buku, data dari internet, dan dari
dokumen-dokumen yang terkait.
51
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data dapat digunakan beberapa cara, antara lain:
a. Wawancara
Metode Wawancara adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti atau
dalam wawancara face to face antara peneliti dan responden untuk
mendapatkan informasi secara lesan dengan tujuan memperoleh data yang
dapat menjelaskan ataupun menjawab suatu permasalahan penelitian.
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah:
1. Sekretaris Camat
2. Kepala Seksi Pemerintahan
3. Pemohon, yang berjumlah 10 orang
b. Studi Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpilan data dengan mempelajari dokumen-
dokumen , buku panduan, arsip-arsip serta data lain yang berhubungan
dengan penelitian. Melalui data yang diperoleh dari arsip dan dokumen dari
Kantor Kecamatan Blimbing, buku-buku yang ada di Perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya Malang dan Perpustakaan Kota Malang,
peraturan perundang-undangan, dan informasi yang diapat dari internet.
c. Observasi
Metode Observasi yaitu untuk penelitian terjun langsung ke lokasi
penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan
permasalahan yang diajukan. Dengan pengamatan terlibat ini, seolah-olah
peneliti menjadi anggota yang sering bergaul dalam setiap aktifitas
organisasi.
52
E. Populasi dan Sampel
Populasi keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri-ciri yang sama. Objek
yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pejabat atau aparat pelaksana di
Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang. Adapun yang menjadi sampel adalah
beberapa pejabat arau aparat pelaksana yang terlibat dan ditunjuk langsung karena
mempunyai wewenang dalam mekanisme pelayanan publik, yang dipilih dan
disusun secara porposive sampling yaitu dilakukan pengambilan sampel dengan
sudah ada tujuannya dan sudah tersedia rencana sebelumnya.24
Dalam hal ini penulis mengambil sampel di Kantor Kecamatan Blimbing
Kota Malang untuk dijadikan responden, yaitu:
1. Sekretaris Camat
2. Kepala Seksi Pemerintahan
3. Pemohon 10 orang
F. Teknik Analisa Data
Dalam penulisan ini teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif
analitis, yaitu menganalisa data yang diperoleh di lapangan dan mengkaitkan
dengan yang ada dalam literatur sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk
siak&catid=43:beritadaerah&Itemid=59, [email protected], diakses tanggal 16 Januari 2009.
105
menjawab masalah proses pengurusan KTP yang berbelit.
Masalah KTP ganda akan teratasi dengan SIAK, karena SIAK
bertujuan untuk menertibkan sistem administrasi kependudukan.
Kepengurusan KTP akan semakin mudah karena hanya dilakukan di satu
instansi yaitu Dinas Kependudukan.
3. Memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa kepemilikan surat-surat
kependudukan adalah penting.
Masih banyak masyarakat yang tidak mengurus sendiri surat
kependudukan mengindikasikan bahwa mereka masih kurang memahami
pentingnya memiliki dokumen kependudukan. Surat kependudukan seperti
KTP, asas dari kepemilikan KTP adalah sebagai identitas diri, dokumen
kependudukan, legalitas hukum sebagai Warga Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Legalitas hukum sebagai Warga Negara Indonesia yanng
dimaksud adalah sebagai perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan
status pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa
penting yang dialami oleh penduduk Indonesia. Dengan memberi penjelasan
mengenai hak-hak yang terjamin dalam surat kependudukan, maka
masyarakat akan menyadari bahwa surat kependudukan adalah sangat
penting.
106
107
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis
menyimpulkan bahwa :
1. Masih ada target atau tujuan dari Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang
yang masih belum tercapai. Target atau tujuan yang belum tercapai itu antara
lain:
a. Kepuasan masyarakat.
Masih ditemuinya kasus kepengurusan surat kependudukan yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
mengindikasikan kepuasaan masyarakat belum terpenuhi.
b. Dalam Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Publik terdapat asas yang tidak terpenuhi
dalam pelayanan, yaitu asas kesamaan hak. Hal ini dibuktikan dengan
masih terdapat kesulitan warga keturunan yang mengurus surat
kependudukan.
c. Selain itu terdapat masalah bagi penduduk yang menganut agama yang
tidak termasuk agama yang diakui oleh pemerintah atau penduduk yang
memeluk kepercayaan. Prinsip kesederhanaan dalam Kepmenpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
108
Publik tidak terpenuhi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih
berbelitnya mengurus KTP, yang masih harus melalui beberapa instansi.
