Page 1
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI
TANAH DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH: Singgih Kusuma 108.103.000.001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2011 M
Page 2
ii
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya catumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 23 September 2011
Singgih Kusuma
Page 3
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH SERTA FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh Singgih Kusuma
NIM: 108.103.000.001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M
Pembimbing I
Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed
Pembimbing II
Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
Page 4
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011 yang diajukan oleh Singgih Kusuma (NIM: 108103000001), telah diujikan dalam sidang di Fakulatas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 23 Sepetember 2011. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 23 September 2011
DEWAN PENGUJI
PIMPINAN FAKULTAS
Penguji I
dr. Agasjtya Wisjnu W, SpPD
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. MK. Tadjudin, SpAnd
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Dr. dr.Syarief Hasan Lutfie, SpKFR
Penguji II
Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
Page 5
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang
telah melimpahkan taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Sholawat serta salam senantiasa
penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Pada kesepatan ini penulis menyadari sepenuhnya akan berbagai
keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki sehingga penyusunan karya tulis
ilmiah masih jauh dari sempurna, maka sudah selayaknya penulis sadar bahwa
karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan,
dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. MK. Tadjudin, SpAnd, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR, selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Rr. Ayu Hapsari, M. Biomed, selaku dosen pembimbing I karya ilmiah ini
4. Silvia Fitirina Nasution, M. Biomed, selaku dosen pembimbing II karya
ilmiah ini
5. Kepala Sekolah SD Islam Ruhama Cirendeu yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian di SD Islam Ruhama Cirendeu
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan tahun
2008
7. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan serta doa
Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah S.W.T membalas
dengan pahala yang setimpal. Besar harapan penulis karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Page 6
vi
Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia-
Nya dari Allah S.W.T dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat
diamalkan dengan baik.
Jakarta, 23 September 2011
Penulis
Page 7
vii
ABSTRAK
Singgih Kusuma.Program Studi Pendidikan Dokter.Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku siswa SD kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah di SD Islam Ruhama tahun 2011. 2011. Penyakit kecacingan dapat menginfeksi semua golongan umur, tetapi prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur sekolah dasar. Dari data terbaru Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 provinsi. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan prevalensi kecacingan mempunyai rentang yang cukup lebar yaitu antara 5,7 % di Sulawesi Utara sampai dengan 60,7 % di Banten. Penyakit kecacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku siswa kelas 4 s.d 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada tahun 2010.Dalam penelitian ini menggunakan metoda deskriptif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 137 responden. Pengumpulan data yaitu data primer yang dilaksanakan dari bulan juli sampai dengan agustus 2011. Analisis data berupa analisis univariat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 48,2% siswa memiliki pengetahuan sedang, 51,8% siswa memiliki sikap cukup, dan 62,8% siswa memiliki perilaku baik. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa tentang penyakit kecacingan sedang, sikap siswa terhadap penyakit kecacingan sebagian besar cukup, dan perilaku siswa terhadap penyakit kecacingan sebagian besar baik.
Kata kunci: kecacingan
Page 8
viii
ABSTRAC
Singgih Kusuma. Doctor of Education Studies Program. Level Knowledge, Attitudes, and Behavior student grade 4-6 against soil-transmitted helminth infection in SD Islam Ruhama 2011. 2011.
Helminth infection can infect all age groups, but the highest prevalence found in the primary school age group. From the latest data in 2008 stool examinations carried out in 8 provinces. Test results showed the prevalence of helminth infection have a wide enough range of between 5.7% in North Sulawesi up to 60.7% in Banten. Helminth infection disease is still regarded as trivial by most people of Indonesia. In fact, if viewed long-term impact, helminth nfection cause substantial losses for people. This study aims to determine how the level of knowledge, attitudes and behavior of students in grade 4 to 6 SD Islam Ruhama against soil-transmitted helminth infection in 2010. In this research using descriptive method. The sample in this study amounted to 137 respondents. Data collection is carried out primary data from July to August 2011. Data analysis is univariate analysis. From the survey results revealed that 48.2% of students have a knowledge medium, 51.8% of students have enough attitude, and 62.8% of students have good behavior. Overall it can be concluded that the level of students 'knowledge about the helminth infection is, students' attitudes toward the helminth infection largely insufficient, and the behavior of students against the infection disease mostly good.
Key word: helminth infection
Page 9
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL............................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. ..v
ABSTRAK...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ .ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 2 1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ................................................... 2 1.3.2 Tujuan Khusus .................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengetahuan ...................................................... 4 2.1.2 Sikap................................................................. 7 2.1.3 Perilaku ............................................................ 8 2.1.4 Masalah Cacing Usus di Indonesia .................... 10 2.1.5 Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Ende-
mik Cacing Usus ............................................... 15 2.1.6 Cara Mencegah dan Memberantas Infeksi Cac-
ing Usus ............................................................ 17 2.1.7 Program Pemberantasan Cacing Usus di Indo-
donesia ............................................................. 17 2.2 Kerangka Teori ............................................................ 19 2.3 Kerangka Konsep ......................................................... 20 2.4 Definisi Operasional ..................................................... 21
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ........................................................... 22
Page 10
x
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 22 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 22 3.4 Cara Kerja Penelitian ..................................................... 23 3.5 Managemen Data .......................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Karakteristik dan Latar Belakang Responden ......... 27 4.1.2 Gambaran Pengetahuan Siswa SD Islam Ruhama
terhadap Penyakit Kecacingan ............................... 28 4.1.3 Gambaran Sikap Siswa SD Islam Ruhama
terhadap penyakit kecacingan ............................... 32 4.1.4 Gambaran Perilaku Siswa SD Islam Ruhama
terhadap Penyakit Kecacingan ............................... 35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...................................................................... 40 5.2 Saran ........................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Page 11
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Operasional……………………………………………... 28
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Kelas……………….. 34
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia......................................... 34
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin.......................... 35
Tabel 4.4 Presentase Responden yang Menjawab Benar terhadap
Pertanyaan Pengetahuan tentang Penyakit Kecacingan.................
35
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
tentang Penyakit Kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu……
36
Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden dengan Usia.............. 37
Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Jenis
Kelamin............................................................................................
37
Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat kelas............................... 38
Tabel 4.9 Persentase Responden tentang Pertanyaan Sikap terhadap
Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu......................
38
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap........................................ 38
Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden dengan Usia………………………… 40
Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden dengan Jenis Kelamin........................ 41
Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden terhadap Tingkat Kelas...................... 41
Tabel 4.14 Persentase Responden tentang Pertanyaan Perilaku terhadap
Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu......................
42
Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku................................... 42
Tabel 4.16 Distribusi Perilaku Responden dengan Usia……………………… 44
Tabel 4.17 Distribusi Perilaku Responden terhadap Jenis Kelamin.................. 44
Tabel 4.18 Distribusi Perilaku Responden terhadap Tingkat Kelas.................. 45
Page 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian…………....……………………... 20 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian………………………………… 21
Page 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 3 Profil SD Islam Ruhama
Lampiran 4 Hasil Analisis Data
Lampiran 5 Riwayat Hidup
Page 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG
Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di
masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya.
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat
menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik.
Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan
terserang berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang banyak diderita
oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi
kecacingan, yaitu sekitar 40-60 %.1
Penyakit kecacingan ini masih merupakan problema kesehatan dan
ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun individu.
