Top Banner
19 Ruang Lingkup Batasan Kajian Besarnya jumlah PKL dan banyaknya titik PKL di Kota Bogor, maka kajian ini dibatasi untuk lokasi di kawasan prioritas penataan PKL yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Beberapa pertimbangan antara lain : 1. Lokasi tersebut menjadi lokasi prioritas sejak Perda nomor 13 tahun 2005 tentang penataan PKL, namun hingga saat ini belum tertangani. 2. Terdapat jumlah PKL yang cukup besar di lokasi tersebut. Menurut hasil pemetaan dari Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor tahun 2014, jumlah PKL sebanyak 323 PKL. 3. Lokasi berada di pusat kota, sehingga dapat mencerminkan wajah kota. 2 TINJAUAN PUSTAKA Sektor Informal Pembahasan sektor informal tidak dapat dipisahkan dari pembahasan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Usaha dalam skala ini berkembang pesat khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia karena keterbatasan lapangan kerja di sektor formal (Mubarok, 2012). Tinjauan mengenai sektor informal diawali dari dikotomi pemahaman antara ekonomi informal versus ekonomi formal (economy) yang telah banyak mendapatkan kritikan. Hal ini terutama disebabkan karena adanya kesulitan dalam membuat batasan yang jelas antar kedua tipe ekonomi ini. “Sektor informal” bukanlah benar-benar suatu 'sektor' seperti yang lazimnya dipahami dalam konteks formal (seperti sektor pertanian, finansial, manufakturing dan sebagainya), bahkan aktivitas informal terdapat pada beberapa sektor ekonomi. Oleh karenanya, istilah “ekonomi informal” semakin banyak digunakan dibandingkan istilah sektor informal. Banyak pakar yang mengemukakan definisi sektor informal dan secara sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, dan berusaha dengan pola yang sangat sederhana. Sethuraman (1978) menyebutkan bahwa, kebanyakan kegiatan sektor informal sifatnya masih sub sistem, oleh karena itu sektor informal dapat diartikan sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri. Sehingga mereka dihadapkan pada kendala seperti modal fisik, faktor pengetahuan dan faktor ketrampilan. Selanjutnya Sarjono (2005:15) mengatakan bahwa : penelitian tentang sektor informal mengenai pelaku migran sirkuler sektor informal di kota dan dampaknya terhadap intensitas migrasi desa-kota menyebutkan bahwa kelompok migran ke kota bekerja di sektor informal karena ada daya dorong untuk kebutuhan atau aspirasi yang tidak dapat dipenudi di desa. Pengungkapan perasaan tidak menyenangkan di daerah asal dipandang sebagai faktor pendorong dan ”kesempatan kerja sempit”. Selain itu, Sarjono (2005) dalam penelitiannya tentang pergulatan pedagang kaki lima di perkotaan, menyimpulkan bahwa :
14

2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

Mar 08, 2019

Download

Documents

lebao
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

19

Ruang Lingkup Batasan Kajian

Besarnya jumlah PKL dan banyaknya titik PKL di Kota Bogor, maka kajian ini

dibatasi untuk lokasi di kawasan prioritas penataan PKL yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah. Beberapa pertimbangan antara lain :

1. Lokasi tersebut menjadi lokasi prioritas sejak Perda nomor 13 tahun 2005 tentang

penataan PKL, namun hingga saat ini belum tertangani.

2. Terdapat jumlah PKL yang cukup besar di lokasi tersebut. Menurut hasil

pemetaan dari Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor tahun 2014, jumlah PKL

sebanyak 323 PKL.

3. Lokasi berada di pusat kota, sehingga dapat mencerminkan wajah kota.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sektor Informal

Pembahasan sektor informal tidak dapat dipisahkan dari pembahasan sektor

usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Usaha dalam skala ini berkembang pesat

khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia karena keterbatasan

lapangan kerja di sektor formal (Mubarok, 2012). Tinjauan mengenai sektor

informal diawali dari dikotomi pemahaman antara ekonomi informal versus ekonomi

formal (economy) yang telah banyak mendapatkan kritikan. Hal ini terutama

disebabkan karena adanya kesulitan dalam membuat batasan yang jelas antar kedua

tipe ekonomi ini. “Sektor informal” bukanlah benar-benar suatu 'sektor' seperti yang

lazimnya dipahami dalam konteks formal (seperti sektor pertanian, finansial,

manufakturing dan sebagainya), bahkan aktivitas informal terdapat pada beberapa

sektor ekonomi. Oleh karenanya, istilah “ekonomi informal” semakin banyak

digunakan dibandingkan istilah sektor informal.

