5 2 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian tentang analisa pengelasan dengan menggunakan metode thermal tensioning ini sebenarnya telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetya (2018) menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan temperature transient didaerah pengelasan, maka mengakibatkan peningkatan temperatur juga didaerah las. Nilai distorsi terendah dan kekuatan tarik tertinggi berada pada variasi temperature transient 150 o C, sedangkan nilai rata-rata kekerasan tertinggi berada pada variasi temperatur transient 250 o C. Penelitian juga dilakukan oleh Habibi dkk (2016) mengatakan bahwa penggunaan metode STT pada proses pengelasan dapat mengurangi tingkat distorsi, pemberian temperatur dengan tingkat distorsi paling rendah berada pada pemanasan dengan temperatur 200 o C sedangkan nilai rata-rata kekerasan dan kekuatan tarik tertinggi berada pada temperatur 100 o C. Kemudian penelitian juga dilakukan oleh Pranata (2018) tentang Pengaruh perubahan temperature transient menggunakan las MIG pada bahan alumunium 5083 dengan variasi jarak elektroda yang berbeda yaitu pada jarak 5 cm, 10 cm dan 14 cm pada saat melakukan proses pengelasan. Didapatkan hasil penelitian bahwa pemberian temperature transient selama proses pengelasan dapat mengurangi sisa distorsi , mempengaruhi nilai kekerasan dan kekuatan tarik.Distorsi minimum tertinggi terjadi pada hasil pengelasan dengan jarak temperature transient 5 cm. Penelitian juga dilakukan oleh Subeki dkk (2015) melakukan penelitian tentang perubahan struktur mikro dan sifat mekanik pada sambungan las menggunakan las FCAW (Flux-cored Arc Welding). Hasil penelitian menyatakan sambungan dengan pengelasan FCAW tanpa penambahan panas dan menggunakan penambahan panas disekitar alur pengelasan memiliki hasil diantaranya adalah komposisi kimia logam las terjadi penurunan unsur karbon dan peningkatan unsur mangan. Penggunaan temperatur dapat meningkatkan kekuatan luluh 2,4 % kekuatan maksimum 1,9 % dan sedikit kekerasan.Menurut Subeki dkk (2017)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
2 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Peneliti Terdahulu
Penelitian tentang analisa pengelasan dengan menggunakan metode thermal
tensioning ini sebenarnya telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetya (2018) menunjukkan bahwa dengan
adanya peningkatan temperature transient didaerah pengelasan, maka
mengakibatkan peningkatan temperatur juga didaerah las. Nilai distorsi terendah
dan kekuatan tarik tertinggi berada pada variasi temperature transient 150 oC,
sedangkan nilai rata-rata kekerasan tertinggi berada pada variasi temperatur
transient 250 oC. Penelitian juga dilakukan oleh Habibi dkk (2016) mengatakan
bahwa penggunaan metode STT pada proses pengelasan dapat mengurangi tingkat
distorsi, pemberian temperatur dengan tingkat distorsi paling rendah berada pada
pemanasan dengan temperatur 200 oC sedangkan nilai rata-rata kekerasan dan
kekuatan tarik tertinggi berada pada temperatur 100 oC.
Kemudian penelitian juga dilakukan oleh Pranata (2018) tentang Pengaruh
perubahan temperature transient menggunakan las MIG pada bahan alumunium
5083 dengan variasi jarak elektroda yang berbeda yaitu pada jarak 5 cm, 10 cm dan
14 cm pada saat melakukan proses pengelasan. Didapatkan hasil penelitian bahwa
pemberian temperature transient selama proses pengelasan dapat mengurangi sisa
distorsi , mempengaruhi nilai kekerasan dan kekuatan tarik.Distorsi minimum
tertinggi terjadi pada hasil pengelasan dengan jarak temperature transient 5 cm.
Penelitian juga dilakukan oleh Subeki dkk (2015) melakukan penelitian
tentang perubahan struktur mikro dan sifat mekanik pada sambungan las
menggunakan las FCAW (Flux-cored Arc Welding). Hasil penelitian menyatakan
sambungan dengan pengelasan FCAW tanpa penambahan panas dan menggunakan
penambahan panas disekitar alur pengelasan memiliki hasil diantaranya adalah
komposisi kimia logam las terjadi penurunan unsur karbon dan peningkatan unsur
mangan. Penggunaan temperatur dapat meningkatkan kekuatan luluh 2,4 %
kekuatan maksimum 1,9 % dan sedikit kekerasan.Menurut Subeki dkk (2017)
6
Proses pengelasan dengan menggunakan metode TTT menghasilkan pemanasan
paling optimal mengurangi tingkat distorsi dengan suhu 200 oC. Metode TTT juga
dapat meningkatkan sifat mekanik dan umur kelelahan.
2.2 Pengelasan
Pengertian pengelasan
Pengelasan menurut American Welding Society (AWS , 1989) ialah proses
penyambungan logam maupun non logam dengan cara pemberian panas pada
material yang akan disambung hingga mencapai temperatur las tanpa adanya
tekanan (pressure) dan tanpa adanya logam pengisi (filler). Sedangkan menurut
British Standar Institution (1983) mengatakan Pengelasan merupakan proses
penyambungan material dua maupun lebih dengan kondisi plastis maupun cair
dengan adanya penambahan panas (heat) maupun dengan tekanan (pressure).
