MAKALAHKEPERAWATAN GERONTIK IIASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA
LANSIADisusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik II.
Disusun Oleh :KelompokDeshy Lia S.(09060035)Muhamad Ghufron
(09060059)Indriawati I. (09060022)Diah Nurul H. (090600Nina dwi A.
(090600Muhammad Tong (08060125)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG2012KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini penulis buat dengan tujuan memenuhi tugas Keperawatan
Gerontik II.Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada :1. Team
dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik selaku dosen pembimbing mata
kuliah.1. Teman teman dan berbagai pihak yang telah membantu
terselasaikannya makalah ini.Penulis berharap agar setelah membaca
makalah ini , para pembaca dapat memahami dan mendapatkan
pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat di aplikasikan untuk
mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, untuk itu penulis membuka diri menerima berbagai saran
dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR ISI
COVERKATA PENGANTARBAB 1PENDAHULUAN0. Latar Belakang0. Rumusan
Masalah0. Tujuan
BAB 2PEMBAHASAN1. Pengertian hipertensi pada lansia1.
Klasifikasi hipertensi pada lansia1. Etiologi hipertensi pada
lansia1. Patofisiologi hipertensi pada lansia1. Tanda dan gejala
hipertensi pada lansia1. Pemeriksaan penunjang hipertensi pada
lansia1. Komplikasi hipertensi pada lansia1. Penatalaksanaan
hipertensi pada lansia1. Asuhan keperawatan hipertensi pada
lansia
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPenduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari
anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah
jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun
1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2
persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah
penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9
persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta
jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan
diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4
persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat
secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk
Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968
adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 :
58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05
tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)Dengan makin
meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat
diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat
pula. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat
morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada
usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis,
perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama
dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah
akan bertambah tinggi dengan bertambahnya usia pasien, dimana
tekanan darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan tekanan
sistolik akan terus meningkat. Penyakit degeneratif dan penyakit
tidak menular mengalami peningkatan resiko penyebab kematian,
dimana pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular 48 % dari
seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke sebanyak 43%
dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada tahun 2000
kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh
kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan
kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh
kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan
pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama
penyakit tersebut adalah hipertensi. (Zamhir, 2006).Hipertensi atau
tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang
tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena
hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping karena
prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan
datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa
kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran
hipertensi pada kelompok dewasa muda akan sangat membebani
perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan
membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. (Bahrianwar,
2009)Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran
standart WHO yaitu pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg).
Pada tahun 2000 prevalensi penderita hipertensi di indonesia
mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan
darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan
meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun
2025. (Zamhir, 2006).Penyebab hipertensi tidak diketahui pada
sekitar 95 % kasus. Bentuk hipertensi idiopatik disebut hipertensi
primer atau esensial. Patogenesis pasti tampaknya sangat kompleks
dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin pula ada
predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup
perubahan perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh
ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4).
Sekresi renin. Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder
akibat proses penyakit lain seperti penyakit parenkhim ginjal atau
aldosterronisme primer (Prince, 2005). Beberapa organisasi dunia
dan regional telah memproduksi, bahkan memperbaharui pedoman
penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat disimpulkan
bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu.
Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya hidup
sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat
saling mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak
menyebabkan peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya
komplikasi. (Bahrianwar,2009). Di Indonesia, Pemerintah bersama
Departemen Kesehatan RI memberi apresiasi dan perhatian serius
dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun 2006 Departemen
Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi dan penyakit degenaritaif
linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes,
2007). Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan
beberapa langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan
Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan
sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi
program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah
setempat (local area specific); mengembangkan (investasi) sumber
daya manusia dalam pengendalian hipertensi; memperkuat jaringan
kerja pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya
Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat logistik dan
distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans
epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi;
melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem
pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).Pada usia lanjut
aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan
berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu
mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan
penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut
usia dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya
untuk diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang
menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka
pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA).