Dengan masalah target yang belum terpenuhi tersebut maka dilakukan upaya,
antara lain:
a. Menerapkan e-goverment dalam pelayanan publik.
E-goverment memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat
mempercepat pelayanan kepada masyarakat, memudahkan pengerjaan
surat atau dokumen kependudukan, membantu pemerintah dalam
menertibkan dokumen atau surat kependudukan yang berguna juga untuk
menghindari kepemilikan dokumen atau surat kependudukan ganda.
b. Diklat, disiplin dan remunerasi.
c. Sosialisasi peraturan baru.
d. Peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil. Upaya peningkatan pelayanan
publik dapat ditunjukkan pula dengan adanya perubahan peraturan
perundang undangan yang mengatur mengenai retribusi pelayanan surat
kependudukan. Salah satu contohnya adalah terjadi perubahan retribusi
pelayanan KTP. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2002 Tentang Layanan
Catatan Sipil dan Pendaftaran penduduk Kota Malang pelayanan KTP
dikenai retribusi sebesar Rp. 3.000, 00 dan pada peraturan baru yaitu
Surat Keputusan Kepala Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Malang No. 188.4/ 01/ 35.73.501/ 2008 Tentang Standar Pelayanan
Publik Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang, retribusi
pengurusan KTP tidak dikenakan biaya atau gratis. Retribusi
109
kepengurusan KTP tersebut sudah dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
2. Kendala yang dihadapi oleh Kantor Kecamatan Bliimbing Kota Malang
antara lain:
a. Sulit memberi ijin tepat waktu, karena instansi terkait terkesan kurang
membantu kelancaran pelayanan publik.
b. Petugas unit masih ikut serta membantu proses penyelesaian dokumen
atau surat kependudukan.
c. Kendala dalam e-goverment, antara lain:
1) Kendala SDM, yakni kemampuan para pejabat birokrasi maupun
staff dalam menggunakan internet masih sangat terbatas.
2) Terbatasnya hardware dan software serta masih sedikitnya instansi
pemerintah yang terhubung pada jaringan baik lokal (LAN) maupun
global (Internet) menyebabkan perkembangan e-government tidak
dapat berjalan lancar.
3) seringkali instansi pemerintah dalam mengoperasionalkan e-
government menemui kendala dalam aspek organisasi.
d. Banyaknya masyarakat yang tidak mengurus sendiri kepengurusan
surat atau dokumen kependudukan.
3. Solusi dari kendala yang dihadapi oleh Kecamatan Blimbing Kota Malang,
yaitu:
a. Melakukan monitoring. Monitoring dapat dilakukan dalam secara
eksternal dan internal. Monitoring Eksternal dilakukan oleh masyarakat
110
dan monitoring internal dilakukan oleh instansi yang lebih tinggi dari
instansi yang dilakukan pengawasan.
b. Penyediaan fasilitas e-goverment yang memadai. Fasilitas tersebut
meliputi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sistem Informasi
Kependudukan (SIAK). Ketiga, memberikan pengertian kepada
masyarakat bahwa kepemilikan surat-surat kependudukan adalah penting.
B. Saran
Dengan melihat kenyataan yang ada di lapangan maka penulis
memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan
pertimbangan bagi segenap pihak, antara lain:
1. Bagi Pemerintah Pusat
a. Bagi pemerintah pusat dalam membuat peraturan perundang-undangan
seyogyanya memperhatikan keadaan masyarakat agar peraturan yang
dibuat dapat dijalankan dengan baik.
b. Pemerintah pusat diharapkan melakukan sosialisasi setiap ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai kepengurusan surat
kependudukan.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kota Malang
a. Pemerintah Daerah Kota Malang dapat membantu pemerintah pusat untuk
melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan baru.
b. Pemerintah Daerah Kota Malang dapat merespon setiap masukan dari
masyarakat terhadap pelayanan publik yang ada.
3. Bagi Kecamatan Blimbing Kota Malang
111
a. Kantor Kecamatan Blimbing Kota Malang sebaiknya menanggapi setiap
kasus yang berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan.
b. Kecamatan Blimbing hendaknya memantau pelayanan yang dilakukan
sehingga dapat mengetahui sejauh mana kepuasan masyarakat di
Kecamatan Blimbing.
4. Bagi Masyarakat
a. Masyarakat diharapkan lebih berani mengemukakan pendapat secara
terbuka terhadap pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah.
b. Agar masyarakat dapat lebih tertib dalam mengurus surat kependudukan.
c. Agar masyarakat mengurus sendiri surat kependudukannya.
112
DAFTAR PUSTAKA Buku: Bintoro, T. 1997. Manajemen Pembangunan. Jakarta: Haji Masagung. Dimyati, A. 2006. Buku Ajar: Hukum Administrasi Negara. Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang. Efendi, Lutfi. 2006. Buku Ajar: Hukum Kepegawaian. Malang: Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya. Ibrahim, Amin. 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta
Implementasinya. Bandung: Mandar Maju. Kartasapoetra, G. 1994. Debirokratisasi dan Deregulasi. Jakarta: Rineka Cipta. Kristiadi. J. B. 1994. Administrasi/Manajemen Pembangunan. Jakarta: LAN. Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Pembaruan. Lembaga Administrasi Negara-RI (LAN-RI), 2003, Penyusunan Standar
Pelayanan Publik, Jakarta. Lukman, Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN
Press. Surie, H. G. 1987. Ilmu Administrasi Negara: Suatu Bacaan Pengantar. Jakarta:
Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara. Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo. Taufik Effendi, M. (Menpan 2005). Reformasi Kelembagaan dan Kepegawaian
dalam Implementasi Desentralisasi Menuju Profesionalisme Pegawai Negeri. makalah dalam seminar tentang Reformasi Pemerintah Daerah, STIA-LANRI Bandung 15-10-2005.
Peraturan Perundang-Undangan:
113
Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 berkenaan dengan peraturan pola
hidup sederhana bagi pegawai negeri. Keputusan Menpan No. 63/Kep./M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Layanan Publik. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2002 Tentang Layanan Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Malang. Keputusan Walikota Malang Nomor 322 Tahun 2001, kewenangan camat Kota
Malang. Keputusan Walikota Malang No. 323 Tahun 2001 Tentang Uraian Tugas, Fungsi
dan Tata Kerja Kecamatan Se-Kota Malang. Surat Keputusan Kepala Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang
No. 188.4/ 01/ 35.73.501/ 2008 Tentang Standar Pelayanan Publik Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang.
Lampirn Surat Keputusan Camat Blimbing No. 53 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Publik.
Website: S. Wibawa, Sejarah Pemikiran Sejarah Administrasi di Indonesia: Konsep-
Konsep Perubahan, [email protected], diakses tanggal 28 Oktober 2008. Ali Rochman, Potret dan Hambatan E-Goverment di Indonesia, http://io.ppi
jepang.org/article.php?id=263, diakses tanggal 4 Desember 2008. Martin Simamora, kota- malang- siapkan- instrumen- tik- dan- sdm- untuk-
siak&catid=43:beritadaerah&Itemid=59, [email protected], diakses tanggal 16 Januari 2009.
=31, diakses tanggal 19 Januari 2009. Diposting oleh: em, KTP-Ku Sayang, KTP-Ku Malang, ICRP - MaJEMUK Edisi
2 http://www.icrp-online.org, diakses 19 Januari 2009.
Wadjdi, Farid, Jenis-Jenis Sampling, http: //www.geocities.com /mmpuntm _1analisa _kuantitatif. htm, diakses tanggal 5 Februari 2009.
