12 BAB II TINJAUAN PROYEK 1. PENGERTIAN JUDUL Judul Proyek : "PABRIK ROKOK KRETEK DENGAN FASILITAS RUMAH SUSUN KARYAWAN" DI MALANG Pengertian : Pabrik : bangunan besar dengan perlengkapan mesin- mesin tempat membuat barang tertentu dalam jumlah besar untuk diperdagangkan. Rokok : gulungan tembakau ( kira-kira sebesar ke- lingking ) yang dibungkus ( daun nipah, ker— tas dsb ). Kretek : rokok yang tembakaunya dibubuhi cengkeh. Rumah Susun: rumah atau bangunan bertingkat yang terbagi atas beberapa tempat tinggal ( masing-masing untuk satu keluarga : flat ). (Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendi- dikan dan Kebudayaan Republik Indonesia). Pengertian secara keseluruhan : Adalah suatu bangunan yang berisi mesin-mesin serta pekerjanya sebagai tempat untuk membuat rokok kretek dan dilengkapi dengan fasilitas rumah susun untuk tempat tinggal karyawannya.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINJAUAN PROYEK
1. PENGERTIAN JUDUL
Judul Proyek :
"PABRIK ROKOK KRETEK
DENGAN FASILITAS RUMAH SUSUN KARYAWAN"
DI MALANG
Pengertian :
Pabrik : bangunan besar dengan perlengkapan mesin-
mesin tempat membuat barang tertentu dalam
jumlah besar untuk diperdagangkan.
Rokok : gulungan tembakau ( kira-kira sebesar ke-
lingking ) yang dibungkus ( daun nipah, ker—
tas dsb ).
Kretek : rokok yang tembakaunya dibubuhi cengkeh.
Rumah Susun: rumah atau bangunan bertingkat yang terbagi
atas beberapa tempat tinggal ( masing-masing
untuk satu keluarga : flat ).
(Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendi-
dikan dan Kebudayaan Republik Indonesia).
Pengertian secara keseluruhan :
Adalah suatu bangunan yang berisi mesin-mesin serta
pekerjanya sebagai tempat untuk membuat rokok kretek dan
dilengkapi dengan fasilitas rumah susun untuk tempat
daun dari gagangnya. Penggunaannya terpisah antara
tembakau dan cengkeh.
- Mesin Blending
Fungsinya untuk mencampur tembakau dan cengkeh
yang sudah rajang dan dibersihkan agar menjadi
campuran yang rata. Disini tembakau dan cengkeh
dicampur menurut perbandingan tertentu dan disem-
prot dengan saos perasa.
- Mesin Making
Fungsinya untuk membuat rokok SKM, mesin secara
otomatis akan merakit bahan campuran, filter dan
kertas menjadi rokok batangan.
- Alat Giling
Fungsinya untuk membuat rokok SKT batangan, alat
ini dioperasikan dengan tenaga manusia, disini
juga digunakan lem untuk merekatkan kertas ambri.
- Mesin Oven
30
Fungsinya untuk mengoven / mengeringkan rokok-
rokok batangan agar kadar airnya berkurang dan
rasanya menjadi tahan lama.
- Mesin Packing
Fungsinya untuk mengepak / membungkus rokok filter
batangan, prosesnya mulai dari membungkus dengan
kertas aluminium lalu kotak karton dan plastik
secara otomatis.
- Mesin Koncek
Fungsinya untuk mengupas kembali rokok batangan
yang tidak memenuhi syarat, prosesnya dengan
membuka dan memisahkan kertas dan isinya sebelum
digunakan kembali.
- Alat packing
Fungsinya sama dengan mesin packing, hanya saja
pengerjaannya dengan ketrampilan manusia.
3.4.2. Mesin Dan Peralatan Penunjang
- Kereta / Rak dorong
Fungsinya untuk memindahkan rokok-rokok batangan
dari suatu tempat ke tempat lain.
- Forklift
Fungsinya untuk memindahkan dan mengatur barang-
barang dalam jumlah besar / berat, penggunaanya
terutama di gudang penyimpanan.
- Peralatan Laboratorium
meliputi : timbangan, tabung reaksi, pemanas,
pemusing, pengering, termometer, mikroskop, dll
31
Fungsinya untuk mencampur, meneliti dan membuat
ramuan saos rokok.
- Peralatan Workshop
Fungsinya sebagai alat pembantu dalam mengerj'akan
atau memperbaiki mesin, peralatan dan barang yang
rusak.
3.5. Teknologi Produksi
Sesuai dengan pengelompokan industri maka masing-
masing kelompok perlu memperhatikan misinya, yakni untuk
pemerataan ataupun pertumbuhan, maka penerapan teknologi
yang tepat guna dapat berwuj'ud teknologi maju, teknologi
madya ataupun teknologi sederhana.
Didalam pabrik rokok pola kerja yang ada, yaitu
dengan menggunakan tenaga kerja yang padat modal dan
padat karya. Penggunaan tenaga kerja yang padat modal
berupa mesin-mesin produksi juga merupakan suatu alterna-
tif yang harus dipenuhi mengingat kecepatan, efisiensi
serta pertimbangan ekonomis sesuai dengan tuntutan pema-
saran yang merupakan salah satu tujuan perusahaan. Peng
gunaan mesin produksi disini digunakan hanya untuk mem-
produksi rokok Sigaret Kretek Mesin, dimana SKM merupakan
salah satu hasil produk yang kecenderungan konsumsinya
sangat tinggi. Sedangkan penggunaan tenaga-tenaga kerja
yang sifatnya padat karya untuk produksi Sigaret Kretek
dan Klobot adalah sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
Untuk mencapai keseimbangan antara peningkatan produksi
dan kesempatan kerja maka pembatasan mengenai volume
32
produksi yang ada sangat berguna, dan harus dipenuhi.
Pengarahan teknologi yang tepat guna itu sejauh
mungkin menggunakan mesin-mesinn dari dalam negeri,
sehingga dapat meningkatkan nilai tambah, dalam hal ini
teknologi dalam negeri perlu diprioritaskan penggunaanya
mengenai mesin-mesin yang sudah dapat dihasilkan.
3.6. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang pen-
ting didalam kegiatan pabrik rokok, mengingat jumlahnya
yang sangat besar. Tenaga kerja yang terserap pada pabrik
rokok ini dapat dibedakan menjadi :
- Tenaga kerja produktif, yaitu tenaga kerja yang berhu-
bungan langsung dengan prases produksi, seperti :
tenaga linting, packing, operator mesin dll.
Tenaga ini jumlahnya lebih dari 80"/. dari seluruh jumlah
tenaga kerja yang ada dan untuk giling sebagian besar
adalah para wanita.
- Tenaga kerja non produktif, yaitu tenaga kerja yang
tidak berhubungan langung dengan proses produksi,
seperti : staff kantor, sopir, satpam dll.
Mengingat jumlah karyawan bagian giling dan linting
yang sangat besar maka sistem pengaturan kerja sangat
berpengaruh terhadap efisiensi pabrik secara keseluruhan.
Untuk itu biasanya pekerja tersebut merupakan tenaga
tidak tetap dan memakai sistem upah borongan, sehingga
akan memudahkan pengaturan dan pengawasan.
Namun untuk kelancaran proses produksi pabrik maka
33
tenaga kerja yang ada didalamnya khususnya bagian giling
dan linting harus diperhatikan sebaik mungkin, karena
peranannya terhadap kelangsungan pabrik sangat besar.
Sehingga segala sesuatu yang menyangkut tenaga kerja
harus diperhatikan dan dipertimbangkan, seperti masalah
kesehatan, keselamatan kerja dan kesejahteraannya.
Selanjutnya penempatan bidang kerja yang sesuai
dengan kemampuannya juga ikut mempengaruhi keberhasilan
proses produksi, pertimbangan dan seleksi yang tepat
mengenai posisi kerja tenaga kerja sangat diperlukan,
untuk itu perlu dikelompokkan menurut skillnya yaitu :
- Tenaga kerja ahli (kepala bagian produksi, dll)
- Tenaga kerja terlatih (operator mesin, mekanik dll)
- Tenaga trampil (tenaga linting, giling dll)
- Tenaga kerja kasar (kuli angkut dll)
4. TIIMJAUAN TERHADAP ROKOK
4.1. Jenis—Jenis Rokok
Berdasarkan komposisi bahan dan cara pembuatannya
rokok dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Rokok Kretek
yaitu jenis rokok yang menggunakan bahan tembakau
bercampur cengkeh sebagai isinya dan bahan pembung-
kusnya berupa kertas.
Menurut pembuatannya rokok kretek dibedakan menjadi
2 macam :
- Sigaret Kretek Tangan (SKT)
yaitu jenis rokok kretek yang proses pembuatannya
34
masih menggunakan tangan dengan media alat giling.
Untuk jenis ini tanpa menggunakan filter.
