Top Banner
1 Universitas Kristen Petra 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Bangunan merupakan simbol dari adanya suatu semangat jaman dalam kurun waktu tertentu. Keberadaan bangunan membuktikan kemajuan dan eksistensi sebuah negara, daerah, kota dan atau wilayah terhadap kebudayaan yang berkembang pada saat itu. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa keberadaan sebuah bangunan merupakan salah satu bentuk manifestasi terhadap kebudayaan yang berkembang pada saat itu, sekaligus dapat membuktikan tingginya nilai sejarah dan budaya suatu bangsa. (Sumalyo, 1995 : 1). Di dalam sejarah kota Surabaya, kita mengetahui bahwa sejak tahun 1748 Surabaya sudah ada dalam kekuasaan Belanda (V.O.C. pada waktu itu). Kekuasaan Belanda di Surabaya sejak dulu terkonsentrasi di daerah sebelah barat Jembatan Merah, seperti di daerah Jl. Rajawali, Jl. Garuda, Jl. Veteran, Jl. Merak dan sekitarnya. Kekuasaan Pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu mempengaruhi sebagian besar aspek kehidupan masyarakat Surabaya, diantaranya aspek seni dan filsafat, aspek religi, aspek ekonomi, hingga aspek arsitektur dan interior bangunan yang berkembang pada saat itu. Salah satu perwujudan peranan kekuasaan pemerintahan Kolonial Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah di Surabaya. Sebelum tahun 1920an bangunan-bangunan berarsitektur dan interior Kolonial Belanda terpusat di daerah sebelah barat Jembatan Merah, baru setelah kurun waktu tahun 1920an pembangunan di daerah Jembatan Merah dikembangkan ke daerah Jembatan Wonokromo sepanjang 13 Km, sehingga terbentuklah sebuah kota kecil yang membentang sepanjang daerah Jembatan Merah hingga Jembatan Wonokromo. Bentuk arsitektur dan interior yang dijumpai pada bangunan-bangunan kuno peninggalan jaman penjajahan Belanda ini mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, sesuai dengan jaman pembangunan gedung tersebut.
40

1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Dec 07, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

1 Universitas Kristen Petra

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Bangunan merupakan simbol dari adanya suatu semangat jaman dalam

kurun waktu tertentu. Keberadaan bangunan membuktikan kemajuan dan

eksistensi sebuah negara, daerah, kota dan atau wilayah terhadap kebudayaan

yang berkembang pada saat itu. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa

keberadaan sebuah bangunan merupakan salah satu bentuk manifestasi terhadap

kebudayaan yang berkembang pada saat itu, sekaligus dapat membuktikan

tingginya nilai sejarah dan budaya suatu bangsa. (Sumalyo, 1995 : 1).

Di dalam sejarah kota Surabaya, kita mengetahui bahwa sejak tahun

1748 Surabaya sudah ada dalam kekuasaan Belanda (V.O.C. pada waktu itu).

Kekuasaan Belanda di Surabaya sejak dulu terkonsentrasi di daerah sebelah barat

Jembatan Merah, seperti di daerah Jl. Rajawali, Jl. Garuda, Jl. Veteran, Jl. Merak

dan sekitarnya. Kekuasaan Pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu

mempengaruhi sebagian besar aspek kehidupan masyarakat Surabaya, diantaranya

aspek seni dan filsafat, aspek religi, aspek ekonomi, hingga aspek arsitektur dan

interior bangunan yang berkembang pada saat itu.

Salah satu perwujudan peranan kekuasaan pemerintahan Kolonial

Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan

kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah di Surabaya.

Sebelum tahun 1920an bangunan-bangunan berarsitektur dan interior Kolonial

Belanda terpusat di daerah sebelah barat Jembatan Merah, baru setelah kurun

waktu tahun 1920an pembangunan di daerah Jembatan Merah dikembangkan ke

daerah Jembatan Wonokromo sepanjang 13 Km, sehingga terbentuklah sebuah

kota kecil yang membentang sepanjang daerah Jembatan Merah hingga Jembatan

Wonokromo.