114
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARETUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003 TENTANG
PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Menimbang : a. Bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik oleh aparatur pemerintah perlu disusun suatu pedoman;
b. Bahwa pedoman penyelenggaraan pelayanan public yang telah diatur dalam keputusan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum, perlu disesuaikan dengan perkembangan yang ada, sehingga perlu disempurnakan;
c. Bahwa untuk maksud tersebut sebagaimana pada butir a dan b, dipandang perlu mengatur kembali dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik;
Mengingat : 1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, TLN Nomor 3821);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2000;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
6. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat;
7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 95/KEP/M.PAN/11/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kamtor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara;
MEMUTUSKAN
115
Menetapakan : KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK. PERTAMA : Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini merupakan acuan bagi Instansi Pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan piblik. KEDUA : Dengan Berlakunya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum, dinyatakan tidak berlaku. KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 10 Juli 2003
116
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003 TANGGAL : 10 JULI 2003
PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
I. Pendahuluan A. Latar Belakang Ketetapan MPR-RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), mengamanatkan agar aparatur negara mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, produktif, transparan dan bebas dari KKN. Perwujudan nyata sikap aparatur negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan oleh Tap MPR tersebut antara lain tercermin dari penyelenggaraan pelayananan publik. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kinerja aparatur dalam penyelenggaraan pelayanan publik terus dilakukan. Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluan, aparatur negara dalam hal ini dititikberatkan kepada aparatur pemerintah hendaknya memberikan pelayananan yang sebaik-baiknya, berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan barang dan jasa. Berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan memberikan dampak nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan. Kemajuan teknologi informasi juga merupakan solusi dalam memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat, keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan informasi on-line, perlu terus dikembangkan terutama dalam penyelenggaraan pelayanan, sehingga memungkinkan tersedianya data dan informasi pada Instansi Pemerintah yang dapat dianalisis dan dimanfaatkan secara cepat, akurat dan aman. Oleh karena itu untuk mempercepat upaya pencapaian sasaran terhadap peningkatan kinerja aparatur negara dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPR RI dimaksud, maka perlu disusun landasan yang bersifat umum dalam suatu bentuk pedoman bagi Instansi Pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. B. Maksud dan Tujuan
117
1. Maksud pedoman umum ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam pengaturan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan publik sesuai dengan kewenangannya.
2. Tujuan pedoman umum ini adalah sebagai untuk mendorong terwujudnya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam arti memenuhi darapan dan kebutuhan baik pemberi maupun pelaksanaan ketentuan peratuaran perundang-undangan.
C. Pengertian Umum 1. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. penyelenggara Pelayanan Publik adalah Instansi Pemerintah. 3. Instansi Pemerintah adalah sebuah sebutan kolektif meliputi satuan
kerja/satuan organisasi Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan Instansi Pemerintah Lainnya, baik Pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
4. unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik.
5. pemberi Pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum.
7. biaya pelayanan publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun) sebagai imbal jasa atas pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diperoleh dari penyelenggara atau pemberi pelayanan sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat.
II. Hakekat Pelayanan Publik Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
III. Asas Pelayanan Publik A. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti
B. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
118
C. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsif efisiensi dan efektivitas.
D. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
E. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, dan agama, golongan, gender dan status ekonomi.
F. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
IV. Kelompok Pelayanan Publik A. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokument-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/ Pengusaan Tanah dan sebagainya.
B. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/ jenis yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telpon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
C. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkanberbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
V. Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Penyelenggaraan Pelayanan Publik perlu memperlihatkan dan menerapkan prinsip, standar, pola penyelenggaraan biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian pengaduan dan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik.
A. Prinsip Pelayanan Publik 1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit- belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; b. Unit kerja/ pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan c. pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa dalam
pelaksanaan d. pelayanan publik; e. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
119
3. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaiakn dalam kurun waktu yang
telah ditentukan. 4. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. 5. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum. 6. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau
oleh masyarakat, dan dapat emanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ihklas. 10. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain- lain.
