Page 1
Universitas Kristen Petra
10
2. IDENTIFIKASI DAN ANALISA DATA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Fotografi
Fotografi berasal dari kata Yunani yaitu “Fos” yang berarti sinar/cahaya
dan “Graphos” yang berarti menggambar. Jadi fotografi dapat diartikan
“menggambar dengan cahaya”. Jika kita ibaratkan fotografi dangan melukis,
dalam fotogarafi kita menggunakan kamera dan lensa sebagai alat lukisnya, film
dan sensor digital sebagai kanvas/kertas dan cahaya sebagai catnya.
Penyebutan fotografi sendiri, yang dapt dilacak dari catatan paling awal
dilakukan oleh Hercules Florence. Pelukis dan penemu asal perancis ini pada
1834 menulis dalam buku hariannya kata “photographie” untuk menggambarkan
proses tersebut. Namun yang membuat kata “Photography” dikenal dunia yaitu
setelah Sir John Herschel memberikan kuliah di Royal Society of London pada 14
Maret 1839.(Burhanudin,2014)
2.1.1.1. Sejarah Fotografi
Jika ditelusuri, sejarah fotografi sangatlah panjang. Jauh sebelum foto-foto
pertama di buat dan di cetak, sejumlah ilmuan telah melakukan pengamatan,
percobaan dan membuat teori. Mo Ti (ejaan lain menyebutkanMo Zi) seorang
filsuf dan pakar rancang bangun asal Cina yang hidup pada abad ke-5 sebelum
Masehi sudah memikirkan persoalan refleksi cahaya dalam ruangan gelap. Dalam
buku The History of Photography karya Alma Davenport (1991), disebutkan
bahwa, Mo Zi sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan
yang gelap terdapat lubang, maka dibagian dalam ruangan itu akan terefleksikan
pemandangan diluar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. (Arbain Rambey:
2003). Mo Zi sudah membuat prinsip-prinsip kamera lubang jarum atau kamera
Page 2
Universitas Kristen Petra
11
obscura. Kamera ini disebut sebagai “koleksi plat” atau “ruang harta karun yang
terkunci.” (Jennifer: 2005)
Aristoteles filusuf Yunani (384-322 SM) juga telah memahami prinsip
optik kamera lubang jarum. Pada abad ke-4 SM itu, Aristoteles mencatat bahwa
“sinar matahari yang menerobos melalui lubang kecil diantara daun-daun pohon,
saringan, anyaman, dan bahkan lubang dari jari yang dijalin, begitu sampai ke
tanah cahaya tersebut membentuk bundaran.” Euclid, pakar matematikawan yang
hidup di Mesir pada abad ke-3 SM, saat mendemonstrasikan kamera obscura
menjelaskan bahwa perjalanan cahaya berada dalam garis lurus.
Pada tahun 1839 dicanangkan sebagai tahun awal fotografi, kemudian
pada tahun itu dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan
teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa
dibuat permanen.
Penemu fotografi dengan pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre,
sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu, akan tetapi pemerintah Prancis
dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpiir bahwa temuan itu sebaiknya
dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli
Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati
akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan. Meskipun tahun 1839 secara resmi
ditetapkan sebagai tahun awal fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai
sebuah teknologi temuan yang baru, sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa
tahun sebelumnya. Namun, temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri.
Seorang peneliti Prancis lain, Joseph Nicephore Niepce, pada tahun 1826 sudah
menghasilkan sebuah foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam
sejarah manusia. Foto yang berjudul View from Window at Gras itu kini disimpan
di University of Texas di Austin, Amerika Serikat. Niepce membuat foto dengan
melapisi pelat logam sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari
dalam kamera obscura sampai beberapa jam sampai tercipta sebuah gambar.
Metode Niepce ini sulit diterima orang karena lama penyinaran dengan kamera
obscura bisa sampai tiga hari. Pada tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce untuk
menyempurnakan termuan itu. Dua tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi
Page 3
Universitas Kristen Petra
12
bekerja sama untuk mengembangkan temuan yang lalu disebut heliografi yang
dalam bahasa Yunani, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis. Karena
Niepce meniggal pada tahun 1833, Daguerre kemudian bekerja sendiri sampai
enam tahun kemudian hasil kerjanya itu diumumkan ke seluruh dunia.
Perkembangan fotografi sangatlah cepat, hal ini dapat dibuktikan dengan
kamera awal yang sangat besar namun hanya bisa menghasilkan gambar yang
kualitasnya kurang bagus, namun kini dengan ukuran kamera yang sebesar
dompet mampu membuat foto yang sangat tajam meskipun dicatak dalam media
yang besar.
2.1.2. Teknik Fotografi
2.1.2.1. Angle
a. Eye View
Sudut pengambilan ini memberi kesan yang sama dengan cara mata kita
melihat terhadap objek. Posisi dan arah kamera memandang objek yang
akan diambil layaknya mata kita melihat objek secara biasa. Kamera dan
lensa sejajar dengan objek. Pengambilan biasanya digunakan untuk
mengambil foto potret terhadap manusia, posisi kamera sejajar dengan
posisi mata kita sendiri. Terkadang, dalam travel fotografi pengambilan
foto untuk mengabadikan aktivitas manusia, tekstur sebuah kota, atau
interaksi dengan lingkungan sekitar kebanyakan menggunakan angle ini.
b. Low Angle
Posisi kamera lebih rendah dari objek foto serta menghadap ke atas dan
memberikan kesan kemewahan, kebesaran, atau kekuatan dari sebuah
objek. Fotografer menggunakan sudut pengambilan foto ini untuk
memotret bangunan agar memberikan kesan yang megah dari bangunan
tersebut. Dalam foto komersil sebuah iklan otomotif, sudut ini tak jarang
pula digunakan untuk memberikan kesan ketangguhan dari produk
Page 4
Universitas Kristen Petra
13
mereka. Juga pada sebagaian fotografer memanfaatkan low angle untuk
memotret manusia.
c. High Angle
Angle ini digunakan untuk menangkap kesan luas dari objek. Dengan high
angle kita bisa memasukkan elemen pendukung objek yang akan kita
abadikan kedalam frame. Kesan dari penggunaan sudut pengambilan foto
ini akan memberikan kesan kecil atas objek foto. Pemanfaatan
pengambilan foto dengan high angle juga bisa menghasilkan foto yang
berbeda.
2.1.3. Fotografi Arsitektur
Fotografi Arsitektur yaitu cabang fotografi yang mengkhususkan pada
objek-objek arsitektur dengan pendekatan dokumenter, seni dan komersial.
Fotografi Arsitektur merupakan hasil karya dokumentasi yang dapat menampilkan
tidak hanya kepentingan dokumentasi namun juga estetika dalam hal arsitektural,
seni, ekspresi, komunikasi, etika, imajinasi, realita, emosi, harmoni, drama, waktu
dan kejujuran serta dimensi yang tersirat. Fotografi Arsitektur pada dasarnya
mencakup dua bagian, eksterior (luar ruang) dan interior (dalam ruang), namun
ada satu perbedaan yang jelas di antara keduanya. Fotografi arsitektural
menekankan dimensi ruang dan skala proporsi, sementara fotografi interior hanya
menonjolkan elemen interior yang diangkat. Namun dalam arti yang lebih luas,
fotografi arsitektur juga sangat erat dengan lingkungan sekitarnya. Bukan sekadar
bangunan atau ruangan semata.
Hal terpenting dalam fotografi arsitektur dan cabang-cabang fotografi
lainnya adalah cahaya. Cahaya bisa menampilkan wujud dan bentuk, yang
bermuara pada visualisasi dimensi. Cahaya melahirkan bayangan dan bayangan
dapat dimanfaatkan untuk menciptakan komposisi yang mendukung secara visual.
