9 2. TINJAUAN PUSTAKA Tepung Pisang Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Tepung pisang dibuat dari buah pisang yang masih mentah yang sudah cukup tua namun belum masak. Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalui proses fortifikasi selama pengolahan, dan menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan. Tepung pisang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada pembuatan roti, cake, kue kering, campuran tepung terigu, dan campuran makanan bayi. Pada dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, tapi warna tepung yang dihasilkan beragam, karena dipengaruhi oleh tingkat ketuaan buah, jenis buah dan cara pengolahan. Buah pisang kepok mempunyai warna tepung yang paling baik yaitu putih. Ada beberapa jenis pisang yang warnanya berbeda-beda, tetapi hampir semua yang dijual di pasar atau supermarket berwarna kuning ketika sudah matang dengan bentuk mayoritas melengkung. Deptan (2009) mengklasifikasikan jenis pisang menjadi empat yaitu: 1. Pisang yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak yaitu Musa paradisiaca var.sapienium, M. nana L atau M. cavendishii, dan M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, barangan dan mas. 2. Pisang yang dimakan setelah diolah yaitu M. paradisiaca formatypica atau M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. 3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan kluthuk. 4. Pisang yang diambil seratnya, misalnya pisang manila/abaca.
19
Embed
2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · roti, cake, kue kering, campuran tepung terigu, dan campuran makanan bayi. Pada Pada dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tepung Pisang
Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Tepung pisang dibuat dari buah pisang yang
masih mentah yang sudah cukup tua namun belum masak. Manfaat pengolahan
pisang menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam
pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan,
mampu memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi
buah melalui proses fortifikasi selama pengolahan, dan menciptakan peluang
usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan.
Tepung pisang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada pembuatan
roti, cake, kue kering, campuran tepung terigu, dan campuran makanan bayi. Pada
dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, tapi warna
tepung yang dihasilkan beragam, karena dipengaruhi oleh tingkat ketuaan buah,
jenis buah dan cara pengolahan. Buah pisang kepok mempunyai warna tepung
yang paling baik yaitu putih.
Ada beberapa jenis pisang yang warnanya berbeda-beda, tetapi hampir
semua yang dijual di pasar atau supermarket berwarna kuning ketika sudah
matang dengan bentuk mayoritas melengkung. Deptan (2009) mengklasifikasikan
jenis pisang menjadi empat yaitu:
1. Pisang yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak yaitu
Musa paradisiaca var.sapienium, M. nana L atau M. cavendishii, dan M.
sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah diolah yaitu M. paradisiaca formatypica atau
M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan
daunnya. Misalnya pisang batu dan kluthuk.
4. Pisang yang diambil seratnya, misalnya pisang manila/abaca.
- Menstimulasi metabolisme karbohidrat; meningkatkan massa sel bakteri, asam lemak rantai pendek
- Selektif terhadap bifidobakteria dan bakteri asam laktat dalam usus besar
- Tidak terhidrolisis oleh mikroorganisme mulut
- Tidak bersifat glikemik - Menstimulasi dan bersifat tidak spesifik
terhadap fungsi imun - Memodulasi metabolisme karsinogen - Mengurangi sintesis LDL dan trigliserida
serum - Meningkatkan penyerapan Mg dan Ca
Melalui asam lemak rantai pendek, menyediakan sumber energi untuk epitel kolon dan mengontrol diferensiasi serta menghindari sembelit
Meningkatkan retensi terhadap invasi patogen
Melindungi terhadap karies gigi
Bermanfaat bagi penderita diabetes
Mencegah infeksi
Bersifat antikarsinogen atau antikanker Mencegah penyakit jantung koroner
Mencegah osteoporosis
Prebiotik dapat memodulasi pertumbuhan bakteri yang menguntungkan
(probiotik). Peningkatan populasi probiotik memiliki manfaat diantaranya yaitu
mencegah kanker karena dapat menghilangkan bahan prokarsinogen dari tubuh
dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Probiotik tertentu seperti
Bifidobacterium infantis mengandung bahan aktif anti tumor pada dinding sel.
