2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di pantai- pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindungi. Karakteristik habitat hutan mangrove menurut Bengen (2000) umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari ataupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Untuk mempertahankan hidupnya, pohon mangrove beradaptasi dengan lingkungannya. Pertama adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, pohon mangrove mempunyai sistem perakaran yang khas yang pertama bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora untuk mengambil oksigen dari udara, misalnya pada Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Jenis yang kedua bertipe penyangga yang mempunyai lentisel, misalnya Rhizopora spp. Kedua, adaptasi terhadap kadar garam tinggi, daun-daun mangrove memiliki struktur stomata yang khusus untuk mengurangi penguapan, juga sel-sel khusus untuk menyimpan garam. Selain itu, daunnya yang tebal dan kuat banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. Ketiga, adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut. Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Selain itu mangrove memiliki beberapa fungsi. Pertama, fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Kedua, fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik, seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Ketiga, fungsi ekonomis
14
Embed
2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · mempunyai sistem perakaran yang khas yang pertama bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora untuk mengambil oksigen dari udara,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di pantai-
pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindungi.
Karakteristik habitat hutan mangrove menurut Bengen (2000) umumnya tumbuh
pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.
Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari ataupun hanya
tergenang pada saat pasang purnama.
Untuk mempertahankan hidupnya, pohon mangrove beradaptasi dengan
lingkungannya. Pertama adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, pohon mangrove
mempunyai sistem perakaran yang khas yang pertama bertipe cakar ayam yang
mempunyai pneumatofora untuk mengambil oksigen dari udara, misalnya pada
Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Jenis yang kedua bertipe penyangga yang
mempunyai lentisel, misalnya Rhizopora spp. Kedua, adaptasi terhadap kadar
garam tinggi, daun-daun mangrove memiliki struktur stomata yang khusus untuk
mengurangi penguapan, juga sel-sel khusus untuk menyimpan garam. Selain itu,
daunnya yang tebal dan kuat banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan
garam. Ketiga, adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut.
Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan
horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga
berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Selain itu mangrove memiliki beberapa fungsi. Pertama, fungsi fisiknya yaitu
untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing
sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat
pencemar. Kedua, fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan,
udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber
keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik, seperti burung, ular, kera, kelelawar,
dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Ketiga, fungsi ekonomis
6
mangrove, yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok,
papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan.
Terdapat proses perpindahan energi dalam ekosistem mangrove. Dimulai dari
mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi
primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan
perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati
dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting, kemudian didekomposisi oleh
berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama
membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik
yang mempunyai tingkatan lebih tinggi, seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis
juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Keberadaan mangrove sangat penting
peranannya dalam tambak sehingga pemanfaatan mangrove untuk budidaya
perikanan harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) in Gunarto (2004)
menyarankan konversi lahan mangrove menjadi areal tambak sebesar 20%.
2.2. Bandeng
Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Malacopterigii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos (Gambar 2)
Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan
dan sering dijumpai di daerah pantai. Secara geografis ikan ini hidup di daerah
tropis maupun subtropis pada batas 30°-40° lintang selatan (Martosudarmo et al.
1984).
7
Gambar 2. Ikan bandeng (Chanos chanos)
Salah satu sifat yang mencolok dari ikan ini adalah sifat euryhaline (tahan
terhadap kisaran perubahan salinitas air), yang memungkinkannya untuk dipelihara
di air payau. Ikan bandeng juga dapat dipelihara di air tawar karena sifat euryhaline
mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas, meskipun untuk memijahkan induk
dan larva masih membutuhkan air asin. Bandeng akan memijah di tengah laut yang
salinitasnya tinggi. Nener (benih bandeng) bisa ditangkap di daerah pantai
menggunakan rumpon berupa daun kelapa, dan nener tersebut diambil dengan cara
diseser (Susanto 2005).
Ikan bandeng memiliki keunggulan komparatif dibanding spesies lainnya
antara lain bersifat herbivor dan respon terhadap pakan buatan. Dalam
pemeliharaannya, ikan bandeng dapat memanfaatkan pakan alami yang tersedia di
tambak dan juga dapat memakan pakan buatan sehingga dapat dibudidayakan secara
ekstensif dan intensif (Direktorat Jendral Perikanan 1996).
2.3. Belanak
Klasifikasi ikan belanak menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :