Top Banner
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu ekosistem perairan tawar yang dikenal secara umum selain waduk, danau maupun situ. Ekosistem sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang memiliki karakteristik aliran air yang cukup kuat dan memiliki pola pencampuran massa air yang lebih bersifat menyeluruh sehingga perairan sungai biasanya lebih keruh akibatnya proses penetrasi cahaya ke dasar sungai menjadi terhambat (Goldman & Horne 1983). Kondisi ekosistem perairan sungai berbeda dengan perairan tergenang (lentik) seperti danau, maupun waduk yang memiliki stratifikasi kolom air sehingga proses pencampurannya relatif kecil dan bersifat spasial. Karakteristik arus yang kuat pada ekosistem sungai biasanya dipengaruhi oleh iklim dan musim, dimana pada musim kemarau arus yang terjadi lambat sedangkan pada musim hujan arus yang mengalir sangat kuat sehingga mengakibatkan pengikisan tanah dan batuan (erosi) yang akhirnya menimbulkan sedimentasi. Berdasarkan pola arus yang terjadi, ekosistem perairan sungai dapat dibagi menjadi dua yaitu ekosistem perairan sungai berarus cepat dan lambat. Pada ekosistem sungai berarus cepat biasanya dicirikan oleh tipe substrat berbatu dan berkerikil serta segmen sungai berada pada gradien tinggi, sedangkan ekosistem sungai berarus lambat biasanya tipe substratnya berpasir dan berlumpur, ciri lainnya biasanya dalam, lebar, dan berlokasi di dataran rendah. Menurut Clapham (1983) pola arus merupakan faktor utama (pembatas) terhadap keberadaan jumlah dan tipe organisme autotrop sehingga pola arus ini merupakan faktor pengontrol produktivitas dari ekosistem perairan sungai. Menurut Thornton et al. (1990) produsen primer di sungai, danau, dan waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton), dan makrofita. Pada kondisi perairan berarus perifiton lebih berperan sebagai produsen primer, sedangkan fitoplankton cenderung lebih dominan peranannya pada sungai yang dalam dan besar (Welch 1980).
16

2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

Mar 15, 2019

Download

Documents

hoangquynh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Sungai

Sungai merupakan suatu ekosistem perairan tawar yang dikenal secara

umum selain waduk, danau maupun situ. Ekosistem sungai merupakan perairan

mengalir (lotik) yang memiliki karakteristik aliran air yang cukup kuat dan

memiliki pola pencampuran massa air yang lebih bersifat menyeluruh sehingga

perairan sungai biasanya lebih keruh akibatnya proses penetrasi cahaya ke dasar

sungai menjadi terhambat (Goldman & Horne 1983). Kondisi ekosistem perairan

sungai berbeda dengan perairan tergenang (lentik) seperti danau, maupun waduk

yang memiliki stratifikasi kolom air sehingga proses pencampurannya relatif kecil

dan bersifat spasial. Karakteristik arus yang kuat pada ekosistem sungai biasanya

dipengaruhi oleh iklim dan musim, dimana pada musim kemarau arus yang terjadi

lambat sedangkan pada musim hujan arus yang mengalir sangat kuat sehingga

mengakibatkan pengikisan tanah dan batuan (erosi) yang akhirnya menimbulkan

sedimentasi.

Berdasarkan pola arus yang terjadi, ekosistem perairan sungai dapat dibagi

menjadi dua yaitu ekosistem perairan sungai berarus cepat dan lambat. Pada

ekosistem sungai berarus cepat biasanya dicirikan oleh tipe substrat berbatu dan

berkerikil serta segmen sungai berada pada gradien tinggi, sedangkan ekosistem

sungai berarus lambat biasanya tipe substratnya berpasir dan berlumpur, ciri

lainnya biasanya dalam, lebar, dan berlokasi di dataran rendah. Menurut Clapham

(1983) pola arus merupakan faktor utama (pembatas) terhadap keberadaan jumlah

dan tipe organisme autotrop sehingga pola arus ini merupakan faktor pengontrol

produktivitas dari ekosistem perairan sungai.

Menurut Thornton et al. (1990) produsen primer di sungai, danau, dan

waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton), dan makrofita.

Pada kondisi perairan berarus perifiton lebih berperan sebagai produsen primer,

sedangkan fitoplankton cenderung lebih dominan peranannya pada sungai yang

dalam dan besar (Welch 1980).

