Teori Dasar Metalografi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan metalografi pada dasarnya mempelajari karakteristik struktural dan susunan dari suatu logam atau paduan logam dalam hubungannya dengan suatu analisis kimia dan metalografi dari suatu logam atau paduan logam. Biasanya tidak melalui suatu keseluruhan potongan disebabkan oleh pembawaan heterogen atau logam. Dewasa ini terdapat berbagai jenis bahan yang digunakan pada proses manufaktur dan tujuan-tujuan lain. Namun, sebelum diketahui atau digunakan dalam industri atau bagian- bagian yang lain, karakteristik struktural atau susunan dari logam atau paduannya yang akan dipakai atau ditawarkan pada industri untuk keperluan lainnya dan dengan melakukan pengujian metalografi maka dapat dilakukan berbagai jenis perubahan pada suatu material setelah mengetahui karakteristiknya. Dari hal inilah, orang mulai mencoba untuk melakukan uji metalografi pada suatu material. Sehingga dengan cara ini dapat diperoleh bahan dengan sifat-sifat yang sesuai dengan tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan teknologi modern yang meningkat. Untuk itu, pengujian metalografi sangat berguna dalam berbagai dunia industri, terutama pada industri logam dan otomotif. Karena kebutuhan akan logam ini semakin meningkat, maka banyak industri manufaktur menyuplai bahan logam yang ada di pasaran san telah melalui berbagai proses pengujian bahan. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pengujian metalografi sangat berperan bagi dunia industri. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari material yang memiliki sifat dan karakteristik yang baik 1.2 Tujuan dan Manfaat Pengujian A. Tujuan Pengujian Setelah melakukan pengujian metalografi praktikan dapat : 1. Menjelaskan tujuan dari proses metalografi. 2. menjelaskan langkah-langkah pengujian Metalografi.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Teori Dasar Metalografi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan metalografi pada dasarnya mempelajari karakteristik struktural dan susunan
dari suatu logam atau paduan logam dalam hubungannya dengan suatu analisis kimia dan
metalografi dari suatu logam atau paduan logam. Biasanya tidak melalui suatu keseluruhan
potongan disebabkan oleh pembawaan heterogen atau logam.
Dewasa ini terdapat berbagai jenis bahan yang digunakan pada proses manufaktur dan
tujuan-tujuan lain. Namun, sebelum diketahui atau digunakan dalam industri atau bagian-
bagian yang lain, karakteristik struktural atau susunan dari logam atau paduannya yang akan
dipakai atau ditawarkan pada industri untuk keperluan lainnya dan dengan melakukan
pengujian metalografi maka dapat dilakukan berbagai jenis perubahan pada suatu material
setelah mengetahui karakteristiknya.
Dari hal inilah, orang mulai mencoba untuk melakukan uji metalografi pada suatu
material. Sehingga dengan cara ini dapat diperoleh bahan dengan sifat-sifat yang sesuai
dengan tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan teknologi modern yang meningkat.
Untuk itu, pengujian metalografi sangat berguna dalam berbagai dunia industri, terutama
pada industri logam dan otomotif. Karena kebutuhan akan logam ini semakin meningkat,
maka banyak industri manufaktur menyuplai bahan logam yang ada di pasaran san telah
melalui berbagai proses pengujian bahan. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pengujian
metalografi sangat berperan bagi dunia industri. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari
material yang memiliki sifat dan karakteristik yang baik
1.2 Tujuan dan Manfaat Pengujian
A. Tujuan Pengujian
Setelah melakukan pengujian metalografi praktikan dapat :
suhu transformasi Perlit akan semakin menurun. Struktur mikro dari materialnya berubah
dengan pasti bersamaan dengan meningkatnya laju pendinginan. Dengan memanaskan dan
mendinginkan sebuah contoh rangkaian, transformasi austenit mungkin dapat dicatat.
Diagram TTT menunjukkan kapan transformasi mulai dan berakhir secara spesifik
dan diagram ini juga menunjukkan berapa persen austenit yang bertransformasi pada saat
suhu yang dibutuhkan tercapai.
Peningkatan kekerasan dapat tercapai melalui kecepatan pendinginan dengan
melakukan pendinginan dari suhu yang dinaikkan seperti berikut: pendinginan furnace,
pendinginan udara, pendinginan oli, cairan garam, air biasa, dan air asin.
Pada gambar 1, area sebelah kiri dari kurva transformasi menunjukkan daerah
austenit. Austenit stabil pada suhu diatas temperatur kritis, tapi tidak stabil pada suhu
dibawah temperatur kritis. Kurva sebelah kiri menandakan dimulainya transformasi dan
kurva sebelah kanan menunjukkan berakhirnya transformasi. Area diantara kedua kurva
tersebut menandakan austenit bertransformasi ke jenis struktur kristal yang berbeda. (austenit
ke perlit, austenit ke martensit, austenit bertransformasi ke bainit).
Gambar 2.19
Gambar 2 menunjukkan
bagian atas dari diagram TTT.
Seperti yang terlihat pada gambar
2, ketika austenit didinginkan ke
suhu dibawah temperatur kritis, ia
bertransformasi ke struktur kristal yang berbeda tergantung pada ketidakstabilan
lingkungannya. Laju pendinginannya dapat dipilih secara spesifik sehingga austenit dapat
bertransformasi hingga 50%, 100%, dan lain sebagainya. Jika kecepatan pendinginan sangat
lambat seperti pada proses annealing, kurva pendinginan akan melewati sampai seluruh area
transformasi dan produk akhir dari proses pendinginan ini akan menjadi 100% perlit. Dengan
kata lain, ketika laju pendinginan yang diterapkan sangat lambat, seluruh austenit akan
bertransformasi menjadi perlit. Jika laju pendinginan melewati pertengahan dari daerah
transformasi, produk akhirnya adalah 50% austenit dan 50% perlit, yang berarti bahwa pada
laju pendinginan tertentu kita dapat mempertahankan sebagian dari austenit, tanpa
mengubahnya menjadi perlit.
Gambar 2.20
Gambar 3 menunjukkan jenis
transformasi yang bisa didapatkan pada
laju pendinginan yang lebih tinggi. Jika
laju pendinginan sangat tinggi, kurva
pendinginan akan tetap berada pada
bagian sebelah kiri dari kurva awal
transformasi. Dalam kasus ini semua
austenit akan berubah menjadi martensit.
Jika tidak terdapat gangguan selama pendinginan maka produk akhirnya akan berupa
martensit.
Gambar 2.21
Pada gambar 4 laju
pendinginan A dan B menunjukkan dua proses pendinginan secara cepat. Dalam hal ini kurva
A akan menyebabkan distorsi yang lebih besar dan tegangan dalam yang lebih besar dari laju
pendinginan B. Kedua laju pendinginan akan menghasilkan produk akhir martensit. Laju
pendinginan B juga dikenal sebagai laju pendinginan kritis, seperti ditunjukkan oleh kurva
pendinginan yang menyentuh hidung dari diagram TTT. Laju pendinginan kritis didefinisikan
sebagai laju pendinginan terendah yang menghasilkan 100% martensit juga memperkecil
tegangan dalam dan distorsi.
Gambar 2.22
Pada gambar 5, sebuah proses pendinginan secara cepat mendapat gangguan (garis horizontal
menunjukkan gangguan) dengan mencelupkan material ke dalam rendaman garam yang
dicairkan dan direndam pada temperatur konstan yang diikuti dengan proses pendinginan lain
yang melewati daerah bainit pada diagram TTT. Produk akhirnya adalah bainit, yang tidak
sekeras martensit. Sebagai hasil dari laju pendinginan D; dimensinya lebih stabil, distorsi dan
tegangan dalam yang ditimbulkan lebih sedikit.
Gambar 2.23
Pada gambar 6 laju pendinginan C menggambarkan proses pendinginan secara lambat, seperti
pada pendinginan furnace. Sebagai contoh untuk pendinginan jenis ini adalah proses
annealing dimana semua austenit akan berubah menjadi perlit sebagai hasil dari pendinginan
secara lambat.
Gambar 2.24
Terkadang kurva pendinginan bisa melewati pertengahan dari zona transformasi austenit-
perlit. Pada gambar 7, kurva pendinginan E menunjukkan sebuah laju pendinginan yang tidak
cukup tinggi untuk memproduksi 100% martensit. Hal ini dapat dengan mudah terlihat
dengan melihat pada diagram TTT. Sejak kurva pendinginan tidak menyinggung hidung dari
diagram transformasi, austenit akan bertransformasi menjadi 50% perlit (kurva E
menyinggung kurva 50%). Semenjak kurva E meninggalkan diagram transformasi pada zona
martensit, sisa yang 50% dari austenit akan bertransformasi menjadi martensit.
Gambar 2.25
Gambar 2.26
G. Analisa kegagalan pada metalografi
Langkah-langkah atau ProsedurAnalisis Kegagalan (II):
1. Deskripsi dari terjadinya kegagalan, (mendokumentasikan terjadinya kegagalan. Informasi
berkaitan seperti disain komponen, jenis material, sifat material, fungsi komponen).
2. Pemeriksaan visual, (mendokumentasikan pengamatan yang dilakukan ditempat kejadian).
3. Analisis tegangan, (Ketika komponen yang bekerja melibatkan adanya beban, maka analisis
tegangan sangat diperlukan untuk mengetahui apakah tegangan yang bekerja berada dibawah
sifat mekanik material).
4. Pemeriksaan komposisi kimia, (kesesuaian dengan komposisi kimia standar material).
5. Fraktografi, (pemeriksaan permukaan patahan dengan mikroskopoptik dan elektron untuk
mengetahui mekanisme patahan).
6. Metalografi.
7. Sifat-sifat material, (biasanya dengan pengujian kekerasan sudah cukup untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik material dan dilakukan tanpa merusak sampel).
8. Simulasi, (apabila memungkinkan)
Uji/Analisis Metalografi
Sample Preparation Unit
Gambar 2.28
Pemotongan, mounting, pengamplasan, pemolesan dan pengetsaan
Peralatan:
Mesin potong Accutom dengan diamond cutting
Abrasive Cutter Buehler Metaserv
Low Speed Ecomet
Alat Mounting Herzog
Mesin Gerinda Ecomet 3
Ultrasonic washing Cole Parmer 8850
Optical Microscopes
Gambar 2.29
LEITZ METALLOVERTDilengkapi dengan uji kekerasanPengamaran struktur mikro logam dan paduan, keramik dan kompositAkurasi perhitungan besar butir dengan metode Hyne: 1 µmPerbasaran maksimum 1000x.
Scanning Electron Microscope (SEM)
Gambar 2.30
JEOL JSM-840A
Dengan WDS (Wavelength Dispersive Spectroscopy) dan Sputter
Coater,
Analisis morfologi, topografi dan kristalografi dari logam/paduan logam, keramik, dan
polimer,
Analisis unsur secara kualitatif dan kuantitatif dengan WDS,
Perbesaran maks. 360.000x,
Aplikasi penting dalam penelitian ilmu bahan, analisis kegagalan dan kontrol mutu dan
lainnya.
Transmission Electron Microscope (TEM)
Gambar 2.31
TEM/STEM JEOL 1200EXII
Analisis cacat bahan, penentuan presipitat dan pola difraksi dari paduan logam dan keramik
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk
permukaan spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan cara
menggosok spesimen pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok
dengan ukuran grid yang paling kasar(grid 320) sampai yang paling halus.
Sedangkan polishing sendiri dilakukan dengan menggosokkan spesimen diatas mesin polishing machine yang dilengkapi dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1-0,05 mikron. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih mengahluskan permukaan spesimen sehinggan akan lebih mudah melakukan metalografi.