Selain itu probiotik juga memproduksi berbagai enzim pencernaan (fosfatase,
lisozim) dan vitamin (B1, B2, B6, asam folat, dan biotin) yang akan diserap di
dalam usus halus dan dimanfaatkan oleh tubuh serta memproduksi asam laktat dan
asam asetat sehingga menyebabkan usus menjadi asam dan akhirnya menekan
pertumbuhan bakteri patogen penyebab radang usus seperti Escherichia coli dan
Clostridium perfringens. Senyawa asam yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
(probiotik) mampu menurunkan pH usus, meningkatkan absorpsi kalsium dan
mengurangi penyerapan amonia dan amina sehingga dapat mencegah tekanan
darah tinggi, kolesterol dan kanker yang disebabkan oleh nitrosamin.
Streptococcus thermophilus mampu menunjukkan aktivitas anti tumor dan
21
menghasilkan antioksidan indigenus yaitu superoksid dismutase (Salminen &
Wright 2004).
Fermentasi Bakteri Asam Laktat pada Pangan Berpati
Bakteri asam laktat (BAL) dapat ditemukan pada produk fermentasi spontan
seperti ogi dari singkong (Reddy et al. 2008), asinan buah dan sayur
(Kusumawaty et al. 2003), urutan yang merupakan sosis khas Bali dari daging
babi (Antara et al. 2002). Selain itu BAL juga dapat diisolasi dari daging (Arief et
al. 2011), susu (Sujaya et al. 2008), limbah kedelai (Malik et al. 2008), minuman
serta buah yang busuk (Plessis et al. 2004). BAL tertentu seperti Lactobacillus
plantarum, L. fermentum, L. manihotivorans, L. amylophillus, L. amylovorus, L.
amilolyticus, Leuconostoc cellobiosus, L. acidophillus, Leuconostoc sp,
Streptococcus bovis dan S. macedonicus telah dilaporkan memiliki sifat amilolitik
yaitu mampu menghasilkan enzim amilase untuk mendegradasi pati (Reddy et al.
2008).
BAL dapat memfermentasi pangan berkarbohidrat seperti jagung, kentang,
ubi kayu, serealia dan lain sebagainya. Bakteri ini mampu menghasilkan enzim
amilase dan asam yang dapat menghidrolisis sebagian pati seperti pati jagung,
kentang, atau singkong dan beberapa substrat berpati lainnya (Reddy et al. 2008).
Spesies terbaru BAL amilolitik adalah Lactobacillus manihotivorans yang
diisolasi dari pati asam ubi kayu (Reddy et al. 2008). Olympia et al. (1995)
mengkarakteristik strain L. plantarum dari makanan khas Filipina yaitu burong
isda yang terbuat dari ikan dan nasi. Strain amilolitik L. fermentum pertama kali
diisolasi dari adonan pati jagung Benin (ogi dan mawe) (Agati et al. 1998). Sanni
et al. (2002) menemukan strain BAL amilolitik dan L. fermentum dari pangan
terfermentasi khas Nigeria. BAL amilolitik menghasilkan enzim ekstraseluler
yaitu amilase dan pululanase yang dapat menghidrolisis sebagian pati alami
menjadi gula sederhana dan oligosakarida lain atau dekstrin (Sikorsi 2002).
Vishnu et al (2006) mengidentifikasi enzim amilase dan pululanase dari
Lactobacillus amylophilus GV6 sebagai protein dengan berat molekul 90 KDa.