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

6

2.2. Hidromorfometri Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai besar yang mengalir

sepanjang kurang lebih 120 km yang melewati beberapa wilayah, yaitu Kota

Bogor, Kab. Bogor, Depok, dan Jakarta dengan luas daerah pengaruhnya (DAS)

sekitar 387 km2. Hulu Sungai Ciliwung berada di Gunung Gede, Gunung

Pangrango serta Puncak, dan bermuara di wilayah perairan laut Jawa. Akibat

tekanan berbagai bentuk aktivitas domestik dan industri yang berada di sepanjang

DAS-nya kondisi air sungai Ciliwung mengalami penurunan kualitas dan tidak

sesuai lagi dengan peruntukkannya. Beban bahan pencemar yang paling utama

masuk ke perairan Sungai Ciliwung umumnya adalah bahan organik dan logam

berat. Sumber pencemar yang berpotensi menurunkan kualitas air Sungai

Ciliwung sebagian besar berasal dari aktivitas antropogenik dari limbah rumah

tangga, pertanian/sawah, peternakan, dan industri (Kido et al. 2009). Keberadaan

bahan pencemar, selain mengakibatkan turunnya kualitas perairan juga

berpengaruh terhadap hilangnya keanekaragaman hayati khususnya spesies

asli/endemik (Khosla et al. 1995; Brahmana & Firdaus 1997).

Keberadaan Sungai Ciliwung sangat penting bagi sektor pertanian (irigasi),

industri, maupun bahan baku air minum untuk masyarakat Kota Depok dan

Jakarta. Kegiatan antropogenik yang berada disepanjang DAS Ciliwung bila tidak

dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap sumberdaya airnya seperti

permasalahan pencemaran. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan,

dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumberdaya air serta hidup

dan ditemukan pada ekosistem sungai mulai dari tanaman air, plankton, perifiton,

bentos dan ikan. Biota yang terpengaruh langsung terhadap kondisi lingkungan

yang berubah-ubah di perairan sungai adalah biota-biota yang siklus hidupnya

relatif menetap seperti bentos maupun perifiton.

2.3. Perifiton

Perifiton merupakan gabungan beberapa ganggang, cyanobacteria, mikroba

heterotrofik, dan detritus yang melekat pada permukaan batuan, kayu dan tanaman

serta hewan air yang terendam pada ekosistem perairan (Odum 1971). Perifiton di

perairan mengalir pada umumnya terdiri dari diatom (Bacillariophyceae), alga

hijau berfilamen (Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen, protozoa, dan

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

7

rotifera (tidak banyak pada perairan tidak tercemar), serta beberapa jenis benthos

(Welch 1952). Komunitas pembentukan perifiton yang ada pada substrat

dalam perairan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Perifiton meskipun tidak banyak digunakan, tetapi cocok untuk penilaian

kualitas perairan sungai (Patrick 1973; Stevenson & Lowe 1986; Rott 1991;

Round 1991; Stevenson & Pan 1999). Berdasarkan tipe substrat tempat

menempelnya, perifiton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Epilithic, perifiton yang menempel pada batu.

b. Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu.

c. Epiphytic, perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan daun

maupun batang tumbuhan.

d. Epizoic, perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan.

e. Epipelic, perifiton yang menempel pada permukaan sedimen.

f. Epipsamic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir.

Perifiton dalam ekosistem perairan berfungsi sebagai sumber makanan

penting bagi organisme dengan tingkat trofik yang lebih tinggi, seperti:

avertebrata, larva, dan beberapa ikan. Perifiton juga dapat menyerap bahan

pencemar yang ada di perairan, sehingga dapat membatasi penyebarannya di

lingkungan khususnya perairan. Komunitas perifiton biasa digunakan dalam

sistem produksi akuakultur yaitu sebagai sumber makanan bagi ikan.

Proses perkembangan perifiton merupakan bentuk proses akumulasi yaitu

terjadinya peningkatan biomassa seiring dengan bertambahnya waktu. Akumulasi

tersebut merupakan hasil kolonisasi dan komposisinya, dimana keberadaannya

sangat dipengaruhi oleh kemampuan perifiton dan media penempelnya.

Kemampuan perifiton dalam menempel pada substratnya menentukan

eksistensinya terhadap pencucian arus sehingga keberadaan komunitasnya tetap

mantap. Perifiton yang menempel pada substrat mati seperti batuan

keberadaannya akan lebih mantap, tidak mengalami perubahan, rusak maupun

mati, meskipun terbentuknya komunitas berjalan lambat (Ruttner 1974).