Bentuk arsitektur dan interior yang dijumpai pada bangunan-bangunan

kuno peninggalan jaman penjajahan Belanda ini mempunyai karakteristik yang

berbeda satu dengan lainnya, sesuai dengan jaman pembangunan gedung tersebut.

Page 2: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

2

Perkembangan arsitektur dan interior Kolonial Belanda di Surabaya dimulai sejak

Daendels memperkenalkan sebuah bentuk arsitektur yang dikenal dengan sebutan

“The Empire Style”. Gaya ini sebenarnya merupakan gaya Neo-Klasik yang

berkembang di Perancis pada saat itu, hal ini dimungkinkan karena Daendels

merupakan bekas Jendral Angkatan Darat Perancis. Puncak kejayaan arsitektur

dan interior Kolonial Belanda di Surabaya berlangsung dalam kurun waktu tahun

1900an-1920-an. Perkembangan ini berlangsung hingga tahun 1930-an dan

berhenti total pada tahun 1940-an, seiring dengan krisis ekonomi yang melanda

dunia pada saat itu. (Handinoto, 1996: 257-260).

Gereja Kristen Indonesia yang mempunyai nama asli De Gereformeerd

kerk merupakan salah satu bangunan yang didirikan pada masa kejayaan

perkembangan arsitektur dan interior Kolonial Belanda di Surabaya. Didirikannya

gereja Gereformeerd ini merupakan perwujudan dari rasa tidak puas beberapa

golongan penganut agama Kristen, karena pada saat itu gereja yang ada berada

dibawah pengaruh pemerintah. Dalam hal ini mereka berpendirian bahwa agama

adalah agama, dan agama tidak dapat diperintah atau dibawah perintah penguasa

yang ada pada saat itu (Goverment). Pendirian tersebut menyebabkan beberapa

golongan agama Kristen tadi memisahkan diri untuk kemudian berusaha

mendirikan tempat peribadahan atau gereja sendiri yang merupakan pecahan dari

gereja-gereja Hervormmd yang berada di bawah pengaruh pemerintah (penguasa

pada saat itu). Jadi pendirian bangunan gereja disebabkan oleh pertentangan

paham yang ingin mengubah atau mengadakan perubahan (formeer), dan

kemudian gereja tersebut mereka namakan Gereformeerd.

Gereja ini mulai dibangun pada tahun 1918 dan selesai dalam kurun

waktu 3 tahun, tepatnya pada bulan Juni 1921. Berdasarkan buku katalog Gereja

GKI: Ut Omnus Unum Sjnt tahun 1987 dapat diketahui bahwa personil yang

terlibat dalam pembangunan gereja ini adalah sebagai berikut:

- Bouher (Pemberi tugas) : golongan agama yang mempunyai paham sendiri

(Protestan).

- Arsitek (Perencana) : BR. Rijksen.

- Annemer (Pemborong) : Lighthelm.

- Konsultan (Penasehat) : Pdt. D.Bakker.

Page 3: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

3

Keterlambatan penyelesaian pembangunan hingga 3 tahun ini

disebabkan karena adanya kendala pembiaayaan, sehingga pembangunan harus

ditunda selama beberapa bulan. Usaha dari kekurangan dana pembiayaan

pembangunan gereja ini menyebabkan penekanan pembiayaan, sehuingga terjadi

beberapa perubahan pada pembangunan fisik gereja.