Proses penggilingan rokok SKT ada 3 jenis, yaitu :
* rol : kepadatan tembakaunya kurang, kecepatan
kerja tinggi. (misrRetjo Pentung)
* pen : kepadatan tembakau cukup, kecepatan
kerja sedang. (mis: Jarum 76)
* tampan : tembakaunya sangat padat, kecepatan
kerja rendah.(mis: Dji Sam Soe)
- Sigaret Kretek Mesin (SKM)
yaitu jenis rokok kretek yang proses pembuatannya
dengan menggunakan mesin making. Jenis rokok ini
biasanya menggunakan tambahan filter.
Rokok Putih
yaitu jenis rokok yang tidak menggunakan bahan campur—
an cengkeh sebagai isinya dan bahan pembungkusnya
berupa kertas. Jenis rokok ini disebut :
- Sigaret Putih Mesin (SPM)
yaitu jenis rokok putih yang proses pembuatannya
dengan menggunakan mesin making dan biasanya menggu
nakan tambahan filter.
Rokok Klobot
yaitu jenis rokok yang menggunakan bahan tembakau
bercampur cengkeh sebagai isinya dan bahan pembung
kusnya berupa klobot (kulit jagung yang dikeringkan).
Jenis rokok ini proses pembuatannya dengan cara mel-
inting dengan tangan tanpa alat bantu.
35
4.2. Bahan Baku Rokok Kretek
4.2.1. Macam dan Komposisi Bahan Baku
Bahan baku untuk pembuatan rokok kretek dapat
dibedakan menjadi :
Bahan baku yang paling utama, yaitu:
- tembakau
- cengkeh
- saos perasa (campuran bahan-bahan kimia)
- klobot
- kertas ambri (pembungkus batang rokok)
- filter
Bahan baku pelengkap lainnya adalah :
- etiket (kertas aluminium, kertas bungkus, kotak
karton, cap / merk)
- pita cukai temabakau
- lem
Dari sekian banyak bahan baku tersebut maka
yang paling utama dan adalah tembakau dan cengkeh.
Sehingga pabrik harus mempunyai persedian yang cukup
banyak untuk cadangan selama 1 - 5 tahun. Hal ini
mengingat kedua komoditi bahan baku sangat tergan-
tung iklim, cuaca dan Iain-lain yang berkenaan
dengan alam serta harganya selalu berfluktuasi
akibat ulah pedagang spekulan.
Komposisi campuran antara tembakau dan cengkeh tidak
dapat dipastikan, akan *tetapi disesuaikan oleh
proses yang telah ditentukan oleh pabrik. Perbandin-
gan tertentu akan menghasilkan mutu dan rasa rokok
36
yang tertentu pula. Menurut hasil wawancara perban-
dingan antara berat tembakau dan cengkeh berkisar 2
: 1. Untuk setiap batang rokok memerlukan rata-rata
1,2 gram tembakau dan 0,6 - 0,9 gram cengkeh. Selain
itu mutu dan rasa rokok kretek juga ditentukan oleh
jenis tembakau, jenis cengkeh dan saos perasa yang
digunakan, campuran saos tersebut biasanya dibuat
oleh pihak intern pabrik.
4.2.2. Sumber Bahan Baku
Bahan baku berupa tembakau baik yang sudah
dirajang maupun yang masih berupa lembaran berasal
dari dalam negeri dan sebagian kecil dari luar
negeri. Sebagian besar bahan tersebut dibeli lang-
sung dari petani-petani di daerah-daerah penghasil
tembakau yang tersebar di Jawa Timur seperti Bojone-
goro, Jember dan sekitarnya dan juga dari daerah
Jawa Tengah.
Untuk bahan baku cengkeh wajib dibeli dari BPPC
setempat, ketentuan-ketentuan seperti jumlah sesuai
dengan kelas pabrik rokok maupun harganya di atur
oleh BPPC pusat.
Sedangkan untuk bahan baku pelengkap seperti
kertas ambri dan bungkus sebagian besar pabrik
memesan dan membeli langsung dari percetakan yang
telah ditunjuk oleh pabrik. Khusus bahan baku berupa
filter dapat diproduksi sendiri oleh pabrik ataupun
dibeli dari perusahaan pembuat bahan tersebut, untuk
37
pabrik yang tergolong besar jumlah produksinya
sebagian besar diproduksi sendiri dengan pertimban-
gan keuntungan / profit yang lebih besar. Sedangkan
untuk pabrik yang tergolong kecil jumlah produksinya
biasanya tidak memproduksi sendiri.
Bahan lainnya yang juga harus dipenuhi adalah
pita cukai, pita cukai ini dibeli langsung dari
pihak Bea dan Cukai setempat, harga cukai temabakau
tersebut pengaturannya disesuaikan dengan jenis
rokok yang diproduksi maupun kelas pabrik rokok yang
bersangkutan.