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

8

Keterangan : a. Bakterib. Navicula menisculus var.

upsaliensis - prostrate, mucilage coat.

c. Gomphonema parvulum –short stalks,

d. Gomphonema olivaceum –long stalks,

e. Fragilaria vaucheriae –rosette, mucilage pads,

f. Synedra acus – large rosette, mucilage pads,

g. Nitzschia sp.- rosette, mucilage pads,

h. Stigeocionium sp.- upright filaments

Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009)

Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel

pada batuan (Epilithic) dan tanaman air (Epiphytic) dari hasil penelitian yang

dilakukan Bishop (1973) terdiri atas Cyanophyta, Rhodophyta, Cryptophyta,

Bacillariophyta, Chrysophyta, Euglenophyta, dan Chlorophyta. Sedangkan

menurut Hynes (1972) bentik alga yang sering ditemukan pada perairan dalam

jumlah besar antara lain: Synedra, Nitzschia, Navicula, Diatoma, dan Surirella.

Diatom dari kelompok pennales merupakan alga bentik yang mendominasi pada

perairan berarus kuat dan seiring dengan menurunnya arus, maka keanekaragaman

alga dalam perairan akan meningkat selain diatom juga tumbuh alga bentik dari

kelompok Chlorophyta dan Myxophyta (Whitton 1975).

Kelompok diatom jenis pennales pada perairan berarus cenderung

mendominasi karena berkaitan dengan bentuk sel (frustul) yang simetris bilateral

dan sistem aliran air yang melewati sitoplasma sehingga mampu bergerak

meluncur melawan arus. Selain itu, pada frustule yang berupa sobekan sobekan

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

9

sel (raphe), terdapat sitoplasma yang di dalamnya mengandung

mucopolysaccharides yang mampu mengeluarkan helaian cairan perekat sehingga

mampu menempel di substrat dan memungkinkan untuk membantu bergerak

(Sze 1993; Basmi 1999). Perkembangan perifiton di perairan sangat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan antara lain kecerahan, kekeruhan, tipe substrat,

kedalaman, pergerakan air, arus, pH, alkalinitas, kesadahan, dan nutrien. Populasi

perifiton akan menurun pada perairan yang kurang mendapatkan cahaya cukup.

Faktor kekeruhan pada perairan baik yang diakibatkan oleh lumpur maupun

plankton juga mengakibatkan penurunan populasi perifiton khususnya yang hidup

di dasar dan tergantung pada cahaya yang masuk ke perairan untuk

perkembangannya (Wetzel 1979).

2.4. Perifiton sebagai Bioindikator Pencemaran Perairan

Komunitas perifiton memiliki peran dalam ekosistem air tawar dan

merupakan reaktor biogeokimia bertenaga surya, habitat biogenik, gambaran

elemen hidrolik, maupun sistem peringatan dini untuk perubahan lingkungan,

serta keberadaan keanekaragaman hayati (Stevenson 1996; Wehr & Sheath 2003;

Azim et al. 2005).

Kondisi lingkungan dengan habitat yang stabil sangat mendukung

tercapainya suatu komunitas organisme baik flora maupun fauna dalam suatu

ekosistem, sehingga dapat tetap eksis dan berkembang dengan baik. Perubahan

yang terjadi pada variabel lingkungan dapat mempengaruhi komunitas organisme

secara menyeluruh mulai pada komposisi jenis, spesies, bentuk morfologi

individu, anatomis, fisiologis, dan jumlah individu. Organisme yang mampu

maupun yang tidak mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang

mengalami perubahan biasanya dapat dijadikan sebagai biota indikator dari

lingkungan yang bersangkutan. Perubahan yang mendasar pada struktur

komunitas akibat adanya perubahan lingkungan adalah terjadinya perubahan

keanekaragaman jenis dari komunitas yang bersangkutan (Basmi 1999).

Salah satu manfaat penggunaan perifiton sebagai bioindikator adalah

karena secara umum spesies perifiton bersifat menetap dalam waktu yang lama

dan mampu merespon bahan polutan yang terlarut dalam perairan, sehingga

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

10

mampu memberikan informasi tentang kondisi kualitas suatu perairan sesuai

dengan yang sebenarnya (Crossey & La Point 1988; Stewart & Davies 1990).

Masuknya beban polutan ke dalam ekosistem perairan akan mempengaruhi

komponen biota akuatik terutama pada struktur dan fungsinya dalam rantai

makanan yang dapat diketahui dengan adanya perubahan komposisi, jumlah, dan

kelimpahan taksanya.