B. Standar Pelayanan Publik Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penarima pelayanan. Standar pelayanan, sekurang- kurangnya meliputi : 1. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan. 2. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. 3. Biaya Pelayanan Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan. 4. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana
120
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
C. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik 1. Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
2. Terpusat Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
3. Terpadu a. Terpadu Satu Atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan.
b. Terpadu Satu Pintu Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
4. Gugus Tugas Petugas pelayanan publik secara perseorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
Selain pola pelayanan sebagaimana tersebut, instansi yang melakkukan pelayanan publik dapat mengemabngkan pola penyelenggaraan pelayanannya sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik dimaksud mengikuti prinsip- prinsip sebagaimana ditetapkan dalam pedoman ini. D. Biaya Pelayanan Publik Penetapan besaran biaya pelayanan publik perlu memperhatikan hal- hal sebagai berikut : 1. Tingkat kemapuan dan daya beli masyarakat 2. Nilai/ harga yang berlaku atas barang dan atau jasa 3. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan
tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengujian 4. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperlihatkan prosedur
sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan E. Pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita
121
Penyelenggaraan pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita. F. Pelayanan khusus Penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti pelayanan transportasi, kesehatan, dimungkinkan untuk memberikan penyelenggaraan pelaynan khusus, dengan ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan, seperti ruang perawatan VIP dirumah sakit, dan gerbong eksekutif pada kereta api. G. Biro jasa pelayanan Pengurus pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud pertisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas, memiliki ijin usaha dari instansi yang berwenang dan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanannya harus berkoordinasi dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan, terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan, sepanjang tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan pelaynan publik. Sebagai contoh, biro jasa perjalanan pengangkutan udara, laut, dan darat. H. Tingkat kepuasan masyarakat Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila apenerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei indeks kepuasan masyarakat. I. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pengawasan penyelemggaraan pelayanan public, dilakukan melalui : 1. Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung,
sesuai 2. dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. 3. Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan 4. fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat,
berupa 6. laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan
dalam 7. penyelenggaraan pelayanan publik.
J. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa 1. Pengaduan Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan public wajib menyelesaikan setiap laporan atau pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian
122
pelayanan sesuai kewenangannya. Untuk menampung pengaduan masyarakat tersebut, Unit pelayanan menyediakan loket/kotak pengaduan. Dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Prioritas penyelesaian pengaduan; b. Penentuan Pejabat yang menyelesaikan pengaduan; c. Prosedur penyelesaian pengaduan; d. Rekomendasi penyelesaian pengaduan; e. Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan; f. Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan; g. Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang mengadukan; h. Dokumentasi penyelasaian pengaduan. 2. Sengketa Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit penyelenggara pelayanan Publik yang bersangkutan dan terjadi sengketa, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalar hukum. K. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik wajib secara berlaka mengadakan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan dilingkungan instansinya masing-masing. Kegiatan evaluasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan. Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai belum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang jelas dan terukur sesuai ketentuan yang berlaku. VI. Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Petunjuk Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik digunakan sebagai landasan penyusunan standar pelayanan oleh masing-masing pimpinan unit penyelenggara pelayanan. A. Petunjuk pelaksanaan pennyelenggaraan publik sekurang-kurangnya memuat: 1. Landasan Hukum Pelayanan Publik.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.
2. Maksud dan Tujuan Pelayanan Publik Hal-hal yang akan dicapai dari penyelenggaraan pelayanan. 3. Sistem dan Prosedur Pelayanan Publik. Sistem dan prosedur pelayanan publik sekurang-kurangnya memuat :
a. Tata cara pengajuan permohonan pelayanan; b. Tata cara penanganan pelayanan; c. Tata cara penyampaian hasil pelayanan; dan d. Tata cara penyampaian pengaduan pelayanan.
4. Persyaratan Pelayanan Publik. Persyaratan teknis dan administratif harus dipenuhi oleh masyarakat ,penerima
pelayanan.
123
5. Biaya Pelayanan Publik. Besaran biaya dan rincian biaya pelayanan publik. 6. Waktu Penyelesaian. Jangka waktu penyelesaian pelayanan Publio. 7. Hak dan Kewajiban Hak dan Kewajiban pihak pemberi dan penerima pelayanan Publik 8. Pejabat Penerima Pengaduan Pelayanan Public Penunjukan pejabat yang menangani pengaduan pelayanan Public. B. Pimpinan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. VII Lain-lain A. Dalam menyusun petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik,
penyelenggara pelayanan publik dapat berkonsultasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
B. Masukan, saran dan penyempurnaan terhadap pedoman umum
penyelenggaraan pelayanan publik, disampaikan kepada Sekretaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.