Diseluruh dunia diperkirakan masih banyak kasus penyakit kecacingan,
penyakita kecacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides lebih
dari 1 milyar kasus, Trichuris trichiura sebanyak 795 juta kasus, dan
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
sebanyak 740.2 Distribusi prevalensi kecacingan menurut jenis cacing
pada anak SD di kabupaten terpilih di 27 provinsi tahun 2002-2008
menunjukan bahwa prevalensi kecacingan akibat infeksi cacing gelang
atau Ascaris lumbricoides tertinggi dibandingkan infeksi oleh cacing
cambuk atau Trichuris trichiura dan cacing tambang atau Necator
americanus.2
Pada tahun 2008 hasil pemeriksaan tinja yang dilaksanakan di 8
provinsi menunjukkan prevalensi kecacingan mempunyai rentang yang
cukup lebar yaitu antara 5,7 % di Sulawesi Utara sampai dengan 60,7 %
di Banten.2 Di Kelurahan Cirendeu Tangerang Selatan Provinsi Banten,
diperoleh informasi bahwa penyuluhan mengenai kecacingan sudah
jarang diadakan lagi, hal ini bisa menyebabkan angka kejadian
kecacingan meningkat lagi. Berdasarkan data yang diperoleh di
Puskesmas Pisangan didapatkan bahwa pada bulan agustus 2011 terdapat
1
Page 15
2
4 anak terjangkit kecacingan dan berdasarkan wawancara dengan wakil
kepala sekolah SD Islam Ruhama tiap tahun ada anak yang tidak masuk
karena kecacingan.
Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap
sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika
dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian
yang cukup besar bagi penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat
menyebabkan anemia, lesu, prestasi belajar menurun.4 Pengetahuan yang
baik tentang suatu penyakit akan mengurangi tingginya kejadian akan
penyakit terebut. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan
perilaku seseorang. 3
Berdasarkan masalah yang ada, bagaimanakah pengetahuan, sikap
dan perilaku anak usia sekolah dasar terhadap penyakit kecacingan?
Menyadari akan pentingnya peranan pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat terhadap kejadian kecacingan terutama pada
kelompok usia sekolah dasar, maka dilakukan penelitian dengan metode
interview dengan kuesioner pada siswa kelas 4 sampai 6 SD Islam
Ruhama bulan juli - agustus2011
1.1 RUMUSAN MASALAH
Kejadian kecacingan pada siswa SD Islam Ruhama di kelurahan
Cirendeu Provinsi Jawa barat menjadi topik utama pada penelitian ini.
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SD
kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Umum
Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku siswa kelas 4 - 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit
kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada tahun 2010
Page 16
3
1.2.2 Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan siswa kelas 4 – 6
SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan
melalui tanah.
2. Mengetahui distribusi frekuensi sikap siswa kelas 4 – 6 SD
Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan
melalui tanah.
3. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku siswa kelas 4 – 6 SD
Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan
melalui tanah.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
1.3.1 Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan, khususnya tentang pengetahuan, sikap dan
perilaku siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama tentang penyakit
kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
1.3.2 Bagi masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama para
orang tua siswa SD Islam Ruhama mengenai upaya
pencegahan serta bahaya akibat penyakit kecacingan yang
ditularkan melalui tanah. Serta sebagai sumber informasi bagi
orang tua siswa mengenai tingkat pengetahuan sikap dan
perilaku anak-anak mereka terhadap kecacingan yang
ditularkan melalui tanah, sehingga diharapkan dengan
informasi ini orang tua siswa bisa turut serta dalam upaya
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku anak-anak
mereka terhadap kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
Page 17
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 LANDASAN TEORI
1.1.1 Pengetahuan
1.1.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telingan.
- Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,
baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin
banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan
sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan
seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua 4
Page 18
5
aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah
yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap
obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek
yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif
terhadap obyek tersebut .
- Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan
formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh
jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya
teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa
yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai
bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media
massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti
yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut.
- Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau
buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status
ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
Page 19
6
- Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun
sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
- Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan
professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan
dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerjanya.
- Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan
aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia
madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu
untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak
Page 20
7
ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup :
- Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak
informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal
yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya.
- Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada
orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran
baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa
IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,
khususnya pada beberapa kemampuan yang lain
seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.
Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang
akan menurun cukup cepat sejalan dengan
bertambahnya usia.
1.1.2 Sikap
1.1.2.1 Indikator Sikap Terhadap Kesehatan
Indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan
pengetahuan kesehatan, antara lain: 3
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang
tehadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab
penyakit, cara penularan penyakit dan sebagainya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-
cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat.
Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap
makanan, minuman, olahraga, istirahat cukup dan
sebagainya.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap
lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya
Page 21
8
pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan
limbah, polusi dan sebagainya.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Dapat melalui wawancara atau angket. 3
1.1.3 Perilaku
1.1.3.1 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini,
perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok: 3
a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health maintance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesahatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu,
perilaku pemelihara kesehatan ini terdiri dari tiga aspek:
1). Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan
penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila
mana telah sembuh dari sakit.
2). Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang
dalam keadaan sehat.
3). Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan
minuman dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makan dan
minuman dapat menjadi sebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas
pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian
pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit dan atau
Page 22
9
kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) atau mencari pengobatan
ke luar negri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya dan
sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain,
bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga
tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau
masyarakatnya.
Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup: (3)
1). Perilaku sehubungan dengan air bersih.
2). Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor.
3). Perilaku sehubungan dengan limbah.
4). Perilaku sehubungan dengan rumah sehat.
5). Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang
nyamuk.
1.1.3.2 Indikator Perilaku Terhadap Kesehatan
Indikator praktik kesehatan ini juga mencakup hal-hal
tersebut di atas, yakni: 3
1. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit
Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).
Pencegahan penyakit, mengimunisasi anaknya, melakukan
pengurasan bak seminggu sekali dan sebagainya dan b).
Penyembuhan penyakit, minum obat sesuai petunjuk
dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter dan sebagainya.
2. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan
Page 23
10
Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, b). Olah
raga secara teratur, c). Tidak merokok dan sebagainya.
3. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan
Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).
Membuang air besar di jamban (WC), b). Membuang
sampah pada pada tempatnya, c). Menggunakan air bersih
untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan tidak langsung
yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden,
pengukuran ini yang paling akurat dibandingkan dengan cara
wawancara. 3
1.1.4 Masalah Cacing Usus di Indonesia
Cacing usus yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di
daerah tropic dengan keadaan sanitasi yang kurang memadai adalah
kelompok cacing yang disebut Soil Transmitted Helminthes. Disebut
demikian karena perkembangan mulai dari telur sampai menjadi
bentuk infektif, terjadi di tanah. Cacinga perut yang ditularkan melalui
tanah, menurut cara infeksinya dibagi menjadi:1
a. Human Infection by Ingestion Ova, yakni yang terdiri dari Ascaris
lumbricoides (cacing gelang) dan Trichuris trichiura (cacing
cambuk).
b. Human Infection by Penetration of Skin by Larva, yakni yang
terdiri dari Ancylostoma duodenale, Necator americanus (cacing
tambang) dan Strongyloides stercoralis (cacing benang).