4.2.3. Syarat Bahan Baku
Untuk bahan baku rokok kretek yang paling utama
seperti tembakau dan cengkeh yang dibeli dari petani
harus memenuhi seleksi yang telah ditentukan oleh
pabrik. Jenis-jenis tembakau dan kualiatas yang
digunakan sangat bervariasi tergantung dari pabrik
yang bersangkutan.
Kualitas tembakau sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti struktur dan kondisi tanah,
musim tanam, iklim, jenis tembakau teknik bercocok
tanam serta keadaan cuaca pada waktu pengeringan.
Untuk cengkeh dalam negeri kualitasnya cukup baik
karena Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh,
cengkeh mempunyai ciri khas khusus yaitu setiap 4
tahun sekali mengalami panen raya, sedangkan diluar
itu jumlah produksi relatif sedikit.
38
Sebelum dipakai dalam proses produksi, bahan-
bahan tersebut harus disimpan di gudang selama
kurang lebih 3 tahun lamanya, setelah selang waktu
tersebut baru tembakau dan cengkeh diproses lebih
Ianjut di pabrik. Penimbunannya dengan menggunakan
alas papan kayu agar bahan tidak menjadi lembab.
Melihat banyaknya faktor yang harus diperhi-
tungkan maka tidak heran bila pabrik rokok untuk
ukuran sedang dan besar harus memiliki gudang-gudang
penimbunan yang cukup besar dan banyak demi kelang-
sungan produksi pabrik, mengingat jumlahnya yang
sangat besar dan banyak maka gudang penimbunan
tembakau dan cengkeh tersebut biasanya berada diluar
lokasi pabrik ataupun di daerah yang relatif dekat
dengan sumber bahan baku.
4.3. Proses Produksi
Secara garis besar proses produksi rokok kretek
dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
4.3.1. Tahap Perajangan dan Pembersihan
Pabrik disamping membeli tembakau dalam bentuk
rajangan adakalanya juga membeli tembakau dalam
bentuk daun / tembakau krosok. Untuk tembakau yang
sudah rajangan langsung dimasukkan kedalam mesin
ayak dan apabila yang dibeli tembakau krosok, maka
harus dilakukan perajangan terlebih dahulu. Apabila
tembakau disimpan dalam bentuk tembakau krosok maka
sebelum dirajang harus diproses dengan mesin steam
dimana tembakau diuapi terlebih dahulu sebelum
diudal agar lemas dan tidak hancur. Kemudian baru
dimasukkan kedalam mesin rajang. Tembakau-tembakau
yang sudah dirajang tadi kemudian dimasukkan kedalam
mesin ayak untuk dipisahkan bagian yang sudah halus
dan bagian yang masih kasar dirajang kembali. Bagian
yang sudah halus selanjutnya dimasukkan kedalam
mesin pembersih untuk dibersihkan dari debu dan
kotoran serta memisahkan tembakau dari tangkainya.
Sedangkan cengkeh di rendam dahulu selama kurang
lebih 8 jam dengan air, hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kadar minyak pada cengkeh tersebut,
kemudian dijemur sampai cukup kering dan selanjutnya
dirajang kemudian diayak dan dimasukkan ke mesin
pembersih.
4.3.2. Tahap Pencampuran
Setelah dibersihkan tembakau dari segala jenis
yang dipergunakan dicampur dengan menggunakan mesin
blending, selama dicampur disemprotkan formula saos
perasa (yang sebelumnya dibuat di laboratorium)
dengan campuran air secukupnya. Dalam jangka waktu
lebih kurang 30 menit baru dimasukkan cengkeh, waktu
yang dipergunakan tergantung ketentuan pabrik karena
pada prinsipnya semakin lama waktu untuk pencampuran
maka akan dihasilkan campuran yang lebih baik,
sehingga mutu dan rasa rokok besar kemungkinan sama.
40
4.3.3. Tahap Pembuatan
Campuran dari tembakau, cengkeh dan saos terse-
but didiamkan selama 2 hari, baru kemudian dibawa
kebagian giling (untuk SKT), making (untuk SKM) dan
linting (untuk Klobot) untuk di proses menjadi
batang-batamg rokok. Khusus untuk SKT dan Klobot
setelah menjadi batang rokok maka digunting uj'ung
dan pangkalnya agar rata, kemudian oleh masing-
masing pekerja dibawa ke pengawas untuk disortir dan
dihitung yang nantinya dipergunakan dalam penentuan
upah borongan pekerja. Sedangkan untuk SKM dibawa
kemesin making dimana batang rokok akan dibuat
secara otomatis bersambung dengan filternya.