Penilaian kualitas lingkungan yang dewasa ini banyak dilakukan untuk

melengkapi hasil pendugaan parameter fisika dan kimia adalah dengan

memasukkan parameter biologi. Menurut Soewignyo et al. (1986), penentuan

kualitas perairan secara biologi dapat dianalisis secara kuantitatif yaitu dengan

melihat jumlah kelimpahan jenis organisme yang hidup di lingkungan perairan

tersebut dan dihubungkan dengan keanekaragaman tiap jenisnya dan cara

penentuan yang lain adalah dengan analisis secara kualitatif dengan melihat jenis-

jenis organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tertentu.

Penggunaan perifiton sebagai indikator penilaian kualitas perairan telah

banyak dilakukan penelitian oleh banyak peneliti maupun ahli. Hasil penelusuran

dari beberapa literatur, abstrak, dan web ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh

Scott (2010) dengan fokus utama berkaitan dengan ekologi perifiton ditemukan

kurang lebih 150 paper yang terbagi menjadi 7 topik bahasan utama yaitu: 1).

Pengaruh perubahan fisik, 2). Pengaruhnya terhadap pemaparan dan respon, 3).

Faktor lingkungan yang membatasi, 4). Hubungan persaingan, 5). Pengaruh akibat

pemangsaan, 6). Perifiton sebagai indikator lingkungan, 7). Kedudukan perifiton

dalam siklus rantai makanan pada lingkungan kolam. Secara garis besar beberapa

hasil publikasi yang berkaitan dengan keberadaan perifiton dapat dilihat pada

Gambar 3.

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

11

1900 1905 1910 1915 1920 1925 1930 1935 1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975

1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2008

Kolonisasi dan periodisitas algae sungai (Brown 1908)

Suksesi perifiton (Eddy 1925)

Respon algae terhadap bertambahnya unsur hara di sungai (Huntsman 1948)

Lingkungan penentu penyebaran diatom (Patrick 1948)

Aliran metabolisme (Odum 1958)

Pengaruh aliran pada respirasi perifiton(McIntire 1966)

Pengaruh cahaya dan aliran pada komposisi

perifiton(McIntire 1968)

Keterbatasan CO2 dalam proses fotosintesis

bryophytes di perairan (Blackman & Smith 1910)

Fiksasi N oleh cyanobacteria(Allison & Morris 1930)

Karakteristik perifiton sungai di British(Bucher 1940)

Kondisi cahaya dibawah tutupan tanaman sempadan

(McConnell & Singler 1959)

Pengaruh aliran pada perpindahan massa

(Whitford & Schumacher 1961)

Metoda 32P untuk produktivitas perifiton

(Elwood & Nelson 1972)

Pengaruh aliran pada pertumbuhanperifiton (Horner & Welch 1981)

Dinamika perifiton (Pringle et al. 1988)

Ekologi alga(Stevenson et al. 1996)

Meta analisis keterbatasan unsur hara (Francoeur 2001)

Pengaruh UVR pada perifiton (Weidman et al. 2005)

Batas lapisan perpindahan perifiton (Hart & Finell 1999)

Hubungan klorofil dengan unsur hara (Biggs 2000)

Pengaruh UVR dan DOCpada perifiton

(Frost et al. 2007)

Meta analisis dengan kontrol atas-bawah dibandingkan bawah-atas

(Hillebrand 2002)

Gambar 3. Publikasi ekologi perifiton dari awal abad 20th hingga tahun 2008(Scott 2010).

Penggunaan perifiton untuk menilai kualitas air sungai didasarkan pada 3

pendekatan yaitu :

1. Pendekatan yang paling lama (tua) yaitu berdasarkan konsep indikator spesies,

seperti pemakaian jenis alga untuk menilai kualitas air. Pendekatan yang paling

lama digunakan adalah sistem saprobik (Hill et al. 2000), sistem ini masih

digunakan secara luas untuk monitoring penilaian kualitas air dan air buangan

meskipun hingga saat ini banyak mengalami perbaikan (Lange-Bartelot 1979;

Frederich et al. 1992). Sistem saprobik terbukti memiliki kelemahan dalam

pemantauan kerusakan ekosistem sungai, karena tidak memberikan informasi

keterkaitannya antara keberadaan beban unsur hara dengan rendahnya

keragaman hayati yang terbentuk (Patrick 1973; Guzkowska & Gasse 1990).

2. Pendekatan yang didasarkan pada struktur komunitas dimana anggapan bahwa

lingkungan yang masih alami (pristine) akan mendukung tingginya

keanekaragaman hayati dibandingkan dengan lingkungan yang telah

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

12

mengalami gangguan, jadi keberadaan struktur komunitas mencerminkan

kesehatan dari suatu ekosistem. Indeks struktur komunitas (keragaman,

kelimpahan, kekayaan taksa dan keseragaman) biasa digunakan dalam

pemantauan pencemaran sungai dari point source (Freidrich et al. 1992).