Kendatipun mengalami keterlambatan dalam penyelesaian

pembangunan, dapat dikatakan bahwa pembangunan gereja ini dilaksanakan pada

masa dimana arsitektur dan interior Kolonial Belanda di Surabaya mengalami

puncak kejayaannya. Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa

pada kurun waktu setelah tahun 1900-an merupakan saat dimana perkembangan

arsitektur dan interior Kolonial Belanda di Surabaya berada pada puncak

kejayaannya. Banyak arsitek yang mempunyai latar belakang pendidikan

akademis didatangkan dari Belanda ke Surabaya, selain itu bentuk arsitektur dan

interior Kolonial Belanda yang dikembangkan pada saat itu juga merupakan

sebuah bentuk yang spesifik. Bentuk-bentuk yang dikembangkan pada saat itu

merupakan bentuk arsitektur dan interior modern yang berkembang pada saat itu

di Eropa dan Amerika, yang telah disesuaikan dengan iklim tropis basah di

Indonesia pada umumnya dan di Surabaya pada khususnya serta dengan

kebudayaan masyarakat setempat.

Dari bentuk peyesuaian tersebut lahirlah sebuah fenomena unik

bangunan berarsitektur dan interior Kolonial Belanda di Surabaya, dimana terjadi

penyesuaian antara bentuk arsitektur dan interior modern yang berkembang pada

saat itu di Belanda dengan kondisi iklim tropis basah Indonesia dengan kondisi

budaya masyarakat setempat. Fenomena ini tidak dijumpai pada negara Belanda

sendiri, maupun pada negara-negara bekas jajahan Koloni yang lain (Handinoto,

1996: 163).

Bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya

juga mengalami bentuk penyesuaian tersebut. Beberapa bentuk penyesuaian

diterapkan pada bangunan gereja, antara lain sebagai berikut:

1. Adanya galeri di bagian depan, kiri, dan kanan bangunan gereja. Galeri ini

dimaksudkan untuk mengantisipasi bangunan dari hujan dan sinar matahari.

Jika jendela-jendela pada ruang dibuka maka galeri tersebut akan melindungi

Page 4: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

4

bangunan bagian dalam dari pengaruh sinar matahari secara langsung maupun

pengaruh tempias air hujan,

2. Adanya penggunaan ventilasi silang pada sisi kiri dan kanan bangunan gereja

yang berupa deretan pintu krepyak untuk memperlancar sirkulasi udara pada

ruang,

3. Banyak bukaan kecil berbentuk persegi pada bagian atas dinding sebagai

ventilasi masuk dan keluarnya udara (Handinoto, 1996: 259).

Disamping bentuk-bentuk penyesuaian yang telah disebutkan di atas

masih ada beberapa bentuk penyesuaian lain yang menjadi dasar pertimbangan

peneliti dalam menyusun laporan penelitian ini. Permasalahan peran langgam

Kolonial Belanda pada bangunan gereja nantinya akan dibahas pada penelitian ini,

di samping masalah bentuk-bentuk penyesuaian bangunan gereja terhadap kondisi

iklim tropis basah di Indonesia.

1.2. Judul

1.2.1. Judul Karya Tulis

Judul dari karya tulis ini adalah: “Pengaruh Langgam Kolonial Belanda Pada

Desain Interior Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder di Surabaya”.

1.2.2. Pengertian Judul Karya Tulis

Pengaruh

Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut

membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 1989: 664).

Langgam

Cara; ragam; model; gaya; adat kebiasaan. (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 1982: 560).

Kolonial

Berkenaan atau bertalian dengan sifat-sifat jajahan. (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 1982: 516).

Page 5: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

5

Belanda

Negara kerajaan (negeri) di Eropa Barat yang berbatasan dengan Belgia

dan Jerman Barat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Anton, et al., 1990: 94).

Pada

Merupakan kata perangkai yang searti dengan di (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Anton, et al., 1990: 633).

Interior

Bagian dalam dari gedung (ruang dan sebagainya). (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 1989:336).

Bagian dalam dari gedung, tatanan perabot di dalam ruang suatu gedung.

(Depdikbud,1997).

Gereja

Gedung atau rumah tempat berdoa dan melakukan upacara agama

Kristen yang sama kepercayaan, ajaran, dan tata caranya. (Kamus Besar Bahasa

Indonesia edisi 2, Balai Pustaka, 1991).

Bangunan suci yang diperuntukkan bagi ibadat Ilahi dimana kaum

beriman berhak untuk masuk dan melaksanakan ibadat Ilahi, terutama ibadat yang

dilangsungkan secara publik. (Kitab Hukum Kanonik Kar 1214).

Mengandung arti dan fungsi sebagai tempat ibadah dimana umat

beriman berkumpul untuk merayakan misteri keselamatan. (Pastoral Liturgi

Karangan Bosco Cunha O. Carm).

Kristen

Nama agama yang disampaikan oleh Kristus (Nabi Isa). (Kamus Besar

Bahasa Indonesia edisi 2, Balai Pustaka, 1991).

Indonesia

Suatu Negara kepulauan yang terletak antara Benua Asia dan Benua

Australia. (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 2, Balai Pustaka, 1991).

Pregolan Bunder

Mengacu pada sebuah daerah di Surabaya Pusat yang berbatasan

langsung dengan daerah jalan Kombes Pol. M. Duryat dan daerah jalan

Kedungsari.

Page 6: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

6

Surabaya

Ibukota Propinsi Jawa Timur, kota terbesar setelah Jakarta, juga

merupakan pusat pengembangan sentra industri perdagangan, maritim untuk

bagian Indonesia Timur. (Surabaya City Map, 1999:3).

Ibukota sekaligus pusat pemerintahan Propinsi Jawa Timur, merupakan

kota dan pelabuhan terbesar kedua di Indonesia. Kota tua ini terletak di tepian

sungai Brantas (sekarang bernama sungai Kalimas). Di sebelah utara berbatasan

dengan Selat Madura, sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik, sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Sidoarjo, dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura. Kota ini

terkenal dengan sebutan kota Pahlawan. Luasnya 2.900.440 km², terbagi dalam

tiga wilayah pembantu walikota dan 19 kecamatan yang mencakup 163 kelurahan

(Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 15, 1991:2).

Jadi berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat ditarik suatu

pengertian bahwa penelitian ini mengkaji tentang adanya dampak atau daya yang

ditimbulkan oleh sebuah cara; ragam; atau karakter spesifik suatu gaya yang

berasal dari negeri di Eropa bernama Belanda, pada bagian dalam sebuah gedung

yang digunakan oleh umat kristiani untuk beribadah dan bertempat di jalan

Pregolan Bunder di Surabaya. Pregolan Bunder sendiri mengacu pada sebuah

nama daerah, yang terdapat di pusat kota ibukota Propinsi Jawa Timur, dimana

daerah tersebut berbatasan langsung dengan daerah Kombes Pol. M. Duryat dan

daerah Kedungsari.

1.3. Rumusan Permasalahan

Masalah yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah

masalah bagaimana pengaruh langgam Kolonial Belanda pada desain interior

bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya pada saat

ini?

1.4. Ruang Lingkup Permasalahan

Penelitian ini mengambil objek studi bangunan Gereja Kristen Indonesia

yang bertempat di jalan Pregolan Bunder 36, Surabaya. Dalam kompleks

Page 7: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

7

bangunan Gereja Kristen Indonesia terdapat 3 bangunan utama; yaitu bangunan

gereja itu sendiri, bangunan kantor pengelola dan poliklinik, dan terakhir

bangunan serba guna yang biasanya digunakan untuk kegiatan sekolah minggu

dan pada acara-acara penting seperti acara pernikahan.

Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada ruang-

ruang yang terdapat pada bangunan gereja saja dan kajian penelitiannya meliputi:

• Tipologi (bentuk dasar) bangunan.

• Organisasi ruang.

• Elemen pembentuk ruang (lantai, dinding, plafon, kolom).

• Elemen transisi (pintu, jendela, ventilasi).

• Elemen pendukung ruang (perabot).

• Elemen estetis.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:

• Mengetahui dan memahami pengaruh langgam Kolonial Belanda yang

diterapkan pada desain interior bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang

Pregolan Bunder Surabaya.

• Mengetahui bentuk-bentuk penyesuaian arsitektur dan interior Kolonial

Belanda pada interior bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan

Bunder Surabaya terhadap iklim tropis basah di Surabaya.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, studi ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan

pemahaman secara mendalam tentang konsep filosofis langgam Kolonial Belanda

yang dapat digunakan sebagai landasan untuk merancang interior yang

menggunakan langgam Kolonial Belanda.

Sedangkan secara praktis, studi ini dapat memberikan dokumentasi

gambaran bentuk langgam Kolonial Belanda, dan dengan adanya data serta

dokumentasi tersebut diharapkan dapat memperkaya kajian dalam bidang

keilmuwan desain interior.

Page 8: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

8

1.6. Kajian Pustaka

1.6.1. Menurut Buku “A History of Interior Design” (Pile, 2000: 154)

Gaya desain Kolonial Belanda adalah gaya desain yang berkembang di

beberapa negara di Eropa dan Amerika. Setelah benua Amerika ditemukan,

motivasi orang-orang Eropa semakin bertambah untuk menemukan daerah-daerah

baru, yang nantinya akan dijadikan daerah jajahan. Motivasi mereka menjelajah

samudra bermacam-macam; ada yang bertujuan untuk berdagang, menyebarkan

ajaran agama, selain untuk berlayar dan sekedar mencari pengalaman.

Gaya desain Kolonial tumbuh dari rasa kerinduan para penguasa, yang

mayoritas adalah orang Eropa akan kampung halamannya. Kerinduan ini

membuat mereka menjajah daerah temuannya untuk mendapatkan harta yang

banyak, dan dengan harta tersebut mereka membangun tempat tinggal sesuai

dengan gaya desain yang berkembang di negara asal mereka. Mereka ingin

menciptakan suatu suasana yang mirip dengan negara asal mereka. Akan tetapi

pada prakteknya, desain yang mereka hasilkan tidak bisa sama persis dengan yang

ada di negara asal mereka, hal ini dikarenakan adanya penyesuaian bangunan

terhadap iklim, material, serta teknik yang ada pada daerah jajahan mereka.

Hasilnya diperoleh suatu gaya bangunan yang telah mengalami modifikasi namun

menyerupai gaya desain di negara mereka (Eropa), yang kemudian dikenal dengan

sebutan Gaya Desain Kolonial.

1.6.2. Menurut buku “Indonesian Heritage: Arsitektur” (2002: 106-125)

Puncak perkembangan arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia ditandai

dengan adanya percampuran antara unsur Indonesia dengan Belanda. Hal ini

disebabkan karena Belanda kurang perhatian untuk memaksakan kebudayaan dan

agamanya kepada penduduk pribumi. Portugis merupakan salah satu contoh

negara yang melakukan pemaksaan budaya dan agama mereka kepada daerah

jajahan timur mereka. Pada prinsipnya perkembangan arsitektur Kolonial Belanda

di Indonesia dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

1. Periode tahun 1700-an

Page 9: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

9

Susunan bentuk dan jenis rumah pada masa ini menunjukkan tata olah

akulturasi dan penyesuaian bertahap dari gaya Kolonial Belanda terhadap iklim

tropis. Ciri arsitektur pada masa ini adalah sebagai berikut:

• Berlantai dua.

• Bagian depan bangunan tertutup, dan didominasi oleh jendela-jendela yang

tinggi dengan daun berkisi.

• Atap yang berpinggul dan lebar.

• Penggunaan kolom-kolom bergaya tuscan.

• Profil atap sangat mirip dengan joglo, yang umumnya dijumpai pada rumah

tradisional bangsawan Jawa.

• Material tradisional yang sering digunakan adalah anyaman bambu.

