LAPORAN KASUS BEDAH SARAFEPIDURAL HEMATOM
OlehEKA ARTHA MULIADIH1A007016
PEMBIMBINGDr. Bambang Priyanto, Sp.BS
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYABAGIAN/SMF
BEDAHRUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTBFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MATARAM2012
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIENNama: Tn. AUsia: 25 thJenis kelamin:
Laki-lakiPekerjaan: WiraswastaAlamat: Tanjung-KLUStatus :
MenikahRM: 05 60 39Tanggal MRS: 13 September 2012Tanggal
pemeriksaan : 14 September 2012
1. PRIMARY SURVEYAirway + Kontrol Servikal : Patensi jalan napas
tidak baik, Stridor (-), gargling (+), snoring (+) multi trauma(+)
pembengkakan leher(-) gangguan kesadaran Bebaskan jalan napas
menggunakan tehnik Jaw thrust, pasang mayo, suction, imobilisasi
kepala dan leher dengan memasang Hard Collar Brace + bantal
pasienBreathing: Frekuensi napas 32 x/menit, teratur, Pemberian O2
sungkup 6 lpmCirculation: Tekanan darah 140/60 mmHg, Nadi 88
x/menit, kuat angkat dan teratur, Akral hangat Pemberian cairan
intravena (RL)Dissability: GCS E1Vx(mayo)M4, RP -/+ anisokor,
bentuk bulat berukuran 5mm/2 mm, Kekuatan motorik sulit dievaluasi.
Refleks fisiologis: bisep +/++, triceps +/+, patela +/+, achiles
+/+. Refleks Patologis: babinski -/+, chaddock -/-, scaefer -/-,
gordon -/-, oppenheim -/-
1. SECONDARY SURVEYANAMNESIS (HETEROANAMNESA)Keluhan
UtamaPenurunan kesadaran post KLL
Riwayat Penyakit SekarangOs dibawa ke UGD RSUP NTB dengan
penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalulintas motor dengan
motor jam 01.00 Wita (13-9-2012) yaitu kira-kira 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Saat kejadian Os dalam pengaruh minuman
beralkohol dan dibonceng sepeda motor. Setelah kecelakaan os tidak
sadarkan diri(+), mual(-) muntah(-) kejang(-) os tidak ingat
kejadian. Keluar cairan/darah dari hidung (-), mulut (-) dan
telinga (-).
Riwayat Penyakit Dahulu (-)Riwayat Penyakit Keluarga (-)Riwayat
Pengobatan (-)
1. PEMERIKSAAN FISIK UMUMKeadaan umum: LemahKesadaran: KomaGCS:
E1Vx(mayo)M4Tekanan Darah:140/60Nadi: 80 x/menitFrekuensi Nafas: 32
x/menitSuhu: 38,30 C
Kepala dan Leher : Cephal hematom regio temporoparietal (+)
kanan, Vulnus appertum regio frontal kanan ukuran 3x2 cm, vulnus
laseratum regio parietal kiri dan regio zygomatikus kanan ukuran
3x1 cm Mata : Hematom palpebra superior dan inferior kanan, edema
palpebra superior dan inferior kanan, Pupil: Bentuk bulat, RP -/+
anisokor, ukuran 5 mm/2 mm THT : Otorea (-), Rhinorea (-), jejas
(-), deformitas hidung (-),deformitas maxilla (-) deformitas
mandibula(-)ThoraxInspeksi : Bentuk dan ukuran thorax normal, gerak
dinding dada simetris, jejas (-)Palpasi : Pengembangan dinding dada
simetris, nyeri tekan (-), krepitasi (-) ictus cordis teraba di ICS
V sinistraPerkusi : Pulmo: sonor pada kedua lapangan paru. Cor:
Batas Kanan: ICS II linea parasternal kanan, batas kanan bawah pada
ICS IV linea parasternal kanan) Batas Kiri : ICS V linea
midklavikula sinistra, Auskultasi: Pulmo (vesikuler +/+, ronki -/-,
whezing -/-). Cor (S1S2 tunggal, reguler, murmur(-). Gallop
(-))AbdomenInspeksi : distensi (-), jejas (+) di regio hypokondrium
kiri, Auskultasi : BU 2-4x/menit Palpasi : Hepar dan lien tidak
terabaPerkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
Ekstremitas atas:Kanan : Jejas (-), hematome (-), deformitas
(-), gerakan aktif (+),edema (-), akral hangat (+).Kiri : Jejas
(-), hematome (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (+),
edema (-), akral hangat (+).
Ekstremitas bawah :Kanan : Jejas (-), hematome (-), deformitas
(-), gerakan aktif (+),, edema (-), akral hangat (+).Kiri : Jejas
(-), hematome (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (+),
edema (-), akral hangat (+).
Status Neurologis GCS : E1Vx(mayo)M4/ Kesadaran : Koma Saraf
kranial N I : Sde N II : Sde N III, IV, VI : Ptosis (-) Posisi bola
mata ditengah, Pupil : RCL -/+, anisokor, bentuk bulat regular,
ukuran 5 mm/ 2 mm, Nistagmus (-) N V : Reflex kornea : Tde N VII :
Sde N VIII : Sde N IX: posisi arkus pharing di tengah X : Sde XI :
Sde XII : Sde Rangsangan Meningeal Kaku Kuduk : tde Kernig sign :
tde Brudzinski I : tde MotorikMotorikSuperiorInferior
DxSxDxSx
PergerakanAktifkurangaktifKurang
KekuatansdesdesdeSde
Tonus OtotDbndbndbnDbn
Bentuk ototDbndbndbnDbn
Refleks fisiologis Bisep +/++ Triceps +/+ Patela +/+ Achiles +/+
Refleks Patologis Babinski -/+ Chaddock -/- Scaefer -/- Gordon -/-
Oppenheim -/- Sensibilitas Eksteroseptif: Nyeri : sde Suhu :sde
Rasa raba halus : sde Proprioseptif Rasa nyeri dalam : sde Fungsi
kortikal Rasa diskriminasi : sde
1. RESUMEPasien laki-laki, usia 25 tahun mengalami penurunan
kesadaran setelah kecelakaan lalulintas sepeda motor vs sepeda
motor, os dibonceng temannya. Saat kejadian Os dalam pengaruh
alkohol. Setelah kecelakaan os tidak sadarkan diri(+), mual(-)
muntah(-) kejang(-) os tidak ingat kejadian. Keluar cairan/darah
dari hidung (-), mulut (-) dan telinga (-).Pemeriksaan fisik
lokalis: Kesadaran koma, GCS E1Vx(mayo)M4. Frekuensi napas 32
x/menit, teratur Cephal hematom regio temporoparietal (+) kanan,
Vulnus appertum regio frontal kanan ukuran 3x2 cm, vulnus laseratum
regio parietal kiri dan regio zygomatikus kanan ukuran 3x1 cm. Mata
: Hematom palpebra superior dan inferior kanan, edema palpebra
superior dan inferior kanan, Pupil: Bentuk bulat, RP -/+ anisokor,
ukuran 5 mm/2 mm THT : Otorea (-), Rhinorea (-), jejas (-),
deformitas hidung, maxilla dan mandibula(-). Pemeriksaan status
neurologis: kesan hemiparese kiri (+). Refleks fisiologis: bisep
+/++. Refleks Patologis: babinski -/+.
1. DIAGNOSIS KERJA Cedera Otak Berat Cephal hematom regio
temporoparietal kanan, Vulnus appertum regio frontal kanan Vulnus
laseratum regio parietal kiri dan regio zygomatikus kanan
Hemiparese kiri Suspect Perdarahan intrakranial hemisfer (D) Trauma
Abdomen regio hypokondrium kiri1. EMERIKSAAN PENUNJANG6.
Laboraturium tanggal 13 September 2012WBC: 13,24GDS: 181
6. Skull Ap/Lat
Gambar 1 Skull AP: Tidak tampak Fraktur Gambar 2. Skull Lateral:
Tidak tampak Fraktur
6. CT-Scan kepala
Gambar 3. CT Scan kepala yang di tunjuk dengan anak panah warna
merah menunjukan gambaran Epidural hematom berupa gambaran
hiperdens homogen berbentuk bikonveks diantara tabula interna dan
duramater regio fronto temporal kanan
1. DIAGNOSIS DEFINITIFCedera Otak Berat + EDH fronto temporal
kanan + Trauma Abdomen
1. RENCANA TERAPI O2 masker 8 lpm Pasang mayo, NGT dan kateter
urine Infus NaCl 0,9% 19-31 tpm Manitol 15-30 gr/6 jam (Dosis
0,25-0,5 g/kg BB/4-6 jam) Ketorolac 18 mg-30 mg/ hari (dosis
0,3-0,5 mg/Kg BB iv) Piracetam 2 gram/ 8 jam iv (30-160 mg/Kg
BB/2-3 kali/hari iv/ ) Seftriaxon 3 gr/hari (Dosis 50-80 mg/ Kg BB
/hari) Ranitidin 50 mg/ IV diikuti 7500 mcg dalam infus (Dosis 50
mg/ IV diikuti 125-250 mcg/Kg BB dalam infus) Kutoin 600-900 mg iv
(dosis awal 10-15 mg/Kg BB iv, Dosis pemeliharaan 4-8 mg/Kg
BB/hari) Kalnex 1-2 ampul (5-10 mL/ hari iv, dibagi dalam 1-2
dosis) KIE keluarga untuk CITO rencana Craniotomy + Evakuasi
EDH
1. KIE Os direncanakan operasi untuk membuka kepala, keluarga
sebisa mungkin harus menyediakan darah kurang lebih sebanyak 3
kantung untuk persiapan jika os kehilangan banyak darah saat
operasi ataupun setelah operasi. Tujuan dilakukan operasi segera
adalah untuk menghilangkan bekuan darah sehingga dapat menurunkan
tekanan didalam otak, menjaga keseimbangan dan mencegah reakumulasi
darah di ruang yang melapisi otak yang merupakan penyebab utama
gejala penurunan kesadaran dan keluhan lainnya. Setiap operasi
memiliki resiko baik dari resiko ringan seperti infeksi, perdarahan
bahkan kematian sehingga keluarga harus bersiap untuk semua
kemungkinan yang bisa terjadi
1. PROGNOSISDubia ad malam
FOLLOW UPTanggalSOAP
13/9/2012Penurunan kesadaran Post KLL motor vs motor. Setelah
kecelakaan os tidak sadarkan diri(+) mual(-) muntah(-) kejang(-) os
tidak ingat kejadian. Keluar cairan/darah dari hidung (-), mulut
(-) dan telinga (-).Kesadaran: Koma, GCS: E1Vx(mayo)M4. Tekanan
Darah:140/60Nadi: 80 x/menitFrekuensi Nafas: 28 x/menitSuhu: 38,30
C UT : 35 cc/jam, warna kuningNGT :40 cc, warna bening
Kepala: Cephal hematom regio temporoparietal kanan, Vulnus
appertum regio frontal kanan ukuran 3x2 cm, vulnus laseratum regio
parietal kiri dan regio zygomatikus kanan ukuran 3x1 cm Mata:
Hematom palpebra superior dan inferior kanan, edema palpebra
superior dan inferior kanan, Pupil: Bentuk bulat, RP -/+ anisokor,
ukuran 5 mm/2 mm. THT: Otorea (-), Rhinorea (-), jejas (-),
deformitas hidung (-),deformitas maxilla (-) deformitas
mandibula(-).
LaboratoriumWBC ; 13,24GDS :
181-COB,-Febris-takipneu-dehidrasi-Hiper-glikemia O2 masker 8 lpm
Pasang mayo, NGT dan kateter urine Infus NaCl 0,9% 19-31 tpm
Manitol 15-30 gr/6 jam Ketorolac 18 mg-30 mg/ hari Piracetam 3
gram/ 8 jam iv Seftriaxon 1-2 gr/hari Ranitidin 50 mg/ 6-8 jam
Kutoin 600-900 mg iv Kalnex 1-2 ampul
Pro Craniotomy
14/9/ 2012Tidak sadar Post KLL. Gelisah(+)Kesadaran: Koma, GCS:
E1Vx(mayo)M4. Pupil: RP -/+ anisokor, bentuk bulat, ukuran 5 mm/2
mmTekanan Darah:140/60Nadi: 80 x/menitFrekuensi Nafas: 32
x/menitSuhu: 38,30 C UT : 30 cc/jam, warna kuningNGT : 20 cc warna
beningDrain : 15 cc, warna merah pekat
LaboratoriumHB : 7,2RBC: 2,43HCT: 22,1PLT :73WBC:8,71GDS:
181Masuk 3 kolf WB (saat OK)
-COB + EDH-Febris-Oligouria-Takipneu-Anemia-Hiper-glikemia
Keluarga setuju OKACC anastesiOperasi Craniotomy FT(D) +
evakuasi EDH:-Sumber perdarahan dari arteri meningica media-Volume
EDH 60 cc
Instruksi Post Operasi O2 masker 6 lpm Infus D5 NS 30 tpm
Manitol 15-30 gr/6 jam Inj Farmadol 1 mg/8 jam Jika Hb < 10 g/dl
transfuse
15/9/2012Os masih tidak sadar Post KLL. Gelisah(+)Kesadaran:
koma, GCS: E1Vx(mayo)M2. Pupil: RP -/+ anisokor, bentuk bulat,
ukuran 5 mm/2 mmTekanan Darah:130/60Nadi: 84 x/menitFrekuensi
Nafas: 34 x/menitSuhu: 39,30 C UT : 30 cc/jam, kuningNGT :40 cc,
warna beningDrain: 30 cc, warna merah
- Post op Craniotomy FT(D) + evakuasi EDH
H+1-Febris-dehidrasi-TakipneuTransfusi 2 kolf WB O2 masker 6 lpm
Infus D5 NS 30 tpm Manitol 15-30 gr/6 jam Inj Farmadol 1 mg/8
jam
16/9.2012Pasien masih tidak sadar. Kesadaran: koma, GCS:
E1Vx(pipa thraceostomy)M2. Pupil: RP -/- anisokor, bentuk bulat,
ukuran 5 mm/3 mmTD:140/60Nadi: 90 x/menit, lemahFrekuensi Nafas: 34
x/menitSuhu: 40,0 C UT: 50 cc/jmNGT :80 cc, warna beningDrain : 40
cc,warna kemerahanLaboratoriumHB : 8,7RBC: 3,18HCT: 29,5PLT
:73WBC:7,2-Post op Craniotomy FT(D) + evakuasi EDH
H+2-Febris-Anemia-dehidrasi-Takipneu-Trakheostomy-Transfusi 1 kolf
WB
17/9/2012Pasien tidak sadar, Kejang(-)Kesadaran: koma, GCS:
E1Vx(pipa thraceostomy)M2. Pupil: RP -/- anisokor 5/2 mm
LaboratoriumHB : 10,9RBC: 3,80HCT: 34,3PLT :127WBC:10,3GDS:
117
UT :50 cc/ jam, warna kuningNGT: 80 cc, warna beningDrain: 40 cc
warna merah
Masuk 1 kolf PRC8.00KU; lemahKesadaran: E1Vx(pipa
tracheostomy)M2TD: 100/Palpasi,N : 170x/menit
10.30N : Bradikardi asistoleCPR (+)Injeksi SA300-600 mcg i.v
Adrenalin(+)1:1000 0,3-0,5 ml i.m. Diulang tiap 15-20
menitRJP(+)
11.00N: 160 x/menit, lemah, irama sinusTD 110/80
11.30N: Menurun, lemah dan irregular asistoleCPR(+)Inj adrenalin
1:1000 0,3-0,5 ml i.m. Diulang tiap 15-20 menit, Inj SA 300-600 mcg
i.v
11.45Irama sinusN 150 x/menitGrojok RL 1 flash
12.10Bradikardia, asistoleRJP(+),SA 300-600 mcg i.vAdrenalin
1:1000 0,3-0,5 ml i.m.
13.00 Pasien meninggal-Post op Craniotomy FT(D) + evakuasi EDH
H+3- Oliguria-Dehidrasi
Inf manitol 100cc/6 jam Inj Metamizole 500 mg/8 jam Inj triasco
1 gr/12 jam Inj Farmadol 1 mg/8 jam
CEDERA OTAK
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera traumatik pada kepala
menyebabkan lebih dari seperempat kematian akibat kecelakaan. Pada
mereka yang selamat dari cedera kepala, sampai 20 % menderita cacat
jangka panjang yang berat, dan hampir 5 % kasus menyebabkan keadaan
vegetatif permanen. Sebagian besar cedera kepala yang fatal atau
menyebabkan cacat disebabkan oleh trauma tumpul yang berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh dan serangan kriminal dengan
subset penyebab penting lainnya adalah penetrating missile wounds
(luka tembak). Faktor yang meningkatkan resiko trauma kepala adalah
penyalahgunaan alkohol, riwayat cedera kepala, retardasi mental,
dan gangguan kejang.(Robbins. Dkk. 2007)Cedera pada kepala dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan otak baik secara langsung
(primer) yang disebabkan oleh efek mekanik dari luar ataupun karena
perluasan kerusakan dari jaringan otak (sekunder) disebabkan oleh
berbagai faktor seperti: kerusakan sawar darah otak (SDO), gangguan
aliran darah otak (ADO), gangguan metabolismee otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotransmitter, eritrosit,
opioid endogen, reaksi imflamasi dan radikal bebas (Wismaji Sadewo.
2011. Umar Kasan, 2002) Otak dilindungi dari cedera oleh rambut,
kulit kepala atau SCALP dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera
dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak
akan dapat diperbaiki lagi. Laserasi kulit kepala sering didapatkan
pada pasien dengan cedera kepala. Kulit kepala atau SCALP terdiri
dari lima lapisan yaitu kulit, jaringan ikat (dense), aponeurosis
(galea aponeurotika), loose connective tissue dan perikranii.
(Price, Sylvia. 2006. Moore, Keith 2007)
Gambar 4. Lapisan SCALP (Moore, Keith 2007)Tepat diatas
tengkorak terletak aponeurosis (galea aponeurotika), yaitu jaringan
fibrosa, padat, dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu
menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea
terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang
mengandung pembuluh-pembuluh darah besar. Bila robek,
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat
menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita dengan
laserasi kulit kepala. Tepat dibawah galea terdapat ruang
subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. (Price,
Sylvia. 2006)Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras
yang tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang terdiri
dari dua lapisan dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang
berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding dalam
disebut tabula interna. Tabula interna mengandung alur-alur yang
berisi arteria meningea anterior, media dan posterior. Apabila
fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari
arteria-arteria ini , perdarahan arterial yang diakibatkannya akan
tertimbun dalam ruang epidural. (Price, Sylvia. 2006)Meningen
(selaput otak) melindungi otak dan memberikan perlindungan
tambahan. Ketiga lapisan meningen adalah dura mater, arakhnoid dan
pia mater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan
strukturnya berbeda dari struktur lainnya. (Price, Sylvia.
2006)Dura adalah membran luar yang liat, semitranslusen dan tidak
elastis. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena
dan membentuk periosteum tabula interna. Dura melekat erat dengan
permukaan bagian dalam tengkorak. Bila dura robek dan tidak
diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara, akan menimbulkan
berbagai masalah. Namun pada beberapa keadaan dura sengaja
dibiarkan terbuka. Situasi-situasi ini mencakup edema otak (untuk
mengurangi tekanan bagi otak yang meonjol), drainase cairan
cerebrospinal, atau setelah tindakan operatif (untuk memeriksa dan
mengosongkan bekuan darah). (Price, Sylvia. 2006)Dura memiliki
banyak suplai darah. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh
arteria meningea media yang bercabang dari arteria vertebralis dan
karotis interna. Pembuluh darah anterior dan etmoidalis juga
merupakan cabang dari arteria carotis interna dan menyuplai fosa
anterior. Arteria meningea posterior yaitu cabang dari arteria
oksipitalis , menyuplai darah ke fosa posterior. (Price, Sylvia.
2006)Di dekat dura terdapat membran fibrosa halus dan elastis yang
dikenal sebagai arakhnoid. Membran ini tidak melekat pada dura
mater. Namun demikian, ruang antar kedua membran tersebut (ruang
subdural) merupakan ruang yang potensial. Perdarahan antara dura
dan arakhnoid dapat menyebar dengan bebas, dan hanya terbatas oleh
sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh
karena itu mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma
kepala. (Price, Sylvia. 2006)Diantara arakhnoid dan pia mater(yang
terletak langsung dibawah arakhnoid) terdapat ruang subarakhnoid.
Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu, dan
memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pada sinus sagitalis
superior dan transversal, arakhnoid membentuk tonjolan vilus (badan
pacchioni) yang bertindak sebagai lintasan untuk mengosongkan
cairan serebrospinal kedalam sistem vena. (Price, Sylvia.
2006)Gambar 5. Susunan Meningen (Hartwig, Walter C. 2008)A.
Mekanisme dan Patologi (Schwartz, Seymour I.1998, Sjamsuhidajat R.,
de Jong W., 2006, Fauci. Dkk. 2008)Berdasarkan morfologi kelainan
parenkim otak, cedera kepala dibagi menjadi dua yaitu cedera fokal
dan cedera kepala difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.
Cedera fokal pada otak disebabkan karena gaya perlambatan atau
rotasi pada otak yang terbungkus oleh tengkorak yang kaku sehingga
dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural, atau
intraserebral. Cedera difus disebabkan akibat gaya rotasi atau
stress yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsional saja,
yakni gegar otak atau cedera struktural yang difus. Cedera kepala
difus menggambarkan kelainan yang menyebar merata baik dari
permukaan otak (substansia grisea) maupun substansia dibawah
permukaan (substansia alba).Cedera otak dapat terjadi akibat
benturan langsung atau tidak langsung pada kepala. Benturan dapat
dibedakan dari macam kekuatannya, yakni kompresi, akselerasi dan
deselerasi(perlambatan). Sulit dipastikan kekuatan mana yang paling
berperan. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke semua
arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan, dan bila tekanan
cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak ditempat benturan
yang disebutcoup, atau ditempat yang berseberangan dengan datangnya
benturan (contra coup).
Gambar 6. Susunan Meningen dan lokasi hematom (Moore, Keith
L,2007)
a. Mekanisme Cedera Otak (umar kasan, 2002)1.Secara Statis
(Static Loading)Cedera otak timbul secara lambat, lebih lambat dari
200 milidetik. Tekanan pada kepala terjadi secara lambat namun
terus menerus sehingga timbul kerusakan berturut-turut mulai kulit,
tengkorak dan jaringan otak. Keadaan seperti ini sangat jarang
terjadi.2.Secara Dinamik (Dynamic Loading)Cedera kepala timbul
secara cepat, lebih cepat dari 200 milidetik, berbentuk impulsif
dan / atau impaka. Impulsif (Impulsif Loading)Trauma tidak langsung
membentur kepala, tetapi terjadi pada waktu kepala mendadak
bergerak atau gerakan kepala berhenti mendadak, contoh : pukulan
pada tengkuk atau punggung akan menimbulkan gerakan fleksi dan
ekstensi dari leher yang bisa menyebabkan cedera otak.b.Impak
(Impact Loading)Trauma yang langsung membentur kepala dan dapat
menimbulkan 2 bentuk impak:i. Kontak / benturan langsung (contact
injury) Trauma yang langsung mengenai kepala dapat menimbulkan
kelainan : Lokal, seperti fraktur tulang kepala, perdarahan
ekstradura dan coup kontusio Jauh (remote effect), seperti fraktur
dasar tengkorak dan fraktur di luar tempat trauma Memar otak contra
coup dan memar otak intermediate disebabkan oleh gelombang kejut
(shock wave), dimana gelombang atau getaran yang ditimbulkan oleh
pukulan akan diteruskan di dalam jaringan otak
ii. Inersial (inertial = acceleration dan deceleration) Karena
perbedaan koefisien (massa) antara jaringan otak dengan tulang,
maka akan terjadi perbedaan gerak dari kedua jaringan (akselerasi
dan deselerasi) yang dapat menyebabkan gegar otak, cedera akson
difus (difus axonal injury), perdarahan subdural, memar otak yang
berbentuk coup, contra coup dan intermediate.
b. Patofisiologi Cedera Otak (umar kasan, 2002)Mekanisme
kerusakan otak pada cedera otak dapat dijelaskan sebagai berikut
:a.Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi
tulang tengkorak sehingga timbul lesi coup (cedera di tempat
benturan)b.Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang
kepala menyebabkan perbedaan percepatan getaran berupa akselerasi,
deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak ini dapat menimbulkan cedera
otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan. Benturan dari arah
samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan antara
massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau
bagian-bagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun
dasar tengkorak dan dapat timbul lesi baik coup maupun contra coup.
Lesi contra coup berupa kerusakan berseberangan atau jauh dari
tempat benturan misalnya di dasar tengkorak. Benturan pada bagian
depan (frontal), otak akan bergerak dari arah antero-posterior,
sebaliknya pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak
dari arah postero-anterior sedangkan pukulan di daerah puncak
kepala (vertex), otak bergerak secara vertikal. Gerakan-gerakan
tersebut menyebabkan terjadinya coup dan contra coupc.Bila terjadi
benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akan
diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang
tersebut menimbulkan tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup
besar akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak melalui
proses pemotongan dan robekan. Kerusakan yang ditimbulkan dapat
berupa : Intermediate coup, contra coup, cedera akson yang difus
disertai perdarahan intraserebrald.Perbedaan percepatan akan
menimbulkan tekanan positif di tempat benturan dan tekanan negatif
di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan. Kemudian
disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif
di tempat benturan dan tekanan positif di tempat yang berlawanan
dengan akibat timbulnya gelembung (kavitasi) yang menimbulkan
kerusakan pada jaringan otak (lesi coup dan contra coup).1. Impak
(Impact Loading)
Gambar 7. Trauma Impak yang langsung membentur kepala 2. Inert =
ImpulsifGambar 8. Trauma Impulsif yaitu trauma yang tidak langsung
membentur kepala
Gambar 9. Mekanisme trauma dan lokasi cedera yang
ditimbulkan
3. Gelombang kejut (Shock wave injury)
Gambar 10. Trauma oleh gelombang kejut
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan
glukosa. Meskipun hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa,
otak menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80 %
dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia nigra.
(De Jong W., 2006)Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma
disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah
gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan nutrient, terutama
glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya
oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran
darah otak menurun, misalnya akibat syok. Oleh karena itu, pada
cedera otak harus dijamin bebasnya jalan napas, gerakan napas yang
adekuat, dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenasi tubuh
cukup. (De Jong W., 2006)Gangguan metabolisme jaringan otak akan
menyebabkan edema yang dapat mengakibatkan hernia melalui foramen
tentorium, foramen magnum atau herniasi dibawah falks serebrum.
Jika terjadi hernia, jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami
iskemia sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang
menimbulkan kematian. (De Jong W., 2006)
c. Aliran Darah Otak (ADO) (umar kasan, 2002)ADO normal : 50 160
ml/menit. Otak manusia mendapat aliran darah dari pembuluh darah
utama, yakni dari arteri karotis komunis kanan dan kiri, dan arteri
vertebralis. Kedua pembuluh darah tersebut berhubungan dengan satu
dengan yang lainnya sehingga merupakan satu kesatuan. Bila terdapat
gangguan pada salah satu pembuluh darah, fungsinya dapat diganti
atau diambil alih oleh pembuluh darah yang lain sehingga kebutuhan
darah otak dapat dipenuhi, tetapi bila gangguan sangat berat,
kompensasi aliran darah tidak mencukupi sehingga terjadi gangguan
fungsi dan kerusakan anatomi otak.Dalam jaringan otak normal
terdapat suatu sistem yang mengatur aliran darah dengan mengubah
besar kecilnya diameter pembuluh darah sehingga kebutuhan darah,
oksigen dan glukose untuk otak dapat dipenuhi. Sistem ini disebut
autoregulasi pembuluh darah otak.
d. Autoregulasi Pembuluh Darah (umar kasan, 2002)Dengan
autoregulasi dimaksud adanya kemampuan pembuluh darah serebral
untuk menyesuaikan lumennya pada ruang lingkup sedemikian rupa,
sehingga aliran darah ke otak tidak banyak berubah, walaupun
tekanan darah arteriil sistemik mengalami fluktuasi. Penurunan
tekanan darah sistemik sampai mencapai 50 mmHg masih dapat diatasi
oleh fungsi autoregulasi serebral ini, tanpa menimbulkan gangguan
aliran darah regioal.Beberapa teori tentang dasar dari mekanisme
autoregulasi adalah :a.Teori MiogenikKenaikan tekanan darah
arteriil sistemik akan mendorong pembuluh darah untuk berkontraksi
sehingga terjadi kenaikan resistensi vaskuler, dan lebih lanjut
mengakibatkan penurunan alirah darah sampai ke batasa normal.
Demikian pula sebaliknya, penurunan tekanan darah arteriil sistemik
akan mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh darah serebral,
sehingga terjadi penurunan resistensi vaskuler.
b.Teori Neurogenikteori ini didasarkan adanya serabut-serabut
saraf perivaskuler yang menyertai pemuluh darah serebral. Pusat
yang sensitif terhadap CO2 terdapat di batang otak dan pengaturan
resistensi pembuluh darah serebral melalui mekanisme
neurogenik.c.Teori MetabolikDasar hipotesa adalah arteri mempunyai
kemampuan sebagai elektroda terhadap tekanan CO2 (PCO2).Disamping
itu : CO2 dapat berdifusi secara bebas melalui membran pembuluh
darah, sedangkan ion Hidrogen dan Bikarbonat tidak. pH di sekitar
dan di dalam sel otot polos dipengaruhi oleh ion Bikarbonat
ekstravaskuler dan Karbondioksida intravaskuler.Perubahan akut dari
PCO2 arteri akan mengakibatkan perubahan pH secara mencolok dan
selanjutnya memacu penyesuaian dari aliran darah otak. Apabila
kondisi PCO2 ini tetap, pH cairan ekstravaskuler lambat laun akan
berubah ke arah normal melalui proses transport aktif dari sel
glia, sampai pH terkoreksi sesuai kondisi reseptor pH pembuluh
darah dan resistensi pembuluh serebral kembali normal.Apabila PCO2
kemudian kembali ke nilai normal, aliran darah akan berubah ke arah
yang berlawanan sedemikian rupa sampai koreksi ke arah kebalikan di
atas selesai.
e. Gangguan autoregulasiPada cedera otak terdapat perbedaan
mengenai waktu terjadinya berat atau besarnya gangguan
autoregulasi. Banyaknya percobaan-percobaan yang telah dilakukan
tetapi hasilnya tidak sama, seperti terurai di bawah ini :-Waktu
terjadinya gangguan autoregulasi dapat berlangsung dalam beberapa
detik, beberapa menit dan beberapa jam.-Beratnya gangguan
autoregulasi tergantung dari beratnya cedera otak. Pada cedera otak
sedang terjadi kerusakan autoregulasi yang tidak seberapa sedangkan
pada cedera otak berat (GCS < 8), besarnya kerusakan pada
autoregulasi dapat mencapai 31%.
f. Vasokonstriksi atau vasospasmePada keadaan normal terdapat
keseimbangan antara vasodilatasi dan vasospasme. Pada cedera otak
terjadi gangguan autoregulasi di mana keseimbangan ini terganggu.
Dikatakan bahwa pada fase awal terjadi spasme dan kemudian disusul
dengan vasodilatasi. Karena aktifitas saraf simpatis yang
membungkus pembuluh darah tidak mampu lagi mengambil adrenalin dan
konsekuensinya adalah terjadinya edema otak.Bila terjadi hipoksemia
maka produksi energi (ATP) berkurang dengan akibat kenaikan ion
Ca2+ dari luar sel atau dari simpanan Ca2+ didalam mitokhondria dan
retikulo endoplasmik Ca2+ dalam sel meningkat menyebabkan aktivasi
enzim miosin kinase sehingga miosin yang pasif menjadi aktif
(Myosin phosphate activation) dan miosin yang aktif akan mengikat
aktin sehingga timbul ikatan aktin-miosin (actin-myosin complex)
yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit (vasospasme) kalau
hipoksia hilang dan aliran darah normal maka ATP kembali normal dan
ikatan aktin-miosin dibuka maka pembuluh darah akan melebar
(vasodilatasi).
C. Kelainan Fungsi Dan Anatomi Otak (Umar Kasan,
2002)1.Kerusakan sel otakPada cedera otak terjadi proses fagositik
(phagocytic process) dan akan terbentuk gelembung lemak di dalam
sel (fat granule cells) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel
otak.2.Kerusakan pembuluh darahTerjadi bendungan dan dilatasi
kapiler dan vena, bila berkelanjutan, keadaan menjadi lebih berat,
akan menimbulkan gangguan permeabilitas, diikuti dengan degenerasi
dan nekrosis dinding pembuluh darah yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah yang bersangkutan sehingga terjadi perdarahan.
Secara makro di daerah kontusio terlihat suatu area perdarahan yang
menyebar dan menembus korteks ke substansia alba, bentuknya tidak
teratur dan biasanya terlokalisasi di daerah mahkota girus
otak.3.Lokasi kerusakanKerusakan pembuluh darah dan aliran darah
berdasarkan lokasi kerusakan jaringan otak pada cedera otak adalah
:-coup, bila cedera otak terjadi di tempat benturan-contra coup,
bila cedera otak terjadi di tempat di sisi yang berlawanan atau
jauh dari tempat benturan-intermediate coup, bila cedera otak
terjadi intraserebral di antara coup dan contra coup
4.Glasgow Coma Scale (GCS)Yang dimaksud disini adalah cara
pengukuran tingkat kesadaran secara kuantitatif, berdasarkan tiga
variabel pemeriksaan neurologis, yaitu reaksi bukaan mata, bicara
dan motorik. Cara pengukuran ini ditemukan oleh Brian Jennett
(Tabel 1). (Acosta, Jose, 2007)
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS) (Acosta, Jose, 2007)
5. Derajat gangguan kesadaranGejala klinis ditentukan oleh
derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih
sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang
paling ringan adalah pada penderita gegar otak, dengan gangguan
kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit. Atas dasar ini
trauma kepala dapat digolongkan menjadi 3 menurut derajat koma
Glasgow (Skor Glasgow (GCS)) yaitu (Schwartz, Seymour, 1998.
Brunicardi, charles, 2004)1.RinganBila skor Glasgow Coma Scale
(GCS) berkisar antara 13 15. Dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam,
jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau
hematom(sekitar 55%)2.SedangBila skor GCS berkisar antara 9 12,
hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit sampai 24 jam, dapat
mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)3.BeratBila skor GCS berkisar antara 3 8, hilang kesadaran
lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio serebral, laserasi atau
adanya hematom atau edema
Perdarahan Epidural (wismaji sadewo, 2011)DefinisiEpidural
hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yaitu ruang
potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan
duramater.EpidemiologiEDH meyumbang sekitar 1 % dari keseluruhan
kasus trauma. Insiden lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 4:1 dengan rata-rata usia dibawah 2
tahun dan diatas 60 tahun karena pada usia tersebut duramater lebih
menempel di tabula interna.EtiologiDelapan puluh lima persen (85 %)
EDH disebabkan oleh putusnya arteri meningea media diantara tabula
interna dan duramater. Perdarahan lain dapat disebabkan oleh
pecahnya vena meningeal media atau sinus dural. Penyebab lain
adalah fraktur tulang yang menyebabkan perdarahan dari diploeica.
Predileksi EDH antara lain di hemisfer sisi lateral (70 %) dan
regio frontal, oksipital dan fossa posterior (5-10%).Gejala dan
tanda klinisEpidural hematom dapat menimbulkan gejala penurunan
kesadaran , adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian
terjadi defisit neurologis berupa hemiparese kontralateral dan
dilatasi pupil ipsilateral.Gejala lain yang ditimbulkan antara lain
sakit kepala, muntah, kejang, dan hemi-hiperrefleks.Pemeriksaan
penunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:a. Foto
polos kepala (skull x ray). Dari foto polos kepala dapat ditemukan
fraktur, dan umumnya fraktur ditemukan pada usia 1 cmc. EDH pada
pasien anakTujuan dilakukan operasi adalah untuk menghilangkan
bekuan darah sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial,
hemostasis dan mencegah reakumulasi darah di ruang epidural.
Hematom Subdural Akut (wismaji sadewo, 2011)DefinisiTerkumpulnya
darah diruang subdural yang terjadi secara akut yaitu dalam waktu 6
jam sampai dengan 3 hari.EtiologiHematom subdural akut akibat
trauma disebabkan oleh akumulasi darah akibat laserasi parenkim
dibandingkan otak atau akibat robeknya pembuluh darah superfisial
atau bridging vein yang mengalami akselerasi dan deselerasi saat
terjadi pergerakan kepala.Gejala dan Tanda KlinisJika subdural
hematom disebabkan karena laserasi parenkim otak , maka hampir
tidak pernah ditemukan lucid interval dan defisit neurologis fokal
akan ditemukan belakangan dan kurang terlihat dibandingkan dengan
EDH. Namun, jika SDH disebabkan oleh robeknya bridging vein (vena
penghubung daerah kortikal dengan sinus duramater), maka kerusakan
otak akan lebih berat dan interval lusid akan disertai dengan
perburukan keadaan yang cepat. Pemeriksaan penunjangDari hasil
pemeriksaan CT-Scan, ditemukan gambaran hipodens berbentuk bulan
sabit atau kresentik yang menyelimuti permukaan otak dapat
menyebrang sutura dan terdapat di falx dan tentorium tetapi tidak
melekat pada dura. Hematom ini dapat menimbulkan kompresi pada
parenkim otak dibawahnya.
Gambar 13. Gambaran CT scan hematom subdural (Brunicardi,
charles. Dkk. 2004)
Tatalaksana SDHTatalaksana operatif diindikasikan pada subdural
hematom simptomatik yang lesinya lebih dari 1 cm ketebalan atau
pergeseran garis tengah > 0,5 cm. Pasien yang dioperasi dalam
waktu 4 jam sejak trauma dan dengan GCS 4 atau lebih memiliki
prognosis yang lebih bagus.
Hematom Subdural Kronik (wismaji sadewo, 2011)DefinisiHematom
subdural kronik adalah terkumpulnya darah di ruang subdural saat
lebih dari 3 minggu setelah trauma.EpidemiologiSubdural hematom
kronik biasanya terjadi pada pasien dewasa dengan umur rata-rata 63
tahun. Pada pasien dewasa, hematom akan cenderung membesar karena
penurunan masa otak dan penambahan ruang subdural. Subdural hematom
kronik jarang disebabkan oleh trauma. Faktor resiko yang dapat
menyebabkan SDH kronik antara lain konsumsi alkohol, kejang,
penggunaan shunt, koagulopati dan pasien tua yang mengalami trauma
ringan.PatofisiologiSubdural hematom kronik umumnya diawali dari
SDH akut dengan jumlah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan
memicu terjadinya imflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah
atau klot yang bersifat temponade.Dalam beberapa hari, akan terjadi
invasi fibroblast ke dalam klot dan membentuk neomembran pada
lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (duramater). Pembentukan
neomembran tersebut akan diikuti dengan pembentukan kapiler baru
dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau
likuefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis
yang dilapisi membran semi permeable. Jika keadaan ini terjadi maka
akan menarik likuor di luar membran masuk kedalam membran sehingga
cairan subdural bertambah banyak.Gejala KlinisGejala klinis yang
ditimbulkan oleh SDH kronik antara lain sakit kepala, bingung,
kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA(transient
Ischemic Attack). Selain itu, mungkin terdapat defisit neurologis
yang bervariasi derajatnya seperti kelemahan motorik dan
kejang.Pemeriksaan PenunjangGambaran SDH kronik yang didapat dari
CT-Scan dapat bervariasi tergantung tahap evolusi atau
perkembangannya. Hematom berupa gambaran hipodens dapat mengalami
progresifitas baik ukuran maupun densitasnya. Jika masih terdapat
neomembran, maka lapisan tersebut akan lebih jelas dengan
penyangatan kontras.TatalaksanaSecara umum, penanganan SDH kronik
adalah dengan pemberian profilaksis kejang dengan fenitoin (17
mg/kg iv secara lambat) dilanjutkan dengan 100 mg IV lambat setiap
8 jam, mengatasi koagulopati dan tatalaksana operatif untuk
mengevakuasi hematom.Indikasi dilakukan evakuasi hematom adalah SDH
kronis simptomatik dan SDH dengan ketebalan lebih 1 cm, serta
pergeseran garis tengah lebih dari 0,5 cm.
Hematom Inraserebral(ICH) (wismaji sadewo, 2011)DefinisiHematom
intraserebral merupakan area perdarahan yang homogen dan konfluen
yang terdapat didalam parenkim otak.
EtiologiICH bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah
yang terletak lebih dalam yaitu di parenkim otak atau pembuluh
darah kortikal dan subkortikal.EpidemiologiIntraserebral hematom
menyumbang sekitar 20 % kasus dari keseluruhan perdarahan
intrakranial dan umumnya terjadi pada regio frontal dan temporal
meskipun dapat juga terjadi di korpus kalosum, area periventrikular
dan ganglia basalis.Gejala KlinisGejala klinis yang ditimbulkan
oleh ICH antara lain penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme energi dari trauma yang
dialami.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan CT-Scan dapat dilakukan
untuk mengevaluasi adanya ICH. Gambaran yang dapat diberikan oleh
CT-scan antara lain satu atau lebih hematom yang terlokalisir dan
kadang-kadang terletak pada lokasi yang dalam. Selain itu dapat
juga ditemukan edema pada area disekeliling hematom. Jika pada
Ct-scan pertama tidak ditemukan perdarahan yang tidak sesuai dengan
energi trauma, atau jika terdapat perdarahan ICH yang sedikit, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-scan follow up untuk mendeteksi
delayed ICH.
Gambar 14. Gambaran CT scan hematom subdural (Acosta, Jose.
2007)
TatalaksanaTatalaksana ICH dapat berupa konservatif atau
operatif. Managemen operatif dapat dilakukan jika terdapat indikasi
berupa penurunan kesadaran dan adanya pergeseran garis tengah dan
letak hematom pada regio lobus temporal kanan dapat menimbulkan
herniasi meskipun tidak terdapat peningkatan tekanan
intrakranial.
DAFTAR PUSTAKA
Acosta, Jose. 2007.Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed.
Saunders, An Imprint of Elsevier: Brunicardi, charles. Dkk. 2004.
Schwartz's Principles of Surgery 8 th edition. The McGraw-Hill
Companies. United States of America.Fauci. Dkk. 2008. Harrisons
Principles of Internal Medicine 17 th edition. The McGraw-Hill
Companies. United States of America.Hartwig, Walter C. 2008.
Fundamental Anatomy 1st Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Toronto.Kasan, Umar. 2002. Cedera Otak.
http://images.neurosurg.multiply.multiplycontent.com
/journal/item/9Moore, Keith L.; Agur, Anne M. R. 2007. Essential
Clinical Anatomy 3rd Edition. ippincott Williams & Wilkins:
Toronto.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit edisi 6. EGC: Jakarta.Robbins. Dkk. 2007.
Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC: Jakarta. Sadewo, Wismaji. 2011.
Sinopsis Ilmu Bedah Saraf Cetakan Pertama. Sagung Seto:
Jakarta.Schwartz, Seymour I.1998. Principles of Surgery Companion
Handbook. The McGraw-Hill Companies. United States of
America.Sjamsuhidajat R., de Jong W., 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC: Jakarta.
1