Tetapi akhir-akhir ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial
klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa
hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling penting untuk
terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal.
Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi
pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas.
1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Apa itu hipertensi pada lansia?1.2.2
Apa saja klasifikasi hipertensi pada lansia?1.2.3 Bagaimana
etiologi hipertensi pada lansia?1.2.4 Seperti apa patofisiologi
hipertensi pada lansia?1.2.5 Bagaimana Tanda dan Gejala hipertensi
pada lansia?1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang hipertensi pada
lansia?1.2.7 Apa saja komplikasi hipertensi pada lansia?1.2.8
Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia?1.2.9 Bagaimana
Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia?
1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan UmumAgar pembaca dapat memahami lebih
jauh tentang penyakit hipertensi pada lansia.
1.3.2 Tujuan Khusus1.3.2.1 Untuk mengetahui pengertian
hipertensi pada lansia.1.3.2.2 Untuk mengetahui klasifikasi
hipertensi pada lansia.1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi hipertensi
pada lansia.1.3.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi pada
lansia.1.3.2.5 Untuk mengetahui Tanda dan Gejala hipertensi pada
lansia.1.3.2.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi
pada lansia.1.3.2.7 Untuk mengetahui komplikasi hipertensi pada
lansia.1.3.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan hipertensi pada
lansia.1.3.2.9 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan hipertensi pada
lansia.
1.4 ManfaatTulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber informasi baik bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum
mengenai Hipertensi pada lansia.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hipertensi Pada LansiaHipertensi dicirikan dengan
peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten
atau menetap.Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer,2001).Menurut WHO ( 1978 ),tekanan darah sama dengan atau
diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.Pada Populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996)
2.2. Klasifikasi Hipertensi Pada Lansia 2.2.1. Berdasarkan
etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :1. Hipertensi primer atau
esensialPenyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang
terbanyak, yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi.
Riwayat keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak jenuh dan
penuaan adalah faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya
sangat berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme
pastinya masih belum diketahui.
2. Hipertensi sekunderHipertensi sekunder akibat penyakit ginjal
atau penyebab yang terindentifikasi lainya. Hipertensi yang
penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler,
feokromositoma, sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan
obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh pasien
hipertensi.
2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National
Committee 7KategoriSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)
OptimalNormal115 atau kurang< 12075 atau kurang< 80
Prehipertensi120-13980-89
Hipertensi stage I140-15990-99
Hipertensi stage II 160 100
Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia
lanjut dapat dibedakan: Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic
hypertension), terdapat pada 6-12% penderita di atas usia 60th,
terutama pada wanita. Insioden meningkat seiring bertambahnya umur.
Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara
12-14% penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi
menurun seiring bertambahnya umur. Hipertensi sistolik-diastolik:
terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60th, lebih banyak pada
wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.
2.3. Etiologi Hipertensi Pada LansiaDengan perubahan fisiologis
normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras
riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas
asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.Faktor resiko yang
mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol,
antara lain:a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:Faktor
risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik
kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun),
jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause.a. Jenis
kelaminPrevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama
ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun.Dari hasil penelitian didapatkan hasil
lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita
sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila
terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita
setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah
wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause.
b. UmurSemakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan
darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan
darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi
pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan
pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis
obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan
kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi
sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65
tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang
berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan
arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan
akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya
arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu
kehilangan daya penyesuaian diri.
c. Keturunan (Genetik)Adanya faktor genetik pada keluarga
tertentu akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita
hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:1. ObesitasPada usia + 50
tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan
kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat
badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.
Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti
artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan
darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar
20-30% memiliki berat badan lebih.
2. Kurang Olahraga.Olahraga banyak dihubungkan dengan
pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga
menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya
risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung
mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering
jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak
arteri.
3. Kebiasaan MerokokMerokok menyebabkan peninggian tekanan
darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden
hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis.