Dari jenis-jenis cacing diatas, yang paling utama menyebabkan
penyakit cacing perut di Indonesia meliputi tiga jenis, yaitu:
a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Page 24
11
c. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale)
1.1.4.1 Lingkaran Hidup Cacing Usus
1.1.4.1.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)
Cacing dewasa hidup dalam rongga usus halus
manusia. Cacing betinanya mempunyai kemampuan
mengeluarkan telur sebanyak 26 juta telur, dan rata-rata
sehari dikeluarkan 140.000 butir telur, yang terdiri dari
telur yang sudah dibuahi.4
Telur-telur ini akan dikeluarkan dari dalam usus
manusia bersama-sama kotoran/tinja. Telur-telur yang
sudah dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam
waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila
tertelan oleh manusia baik melalui makanan atau minuman,
menetas di usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran
darah ke paru-paru. Sejak telur matang sampai cacing
betina bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.4
Di daerah endemis tinggi, dalam usus seseorang
bisa terdapat 100 atau lebih cacing dewasa. Jika cacing
betina dibuahi oleh cacing jantan maka telur-telur ini akan
menjadi subur, yang akan keluar bersama tinja. Jika
penderita kecacingan ini tidak buang air besar di toilet
melainkan di kebun-kebun atau tempat-tempat yang terbuka
maka telur cacing akan jatuh ke tanah bersama tinja.
Setelah 2-3 minggu di tanah, di dalam telur akan tumbuh
larva yang berbentuk cacing yang sangat kecil.jika telur
yang infektif ini diterbangkan angin bersama debu atau
terbawa arus air atau terbawa oleh binatang seperti tikus,
lalat, kecoa, lalu mengenai makanan atau minuman, maka
selanjutnya akan ikut tertelan masuk ke dalam usus.4
Page 25
12
1.1.4.1.2 Trichuris trichiura
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan
cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing
seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang
seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk,
pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada
cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.
Trichiuris trichiura memiliki esophagus yang panjang,
mencakup 2/3 panjang badan, dikelilingi oleh dinding yang
tipis, kelenjar unicellular, atau stichocytes. Cacing dewasa
ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian
anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa
usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur
setiap hari antara 3000 – 10.000 butir. 24
Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron,
berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan
yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.24
Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3
sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada
tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang
ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.
Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan
telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk
kedalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun
ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyain siklus paru. Masa
pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing
dewasa betina meletakan telur kira-kira 30 – 90 hari.23
Page 26
13
1.1.4.1.3 Necator americanus
Lingkaran hidup Necator americanus hampi sama
dengan cacing gelang. Bentuk dewasa juga berdiam di
dalam usus halus dan yang betina mengeluarkan 10.000
telur sehari. Telur inipun akan dikeluarkan bersama tinja.
Berbeda dengan telur cacing gelang, telur cacing tambang
bila jatuh ke tanah yang sesuai akan menetas dalam waktu
1-2 hari, tetapi pada tanah yang kurang baik kadang-kadang
telur tersebut baru menetas dalam waktu 3 minggu.4
Larva ini akan menunggu manusia bila ada manusia
yang berjalan tanpa alas kaki atau memegang-megang
tanah, maka larva akan menembus kulit kaki atau kulit
tangan dan masuk kedalam jaringan bawah kulit, kemudian
memasuki saluran limfe dan pembuluh rambut/kapiler. Dari
kapiler mencari jalan menembus ke jantung kanan, paru,
tenggorokan, dibatukan dan tertelan ke dalam lambung
terus ke usus halus. Dalam usus halus ini larva tumbuh
menjadi cacing dewasa.23
1.1.5 Gejala Klinis dan Komplikasi Infeksi Cacing Usus
1.1.5.1 Ascaris lumbricoides (cacing gelang)
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan
oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan pada larva
biasanya terjadi pada saat berada di paru. Selama
bermigrasi larva dapat menimbulkan gejala bila merusak
kapiler atau dinding alveolus paru. Keadaan tersebut
akan menyebabkan terjadinya perdarahan, penggumpalan
sel leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan
konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk, batuk
darah, sesak nafas dan pneumonitis askaris. Pada foto
toraks tampak infiltrat yang mirip pneumonia viral yang
menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut
Page 27
14
sindrom loeffler. Pada pemeriksaan darah akan
didapatkan eosinofilia. 4
Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang
organ lain seperti otak, ginjal, mata, sumsum tulang
belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit cacing
dewasa akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang
penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Bila
infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-cacing
ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi
usus (ileus). Kadang-kadang penderita mengalami gejala
gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat
juga menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak-
anak. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat
terjadi malabsorbsi sehinga memperberat keadaan
malnutrisi. Cacing ini dapat mengadakan sumbatan pada
saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus
buntu. Selain hal tersebut diatas, cacing ini dapat juga
menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal
dan eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui
mulut dengan perantara batuk, muntah atau langsung
keluar melalui hidung.4
1.1.5.2 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)
Infeksi ringan cacing ini tidak menimbulkan gejala
klinis yang jelas. Pada infeksi yang berat terutama pada
anak, cacing ini tersebar ke seluruh kolon dan rektum.
Terdapat keluhan nyeri di daerah perut, dapat disertai
muntah-muntah, susah buang air besar, dan perut
kembung. Kadang-kadang diare dengan tinja bergaris-
garis merah darah. Bagian belakang atau ekor cacing ini
melekat erat pada dinding usus, sehingga menyebabkan
Page 28
15
perdarahan kronik dan kerusakan selaput lender dinding
usus.23
Penderita dengan infeksi cacing cambuk menahun
sangat berat menunjukan suatu gambaran klinis yang
khas yang terdiri dari anemia berat, diare yang terus-
menerus, sakit perut, mual dan muntah, berat badan
turun, dan kadang-kadang prolaps recti dengan cacing di
dalam mukosa.23
1.1.5.3 Necator americanus
a. Stadium larva:
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus
kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut
ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b. Stadium dewasa:
Gejala tegantung pada (1) spesies dan jumlah
cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan
protein). Tiap cacing Necator americanus
menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1
cc sehari. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia
belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kemaatian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja
menurun. Anmenia akan terjadi 10-20 minggu setelah
infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari
500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala
anemnia tersebut tentunya bergantung pula pada
keadaan gizi pasien.4
2.1.1 Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Endemi Cacing
Usus
2.1.1.1 Faktor Alam
Faktor alam yang mendukung ialah:
Page 29
16
- Iklim atau suhu: iklim tropic sangat menunjang
pertumbuhan telur dan larva.
- Tanah: tanah liat merupakan tanah yang sesuai
untuk pertumbuhan cacing gelang dan cacing
cambuk, sedangakan tanah pasir untuk cacing
tambang.
- Kelembaban: kelembaban yang tinggi menunjang
pertumbuhan telur.
- Sinar matahari dan angin: dapat mempercepat
pengeringan dan menyebarkan telur cacing
cambuk dalam debu. 25
2.1.1.2 Faktor Manusia
Pembuangan tinja di halaman sekitar rumah akan
memungkinkan telur dan larva berkembang terus
menjadi bentuk infektif. Terlebih lagi bila ada anak-
anak yang membuang air besar di selokan yang
terbuka. Kebiasaan yang tidak menggunakan alas kaki
merupakan faktor utama pada infeksi cacing tambang.
