2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sargassum polycystum Sargassum adalah jenis alga cokelat yang mempunyai talus bercabang seperti jari dan merupakan tanaman perairan yang berwarna cokelat, berukuran relatif besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar yang kuat. Bagian atas tanaman menyerupai semak yang berbentuk simetris bilateral atau radial serta dilengkapi dengan bagian-bagian untuk pertumbuhan (Atmadja et al. 1996). Klasifikasi rumput laut S. polycystum menurut Anggadiredja et al. (2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucales Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum Spesies : Sargassum polycystum Morfologi S. polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri umum Phaeophyta. Talus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk cakram kecil dan di atasnya terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke segala arah. Memiliki batang pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun. Mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter, panjangnya mencapai 7 meter, warna talus umumnya cokelat (Aslan 1991). Bentuk morfologi rumput laut S. polycystum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Rumput laut S. polycystum (Sumber: Anonim 2012)
15
Embed
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sargassum … · 2013-05-17 · pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, ... dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sargassum polycystum
Sargassum adalah jenis alga cokelat yang mempunyai talus bercabang
seperti jari dan merupakan tanaman perairan yang berwarna cokelat, berukuran
relatif besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar yang kuat. Bagian atas
tanaman menyerupai semak yang berbentuk simetris bilateral atau radial serta
dilengkapi dengan bagian-bagian untuk pertumbuhan (Atmadja et al. 1996).
Klasifikasi rumput laut S. polycystum menurut Anggadiredja et al. (2006)
adalah sebagai berikut:
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum polycystum
Morfologi S. polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri umum
Phaeophyta. Talus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk
cakram kecil dan di atasnya terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi
ke segala arah. Memiliki batang pendek dengan percabangan utama tumbuh
rimbun. Mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter,
panjangnya mencapai 7 meter, warna talus umumnya cokelat (Aslan 1991).
Bentuk morfologi rumput laut S. polycystum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rumput laut S. polycystum
(Sumber: Anonim 2012)
5
Komposisi kimia dan pigmen yang terdapat pada rumput laut cokelat
merupakan hasil dari fotosintesis yang jumlahnya sangat bervariasi, tergantung
pada jenis, masa perkembangan dan kondisi tempat tumbuh. Senyawa kimia
terbanyak yang terdapat pada rumput laut cokelat adalah alginat, dalam jumlah
sedikit terdapat pula laminaran, fukoidon, selulosa, manitol, dan senyawa bioaktif
lainnya (Yunizal 2004).
Pemanfaatan Sargassum selama ini adalah sebagai sumber alginat. Pada
jaringan talus, asam alginat mengisi ruangan antar sel sehingga memperkokoh
saluran jaringan tersebut. Alginat dapat diekstrak dari alga cokelat dengan larutan
alkali (Glicksman 1983). S. polycystum mengandung alginat, vitamin C, vitamin E
(α-tokoferol), mineral, karotenoid, klorofil, florotanin, polisakarida sulfat, asam
lemak, dan asam amino. Tumbuhan ini memiliki potensi dalam penyembuhan
penyakit kantung kemih, gondok, kolesterol, digunakan sebagai kosmetik, sumber
alginat, dan antioksidan (Matanjun 2008).
2.2 Ekstraksi Senyawa Aktif
Ekstraksi merupakan metode pemisahan komponen-komponen tertentu
antara dua atau lebih fase cairan (Keulemans dan Walraven 1965). Ekstraksi
didefinisikan sebagai proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu
bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari bahan tersebut.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi,
suhu, dan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya melarutkan,
titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap
peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).
Prinsip ekstraksi adalah zat yang akan diekstrak hanya dapat larut dalam
pelarut yang digunakan, sedangkan zat lainnya tidak akan larut. Proses
perpindahan komponen bioakif dari dalam bahan ke pelarut terjadi secara difusi.
Proses difusi merupakan perubahan secara spontan dari fase yang memiliki
konsentrasi lebih tinggi menuju konsentrasi lebih rendah (Danesi 1992). Proses ini
akan terus berlangsung selama komponen bahan padat yang dipisahkan menyebar
diantara kedua fase. Proses difusi akan berakhir jika kedua fase berada dalam
kesetimbangan, yaitu apabila seluruh zat sudah terlarut di dalam zat air dan
konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Pengelompokkan metode
6
ektraksi ada dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus (Harborne 1987).
Ekstraksi sederhana terdiri atas:
a) Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam
pelarut dengan atau tanpa pengadukan;
b) Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;
c) Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk
melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut;
d) Diskolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.
Ekstraksi khusus terdiri atas:
a) Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk
melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi;
b) Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana
sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang
berlawanan;
c) Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang
menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.
Sifat penting yang harus diperhatikan dalam ekstraksi adalah kepolaran
senyawa dilihat dari gugus polarnya. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang
berbeda-beda pada pelarut yang berbeda. Bahan dan senyawa kimia akan mudah
larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Semakin besar konstanta
dielektrik, maka pelarut tersebut semakin polar. Beberapa pelarut organik dan
sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pelarut organik dan sifat fisiknya
Jenis Pelarut Titik didih (o
Titik beku C) (o
Konstanta dielektrik C)
Heksana Dietil eter Kloroform Etil asetat Aseton Etanol Metanol Air
68 35 61 77 56 78 65 100
-94 -116 -64 -84 -95
-117 -98 0
1,8 4,3 4,8 6,0
20,7 24,3 32,6 80,2
Sumber: Nur dan Adijuwana (1989)
7
2.3 Fitokimia
Istilah fitokimia (dari kata “phyto” = tanaman dan “chemical” = zat kimia)
berarti kimia tanaman. Fitokimia menguraikan aspek kimia suatu tanaman.
Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia
dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan
komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian
untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007).
2.3.1 Alkaloid dari rumput laut
Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang
terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid
merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya
tidak berwarna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Harborne 1987).
Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang
farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin
(analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata),