Top Banner
16 Suara Pembaruan Sabtu-Minggu, 27-28 Agustus 2016 Tenaga Terampil Nuklir Minim Sekitar 13 ribu instansi di Indonesia baik bidang kesehatan maupun industri, membutuhkan tenaga terampil di bidang nuklir. Namun jumlah sumber daya manusia (SDM) terampil nuklir, belum bisa terpenuhi. Hal itu disampaikan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Prof Djarot Sulistio Wisnubroto usai wisuda 73 lulusan Sekolah Tinggi Tenaga Nuklir (STTN) BATAN di Yogyakarta, belum lama ini. Menurutnya, rata-rata tenaga terampil di bidang nuklir justru bekerja di luar negeri, bahkan dalam satu perusahaan, bisa mempe- kerjakan 10 hingga 20 tenaga terampil nuklir lulusan dari Indonesia. Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Jazi Eko Istiyanto, meng- ungkapkan perlu ada kerja sama triple helic antara pemerintah, institusi pendidikan dan dunia industri untuk dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil di bidang nuklir. [152] Menkes Ingatkan Tantangan Penyakit Baru Menghadapi mobilitas manusia antarnegara di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Menteri Kesehatan Prof Dr Nila Djuwita F Moeloek mengingatkan bahwa dampak dari keluar masuknya bangsa asing ke Indonesia juga diser- tai penyakit-penyakit asing. Virus ZICA yang berasal dari nyamuk identik dengan nyamuk demam berdarah, yellow fever, Ebola dari Afrika, dan masih banyak lagi virus asing akan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. “Sudah tidak ada batas antarnegara, juga antarmanu- sia. Kita mengetahui sekarang manusia dengan mudah mela- kukan urbanisasi, untuk men- cukupi kehidupannya. Tidak hanya orang yang masuk ke negara kita saja, tetapi penya- kit-pun juga," ucap Menkes dalam Sidang Pleno II Muktamar Nasyiatul Aisyiyah di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (26/8). Selama ini definisi sehat diartikan sebagai sehat jasma- ni saja. Namun ternyata men- jadi sehat secara jasmani saja tidak cukup. Manusia yang sehat juga seharusnya adalah manusia yang produktif, yakni manusia yang dapat berbuat sesuatu bagi bangsanya. [152] [JAKARTA] Pendanaan kesehatan di Indonesia masih sangat kronis. Selama puluhan tahun pendanaan kesehatan tidak bergeser dari kisaran 2%-3,6% produk domestik bruto (PDB). Ini adalah jumlah dana yang dibelanjakan untuk menyehatkan penduduk baik dari sumber penduduk sendiri, pemerintah daerah, pemerintah pusat, perusahaan, dan asuransi kesehatan. Dengan kata lain pengeluaran penduduk untuk kesehatan hanya US$ 126 per kapita, jauh di bawah negara lain. Malaysia, Tiongkok, Sri Lanka, Thailand, dan Fiji mencapai 4,8% atau setara US$ 313 per kapita. Bahkan Cili, Costa Rica, dan Cuba sudah mencapai 8,4% PDB atau setara US$ 836 per kapita. Lead Economist Global Practice on Health, Nutrition and Population World Bank, Ajay Tandon, mengatakan angka-angka tersebut menunjukkan pembiayaan kesehatan Indonesia terburuk di dunia. Salah satu penyebab adalah rendahnya komitmen pemerintah terhadap kesehatan masyarakat. Beberapa negara yang kondisi ekonomi dan masyarakatnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, justru pembiayaan kesehatannya lebih maju. Thailand untuk di kawasan Asia, dan Turki di Timur Tengah adalah negara yang perlu dicontohi. “Kondisi di negara- negara ini sebenarnya tidak banyak berbeda dengan Indonesia, tetapi memiliki pengeluaran kesehatan jauh lebih besar. Ini bergantung pada komitmen pemerintah,” kata Ajay di sela-sela diskusi publik bertemakan When Economics and Health Meet di Jakarta, Kamis (25/8). Selain komitmen dalam hal pendanaan kesehatan harus ditingkatkan, Pemerintah juga perlu mengembangkan suplly side, yaitu memperbanyak jumlah fasilitas kesehatan dan dokter. Saat ini baik jumlah, kualitas, maupun distribusi belum maksimal. Guru Besar FKM UI, Prof Hasbullah Thabrany, mengatakan, belanja kesehatan Pemerintah tetap bertengger pada kisaran 1% PDB. Dengan