2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi dan Komposisi Kimia Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin) Cakalang adalah ikan pelagis perenang cepat (good swimmer) dan mempunyai sifat rakus (varacious). Ikan ini melakukan migrasi jarak jauh dan hidup bergerombol dalam ukuran besar. Bentuk tubuhnya digolongkan dalam bentuk torpedo yaitu badan fusiform, bagian kepala sangat tebal, ramping dan kuat ke arah ekor dan sedikit pipih pada bagian samping. Penangkapan ikan cakalang dapat menggunakan pole and line, hand line dan tonda. Cakalang memiliki tubuh fusarium, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill net) berjumlah 53-65 pada helai pertama. Mempunyai 2 sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung pertama terdapat 14-16 finlet dan sirip punggung kedua terdapat 7-9 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada badan dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna gelap disisi bawah dan perut keperakan dengan 4-6 buah garis-garis berwarna kehitaman (gelap) yang memanjang pada bagian sepenjang badan (Matsumoto et al. 1984). Cakalang mempunyai ukuran panjang 50-70 cm dan berat 1500-5000 g, dengan perbandingan rata-rata untuk setiap bagian tubuh adalah sebagai berikut : daging putih 1-2 %, daging merah 10 %, kepala 11-26 %, insang 3,3 %, isi perut 6,6 %, hati 0,9-3,5 %, ekor dan sirip 1,5-2,5 %, tulang 8,1-11,1 % dan kulit 3,8-6,6 % (Kizevetter 1993). Klasifikasi ikan cakalang menurut Matsumoto et al. (1984) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Subfilum : Craniata Superkelas : Gnastomata Series : Pisces Kelas : Teleostomi Subkelas : Actinopterigii Ordo : Perciformes Subordo : Scombridae Famili : Scombridae
17
Embed
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi dan Komposisi Kimia ... · Badan tidak bersisik kecuali pada badan dan lateral line terdapat titik-titik kecil. ... dibedakan menjadi dua macam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi dan Komposisi Kimia Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin)
Cakalang adalah ikan pelagis perenang cepat (good swimmer) dan
mempunyai sifat rakus (varacious). Ikan ini melakukan migrasi jarak jauh dan
hidup bergerombol dalam ukuran besar. Bentuk tubuhnya digolongkan dalam
bentuk torpedo yaitu badan fusiform, bagian kepala sangat tebal, ramping dan
kuat ke arah ekor dan sedikit pipih pada bagian samping. Penangkapan ikan
cakalang dapat menggunakan pole and line, hand line dan tonda.
Cakalang memiliki tubuh fusarium, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill
net) berjumlah 53-65 pada helai pertama. Mempunyai 2 sirip punggung yang
terpisah. Pada sirip punggung pertama terdapat 14-16 finlet dan sirip punggung
kedua terdapat 7-9 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada badan dan lateral line
terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna gelap disisi bawah dan perut
keperakan dengan 4-6 buah garis-garis berwarna kehitaman (gelap) yang
memanjang pada bagian sepenjang badan (Matsumoto et al. 1984).
Cakalang mempunyai ukuran panjang 50-70 cm dan berat 1500-5000 g,
dengan perbandingan rata-rata untuk setiap bagian tubuh adalah sebagai berikut :
daging putih 1-2 %, daging merah 10 %, kepala 11-26 %, insang 3,3 %, isi perut
6,6 %, hati 0,9-3,5 %, ekor dan sirip 1,5-2,5 %, tulang 8,1-11,1 % dan kulit
3,8-6,6 % (Kizevetter 1993). Klasifikasi ikan cakalang menurut Matsumoto et al.
(1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subfilum : Craniata
Superkelas : Gnastomata
Series : Pisces
Kelas : Teleostomi
Subkelas : Actinopterigii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridae
Famili : Scombridae
8
Subfamili : Scombrina
Tribe : Thunnini
Genus : Katsuwonus
Spesies : Katsuwonus pelamis, Lin
Daerah penyebaran ikan cakalang adalah perairan tropis dan subtropis
pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini
dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran
menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran
menurut kedalaman perairan (Matsumoto et al. 1984). Morfologi ikan cakalang
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis, Lin) (www.google.image.com)
Daging ikan cakalang segar mempunyai komposisi kimia yang terdiri dari
kadar air 70,40 %, kadar lemak 1,81 %, kadar protein 21,45 %, kadar abu 1,27 %
dan kadar serat kasar 1,81 %. Ikan cakalang juga mengandung histidin yang
tinggi yaitu 13,4 ppm daging (Matsumoto et al. 1984).
9
2.2. Kesegaran Ikan dan Proses Kemunduran Mutunya
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan
biologis oleh enzim atau mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan
penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya. Ikan sebagai bahan
mentah yang cepat mengalami pembusukan, maka perlu diterapkan teknik
penanganan yang baik meliputi waktu penanganan, temperatur dan kebersihan
(Astawan et al. 1993; Soenardi 2005).
Mutu kesegaran ikan dinilai berdasarkan sejauh mana ikan tersebut masih
segar (Syah 2004). Ikan segar merupakan ikan yang baru saja ditangkap belum
disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu tidak berubah serta tidak
mengalami kerusakan (SNI 01-2729-1992). Nilai kesegaran ikan ditentukan oleh
kondisi tempat penangkapan, metode penangkapan dan penanganan yang
dilakukan terhadap ikan. Nilai kesegaran ikan menunjukkan mutu ikan tersebut.
Tingkat mutu ikan ditentukan oleh kenormalan semua variabel sensori yang
meliputi penampakan, tekstur dan bau. Semua variabel sensori ini memiliki
hubungan dengan sifat fisiko-kimia ikan (Botta 1994).
Menurut Yunizal dan Wibowo (1998) untuk mengenali segar tidaknya
ikan dapat dilakukan pengamatan visual terhadap penampilan ikan secara
menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang dan adanya lendir, meraba
adanya lendir dan kelenturan ikan, menekan daging ikan untuk melihat teksturnya
dan mencium bau ikan.
Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisiko-kimia dan
mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya
bermuara pada pembusukan. Tahap-tahap kemunduran kesegaran ikan adalah
pre-rigor, rigormortis, autolisis dan penyerangan bakteri. Fase yang terjadi pada
ikan yang baru mengalami kematian disebut fase pre-rigor. Perubahan pada fase
ini ditandai terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit ikan yang
membentuk lapisan bening tebal di sekeliling tubuh. Lendir yang dilepaskan
tersebut sebagian besar terdiri dari glukomukoprotein (Rahayu et al. 1992).
Keadaan ini secara biokimia ditandai dengan menurunnya kadar
adenosin triphosphate (ATP) dan keratin fosfat seperti halnya pada reaksi
glikolisis (Eskin 1990). Perubahan selanjutnya, ikan memasuki tahap rigormortis
10
ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan setelah mati sebagai hasil perubahan
biokimia yang kompleks dalam tubuh ikan (FAO 1995). Hilangnya kelenturan
ikan berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin yang berlangsung lambat pada
tahap awal dan menjadi cepat pada tahap selanjutnya. Setelah itu, ikan memasuki
tahap post-rigor yang ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara
bertahap. Lamanya tingkat rigor dipengaruhi oleh kandungan glikogen dalam
tubuh ikan dan suhu lingkungan. Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda
datangnya proses rigor. Fase rigormortis dianggap penting, karena pada fase ini
belum terjadi proses pembusukan dan dikenal sebagai petunjuk bahwa ikan masih
dalam keadaan segar (Eskin 1990).
Rigormortis merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada daging
ikan segera setelah ikan mati, ditunjukkan oleh perubahan kreatin fosfat menjadi
ATP dan dimulai pada saat kandungan ATP mulai berkurang. Senyawa ATP
terus terdegradasi dan tingkat rigormortis sempurna terjadi pada saat
konsentrasinya mencapai 1 µmol/g (Mazzarano-Manzano et al. 2000). Serabut
otot daging ikan hidup mengandung protein dalam gel lunak. Selama rigor, gel
menjadi kaku dan bila rigor telah berlalu, otot daging menjadi lunak dan lentur
kembali. Keadaan ini berlangsung selama 1–7 jam sesaat setelah ikan mati. Nilai
pH ikan pada fase ini sekitar 6–7 (Eskin 1990). Tahapan kemunduran mutu ikan
Sakaguchi (1990) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahapan kemunduran mutu ikan
Parameter Tahapan kemunduran mutu ikan
Pre-rigor Rigormortis Post-rigor Pembusukan Penampakan umum
Cerah dengan kilauan metalik
Kilau menurun
Warna memudar atau pucat
Kondisi permukaan Bersih dan transparan Keruh, opaq/
seperti susu Tebal, lengket, kelabu
Warna insang Merah cerah atau merah segar
Merah kecoklatan
Coklat atau kelabu
Bau insang Bau segar Asam atau anyir Sangat asam
Resistensi daging
Lembut dan elastis
Keras dan elastis
Elastisitas menurun
Lunak dan lembek
Penampakan daging Semi transparan Keruh
Sumber: Sakaguchi (1990)
11
Marioka et al. (1999) menjelaskan bahwa kondisi post-rigor merupakan
permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh
bakteri. Proses autolisis adalah terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat
dari aktivitas enzim dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi terutama pada ikan yang
disimpan tanpa dibuang isi perutnya.
Proses autolisis akan menyebabkan penguraian protein menjadi senyawa
yang lebih sederhana yaitu peptida, asam amino dan amonia yang akan
meningkatkan nilai pH daging ikan. Autolisis ditandai dengan adanya senyawa
amonia, yang pada tahap sebelumnya tidak dihasilkan pada jaringan tubuh ikan
(FAO 1995). Kemunduran mutu ikan setelah mati disebabkan oleh aktivitas
enzimatis dan mikrobiologis yang sudah ada secara alami pada tubuh ikan ketika
hidup. Pada suhu di bawah 4 ºC proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat,
sebab pada suhu tersebut penguraian tubuh ikan oleh mikroorganisme dan enzim
berlangsung dengan lambat. Kemunduran mutu ikan akan menyebabkan
perubahan mutu terhadap flavor, aroma, warna dan penampakan daging ikan yang
dapat mempengaruhi daya terima menjadi rendah (Clucas dan Ward 1996).
2.3. Mikrobiologi Ikan Segar
Keberadaan mikroba pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
spesies ikan, lingkungan air, habitat, cuaca dan cara penangkapan. Pengaruh
spesies ikan terhadap populasi mikroorganisme terutama disebabkan oleh
perbedaan kandungan lendir pada kulit ikan antara satu spesies dengan spesies
lainnya. Lendir yang menutupi ikan mengandung bakteri jenis Pseudomonas,
Sarcina, Serattia, Micrococcus, Vibrio dan Bacillus (Kimata 1961).
Bakteri yang berhasil diisolasi dari saluran usus ikan segar meliputi
Pseudomonas dan Xanthomonas. Bakteri yang terdapat pada insang, usus dan
lendir ikan sebanyak 60 % terdiri dari jenis Pseudomonas dan Achromobacter,
20 % terdiri dari jenis Corynebacterium, Flavobacterium dan Micrococcus.
sedangkan sisanya adalah Alcaligenes, Bacillus, Proteus, Seratia, Graffkya dan
E. coli (Rahayu et al. 1992).
12
Lingkungan air mempengaruhi mikroorganisme pada ikan. Ikan yang
hidup di laut utara membawa banyak bakteri psikrofilik, sedangkan ikan yang
hidup di laut tropis lebih banyak membawa bakteri mesofilik. Ikan yang hidup di
air tawar membawa bakteri jenis Brevibacterium, Alcaligenes, Streptococcus, dan
Lactobacillus. Ikan banyak mengandung bakteri apabila dibiarkan dalam waktu
2-3 jam pada suhu kamar akan cepat mengalami pembusukan. Bakteri yang
berperan dalam kebusukan ikan adalah bakteri Gram-negatif berbentuk batang
terutama dari jenis Pseudomonas, Achromobacter dan Alcaligenes
(Rahayu et al. 1992).
Kepadatan bakteri pada ketiga lokasi insang, kulit, dan usus tidak sama.
Kepadatan bakteri masing-masing pada insang berkisar 103-105 Cfu/g, kulit
berkisar 102-106 Cfu/g dan pada usus berkisar 103-107 Cfu/g. Bakteri-bakteri
tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka-luka yang terdapat
pada kulit menuju jaringan tubuh bagian dalam, dari saluran pencernaan menuju
jaringan daging dan dari permukaan kulit menuju ke jaringan tubuh bagian dalam
dan cara ketiga yang paling sedikit (Hadiwiyoto 1993).
Proses pengawetan dan pengolahan ikan ditujukan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Banyak cara yang telah dilakukan untuk
mencegah atau menghambat proses perubahan yang disebabkan oleh bakteri,
antara lain dengan menyiangi ikan, merendam ikan dalam zat kimia,
menggunakan es batu yang telah diberi zat antibakteri atau melalui proses
pembekuan (Clucas dan Ward 1996).
2.4. Protein Ikan
Ikan mengandung protein yang cukup tinggi dan komposisi asam
aminonya tidak sama dengan hewan-hewan darat. Ditinjau dari kandungan asam
aminonya, maka protein ikan diklasifikasikan sebagai sumber protein yang
bermutu tinggi sebab mengandung asam amino esensial yang lengkap
(Zaitsev et al. 1969; Suzuki 1981). Protein adalah senyawa yang mempunyai
berat molekul besar, yaitu ribuan sampai jutaan dalton. Protein merupakan
komponen utama dalam sel hidup dan memegang peranan penting dalam proses
kehidupan. Hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein
13
adalah daging (sapi, kerbau, kambing, dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu
dari hasil-hasil perikanan seperti ikan, udang dan kerang (Zaitsev et al. 1969;
Winarno et al. 1993).
Protein hewani disebut juga protein yang lengkap dan bermutu tinggi
karena mempunyai asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati
apa yang diperlukan oleh tubuh dan daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang
dapat diserap oleh tubuh juga tinggi (Sakaguchi 1990). Komponen asam amino
ikan laut, ikan air tawar dan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi asam amino dalam protein daging ikan laut, ikan air tawar dan daging sapi
Sumber: a) Zaitsev et al. (1969) b) Mahmud et al. (1990) c) Slamet dan Purawisastra (1979)
Pada Tabel 2 dapat dilihat ada beberapa jumlah asam amino ikan yang
sama dengan daging sapi, namun demikian jumlah jaringan ikat dalam otot ikan
lebih kecil dari pada daging sapi serta serat-serat otot ikan lebih pendek daripada
serat-serat otot sapi. Hal ini menyebabkan tekstur daging ikan lebih empuk dari
daging sapi (Slamet dan Purawisastra 1979).
Asam amino Ikan laut (%) a) Ikan air tawar (%) b) Daging sapi (%) c) Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Isoleusin Leusin Metionin Serin Treonin Valin Arginin Lisin Histidin Fenilalanin Prolin Triptofan Tirosin