4.3.4. Tahap Pengovenan
Rokok-rokok batangan tersebut kemudian dimasuk-
kan keruang oven selama kurang lebih 15 menit
(tergantung ketentuan pabrik) untuk mengurangi kadar
air dan agar aroma rokok tersebut dapat bertahan
dalam waktu yang cukup lama serta tidak mudah rusak.
4.3.5. Tahap Pembungkusan
Setelah dioven batang-batang rokok tersebut
dibawa kebagian pengepakan (khusus SKT dan Klobot)
untuk dipak / dimasukkan kedalam kotak dengan isi
tertentu dan dipress. Pengerjaannya dengan mengguna-
kan tenaga manusia dan alat pembantu (mould). Se
dangkan untuk SKM dibawa ke mesin packing yang
41
secara otomatis akan mengepak dan mengepres. Baru
kemudian seluruh pres rokok tersebut dihitung dan di-
bawa kebagian pengebalan untuk di kemas dalam jumlah
yang lebih besar. Setelah itu dikirim ke gudang stok
untuk siap di pasarkan.
5. TINJAUAN TERHADAP RUMAH SUSUN
5.1. Perkembangan Rumah Susun di Indonesia
Salah satu unsur pokok dalam hidup manusia adalah
papan, yang juga merupakan unsur yang penting dalam
strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-
aspek luas dibidang kependudukan. Karena itu perumahan
merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasa-
kan diseluruh tanah air, terutama didaerah perkotaan yang
sangat padat penduduknya.
Permasalahan yang dihadapi didaerah perkotaan saat
ini adalah sangat mendesaknya kebutuhan akan perumahan,
sedangakan lahan dan biaya yang tersedia sangat terbatas.
Maka untuk menanggulangi kekurangan akan kebutuhan peru
mahan di kota-kota besar tersebut salah satunya dengan
melalui pembangunan Rumah Susun yang telah menjadi pro
gram Nasional.
Pembangunan Rumah Susun (Walk-up Flats) di Indonesia
telah dimulai sejak ± 20 tahun yang lalu secara terpencar
dan pada umumnya masih berstatus rumah dinas Pemerintah.
Walaupun demikian sasaran penghuniannya masih sangat
terbatas kalangan pegawai negeri / swasta, sehingga belum
memasyarakat sampai kepada golongan masyarakat berpengha-
42
silan rendah yang betul-betul memerlukan rumah sebagai
hunian tempat tinggal.
Pengalaman yang cukup lama tersebut tidak diikuti
dengan program pemasyarakatan Rumah Susun secara luas
oleh Pemerintah, sehingga sampai akhir Pelita V masih
terasa adanya kecenderungan masyarakat tetap enggan untuk
tinggal di Rumah Susun.
Munculnya Kebijaksanaan Pemerintah tentang keharusan
untuk membangun Rumah Susun di pelbagai kota besar di
Indonesia, menunjukkan bahwa sej'ak awal perlu dipersiap-
kan upaya-upaya atau usaha-usaha untuk lebih memasyara-
katkan Rumah Susun sebelum masyarakat mulai diminta
memilih alternatif tinggal di Rumah Susun.
5.2. Pengadaan Pembangunan Rumah Susun
1. Latar Belakang
Disamping kebijaksanaan pemerintah keharusan untuk
membangun rumah susun ada kecenderungan disebabkan pula
karena :
- Pemerintah kota tidak ingin melihat kotanya terus
melebar sampai sulit dikendalikan.
- Semakin banyaknya kawasan kumuh yang tumbuh diten-
gah-tengah kota besar di Indonesia.
- Pemerintah kota berkeinginan untuk memanfaatkan se-
efisien mungkin setiap jengkal tanah ditengah kota yang
ada, karena Pemerintah kota sampai saat ini sedikit
sekali memiliki "cadangan" tanah untuk pembangunan
sarana dan prasarana ditengah kota.
43
- Sebagian besar para perencana kota menginginkan agar
wajah kota (estetika) nya dapat mengikuti perkembangan
teknologi pembangunan kota di dunia.
- Pemerintah kota tidak menginginkan warganya tergusur
kepinggiran dan tetap mempertahankan kehadirannya
ditengah-tengah kesibukan kota guna mengimbangi sektor
lain seperti : industri, perdagangan, jasa dll.
2. Permasalahan
Bertitik tolak dari keinginan Pemerintah akan
membangun rumah susun dipelbagai kota besar di Indonesia
berarti bahwa rumah susun akan digunakan sebagai salah
satu "alat" guna mencapai target kebutuhan kekurangan
rumah tinggal di Indonesia. Hal ini dipakai sebagai
"alat", karena adanya motivasi yang berupa kebutuhan akan
tanah yang cukup untuk membangun rumah dikota besar.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah tanah dikota
besar merupakan masalah yang sulit dapat dipecahkan saat
ini, karena pemerintah daerah sangat minim memiliki tanah
yang ada dikota besar. Kenyataan yang ada banyak tanah-
tanah dikota besar yang dimiliki oleh perseorangan
(masyarakat, instansi, lembaga / kelompok-kelompok ma-
syarakat tertentu).
Berdasarkan pengamatan terhadap perumahan susun yang
telah dibangun sampai saat ini, baik oleh pihak swasta
maupun Pemerintah ditemui beberapa permasalahan yang
dihadapi dalam penyebarluasannya atau dalam upaya mema-
syarakatkannya, antara lain :
44
- Belum efektifnya cara-cara pemberian penerangan atau
penyuluhan tentang bagaimana kalau tinggal di rumah
susun, khususnya bagi masyarakat dikota-kota besar,
agar mereka tidak diliputi oleh sikap apriori untuk
tinggal di rumah susun.
- Belum adanya jaminan atau pedoman yang jelas tentang
status penghunian rumah susun.
- Masih adanya beberapa pandangan masyarakat yang ke-
liru tentang aspek penghunian atau pemilikan rumah
susun.
- Adanya kebutuhan minimum ruang yang mendesak bagi mas
yarakat kota.
Berdasarkan pengalaman selama beberapa tahun terak-
hir di Indonesia banyak keluhan-keluhan setelah rumah
susun dibangun, lalu dihuni, misalnya :
- Kesulitan mengenai tempat jemuran, dan ada kesan bahwa
jemuran-jemuran terlihat tidak mengenakkan pandangan.
- Air yang harus naik ketingkat atas sering macet.
- Masih banyak rumah susun yang kosong.
- Kesulitan tempat parkir kendaraan.
- Binatang piaraan sering menimbulkan masalah.
- Kebisingan, suara gaduh sering menggangu penghuni.
3. Pemecahan
Untuk dapat menanggulangi atau mengendalikan perma-
salahan tersebut diatas, perlu adanya penyempurnaan dalam
kebijaksanaan penghunian dan upaya memasyarakatkan rumah
susun dikota-kota besar di Indonesia.
45
Arti memasyarakatkan lebih ditekankan kepada mengu-
payakan agar semakin banyak orang yang mau, betah, senang
dan terbiasa untuk tinggal dirumah susun. Dimana masyara-
kat eudah mengganggap sesuatu hal yang tidak canggung
lagi untuk memilih tinggal dirumah susun, dan masyarakat
sudah terbiasa untuk mengakui rumah susun sebagai salah
satu tujuan hidup berumah tangga.
Sebagai tahap awal di Indonesia, kelompok masyarakat
tertentu masih merupakan salah satu kriteria untuk mema
syarakatkan rumah susun, terutama di kota-kota besar di
Indonesia. Sedangkan untuk semua lapisan masyarakat masih
belum dapat diharapkan dalam jangka waktu dekat.
Upaya-upaya yang diusulkan untuk menunjang pemasya-
rakatan rumah susun antara lain :
- Dengan melalui "kedinasan" dalam arti lembaga, kan-
tor atau instansi baik pemerintah maupun swasta hen-
daknya mewajibkan karyawannya untuk tinggal dirumah
susun yang dibangun oleh lembaga, kantor atau instansi.
- Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui Perda
nya dapat merubah persyaratan pembangunan rumah tinggal
yang sekarang diterapkan pada setiap developer, real
estate, atau lembaga pembangunan rumah lainnya dengan
memasukkan keharusan membangun rumah susun.
- Dengan melalui usaha Penyuluhan Terpadu yang dilakukan
baik oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah), perusahaan-
perusahaan Pemerintah (BUMN, BUMD), media massa (tele-
visi, radio, surat kabar, majalah, pameran, dll) sampai
kepelosok kota maupun desa.
46
4. Tujuan dan Sasaran.
Dengan terwujudnya pembangunan dibidang penghunian
dan pemasyarakatan rumah susun tersebut, diharapkan :
- Dapat memperlancar program penyediaan rumah susun dalam
rangka memenuhi kebutuhan akan kekurangan rumah tinggal
dikota-kota besar di Indonesia.
- Dapat menumbuhkan motivasi masyarakat, khususnya gol-
ongan masyarakat tertentu untuk tinggal di rumah susun.
- Meningkatkan efisiensi penggunaan tanah perkotaan yang
semakin lama semakin langka dan mahal.
