PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada
informasi yang diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian mata
adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata. Sebelum melakukan
pengkajian, perawat harus meyakinkan tentang tersedianya sumber
penerangan/ lampu yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu.
Pasien harus diberi tahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerjasama.
Untuk mempermudah pengkajian, perawat dapat berdiri atau duduk
dihadapan pasien. Dalam setiap pengkajian, selalu bandingkan antara
mata kanan dengan mata kiri dan selalu ingat bahwa normalnya mata
berbentuk bulat/sferik. Dalam pengkajian mata, inspeksi merupakan
teknik yang paling penting yang dilakukan sebelum palpasi.
Peralatan yang perlu dipersiapkan bergantung pada tujuan pengkajian
yang dilakukan. Secara umum dapat dipersiapkan oftalmoskop dan
penutup mata. Gambar 1. Anatomi mata Pemeriksaan fisik pada mata
meliputi : 1. Inspeksi a. Struktur mata interna dan eksterna
Pemeriksaan struktur mata eksternal dan internal mata meliputi:1)
Kelopak mata Pemeriksaan kelopak mata terhadap kemungkinan
kelemahan, infeksi, tumor, edema, atau kelainan. Minta pasien
membuka dan menutup matanya. Gerakan harus lancer dan simetris.
Periksa kelopak mata terhadap adanya xantelasma (plak kekuningan).
Meskipun tidak spesifik untuk hiperkolesterolemia, plak kekuningan
ini biasanya berhubungan dengan kelainan lipid. Perhatikan
distribusi dari bulu mata. Bila mata terbuka, biasanya kelopak mata
atas hanya menutupi tepian atas iris. Bila mata ditutup,
kelopak-kelopak mata seharusnya saling menutup sempurna, jarak
antara kelopak mata ata dan bawah disebut fisura palpebra.
2) Konjungtiva Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya
tanda radang pendarahan. Kedua konjungtiva harus diperiksa.
Konjungtiva tarsal dapat dilihat dengan membalikkan kelopak mata.
Minta pasien tetap membuka matanya dan melihat ke bawah. Anda
menahan sejumlah buku mata dari kelopak mata atas. Kelopak mata
ituditarik lepas dari bola mata dan ujung sebuah tangkai aplikator
ditekan pada tepian atas lempeng tarsal. Lempeng tarsal kemudian
dengan cepat membalikkan tangkai aplikator, menggunakannya sebagai
titik tumpu. Ibu jari sekarang dapat digunapakn untuk memegang
kelopak mata yang dibalik, tangkai aplikator dapat diangkat.
Setelah inspeksi konjungtiva tarsalis, mintalah pasien untuk
melihat ke atas untuk mengembalikan kelopak mata ke posisi normal.
Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah muda. Perhatikan
jumlah pembuluh darah. Normalnya hanya terlihat sedikit pembuluh
darah. Mintalah pasien untuk melihat ke atas, dan tariklah kelopak
mata bawah ke bawah. Bandingkan vaskularisasinya.
3) Sklera Inspeksi sclera bertujuan untuk melihat adanya nodul,
hyperemia, dan perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna
putih. Pada individu berkulit galap, sclera mungkin berwarna
sedikit agak seperti lumpur4) Kornea Kornea harus jernih dan tanpa
keruhan atau kabut. Cincin keputihan pada perimeter kornea mungkin
adalah arkus senilis. Pada pasien yang berusia di atas 40 tahun,
penemuan ini biasanya merupakan fenomena penuaan yang normal.
Apabila ditemukan pada pasien di bawah usia 40 tahun, mungkin
menderita hiperkolesterolemia. Cincin kuning-kehijauan yang
abnormal dekat limbus, kebanyakan ditemukan di superior dan
inferior, adalah cincin Kayser-Fliescher. Cincin ini sangat
spesifik dan merupakan tanda yang sangat sensitoif dari penyakit
Wilson, yang merupakan degenerasi hepatolentikular akibat kelainan
yang diturunkan dari metabolisme tembaga. Cincin Kayser-Fleischer
disebabkan oleh penimbunan tembaga pada kornea.
5) Pupil Kedua pupil ukurannya harus sama (isokor), dan bereaksi
terhadap cahaya dan akomodasi. Pada sekitar 5% individu normal,
ukuran pupil tidak sama (anisokoria). anisokoria mungkin merupakan
indikasi dari penyakit neurulogik. Pembesaran pupil atau midriasis,
berhubungan dengan obat-obatan simpatomimetik, glaucoma, atau obat
tetes mata yag menyebabkan dilatasi. Konstriksi pupil, atau miosis,
terlihat dengan obat-obatan parasimpatomimetik, peradangan iris,
dan terapi obat untuk glaucoma. Banyak pengobatan yang dpat
menyebabkan anisokoria. Oleh karena itu sangat penting untuk
memastikan apakah pasien menggunakan tetes mata atau dalam
pengobatan.Abnormalitas pupil seringkali merupakan tanda dari
peyakit neurologic. Kondisi yang dikenal sebagai Pupil Miotonik
Adie adalah dilatasi pupil 3-6 mm, yang hanya sedikit berkontraksi
terhadap cahaya dan akomodasi. Pupil ini sering berhubungan dengan
berkurang sampai tidakadnya reflex tendo pada ekstremitas. Lebih
sering terjadi pada waita usia 25-45 tahun, dan penyebabnya tidak
diketahui. Pupil Argyll Robertson adalah pupil yang mengecil 1-2
mm, yang bereaksi terhadap akomodasi, tetapi tidak bereaksi
terhadap cahaya. Tampaknya berhubungan dengan neurisifilis. Sindrom
Horner adalah paralisis simpatik dari mata yang disebabkan oleh
pemutusan pada rantai simpatik servikal.
6) Iris Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan
vaskularitas. Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat
dengan mata telanjang.
7) Kamera oculi anterior Dengan memberikan sinar secara oblik
menembus mata, perkiraan kasar kedalaman kamera okuli anterior
dapat dibuat. Jika terlihat bayangan berbentuk bulan sabit pada
bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior mungkin dangkal.
Pendangkalan kamera okuli anterior mungkin akibat penyempitan
ruangan antara iris dan kornea. Adanya kamar yang dangkal membawa
seseorang pada kondisi yang disebut Glaukoma sudut tertutup.
Istilah glaucoma merujuk pada kompleks gejala yang terjadi dalam
tingkat penyakit yang berbeda. Penemuan klinis pada semua jenis
glaucoma adalah peningkatan tekanan intraocular. Tekanan ini dapat
diukur dengan tonometer Schiotz.
8) Aparatus lakrimal Pada umumnya, hanya sedikit yang dapat
terlihat pada apparatus lakrimalis, kecuali pungtum. Jika ada
epifora, mungkin ada obstruksi aliran keluar melalui pungtum. Jika
terdapat kelembaban yang berlebihan, periksalah apakah ada sumbatan
duktus nasolakrimalis dengan menekan sakus lakrimalis secara
lembut, berlawanan dengan cincin orbita interna. Jika ada sumbatan,
dapat dikeluarkan materi-materi melalui pungtum. (H.Swartz,
1995:101-103)
Cara inspeksi mata a. Amati bola mata terhadap adanya protrusi,
gerakan mata, lapang pandang, dan visus. b. Amati kelopak mata,
perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai berikut :
1) Anjurkan pasien melihat ke depan. 2) Bandingkan mata kanan dan
kiri. 3) Anjurkan pasien menutup kedua mata. 4) Amati bentuk dan
keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian piggir kelopak
mata, catat setiap ada kelainan, mis: kemerahan. 5) Amati
pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada tidaknya
bulu mata, sertaamati posisi bulu mata. 6) Perhatikan keluasan mata
dalam membuka dan catat ila ada dropping kelopak mata atas atau
sewaktu mata membuka (ptosis).7) c. Amati konjungtiva dan sclera
dengan cara sebagai berikut : 1) Anjurkan pasien untuk melihat
lurus ke depan. 2) Amati konjungtiva untuk mengetahui ada atau
tidaknya kemerahan, keadaan vaskularisasi, serta lokasinya. 3)
Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu
jari. 4) Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian
bawah, catat bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya
tidak normal, misalnya anemic. 5) Bila diperlukan, amati
konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka atau membalik
kelopak mata atas dengan prawat berdiri di belakang pasien. 6)
Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang paa keadaan
tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.
d. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian
lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya.
Normalnya bentuk pupil adalah sama besar (isokor). Pupil yang
mengecil disebut pinpoint, sedangkan pupil yang melebar atau
dilatasi isebut midriasis. (Priharjo,Robert, 2006:52-53)
Cara inspeksi gerakan mata a. Anjurkan pasien untuk melihat
lurus ke depan b. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak
secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula -
mula lambat bergerak ke satuarah, kemudian dengan cepat kembali ke
posisi semula. c. Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk,
frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas/sempit), dan
durasinya (hari/minggu). d. d) Amati apakah kedua mata memandang
lurus ke depan atau salah satumengalami deviasi.
e. Luruskan jari telunjuk Anda dan dekatkan dengan jarak sekitar
15 30 cm. f. Beri tahu pasien utnuk mengikuti gerakan jari Anda dan
pertahankan posisi kepala pasien. Gerakkan jari Anda ke delapan
arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata. (Priharjo,Robert,
2006:53-55)
Gambar 2. Inspeksi gerakan mata
b. Tajam penglihatan (visus) Tajam penglihatan diungkapkan dalam
suatu rasio, seperti 20/20. Angka pertama adalah jarak baca pasien
terhadap peraga. Angka kedua adalah jarak terbacanya peraga oleh
mata normal. Istilah OD (Oculus Dexter) berarti mata kanan: OS
(Oculus Sinister) berarti mata kiri. OU (Oculi Unitas) berarti
kedua mata.
1) Memakai Kartu Snellen Standar Jika tersedia kartu Snellen
standar, pasien harus berdiri sejauh 6 meter dari kartu tersebut.
Jika pasien memakai kaca mata, biarkan dipakai terus selama
pemeriksaan. Pasien diminta untuk menutum mata dengan telapak
tangan dan membaca baris terkecil yang mungkin. Jika yang dapat
terbaca ialah baris 6/60, maka visus mata pasien adalah 6/60. Ini
berarti bahwa pada jarak 6 meter pasien dpat membaca apa yag dapat
dibaca orang normal pada jarak 60 meter. Jika pada jarak 6 m pasien
tidak dapat membaca baris 6/60, maka ia didekatkan pada kartu
sampai baris itu terbaca. Jika pasien baru dapat membaca pada jarak
1 m, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/60.
Gambar 3. Kartu Snellen untuk pemeriksaan visus.
2) Memakai Kartu Tajam Penglihatan Saku Jika kartu Snellen
standar tidak tersedia, maka kartu tajam penglihatan ukuran saku
dapat dipakai. Kartu ini dilihat pada jarak 35 cm. pasien diminta
membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca. Jika kedua jenis
kartu ini tidak tersedia, maka dapat dipakai materi cetak apa saja.
Pemeriksa harus ingat bahwa kebanyakan pasien berusia di atas 40
tahun memerlukan kaca baca. Meskipun pemeriksa tidak dapat
memastikan tajam penglihatan, ia pasti dapat menetapkan apakah
pasien masih dapat melihat. Dalam hal ini pasien diminta untuk
menutup satu mata dan membaca baris terkecil yang terbaca pada
halaman cetak tertentu. Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk
Pasien dengan penglihatan buruk sekali dan tidak dapat membaca
salah satu baris cetak, harus diuji dengan kemampuan membaca
jari-jari tangan. Pengukuran tajam penglihatan ini dilakukan dengan
menunjukkan jari-jari tangan di depan mata pasien, sedangkan salah
satu mata ditutup. Pasien ditanyakan jumlah jari yang terlihat.
Jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting untuk dinilai
apakah memang masih ada persepsi terhadap cahaya. Hal ini dilakukan
dengan menutup satu mata dan menyoroti mata yang terbuka dengan
cahaya. Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat melihat lampu
menyala atau dimatikan. NLP (No Light Perception) adalah istilah
yang dipakai apabila seseorang tidak dapat menangkap cahaya.
3) Memeriksa Pasien yang Tidak Dapat Membaca Bagi mereka yang
tidak dapat membaca, seperti anak kecil atau buta huruf, pemakaian
huruf E dalam macam-macam ukuran dan arah akan sangat bermanfaat.
Pemeriksa meminta pasien menunjukkan arah huruf itu : ke atas, ke
bawah, ke kanan, ke kiri. (H.Swartz, 1995:96-97)
Gambar 4. Kartu Snellen Visus 1/300: Pada jarak1 m mata masih
dapat melihat grakan tangan pemeriksa yang pada mata normal masih
dapat dilihat dari jarak 300 m.Visus 1/: Mata hanya dapat
membedakan gelap dan terang.Visus 0: Mata tidak dapat membedakan
gelap dan terang. (Priharjo,Robert, 2006:55)
c. Lapang pandang Uji lapang pandang berguna untuk menetapakan
ada tau tidaknya lesi pada jalur penglihatan. Terdapat banyak
teknik dalam melakukan pemeriksaan lapang pandang. Salah satunya
adalah uji lapang pandang konfrontasi. Pada teknik ini pemeriksa
membandingkan penglihatan perifernya dengan penglihatan perifer
pasien. 1) Menilai Lapang Pandang dengan Uji Konfrontasi Pemeriksa
brdiri atau duduk1 m di depan dan setinggi tatap mata pasien.
Pasien diminta menutup mata kanannya sedangkan pemeriksa menutup
mata kirinya, masing-masing melihat hidung yang dihadapinya.
Pemeriksa menjulurkan satu atau dua jari pada masing-masing tangan
secara serentak dan menanyakan pasien berapa jari tangan yang
dilihatnya. Tangan digerakkan dari kuadran atas ke kuadran bawah
dan pemeriksaan diulang kembali. Pemeriksaan diulang dengan mata
sebelah. Jari-jari harus terlihat oleh pasien dan pemeriksa secara
bersamaan. Agar lebih menguntungkan si pasien dan pemeriksa, tangan
diangkat sedikit lebih dekat pada pemeriksa. Hal ini member pasien
lapangan pandangan yang lebih luas. Jika pemeriksa dapat melihat
jari-jari itu, maka pasien pasti juga melihatnya, kecuali ada
gangguan pengliatan berupa kurang luasnya lapangan pandangan.
Karena lesi sepanjang jalur visual berkembang secara berangsur maka
pasien mungkin tidak sadar adanya perubahan lapangan pandangan
sampai penyakitnya telah lanjut. Lapangan. Konfrontasi yang
dilakukan oleh ahli penyakit dalam, mungkin merupakan bukti
objektif pertama bahwa si pasien mempunyai lesi yang mengenai jalur
pengliatan. Daerah tampa pengliatan disebut skotoma. Pengliatan
sentral normal meluas lebih kurang 30 ke segala arah pada fiksasi
sentral. Bintik buta (blind spot) adalah skotoma fisiologik yang
terletak lebih kurang 15-20 temporal terhadap fiksasi sentral, yang
sesuai dengan papilla nervus optikus. Tidak terdapat unsur sensorik
seperti sel batang dan kerucut pada papilla nervus optikus
2) Kelainan Lapang Pandang Terdapat skotoma patologik yang dapat
ditentukan pada uji lapangan. Skotoma dapat berasal dari penyakit
mata primer seperti glaucoma, atau dari lesi dalam susunan saraf
pusat seperti tumor. Hilangnya pengliatan total pada satu mata
disebut mata buta, akibat penyakit mata, lesi pada nervus
optikusnya, atau akibat lesi dari konteks oksipital yang terkait.
Hemianopsiamerujuk pada tiadanya pengliatan pada setengah lapangan.
Kerusakan lapangan yang bilateral ada kedua lapangan temporal
disebut hemianopsia itemporal. Terjadi akibat lesi pada nervus
optikus setinggi kiasma optikum. Tumor hipofisis adalah penyebab
umum . Hemianopsia homonim terjadi akibat kerusakan pada traktus
optikus, radiasi optic, atau korteks oksipital. Istilah hormonim
menunjukkan hilangnya pengliatan padsa lapangan sama. Seorang
pasien dengan hermianopsia homonym kiri tidak dapat melihat belahan
kiri lapangan dapa kedua mata. Keadaan ini terjadi oleh kerusakan
pada traktus optikus kanan. Hermianopsia hormonom adalah bentuk
hilangnya lapangan pandangan yang paling sering pada pasien dengan
stoke. Kuadrananopsia adalah hilangnya pengliatan pada satu
kuadran. Seorang pasien dengan kuadrantanopsia homonym atas kiri
mempunyai kerusakan pada radiasi optic bawah kanan atau daerah
oksipital bawah kanan. Pasien dengan penglihatan terowongan
memiliki pandangan lapangan yang menetap pada semua jarak suatu
fenomen fisiologik yang tidak muginkn. Kelainan lapang padangan
jenis in adalah khas pada histeri
3) Pemeriksaan Nistagmus Optokinetik Kadang-kadang seorang
pasien dengan masalah psikiatrik merasa dirinya buta. Suatu cara
uji yang ampuh untuk meniadakan kemungkinan ini ialah nistagmus
optokinetik (OKN). Nistagmus optokinetik adalah gerakan mata yang
cepat dank e kiri dan kanan yang terjadi bila mata berusaha
berfiksasi pada sasaran yang bergerak. Adanya nistagmus optokinetik
menunjukkan utuhnya jalur optic fsiologik dari retina ke korteks
oksipital. Nistagmus optokinetik dapat ditimbulkan ke mata pasien
dengan meminta pasien berfiksasi pada angka-angka pita pengukur
yang anda tarik dengan cepat. Karena nistagmus optokinetik bersifat
involunte, suatu respon positif merupakan bukti bagus bahwa pasien
pura-pura buta. (H.Swartz, 1995:97-99)
Cara inspeksi lapang pandang a. Berdiri di depan pasien. b. Kaji
kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang
tidak diperiksa. c. Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan
dan memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung anda. d.
Gerakkan jari Anda pada suatu garis vertikal / dari samping dekatan
ke mata pasien secara perlahan - lahan. e. Anjurkan pasien untuk
memberi tahu sewaktu mulai melihat jari anda. f. Kaji mata
sebelahnya (Priharjo,Robert, 2006:54)
Gambar 5. Inspeksi lapang pandang
d. Gerakan mata e. Gerak mata dipengaruhi oleh kontraksi dan
relaksasi otot-otot ekstraokular. Hal ini berakibat bergeraknya
mata ke atas atau ke bawah, atau dari sisi ke sisi dan juga
konvergensi.
1) Pemeriksaan Kesesuaian Mata Kesesuaian mata dengan mudah
diketahui dengan mengevaluasi lokasi cahaya yang dipantulkan oleh
kornea. Lampu senter diarahkan tepat dari depan pasien. Jika pasien
memandang lurus jauh ke depan, pantulan cahaya akan tampak tepat di
pusat masing-masing kornea. Jika cahaya jatuh pada pusat satu
kornea dan menyimpang dari pusat pada kornea lain, maka terdapat
mata berdeviasi. Keadaan mata yang berdeviasi atau mata juling,
disebut strabismus, atau tropia. Strabismus adalah
ketidakseimbangan mata sehingga objek yang diamati tidak
diproyeksikan secara bersamaan pada fovea masing-masing mata.
Esotropia adalah deviasi mata kearah nasal, eksotropia adalah
deviasi mata kearah temporal, heterotropia adalah deviasi mata ke
atas. Tropia alternans adalah istilah yang dipakai untuk memeriksa
keadaan dimana masing-masing mata berdeviasi.
2) Melakukan Uji Tutup Uji tutup berguna untuk menetapkan apakah
mata lurus (normal) atau ada mata berdeviasi. Pasien diminta untuk
melihat pada sasaran jauh. Satu matanya ditutup dengan karton 7,5 x
12,5 cm. pemeriksa harus mengqamati mata yang tidak tertutupi. Jika
mata yang tidak ditutupi itu bergerak sewaktu berfiksasi pada titik
dikejauhan itu, maka mata itu tidak lurus sebelum mata sebelahnya
ditutupi. Jika mata itu tidak bergerak, maka ia lurus. Uji ini
kemudiandilanjutkan dengan mata sebelahnya.
3) Menilai Posisi Utama Pandangan Mata Penyebab penting
timbulnya mata berdeviasi adalah otot ekstraokular yang paresis
(lemah), atau paralisis. Paralisiss otot-otot ini ditentikan dengan
memeriksa enam posisi utama pandangan mata. Pegang dagu pasien
dengan tangan kanan dan memintanya mengikuti tangan kiri anda
sewaktu menulis huruf H besar di udara. Jari telunjuk kiri anda
diletakkan lebih kurang 25 cm di depan hidung pasien. Dari garis
tengah, gerakkan jari itu 30 cm ke kanan pasien dan berhenti,
kemudian 20 cm ke atas dan berhenti, ke bawah sejauh 40 cm dan
berhenti, dan kemudian secara perlahan kembali ke garistengan.
Lintasi garis tengah dan ulangi gerakan serupa pada sisi yang
sebelah. Inilah keenam posisi utama pandangan mata.
Anda perhatikan gerakan kedua mata, yang hars mengikuti jari
secara mulus. Perlu pula diperhatikan gerakan parallel kedua mata
ke segala arah.Kadang-kadang bila menatap kesisi ekstrim, mata akan
bergerak ritmik yang disebut nistagmus titik akhir. Terjadi gerak
cepat ke arah tatapan, yang diikuti gerak baling yang lambat. Uji
ini membedakan nistagmus titik akhir dari nistagmus patologik, yang
menghasilkan gerakan cepat selalu kea rah yang sama, tidak
tergantung arah pandangan. Bayangan yang jatuh pada retina akan
diinterpretasikan oleh otak dengan cara fusi, diplopia atau
supresi. Pada anak-anak, strabismus menghasilkan diplopia yang
berakibat kekacauan, kemudian supresi dari bayangan dan akhirnya
ambliopia. Ambliopia adalah hilangnya tajam penglihatan, sekunder
terhadap supresi. Ambliopia masih reversible sampai retina telah
berkembang sempurna, pada usia lebih dari 7 tahun. Ambliopia adalah
fenomena yang hanya timbul pada anak-anak. Seorang dewasa yang
mendapat strabismus sekunder terhadap apapun penyebabnya tidak
dapat mensupresi bayangan mata yang berdeviasi dan akan berakibat
diplopia.