4. Mengkonsumsi garam berlebihBadan kesehatan dunia yaitu World
Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang
dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya
volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
5. Minum alkoholBanyak penelitian membuktikan bahwa alkohol
dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh
darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu
faktor resiko hipertensi.
6. Minum kopiFaktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu
cangkir kopi mengandung 75 200 mg kafein, di mana dalam satu
cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg.7. StressHubungan antara stres dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan
tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009)
mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas
saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan
pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
2.4 Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada LansiaSeperti penyakit
degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak
memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar
(insidious) atau tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ),
manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu
: Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,
Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
2.5 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi Pada Lansiaa. Hemoglobin /
hematokritUntuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia. b. BUN : memberikan informasi
tentang perfusi ginjalc. GlukosaHiperglikemi (diabetes mellitus
adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi).d. Kalium serumHipokalemia
dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.e. Kalsium serumPeningkatan
kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.f. Kolesterol dan
trigliserid serumPeningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler
)g. Pemeriksaan tiroid.Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi.h. Kadar aldosteron urin/serumUntuk
mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).i. UrinalisaDarah,
protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.j. Asam uratHiperurisemia telah menjadi implikasi faktor
resiko hipertensi.k. Steroid urinKenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme l. IVPDapat mengidentifikasi penyebab
hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.m.
Foto dadaMenunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub,
perbesaran jantung.n. CT scanUntuk mengkaji tumor serebral,
ensefalopati.o. EKGDapat menunjukkan pembesaran jantung, pola
regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah
satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
2.6 Komplikasi Hipertensi Pada LansiaPasien dengan hipertensi
dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering kematian adalah
penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering
ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.a.
Komplikasi pada Sistem KardiovaskulerKompensasi akibat penambahan
kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik adalah hipertrofi
ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding ventrikel.
Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya
membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung.
Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit
arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena
penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran
jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan
aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi aorta.
Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada
penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik
(ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan.
Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel
kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark.
Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark
miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga
bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh
aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan
hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.
b. Efek NeurologikEfek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi
dalam perubahan pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina
adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat
langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang
memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada
pembuluh darah retina. Efek pada sistem saraf pusat juga sering
terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital,
paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu
dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan
keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan
menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah
oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari
kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara
sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi,
dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan
darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma
Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui
berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.Ensefalopati
hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan
kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan
papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan
tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri.
Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada,
lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient
ischemic attack.Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan
kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri
yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina
dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa
penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang
tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.
c. Efek pada GinjalLesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan
eferen serta kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang
paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat
filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan
hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan 10 %
kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan
darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal;
epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada
pasien-pasien ini.
2.7 Penatalaksanaan Hipertensi Pada LansiaLebih dari 10 tahun
yang lalu masih terjadi perdebatan tentang perlu tidaknya
pengobatan hipertensi pada usia lanjut. Golongan yang kontra
menyatakan bahwa penurunan tekanan darah pada hipertensi lansia
justru akan menyebabkan kemungkinan terjadinya trombosis koroner,
hipotensi postural dan penurunan kualitas hidup. Dengan
penelitian-penelitian yang diadakan dalam 10 tahun terakhir ini
jelas dibuktikan bahwa menurunkan tekanan darah pada hipertensi
lansia jelas akan menurunkan komplikasi akibat hipertensi secara
bermakna. Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah mengurangi
morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan sistem
kardiovaskuler dan ginjal. Karena kebanyakan penderita hipertensi,
khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai target tekanan
diastol saat target tekanan sistol sudah dicapai, sehingga fokus
utamanya adalah mencapai target tekanan sistol. Penurunan tekanan
sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg berhubungan dengan penurunan
terjadinya komplikasi stroke, dan pada pasien hipertensi dengan
diabetes melitus, target tekanan darah ialah < 130 / 80
mmHg.Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip,
yaitu :1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan
pengobatan kausal.2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurangi timbulnya komplikasi.3. Upaya menurunkan tekanan darah
dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.4. Pengobatan
hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan mungkin seumur
hidup.5. Pengobatan dengan menggunakan standart triple therapy
(stt) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan
adanya :a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaanb. Interaksi
obatc. Efek samping obat.d. Gangguan akumulasi obat terutama
obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.