- Mengganti kondisi lingkungan yang buruk dipusat kota
dengan lingkungan yang lebih baik dan memadai.
5.3. Pemilikan Rumah Susun
Pada umumnya pemilikan rumah susun dapat dibedakan
menjadi 2 macam :
1. Pemilikan pada bangunannya saja (Hak Guna Bangunan),
sedang tanah tetap menjadi milik negara / swasta. Hal ini
dimaksudkan untuk mempertahankan status tanah untuk tidak
dimiliki oleh setiap penghuni rumah susun, dengan pertim-
bangan :
- Pemerintah kota cenderung untuk tidak menjual tanah ke-
pada penghuni rumah susun.
- Apabila tanah merupakan pemilikan bersama pada setiap
penghuni rumah susun akan menimbulkan kesulitan pada
akhir penghunian dari setiap rumah susun apabila diba-
gi-bagi.
2. Pemilikan pada rumah dan tanahnya (seperti kebanyakan
47
di Indonesia), dimana penghuni ikut memiliki tanah lokasi
rumah susun tersebut secara kolektif.
Sistem pemilikannya dapat melalui :
- Sistem sewa, penghuni hanya menyewa rumah susun dengan
membayar uang swa setiap bulan / tahunnya.
- Sistem jual-beli, penghuni membeli rumah susun dan se-
lanjutnya unit tersebut menjadi milik penghuni.
- Sewa-beli, penghuni mula-mula membayar uang sewa yang
selanjutnya apabila uang sewa tersebut berakhir maka
rumah susun menjadi milik penghuni.
- Beli cicil, penghuni membeli rumah susun tersebut de
ngan cara membayar cicilan / kredit.
5.4. Peruntukan Rumah Susun
Menurut peruntukannya rumah susun dapat dibedakan :
- Rumah susun untuk kaum buruh / karyawan, untuk industri
maupun instansi swasta dengan standar perencanaan yang
ekonomis.
- Rumah susun untuk jawatan / instansi pemerintah dengan
standar perencanaan tergantung dari anggaran biaya yang
tersedia dan status sosial karyawan tersebut.
- Rumah susun untuk umum, dibangun oleh pemerintah maupun
swasta dimana selain untuk membantu penyediaan rumah
juga mempunyai tujuan komersil.
Penghuni Rumah Susun
Membangun rumah susun di Indonesia harus melihat
48
berbagai aspek, terutama penghuninya, agar rumah susun
tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagai
rumah tinggal yang bersusun untuk memenuhi kebutuhan
kekurangan rumah tinggal bagi warga kota. Untuk menentu-
kan penghuni yang bagaimana kiranya yang cocok atau betah
tinggal dirumah susun harus diletakkan kebijaksanaan
meliputi antara lain :
- merumuskan klasifikasi berbagai golongan masyarakat.
- merumuskan perbedaan tingkat pendapatan dan tipologi
sosial golongan masyarakat.
Cara yang praktis adalah merumuskan adanya berbagai
golongan penghasilan masyarakat seperti :
-golongan penghasilan rendah < Rp.100.000.
- golongan penghasilan sedang Rp.100.000 - Rp.200.000
- golongan penghasilan menengah Rp.200.000 - Rp.300.000
- golongan penghasilan tinggi > Rp.300.000.
Menetapkan siapa atau golongan yang berpendapatan
yang mana yang layak untuk dapat tinggal di rumah susun
perlu dilakukan berbagai pendekatan dengan mempelajari
pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam penghunian rumah
susun. Pada umumnya penghuni rumah susun di Indonesia
sasarannya adalah golongan masyarakat berpenghasiIan
rendah di kota besar, hal tersebut merupakan sasaran
terakhir agar mau tinggal di rumah susun.
Berikut ini informasi hasil penelitian kondisi penghuni
rumah susun.
(Lihat Tabel 2.7)
49
TABEL 2.7
KONDISI PENGHUNI RUMAH SUSUN
• Pegawai negeri 20X • Swasta 23X 23X • ABRI IX • Buruh 7X • Pedagang 6X • Pensiunan dan lainnya 2,16X.
Sedangkan keadaan penghuni ber-dasarkan penghasilan kotor rata-rata per bulan menunjukkan sbb.:
• Penghasilan s/d Rp 100.000,- 22X») • Rp 101.000,- - Rp 200.000,- 40X • Rp 201.000,- - Rp 300.000,- 20X • Rp 301.000,- - Rp 500.000,- 9X • Rp 501.000,- - Rp 600.000,- IX.