Page 5
Universitas Kristen Petra
14
2.1.4. Peran Fotografi Dalam Pelestarian Cagar budaya
Fotografi merupakan salah satu media yang berperan penting dalam
pelestarian cagar budaya, di mana media fotografi berfungsi sebagai media
informasi, komunikasi dan juga sebagai media pembelajaran. Dari fungsi-fungsi
media fotografi tersebut dapat disimpulkan bahwa fotografi memiliki peran
penting untuk memberikan informasi dan sebagai media untuk belajar tentang
cagar budaya yang ada di Indonesia.
Gambar 2.1 Candi Brahu
Sumber : Sonya Yulianti Jaya
Page 6
Universitas Kristen Petra
15
Gambar 2.2 Candi Ngrimbi
Sumber : Sonya Yulianti Jaya
Gambar 2.3 Fort Rotterdam
Sumber : William Budianto L
Page 7
Universitas Kristen Petra
16
2.2. Tinjauan Permasalahan Tentang Obyek Dan Subyek Perancangan
2.2.1. Pengumpulan Data
Gambar 2.4 Peta Kota Ternate
Sumber : google.com/maps
a. Kota Ternate
Kota Ternate adalah sebuah kota tua diujung Timur Nusantara yang kini
telah berusia 763 Tahun, tercatat dalam sejarah sebelum Majapahit berkuasa.
Namanya tercatatat dalam Kitab Negara kartagama yang ditulis Mpu Tantular dan
sampai saat ini Ternate masih menyimpan nilai sejarah dan budaya yang menjadi
kejayaan masa lampau.
Kota Ternate dalam perkembangannya kemudian ditingkatkan menjadi
Kota Otonom Tahun 1999 berdasarkan Undang – Undang No 11 Tahun 1999,
membawahi 4 Kecamatan yaitu Kota Ternate Utara, Kota Ternate Selatan,Pulau
Ternate dan Kecamatan Moti dengan luas wilayah terdiri dari daratan 249,79
Km2 dan perairan laut 5,547,55 Km2 terbentang secara geografis pada 30 LU -
30 , 124 - 1290 Bujur Timur.
Laut yang luas membentang merupakan potensi atraksi wisata bahari dan
dengan ciri topografis yang bervariasi. Kota Ternate memiliki berbagai komponen
Page 8
Universitas Kristen Petra
17
alam berupa pantai, pulau,danau dan gunung sebagai obyek dan daya tarik wisata
alam.
Sebagai Kota Budaya, Ternate pun memiliki khasanah budaya daerah
berupa adat istiadat, upacara adat dan berbagai atraksi kesenian tradisional.
Sebagai Kota bersejarah dikota ini terdapat pula aset historis berupa benteng
peninggalan penjajah. Keraton dan Mesjid Kesultanan Ternate adalah bukti
kejayaan kerajaan Ternate masa lampau yang masih terpelihara dengan baik
sampai saat ini . Didukung dengan Fasilitas Pelabuhan Samudera Ahmad Yani
dan Bandar Udara Babbulah telah menjadikan Ternate sebagai Multi Gate (Pintu
Keluar-masuk ) baik regional, nasional maupun Internasional.