3. Pendekatan indeks biotik yang digunakan untuk menilai kualitas air dan

ekosistem sungai secara terintegrasi (Fausch et al. 1984; Karr et al. 1986;

Kerans & Karr 1994). Indeks biotik dikembangkan dengan memadukan dua

konsep pendekatan antara indikator spesies dan struktur komunitas dalam

penilaian kualitas air berdasarkan hubungan parameter fisika kimia kondisi saat

ini dan yang sebelumnya. Dalam pendekatan ini memanfaatkan analisis

multivariat untuk mengetahui hubungan antara data kondisi lingkungan dengan

keberadaan organisme dikaitkan dengan pendekatan kondisi karakteristik

ekologi danau maupun sungai (Frits et al. 1993; Dixit & Smol 1994; Pan et al.

1996, Reynoldson et al. 1997).

2.5. Indeks Integritas Biotik Perifiton (Periphyton Index Biotik Integrity)

Penilaian kualitas perairan dengan menggunakan indeks biotik saat ini

banyak dikembangkan dan digunakan karena dalam informasi yang diberikan

terhadap keberadaan kualitas perairan akan mendekati keadaan yang sebenarnya.

Indeks biotik terintegrasi dapat didesain untuk pengukuran kekayaan spesies,

struktur trofik, dan kelimpahan organisme. Keseluruhan indek yang dihasilkan

dari total jumlah metrik yang ada merupakan respon dari sumber polutan baik

khusus sampai umum ataupun gabungan dari gangguan tersebut (Karr 1993).

Perkembangan indeks multimetrik untuk ekosistem sungai yang terintegrasi

biasanya diperlukan kondisi daerah acuan (reference site).

Konsep penilaian kualitas perairan dengan menggunakan Periphyton Index

Biotic Integrity (PIBI) merupakan penilaian yang menggabungkan beberapa

metrik yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan, antara lain:

1. Metrik Kekayaan Taksa Relatif: Jumlah total dari semua spesies yang ada

dalam komunitas. Kekayaan spesies diatom biasanya menurun dengan

meningkatnya kontaminasi bahan organik (Amblard et al. 1990; Witton et

al. 1991), logam berat (Pratt et al. 1987; Crossey & La Point 1988;

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

13

Scanferlato & Cairns 1990; Sudhakar et al. 1991; Witton et al. 1991), dan

pestisida (Kosinski 1984).

2. Metrik Keanekaragaman Shannon (ukuran kekayaan dan kesamaan taksa)

metrik ini biasa digunakan oleh para ahli biologi, karena relatif mudah

diinterpretasikan dan dibandingkan. Bahls (1993) menyatakan bahwa indeks

keanekaragaman shannon relatif sensitif terhadap perubahan kualitas air.

3. Pencemaran Toleransi Index (PTI)

Indeks Pencemaran didasarkan pada rasio diatom terhadap toleransinya:

1) paling toleran, 2) kurang toleran dan 3) tidak toleran (sensitif). Rasio

tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah kelompok masing-masing (1, 2,

atau 3), dan jumlah untuk masing-masing memberikan nilai Indeks

Pencemaran. Bahls (1993) menguraikan kriteria yang digunakan untuk

menetapkan taksa diatom ke grup toleransi polusi dianalisis sebagai variabel

ekologi.

4. Metrik Cyanobacteria

Berbeda dengan % dari diatom, pada peningkatan % Cyanobacteria akan

cenderung menunjukkan adanya peningkatan gangguan pada lingkungan,

terutama sebagai hasil dari pengayaan hara dan organik maupun paparan

zat-zat beracun (Palmer 1969; Patrick 1977; Bott & Rogenmuser 1978;

Steinman et al. 1991; Leland 1995).

5. Indeks Pengendapan (siltation index)

Indeks pengendapan adalah kelimpahan relatif dari spesies Navicula dan

Nitzschia dalam populasi diatom yang menunjukkan substrat tidak stabil,

sehingga berkaitan tingkat sedimentasi di dasar sungai (Bahls 1993).

Peningkatan kelimpahan Navicula dan Nitzschia di lingkungan

menunjukkan adanya gangguan di lingkungan perairan tersebut.