Logam pengisi berada pada titik lebur sama dengan logam induk maupun tanpa
menggunakan logam pengisi. Deutche Industrie Normen (DIN) juga mengatakan
pengelasan merupakan penyambungan logam maupun logam paduan dengan
melumerkan dan mencairkan sifat ikatan metalurgi pada material. Ada 4 (empat)
hal yang menjelaskan tentang pengertian dari proses pngelasan ialah pemanasan
hingga sebagian logam mencapai titik lebur, elektroda, tekanan dan sambungan
(Sonawan,2003). Didalam bidang kontruksi dan komponen mesin begitu
luas.Menggunakan proses pengelasan meliputi perpipaan otomotif,jembatan,kereta
api, bejana tekan dan lain sebagainya. Proses penyambungan logam dengan metode
pengelasan sangat banyak digunakan dengan mempertimbangkan proses
pengerjaan yang cepat dan kontruksi yang murah (Harsono dkk, 1991).
Klasifikasi Sambungan Las
American Welding Society (AWS) mengatakan proses sambungan
menggunakan metode pengelasan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a) Proses Pengelasanvdengan cara mencairkan (fusion welding)
Pengelasan mencair dilakukan pada temperatur diatas titik cair logam dan
pemanasan dari suatu sumber panas diberikan untuk keperluan pencairan logam itu.
Pada saat pencairan juga terjadi percampuran logam cair antara masing-masing
logam induk maupun antara logam induk dan logam pengisi.
7
b) Pengelasan tak mencair (Solid state welding)
Proses-proses pengelasan ini digunakan untuk mendapatkan sambungan logam
yang dilakukan pada temperatur dibawah titik cair logam yang dilas. Seringkali
proses-proses ini disebut dengan pengelasan tekan (pressure welding) atau
diffusion bonding. Tekanan diberikan untuk mengoptimalkan kontak permukaan
dan menghasilkan deformasi plastis pada masing-masing permukaan serta untuk
menghilangkan lapisan oksida.
c) Brazing & Soldering
Seperti yang telah dijelaskan diatas, ada perbedaan antara pengelasan dan
brazing/soldering. Pada proses soldering/brazing hanya logam pengisi yang berada
pada kondisi mencair sedangkan logam induk tidak mencair atau hanya tambahan
logam saja.Untuk memanaskan logam induk dan mencairkan logam pengisi
digunakan berbagai sumber panas misalnya nyala api yang berasal dari las oksi-
asetelin (dibengkel-bengkel menyebutnya las karbit). Dari proses diatan masing-
masing selanjutnya di bagi lagi sesuai dengan sumber energi yang akan digunakan
contohnya sumber energi panas, pelindung logam cair kubangan dan tekanan
mekanik
2.3 Pengelasan dengan metode Shielded Metal Arc Welding (SMAW)
Pengelasan dengan elektroda, pada awalnya diciptakan pada tahun 1877
dengan menggunakan sebuah dinamo listrik dan sejak itu pengelasan busur listrik
berkembang sangat pesat. Penggunaan elektroda dalam pengelasan terutama
tergantung pada perkembangan listrik pada saat itu. Peningkatan kemampuan
dinamo atau generator pada tahun 1880 turut meningkatkan kemajuan pengelasan
menggunakan elektroda. Proses pengelasan busur listrik pertama dengan
menggunakan busur listrik karbon dikembakangkan oleh N. V Bernado.
Perkembangan selanjutnya diarahkan pada pemakaian elektroda yang lebih baik
dan juga mesin las.Elektroda terbungkus yang selanjutnya dibangkitkan, akan
timbul diantara permukaan logam induk dan diujung busur listrik Skema proses
penyambungan dengan menggunakan metode SMAW dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
8
Gambar 2.1 Skema pengelasan SMAW
(Sumber :Tira, 2016 )
Dengan menyentuhkan ujung elektroda pada permukaan logam induk sesaat
atau istilahnya striking atau scratching selanjutnya busur listrik muncul
diantaranya. Busur listrik yang bertemperatur sangat tinggi mampu mencairkan
ujung elektroda dan sebagian permukaan logam induk dan terjadi pemindahan
butir-butir logam cair dari elektroda ke logam induk melalui busur listrik itu.
(Sonawan,2003).
Penggunaan metode SMAW banyak digunakan dalam proses sambungan
material, adapun keuntungan yang didapat ialah metode sambungan logam dengan
menggunakan metode pengelasan SMAW lebih sederhana dan sangat mudah kalau
dibandingkan dengan metode pengelasan lainnya. Beberapa peralatan yang perlu di
bawa juga ringkas,murah dan sederhana. Jangkauan penggunaan yang luas karena
metode pengelasan ini dapat menyambungkan semua jenis logam (Suharno , 2008).