Banyak pakar yang mengemukakan definisi sektor informal dan secara

sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil,

dan berusaha dengan pola yang sangat sederhana. Sethuraman (1978) menyebutkan

bahwa,

“kebanyakan kegiatan sektor informal sifatnya masih sub sistem, oleh karena itu

sektor informal dapat diartikan sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang

menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok

menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri. Sehingga mereka

dihadapkan pada kendala seperti modal fisik, faktor pengetahuan dan faktor

ketrampilan”.

Selanjutnya Sarjono (2005:15) mengatakan bahwa :

“penelitian tentang sektor informal mengenai pelaku migran sirkuler sektor informal

di kota dan dampaknya terhadap intensitas migrasi desa-kota menyebutkan bahwa

kelompok migran ke kota bekerja di sektor informal karena ada daya dorong untuk

kebutuhan atau aspirasi yang tidak dapat dipenudi di desa. Pengungkapan perasaan

tidak menyenangkan di daerah asal dipandang sebagai faktor pendorong dan

”kesempatan kerja sempit”.

Selain itu, Sarjono (2005) dalam penelitiannya tentang pergulatan pedagang kaki

lima di perkotaan, menyimpulkan bahwa :

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

20

(1) terjadi transformasi sosial di sektor informal khususnya Pedagang Kaki Lima

pada arus individu maupun kelompok, mengakibatkan perubahan yang mendasar

dan sekaligus gradual dalam sistem sosial sektor informal pedagang kaki lima.

(2) bahwa pada sektor atau pelaku perubahan yang terlibat atau subyek pada

transformasi sektor informal pedagang kaki lima, berlangsung perubahan secara

kelindan dengan kompleksitas permasalahan ekonomi seperti pertumbuhan

pendapatan, dan segi-segi sosial seperti posisi dan status sosial pelaku dalam

sistem sosial.

(3) bahwa perubahan atau transformasi sosial pada sektor pedagang kaki lima terjadi

secara unik dalam sebuah kontitum dalam arti ganda yakni pada satu sisi

mengalami perubahan atau transformasi per atau inter karakteristik baik dengan

perluasan maupun pengambil alihanan. Pada sisi lainnya meninggalkan atau

menguatkan karakteristik perubahan itu sendiri atau pemapanan. Kenyataan

transformatif menunjukkan keduanya dapat terjadi secara bersamaan atau tidak

sendiri-sendiri.

Pedagang Kaki Lima

Pemahaman PKL saat ini telah berkembang dan dilihat dari berbagai sudut

pandang. Dalam pandangan pemerintah disebutkan bahwa PKL adalah pelaku usaha

yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak

maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum,

lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak

menetap (Permendagri nomor 41/2012 pasal 1). Pengertian Pedagang Kaki Lima

menurut ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia adalah istilah untuk menyebut

penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Kelima kaki tersebut adalah dua kaki

pedagang ditambah tiga (kaki) gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua

roda dan satu kaki). Dari beberapa pandangan tersebut dapat diambil satu benang

merahnya bahwa yang dimaksud dengan PKL adalah mereka yang berjualan di

tempat-tempat umum yang sifatnya tidak permanen, bermodal kecil dan dilakukan

secara pribadi atau berkelompok.

Pedagang Kaki Lima juga memiliki karakteristik tersendiri. Ramli (1992:58)

melihat karateristik PKL dari pola daganganya yaitu :

(1) Kebanyakan PKL menjual barang dagangnya dengan harga luncur (sliding price

system);

(2) terdapat proses tawar menawar yang merefleksikan penetapan harga secara

perkiraan saja dan tanpa pembukuan yang ketat;

(3) berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari jual beli yang

dilakukan dan bukan untuk mencari langganan tetap;

(4) ada mekanisme utang-mengutang kepada grosir atau kreditor.

Disamping itu menurut Kurniadi dan Tangkilisan (2003) lebih merinci lagi

karakteristik dari PKL yaitu :

(1) Kelompok ini merupakan pedagang yang kadang-kadang juga berarti produsen

sekaligus;

(2) Peralatan kaki lima yang memberikan konotasi, bahwa mereka pada umumnya

menjajakan barang-barang dagangan pada tikar di pinggir jalan, atau dimuka

toko yang dianggap strategis

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

21

(3) Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil, bahkan tidak jarang mereka hanya

merupakan ”alat” bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi

sebagai imbalan jerih payah;

(4) Pada umumnya kelompok Pedagang Kaki Lima ini merupakan kelompok

marginal, bahkanada pula yang tergolong pada kelompok sub marginal;

(5) Pada umumnya kualitas barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki

lima yang mengkhususkan diri dalam hal penjualan barang-barang cacat sedikit

dengan harga yang jauh lebih murah.

