Top Banner
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Singgih Kusuma 108.103.000.001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
68

1.RISET Singgih Kusuma

Nov 30, 2015

Download

Documents

Nurul Lasmi

text
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 1.RISET Singgih Kusuma

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI

TANAH DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH: Singgih Kusuma 108.103.000.001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: 1.RISET Singgih Kusuma

ii

LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya catumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 23 September 2011

Singgih Kusuma

Page 3: 1.RISET Singgih Kusuma

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH SERTA FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh Singgih Kusuma

NIM: 108.103.000.001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M

Pembimbing I

Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed

Pembimbing II

Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed

Page 4: 1.RISET Singgih Kusuma

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011 yang diajukan oleh Singgih Kusuma (NIM: 108103000001), telah diujikan dalam sidang di Fakulatas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 23 Sepetember 2011. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 23 September 2011

DEWAN PENGUJI

PIMPINAN FAKULTAS

Penguji I

dr. Agasjtya Wisjnu W, SpPD

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr. MK. Tadjudin, SpAnd

Kaprodi PSPD FKIK UIN

Dr. dr.Syarief Hasan Lutfie, SpKFR

Penguji II

Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed

Page 5: 1.RISET Singgih Kusuma

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang

telah melimpahkan taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Sholawat serta salam senantiasa

penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga dan para

sahabatnya.

Pada kesepatan ini penulis menyadari sepenuhnya akan berbagai

keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki sehingga penyusunan karya tulis

ilmiah masih jauh dari sempurna, maka sudah selayaknya penulis sadar bahwa

karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan,

dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini

penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. MK. Tadjudin, SpAnd, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR, selaku Kepala Program Studi

Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Rr. Ayu Hapsari, M. Biomed, selaku dosen pembimbing I karya ilmiah ini

4. Silvia Fitirina Nasution, M. Biomed, selaku dosen pembimbing II karya

ilmiah ini

5. Kepala Sekolah SD Islam Ruhama Cirendeu yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian di SD Islam Ruhama Cirendeu

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan tahun

2008

7. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan serta doa

Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah S.W.T membalas

dengan pahala yang setimpal. Besar harapan penulis karya tulis ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Page 6: 1.RISET Singgih Kusuma

vi

Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia-

Nya dari Allah S.W.T dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat

diamalkan dengan baik.

Jakarta, 23 September 2011

Penulis

Page 7: 1.RISET Singgih Kusuma

vii

ABSTRAK

Singgih Kusuma.Program Studi Pendidikan Dokter.Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku siswa SD kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah di SD Islam Ruhama tahun 2011. 2011. Penyakit kecacingan dapat menginfeksi semua golongan umur, tetapi prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur sekolah dasar. Dari data terbaru Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 provinsi. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan prevalensi kecacingan mempunyai rentang yang cukup lebar yaitu antara 5,7 % di Sulawesi Utara sampai dengan 60,7 % di Banten. Penyakit kecacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku siswa kelas 4 s.d 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada tahun 2010.Dalam penelitian ini menggunakan metoda deskriptif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 137 responden. Pengumpulan data yaitu data primer yang dilaksanakan dari bulan juli sampai dengan agustus 2011. Analisis data berupa analisis univariat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 48,2% siswa memiliki pengetahuan sedang, 51,8% siswa memiliki sikap cukup, dan 62,8% siswa memiliki perilaku baik. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa tentang penyakit kecacingan sedang, sikap siswa terhadap penyakit kecacingan sebagian besar cukup, dan perilaku siswa terhadap penyakit kecacingan sebagian besar baik.

Kata kunci: kecacingan

Page 8: 1.RISET Singgih Kusuma

viii

ABSTRAC

Singgih Kusuma. Doctor of Education Studies Program. Level Knowledge, Attitudes, and Behavior student grade 4-6 against soil-transmitted helminth infection in SD Islam Ruhama 2011. 2011.

Helminth infection can infect all age groups, but the highest prevalence found in the primary school age group. From the latest data in 2008 stool examinations carried out in 8 provinces. Test results showed the prevalence of helminth infection have a wide enough range of between 5.7% in North Sulawesi up to 60.7% in Banten. Helminth infection disease is still regarded as trivial by most people of Indonesia. In fact, if viewed long-term impact, helminth nfection cause substantial losses for people. This study aims to determine how the level of knowledge, attitudes and behavior of students in grade 4 to 6 SD Islam Ruhama against soil-transmitted helminth infection in 2010. In this research using descriptive method. The sample in this study amounted to 137 respondents. Data collection is carried out primary data from July to August 2011. Data analysis is univariate analysis. From the survey results revealed that 48.2% of students have a knowledge medium, 51.8% of students have enough attitude, and 62.8% of students have good behavior. Overall it can be concluded that the level of students 'knowledge about the helminth infection is, students' attitudes toward the helminth infection largely insufficient, and the behavior of students against the infection disease mostly good.

Key word: helminth infection

Page 9: 1.RISET Singgih Kusuma

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL............................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN................................................................ iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. ..v

ABSTRAK...................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................ .ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR........................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 2 1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum ................................................... 2 1.3.2 Tujuan Khusus .................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengetahuan ...................................................... 4 2.1.2 Sikap................................................................. 7 2.1.3 Perilaku ............................................................ 8 2.1.4 Masalah Cacing Usus di Indonesia .................... 10 2.1.5 Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Ende-

mik Cacing Usus ............................................... 15 2.1.6 Cara Mencegah dan Memberantas Infeksi Cac-

ing Usus ............................................................ 17 2.1.7 Program Pemberantasan Cacing Usus di Indo-

donesia ............................................................. 17 2.2 Kerangka Teori ............................................................ 19 2.3 Kerangka Konsep ......................................................... 20 2.4 Definisi Operasional ..................................................... 21

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ........................................................... 22

Page 10: 1.RISET Singgih Kusuma

x

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 22 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 22 3.4 Cara Kerja Penelitian ..................................................... 23 3.5 Managemen Data .......................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1 Karakteristik dan Latar Belakang Responden ......... 27 4.1.2 Gambaran Pengetahuan Siswa SD Islam Ruhama

terhadap Penyakit Kecacingan ............................... 28 4.1.3 Gambaran Sikap Siswa SD Islam Ruhama

terhadap penyakit kecacingan ............................... 32 4.1.4 Gambaran Perilaku Siswa SD Islam Ruhama

terhadap Penyakit Kecacingan ............................... 35

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...................................................................... 40 5.2 Saran ........................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: 1.RISET Singgih Kusuma

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Definisi Operasional……………………………………………... 28

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Kelas……………….. 34

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia......................................... 34

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin.......................... 35

Tabel 4.4 Presentase Responden yang Menjawab Benar terhadap

Pertanyaan Pengetahuan tentang Penyakit Kecacingan.................

35

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

tentang Penyakit Kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu……

36

Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden dengan Usia.............. 37

Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Jenis

Kelamin............................................................................................

37

Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat kelas............................... 38

Tabel 4.9 Persentase Responden tentang Pertanyaan Sikap terhadap

Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu......................

38

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap........................................ 38

Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden dengan Usia………………………… 40

Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden dengan Jenis Kelamin........................ 41

Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden terhadap Tingkat Kelas...................... 41

Tabel 4.14 Persentase Responden tentang Pertanyaan Perilaku terhadap

Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu......................

42

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku................................... 42

Tabel 4.16 Distribusi Perilaku Responden dengan Usia……………………… 44

Tabel 4.17 Distribusi Perilaku Responden terhadap Jenis Kelamin.................. 44

Tabel 4.18 Distribusi Perilaku Responden terhadap Tingkat Kelas.................. 45

Page 12: 1.RISET Singgih Kusuma

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian…………....……………………... 20 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian………………………………… 21

Page 13: 1.RISET Singgih Kusuma

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 3 Profil SD Islam Ruhama

Lampiran 4 Hasil Analisis Data

Lampiran 5 Riwayat Hidup

Page 14: 1.RISET Singgih Kusuma

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.I. LATAR BELAKANG

Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di

masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya.

Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat

menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik.

Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan

terserang berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang banyak diderita

oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi

kecacingan, yaitu sekitar 40-60 %.1

Penyakit kecacingan ini masih merupakan problema kesehatan dan

ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun individu.

Diseluruh dunia diperkirakan masih banyak kasus penyakit kecacingan,

penyakita kecacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides lebih

dari 1 milyar kasus, Trichuris trichiura sebanyak 795 juta kasus, dan

cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

sebanyak 740.2 Distribusi prevalensi kecacingan menurut jenis cacing

pada anak SD di kabupaten terpilih di 27 provinsi tahun 2002-2008

menunjukan bahwa prevalensi kecacingan akibat infeksi cacing gelang

atau Ascaris lumbricoides tertinggi dibandingkan infeksi oleh cacing

cambuk atau Trichuris trichiura dan cacing tambang atau Necator

americanus.2

Pada tahun 2008 hasil pemeriksaan tinja yang dilaksanakan di 8

provinsi menunjukkan prevalensi kecacingan mempunyai rentang yang

cukup lebar yaitu antara 5,7 % di Sulawesi Utara sampai dengan 60,7 %

di Banten.2 Di Kelurahan Cirendeu Tangerang Selatan Provinsi Banten,

diperoleh informasi bahwa penyuluhan mengenai kecacingan sudah

jarang diadakan lagi, hal ini bisa menyebabkan angka kejadian

kecacingan meningkat lagi. Berdasarkan data yang diperoleh di

Puskesmas Pisangan didapatkan bahwa pada bulan agustus 2011 terdapat

1

Page 15: 1.RISET Singgih Kusuma

2

4 anak terjangkit kecacingan dan berdasarkan wawancara dengan wakil

kepala sekolah SD Islam Ruhama tiap tahun ada anak yang tidak masuk

karena kecacingan.

Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap

sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika

dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian

yang cukup besar bagi penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat

menyebabkan anemia, lesu, prestasi belajar menurun.4 Pengetahuan yang

baik tentang suatu penyakit akan mengurangi tingginya kejadian akan

penyakit terebut. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan

perilaku seseorang. 3

Berdasarkan masalah yang ada, bagaimanakah pengetahuan, sikap

dan perilaku anak usia sekolah dasar terhadap penyakit kecacingan?

Menyadari akan pentingnya peranan pengetahuan, sikap, dan

perilaku masyarakat terhadap kejadian kecacingan terutama pada

kelompok usia sekolah dasar, maka dilakukan penelitian dengan metode

interview dengan kuesioner pada siswa kelas 4 sampai 6 SD Islam

Ruhama bulan juli - agustus2011

1.1 RUMUSAN MASALAH

Kejadian kecacingan pada siswa SD Islam Ruhama di kelurahan

Cirendeu Provinsi Jawa barat menjadi topik utama pada penelitian ini.

Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SD

kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Umum

Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku siswa kelas 4 - 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit

kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada tahun 2010

Page 16: 1.RISET Singgih Kusuma

3

1.2.2 Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan siswa kelas 4 – 6

SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan

melalui tanah.

2. Mengetahui distribusi frekuensi sikap siswa kelas 4 – 6 SD

Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan

melalui tanah.

3. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku siswa kelas 4 – 6 SD

Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan

melalui tanah.

1.3 MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan, khususnya tentang pengetahuan, sikap dan

perilaku siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama tentang penyakit

kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

1.3.2 Bagi masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama para

orang tua siswa SD Islam Ruhama mengenai upaya

pencegahan serta bahaya akibat penyakit kecacingan yang

ditularkan melalui tanah. Serta sebagai sumber informasi bagi

orang tua siswa mengenai tingkat pengetahuan sikap dan

perilaku anak-anak mereka terhadap kecacingan yang

ditularkan melalui tanah, sehingga diharapkan dengan

informasi ini orang tua siswa bisa turut serta dalam upaya

meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku anak-anak

mereka terhadap kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Page 17: 1.RISET Singgih Kusuma

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 LANDASAN TEORI

1.1.1 Pengetahuan

1.1.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini

setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telingan.

- Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam

dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka

seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,

baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin

banyak informasi yang masuk semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan

sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.

Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan

rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak

diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat

diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan

seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua 4

Page 18: 1.RISET Singgih Kusuma

5

aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah

yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap

obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek

yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif

terhadap obyek tersebut .

- Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan

formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh

jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya

teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa

yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat

tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai

bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam

penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media

massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya

informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan

terhadap hal tersebut.

- Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang

tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau

buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah

pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status

ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya

suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi

pengetahuan seseorang.

Page 19: 1.RISET Singgih Kusuma

6

- Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun

sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses

masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya

interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon

sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

- Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan

professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan

dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan

yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar

secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata

dalam bidang kerjanya.

- Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola

pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin

membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan

aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih

banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya

menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia

madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu

untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan

masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak

Page 20: 1.RISET Singgih Kusuma

7

ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional

mengenai jalannya perkembangan selama hidup :

- Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak

informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal

yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya.

- Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada

orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran

baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa

IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,

khususnya pada beberapa kemampuan yang lain

seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.

Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang

akan menurun cukup cepat sejalan dengan

bertambahnya usia.

1.1.2 Sikap

1.1.2.1 Indikator Sikap Terhadap Kesehatan

Indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan

pengetahuan kesehatan, antara lain: 3

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang

tehadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab

penyakit, cara penularan penyakit dan sebagainya.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-

cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat.

Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap

makanan, minuman, olahraga, istirahat cukup dan

sebagainya.

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap

lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya

Page 21: 1.RISET Singgih Kusuma

8

pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan

limbah, polusi dan sebagainya.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan

tidak langsung. Dapat melalui wawancara atau angket. 3

1.1.3 Perilaku

1.1.3.1 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini,

perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok: 3

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health maintance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesahatan agar tidak sakit dan

usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu,

perilaku pemelihara kesehatan ini terdiri dari tiga aspek:

1). Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan

penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila

mana telah sembuh dari sakit.

2). Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang

dalam keadaan sehat.

3). Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan

minuman dapat memelihara dan meningkatkan

kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makan dan

minuman dapat menjadi sebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas

pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian

pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan

seseorang pada saat menderita penyakit dan atau

Page 22: 1.RISET Singgih Kusuma

9

kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari

mengobati sendiri (self treatment) atau mencari pengobatan

ke luar negri.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya dan

sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain,

bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga

tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau

masyarakatnya.

Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan

lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup: (3)

1). Perilaku sehubungan dengan air bersih.

2). Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor.

3). Perilaku sehubungan dengan limbah.

4). Perilaku sehubungan dengan rumah sehat.

5). Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang

nyamuk.

1.1.3.2 Indikator Perilaku Terhadap Kesehatan

Indikator praktik kesehatan ini juga mencakup hal-hal

tersebut di atas, yakni: 3

1. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit

Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).

Pencegahan penyakit, mengimunisasi anaknya, melakukan

pengurasan bak seminggu sekali dan sebagainya dan b).

Penyembuhan penyakit, minum obat sesuai petunjuk

dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter dan sebagainya.

2. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan

Page 23: 1.RISET Singgih Kusuma

10

Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).

mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, b). Olah

raga secara teratur, c). Tidak merokok dan sebagainya.

3. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan

Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).