Gambar 2.2 Peralatan Pengelasan SMAW
9
Proses busur las
Pada proses busur las, panas diperoleh dari proses tahanan listrik. Busur-
busur las dihasilkan dengan jalan ionisasi gas membentuk gas-gas yang bermuatan
listrik. Busur nyala listrik lebih praktis dipakai dibandingkan sumber-sumber panas
yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia lainnya. Panas yang dihasilkan untuk
keperluan las di antara (3.870 - 5.540) oC atau (7.000 - 10.000) oF. Hal inilah yang
membuat panas tahanan listrik menjadi suatu sumber panas yang sangat baik dan
intensif untuk dipakai selama proses pengelasan. Karena besarnya panas yang
terjadi,maka kawat las dan benda kerja mencair, sehingga dapat dilaskan.Lagi pula
panas yang dihasilkan sangat efektif dan dapat diatur sehingga tidak berpencar
kemana-mana atau panasnya tidak terbuang ke luar dari daerah yang akan dilaskan.
Hal ini merupakan suatu keuntungan bila dibandingkan dengan nyala api bahan
kimia lainnya.
Busur las merupakan busur yang tidak mempunyai tekanan, karena yang
diperlukan adalah panasnya untuk melebur logamnya saja, yaitu untuk peleburan
kawat las dan benda kerja dan kemudian kedua cairan itu menyatu; atau untuk
pencairan dua buah kawat las sehingga menyatu satu sama lainnya.Tipe mesin
busur las yang sangat popular, mesin busur las akan menghasilkan arus AC maupun
DC .
Kekurangan Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW)
Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) memiliki beberapa jenis
yang berbeda dimana jika dibandingkan dengan proses pengelasan semi-otomatis
atau otomatis laju pengisiannya lebih rendah. Ada beberapa hal yang menjadi
kekurangan dari metode SMAW ialah operator harus memiliki skill yang tinggi,
selain itu membutuhkan waktuoperator harus memiliki skill yang tinggi, selain itu
membutuhkan waktu yang lama karena terjadinya terputus ketika mengganti
elektroda dan pengupasan terak yang dihasilkan dari elektroda. Keterbatasan arus
pengelasan sesuai dengan spesifikasi yang dimiliki oleh elektroda dan juga terak
yang dihasilkan oleh adanya pembakaran harus dihilangkan dulu, dari beberapa
kekurangan diatas metode ini memiliki efesiensi rendah sebesar (65%).
10
Kekurangan dari proses las ini antara lain; efisiensi rendah (65%),
membutuhkan skill operator yang cukup tinggi, waktu pengelasan cukup lama
karena pengelasan selalu terputus untuk penggantian elektroda sekaligus
pengupasan terak las. Arus pengelasan terbatas sesuai dengan kemampuan
elektroda, slag atau terak yang timbul dari hasil pembakaran harus dihilangkan
dulu. Asap dan gas yang dihasilkan dari proses pengelasan akan mengganggu
pandangan mata dan juga pernapasan sehingga ruangan pengelasan harus memiliki
ventilasi udara yang memadai (Trifianto, 2014).
Kelebihan Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW)
Proses SMAW merupakan proses las menggunakan elektroda yang
sederhana dan serbaguna dibandingkan dengan proses pengelasan lainnya. Hal ini
dikarenakan pemakaiannya dapat digunakan dimana saja,diluar, dibengkel dan
didalam air. Selain itu proses pengelasan ini juga dapat dilakukan penyambungan
berbagai macam tipe material dan dapat dipakai mengelas pada semua posisi.
Dalam pengaplikasiannya pengelasan shielded metal arc welding (SMAW) dapat
diaplikasikan untuk perbaikan perpipaan sampai jalur-jalur perpipaan, dan bahkan
untuk pengelasan dibawah laut guna memperbaiki struktur anjungan lepas pantai
(Sunandar, 2012)
11
2.4 Pemilihan Elektroda
Klasifikasi
AWS-ASTM
Jenis Fluks Posisi *) Pengelasa
n
Jenis Listrik Kekuatan tarik
(kg/mm2
)
Kekuatan luluh
(kg/mm2
)
Perpanjangan
Kekuatan tarik terendah kelompok E 60 setelah dilaskan adalah 60.000 psi atau 42,2 kg/mm2
E.6010 Natrium selulosa tinggi
F, V, OH, H
DC Polaritas balik 43,6 35,2 22
E.6011 Kalium selulosa tinggi
F, V, OH, H
AC/DC Polaritas balik
43,6 35,2 22
E.6012 Natrium titania
tinggi
F, V, OH,
H
AC/DC Polaritas
lurus
47,1 38,7 17
E.6013 Kalium titania tinggi F, V, OH, H
AC/DC Polaritas ganda
47,1 38,7 17
E.6020 Oksida besi tinggi H-S F
AC/DC Polaritas lurus
43,6 35,2 25
E.6027 Serbuk besi, oksida besi
H-S F
AC/DC Polaritas ganda
43,6 35,2 25
Kekuatan tarik terendah kelompok E 70 setelah dilaskan adalah 70.000 psi atau 49,2 kg/mm2