(6) Omset pedagang kaki lima ini pada umumnya memang tidak besar;

(7) Para pembeli umumnya para pembeli yang mempunyai daya beli rendah (berasal

dari apa yang dinamakan lower income pockets);

(8) Kasus dimana pedagang kaki lima berhasil secara ekonomi, sehingga akhirnya

dapat menaiki tangga dalam jenjang hierarki pedagang yang sukses, agak langka;

(9) Pada umumnya usaha para pedagang kaki lima merupakan famili enterprise, atau

malah one man enterprise;

(10) Barang yang ditawarkan pedagang kaki lima biasanya tidak standar, dan shifting

jenis barang yang diperdagangkan para pedagang seringkali terjadi;

(11) Tawar menawar antar pedagang dan pembeli merupakan ciri khas usaha

perdagangan pedagang kaki lima

(12) Terdapat jiwa kewirausahaan yang kuat pada para pedagang kaki lima.

Pemberdayaan PKL

Konsep Pemberdayaan PKL

Konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilema-

dilema pembangunan yang dihadapi. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah

konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini

mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered,

participatory, emporing, and sustainable” (Kartasasmita, 1996).

Pemberdayaan memiliki tujuan 2 arah, pertama, melepaskan belenggu

kemiskinan, dan kedua memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur

ekonomi dan kekuasaan. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya

untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi

sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan

keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan

memandirikan masyarakat.

Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan

sektor informal, khususnya kelompok PKL sebagai bagian dari masyarakat yang

membutuhkan penanganan atau pengelolaan tersendiri dari pihak pemerintah yang

berkaitan dengan sumberdaya yang mereka miliki, yang diharapkan mampu

mendorong peningkatan pendapatan usaha dan penataan usaha PKL itu sendiri.

Dalam ketentuan umum Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 41 tahun 2012

tentang pedoman penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima, Pemberdayaan

PKL didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah

daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim

usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan

berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

22

Pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan PKL Kota Bogor

Upaya penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Bogor tetap dilakukan dengan

mempertimbangkan aspek kebutuhan ekonomi masyarakat, baik bagi pelaku PKL

maupun bagi masyarakat konsumennya, disamping aspek ketertiban, keindahan, dan

kenyamanan publik, sehingga dengan demikian upaya penanganan didasarkan pada

konsep pembinaan, penataan dan penertiban.

Penataan dan penertiban PKL senantiasa berlandasakan kepada peraturan yang telah

ditetapkan antara lain :

1) Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penataan PKL.

2) Perda Kota Bogor nomor 8 tahun 2006 tentang Ketertiban Umum.

3) Peraturan Walikota Bogor Nomor 25 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penataan PKL.

4) Keputusan Walikota Bogor Nomor 511.23.45-146 tahun 2008 tentang

Penunjukan Lokasi Pembinaan dan Penataan Usaha PKL sebagaimana telah

diubah dengan Keputusan Walikota Bogor Nomor 511.23.45.-63 Tahun 2010

tanggal 4 Pebruari 2010.

Tujuan dari penataan PKL adalah mewujudkan Kota Bogor yang bersih, indah

dan nyaman dengan PKL yang tertib dan teratur berdasarkan peraturan dan

perundang-undangan. Sedangkan sasaran penataan PKL adalah Kota Bogor Bersih,

bebas macet dan kumuh akibat PKL serta tertatanya PKL yang tidak mengganggu

ketertiban umum. Sesuai dengan RPJMD Kota Bogor tahun 2010 – 2014, strategi

secara umum dalam penataan Pedagang Kaki Lima (sektor informal) adalah

mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor informal dengan strategi sebagai berikut

:

1. Menata ruang kegiatan sektor informal yang ada

2. Mengalokasikan ruang baru untuk sektor informal

3. Melibatkan masyarakat dalam pengendalian ruang sektor informal.

Rencana penataan PKL dilaksanakan melalui :

1. Menempatkan sektor informal di lokasi yang direncanakan

2. Menata kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan sektor informal

3. Membatasi pemanfaatan ruang terbuka publik untuk kegiatan sektor informal

dengan pembatasan area dan pengaturan waktu berdagang

4. Mengoptimalkan fungsi pasar untuk mengakomodir kebutuhan ruang sektor

informal

5. Mengintegrasikan kegiatan sektor formal dan sektor informal

6. Melibatkan pemangku kepentingan dalam menjaga fasilitas publik agar tidak

digunakan untuk kegiatan sektor informal

7. Mewajibkan setiap pengembang perumahan untuk mengalokasikan ruang bagi

kegiatan sektor informal

Sedangkan strategi yang ditempuh dalam penanganan PKL tahun 2010-2014

difokuskan pada :

1. Penataan Lokasi PKL

a. Penegasan titik lokasi PKL, berikut dengan pengaturan jenis komoditas, model

desain berjualan, dan waktu berjualan.