Kulit kaki yang tidak terlindung akan dimasuki larva-
larva yang infektif.25
Kebiasaan yang dapat menyebarkan cacing usus
adalah pemakaian tinja sebagai pupuk tanpa diolah
terlebih dahulu, sehingga seseorang yang makan
sayuran yang tidak direbus akan terkena infeksi cacing
perut.25
Didaerah dengan keadaan sanitasi yang tidak
memadai, manusia, khusus anak, berdefekasi di sekitar
rumah, di kebaun, dibawah pohon yang teduh, di
selokan, di comberan, dan di kali. Main-main di
halaman akan menyebabkan anak terinfeksi telur atau
larva. Tangan kotor dengan tanah masuk mulut anak.
Makanan atau mainan yang dibawa anak bermain di
Page 30
17
halaman sekitar rumah merupakan sumber infeksi yang
penting.25
Pencemaran tanah oleh telur cacing gelang di
halaman rumah terbanyak ditemukan di sekitar
umpukan sampah (55%) dan di tempat teduh di bawah
pohon (33,3%). Pinggiran selokan juga dianggap
tempat enak untuk membuang hajat besar (22,5%) dan
(17,2%) dari sejumlah pemeriksaan tanah ditemukan
positif dengan telur cacing gelang. Kebiasaan
memotong kuku panjang dan bila makan tidak mencuci
tangan terlebih dahulu, merupakan kebiasaan yang
mendukung seseorang mudah terkena infeksi cacing
usus.25
2.1.2 Cara Mencegah dan Memberantas Infeksi Cacing Usus
Prinsip dari pemberantasan penyakit menular adalah
memutuskan rantai penularan dari prinsip ini berlaku juga
pemberantasan infeksi cacing usus, pemutusan rantai penularan
pada infeksi cacing usus pada dasarnya adalah mencegah telur
infektif atau larfa infektif memasuki tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan jalan: 25
a. Menjaga kebersihan perorangan/diri, seperti:
- Mencuci tangan sebelum makan (sebaiknya memakai
sabun)
- Menggunting dan membersihkan kuku
- Memakai alas kaki bila keluar rumah
- Mandi dan membersihkan badan paling sedikit 2 kali
sehari
b. Menjaga kebersihan lingkungan, seperti:
- Nuang air besar di jamban agar tidak mngotori tanah
dan lingkungan
- Jangan membuang sampah sembarangan
- Membersihkan selokan air secara teratur
Page 31
18
- Memberantas binatang yang dapat menyebarkan telur
cacing
- Menjaga kebersihan rumah
c. Menjaga Kebersihan Makanan dan Minuman, seperti:
- Menutup makanan dan minuman agar tidak dihinggapi
lalat dan terkena debu
- Jangan minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu
- Mencuci buah-buahan dengan air bersih sebelum
dimakan
- Bila makan sayuran sebaiknya direbus lebih dahulu
2.1.3 Program Pemberantasan Cacing Usus di Indonesia
Usaha pemberantasan caing-cacing yang ditularkan dengan
pemberantasan tanah ini telah dimulai di Indonesia sejak tahun
1924, yaitu dengan dilaksanakannya suatu survey umum cacing
tambang di pulau jawa. Kemudian pada tahun 1925 usaha ini
dilanjutkan dengan membentuk suatu usaha hygiene pedesaan
yang intensif dan pendidikan kesehatan masyarakat, walaupun
usaha ini tidak memberikan hasil yang definitif.1
Usaha pemberantasan baru dimulai secara resmi pada tahun
1975, yaitu dengan dibentuknya Sub Direktorat cacing tambang
dan Penyakit Perut lainnya di Lingkungan Direktorat Jendral.
P3M Kementrian Kesehatan RI pada saat tersebut beberapa
penyakit menular seperti malaria, tuberculosis paru, cholera,
serta penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan wabah sangat
diprioritaska, maka usaha pemberantasan penyakit cacing
tambang dan parasit perut masih terbatas. Sebagai sasaran
adalah semua golongan umur di daerah prosuksi vital
(perkebunan, pertambangan dan transmigrasi) yang
dilaksanakan di Indonesia. Pemberantasan dititikberatkan pada
pemberantsan penyaki cacingan yang ditularkan melalui tanah,
yaitu Ascaris lumricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura
(cacing cambuk) dan Necator americanus (cacing tambang).1
Page 32
19
Kegiatan yang dilakukan meliputi:1
a. Pengobatan Masal
Pengobatan masal dilakukan kepada seluruh anggota
masyarakat setelah prevalensi dan intensitas cacing di
masyarakat diketahui melalui survey.
b. Perbaikan Hygiene Sanitasi
Perbaikan keadaan hygiene sanitasi dikaitkan dengan
pelaksanaan Proyek Inpres Samijaga (Sarana Air Minum
dan Jamban Keluarga),, disamping kegiatan-kegiatan lain
yang dilakukan masyarakat.
c. Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Pendidikan kesehatan mencakup kesehatan perorangan dan
kesehatan lingkungan. Pendidikan kesehatan dilakukan
melalui segala kesempatan dan wadah yang ada di
masyarakat.
d. Perbaikan Gizi
Pelaksanaan usaha pencegahan dan pemberantasan terbatas
penyakit cacing dengan banruan pimpinan perusahan yang
bersangkutan setelah pengobatan masal yang pertama
seluruh karyawan mendapat tablet sulfat ferosus 1 tablet
setiap hari selama 3 bulan dan makanan tambahan.
Upaya pemberantasan penyakit cacing perut tersebut
mempunyai efek dramatic, dimana setelah dilakukan pengobatan
segera akan menampakan hasil yang nyata, sehingga setelah
sering digunakan sebagai entry point prigram kesehatan yang
lainnya.1
Page 33
20
2.1 KERANGKA TEORI
Gambar 2.1
Kerangka Teori Penelitian
2.2 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independent dan variabel
dependent. Variabel independentnya yaitu: tingkat kelas, jenis kelamin.