Kedua enzim ini mempunyai aktivitas sebesar 0.439 U/g/min untuk amilase dan
22
0.18 U/g/min untuk pululanase yang difermentasi pada media dedak gandum
(wheat bran). Aktivitas α-amilase dalam fermentasi pati oleh Streptococcus bovis
sebesar 1.41 U/ml lebih besar daripada fermentasi glukosa (0.06 U/ml) (Narita et
al. 2004). Enzim α-amilase akan memotong karbohidrat pada ikatan endo-α 1,4
menghasilkan maltosa dan dekstrin. Pululanase akan memotong karbohidrat pada
ikatan endo-α 1,6 menghasilkan dekstrin linier (Sikorsi et al. 2002).
Wronkowska et al. (2006) menjelaskan bahwa fermentasi pati gandum,
pati kentang dan pati kacang polong oleh BAL selama 24 jam menunjukkan
perubahan mikrostruktur yaitu pembentukan struktur globular dan lamelar.
Sajilata et al. (2006) menjelaskan perubahan struktur pati dari kristalin menjadi
lebih porus (amorf), meningkatkan kemampuan pelepasan amilosa serta
menurunkan suhu gelatinisasi pati. Semakin banyak amilosa yang terlarut selama
proses gelatinisasi maka akan semakin tinggi terjadinya retrogradasi pati selama
proses pendinginan. Pati yang mengalami retrogradasi akan memiliki sifat lebih
resisten terhadap enzim pencernaan. Pati ini sering disebut sebagai pati resisten
tipe III (RS3). Perubahan yang terjadi pada granula pati akibat fermentasi BAL
dapat diamati dengan menggunakan mikroskop elektron (Gambar 2.3 dan Gambar
2.4).
Gambar 2.3 Perubahan granula pati (A) sebelum dan (B) sesudah difermentasi
oleh bakteri asam laktat amilolitik. Sumber: Wijbenga (2000)
Gambar 2.4 Granula pati pada media MRS cair (A) sebelum diotoklaf,
(B) sesudah diotoklaf, (C) setelah difermentasi oleh
B
A
A
C B
23
L. amylophilus GV6. Sumber: Vishnu et al. (2006)
Identifikasi Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri yang dapat
memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat. BAL yang
menghasilkan dua molekul asam laktat dari fermentasi glukosa disebut bakteri
asam laktat homofermentatif, sedangkan BAL yang menghasilkan satu molekul
asam laktat dan satu molekul etanol serta satu molekul karbon dioksida disebut
bakteri asam laktat heterofermentatif (Reddy et al. 2008).
Identifikasi BAL dapat dilakukan berdasarkan sifat fenotip dan genotip.
Identifikasi fenotip hanya terbatas sampai tingkat spesies yang didasarkan pada
hasil pengamatan morfologi seperti bentuk sel, tipe koloni dan pewarnaan Gram,
uji fisiologis, metabolik (biokimia) atau kemotaksonomi. BAL merupakan bakteri
dengan sifat katalase negatif sehingga pada uji katalase dengan hidrogen
peroksida 30% tidak menghasilkan gelembung udara/gas. Identifikasi fenotip
dengan pengujian fisiologis berdasarkan pola fermentasi BAL pada beberapa gula
terkadang bias untuk beberapa spesies tertentu. Oleh karena itu identifikasi
genotip perlu dilakukan untuk uji konfirmasi spesies BAL (Plessis et al. 2004).
Identifikasi genotip dilakukan dengan menggunakan metode molekuler di
antaranya yaitu melalui penentuan urutan basa DNA pengkode 16S rRNA pada
bakteri dengan metode Polymerase Chain Reactions (PCR)-sekuensing (Ammor
et al. 2005). Aplikasi molekuler DNA pengkode 16S rRNA untuk menganalisis
keragaman molekuler suatu bakteri sangat sesuai karena gen ini terdapat pada
semua mikroorganisme prokariot. Gen pengkode 16S rRNA bersifat stabil dalam
sel bakteri daripada rRNA yang biasanya dapat terdegradasi dan hanya terdapat
pada fase-fase tertentu saja (Guttel et al. 1994).