b. Mewajibkan pengembang menyediakan pasar tradisional skala lingkungan di

perumahan-perumahan

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

23

c. Mewajibkan pusat perbelanjaan modern menyediakan ruang untuk PKL

khususnya makanan dengan insentif yang menarik

d. Meredesain pasar yang ada agar nyaman bagi penjual dan pembeli khususnya

komoditas hasil pertanian

e. Pendataan regristrasi PKL untuk pengendalian jumlah PKL, dengan

memberikan tanda khusus resmi

2. Penertiban PKL

a. Penertiban PKL yang lebih tegas diluar lokasi titik PKL (strickly forbidden

area) khususnya di jalan arteri dan kolektor

b. Target penertiban PKL yakni 6 titik lokasi

3. Pembinaan PKL

a. Pembinaan dan penyuluhan peningkatan disiplin PKL

b. Pembinaan dan pemantauan kebersihan, keamanan dari komoditas yang dijual

PKL dengan target 300 PKL

c. Kelembagaan pengelolaan

Perlu dibentuk tim kerja khusus penanganan PKL

Rencana kerja serta monitoring evaluasi yang terjadwal dan terukur.

Pemantauan dan penertiban PKL dilaksanakan bekerjasama dengan seluruh

elemen masyarakat. Perlu ada peninjauan kembali terhadap Perda Nomor 13 Tahun 2005,

khususnya mengenai kebijakan dan kriteria lokasi PKL.

Program penataan PKL di Kota Bogor dilakukan secara lintas sektoral dan

terpadu dengan SKPD terkait yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor

Koperasi dan UMKM, SatPol PP, Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman,

Dinas Bina Marga dan SDA, Dinas lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PD. Pasar

Pakuan Jaya, Kantor Kesbang dan Politik serta Kecamatan dan Kelurahan yang

tentunya disesuaikan dengan tupoksi masing – masing. Program – program tersebut

dijabarkan melalui kegiatan – kegiatan yang ada di SKPD masing – masing.

Dalam upaya mendapatkan formulasi terbaik untuk menata PKL, Kantor

Koperasi dan UMKM juga telah melaksanakan kegiatan Kajian Penataan PKL Kota

Bogor yang telah selesai dilaksanakan pada bulan Desember 2012 yang diharapkan

dapat menghasilkan konsep penataan PKL berdasar pada aspirasi berbagai

stakeholder seperti pemerintah kota, PKL dan warga masyarakat. Kegiatan ini

difokuskan dalam mencari solusi terbaik tentang langkah penataan PKL dengan

fokus yang direkomendasikan antara lain yaitu :

1. Penataan PKL dalam bentuk relokasi dengan 3 (tiga) tahap penangann yaitu :

Jangka pendek dengan pola infil (dimasukkan) pada ruas jalan tertentu sekitar

lokasi semula dengan persyaratan tertentu;

Jangka menengah dengan memanfaatkan lahan/ruang di sekitar lokasi eksisting

Jangka panjang dengan relokasi PKL ke zona yang diperuntukkan untuk

kawasan penataan PKL, sesuai dengan RTRW yaitu Wilayah Pengembangan

(WP) B dengan lokasi Bubulak-Sindangbarang, WP C dengan lokasi Yasmin-

Pasar TU Kemang, WP D lokasi Tajur dan sekitar rencana akses tol Ciawi-

Sukabumi Inner Ring Road. Penetapan lokasi berdasarkan pada

kesamaan/karakteristik kesesuaian alam dan sosial ekonomi, batasan fisik,

batasan administrasi, batasan kesatuan cakupan pelayanan, jumlah penduduk

yang dilayani, posisi dalan struktur kota dan kesamaan tipologi penanganan

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

24

2. Pembentukan kantong-kantong PKL bagi PKL yang memiliki kesamaan

komoditas yang diperjualbelikan yang diarahkan pada penggunaan asset pemkot

dan sesuai rencana tata ruang;

3. Kerjasama pembangunan kios di komplek tempat hiburan, obyek wisata, pusat

perbelanjaan dan lingkungan tempat pendidikan;

4. Pemberdayaan paguyuban PKL sebagai sarana komunikasi;

5. Pembentukan Koperasi PKL;

6. Pembinaan usaha dan pembinaan mental wirausaha;

7. Penertiban dan penegakan perda. Hasil nyata dari pelaksanaan penataan dan penertiban PKL di Kota Bogor

selama tahun 2012 antara lain :

1. Kesepakatan dengan PKL di sekitar Suryakencana dengan melakukan pergeseran

dan penataan PKL malam hari di 3 lokasi antara lain di Jalan Otista, Jalan Lawang

Saketeng dan Jalan Roda sehingga fungsi pedestrian dan jalan di wilayah

Suryakencana dapat berjalan dengan baik pada malam hari. Hal ini dilaksanakan

dalam upaya membuka akses jalan Suryakencana pada malam hari dan PKL dapat

tetap mencari nafkah sampai Kota Bogor memiliki fasilitas penampungan PKL

yang representatif.

2. Pemeliharaan jalan Pajajaran sebagai etalase Kota Bogor agar tetap bebas dari

PKL

3. Kerjasama dengan Kementerian Koperasi dan UMKM dalam rangka penataan

PKL di Jalan Roda, Papandayan, Tegal Gundil dan Gang Selot melalui kegiatan

penataan, pelatihan dan perbaikan sarana prasarana PKL.

4. Kerjasama dengan PT. KAI melalui kegiatan penataan 200 PKL di sepanjang

Jalan Nyi Raja Permas dengan membuat pedestrian yang nyaman untuk pejalan

kaki dan penempatan PKL di dalam pusat jajanan PKL yang dilewati oleh pejalan

kaki yang menuju ke Stasiun Besar Kota Bogor.

Dalam pelaksanaan pemberdayaan PKL beberapa startegi yang dilakukan di

Kota Bogor (Kantor Koperasi dan UKM, 2013), antara lain :

1. Peningkatan kemampuan berusaha

2. Fasilitasi akses permodalan

3. Fasilitasi bantuan sarana dagang

4. Penguatan kelembagaan

5. Fasilitasi peningkatan produksi

6. Pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi, dan

7. Pembinaan dan bimbingan teknis.

Manajemen Strategis

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk

merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional

yang membuat organisasi mampu mencapai objektivittas. Delapan istilah kunci

dalam manajemen strategis yaitu : perencanaan strategi, pernyataan visi dan misi,

peluang dan ancaman, kekuatan dan kelemahan, tujuan jangka panjang, strategi,

sasaran dan kebijakan (David, 2004).

Konsep strategis berkembang mulai dari sekedar alat untuk mencapai tujuan,

kemudian berkembang menjadi alat menciptakan keunggulan bersaing dan

selanjutnya menjadi landasan untuk memberi respon terhadap kekuatan-kekuatan

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

25

internal dan eksternal. Sehingga menjadi alat untuk memberikan kekuatan, motivasi

kepada stakeholder agar perusahaan tersebut dapat memberikan kontribusi secara

optimal (Rangkuti, 2004).

Tugas utama dari manajemen strategis adalah memberikan secara menyeluruh

misi dari suatu bisnis, artinya mengajukan pertanyaan “apa bisnis kita ?” pertanyaan

ini mengiring pada penetapan objektif, pengembangan strategi dan membuat

keputusan sekarang untuk hasil dimasa depan, lebih lanjut mengemukakan bahwa

proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap : perumusan strategi, implementasi

strategi dan evaluasi strategi (David, 2004). Perumusan strategi termasuk

mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan,

menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang,

menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.

Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan objektif

tahunan, melengkapi dengan kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan

sumber daya sehingga strategi yang dirumuskan untuk dilaksanakan. Hal ini

termasuk mengembangkan budaya mendukung strategi, menciptakan struktur

organisasi yang efektif, mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran,

mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi dan menghubungkan

kompensasi dengan prestasi organisasi, implementasi strategi tersebut sering disebut

tahap tindakan manajemen strategis.

Evaluasi strategis adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Semua

strategi dapat dimodifikasi dimasa depan karena faktor-faktor eksternal dan internal

selalu berubah. Ada tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi

yaitu : (1) meninjau faktor-faktor ekternal dan internal yang menjadi dasar strategi

(2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi

diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan

dimasa depan. Mengenai misi, sasaran dan strategi organisasi yang sudah ada

merupakan titik awan yang logis untuk manajemen strategis karena situasi dan

kondisi perusahaan saat ini mungkin menghalangi strategi tertentu dan mungkin

bahkan mendikte tindakan tertentu. Proses manajemen strategis bersifat dinamis dan

berkelanjutan. Apapun yang akan terjadi, keputusan strategis mempunyai

konsekuensi berbagai fungsi utama dan pengaruh jangka panjang.

Pada suatu organisasi, proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu :

perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Sasaran jangka

panjang berarti lebih dari satu tahun, dapat ditentukan sebagai hasil spesifik yang

ingin dicapai sebuah organisasi dengan melaksanakan misi dasarnya. Sasaran perlu

untuk keberhasilan organisasi karena menyatakan arah, mambantu dalam evaluasi,

menciptakan sinergi, mengungkapkan prioritas, memfokuskan koordinasi dan

menyediakan dasar untuk perencanaan, pengorganisasian, memotivasi dan

mengendalikan aktivitas secara efektif. Sasaran tahunan adalah patokan jangka

pendek yang harus dicapai oleh organisasi dalam rangka mencapai sasaran jangka

panjang, harus dapat diukur, kuantitatif, menantang, realistik, konsisten dan

mempunyai prioritas.