Membuang air besar di jamban (WC), b). Membuang

sampah pada pada tempatnya, c). Menggunakan air bersih

untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan tidak langsung

yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung,

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden,

pengukuran ini yang paling akurat dibandingkan dengan cara

wawancara. 3

1.1.4 Masalah Cacing Usus di Indonesia

Cacing usus yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di

daerah tropic dengan keadaan sanitasi yang kurang memadai adalah

kelompok cacing yang disebut Soil Transmitted Helminthes. Disebut

demikian karena perkembangan mulai dari telur sampai menjadi

bentuk infektif, terjadi di tanah. Cacinga perut yang ditularkan melalui

tanah, menurut cara infeksinya dibagi menjadi:1

a. Human Infection by Ingestion Ova, yakni yang terdiri dari Ascaris

lumbricoides (cacing gelang) dan Trichuris trichiura (cacing

cambuk).

b. Human Infection by Penetration of Skin by Larva, yakni yang

terdiri dari Ancylostoma duodenale, Necator americanus (cacing

tambang) dan Strongyloides stercoralis (cacing benang).

Dari jenis-jenis cacing diatas, yang paling utama menyebabkan

penyakit cacing perut di Indonesia meliputi tiga jenis, yaitu:

a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

Page 24: 1.RISET Singgih Kusuma

11

c. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma

duodenale)

1.1.4.1 Lingkaran Hidup Cacing Usus

1.1.4.1.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)

Cacing dewasa hidup dalam rongga usus halus

manusia. Cacing betinanya mempunyai kemampuan

mengeluarkan telur sebanyak 26 juta telur, dan rata-rata

sehari dikeluarkan 140.000 butir telur, yang terdiri dari

telur yang sudah dibuahi.4

Telur-telur ini akan dikeluarkan dari dalam usus

manusia bersama-sama kotoran/tinja. Telur-telur yang

sudah dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam

waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila

tertelan oleh manusia baik melalui makanan atau minuman,

menetas di usus halus menuju pembuluh darah atau saluran

limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran

darah ke paru-paru. Sejak telur matang sampai cacing

betina bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.4

Di daerah endemis tinggi, dalam usus seseorang

bisa terdapat 100 atau lebih cacing dewasa. Jika cacing

betina dibuahi oleh cacing jantan maka telur-telur ini akan

menjadi subur, yang akan keluar bersama tinja. Jika

penderita kecacingan ini tidak buang air besar di toilet

melainkan di kebun-kebun atau tempat-tempat yang terbuka

maka telur cacing akan jatuh ke tanah bersama tinja.

Setelah 2-3 minggu di tanah, di dalam telur akan tumbuh

larva yang berbentuk cacing yang sangat kecil.jika telur

yang infektif ini diterbangkan angin bersama debu atau

terbawa arus air atau terbawa oleh binatang seperti tikus,

lalat, kecoa, lalu mengenai makanan atau minuman, maka

selanjutnya akan ikut tertelan masuk ke dalam usus.4

Page 25: 1.RISET Singgih Kusuma

12

1.1.4.1.2 Trichuris trichiura

Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan

cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing

seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang

seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk,

pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada

cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.

Trichiuris trichiura memiliki esophagus yang panjang,

mencakup 2/3 panjang badan, dikelilingi oleh dinding yang

tipis, kelenjar unicellular, atau stichocytes. Cacing dewasa

ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian

anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa

usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur

setiap hari antara 3000 – 10.000 butir. 24

Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron,

berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan

yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar

berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.24

Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3

sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada

tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang

ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.

Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan

telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk

kedalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun

ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama

sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyain siklus paru. Masa

pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing

dewasa betina meletakan telur kira-kira 30 – 90 hari.23

Page 26: 1.RISET Singgih Kusuma

13

1.1.4.1.3 Necator americanus

Lingkaran hidup Necator americanus hampi sama

dengan cacing gelang. Bentuk dewasa juga berdiam di

dalam usus halus dan yang betina mengeluarkan 10.000

telur sehari. Telur inipun akan dikeluarkan bersama tinja.

Berbeda dengan telur cacing gelang, telur cacing tambang

bila jatuh ke tanah yang sesuai akan menetas dalam waktu

1-2 hari, tetapi pada tanah yang kurang baik kadang-kadang

telur tersebut baru menetas dalam waktu 3 minggu.4

Larva ini akan menunggu manusia bila ada manusia

yang berjalan tanpa alas kaki atau memegang-megang

tanah, maka larva akan menembus kulit kaki atau kulit

tangan dan masuk kedalam jaringan bawah kulit, kemudian

memasuki saluran limfe dan pembuluh rambut/kapiler. Dari

kapiler mencari jalan menembus ke jantung kanan, paru,

tenggorokan, dibatukan dan tertelan ke dalam lambung

terus ke usus halus. Dalam usus halus ini larva tumbuh

menjadi cacing dewasa.23

1.1.5 Gejala Klinis dan Komplikasi Infeksi Cacing Usus

1.1.5.1 Ascaris lumbricoides (cacing gelang)

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan

oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan pada larva

biasanya terjadi pada saat berada di paru. Selama

bermigrasi larva dapat menimbulkan gejala bila merusak

kapiler atau dinding alveolus paru. Keadaan tersebut

akan menyebabkan terjadinya perdarahan, penggumpalan

sel leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan

konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk, batuk

darah, sesak nafas dan pneumonitis askaris. Pada foto

toraks tampak infiltrat yang mirip pneumonia viral yang

menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut

Page 27: 1.RISET Singgih Kusuma

14

sindrom loeffler. Pada pemeriksaan darah akan

didapatkan eosinofilia. 4

Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang

organ lain seperti otak, ginjal, mata, sumsum tulang

belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit cacing

dewasa akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang

penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti

mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Bila

infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-cacing

ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi

usus (ileus). Kadang-kadang penderita mengalami gejala

gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan

berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat

juga menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak-

anak. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat

terjadi malabsorbsi sehinga memperberat keadaan

malnutrisi. Cacing ini dapat mengadakan sumbatan pada

saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus

buntu. Selain hal tersebut diatas, cacing ini dapat juga

menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal

dan eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui

mulut dengan perantara batuk, muntah atau langsung

keluar melalui hidung.4

1.1.5.2 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)

Infeksi ringan cacing ini tidak menimbulkan gejala

klinis yang jelas. Pada infeksi yang berat terutama pada

anak, cacing ini tersebar ke seluruh kolon dan rektum.

Terdapat keluhan nyeri di daerah perut, dapat disertai

muntah-muntah, susah buang air besar, dan perut

kembung. Kadang-kadang diare dengan tinja bergaris-

garis merah darah. Bagian belakang atau ekor cacing ini

melekat erat pada dinding usus, sehingga menyebabkan

Page 28: 1.RISET Singgih Kusuma

15

perdarahan kronik dan kerusakan selaput lender dinding

usus.23

Penderita dengan infeksi cacing cambuk menahun

sangat berat menunjukan suatu gambaran klinis yang

khas yang terdiri dari anemia berat, diare yang terus-

menerus, sakit perut, mual dan muntah, berat badan

turun, dan kadang-kadang prolaps recti dengan cacing di

dalam mukosa.23

1.1.5.3 Necator americanus

a. Stadium larva:

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus

kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut

ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.

b. Stadium dewasa:

Gejala tegantung pada (1) spesies dan jumlah

cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan

protein). Tiap cacing Necator americanus

menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1

cc sehari. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.

Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia

belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kemaatian,

tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja

menurun. Anmenia akan terjadi 10-20 minggu setelah

infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari

500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala

anemnia tersebut tentunya bergantung pula pada

keadaan gizi pasien.4

2.1.1 Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Endemi Cacing

Usus

2.1.1.1 Faktor Alam

Faktor alam yang mendukung ialah:

Page 29: 1.RISET Singgih Kusuma

16

- Iklim atau suhu: iklim tropic sangat menunjang

pertumbuhan telur dan larva.

- Tanah: tanah liat merupakan tanah yang sesuai

untuk pertumbuhan cacing gelang dan cacing

cambuk, sedangakan tanah pasir untuk cacing

tambang.