Sedangkan yang menjadi variabel dependentnya adalah pengetahuan, sikap, dan
Faktor Predisposisi - Umur - Pengetahuan - Pendidikan - Pekerjaan
Faktor Pendukung - Jarak ke tempat
pelayanan
Faktor Pendorong - Sikap petugas
kesehatan
Pengetahuan, Sikap, dan perilaku
Page 34
21
perilaku siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang
ditularkan melalui tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka
konsep berikut ini:
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
Yang bercetak miring tidak diteliti
Usia
Pengetahuan, Sikap,
dan perilaku
Tingkat Kelas
Jenis Kelamin
Page 35
22
2.3 DEFINISI OPERASIONAL
Table 2.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Dependen
Pengetahuan
Hal-hal yang diketahui responden berkaitan dengan penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah
Wawancara
Kuesioner
1. Baik, dengan skor > 80%
2. Cukup, dengan skor 40 – 80 %
3. Kurang, dengan skor <40 %
Ordinal
Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon responden yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek
Wawancara
Kuesioner 1. Baik, dengan skor > 80%
2. Cukup, dengan skor 60 – 80 %
3. Kurang baik, dengan skor <60 %
ordinal
Perilaku Perilaku adalah tanggapan atau reaksi responden yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak hanya badan atau ucapan
Wawancara Kusioner 1. Baik, dengan skor > 80%
2. Cukup, dengan skor 60 – 80 %
3. Kurang, dengan skor <60 %
Ordinal
Independent Usia Rentang usia
responden dari usia termuda kels IV sampai tertua kelas VI
Wawancara Kuesioner 1. 8 tahun 2. 9 tahun 3. 10 tahun 4. 11 tahun 5. 12 tahun
Ordinal
Jenis Kelamin Karakteristik seksual yang dimiliki oleh responden
Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
Tingkat kelas Tingkat jenjang sekolah responden
Wawancara Kuesioner 1. VI 2. V 3. IV
Ordinal
Page 36
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan metode
pengumpulan data secara cross sectional untuk mengetahui pengetahuan,
sikap, dan perilaku siswa kelas 4 - 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit
kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Islam Ruhama. Jl. Tarumanegara
No. 67 Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
3.2.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli - Agustus
2011
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.3.1 Populasi dan Sampel yang Diteliti
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD
Islam Ruhama dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
keseluruhan siswa kelas 4 - 6 di SD Islam Ruhama pada bulan Juli -
September 2011. Sampel terdiri dari siswa kelas 4 - 6 SD di SD Islam
Ruhama Cireundeu yang dipilih secara acak (stratified random
sampling) dan memenuhi kriteria sampel penelitian
3.3.2 Jumlah Sampel
Dalam penelitian ini jumlah populasi yaitu 208 siswa, karena
jumlah populasi kurang dari 10000, maka dalam penelitan ini untuk
menentukan jumlah sampel digunakan rumus: 17
28
23
Page 37
24
Keterangan:
n1 Besar sampel pada tahap pertama
Zα Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat
kemaknaan α (Standar variasi), untuk α = 0,05, maka Zα
bernilai 1,96 atau Derajat kepercayaan, CI 95%= 1,96, α = 5
% (two tail)
p Persentase taksiran hal yang akan diteliti/ proporsi variabel
yang diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumya.
Dilakukan uji pendahuluan, dan nilai P yang didapat adalah
sebesar 60,7%, maka nilai p = 60,7% = 0.607
q 1 – p = 1- 0,5 = 0,5
d Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, dalam hal
ini diambil nilai d adalah 8,17 % = 0,0817
Berdasarkan rumus di atas didapatkan jumlah sampel:
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
a. Mendapatkan jumlah populasi siswa kelas 4-6
b. Menggunakan rumus jumlah sampel dan pengambilan sampel
di masing-masing kelas menggunakan metode stratified
random sampling didapatkan jumlah sampel terpilih dari
masing-masing kelas.
c. Seleksi sampel terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi
maka akan didapatkan sampel yang benar diteliti.
3.3.4 Kriteria Sampel
3.3.4.1 Kriteria Inklusi
Siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama yang hadir saat
pengambilan sampel.
Bersedia mengikuti penelitian ini.
n1 = zα2.p.q = (1,96)2 x 0,607 x 0,393 = 137,2 ≈ 137 sampel
d2 (0,0817)2
23
Page 38
25
3.3.4.2 Kriteria Ekslusi
Pengisian kuesioner tidak lengkap.
3.4 CARA KERJA PENELITIAN
Penelitian dilakukan langsung di SD Islam Ruhama dan memberikan
kuesioner pada siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama.
3.4.1 Alur penelitian
SD Islam Ruhama
Izin dari Kepala Sekolah SD Islam Ruhama
Pendataan dan seleksi calon sampel dengan teknik stratified
random sampling
Tidak sesuai dengan kriteria inklusi
Sesuai dengan kriteria inklusi
Persetujuan kepada subjek penelitian
Pengisian kuesioner dengan bimbingan peneliti
Pengolahan data hasil kuesioner dengan program SPSS 1.6
Observasi data pribadi siswa
Gambar 3.1
Alur Penelitian
Page 39
26
3.4.2 Indentifikasi Variabel
3.4.2.1 Variabel Independen
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat kelas
3.4.2.2 Variabel Dependen
Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SD kelas 4 – 6
terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah
3.5 MANAGEMEN DATA
3.5.1 Teknik Pengumpulan data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
Pengumpulan data dilakukan saat penelitian pada bulan Juli –
Agustus 2011.
Data yang diperoleh, yaitu dari data primer, yaitu data yang
didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh
responden, yaitu siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama
Cireundeu. Sebelum pengisian kuisioner, peneliti memberikan
petunjuk dalam pengisian kuisioner serta mengadakan
pengawasan dan penjelasan kembali bila responden mengalami
kesulitan dan hal – hal yang kurang jelas.
3.5.2 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan
diolah dengan menggunakan program komputer meliputi variabel
independen, yaitu: tingkat kelas, umur dan jenis kelamin. Sedangkan
variabel dependennya adalah pengetahuan, sikap dan, perilaku
terhadap penyakit kecacingan dan faktor yang mempengaruhinya.
Data diolah dengan alat bantu perangkat komputer software SPSS for
windows versi 16.0.
3.5.3 Analisis Data
3.5.3.1 Analisis Univariat
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
analisa univariat dengan menampilkan tabel-tabel distribusi
Page 40
27
untuk melihat gambaran distribusi frekuensi responden
menurut berbagai variabel yang diteliti yaitu variabel
independen dan variabel dependen.
3.5.4 Rencana Penyajian Data
Data yang didapat akan disajikan dalam bentuk tekstuler, dan
tabuler.
Page 41
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian tentang tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
siswa kelas IV, V dan VI terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui
tanah dan faktor yang mempengaruhinya di SD Islam Ruhama, diperoleh hasil
yang akan disajikan dalam bagian-bagian sebagai berikut: karakteristik dan latar
belakang responden; tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang
penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Karakteristik Responden
Karakteristik subjek dalam penelitian ini terbagi atas kelompok
usia, jenis kelamin,dan tingkat kelas. Frekuensi masing-masing
kelompok tersebut adalah sebagi berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Kelas
Tingkat Kelas Frekuensi Persentase (%) VI 49 35,8 V 37 27 IV 51 37,2
Total 137 100
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia Responden Frekuensi Persentase(%) 8 tahun 16 11,7 9 tahun 32 23,4 10 tahun 49 35,8 11 tahun 37 27 12 tahun 3 2,2
Total 137 100
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Usia Responden Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 67 48,9
Perempuan 70 51,1 Total 137 100
Page 42
29
Berdasarkan table 4.2 di atas maka usia responden terbanyak adalah 10
tahun (35,8 %) dengan nilai mean 9,85 dan nilai SD 1,021; jumlah siswa
terbanyak ada di kelas IV (37,2%) dengan nilai mean 2,01 dan nilai SD 0,857
(table 4.1); serta berdasarkan jenis kelaminnya siswa terbanyak adalah
perempuan (51,2%) dengan nilai mean 1,51 dan nilai SD 0,502 (table 4.3).