Peluang eksternal dan ancaman eksternal merujuk pada keadaan ekonomi,

sosial, budaya, demografi lingkungan, politik, hukum, pemerintah, teknologi dan

kecenderungan persaingan serta peristiwa yang dapat menguntungkan atau

merugikan suatu organisasi secara signifikan dimasa depan. Peluang dan ancaman

sebagian besar diluar kendali organisasi yang disebut dengan eksternal. Ajaran

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

26

mendasar dari manajemen strategi adalah bahwa perusahaan perlu merumuskan

strategi untuk memanfaatkan peluang eksternal dan menghindari atau mengurangi

dampak ancaman ekternal untuk sukses merupakan hal yang penting dilaksanakan

dengan pengumpulan serta memahami informasi eksternal yang disebut dengan

mengamati lingkungan (environmental scanning) atau evaluasi industri.

Kekuatan internal dan kelemahan internal adalah aktivitas dalam kendali

organisasi yang prestasinya luar biasa baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan

muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan/akutansi,

produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan sistem informasi komputer serta

bisnis, mengenali dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi dalam

berbagai bidang fungsional dari bisnis adalah aktivitas manajemen strategis. Diagram

manajemen strategis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Manajemen Strategis

David (2004), menyatakan bahwa manajemen strategis menawarkan manfaat

berikut ini :

1. Memungkinkan mengenali, menetapkan prioritas dan memanfaatkan berbagai

peluang.

2. Menyediakan pandangan objektif mengenai masalah manajemen.

3. Menjadi kerangka kerja untuk memperbaiki koordinasi dan pengendalian

aktivitas.

4. Meminimalkan pengaruh kondisi dan perubahan yang merugikan.

5. Memungkinkan keputusan utama yang lebih baik mendukung sasaran yang telah

ditetapkan.

6. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang lebih efektif untuk

mengenali peluang.

7. Memungkinkan sumber daya yang lebih kecil dan waktu lebih sedikit

dicurahkan untuk mengoreksi kesalahan atau keputusan.

8. Menciptakan kerangka kerja untuk berkomunikasi internal diantara staf.

9. Membantu memadukan tingkah laku individual menjadi total

10. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab individu.

Penetapan

Tujuan

Jangka

panjang

Pemilihan

dan

Penetapan

Strategi

Penetapan

Kebijakan

dan Tujuan

Tahunan

Pengaloka

sian

Sumber

Daya

Implementasi

Melakukan

Analisa

Eksternal

Umpan Balik

Melakukan

Analisa

Eksternal

Mengukur

dan

Mengevaluasi

Kinerja

Penetapan

Visi dan Misi

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

27

11. Memberikan dorongan untuk pemikiran ke depan.

12. Menyediakan pendekatan kerjasama terpadu dan antusias dalam menangani

berbagai masalah dan peluang.

13. Mendorong tingkat disiplin dan formalitas yang tepat pada manajemen dari

suatu bisnis.

Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang

dan kendala (ancaman) yang dimiliki oleh objek yang diteliti di Kota Bogor.

Rangkuti (1997) menyatakan bahwa matrik SWOT dipakai untuk menyusun faktor-

faktor strategi perusahaan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal

yaitu peluang dan ancaman dengan faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan

sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Adapun

matriks SWOT disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Matriks SWOT

Faktor Internal Faktor Eksternal

Stengths – S

Tentukan faktor-faktor kekuatan internal

Weakness – W

Tentukan faktor-faktor kelemahan internal

Opportunities – O

Tentukan faktor-faktor peluang eksternal

Strategi S – O

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi W – O

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Threats – T

Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal

Strategis S – T

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi W – O

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2000)

Dalam analisis SWOT, Rangkuti (2000) menggunakan matriks yang akan

menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif dari suatu strategi, yaitu :

1. Strategi SO : strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk

merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST : strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

mengatasi ancaman yang mungkin timbul.

3. Strategi WO : strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang

ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT : strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan

berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

28

Tabel 3 Matriks perencanaan strategis kuantitatif

Faktor-Faktor Kunci Bobot Alternatif-alternatif Strategi

AS (Strategi 1)

TAS (Strategi 1)

AS (Strategi 2)

TAS (Strategi 2)

Peluang 1. 2. Dst

Ancaman 1. 2. Dst

Kekuatan 1. 2. Dst

Kelemahan 1. 2. Dst

Jumlah Total

Keterangan : AS (Attract Score) TAS (Total Attract Score)

Sumber : David (2004)

Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas

L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg pada tahun 1970-an.

AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang

berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain

untuk sampai pada skala preferensi diantara berbagai set alternatif

(Falatehan,2011:1).

AHP adalah salah satu bentuk pengambilan keputusan yang pada dasarnya

berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Peralatan

utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya

persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak

terstruktur dipecah dalam kelompok-kelompoknya, kemudian diatur menjadi suatu

bentuk hirarki.