- Kelembaban: kelembaban yang tinggi menunjang

pertumbuhan telur.

- Sinar matahari dan angin: dapat mempercepat

pengeringan dan menyebarkan telur cacing

cambuk dalam debu. 25

2.1.1.2 Faktor Manusia

Pembuangan tinja di halaman sekitar rumah akan

memungkinkan telur dan larva berkembang terus

menjadi bentuk infektif. Terlebih lagi bila ada anak-

anak yang membuang air besar di selokan yang

terbuka. Kebiasaan yang tidak menggunakan alas kaki

merupakan faktor utama pada infeksi cacing tambang.

Kulit kaki yang tidak terlindung akan dimasuki larva-

larva yang infektif.25

Kebiasaan yang dapat menyebarkan cacing usus

adalah pemakaian tinja sebagai pupuk tanpa diolah

terlebih dahulu, sehingga seseorang yang makan

sayuran yang tidak direbus akan terkena infeksi cacing

perut.25

Didaerah dengan keadaan sanitasi yang tidak

memadai, manusia, khusus anak, berdefekasi di sekitar

rumah, di kebaun, dibawah pohon yang teduh, di

selokan, di comberan, dan di kali. Main-main di

halaman akan menyebabkan anak terinfeksi telur atau

larva. Tangan kotor dengan tanah masuk mulut anak.

Makanan atau mainan yang dibawa anak bermain di

Page 30: 1.RISET Singgih Kusuma

17

halaman sekitar rumah merupakan sumber infeksi yang

penting.25

Pencemaran tanah oleh telur cacing gelang di

halaman rumah terbanyak ditemukan di sekitar

umpukan sampah (55%) dan di tempat teduh di bawah

pohon (33,3%). Pinggiran selokan juga dianggap

tempat enak untuk membuang hajat besar (22,5%) dan

(17,2%) dari sejumlah pemeriksaan tanah ditemukan

positif dengan telur cacing gelang. Kebiasaan

memotong kuku panjang dan bila makan tidak mencuci

tangan terlebih dahulu, merupakan kebiasaan yang

mendukung seseorang mudah terkena infeksi cacing

usus.25

2.1.2 Cara Mencegah dan Memberantas Infeksi Cacing Usus

Prinsip dari pemberantasan penyakit menular adalah

memutuskan rantai penularan dari prinsip ini berlaku juga

pemberantasan infeksi cacing usus, pemutusan rantai penularan

pada infeksi cacing usus pada dasarnya adalah mencegah telur

infektif atau larfa infektif memasuki tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan jalan: 25

a. Menjaga kebersihan perorangan/diri, seperti:

- Mencuci tangan sebelum makan (sebaiknya memakai

sabun)

- Menggunting dan membersihkan kuku

- Memakai alas kaki bila keluar rumah

- Mandi dan membersihkan badan paling sedikit 2 kali

sehari

b. Menjaga kebersihan lingkungan, seperti:

- Nuang air besar di jamban agar tidak mngotori tanah

dan lingkungan

- Jangan membuang sampah sembarangan

- Membersihkan selokan air secara teratur

Page 31: 1.RISET Singgih Kusuma

18

- Memberantas binatang yang dapat menyebarkan telur

cacing

- Menjaga kebersihan rumah

c. Menjaga Kebersihan Makanan dan Minuman, seperti:

- Menutup makanan dan minuman agar tidak dihinggapi

lalat dan terkena debu

- Jangan minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu

- Mencuci buah-buahan dengan air bersih sebelum

dimakan

- Bila makan sayuran sebaiknya direbus lebih dahulu

2.1.3 Program Pemberantasan Cacing Usus di Indonesia

Usaha pemberantasan caing-cacing yang ditularkan dengan

pemberantasan tanah ini telah dimulai di Indonesia sejak tahun

1924, yaitu dengan dilaksanakannya suatu survey umum cacing

tambang di pulau jawa. Kemudian pada tahun 1925 usaha ini

dilanjutkan dengan membentuk suatu usaha hygiene pedesaan

yang intensif dan pendidikan kesehatan masyarakat, walaupun

usaha ini tidak memberikan hasil yang definitif.1

Usaha pemberantasan baru dimulai secara resmi pada tahun

1975, yaitu dengan dibentuknya Sub Direktorat cacing tambang

dan Penyakit Perut lainnya di Lingkungan Direktorat Jendral.

P3M Kementrian Kesehatan RI pada saat tersebut beberapa

penyakit menular seperti malaria, tuberculosis paru, cholera,

serta penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan wabah sangat

diprioritaska, maka usaha pemberantasan penyakit cacing

tambang dan parasit perut masih terbatas. Sebagai sasaran

adalah semua golongan umur di daerah prosuksi vital

(perkebunan, pertambangan dan transmigrasi) yang

dilaksanakan di Indonesia. Pemberantasan dititikberatkan pada

pemberantsan penyaki cacingan yang ditularkan melalui tanah,

yaitu Ascaris lumricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura

(cacing cambuk) dan Necator americanus (cacing tambang).1

Page 32: 1.RISET Singgih Kusuma

19

Kegiatan yang dilakukan meliputi:1

a. Pengobatan Masal

Pengobatan masal dilakukan kepada seluruh anggota

masyarakat setelah prevalensi dan intensitas cacing di

masyarakat diketahui melalui survey.

b. Perbaikan Hygiene Sanitasi

Perbaikan keadaan hygiene sanitasi dikaitkan dengan

pelaksanaan Proyek Inpres Samijaga (Sarana Air Minum

dan Jamban Keluarga),, disamping kegiatan-kegiatan lain

yang dilakukan masyarakat.

c. Pendidikan Kesehatan Masyarakat

Pendidikan kesehatan mencakup kesehatan perorangan dan

kesehatan lingkungan. Pendidikan kesehatan dilakukan

melalui segala kesempatan dan wadah yang ada di

masyarakat.

d. Perbaikan Gizi

Pelaksanaan usaha pencegahan dan pemberantasan terbatas

penyakit cacing dengan banruan pimpinan perusahan yang

bersangkutan setelah pengobatan masal yang pertama

seluruh karyawan mendapat tablet sulfat ferosus 1 tablet

setiap hari selama 3 bulan dan makanan tambahan.

Upaya pemberantasan penyakit cacing perut tersebut

mempunyai efek dramatic, dimana setelah dilakukan pengobatan

segera akan menampakan hasil yang nyata, sehingga setelah

sering digunakan sebagai entry point prigram kesehatan yang

lainnya.1

Page 33: 1.RISET Singgih Kusuma

20

2.1 KERANGKA TEORI

Gambar 2.1

Kerangka Teori Penelitian

2.2 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independent dan variabel

dependent. Variabel independentnya yaitu: tingkat kelas, jenis kelamin.