4) Menilai Refleks Cahaya Pupil Pemeriksa meminta pasien melihat
jauh, sementara ia menyinari mata pasien dengan baerkas cahaya
terang. Sumber cahaya harus dating dari sisi, memanfaatkan hidung
sebagai penghalang mata mengenai mata sebelah. Pemriksa harus
mengamati respon pupil langsung dan konsensual. Pemeriksa kemudian
melakukan uji pada mata yang sebelah. Uji cahaya berayun merupakan
modifikasi untuk menguji reflex cahaya pupil. Tes ini berfungsi
untuk mengungkapkan perbedaan dalam respon terhadap stimulus aferen
di antara mata. Dalam tes ini pasien berfiksasi pada sasaran jauh
sementara pemeriksa dengan cepat mengayun lampu dari satu mata ke
matalain, mengamati adanya konstriksi dari pupil. Dalam keadaan
tertentu terjadi dilatasi parodoksikal dari pupil yang terkena
cahaya. Keadaan ini dikenal sebagai pupil Marcus Gunn, berhubungan
dengan kerusakan cabang aferen pada mata yang disinari. Contoh
paling ekstrim mata dengan fenomena Marcus Gunn adalah mata buta.
Bila berkas cahaya jatuh pada mata buta, tidak terjadi respon
langsung maupun respon konsensual. Bila bahaya dipindahkan pada
mata lain yang normal, akan terjadi respon langsung maupun
konsensual karena jalur aferen maupun eferen adalah normal. Bila
cahaya kembali diarahkan pada mata yang buta, tidak ada impulsyang
diterima retina (aferen) dan pupil matabuta tidak akan
berkonstriksi, ia akan berdilatasi. Terdapat berbagai derajat
kerusakan pupil Marcus Gunn, bergantung pada keterlibatan nervus
opticus.
5) Menilai Refleks Dekat Reflex dekat diuji dengan meminta
pasien berturut-turut melihat sasaran jauh kemudian sasaran yang
diletakkan kurang lebih 12,5 cm dari hidung. Bila memandangi sasara
dekat, mata akan berkonvergensi dan pupil akan mengecil. (H.Swartz,
1995:99-101)
f. Pengenalan Warna Pemeriksaan menggunakan kartu tes ishihara/
benang wol berwarna. Pasien membaca angka berwarna dalam kartu
ishihara. Atau mengambil benang wol sesuai perintah. Interpretasi
dari pemeriksaan pengenalan warna adalah normal dan buta warna.
Cara pemeriksaan buta warna : Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan Ishihara Color Test merupakan test untuk mendeteksi
defisiensi warna. Buku ini diciptakan oleh, Dr. Shinobu Ishihara,
professor dari Universitas Tokyo, dan telah dipublikasikan sejak
1917 hingga kini menjadi alat test buta warna yang berlaku secara
internasional. Test ini terdiri dari gambar yang membentuk angka,
disebut dengan gambar isihara. Setiap gambar tersusun secara acak
yang memuat lingkaran dari kumpulan titik yang membentuk angka dan
ukuran tertentu. Dalam setiap pola titik yang membentuk angka akan
dengan mudah ditebak bila klien tiidak mengidap buta warna dan akan
sulit dibedakan bila seseorang tersebut mengalami buta warna
terutama untuk defisiensi warna merah dan hijau. Tes secara
keseluruhan terdiri atas 38 gambar, namun kita akan segera
menyadari seseorang dengan buta warna hanya dengan memperlihatkan
beberapa gambar saja. Pada pengetesan pertama, 24 gambar akan
memberi diagnosis yang lebih tepat mengenai derajat cacat buta
warna. Syarat Pelaksanaan : a. Pemeriksa tidak mengalami buta
warna. b. pasien yang hendak diperiksa. c. Pencahayaan yang cukup
(hal ini karena sel batang lebih sensitive terhadap cahaya jika
dibandingkan dengan sel kerucut sehingga warna tidak dapat
dibedakan dengan baik pada keadaan gelap).
d. Alat test berupa buku ishihara. Kelainan yang paling sering
mucul adalah cacat warna merah dan hijau namun terkadang cacat biru
dan kuning juga kerap terjadi. Interpretasi : 12 Interpretasi :
2
Interpretasi : 5 Gambar 6. cuplikan gambar pada buku
ishihara
2. Palpasi Palpasi pada mata dikerjakan dengan tujuan untuk
mengetahui tekanan bola mata dan mengetahui adanya nyeri tekan.
Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti diperlukan
alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus. Cara palpasi untuk
mengetahui tekanan bola mata :a. Beri tahu pasien untuk duduk. b.
Anjurkan pasien untuk memejamkan mata. c. Lakukan palpasi pada
kedua bola mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata terasa keras
(Priharjo,Robert, 2006:56)
3. Pengkajian Tingkat Mahir (Pengkajian Funduskopi) Pengkajian
mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian
ini dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan
alat oftalmoskop. Untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan
pengetahuan anatomi dan fisiologi mata yang memadai serta
keterampilan khusus dalam menggunakan alat oftalmoskop.
(Priharjo,Robert, 2006:56) Oftalmoskop adalah alat dengan sistem
cermin optik untuk melihat anatomi interna dari mata. Ada dua
cakram pada oftalmoskop : satu untuk mengatur lubang cahaya (dan
filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi
kesalahan refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.
Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah
lubang kecil, lubang besar, dan filter bebas-merah. Lubang kecil
adalah untuk pupil yang tidak berdilatasi, lubang besar untuk pupil
yang berdilatasi, dan filter bebas merah menyingkirkan sinar merah
dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta perdarahan.
Gambar 7. Oftalmoskop
Cara kerja pengkajian funduskopi a. Atur posisi pasien duduk di
kursi.b. Beri tahu pasien tentang tindakan yang dikerjakan.c.
Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka
pendek, misalnya tropikamid (bila tidak ada kontraindikasi)d. Atur
cahaya ruangan agak redup.e. Duduk di kursi di hadapan pasien.f.
Beri tahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan
anjurkan untuk tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa
berkedip.g. Bila pasien atau pemeriksa memakai kacamata hendaknya
dilepas dulu.h. Pegang oftalmoskop, atau lensa pada angka nol,
nylakan dan arahkan pada pupil mata pada jarak sekitar 30 cm sampai
pemeriksa menemukan red reflex yang merupakan pancaran dari cahaya
retina.i. Bila letak oftalmoskop tidak tepat, red reflex tidak akan
muncul. Red reflex juga tidak muncul pada berbagaigangguan misalnya
katarak j. Bila red reflex sudah ditemukan, dekatkan oftalmoskop
secara perlahan ke mata pasien. Bila pasien myopia, atur control
kea rah negative(merah). Bila pasien hiperopia atur control kea rah
positif (hitam).k. l. Amati fundus secara sistematis yang diawali
dengan mengamati pembuluh darah besar. Catat bila ditemukan
kelainan. Lanjutkan pengamatan dengan membandingkan ukuran arteri
dan vena 4:5. Kemudian amati warna macula yang normalnya tampak
lebih terang daripada retina. Berikutnya amati warna, batas, dan
pigmentasi diskus optikus. Normalnya diskus optikus berbentuk
melingkar berwarna merah muda agak kuning, batasan terang dan tetap
dengan jumlah pigmen yang bervariasi. Lalu amati warna retina,
kemungkinan ada darah, dan setiap ada kelainan. m. Bandingkan mata
kanan dan kiri. n. Catat hasil pengkajian dengan jelas. o. Setelah
pengkajian selesai, teteskan pilokarpin 2% untuk menetralisasi
dilatasi pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi
tropikamid). p. Tunggu/pastikan pasien dapat melihat seperti
semula.(Priharjo,Robert, 2006:57) DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume
3. Jakarta : EGCGuyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan
Mekanisme Penyakit. Jakarta:EGCH.Swartz,Mark. 1995. Diagnostik
Fisik. EGC:JakartaKoesora. 2009. Pemeriksaan Tes Pendengaran.Moore,
Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:Hipokrates.Priharjo,
Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula.
Jakarta:EGCSnell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta:EGC.Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia
untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba MedikaSyaifuddin.
2010. Atlas Berwarna Tiga Bahasa Anatomi Tubuh Manusia.
Jakarta:Salemba Medika