asumsi penghasilan Rp 5 juta sebulan, maka yang dibelanjakan untuk kesehatan cuma Rp 5 juta alias Rp 50.000 per bulan. “Itulah yang dilakukan Pemerintah selama ini. Bisakah rakyat sehat dan produktif dengan investasi seperti itu. Jangan heran jika banyak pihak mencoba berinisiatif membenahi pendanaan kesehatan Indonesia,” kata Hasbullah. Rendahnya belanja kesehatan ini, menurut Hasbullah, berdampak pula pada buruknya kualitas hidup penduduk. Hal ini terbukti dari usia harapan hidup dan produktivitas penduduk Indonesia yang jauh lebih rendah dari negara lain. “Olahraga adalah indikator tertinggi dari kualitas hidup manusia. Karena olahraga pada level dunia tidak hanya menunjukkan fisik yang bagus, tapi otak juga bagus. Kita lihat dari 250 juta penduduk, berapa jumlah atlet dan berapa yang meraih medali emas,” katanya. Pendanaan Dengan pendanaan kesehatan seperti ini, Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan menyeluruh yang ditargetkan Pemerintah pada 2019 diperkirakan tidak akan tercapai. Menurut Ajay Tandon, UHC dikatakan tercapai bila seluruh rakyat memiliki jaminan kesehatan, bisa mengakses layanan kesehatan mulai dari promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif. Yang juga paling penting adalah out of pocket atau pengeluaran dari kantong sendiri berkurang di bawah 20% dari total belanja kesehatan. Faktanya, kata Ajay, out of pocket di Indonesia masih tinggi, yaitu 45%. Angka ini jauh di atas negara lain, seperti Fiji, Malaysia dan Thailand yang hanya 28%, bahkan Tiongkok, Chile, Costa Rica, dan Cuba 23%. [D-13] Indonesia Terburuk dalam Pembiayaan Kesehatan SP/CARLOS ROY FAJARTA BARUS Sejumlah pasien sudah mulai mengantre dan berdatangan di Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Koja. [JAKARTA] Belum lama ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan akan memangkas Rp 23,3 triliun atau 33,4% dana tunjangan profesi guru (TPG) dari total Rp 69,7 triliun dalam APBN-P 2016. Menyikapi hal itu, Plt PB PGRI Unifah Rasidi menga- takan, PB PGRI mengapresi- asi langkah Menkeu, karena sejatinya tidak ada potongan TPG bagi guru yang berhak mendapatkannya. Pasalnya, dana yang dipangkas adalah kelebihan anggaran yang mangkrak akibat kesalahan perencanaan yang tidak tepat. Hal itulah yang menyebabkan over budget TPG. “Yang dibayar 1,2 juta guru, kurang lebih 60% dari jumlah dana yang dialokasikan. Kami malah mempertanyakan bagaimaan mungkin penge- lola guru bisa salah hitung anggaran TPG yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dibayarkan? Padahal negara sedang membutuhkan dana tersebut untuk sektor lain,” ujar Unifah kepada Wartawan Pendidikan, di Jakarta, Jumat, (27/8). Unifah menegaskan, pemotongan ini sekaligus menunjukkan politik anggar- an yang sengaja dikembangkan. Dengan cara seolah-olah guru menghabiskan dana negara amat besar. Menurut Unifah, kalaupun besar karena jumlah murid yang diajar mencapai 55 juta siswa. Padahal yang dibayar hanya setengahnya, bahkan lebih sedikit, karena hanya 1,2 juta guru. Sementara berda- sarkan data guru yang diakui seharusnya ada 2,2 juta guru. Artinya masih satu juta guru yang belum disertifikasi. Pendapat senada disam- paikan oleh Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. Ia mengatakan, perlu dilacak mengapa terjadi kele- bihan TPG pada masa jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sebelumnya, sehingga over budget. “ Ini perlu dilacak, apa tidak ada pengendalian inter- nal sehingga over budget seperti itu? Jika ada unsur kesengajaan apalagi indikasi korupsi, silakan diusut,” kata Febri. Febri mengusulkan, peme- rintah jangan menunda pem- bayaran TPG pada guru yang memenuhi syarat. Jika ditun- da, harus disampaikan pada guru atau publik, terkait penyebab dan berapa lama penundaannya, agar tidak gaduh dan tidak membuat APBN jebol. [FAT/A-23] TPG Dipangkas, PGRI Apresiasi Menkeu ANTARA Sri Mulyani
1