Sedangkan yang menjadi variabel dependentnya adalah pengetahuan, sikap, dan

Faktor Predisposisi - Umur - Pengetahuan - Pendidikan - Pekerjaan

Faktor Pendukung - Jarak ke tempat

pelayanan

Faktor Pendorong - Sikap petugas

kesehatan

Pengetahuan, Sikap, dan perilaku

Page 34: 1.RISET Singgih Kusuma

21

perilaku siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang

ditularkan melalui tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka

konsep berikut ini:

Gambar 2.2

Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Yang bercetak miring tidak diteliti

Usia

Pengetahuan, Sikap,

dan perilaku

Tingkat Kelas

Jenis Kelamin

Page 35: 1.RISET Singgih Kusuma

22

2.3 DEFINISI OPERASIONAL

Table 2.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Dependen

Pengetahuan

Hal-hal yang diketahui responden berkaitan dengan penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah

Wawancara

Kuesioner

1. Baik, dengan skor > 80%

2. Cukup, dengan skor 40 – 80 %

3. Kurang, dengan skor <40 %

Ordinal

Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon responden yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek

Wawancara

Kuesioner 1. Baik, dengan skor > 80%

2. Cukup, dengan skor 60 – 80 %

3. Kurang baik, dengan skor <60 %

ordinal

Perilaku Perilaku adalah tanggapan atau reaksi responden yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak hanya badan atau ucapan

Wawancara Kusioner 1. Baik, dengan skor > 80%

2. Cukup, dengan skor 60 – 80 %

3. Kurang, dengan skor <60 %

Ordinal

Independent Usia Rentang usia

responden dari usia termuda kels IV sampai tertua kelas VI

Wawancara Kuesioner 1. 8 tahun 2. 9 tahun 3. 10 tahun 4. 11 tahun 5. 12 tahun

Ordinal

Jenis Kelamin Karakteristik seksual yang dimiliki oleh responden

Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

Tingkat kelas Tingkat jenjang sekolah responden

Wawancara Kuesioner 1. VI 2. V 3. IV

Ordinal

Page 36: 1.RISET Singgih Kusuma

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan metode

pengumpulan data secara cross sectional untuk mengetahui pengetahuan,

sikap, dan perilaku siswa kelas 4 - 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit

kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Islam Ruhama. Jl. Tarumanegara

No. 67 Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

3.2.2 Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli - Agustus

2011

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 Populasi dan Sampel yang Diteliti

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD

Islam Ruhama dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah

keseluruhan siswa kelas 4 - 6 di SD Islam Ruhama pada bulan Juli -

September 2011. Sampel terdiri dari siswa kelas 4 - 6 SD di SD Islam

Ruhama Cireundeu yang dipilih secara acak (stratified random

sampling) dan memenuhi kriteria sampel penelitian

3.3.2 Jumlah Sampel

Dalam penelitian ini jumlah populasi yaitu 208 siswa, karena

jumlah populasi kurang dari 10000, maka dalam penelitan ini untuk

menentukan jumlah sampel digunakan rumus: 17

28

23

Page 37: 1.RISET Singgih Kusuma

24

Keterangan:

n1 Besar sampel pada tahap pertama

Zα Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat

kemaknaan α (Standar variasi), untuk α = 0,05, maka Zα

bernilai 1,96 atau Derajat kepercayaan, CI 95%= 1,96, α = 5

% (two tail)

p Persentase taksiran hal yang akan diteliti/ proporsi variabel

yang diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumya.

Dilakukan uji pendahuluan, dan nilai P yang didapat adalah

sebesar 60,7%, maka nilai p = 60,7% = 0.607

q 1 – p = 1- 0,5 = 0,5

d Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, dalam hal

ini diambil nilai d adalah 8,17 % = 0,0817

Berdasarkan rumus di atas didapatkan jumlah sampel:

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel

a. Mendapatkan jumlah populasi siswa kelas 4-6

b. Menggunakan rumus jumlah sampel dan pengambilan sampel

di masing-masing kelas menggunakan metode stratified

random sampling didapatkan jumlah sampel terpilih dari

masing-masing kelas.

c. Seleksi sampel terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi

maka akan didapatkan sampel yang benar diteliti.

3.3.4 Kriteria Sampel

3.3.4.1 Kriteria Inklusi

Siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama yang hadir saat

pengambilan sampel.

Bersedia mengikuti penelitian ini.

n1 = zα2.p.q = (1,96)2 x 0,607 x 0,393 = 137,2 ≈ 137 sampel

d2 (0,0817)2

23

Page 38: 1.RISET Singgih Kusuma

25

3.3.4.2 Kriteria Ekslusi

Pengisian kuesioner tidak lengkap.

3.4 CARA KERJA PENELITIAN

Penelitian dilakukan langsung di SD Islam Ruhama dan memberikan

kuesioner pada siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama.

3.4.1 Alur penelitian

SD Islam Ruhama

Izin dari Kepala Sekolah SD Islam Ruhama

Pendataan dan seleksi calon sampel dengan teknik stratified

random sampling

Tidak sesuai dengan kriteria inklusi

Sesuai dengan kriteria inklusi

Persetujuan kepada subjek penelitian

Pengisian kuesioner dengan bimbingan peneliti

Pengolahan data hasil kuesioner dengan program SPSS 1.6

Observasi data pribadi siswa

Gambar 3.1

Alur Penelitian

Page 39: 1.RISET Singgih Kusuma

26

3.4.2 Indentifikasi Variabel

3.4.2.1 Variabel Independen

Usia

Jenis Kelamin

Tingkat kelas

3.4.2.2 Variabel Dependen

Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SD kelas 4 – 6

terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah

3.5 MANAGEMEN DATA

3.5.1 Teknik Pengumpulan data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

Pengumpulan data dilakukan saat penelitian pada bulan Juli –

Agustus 2011.

Data yang diperoleh, yaitu dari data primer, yaitu data yang

didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh

responden, yaitu siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama

Cireundeu. Sebelum pengisian kuisioner, peneliti memberikan

petunjuk dalam pengisian kuisioner serta mengadakan

pengawasan dan penjelasan kembali bila responden mengalami

kesulitan dan hal – hal yang kurang jelas.

3.5.2 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan

diolah dengan menggunakan program komputer meliputi variabel

independen, yaitu: tingkat kelas, umur dan jenis kelamin. Sedangkan

variabel dependennya adalah pengetahuan, sikap dan, perilaku

terhadap penyakit kecacingan dan faktor yang mempengaruhinya.

Data diolah dengan alat bantu perangkat komputer software SPSS for

windows versi 16.0.

3.5.3 Analisis Data

3.5.3.1 Analisis Univariat

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

analisa univariat dengan menampilkan tabel-tabel distribusi

Page 40: 1.RISET Singgih Kusuma

27

untuk melihat gambaran distribusi frekuensi responden

menurut berbagai variabel yang diteliti yaitu variabel

independen dan variabel dependen.

3.5.4 Rencana Penyajian Data

Data yang didapat akan disajikan dalam bentuk tekstuler, dan

tabuler.

Page 41: 1.RISET Singgih Kusuma

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian tentang tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku

siswa kelas IV, V dan VI terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui

tanah dan faktor yang mempengaruhinya di SD Islam Ruhama, diperoleh hasil

yang akan disajikan dalam bagian-bagian sebagai berikut: karakteristik dan latar

belakang responden; tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang

penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1 Karakteristik Responden

Karakteristik subjek dalam penelitian ini terbagi atas kelompok

usia, jenis kelamin,dan tingkat kelas. Frekuensi masing-masing

kelompok tersebut adalah sebagi berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Kelas

Tingkat Kelas Frekuensi Persentase (%) VI 49 35,8 V 37 27 IV 51 37,2

Total 137 100

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Responden Frekuensi Persentase(%) 8 tahun 16 11,7 9 tahun 32 23,4 10 tahun 49 35,8 11 tahun 37 27 12 tahun 3 2,2

Total 137 100

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Usia Responden Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 67 48,9

Perempuan 70 51,1 Total 137 100

Page 42: 1.RISET Singgih Kusuma

29

Berdasarkan table 4.2 di atas maka usia responden terbanyak adalah 10

tahun (35,8 %) dengan nilai mean 9,85 dan nilai SD 1,021; jumlah siswa

terbanyak ada di kelas IV (37,2%) dengan nilai mean 2,01 dan nilai SD 0,857

(table 4.1); serta berdasarkan jenis kelaminnya siswa terbanyak adalah

perempuan (51,2%) dengan nilai mean 1,51 dan nilai SD 0,502 (table 4.3).

4.1.2 Gambaran Pengetahuan Siswa SD Islam Ruhama terhadap

Penyakit Kecacingan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

tentang Penyakit Kecacingan di SD Islam Ruhama

Cirendeu

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Baik 18 13,1

Sedang 66 48,2 Kurang 53 38,7 Total 137 100

Pada tingkat pengetahuan siswa (tabel 4.4) diperoleh data bahwa

sebagian besar pengetahuan responden tergolong kedalam kategori

sedang (48,2%). Paling sedikit 13,1% adalah pengetahuan dengan

kategori baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SD

Islam Ruhama Cirendeu, diperoleh gambaran bahwa tingkat

pengetahuan murid pada umumnya adalah sedang. Pada tabel 4.4,

pada pertanyaan mengenai cara pencegahan penyakit kecacingan

terdapat 80,3% yang menjawab benar. Secara umum mereka

mengetahui cara pencegahan penyakit kecacingan. Namun bila dilihat

dati persentase siswa yang menjawab benar mengenai pertanyaan cara

penularan penyakit kecacingan baik yang disebabkan oleh cacing

gelang, cacing cambuk dan cacing tambang hanya 47% yang

menjawab benar untuk cara penularan cacing tambang, 28,5% yang

menjawab untuk cara penularan cacing cambuk, dan 24,1% yang

menjawab benar untuk cara penularan cacing tambang, selebihnya

menjawab salah dan tidak tahu (tabel 4.4). Hal ini tentu saja akan

Page 43: 1.RISET Singgih Kusuma

30

memudahkan mereka tertular penyakit kecacingan karena mereka

tidak mengetahui dengan pasti cara penularan penyakit kecacingan.

Kemudian dari pertanyaan bagaimana tanda-tanda kecacing yang

diakibatkan oleh cacing gelang, cacing cambuk dan cacing tambang,

hanya 39,4 % yang dapat menyebutkan tanda-tanda kecacingan yang

diakibatkan oleh cacing gelang, 38% untuk cacing cambuk dan 24,1%

untuk cacing tambang (tabel 4.4). Angka ini tentulah sangat rendah,

sehingga dapat berpengaruh dari tanda-tanda atau gejala-gejala yang

dirasakan akibat dari penyakit yang diakibatkan oleh cacing ini.

Apabila murid tidak merasakan tanda-tanda atau gejala yang

diakibatkan oleh cacing gelang, cambuk dan tambang ini maka tentu

saja siswa tidak dapat berperan dalam pemberantasan penyakit

kecacingan ini.

Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden dengan Usia

Usia Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Baik Sedang Rendah

8 2 9 5 9 3 21 8

10 10 23 16 11 3 12 22 12 0 1 2

Pada Tabel 4.6 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki pengetahuan dengan kategori baik adalah pada

responden dengan kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 10

responden dan yang paling sedikit pada responden dengan kelompok

usia 12 tahun yaitu 0 responden .

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana,

semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal

yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.12

Page 44: 1.RISET Singgih Kusuma

31

Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Jenis

Kelamin

Jenis kelamin Distribusi Pengetahuan Baik Sedang Rendah

Laki-laki 8 34 25 Perempuan 10 32 28

Pada Tabel 4.7 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki pengetahuan baik adalah pada responden dengan

jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden dan yang

paling sedikit pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 8

responden. Untuk tingkat pengetahuan sedang terbanyak pada jenis

kelamin laki-laki yaitu sebanyak 34 responden, sedangkan pada jenis

kelamin perempuan sebanyak 32 responden. Dan untuk tingkat

pengetahuan rendah terbanyak pada perempuan sebanyak 28

responden, sisanya laki-laki 25 responden berpengetahuan rendah.

Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat kelas

Tingkat kelas Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat Kelas Baik Sedang Rendah

VI 4 17 28 V 9 18 10 IV 5 31 15

Pada tabel 4.8 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki pengetahuan baik adalah siswa kelas V yaitu

sebanyak 9 responden, dan yang paling rendah adalah kelas VI

sebanyak 4 responden. Untuk tingkat pengetahuan sedang tertinggi

terdapat pada kelas IV yaitu sebanyak 31 responden, sedangkan

terendah adalah kelas VI sebanyak 17 responden, sedangkan kelas V

sebanyak 18 responden. Untuk tingkat pengetahuan rendah terbanyak

terdapat pada kelas VI sebanyak 28 responden, dan terkecil adalah

kelas V sebanyak 10 responden, sisanya kelas IV sebanyak 15 orang.

Tingkat Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima

informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung

Page 45: 1.RISET Singgih Kusuma

32

untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media

massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat

kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan

pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah

pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan

formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang

akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.12

4.1.3 Gambaran Sikap Siswa SD Islam Ruhama terhadap Penyakit

Kecacingan

Dari hasil jawaban pertanyaan sikap (tabel 4.10), maka

diperoleh hasil responden dengan sikap cukup (51,8%), sebagai sikap

terbanyak. Sedangkan responden dengan sikap baik sebanyak 48,9%

dan responden dengan sikap kurang baik sebanyak 0 (tabel 4.10).

Tabel 4.9 Persentase Responden tentang Pertanyaan Sikap terhadap

Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu

No Jenis Pertanyaan Sangat Setuju Setuju Tidak

setuju

Sangat tidak setuju

1 Setiap Orang Harus Menjaga Kesehatan

69,3 28,5 1,5 0,7

2 Penyakit kecacingan tidak dapat dicegah

3,6 13,9 53,3 29,2

3 Penyakit kecacingan adalah penyakit berbahaya

14,6 56,2 24,8 4,4

4 Penyakit kecacingan dapat menjadikan seseorang bodoh

5,8 19,7 54 20,4

5 Memakai alas kaki ketika bermain di luar rumah

43,8 46,7 8 1,5

6 Diadakan penyuluhan di 43,1 42,3 9,5 5,1

Page 46: 1.RISET Singgih Kusuma

33

sekolah 7 Setuju diberi obat cacing

di sekolahapabila ternyata cacingan

38,7 43,8 13,1 4,4

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Sikap Frekuensi Persentase (%) Baik 66 48,2 Cukup 71 51,8 Kurang Baik 0 0 Total 137 100

Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tidakan suatu perilaku. Sikap masih

merupakan breaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek. 3

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh gambaran bahwa

sebagian besar siswa bersikap dengan kriteria cukup (51,8%), dan

sisanya bersikap baik (48,2%) yang dapat dilihat pada tabel 4.10.

Pada penelitian ini tidak didapatkan responden dengan kriteria

sikap kurang baik, pada umumnya mereka tergolong ke dalam

responden yang bersikap cukup, sisanya masuk kedalam kriteria baik.

Pada pertanyaan sikap nomor 6 (tabel 4.9) tentang setuju atau tidak

setuju diadakannya penyuluhan terhadap penyakit kecacingan di

sekolah, pada umumnya responden menjawab sangat setuju (43,1%),

maka penyuluhan merupakan sarana yang efektif untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku siswa SD.

Indikator untuk sikap kesehatan antara lain: (3)

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang

tehadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara

penularan penyakit dan sebagainya.

Sikap terhadap tanda-tanda penyakit kecacingan ada pada

pertanyaan sikap nomor 4 (table 4.9) yaitu penyakit kecacingan

Page 47: 1.RISET Singgih Kusuma

34

dapat menjadikan seseorang bodoh, terbanyak 54% responden

menjawab tidak setuju, yang menjawab setuju 19,7% dan sisanya

menjawab sangat setuju 5,8%. Penilaian atau pendapat terhadap

tanda kecacingan yaitu menyebabkan kebodohan masih sangat

rendah, maka diperlukan edukasi kepada siswa agar mereka lebih

mengetahui gejala dan tanda kecacingan, agar tingkat kejadian

kecacingan dapat diturunkan.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-

cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat.

Pada penelitian ini terhadap cara pemeliharaan dan cara

hidup sehat contohnya adalah pertanyaan sikap nomor 5 (table

4.9) tentang sikap memakai alas kaki ketika bermain di luar

rumah. Sebagian besar responden menjawab setuju 46,7%, sangat

setuju 43,8%, dan sisanya tidak setuju 8%, sangat tidak setuju

1,5%. Dapat dilihat bahwa masih ada responden yang menjawab

tidak setuju dan sangat tidak setuju, untuk merubah sikap ini

maka diperlukan edukasi yang baik agar mereka mengerti akan

pentingnya cara pemeliharaan dan hidup sehat, contohnya adalah

memakai alas ketika bermain di luar rumah.

Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden dengan Usia

Usia Distribusi Sikap Responden Baik Cukup

8 7 9 9 17 15 10 25 24 11 16 21 12 1 2

Pada Tabel 4.11 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki sikap kategori baik adalah pada responden dengan

kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 25 responden dan yang paling

sedikit pada responden dengan kelompok usia 12 tahun yaitu 1

responden sedangkan responden kelompok usia 8 tahun sebanyak 7

responden, kelompok usia 9 tahun 17 responden dan kelompok usia

Page 48: 1.RISET Singgih Kusuma

35

11 tahun 16 responden. Sedangkan responden yang paling banyak

memiliki sikap kategori sedang adalah pada responden dengan

kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 24 responden dan yang paling

sedikit pada responden dengan kelompok usia 12 tahun yaitu 2

responden sedangkan responden kelompok usia 8 tahun sebanyak 7

responden, kelompok usia 9 tahun 15 responden dan kelompok usia

11 tahun sebanyak 21 responden.

Jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat

puas karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan

psikologis. Artinya, semakin bertambah semakin bertambah usianya

maka semakin mampu menunjukan kematangan jiwa yaitu semakin

bijaksana, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran

terhadap pandangan dan sikap yang berbeda dari dirinya sendiri, dan

sifat-sifat lain yang menunjukan kematangan intelektual dan

psikologis.

Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden dengan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Distribusi Sikap Responden Baik Sedang

Laki-Laki 29 38 Perempuan 37 33

Pada Tabel 4.12 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki sikap kategori baik adalah pada responden dengan

jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 37 responden dan yang

paling sedikit pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 29

responden. Untuk tingkat sikap kategori sedang terbanyak pada jenis

kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 responden, sedangkan pada jenis

kelamin perempuan sebanyak 33 responden.

Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden terhadap Tingkat Kelas

Tingkat Kelas Distribusi Sikap Responden Baik Sedang

VI 20 29 V 17 20 IV 29 22

Pada tabel 4.13 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki sikap kategori baik adalah siswa kelas IV yaitu

Page 49: 1.RISET Singgih Kusuma

36

sebanyak 29 responden, dan yang paling rendah adalah kelas VI

sebanyak 20 responden, sisanya kelas V sebanyak 17 responden.

Untuk tingkat sikap kategori sedang tertinggi terdapat pada kelas VI

yaitu sebanyak 29 responden, sedangkan terendah adalah kelas V

sebanyak 20 responden, sisanya kelas IV sebanyak 22 responden.

4.1.1.3 Gambaran Perilaku Siswa SD Islam Ruhama terhadap Penyakit

Kecacingan

Begitu juga dari hasil jawaban pertanyaan tentang perilaku

responden (tabel 3.8) diperoleh hasil responden dengan perilaku baik

62,8% sebagai perilaku terbanyak dan responden dengan perilaku

cukup 34,3%, sedangkan responden dengan perilaku kurang baik

sebanyak 2,9% (tabel 4.15).

Tabel 4.14 Persentase Responden tentang Pertanyaan Perilaku

terhadap Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama

Cirendeu

No Jenis Pertanyaan Ya Kadan- kadang Tidak

1 Minum obat cacing rutin tiap 6 bulan sekali

28,1 47,4 24,1

2 Perilaku mencuci tangan sebelum makan

79,6 18,2 2,2

3 Perilaku menggunting kuku minimal seminggu sekali

64,2 28,5 7,3

4 Perilaku mengelap tangan yang kotor ketika hendak makan ke baju, saputangan, atau tissue

26,3 33,6 40,1

5 Perilaku mengambil makanan yang telah jatuh ke tanah

11,7 14,6 73,7

No Jenis pertanyaan Yang

menjawab baik

%

6 Perilaku BAB di WC 128 93,4 7 Perilaku mencuci tangan pakai air dan sabun

setelah BAB 125 91,2

8 Perilaku mengingatkan teman/saudara yang tidak minum obat cacing secara rutin

110 80,3

9 Perilaku tidak jajan di tempat yang banyak lalat 110 80,3 10 Perilaku mencuci tangan dan kaki setelah olahraga 70 51,1

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku

Perilaku Frekuensi Persentase (%) Baik 86 62,8

Cukup 47 34,3

Page 50: 1.RISET Singgih Kusuma

37

Kurang Baik 4 2,9 Total 137 100

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta

lingkungan. 3

Pada tabel 4.14 diketahui hanya 28,1% saja dari total responden

yang rutin meminum obat cacing setiap 6 bulan sekali, dengan

perincian sebagai berikut:

- Ya, rutin minum obat cacing tiap 6 bulan sekali sebanyak 28,1%

- Kadang-kadang, minum obat cacing tiap 6 bulan sekali sebanyak

47,4%

- Tidak minum obat cacing sebanyak 24,1%

Adanya murid yang tidak pernah minum obat cacing (24,1%)

tidak baik, karena mengingat masih tingginya angka prevalensi

penyakit kecacingan. Sedangkan minum obat cacing merupakan

salah satu upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit

kecacingan.

Derajat kesehatan masyarakat yang disebutkan sebagai psycho

socio somatic helath well being, merupakan dari empat faktor, yaitu: (6)

d. Environment atau lingkungan.

e. Behavior atau perilaku, aatara yang pertama dan kedua

dihubungkan dengan ecological balance.

f. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi

penduduk, dan sebagainya.

g. Helath care service berupa program kesehatan yang bersifat

preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitative.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku

merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap

tinggi rendahnya derajat kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.15 dapat dilihat bahwa

perilaku siswa tentang penyakit kecacingan yang ditularkan melalui

tanah sebagian besar (62,8%) berperilaku baik dan sisanya 34,3%

Page 51: 1.RISET Singgih Kusuma

38

berperilaku cukup dan 2,9% berperilaku kurang baik. oleh karena itu

berdasarkan teori diatas makin baik perilaku kesehatan seseorang

maka makin baik pula derajat kesehatannya.

Tabel 4.16 Distribusi Perilaku Responden dengan Usia

Usia Distribusi Perilaku Responden Baik Cukup Kurang Baik

8 13 3 0 9 16 16 0

10 34 14 1 11 21 14 2 12 2 0 1

Pada Tabel 4.16 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki perilaku kategori baik adalah pada responden dengan

kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 34 responden dan yang

paling sedikit pada responden dengan kelompok usia 12 tahun yaitu 2

responden sedangkan responden kelompok usia 8 tahun sebanyak 13

responden, kelompok usia 9 tahun sebanyak 16 responden dan

kelompok usia 11 tahun sebanyak 21 responden. Sedangkan yang

paling banyak memiliki perilaku kategori cukup adalah pada

responden dengan kelompok usia 9 tahun yaitu sebanyak 16

responden dan yang paling sedikit pada responden dengan kelompok

usia 12 tahun yaitu 0 responden, sedangkan responden kelompok usia

8 tahun sebanyak 3 responden, kelompok usia 10 tahun sebanyak 14

responden dan kelompok usia 11 tahun sebanyak 14 responden.

Perilaku dengan kategori kurang baik terbanyak terdapat pada

responden dengan kelompok usia 11 tahun yaitu sebanyak 2

responden dan yang paling sedikit pada responden dengan kelompok

usia 8 dan 9 tahun yaitu 0 responden, sedangkan responden kelompok

usia 10 tahun sebanyak 1 responden, kelompok usia 11 tahun

sebanyak 1 responden.