4. Etsa (etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau
mengorosikan permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan
polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini
dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan kecepatan
yang berbeda, sehingga meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut
yang berbeda pula. Pada pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara
mencelupkan spesimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai
cairan etsa (etching reagent) sendiri-sendiri. Perhatikan gambar 1.2 yang
menunjukkan pengaruh efek proses etsa permukaan spesimen yang telah
mengalami proses grinding dan polishing.
Setelah permukaan spesimen dietsa, maka spesimen tersebut siap
untuk diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi.
Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas
sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehimgga
terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian
apabila seberkas sinar di kenakan pada permukaan apesimen maka sinar
tersebut akan dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang
yang terkena sinar. Semakin tidak rata permukaan, maka semakin sedikit
intensitas sinar yang terpantul ke dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang
tampak pada mikroskop adalah warna hitam. Sedangkan permukaan yang
sedikit terkorosi akan tampak berwarna terang (putih) sebagaiman ditunjukkan
pada gambar 1.3 berikut.
Metalografi
Mei 31
Posted by Mechanical Blog
Metalografi adalah suatu teknik atau metode persiapan material untuk mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi yang terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia, orientasi butir, jarak
and polishing)4. Pengetsaan (etching)5. Observasi pada mikroskop optik
Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal yaitu macrostructure (stuktur makro) dan microstructure (struktur mikro). Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara makro pada permukaan yang dietsa dari spesimen yang telah dipoles. Sedangkan struktur mikro adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang telah disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan perbesaran minimum 25x.
a. Pemotongan (Sectioning)
Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami perubahan.
Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa spesimen, kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan.
b. Pembingkaian ( Mounting)
Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi, meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses pngamplasan dan pemolesan.
Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas dari segala macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan.
c. Pengerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan
Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut dsisatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak.
Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.
Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam.
Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain. Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel.
1. d. Pengetsaan (Etching)
Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hati-hati, yang bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut. Proses etsa untuk mendapatkan kontras dapat diklasifikasikan atas proses etsa tidak merusak (non disctructive etching) dan proses etsa merusak (disctructive etching).
1. 1. Etsa Tidak Merusak (Non Discructive Etching)
Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan perantaraan kontras dari struktur dengan pencampuran permukaan secara fisik terkumpul pada permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa optik digunakan teknik pencahayaan khusus untuk menampilkan struktur mikro. Beberapa metode etsa optik adalah pencahayaan gelap (dark field illumination), polarisasi cahaya mikroskop (polarized light microscopy) dan differential interfence contrast.
Pada penampakan kontras dengan lapisan perantara, struktur mikro ditampilkan dengan bantuan interfensi permukaan tanpa bantuan bahan kimia. Spesimen dilapisi dengan lapisan transparan yang ketebalannya kecil bila dibandingkan dengan daya pemisah dari mikroskop optik. Pada mikroskop interfensi permukaan, cahaya ynag terjadi pada sisa-sisa film dipantulkan ke permukaan perantara spesimen.
1. 2. Etsa Merusak (Desctructive Etching)
Etsa merusak adalah proses perusakan permukaan spesimen secara kimia agar terlihat kontras atau perbedaan intensitas dipermukaan spesimen. Etsa merusak terbagi dua metode yaitu etsa elektrokimia (electochemical etching) dan etsa fisik
(phisical etching). Pada etsa elektrokimia dapat diasumsikan korosi terpaksa, dimana terjadi reaksim serah terima elektron akibat adanya beda potensial daerah katoda dan anoda. Beberapa proses yang termasuk etsa elektokimia adalah etsa endapan (precipitation etching), metode pewarnaan panas (heat tinting), etsa kimia (chemical etching) dan etsa elektrolite (electrolytic etching).
Pada etsa fisik dihasilkan permukaan yang bebas dari sisa zat kimia dan menawarkan keuntungan jika etsa elektrokimia sulit dilakukan. Etsa ion dan etsa termal adalah teknik etsa fisik yang mengubah morfologi permukaan spesimen yang telah dipoles.