4.1.2 Gambaran Pengetahuan Siswa SD Islam Ruhama terhadap
Penyakit Kecacingan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
tentang Penyakit Kecacingan di SD Islam Ruhama
Cirendeu
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Baik 18 13,1
Sedang 66 48,2 Kurang 53 38,7 Total 137 100
Pada tingkat pengetahuan siswa (tabel 4.4) diperoleh data bahwa
sebagian besar pengetahuan responden tergolong kedalam kategori
sedang (48,2%). Paling sedikit 13,1% adalah pengetahuan dengan
kategori baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SD
Islam Ruhama Cirendeu, diperoleh gambaran bahwa tingkat
pengetahuan murid pada umumnya adalah sedang. Pada tabel 4.4,
pada pertanyaan mengenai cara pencegahan penyakit kecacingan
terdapat 80,3% yang menjawab benar. Secara umum mereka
mengetahui cara pencegahan penyakit kecacingan. Namun bila dilihat
dati persentase siswa yang menjawab benar mengenai pertanyaan cara
penularan penyakit kecacingan baik yang disebabkan oleh cacing
gelang, cacing cambuk dan cacing tambang hanya 47% yang
menjawab benar untuk cara penularan cacing tambang, 28,5% yang
menjawab untuk cara penularan cacing cambuk, dan 24,1% yang
menjawab benar untuk cara penularan cacing tambang, selebihnya
menjawab salah dan tidak tahu (tabel 4.4). Hal ini tentu saja akan
Page 43
30
memudahkan mereka tertular penyakit kecacingan karena mereka
tidak mengetahui dengan pasti cara penularan penyakit kecacingan.
Kemudian dari pertanyaan bagaimana tanda-tanda kecacing yang
diakibatkan oleh cacing gelang, cacing cambuk dan cacing tambang,
hanya 39,4 % yang dapat menyebutkan tanda-tanda kecacingan yang
diakibatkan oleh cacing gelang, 38% untuk cacing cambuk dan 24,1%
untuk cacing tambang (tabel 4.4). Angka ini tentulah sangat rendah,
sehingga dapat berpengaruh dari tanda-tanda atau gejala-gejala yang
dirasakan akibat dari penyakit yang diakibatkan oleh cacing ini.
Apabila murid tidak merasakan tanda-tanda atau gejala yang
diakibatkan oleh cacing gelang, cambuk dan tambang ini maka tentu
saja siswa tidak dapat berperan dalam pemberantasan penyakit
kecacingan ini.
Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden dengan Usia
Usia Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Baik Sedang Rendah
8 2 9 5 9 3 21 8
10 10 23 16 11 3 12 22 12 0 1 2
Pada Tabel 4.6 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki pengetahuan dengan kategori baik adalah pada
responden dengan kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 10
responden dan yang paling sedikit pada responden dengan kelompok
usia 12 tahun yaitu 0 responden .
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana,
semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal
yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.12
Page 44
31
Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Jenis
Kelamin
Jenis kelamin Distribusi Pengetahuan Baik Sedang Rendah
Laki-laki 8 34 25 Perempuan 10 32 28
Pada Tabel 4.7 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki pengetahuan baik adalah pada responden dengan
jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden dan yang
paling sedikit pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 8
responden. Untuk tingkat pengetahuan sedang terbanyak pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 34 responden, sedangkan pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 32 responden. Dan untuk tingkat
pengetahuan rendah terbanyak pada perempuan sebanyak 28
responden, sisanya laki-laki 25 responden berpengetahuan rendah.
Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat kelas
Tingkat kelas Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat Kelas Baik Sedang Rendah
VI 4 17 28 V 9 18 10 IV 5 31 15
Pada tabel 4.8 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki pengetahuan baik adalah siswa kelas V yaitu
sebanyak 9 responden, dan yang paling rendah adalah kelas VI
sebanyak 4 responden. Untuk tingkat pengetahuan sedang tertinggi
terdapat pada kelas IV yaitu sebanyak 31 responden, sedangkan
terendah adalah kelas VI sebanyak 17 responden, sedangkan kelas V
sebanyak 18 responden. Untuk tingkat pengetahuan rendah terbanyak
terdapat pada kelas VI sebanyak 28 responden, dan terkecil adalah
kelas V sebanyak 10 responden, sisanya kelas IV sebanyak 15 orang.
Tingkat Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung
Page 45
32
untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.12
4.1.3 Gambaran Sikap Siswa SD Islam Ruhama terhadap Penyakit
Kecacingan
Dari hasil jawaban pertanyaan sikap (tabel 4.10), maka
diperoleh hasil responden dengan sikap cukup (51,8%), sebagai sikap
terbanyak. Sedangkan responden dengan sikap baik sebanyak 48,9%
dan responden dengan sikap kurang baik sebanyak 0 (tabel 4.10).
Tabel 4.9 Persentase Responden tentang Pertanyaan Sikap terhadap
Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu
No Jenis Pertanyaan Sangat Setuju Setuju Tidak
setuju
Sangat tidak setuju
1 Setiap Orang Harus Menjaga Kesehatan
69,3 28,5 1,5 0,7
2 Penyakit kecacingan tidak dapat dicegah
3,6 13,9 53,3 29,2
3 Penyakit kecacingan adalah penyakit berbahaya
14,6 56,2 24,8 4,4
4 Penyakit kecacingan dapat menjadikan seseorang bodoh
5,8 19,7 54 20,4
5 Memakai alas kaki ketika bermain di luar rumah
43,8 46,7 8 1,5
6 Diadakan penyuluhan di 43,1 42,3 9,5 5,1
Page 46
33
sekolah 7 Setuju diberi obat cacing
di sekolahapabila ternyata cacingan
38,7 43,8 13,1 4,4
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap
Sikap Frekuensi Persentase (%) Baik 66 48,2 Cukup 71 51,8 Kurang Baik 0 0 Total 137 100
Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tidakan suatu perilaku. Sikap masih
merupakan breaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek. 3
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh gambaran bahwa
sebagian besar siswa bersikap dengan kriteria cukup (51,8%), dan
sisanya bersikap baik (48,2%) yang dapat dilihat pada tabel 4.10.
Pada penelitian ini tidak didapatkan responden dengan kriteria
sikap kurang baik, pada umumnya mereka tergolong ke dalam
responden yang bersikap cukup, sisanya masuk kedalam kriteria baik.
Pada pertanyaan sikap nomor 6 (tabel 4.9) tentang setuju atau tidak
setuju diadakannya penyuluhan terhadap penyakit kecacingan di
sekolah, pada umumnya responden menjawab sangat setuju (43,1%),
maka penyuluhan merupakan sarana yang efektif untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku siswa SD.
Indikator untuk sikap kesehatan antara lain: (3)
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang
tehadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara
penularan penyakit dan sebagainya.
Sikap terhadap tanda-tanda penyakit kecacingan ada pada
pertanyaan sikap nomor 4 (table 4.9) yaitu penyakit kecacingan
Page 47
34
dapat menjadikan seseorang bodoh, terbanyak 54% responden
menjawab tidak setuju, yang menjawab setuju 19,7% dan sisanya
menjawab sangat setuju 5,8%. Penilaian atau pendapat terhadap
tanda kecacingan yaitu menyebabkan kebodohan masih sangat
rendah, maka diperlukan edukasi kepada siswa agar mereka lebih
mengetahui gejala dan tanda kecacingan, agar tingkat kejadian
kecacingan dapat diturunkan.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-
cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat.
Pada penelitian ini terhadap cara pemeliharaan dan cara
hidup sehat contohnya adalah pertanyaan sikap nomor 5 (table
4.9) tentang sikap memakai alas kaki ketika bermain di luar
rumah. Sebagian besar responden menjawab setuju 46,7%, sangat
setuju 43,8%, dan sisanya tidak setuju 8%, sangat tidak setuju
1,5%. Dapat dilihat bahwa masih ada responden yang menjawab
tidak setuju dan sangat tidak setuju, untuk merubah sikap ini
maka diperlukan edukasi yang baik agar mereka mengerti akan
pentingnya cara pemeliharaan dan hidup sehat, contohnya adalah
memakai alas ketika bermain di luar rumah.
Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden dengan Usia
Usia Distribusi Sikap Responden Baik Cukup
8 7 9 9 17 15 10 25 24 11 16 21 12 1 2
Pada Tabel 4.11 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki sikap kategori baik adalah pada responden dengan
kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 25 responden dan yang paling
sedikit pada responden dengan kelompok usia 12 tahun yaitu 1
responden sedangkan responden kelompok usia 8 tahun sebanyak 7
responden, kelompok usia 9 tahun 17 responden dan kelompok usia
Page 48
35
11 tahun 16 responden. Sedangkan responden yang paling banyak
memiliki sikap kategori sedang adalah pada responden dengan
kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 24 responden dan yang paling
sedikit pada responden dengan kelompok usia 12 tahun yaitu 2
responden sedangkan responden kelompok usia 8 tahun sebanyak 7
responden, kelompok usia 9 tahun 15 responden dan kelompok usia
11 tahun sebanyak 21 responden.
Jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat
puas karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan
psikologis. Artinya, semakin bertambah semakin bertambah usianya
maka semakin mampu menunjukan kematangan jiwa yaitu semakin
bijaksana, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran
terhadap pandangan dan sikap yang berbeda dari dirinya sendiri, dan
sifat-sifat lain yang menunjukan kematangan intelektual dan
psikologis.
Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden dengan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Distribusi Sikap Responden Baik Sedang
Laki-Laki 29 38 Perempuan 37 33
Pada Tabel 4.12 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki sikap kategori baik adalah pada responden dengan
jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 37 responden dan yang
paling sedikit pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 29
responden. Untuk tingkat sikap kategori sedang terbanyak pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 responden, sedangkan pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 33 responden.
Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden terhadap Tingkat Kelas
Tingkat Kelas Distribusi Sikap Responden Baik Sedang
VI 20 29 V 17 20 IV 29 22
Pada tabel 4.13 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki sikap kategori baik adalah siswa kelas IV yaitu
Page 49
36
sebanyak 29 responden, dan yang paling rendah adalah kelas VI
sebanyak 20 responden, sisanya kelas V sebanyak 17 responden.
Untuk tingkat sikap kategori sedang tertinggi terdapat pada kelas VI
yaitu sebanyak 29 responden, sedangkan terendah adalah kelas V
sebanyak 20 responden, sisanya kelas IV sebanyak 22 responden.
4.1.1.3 Gambaran Perilaku Siswa SD Islam Ruhama terhadap Penyakit
Kecacingan
Begitu juga dari hasil jawaban pertanyaan tentang perilaku
responden (tabel 3.8) diperoleh hasil responden dengan perilaku baik
62,8% sebagai perilaku terbanyak dan responden dengan perilaku
cukup 34,3%, sedangkan responden dengan perilaku kurang baik
sebanyak 2,9% (tabel 4.15).
Tabel 4.14 Persentase Responden tentang Pertanyaan Perilaku
terhadap Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama
Cirendeu
No Jenis Pertanyaan Ya Kadan- kadang Tidak
1 Minum obat cacing rutin tiap 6 bulan sekali
28,1 47,4 24,1
2 Perilaku mencuci tangan sebelum makan
79,6 18,2 2,2
3 Perilaku menggunting kuku minimal seminggu sekali
64,2 28,5 7,3
4 Perilaku mengelap tangan yang kotor ketika hendak makan ke baju, saputangan, atau tissue
26,3 33,6 40,1
5 Perilaku mengambil makanan yang telah jatuh ke tanah
11,7 14,6 73,7
No Jenis pertanyaan Yang
menjawab baik
%
6 Perilaku BAB di WC 128 93,4 7 Perilaku mencuci tangan pakai air dan sabun
setelah BAB 125 91,2
8 Perilaku mengingatkan teman/saudara yang tidak minum obat cacing secara rutin
110 80,3
9 Perilaku tidak jajan di tempat yang banyak lalat 110 80,3 10 Perilaku mencuci tangan dan kaki setelah olahraga 70 51,1
Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku
Perilaku Frekuensi Persentase (%) Baik 86 62,8
Cukup 47 34,3
Page 50
37
Kurang Baik 4 2,9 Total 137 100
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan. 3
Pada tabel 4.14 diketahui hanya 28,1% saja dari total responden
yang rutin meminum obat cacing setiap 6 bulan sekali, dengan
perincian sebagai berikut:
- Ya, rutin minum obat cacing tiap 6 bulan sekali sebanyak 28,1%
- Kadang-kadang, minum obat cacing tiap 6 bulan sekali sebanyak
47,4%
- Tidak minum obat cacing sebanyak 24,1%
Adanya murid yang tidak pernah minum obat cacing (24,1%)
tidak baik, karena mengingat masih tingginya angka prevalensi
penyakit kecacingan. Sedangkan minum obat cacing merupakan
salah satu upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
kecacingan.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebutkan sebagai psycho
socio somatic helath well being, merupakan dari empat faktor, yaitu: (6)
d. Environment atau lingkungan.
e. Behavior atau perilaku, aatara yang pertama dan kedua
dihubungkan dengan ecological balance.
f. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya.
g. Helath care service berupa program kesehatan yang bersifat
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitative.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap
tinggi rendahnya derajat kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.15 dapat dilihat bahwa
perilaku siswa tentang penyakit kecacingan yang ditularkan melalui
tanah sebagian besar (62,8%) berperilaku baik dan sisanya 34,3%
Page 51
38
berperilaku cukup dan 2,9% berperilaku kurang baik. oleh karena itu
berdasarkan teori diatas makin baik perilaku kesehatan seseorang
maka makin baik pula derajat kesehatannya.
Tabel 4.16 Distribusi Perilaku Responden dengan Usia
Usia Distribusi Perilaku Responden Baik Cukup Kurang Baik
8 13 3 0 9 16 16 0
10 34 14 1 11 21 14 2 12 2 0 1
Pada Tabel 4.16 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki perilaku kategori baik adalah pada responden dengan
kelompok usia 10 tahun yaitu sebanyak 34 responden dan yang
paling sedikit pada responden dengan kelompok usia 12 tahun yaitu 2
responden sedangkan responden kelompok usia 8 tahun sebanyak 13
responden, kelompok usia 9 tahun sebanyak 16 responden dan
kelompok usia 11 tahun sebanyak 21 responden. Sedangkan yang
paling banyak memiliki perilaku kategori cukup adalah pada
responden dengan kelompok usia 9 tahun yaitu sebanyak 16
responden dan yang paling sedikit pada responden dengan kelompok
usia 12 tahun yaitu 0 responden, sedangkan responden kelompok usia
8 tahun sebanyak 3 responden, kelompok usia 10 tahun sebanyak 14
responden dan kelompok usia 11 tahun sebanyak 14 responden.
Perilaku dengan kategori kurang baik terbanyak terdapat pada
responden dengan kelompok usia 11 tahun yaitu sebanyak 2
responden dan yang paling sedikit pada responden dengan kelompok
usia 8 dan 9 tahun yaitu 0 responden, sedangkan responden kelompok
usia 10 tahun sebanyak 1 responden, kelompok usia 11 tahun
sebanyak 1 responden.
Tabel 4.17 Distribusi Perilaku Responden terhadap Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Distribusi Perilaku Responden
Baik Cukup Kurang Baik
Laki-Laki 38 25 4
Perempuan 48 22 0
Page 52
39
Pada Tabel 4.17 diperoleh data dari 137 responden yang paling
banyak memiliki perilaku kategori baik adalah pada responden dengan
jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 48 responden dan yang
paling sedikit pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 38
responden. Untuk perilaku dengan kategori cukup terbanyak pada
jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 25 responden, sedangkan pada
jenis kelamin perempuan sebanyak 22 responden. Dan untuk perilaku
dengan kategorik kurang baik seluruhnya terdapat pada laki-laki
dengan jumlah 4 responden.
Tabel 4.18 Distribusi Perilaku Responden terhadap Tingkat Kelas
Tingkat Kelas Distribusi Perilaku Responden Baik Cukup Kurang Baik
VI 29 16 4 V 24 13 0 IV 33 18 0
Pada tabel 4.18 diperoleh data dari 137 responden yang paling banyak
memiliki perilaku baik adalah siswa kelas VI yaitu sebanyak 29
responden, dan yang paling rendah adalah kelas IV sebanyak 4
responden, sisanya kelas V sebanyak 24 responden. Untuk perilaku
kategori cukup tertinggi terdapat pada kelas IV yaitu sebanyak 18
responden, sedangkan terendah adalah kelas V sebanyak 13
responden, sedangkan kelas VI sebanyak 16 responden. Untuk
perilaku kategori kurang baik seluruhnya terdapat pada kelas VI
sebanyak 4 responden.
Page 53
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit kecacaingn sebagian
besar sedang 48% (tabel 4.5), tetapi pada umumnya mereka tidak dapat
membedakan cara penularan, cara pencegahan dan kerugian kesehatan
yang ditimbulkan akibat terinfeksi oleh tiap-tiap cacing.
b. Sikap responden terhadap kecacingan sebagian besar cukup 51,8% (tabel
4.10). Untuk perilaku umumnya siswa menyetujui adanya penyuluhan
disekolah, jadi penyuluhan merupakan salah satu media yang efektif
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku mereka.
c. Perilaku responden tentang penyakit kecacingan sebagian besar baik
62,8%.
5.2 SARAN
Dalam rangka meningkatkan peran serta siswa sekolah dasar sebagai
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan maka penulis
akan memberikan saran sebagai berikut:
5.2.1 Untuk Sekolah
- Upaya peningkatan pendidikan kesehatan di sekolah harus lebih
ditingktakan terutama mengenain penyakit kecacingan baik dari segi
frekuensi, materi ataupun metode yang diberikan melalui program
UKS di sekolah, agar tingkat pengetahuan siswa lebih tinggi,
sehingga siswa dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit kecacingan.
- Para guru agar meningkatkan pemberian pemberian pendidikan
kesehatan, dalam hal ini pendidikan tentang pencegahan dan
pemberantasan penyakit kecacingan serta lebih memperhatikan
Page 54
41
kebiasaan siswa sehari-hari ketika berada di sekolah, seperti
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku siswa.
- Di bentuk seperti suatu wadah perkumpulan dari para orangtua siswa
di sekolah terutama untuk para ibu agar dapat dengan mudah
diberikan penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan dalam upaya
meningkatkan pengetahuan orangtua siswa mengeani kesehatan
terutama pengetahuan mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyakit kecacingan dengan tujuan agar ibu dapat memberikan
informasi yang benar kepada anak (siswa).
5.2.2 Untuk Kementrian Kesehatan dan Instansi Terkai Lainnya
- Pemberian penyuluhan dan poster mengenai upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit kecacingan kepada tiap siswa dalam rangka
meningkatkan pengetahuan para siswa mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyakit kecacingan.
Page 55
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Crompton, Montresor, dkk. Controlling Disease due to Helminth
Infections. Geneva: World Health Organization; 2003. p. 3.
2. Anonymous. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2008. p. 53-54.
3. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta; 2007. p. 45-65.
4. Herdiman TP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Penyakit Cacing yang
Ditularkan Melalui Tanah. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2007. p. 1764-1766.
5. Wawolumaya C. Metodologi Riset Kedokteran: Survey Epidemiologi
Sederhana. Jakarta: Panorama Perc; 2001. P. 21-23.
6. Soejoeti S. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2001. p. 32.
7. Edwin Nasution, Mustafa. Proses Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; 2007. p. 28.
8. Sri H. Metode Statistika. Jakarta: Prestasi Pustaka; 2007. p. 34-35
9. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
III. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2008. p. 95.
10. Sulistyos, Joko. 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala; 2010. p. 55
11. Staf Laboratorium Parasitologi universitas Brawijaya. Diktat Biologi
Mikroba Sub Modul Parasitologi: Cacing Dewasa Betina Ascaris
limbricoides dan Cacing Dewasa Jantan Ascaris lumbricoides. Malang:
Laboratorium Parasitologi FK UNBRAW; 2010. p. 66
12. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru;
1980. p. 47
13. Anonymous. Pedoman Penanggulangan Cacingan. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia; 2006. p. 76
14. Gracia, Lyne S. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta:EGC, 1996
Page 56
43
15. widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. p. 56
16. Yamaguchi, tomoi. Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC;
1994. p. 89-90
17. Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta; 2002. p. 92.
18. Jangkung SO.Parasitologi Medik (Helmintologi) Pendekatan Aspek
Identifikasi, Diagnostik dan Klinik,Jakarta: EGC; 2002. p. 110.
19. Hotes PJ. Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes and
Burden of the condition. WHO: Departemen of Mikrobiologi and Tropical
Medicine The George Washington University; 2002. p. 142-144
20. Entjang I. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan
Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti; 2003. P. 155-157
21. Staf Laboratorium Parasitologi universitas Brawijaya. Diktat Biologi
Mikroba Sub Modul Parasitologi: Telur Dibuahi dan Tidak Dibuahi
Ascaris limbricoides. Malang: Laboratorium Parasitologi FK UNBRAW;
2010. p. 68-69
22. WHO. Soil-transmitted helminthes. Diunduh dari: http://www.who.int/
intestinal_worms/en/ . Diakses September 2011
23. WHO. World Health Organization and partners unveil new coordinated
approach to treat millions suffering from neglected tropical diseases.
Diunduh dari: http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2006/pr60/
en/index1.html. Diakses September 2011
24. WHO. Worm Control: bench aids. Diunduh dari: http://www.who.int/
wormcontrol/documents/benchaids/en/9.html. Diakses September 2011
25. WHO. Prevention and control of schistosomiasis and soil-transmitted
helminthiasis. Diunduh dari: www.who.int/entity/wormcontrol/documents
/joint_statements/en/ppc_unicef_finalreport.pdf. Diakses September 2011
Page 68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Singgih Kusuma
Tempat Tanggal Lahir : Karawang, 7 Januari 1990
Alamat : Jl. Telagasari/Kosambi Kp. Pasirbuah Ds. Pasirmulya
Kec. Majalaya Kab. Karawang Prov. Jawa Barat
Email : [email protected]
No.Telpon : 085697623004
Riwayat Pendidikan :
SDN Darawolong III (1996-1998)
SDN Lemah mulya I (1998-2001)
SDN Cibalongsari II (2001-2002)
SLTPN 1 Klari (2003-2005)
SMA Negeri 3 Karawang (2005-2008)
FKIK Prodi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-
Sekarang)