Tabel 4.17 Distribusi Perilaku Responden terhadap Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Distribusi Perilaku Responden

Baik Cukup Kurang Baik

Laki-Laki 38 25 4

Perempuan 48 22 0

Page 52: 1.RISET Singgih Kusuma

39

Pada Tabel 4.17 diperoleh data dari 137 responden yang paling

banyak memiliki perilaku kategori baik adalah pada responden dengan

jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 responden dan yang

paling sedikit pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 38

responden. Untuk perilaku dengan kategori cukup terbanyak pada

jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 25 responden, sedangkan pada

jenis kelamin perempuan sebanyak 22 responden. Dan untuk perilaku

dengan kategorik kurang baik seluruhnya terdapat pada laki-laki

dengan jumlah 4 responden.

Tabel 4.18 Distribusi Perilaku Responden terhadap Tingkat Kelas

Tingkat Kelas Distribusi Perilaku Responden Baik Cukup Kurang Baik

VI 29 16 4 V 24 13 0 IV 33 18 0

Pada tabel 4.18 diperoleh data dari 137 responden yang paling banyak

memiliki perilaku baik adalah siswa kelas VI yaitu sebanyak 29

responden, dan yang paling rendah adalah kelas IV sebanyak 4

responden, sisanya kelas V sebanyak 24 responden. Untuk perilaku

kategori cukup tertinggi terdapat pada kelas IV yaitu sebanyak 18

responden, sedangkan terendah adalah kelas V sebanyak 13

responden, sedangkan kelas VI sebanyak 16 responden. Untuk

perilaku kategori kurang baik seluruhnya terdapat pada kelas VI

sebanyak 4 responden.

Page 53: 1.RISET Singgih Kusuma

40

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit kecacaingn sebagian

besar sedang 48% (tabel 4.5), tetapi pada umumnya mereka tidak dapat

membedakan cara penularan, cara pencegahan dan kerugian kesehatan

yang ditimbulkan akibat terinfeksi oleh tiap-tiap cacing.

b. Sikap responden terhadap kecacingan sebagian besar cukup 51,8% (tabel

4.10). Untuk perilaku umumnya siswa menyetujui adanya penyuluhan

disekolah, jadi penyuluhan merupakan salah satu media yang efektif

dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku mereka.

c. Perilaku responden tentang penyakit kecacingan sebagian besar baik

62,8%.

5.2 SARAN

Dalam rangka meningkatkan peran serta siswa sekolah dasar sebagai

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan maka penulis

akan memberikan saran sebagai berikut:

5.2.1 Untuk Sekolah

- Upaya peningkatan pendidikan kesehatan di sekolah harus lebih

ditingktakan terutama mengenain penyakit kecacingan baik dari segi

frekuensi, materi ataupun metode yang diberikan melalui program

UKS di sekolah, agar tingkat pengetahuan siswa lebih tinggi,

sehingga siswa dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit kecacingan.

- Para guru agar meningkatkan pemberian pemberian pendidikan

kesehatan, dalam hal ini pendidikan tentang pencegahan dan

pemberantasan penyakit kecacingan serta lebih memperhatikan

Page 54: 1.RISET Singgih Kusuma

41

kebiasaan siswa sehari-hari ketika berada di sekolah, seperti

memperhatikan kebersihan tangan dan kuku siswa.

- Di bentuk seperti suatu wadah perkumpulan dari para orangtua siswa

di sekolah terutama untuk para ibu agar dapat dengan mudah

diberikan penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan dalam upaya

meningkatkan pengetahuan orangtua siswa mengeani kesehatan

terutama pengetahuan mengenai pencegahan dan pemberantasan

penyakit kecacingan dengan tujuan agar ibu dapat memberikan

informasi yang benar kepada anak (siswa).

5.2.2 Untuk Kementrian Kesehatan dan Instansi Terkai Lainnya

- Pemberian penyuluhan dan poster mengenai upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit kecacingan kepada tiap siswa dalam rangka

meningkatkan pengetahuan para siswa mengenai pencegahan dan

pemberantasan penyakit kecacingan.

Page 55: 1.RISET Singgih Kusuma

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Crompton, Montresor, dkk. Controlling Disease due to Helminth

Infections. Geneva: World Health Organization; 2003. p. 3.

2. Anonymous. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia; 2008. p. 53-54.

3. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta; 2007. p. 45-65.

4. Herdiman TP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Penyakit Cacing yang

Ditularkan Melalui Tanah. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit

Dalam FKUI; 2007. p. 1764-1766.

5. Wawolumaya C. Metodologi Riset Kedokteran: Survey Epidemiologi

Sederhana. Jakarta: Panorama Perc; 2001. P. 21-23.

6. Soejoeti S. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial

Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2001. p. 32.

7. Edwin Nasution, Mustafa. Proses Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; 2007. p. 28.

8. Sri H. Metode Statistika. Jakarta: Prestasi Pustaka; 2007. p. 34-35

9. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi

III. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2008. p. 95.

10. Sulistyos, Joko. 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala; 2010. p. 55

11. Staf Laboratorium Parasitologi universitas Brawijaya. Diktat Biologi

Mikroba Sub Modul Parasitologi: Cacing Dewasa Betina Ascaris

limbricoides dan Cacing Dewasa Jantan Ascaris lumbricoides. Malang:

Laboratorium Parasitologi FK UNBRAW; 2010. p. 66

12. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru;

1980. p. 47

13. Anonymous. Pedoman Penanggulangan Cacingan. Jakarta: Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia; 2006. p. 76

14. Gracia, Lyne S. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta:EGC, 1996

Page 56: 1.RISET Singgih Kusuma

43

15. widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. p. 56

16. Yamaguchi, tomoi. Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC;

1994. p. 89-90

17. Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta; 2002. p. 92.

18. Jangkung SO.Parasitologi Medik (Helmintologi) Pendekatan Aspek

Identifikasi, Diagnostik dan Klinik,Jakarta: EGC; 2002. p. 110.

19. Hotes PJ. Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes and

Burden of the condition. WHO: Departemen of Mikrobiologi and Tropical

Medicine The George Washington University; 2002. p. 142-144

20. Entjang I. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan

Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti; 2003. P. 155-157

21. Staf Laboratorium Parasitologi universitas Brawijaya. Diktat Biologi

Mikroba Sub Modul Parasitologi: Telur Dibuahi dan Tidak Dibuahi

Ascaris limbricoides. Malang: Laboratorium Parasitologi FK UNBRAW;

2010. p. 68-69

22. WHO. Soil-transmitted helminthes. Diunduh dari: http://www.who.int/

intestinal_worms/en/ . Diakses September 2011

23. WHO. World Health Organization and partners unveil new coordinated

approach to treat millions suffering from neglected tropical diseases.

Diunduh dari: http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2006/pr60/

en/index1.html. Diakses September 2011

24. WHO. Worm Control: bench aids. Diunduh dari: http://www.who.int/

wormcontrol/documents/benchaids/en/9.html. Diakses September 2011

25. WHO. Prevention and control of schistosomiasis and soil-transmitted

helminthiasis. Diunduh dari: www.who.int/entity/wormcontrol/documents

/joint_statements/en/ppc_unicef_finalreport.pdf. Diakses September 2011

Page 57: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 58: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 59: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 60: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 61: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 62: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 63: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 64: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 65: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 66: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 67: 1.RISET Singgih Kusuma
Page 68: 1.RISET Singgih Kusuma

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Singgih Kusuma

Tempat Tanggal Lahir : Karawang, 7 Januari 1990

Alamat : Jl. Telagasari/Kosambi Kp. Pasirbuah Ds. Pasirmulya

Kec. Majalaya Kab. Karawang Prov. Jawa Barat

Email : [email protected]

No.Telpon : 085697623004

Riwayat Pendidikan :

SDN Darawolong III (1996-1998)

SDN Lemah mulya I (1998-2001)

SDN Cibalongsari II (2001-2002)

SLTPN 1 Klari (2003-2005)

SMA Negeri 3 Karawang (2005-2008)

FKIK Prodi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-

Sekarang)