Dengan semangat “ Maku Gawene “ pembangunan Kota Ternate terus
dipacu untuk mewudjudkan Visi : “Menjadikan Kota Ternate sebagai Kota
Budaya Menuju Masyarakat Madani”.(disbudpar-kotaternate.com)
Ternate merupakan penghasil rempah-rempah yang dikenal dunia
sehingga para penjajah pada jaman dahulu membangun benteng-benteng di
Ternate sebagai tempat untuk bertahan dari serangan musuh lainnya yang ingin
merebut rempah-rempah di Ternate. Berikut ini benteng-benteng yang berada di
Ternate, yaitu :
Gambar 2.5 Peta Letak Benteng di Kota Ternate
Sumber : google.com/maps
Page 9
Universitas Kristen Petra
18
a. Benteng Tolukko
Benteng ini dibangun pada tahun 1540 oleh seorang panglima Portugis,
yaitu Francisco Serao. Awal mula berdirinya benteng ini diberi nama Benteng
Tolukko, seiring berjalannya waktu benteng ini lebih di kenal dengan nama
Benteng Holandia. Benteng ini berada dibagian utara Kota Ternate, tepatnya
terletak di Kelurahan Sangaji Kecamatan Kota Ternate Utara. Dari atas benteng
ini dapat disaksikan panorama laut dengan Pulau Halmahera yang terbentang
dihadapannya dan Pulau Tidore di bagian selatan serta perumahan dan
pemukiman penduduk yang terhampar di sepanjang pesisir pantai. Meskipun di
bangun oleh Portugis, benteng ini kemudian berhasil diambil ahli oleh Belanda
pada tahun 1610. Saat itu, Belanda sudah menjadi bangsa yang mendominasi
wilayah Maluku, termasuk Ternate. Fungsi dari benteng ini yaitu sebagai
pertahanan bangsa Portugis untuk menguasai cengkeh di Pulau Ternate dan juga
untuk memperkuat dominasinya di antara bangsa-bangsa Eropa lain yang pada
saat ini berebut untuk menduduki Indonesia. Meskipun sudah berusia ratusan
tahun, benteng ini masih terlihat kokoh dan terawat.
b. Benteng Oranje
Benteng ini dibangun pada tahun 1607, dibangun oleh Gubernur Jendral
Belanda Matelief De Jonge. Benteng ini merupakan benteng pertama yang
dibangun oleh Belanda di Indonesia. Di bawah pemerintahan Gubernur Jendral
Jan Pieter Both, Herald Reyist, Laurens Real dan J. C. Coum, benteng ini
dijadikan pusat pemerintah VOC. Kini benteng tersebut telah beralih fungsi
menjadi asrama polisi dan TNI. Di bawah benteng tersebut dahulu terdapat
terowongan bawah tanah yang langsung menyambung ke laut, kini terowongan
tersembut sudah tertimbun tanah. Benteng ini terlihat masih berdiri kokoh dan
memanjang, menunjukkan betapa kuatnya Belanda membangun pertahanan saat
itu. Sekarang benteng ini terlihat sangat tidak terawat. Banyak bagian benteng
yang terkena aksi vandalisme oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Padahal,
Benteng ini berada sangat dekat dengan Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kota Ternate.
Page 10
Universitas Kristen Petra
19
c. Benteng Kalamata
Benteng Kalamata berada di bagian selatan kota Ternate, tepat di pinggir
jalan raya. Benteng Kalamata dibangun oleh Portugis pada tahun 1540, kemudian
setelah Portugis meninggalkan Ternate pada tahun 1575 Spanyol mendudukinya
dan menggunakannya sebagai pos dagang. Nama Kalamata sendiri diambil dari
nama pangeran Ternate yang meninggal di Kota Makasar. Benteng Kalamata juga
sering disebut sebagai Benteng Santa Lucia atau Benteng Kayu Merah karena
letaknya di daerah Kelurahan Kayu Merah. Benteng Kalamata terbuat dari batu
kali, batu karang, dan batu kapur. Didesain menyerupai empat penjuru mata
angin, Benteng Kalamata memiliki empat sisi berujung runcing yang memiliki
lubang bidik. Benteng ini merupakan satu dari lima benteng yang pernah berdiri
di Pulau Ternate pada masa pendudukan.