6. Metrik Diatom Eutraphentic.

Diatom Eutraphentic telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan

menilai perairan yang telah dipengaruhi oleh unsur hara (Palmer 1969;

Lange-Berlatot 1979; Hall & Smol 1992; Christie & Smol 1993; Pan et al.

1996.). Dengan meningkatnya % diatom eutraphentic, maka menunjukkan

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

14

kecenderungan adanya peningkatan material organik pada perairan tersebut

(Hill et al. 2000).

7. Achnanthes minutissima (%)

Kelimpahan persen dari A. minutissima yang ditemukan berkaitan dengan

terjadinya peristiwa pencemaran atau gangguan lingkungan perairan akibat

pertambangan maupun bahan kimia beracun, dimana terjadinya peningkatan

kelimpahan mengindikasikan besarnya gangguan (misalnya 0-25% = tidak

ada gangguan, 25-50% = gangguan ringan, 50-75% = gangguan sedang, 75-

100% = gangguan berat). Spesies ini sering mendominasi di sungai akibat

dari drainase tambang, serta gangguan kimia lainnya (Stevenson & Bahls

1999).

8. Metrik klorofil-a

Konsentrasi klorofil a secara luas telah digunakan untuk penilaian

melimpahnya unsur hara yang ada di perairan sungai, mulai dari skala

penelitian sampai regional (Leland 1995; Pan et al. 1999).

9. Matrik Biomassa (AFDM)

Hubungan antara areal pertanian dengan kualitas air tidak mudah untuk

diintepretasikan. Leland (1995) melaporkan bahwa meningkatnya biomassa

perifiton merupakan akibat dari masuknya bahan unsur hara dari lahan

pertanian, sementara yang lain melaporkan bahwa berkurangnya biomassa

perifiton dalam perairan sungai diakibatkan oleh gangguan bahan kimia

(Clark et al. 1979; Boston et al. 1991; Sigmon et al. 1997). Nilai tengah

hasil pengukuran AFDM/m2 digunakan sebagai nilai referensi untuk metrik

biomassa (Hill et al. 2000).

10. Indeks Autotrofik

Rasio AFDM: Chla adalah ukuran dari jumlah bahan organik relatif

terhadap biomassa perifiton. Rasio dari 50 sampai 200 adalah khas untuk

perifiton didominasi kumpulan bentik. Nilai lebih dari 200 dapat

menunjukkan kualitas air yang buruk (APHA 1995).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

15

2.6. Parameter Fisika-Kimia

2.6.1. Kedalaman Perairan

Jumlah dan jenis hewan bentos termasuk perifiton dipengaruhi oleh kondisi

kedalaman perairan. Welch, (1952) menyatakan bahwa daerah litoral paling

banyak jumlah dan jenis biota air jika dibandingkan dengan daerah sublitoral dan

profundal.

2.6.2. Arus

Kecepatan arus merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh

terhadap keberadaan biota yang ada di perairan mengalir (lotik), kondisi arus

suatu perairan sungai dipengaruhi oleh adanya perbedaan gradien atau ketinggian

lokasi antara bagian hulu dengan hilir, semakin besar perbedaan ketinggiannya,

maka arus air yang mengalir akan semakin deras. Takao et al. (2006)

menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi dari debit sungai merupakan

faktor utama dari organisasi biologi yang ada dalam sistem lotik. Sedangkan

Welch (1980) menambahkan, sungai dangkal dengan kecepatan arus cepat,

biasanya didominasi oleh diatom perifitik. Alga bentik yang mendominasi

perairan yang berarus kuat dikarakteristikkan oleh adanya diatom golongan

pennales (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi alga dalam kaitannya dengan arus (Round 1964)

Arus (m/detik)

Tipe komunitas Jenis yang mendominasi

< 0,2 – 1 Alga bentik Alga epipelik dan epifitik: seperti Nitzschia, Navicula, Caloneis, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria, Oedogonium, Bulbochaete

> 1 Alga bentik Alga epilitik: seperti Achnantes, Meridion, Diatoma, Ceratoneis.

> 0,5 – 1 Fitoplankton Diatom kecil bersel tunggal, alga biru.

> 1 Fitoplankton Volvocales, Chrysomonads.

Mason (1981) mengklasifikasi sungai berdasarkan kecepatan arusnya ke

dalam lima kategori yaitu arus yang sangat cepat (> 100 cm/detik), cepat (50-100

cm/detik), sedang (25-50 cm/detik), lambat (10-25 cm/detik), dan sangat lambat

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

16

(< 10 cm/detik). Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme

yang hidup di perairan tersebut (Klein 1972). Menurut Whitton (1975) kecepatan

arus adalah faktor penting di perairan mengalir. Kecepatan arus yang besar (> 5

m/detik) mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis

yang melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik.

2.6.3. Suhu

Menurut Perkins (1960), Suhu perairan sangat erat kaitannya dengan

komposisi substrat, kekeruhan, masukan air hujan, luas permukaan perairan yang

langsung terkena sinar matahari, serta masukan air limpasan. Suhu perairan sungai

pada umumnya terdapat perbedaan antara di permukaan yang selalu lebih tinggi

dibandingkan dengan suhu pada kolom perairan (mendekati dasar perairan)

(Nybakken 1988).

Suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis

organism, sehingga suhu sangat berpengaruh terhadap percepatan atau

perlambatan pertumbuhan dan reproduksi alga. Perubahan suhu berpengaruh

terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air, sehingga suhu juga berperan

dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Menurut Welch (1980) kisaran

suhu yang optimum untuk pertumbuhan suatu organisme akuatik seperti alga dari

filum Chlorophyta dan diatom berkisar pada suhu 30 – 35 oC, sedangkan

Cyanophyta bisa toleran terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi diatas 30 0C.

2.6.4. Kekeruhan (Turbiditas)

Gambaran sifat optik air dapat dilihat dari nilai kekeruhannya, kondisi ini

sangat tergantung pada banyaknya cahaya yang terserap dan dipancarkan kembali

oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air baik bahan organik maupun anorganik

yang terlarut dan tersuspensi biasanya berupa pasir halus dan lumpur maupun

yang berupa plankton dan mikroorganisme lainnya (APHA 1995; Davis &

Cornwell 1991).

Peningkatan kekeruhan pada perairan dapat mengurangi produktivitas

primer dari suatu perairan. Menurut Lloyd (1985), pada perairan dangkal dan

jernih peningkatan kekeruhan hingga 25 NTU mengakibatkan produktivitas

primer turun antara 13 – 50%, sedangkan di danau dan sungai peningkatan

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

17

kekeruhan sebesar 5 NTU mengurangi produktivitas primer berturut-turut 75%

dan antara 3 – 13%. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya

proses osmoregulasi pada suatu organisme, seperti pernafasan dan penglihatan

organisme akuatik (Effendi 2003).

2.6.5. Konduktivitas

Konduktivitas merupakan gambaran kemampuan air dalam menghantarkan

arus listrik secara numerik karena ionisasi garam-garam terlarut dalam air (Cole

1988). Nilai konduktivitas suatu perairan alami berkisar antara 20 – 1500

µmhos/cm (Boyd 1988), sedangkan limbah industri nilai konduktivitasnya

mencapai 10.000 µmhos/cm (APHA 1995). Nilai konduktivitas perairan lebih dari

500 µmhos/cm, maka hidrobiota termasuk perifiton mengalami tekanan secara

fisiologis (Afrizal 1992).

2.6.6. Derajat keasaman (pH)

Perairan alami pada umumnya memiliki kisaran pH antara 6,5 – 8,5

tergantung pada suhu, oksigen terlarut dan kandungan garam-garam ionik yang

ada dalam perairan. Sebagian besar biota akuatik memiliki batas toleransi

terhadap pH. Secara umum kondisi pH antara 7 – 8,5 merupakan kondisi ideal

yang disukai oleh biota perairan (Effendi 2003). Kondisi pH menentukan

dominansi biota akuatik khususnya fitoplankton misalkan alga biru lebih

menyukai pH netral sampai basa dan respon pertumbuhannya negatif terhadap

asam (pH<6), sedangkan Chrysophyta umumnya pada kisaran pH 4,5–8,5; dan

pada umumnya kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman jenis

diatom (Wetzel 1979).

2.6.7. Oksigen Terlarut (DO)

Proses metabolisme dan respirasi organisme akuatik memerlukan

ketersediaan oksigen terlarut, sehingga keberadaan oksigen terlarut sangat vital

bagi organisme akuatik, selain itu konsentrasi oksigen terlarut juga dapat

digunakan sebagai indikator kualitas air (Odum 1971). Keberadaan oksigen

terlarut di perairan berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam perairan serta

hasil proses fotosintesis dari fitoplankton, sedangkan berkurangnya konsentrasi

oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan dekomposisi bahan-bahan

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

18

organik yang ada di perairan. Berkurangnya oksigen terlarut berkaitan dengan

banyaknya bahan-bahan organik dari limbah industri yang mengandung bahan-

bahan yang tereduksi dan lainnya (Welch 1952). Kandungan oksigen terlarut

pada sistem perairan mengalir seperti sungai pada umumnya tinggi, sedangkan

konsentrasi karbondioksida bebasnya cenderung kecil, hal ini disebabkan adanya

kecepatan arus pada sistem sungai yang memberikan sumbangan terhadap proses

difusi oksigen ke dalam perairan (Hynes 1972). Perairan tawar kandungan

oksigen terlarut berkisar antara 8 mg/liter pada suhu 25 oC. Konsentrasi oksigen

terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Mc Neely et al. 1979).