Pada pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh
terhadap kondisi penderita adalah :a. Pola hidup dan indentifikasi
ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler.b. Penyebab langsung
hipertensi sekunder atau primer.c. Organ yang rusak karena
hipertensi.
Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan obat antihipertensi, yaitu:1.
Mempunyai efektivitas yang tinggi2. Mempunyai toksisitas dan efek
samping yang ringan atau minimal3. Memungkinkan penggunaan obat
secara oral.4. Tidak menimbulkan intoleransi 5. Harga obat relatif
murah sehingga terjangkau oleh penderita.6. Memungkinkan penggunaan
obat dalam jangka panjang
Tidak jarang penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan
obat-obat antihipertensi mengalami kegagalan, yang dapat disebabkan
oleh hal-hal di bawah ini : 1. Ketidakpatuhan penderita2.
Peningkatan volume oleh karena peningkatan asupan natrium,
kerusakan ginjal, dan kurangnya pemberian diuretik3. Obesitas4.
Dosis yang tidak adekuat5. Interaksi obat6. Kontrasepsi oral7.
Penggunaan obat-obat steroid8. Hipertensi sekunder
Klasifikasi dan Managemen Tekanan Darah untuk Dewasa *BP
ClassificationSBP (mmHg) *DBP (mmHg) *Lifestyle ModificationInitial
Drug Therapy
Without Compelling IndicationWith Compelling Indication
Normal< 120and < 80Encourage
Prehypertension120-139or 80-89YesNo antihypertensive
indicatedDrug(s) for compelling indications.
Stage I Hypertension 140-159or 90-99YesThiazide-type diuretics
for most. May consider ACEI , ARB, BB , CCB or combination.Drug(s)
for the compelling indications. Other antihypertensive drugs
(diuretics, ACEI, ARB, BB, CCB) as needed.
Stage II Hypertension 160 100YesTwo-drug combination for most
(usually thiazide-type diuretic and ACEI or ARB or BB or CCB)
SBP : Systolic Blood PressureDBP : Diastolic Blood Pressure.Drug
abbreviations : BP :ACEI : Angiotensin Converting Enzyme
InhibitorARB : Angiotensin Receptor BlockerCCB : Calsium Channel
Bloker.BB : Beta-Bloker * Treatment determined by highest BP
category. Initial combined therapy should be used cautiously in
those at risk for orthostatic hypotension. Treat patients with
chronic kidney disease or diabetes or BP goal < 130/80 mmHg2.7.1
Konsep Penatalaksanaan Hipertensi TerkiniJoint National Committee
VII merekomendasikan konsep terapi yang terbaru yaitu :a. Pasien
dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah
diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan
nonfarmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup.b. Pasien yang
tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaan
secara farmakologis dengan diberikan obat golongan diuretik atau
bisa juga diberikan obat dari golongan lain.c. Lebih memperhatikan
tekanan darah sistolik dan penanganannya harus dimulai jika tekanan
darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah diastoliknya
tidak.d. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi
antihipertensi, salah satunya adalah obat dari golongan diuretik
tiazid.e. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih
pengobatan untuk mencapai tekanan darah 20/10 mmHg di atas tekanan
darah yang diinginkan.f. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau
kombinasi dengan golongan diuretic masih merupakan terapi pilihan
yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi yang sudah mengalami
komplikasi penyakit jantung.
Bila hipertensi yang terjadi tanpa disertai dengan komplikasi
atau penyakit penyerta lain, maka pengobatan adalah mudah.
Penatalaksanaan untuk hipertensi dibagi menjadi :1. Non
Farmakologis atau modifikasi gaya hidup.2. Farmakologis
A. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi
:Kriteria Indeks Massa TubuhKriteriaIMT (kg/m2)
Kurang