DAFTAR PUSTAKA
24
Ammor S, C Rachman, S Chaillou, H Prevost, X Dousset, M Zagorec, E Dufour, I Chevallier. 2005. Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from a small-scale facility producing traditional dry sausages. J Food Microbiol. 22: 373–382
Antara NS, IN Sujaya, A Yokota, K Asano, WR Aryanta, F Tomita. 2002. Identification and succession of lactic acid bacteria during fermentation of ‘urutan’, a Balinese indigenous fermented sausage. World J Microbiol & Biotechnol 18: 255–262, 2002.
Arief II, Jenie BSL, Asyawan M, Witarto AB. 2010. Efektivitas probiotik Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4 sebagai pencegah diare pada tikus percobaan. J Media Peternakan. 33 (3): 137-143.
Astawan M, Widowati S. 2011. Evaluation of nutrition and glycemic index of sweet potatoes and its appropriate processing to hypoglycemic foods. Indonesian J Agricultural Science. Vol 12 (1)
Aurore G, Parfait B, Fahrasmane L. 2009. Bananas, raw materials for making processed food products. J Trends in Food Science & Technology. 20: 78 - 91
Collin MD, Gibson GR. 1999. Probiotics, prebiotics and synbiotics: approaches for modulating the microbial ecology of the gut. American J Clin Nutr. Vol. 69, No. 5. http://www.ajcn.org/cgi/ content/full/69/5/1052S [12 Okt 2008].
Croghan M. 2002. Resistant starch as a functional ingredient in food systems. J Business Briefing: FoodTech. (Referece Section).
[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Produktivitas Pisang di Kabupaten Lumajang dalam Laporan Departemen Pertanian Kabupaten Lumajang Tahun 2008.
Eliasson AC, Gudmunsson M. 1996. Starch: physicochemical and functional properties aspects. In: Carbohydrates in Food (Edited by Eliasson A.C.), Marcel Dekker, Inc. New York. p 431-504.
Emanuel C. 2005. Pengaruh Fosforilasi dan Penambahan Asam Stearat Terhadap Karakteristik Film Edible Pati Sagu. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. Technical meeting on preobitics. http://www.fao.org/ag/agn/agns/files/Prebiotics_Tech_Meeting_ Report.pdf. Accessed on 22 November 2008.
Foster-Powell K, Miller JB. 1995. International tables of glycemic index. Am J Clin Nutr. 62(suppl 2):S871–S890
Gibson GR, Berry-Ottaway J, Rastall RA. 2000. Prebiotics: new developments in functional foods. Chandos Publishing Limited, Oxford, United Kingdom.
Gibson GR, Roberfroid M. 1995. Dietary modulating of the human colonic microbiota: introducting the concept of prebiotics. J Nutr. 125: 1401-1412. http:/www.ajcn.org/cgi/content/full/69/5/1052S [12 Nov 2008].
Guttel RR, Larsen N, Woese CR. 1994. Lesson from evoluation rRNA, 16S rRNA and 23S rRNA strutsfores from a comparative perspective microbes. J Kes. 58: 10-26
Hegar B. 2007. Mikroflora saluran cerna pada kesehatan anak. J Dexa Media. 20 (1). Januari -Maret.
Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB
Jenie BSL, Widowati S, Kusumaningrum HD. 2010. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB
Kumari SK, Thayumanavan B. 1997. Comparative study of resistant starch from minor millets on intestinal responese, blood glucose, serum cholesterol and triglycerides in rats. J Sci Food Agric. 75:296-302.
Kusumawati N, Jenie BSL, Siswasetyahadi, Hariyadi RD. 2003. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan menurunkan kolesterol. J Mikrobiologi Indonesia. 8 (2): 39-43
Lawal OS. 2004. Composition, physicochemical properties and retrogradation characteristics of native, oxidised, acetylated and acid-thinned new cocoyam (Xanthosoma sagittifolium) starch. J Food Chem. 87: 205–218
Macfarlane GT, Cummings JH. 1999. Probiotics and Prebiotics: can regulating the activities of intestinal bacteria benefit health? J Brit Med. April. 10.318(17189):999-1003.http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. fcgi?artid=1115424 [21 Agust 2008].