Kualitas air di perairan mengalir dapat dikelompokkan menjadi lima

golongan berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut menurut Sachmitz (1971) in

Lumbantobing (1996) Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (Sachmitz 1971 in Lumbantobing 1996).

GolonganKandungan oksigen

terlarut (ppm)Kualitas air

I > 8 atau perubahan terjadi dalam waktu

pendek

Sangat baik

II 6,0 Baik

III 4,0 Kritis

IV 2,0 Buruk

V < 2,0 Sangat buruk

2.6.8. Alkalinitas

Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air dalam menetralkan asam,

sehingga alkalinitas dapat disebut juga sebagai kapasitas penyangga (buffer

capacity) terhadap perubahan pH perairan. Keberadaan alkalinitas perairan

berkaitan dengan kandungan karbonat yang berasal dari pelapukan batuan dan

tanah yang terlarut dalam air. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi secara tidak

langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas perairan.

Perairan alami biasanya memiliki nilai alkalinitas sekitar 40 mg/l CaCO3 (Boyd

1988).

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

19

2.6.9. Unsur Hara (Nutrien)

Unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen di

perairan biasanya dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia, dan

amonium. Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik yang

terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat

(Effendi 2003).

Nitrat dan amonia merupakan sumber utama nitrogen di perairan serta

sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik

maupun alga dan pada umumnya konsentrasi nitrat di perairan tidak tercemar

biasanya lebih tinggi daripada konsentrasi amonia. Nitrat juga merupakan zat

hara penting bagi organisme autotrof dan diketahui sebagai faktor pembatas

pertumbuhan (Eaton et al. 1995). Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan

bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat

sedikit di perairan karena bersifat tidak stabil terhadap keberadaan oksigen.

Kadar nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter.

Kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran

antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia. Pada perairan yang menerima

limpasan dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat

dapat mencapai 1.000 mg/liter (Davis & Cornwell 1991). Kadar nitrit di perairan

relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Senyawa nitrat dapat

dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi

2003).

Sumber amonia di perairan berasal dari proses penguraian nitrogen organik

(protein dan urea) dan nitrogen anorganik (tumbuhan dan biota perairan yang

telah mati) oleh mikroba jamur (proses amonifikasi). Perairan dengan pasokan

oksigen cukup jarang ditemukan Amonia. Kadar amonia di perairan alami

biasanya tidak lebih dari 0,1 mg/liter (McNeely et al. 1979). Amonia banyak

digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur

kertas. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran

bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpahan pupuk

(run off) pupuk pertanian (Effendi 2003).

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Gambar 2. Materi pembentukan perifiton (Annonim, 2009) Komposisi alga yang biasa ditemukan pada perairan sungai dan menempel pada batuan

20

Unsur fosfor (P) di alam mayoritas berada dalam bentuk fosfat yang

merupakan bentuk hasil oksidasi sempurna. Fosfat yang dijumpai dalam air

merupakan hasil pelapukan dan terlarutnya mineral fosfat karena erosi tanah,

pupuk, proses asimilasi dan disimilasi tumbuhan, deterjen, limbah industri dan

domestik. Fosfat yang terdapat dalam perairan biasanya terdapat dalam bentuk

terlarut dan tak terlarut. Menurut Goldman et al. (1983) unsur P merupakan kunci

dalam produktivitas primer dan kesuburan suatu perairan yang biasanya terdapat

dalam jumlah sedikit, sehingga unsur ini sering dianggap sebagai faktor pembatas

bagi produktivitas perairan.

Kandungan fosfat yang terlarut di perairan alami pada umumnya tidak lebih

dari 0,10 ppm, sedangkan air sungai pada umumnya mempunyai kandungan fosfat

berkisar 0,001 – 0,05 ppm (Jorgensen 1980). Kandungan fosfat dalam perairan

yang tinggi akbat masuknya pencemaran bahan organik dari limbah rumah tangga

(domestik) maupun industri, dan daerah pertanian dengan dipupuk yang

mengadung unsur fosfat (Wardoyo 1975).