AHP dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi

suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu

masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur masalah yang belum jelas,

ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari

satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut Saaty, hirarki

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

29

didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks

dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti

level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari

alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam

kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki

sehingga permasalahan akan tampak.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang

terdiri dari :

1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus bisa

membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri

harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala

x, maka B lebih disukai dari A dengan skala.

2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan

dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan

satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang

dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu‟cluster‟

(kelompok elemen-elemen) yang baru.

3. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa

kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh

objektif secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau

pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan antara

elemen-elemen dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-

elemen dalam level di atasnya.

4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki

diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil

keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau

diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

Dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada tiga

prinsip: prinsip menyusun hirarki, prinsip menetapkan prioritas dan prinsip

konsistensi.

a. Menyusun Hirarki

Ialah menggambarkan dan menguraikan secara hirarki, yaitu memecah persoalan

menjadi unsur-unsur yang terpisah.

b. Menentukan Prioritas

Penentuan prioritas ini berdasarkan atas perbedaan prioritas dan sintesis, yaitu

menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif tingkat kepentingannya.

c. Konsistensi Logis

Ialah menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkat

secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Dalam model AHP digunakan batas 1 sampai 9 yang dianggap cukup mewakili

persepsi manusia. Perbandingan antar elemen satu dengan yang lain digunakan untuk

memperoleh gambaran pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap

masing-masing tujuan (elemen yang lain) setingkat di atasnya. Perbandingan

didasarkan pada penilaian (judgment) dan para pengambil keputusan dengan

memberikan penilaian tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen

lainnya dengan kriteria sebagaimana Tabel Perbandingan sesuai tingkat kepentingan

secara berpasangan dilakukan dengan kuantifikasi atas data kualitatif pada materi

wawancara atau melalui kuesioner dengan nilai komparasi/pembobotan antara nilai 1

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

30

sampai 9 (Falatehan,2011).

Tabel 4 Skala banding secara berpasangan dalam AHP

Intensitas Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang

lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain

7 Elemen sang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain.

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Jika untuk aktivitas ke-i mendapat satu angka bila

dibandingkan dengan aktivitas ke-j, maka j mempunyai nilai

kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penataan dan pemberdayaan

PKL memberikan gambaran tentang karakteristik PKL, peran pemerintah dan upaya

solusi yang direkomendasikan. Beberapa fokus penyelesaian nampaknya masih perlu

beberapa pendekatan yang mendekatkan pada solusi nyata bagi pemberdayaan PKL.

Lemahnya penegakan aturan dan pendekatan solusi kreatif masih menjadi masalah

bagi penataan PKL.

Hasil penelitian Mubarak (2012) dengan pendekatan analisis regresi dan

AWOT menyimpulkan bahwa strategi pendekatan pemberdayaan PKL di Kota

Bogor perlu dilakukan dengan beberapa tahapan. Dimulai dari proses pendataan dan

pemetaan, dialog antara pemerintah dan PKL, menyiapkan ruang relokasi bagi PKL,

pembatasan jumlah pedagang dan kerjasama dengan swasta dalam penyiapan ruang

bagi PKL.

Penelitian Akliyah (2008) tentang kajian penataan PKL di Tasikmalaya dengan

pendekatan partisipatif, menyimpulkan 2 alternatif penataan PKL antara lain:

Alternatif pertama, relokasi in-situ yaitu berupa pengaturan lapak, penyeragaman

sarana berjualan (gerobak, bangku/jongko), pengaturan jenis dagangan, dan

pengaturan waktu berdagang. Alternatif kedua, relokasi eks-situ, yaitu memindahkan

PKL di jalan-jalan ke suatu tempat yang dikhususkan untuk menampung PKL.

Agustinus (2010), dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP)

pada penelitian strategi penataan PKL di Jakarta Utara, menyimpulkan bahwa secara

keseluruhan alternatif dengan prioritas tertinggi adalah penentuan lokasi strategis

tempat usaha bagi PKL, yang merupakan variabel dari aspek ekonomi.

Penelitian Nazir (2010), Dewi Suci, dkk (2008), Winarti (2012), dan Iswanto

(2007) telah memberikan gambaran mengenai karater PKL dari aspek pendapatan,

penggunaan ruang publik dalam berdagang, faktor modal PKL, pengorganisasian

PKL, dan upaya rancang ulang desain ruang untuk PKL.

Beberapa hasil kajian terdahulu, disajikan dalam Tabel 5 dibawah ini.

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

31

Tabel 5 Penelitian terdahulu

N

O

JUDUL NAMA &

TAHUN

METODOLOGI HASIL

1 Karakteristik Dan

Permasalahan

Pedagang Kaki

Lima (Pkl) Serta

Strategi Penataan

Dan

Pemberdayaanny

a Dalam Kaitan

Dengan

Pembangunan

Ekonomi

Wilayah Kota

Bogor

Ahmad

Mubarak,

2012

Disertasi, IPB

Analisis deskriptif

digunakan untuk

mengkarakteristik

kan PKL dan

persepsi

masyarakat,

pemasok dan

pesaing mengenai

keberadaan PKL.

Analisis regresi

dilakukan

terhadap faktor-

faktor yang

mempengaruhi

pendapatan PKL

Untuk

menganalisis

strategi penataan

dan pemberdayaan

PKL digunakan

metode hibrid

AWOT

Beberapa strategi

dirumuskan yaitu : (a)

Registrasi dan

pembuatan database

PKL, (b)

Pemberdayaan

ekonomi pelaku PKL,

(c) Menyatukan

persepi dalam

pengelolaan PKL, (d)

Penundaan

penggusuran & dialog

dengan pemda, (e)

Pembatasan jumlah

pedagang dalam satu

lokasi and (f)

mensyaratkan setiap

pengelola

gedung/pabrik/komple

ks perumahan untuk

menyediakan lokasi

tertentu bagi PKL,

serta melakukan

Penataan lokasi PKL

2 Kajian Penataan

Pedagang Kaki

Lima (PKL) di

Kota

Tasikmalaya

Secara

Partisipatif

Leli Syiddatul

Akliyah, 2008

Tesis, IPB

Analisis Rank-

Spearman untuk

analisis

keterkaitan

karakteristik PKL

Analisis Deskriptif

untuk tinjauan

karakteristik PKL,

Kebijakan Tata

Ruang

Tasikmalaya, dan

aspirasi

masyarakat

tentang PKL.

Peta tematik

berbasis GIS

Alternatif model dari

hasil penelitian ini ada

2 alternatif penataan

PKL. Alternatif

pertama, relokasi in-

situ yaitu berupa

pengaturan lapak,

penyeragaman sarana

berjualan (gerobak,

bangku/jongko),

pengaturan jenis

dagangan, dan

pengaturan waktu

berdagang.

Alternatif kedua,

relokasi eks-situ, yaitu

memindahkan PKL di

jalan-jalan ke suatu

tempat yang

dikhususkan untuk

menampung PKL.

3 Strategi

Penanganan

Pedagang Kaki

Tumpal

Hasiholan

Agustinus,

Dengan

menggunakan

pendekatan

Secara keseluruhan

alternatif dengan

prioritas tertinggi

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · sederhana sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, modal kecil, ... sliding price system); (2) terdapat proses tawar

32

Lima Di Kota

Administrasi

Jakarta Utara

2010

Tesis, UI

Analytical

Hierarchy Process

(AHP)

adalah penentuan

lokasi strategis tempat

usaha bagi PKL, yang

merupakan variabel

dari aspek ekonomi.

4 Analisis

Determinan

Pendapatan

Pedagang Kaki

Lima Di

Kabupaten Aceh

Utara

Nazir, 2010 penelitian

deskriptif

kuantitatif serta

sifat penelitiannya

adalah eksplanasi.

Metode analisis

data yang

digunakan adalah

Multiple

Regrssion Linear

(Analisis Regresi

Berganda)

Hasil analisis hipotesis

pertama menunjukkan

bahwa secara simultan

modal kerja,

jam usaha, pengalaman

dan jenis barang

dagangan (produk)

berpengaruh sangat-

sangat

signifikan terhadap

pendapatan pedagang

kaki lima di Kabupaten

Aceh Utara, dan secara

parsial modal kerja

sebagai variabel yang

paling dominan.

Metode analisis data

hipotesis

kedua yang digunakan

adalah Chi Square.

Hasil hipotesis kedua

menunjukkan bahwa

ada

perbedaan pendapatan

pedagang kaki lima

yang berdagang di

bawah jam usaha rata-

rata

dengan yang

berdagang di atas jam

usaha rata-rata di

Kabupaten Aceh

Utara.

4 Penataan Fungsi

Dan Fisik

Arsitektural

Ruang Terbuka

Kota Akibat

Pedagang Kaki

Lima

Studi Kasus;

Kawasan

Manahan

Surakarta

Dwi Suci Sri

Lestari dan

Djumiko,

2008

Jurusan

Arsitektur

Fakultas

Teknik

Universitas

Tunas

Pembangunan

Metode penelitian,

pendekatan

deskriptik analitik

perpaduan antara

pendekatan kualitatif

induktif-deduktif

dengan naturalistik

Hasilnya design guide-

lines penataan

Kawasan Manahan

melalui penataan PKL

pada kelompok lokasi:

seputar Lapangan

Manahan, sebelah

selatan rel KA

(penggal

timur dan barat Jl

Hasanuddin), dan

seputar Lapangan Kota

Barat. Sebagian