(Sumber : Kebijaksanaan Rumah Susun hunian dalam wilayah
DKI Jakarta)
6. TINJAUAN TERHADAP KOTAMADYA MALANG
6.1. Kondisi Fisik Kota Malang
6.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Secara umum Kota Malang ditengah-tengah wilayah
kabupaten Malang dan dilalui suatu sistem jaringan
transportasi primer, yang menghubungkan pusat-pusat
kota kecamatan di wilayah kabupaten Malang dan kota-
kota di wilayah dataran tinggi tengah Propinsi Jawa
Timur. Terletak pada koordinat 112 34' 09,48" BT
112 41' 34,93" BT dan 7 54' 52,22' LS - 8 03'
05,11" LS.
Secara administrasi * Kodya Malang mempunyai
areal seluas 11.682.267 Ha dan terbagi menjadi 5
kecamatan dan 57 desa / kelurahan
6.1.2. Klimatologi
Dari segi iklim Kodya Malang memiliki cuaca
udara sejuk yaitu suhu udara berkisar pada 24,5 C
dengan suhu udara terendah adalah 14 C yang terjadi
pada bulan Agustus. Keadaan ini ditunjang pula
dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 79,75 "/.
dan curah hujan yang relatif tinggi.
6.1.3. Topografi
Secara garis besar berdasarkan peta topografi
dan kondisi fisik yang ada, maka pembagian wilayah
dikota Malang adalah sbb :
- Daerah pusat kota dan daerah transisi sebagian
besar merupakan wilayah dengan kemiringan relatif
datar yaitu antara 0 - 15% hanya sebagian kecil
saja yang mempunyai kemiringan antara 16 - 40%.
- Daerah pinggiran utara merupakan daerah dengan
kemiringan antara 0 - 15% dan ada sebagian kecil
dengan kemiringan > 40"/..
- Daerah pinggiran Barat merupakan daerah datar
dengan kemiringan antara 0 - 2.7..
- Daerah pinggiran Timur dan Tenggara merupakan
daerah berbukit-bukit dengan kemiringan 15 - 40"/.
bahkan > 407..
2. Penetapan Fungsi Kota Malang
Berdasarkan karakteristik Kota Malang dan kedudu-
nnya dalam lingkup yang lebih luas, maka ditetapkan
51
tiga fungsi utama Kota Malang yaitu Pendidikan, Industri
dan Pariwisata atau Tri Bina Citra.
Sebagai Kota Industri fungsi kota industri di Malang
lebih ditekankan pada sektor industri kecil. Hal tersebut
dapat di lihat dari tingginya jumlah tenaga kerja pada
sektor industri. Kota malang sebagai kota industri perlu
ditegaskankan lagi melalui suatu studi yang lebih khusus.
6.3. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Industri
Kebijaksanaan pengembangan lokasi kawasan industri
di kota Malang harus didasarkan pada karakteristik lokasi
kegiatan industri yang ada pada saat ini dikaitkan dengan
struktur tata ruang kota pada masa yang akan datang.
Kebijaksanaan tersebut harus mempertimbangkan :
- Jenis dan kapasitas industri yang akan dikembangkan
untuk itu tentunya perlu diadakan studi khusus mengenai
kegiatan industri secara makro. Tetapi dalam hal ini
diperkirakan industri yang akan tumbuh di kota Malang
adalah industri yang berorientasi pada tersedianya
tenaga kerja dan industri yang berorientasi pada terse
dianya bahan baku serta beberapa industri kecil yang
berorientasi pada segi pemasaran.
- Pertimbangan keadaan topografi dan kemudahan daya
hubung (aksesibilitas) terhadap faktor-faktor industri.
- Pertimbangan akan sistem pengadaan air bersih, tenaga
listrik dan saluran pembuangan bagi kotoran industri.
- Pertimbangan aspek lingkungan dan struktur kota yang
lebih luas, bahwa penempatan kegiatan industri di suatu
52
lokasi yang tidak akan meyebabkan pencemaran lingkungan
yang mengganggu kualitas lingkungan hidup yang ada
disekitarnya.
Dengan demikian kebijaksanaan pengembangan kawasan
industri di kota Malang secara makro adalah :
- membatasi dan membina pengembangan kegiatan industri
pada kawasan industri di kelurahan-kelurahan Blimbing,
Mergosono dan Ciptomulyo mengingat lokasi kawasan
tersebut relatif dekat dengan pusat kota dan lingkungan
pemukiman penduduk.
- Mengernbangkan kawasan industri sesuai dengan tuntutan
kebutuhan ruang kegiatan untuk masa mendatang pada
lokasi Kelurahan / desa : Gadang, Kebonsari, Arjowinan-