16 Sua ra Pembaru an Sabtu-Minggu, 27-28 Agustus 2016 ... fileMuktamar Nasyiatul Aisyiyah di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (26/8). Selama ini definisi

Mar 30, 2019

Download

Documents

hadat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 16 Sua ra Pembaru an Sabtu-Minggu, 27-28 Agustus 2016 ... fileMuktamar Nasyiatul Aisyiyah di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (26/8). Selama ini definisi

16 Sua ra Pem ba ru an Sabtu-Minggu, 27-28 Agustus 2016

Tenaga Terampil Nuklir Minim

Sekitar 13 ribu instansi di Indonesia baik bidang kesehatan maupun industri, membutuhkan tenaga terampil di bidang nuklir. Namun jumlah sumber daya manusia (SDM) terampil nuklir, belum bisa terpenuhi.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Prof Djarot Sulistio Wisnubroto usai wisuda 73 lulusan Sekolah Tinggi Tenaga Nuklir (STTN) BATAN di Yogyakarta, belum lama ini.

Menurutnya, rata-rata tenaga terampil di bidang nuklir justru bekerja di luar negeri, bahkan dalam satu perusahaan, bisa mempe-kerjakan 10 hingga 20 tenaga terampil nuklir lulusan dari Indonesia.

Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Jazi Eko Istiyanto, meng-ungkapkan perlu ada kerja sama triple helic antara pemerintah, institusi pendidikan dan dunia industri untuk dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil di bidang nuklir. [152]

Menkes Ingatkan Tantangan Penyakit Baru

Menghadapi mobilitas manusia antarnegara di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Menteri Kesehatan Prof Dr Nila Djuwita F Moeloek mengingatkan bahwa dampak dari keluar masuknya bangsa asing ke Indonesia juga diser-tai penyakit-penyakit asing.

Virus ZICA yang berasal dari nyamuk identik dengan nyamuk demam berdarah, yellow fever, Ebola dari Afrika, dan masih banyak lagi virus asing akan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

“Sudah tidak ada batas antarnegara, juga antarmanu-sia. Kita mengetahui sekarang manusia dengan mudah mela-kukan urbanisasi, untuk men-cukupi kehidupannya. Tidak hanya orang yang masuk ke negara kita saja, tetapi penya-kit-pun juga," ucap Menkes dalam Sidang Pleno II Muktamar Nasyiatul Aisyiyah di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (26/8).

Selama ini definisi sehat diartikan sebagai sehat jasma-ni saja. Namun ternyata men-jadi sehat secara jasmani saja tidak cukup. Manusia yang sehat juga seharusnya adalah manusia yang produktif, yakni manusia yang dapat berbuat sesuatu bagi bangsanya. [152]

[JAKARTA] Pendanaan kesehatan di Indonesia masih sangat kronis. Selama puluhan tahun pendanaan kesehatan tidak bergeser dari kisaran 2%-3,6% produk domestik bruto (PDB). Ini adalah jumlah dana yang d i b e l a n j a k a n u n t u k menyehatkan penduduk baik dari sumber penduduk sendiri, pemerintah daerah, p e m e r i n t a h p u s a t , perusahaan, dan asuransi kesehatan.

D e n g a n k a t a l a i n pengeluaran penduduk untuk kesehatan hanya US$ 126 per kapita, jauh di bawah negara lain. Malaysia, Tiongkok, Sri Lanka, Thailand, dan Fiji mencapai 4,8% atau setara US$ 313 per kapita. Bahkan Cili, Costa Rica, dan Cuba sudah mencapai 8,4% PDB atau setara US$ 836 per kapita.

Lead Economist Global Practice on Health, Nutrition and Population World Bank, Ajay Tandon, mengatakan angka-angka tersebut menunjukkan pembiayaan kesehatan Indonesia terburuk di dunia. Salah satu penyebab adalah rendahnya komitmen p e m e r i n t a h t e r h a d a p kesehatan masyarakat. Beberapa negara yang kondisi ekonomi dan masyarakatnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, justru pembiayaan kesehatannya lebih maju. Thailand untuk di kawasan Asia, dan Turki di Timur Tengah adalah negara yang perlu dicontohi.

“Kondisi di negara-negara ini sebenarnya tidak banyak berbeda dengan Indonesia, tetapi memiliki

pengeluaran kesehatan jauh lebih besar. Ini bergantung pada komitmen pemerintah,” kata Ajay di sela-sela diskusi publik bertemakan When Economics and Health Meet di Jakarta, Kamis (25/8).

Selain komitmen dalam hal pendanaan kesehatan h a r u s d i t i n g k a t k a n , Pemerintah juga perlu mengembangkan suplly side, yaitu memperbanyak jumlah fasilitas kesehatan dan dokter. Saat ini baik jumlah, kualitas, maupun distribusi belum maksimal.

Guru Besar FKM UI, Prof Hasbullah Thabrany, m e n g a t a k a n , b e l a n j a kesehatan Pemerintah tetap bertengger pada kisaran 1%

PDB. Dengan asumsi penghasilan Rp 5 juta s e b u l a n , m a k a y a n g dibelanjakan untuk kesehatan cuma Rp 5 juta alias Rp 50.000 per bulan.

“Itulah yang dilakukan Pemerintah selama ini. Bisakah rakyat sehat dan produktif dengan investasi seperti itu. Jangan heran jika banyak pihak mencoba berinisiatif membenahi pendanaan keseha tan Indonesia,” kata Hasbullah.

Rendahnya belanja kesehatan ini, menurut Hasbullah, berdampak pula pada buruknya kualitas hidup penduduk. Hal ini terbukti dari usia harapan hidup dan produktivitas penduduk

Indonesia yang jauh lebih rendah dari negara lain.

“ O l a h r a g a a d a l a h indikator tertinggi dari kualitas hidup manusia. Karena olahraga pada level d u n i a t i d a k h a n y a menunjukkan fisik yang bagus, tapi otak juga bagus. Kita lihat dari 250 juta penduduk, berapa jumlah atlet dan berapa yang meraih medali emas,” katanya.

PendanaanDengan pendanaan

kesehatan seperti ini, Universal Health Coverage (UHC) a tau cakupan kesehatan menyeluruh yang ditargetkan Pemerintah pada 2019 diperkirakan tidak akan

tercapai. Menurut Ajay Tandon, UHC dikatakan tercapai bila seluruh rakyat memiliki jaminan kesehatan, bisa mengakses layanan kesehatan mulai dar i promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif. Yang juga paling penting adalah out of pocket atau pengeluaran dar i kan tong sendi r i berkurang di bawah 20% dari total belanja kesehatan.

Faktanya, kata Ajay, out of pocket di Indonesia masih tinggi, yaitu 45%. Angka ini jauh di atas negara lain, seperti Fiji, Malaysia dan Thailand yang hanya 28%, bahkan Tiongkok, Chile, Costa Rica, dan Cuba 23%.[D-13]

Indonesia Terburuk dalam Pembiayaan Kesehatan

SP/CarloS roy Fajarta BaruS

Sejumlah pasien sudah mulai mengantre dan berdatangan di rumah Sakit umum Kecamatan (rSuK) Koja.

[JAKARTA] Belum lama ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan akan memangkas Rp 23,3 triliun atau 33,4% dana tunjangan profesi guru (TPG) dari total Rp 69,7 triliun dalam APBN-P 2016.

Menyikapi hal itu, Plt PB PGRI Unifah Rasidi menga-takan, PB PGRI mengapresi-asi langkah Menkeu, karena sejatinya tidak ada potongan TPG bagi guru yang berhak mendapatkannya. Pasalnya, dana yang dipangkas adalah kelebihan anggaran yang mangkrak akibat kesalahan perencanaan yang tidak tepat.

Hal itulah yang menyebabkan over budget TPG.

“Yang dibayar 1,2 juta guru, kurang lebih 60% dari jumlah dana yang dialokasikan.

Kami malah mempertanyakan bagaimaan mungkin penge-lola guru bisa salah hitung anggaran TPG yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dibayarkan? Padahal negara sedang membutuhkan dana tersebut untuk sektor lain,” ujar Unifah kepada Wartawan Pendidikan, di Jakarta, Jumat, (27/8).

Unifah menegaskan, pemotongan ini sekaligus menunjukkan politik anggar-an yang sengaja dikembangkan. Dengan cara seolah-olah guru menghabiskan dana negara amat besar.

Menurut Unifah, kalaupun

besar karena jumlah murid yang diajar mencapai 55 juta siswa. Padahal yang dibayar hanya setengahnya, bahkan lebih sedikit, karena hanya 1,2 juta guru. Sementara berda-sarkan data guru yang diakui seharusnya ada 2,2 juta guru. Artinya masih satu juta guru yang belum disertifikasi.

Pendapat senada disam-paikan oleh Koordinator Invest igas i Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. Ia mengatakan, perlu dilacak mengapa terjadi kele-bihan TPG pada masa jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)

sebelumnya, sehingga over budget.

“ Ini perlu dilacak, apa tidak ada pengendalian inter-nal sehingga over budget seperti itu? Jika ada unsur kesengajaan apalagi indikasi korupsi, silakan diusut,” kata Febri.

Febri mengusulkan, peme-rintah jangan menunda pem-bayaran TPG pada guru yang memenuhi syarat. Jika ditun-da, harus disampaikan pada guru atau publik, terkait penyebab dan berapa lama penundaannya, agar tidak gaduh dan tidak membuat APBN jebol. [FAT/A-23]

TPG Dipangkas, PGRI Apresiasi Menkeu

antara

Sri Mulyani