d. Benteng Santo Y Pablo (Fort Kota Janji)
Benteng Kota Janji dibangun pertama kali pada tahun 1532 oleh Bangsa
Portugis dengan panjang 28 m dan lebar 26 m. Disebut Benteng Kota Janji karena
pernah digunakan oleh Portugis dan Sultan Baabullah untuk membuat perjanjian
di antara keduanya. Benteng ini diperkuat dengan dinding batu kapur dan batu,
serta dilengkapi dengan enam meriam dan amunisi untuk menghadapi
kemungkinan terjadinya peperangan waktu itu. Lokasi benteng ini berada di tepi
laut Kota Ternate yang berada di atas bukit tinggi berseberangan dengan pulau
Maitara.
e. Benteng Nostra Se Nohra del Rosario (Kastela)
Benteng ini dibangun oleh Antonio de Brito pada tahun 1521 dengan nama
Nostra Senora del Rosario, kemudian dilanjutkan oleh Garcia Henriques pada
tahun 1525 dan pada tahun 1530 oleh Gonzalo Periera serta yang terakhir
diselesaikan oleh Wali Negeri kedelapan Jorge de Gastro pada tahun 1540.
Nama Nostra Se Nohra del Rosario (Kastela), dibangun oleh Antonio de
Brito pada tahun 1521, kemudian dilanjutkan oleh Garcia Henriques pada tahun
Page 11
Universitas Kristen Petra
20
1525 dan pada tahun 1530 oleh Gonzalo Periera serta yang terakhir diselesaikan
oleh wali negeri ke delapan Jorge de Gastro pada tahun 1540.
Di benteng inilah, Kolano Ternate saat itu, Sultan Khairun dibunuh oleh
Antonio Pimental pada 28 Februari 1570. Dia diundang untuk menghadiri
perundingan, namun justru dibunuh saat sang Sultan mendatangi benteng ini. Atas
peristiwa tersebut putra Sultan Khairun, Baabullah (1570-1583) bangkit melawan
Portugis dan akhirnya Portugis terusir dari benteng Kastela dan Ternate pada
tahun 1575.
2.2.2. Perkembangan Pengunjung
Jumlah pengunjung tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan
dari tahun ke tahun, kebanyakan pengunjung berasal dari masyarakat sekitar
benteng, sebagian dari pengunjung tersebut tidak memiliki rasa memiliki dan
melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti melakukan aksi vandalisme.
berdasarkan klasifikasi pengunjungnya antara lain :
a. Umum/domestik.
b. Mancanegara/tamu Negara asing.
c. Pelajar/siswa, Mahasiswa/ilmuan dan peneliti.
d. Dinas Pemerintah dan swasta.
2.3. Analisis Data
Dari data-data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan literature
dapat disimpulkan bahwa situs sejarah berupa benteng-benteng di Ternate pada
umumnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat, dan juga terlihat
peran masyarakat (pengunjung) untuk turut melestarikan situs peninggalan sejarah
masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa benteng yang terkena aksi
vandalisme dari para pengunjung. Para pengunjung ini seakan-akan melupakan
jasa para pejuang pada masa lalu dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari
penjajah, maka dari itu diangkatlah benteng sebagai obyek perancangan agar
supaya di masa yang akan datang para penerus generasi muda nantinya masih
dapat melihat bukti dan fakta yang nyata hasil perjuangan para pejuang dalam
merebut kemerdekaan dan tidak hanya menganggap sebagai dongeng belaka.
Page 12
Universitas Kristen Petra
21
2.4. Kesimpulan Analisis Data
Melalui analisis data yang dilakukan, dapat di simpulkan bahwa kesadaran
ataupun kepedulian masyarakat terhadap kelestarian benteng peninggalan sejarah
di Ternate masih sangat kurang. Sehubungan dengan kurangnya rasa kepedulian
terhadap kelestarian benteng di Kota Ternate, maka diperlukan media fotografi
yang turut mendukung upaya pelestarian benteng-benteng di Ternate sekaligus
sebagai pengenalan tempat wisata sejarah di Ternate.