Malik A, Donna M. Ariestanti, Nurfachtiyani A, Yanuar A. 2008. Skrining gen glukosiltransferase (gtf) dari bakteri asam laktat penghasil eksopolisakarida. J Makara Sains. 12 (1): 1-6
Manderson K, Pinar M, Tuhoy KM, Race WE, Otckiss AT, Widmer W, Yadhav MP, Gibson R, Rastall RS. 2005. In vitro determination of prebiotic properties of oligosaccharides derived from an orange juice manufacturing by-product stream. App and Env Microbiol. 71 (12): 8383-8389,
Mendosa. 2008. Revised international table of glycemic index (GI) and glycemic load (GL) values. www.mendosa.com [11Jan 2009].
Nunez-Santiago MC, Bello-Perez LA, Tecante A. 2004. Swelling-solubility characteristics, granule size distribution and behavior of banana (Musa paradisiaca) starch. Carb Polym. 56: 65-75.
Olympia M, Fukuda H, Ono H, Kaneko Y, Takano M. 1995. Characterization of starch-hydrolyzing lactic acid bacteria isolated from a fermented fish and rice food, “Burong Isda,” and its amylolytic enzyme. J Ferment Bioeng. 80:124–30.
Plessis HW, Dicks LMT, Pretorius IS, Lambrechts MG, Toit MD. 2004. Identification of lactic acid bacteria isolated from South African brandy base wines. Intern J Food Microbiol. 91: 19– 29
Reddy G, Altaf M, Naveena BJ, Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic bacterial lactic acid fermentation — A review. J Elsevier- Biotechnol Adv. 26: 22–34.
[RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014.
Roberfroid M. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited. The Journal of Nutrition Effect of Probiotics and Prebiotics.137:830S-837S [01 Juni 2008]
Saguilan AA, Flores-Huicochea E, Tovar J, Garcia-Suarez F, Guiterrez-Meraz F, Bello-Perez LA. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch/Starke. 57:405-412.
Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17.
Salminen S, Wright AV. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and functional aspect. 2nd Edition. Revised and Expanded. New York: Marcell Dekker, Inc.
Sanni A, Morlon-Guyot J, Guyot JP. 2002. New efficient amylase-producing strains of Lactobacillus plantarum and L. fermentum isolated from different Nigerian traditional fermented foods. Int J Food Microbiol. 72:53–62.
Sikorsi ZE. 2002. Chemical and functional properties of food components. Ed ke-2. CRC Press
Sujaya N, Ramona Y, Widarini NP, Suariani NP, Dwipayanti NMU, Nociaanitri KA, Nursini NW. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari susu kuda sumbawa. J Veteriner. 9 (2): 52-59
Tribess TB, Hernandez-Uribe JP, Mendez-Montealvo MGC, Menezes EW, Bello-Perez LA, Tadini CC. 2009. Thermal properties and resistant starch content of green banana flour (Musa cavendishii) produced at different drying conditions. J Food Sci and Technol. 42:1022-1025.
Vishnu C, Naveena BJ, Altas Md, Venkateshwar M, Reddy G. 2006. Amylopullulanase: a novel enzyme of L. amylophilus GV6 in direct fermentation of starch to L(+) lactic acid. Enzyme Microb Technol. 38:545-50
27
Wijbenga DJ. 2000. Enzymatic modification of starch granules: peeling off versus porosity. TNO Nutr and Food Research. www.voeding.tno.nl [12 Febr 2009].
Wronkowska M, Smietana MS, Krupa U, Biedrzycka E. 2006. In vitro fermentation of new modified starch preparations—changes of microstructure and bacterial end-products. J Enzyme Microbial Technol. 40: 93–99