2. Periode tahun 1800-an

Pada masa ini telah terjadi proses asimilasi antara unsur tradisional

Indonesia dengan unsur budaya Belanda. Bila pada masa sebelumnya masih

terlihat ragu-ragu, maka pada kurun waktu ini gaya desainnya sudah memiliki

konsep yang jelas dan hampir seluruhnya berdasarkan rumah tradisional

bangsawan Jawa. Ciri-ciri arsitektur pada masa ini adalah sebagai berikut:

• Berlantai satu dengan beranda depan dan belakang

• Beratap tinggi dan bersudut meluas sampai menutupi beranda.

• Banyak ditemukan antar beranda yang dihubungkan dengan serambi samping

sebagai penahan sinar matahari dari semua sisi.

• Banyak terdapat lubang-lubang udara.

3. Tahun 1900-an

Rumah perkotaan Kolonial mengalami kedewasaannya pada kurun

waktu ini dengan timbulnya gaya Hindia yang memasukkan kembali unsur tradisi

arsitektur setempat dalam suasana Eropa. Arsitektur gaya Neo-klasik merupakan

gaya arsitektur yang berkembang pesat pada saat itu. Ciri-ciri arsitektur pada masa

ini adalah:

• Plafon dalam skala yang tinggi.

Page 10: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

10

• Terdapat beranda depan dan beranda belakang yang berhadapan langsung

dengan taman yang luas.

• Unsur tradisional tampak pada penggunaan atap limasan khas tradisional

Jawa.

Setelah Perang Dunia I, banyak arsitek Belanda yang datang ke

Indonesia untuk melakukan pembangunan. Mereka membawa pengaruh arsitektur

Eropa seperti Art Noveau, De Stijl, Art Deco, Ekspresionis, dan sebagainya.

Setelah dasawarsa tahun 1920-an-1930-an berkembang 2 bentuk arsitektur, yang

pertama mengacu pada sebuah bentuk rumah yang kemudian dikenal dengan

istilah Landhuis dan yang kedua mengacu pada bentuk-bentuk geometris, yang

kemudian dikenal dengan arsitektur Modern.

Landhuis mempunyai ciri-ciri satu lantai sederhana, atap genting,

dinding plester, berjendela tinggi yang dibuat dari material kayu jati, plafon dalam

skala yang tinggi, dan dibangun diatas landasan batu. Sedangkan aliran Modern

mempunyai ciri-ciri beratap datar, adanya menara, dan bentuk-bentuk kubus.

1.6.3. Menurut buku “Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda

di Surabaya 1870-1940” (Handinoto, 1996: 131-249)

Dalam bukunya, Handinoto mengungkapkan bahwa kota Surabaya

tumbuh dengan pesat setelah terbentuknya gemeente Surabaya sebagai hasil dari

Undang-Undang Desentralisasi pada tanggal 1 April 1906. Arsitektur di

Surabayapun berkembang pesat setelah tahun 1900 bersamaan dengan kedatangan

arsitek-arsitek berlatar belakang pendidikan akademis dari Belanda. Periodisasi

perkembangan arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya menurut Helen Jessup

(1984) adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1870 – 1900

Bentuk-bentuk arsitektur di Surabaya pada tahun 1870-an dikenal dengan

sebutan The Empire Style atau biasa pula disebut dengan istilah The Dutch

Colonial. Gaya ini dipopulerkan oleh Daendels (1808-1811) yang merupakan

bekas jenderal angkatan darat Perancis. Ciri-ciri dari gaya The Empire Style

adalah sebagai berikut:

• Berdenah simetris.

Page 11: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

11

• Lebar sempit, tetapi memanjang ke belakang.

• Bangunan terdiri dari 2 lantai, dan ditutup dengan atap perisai.

• Material yang digunakan untuk lantai biasanya marmer.

• Berdinding tebal dan plafon tinggi, sebagai bentuk penyesuaian terhadap

iklim tropis Indonesia.

• Memiliki pintu masuk yang tinggi, yang diapit oleh sepasang atau lebih

jendela krepyak yang besar, yang biasanya terbuat dari kayu jati.

• Memiliki beranda atau serambi depan dan belakang yang terbuka dan luas,

yang di ujungnya terdapat barisan kolom bergaya Yunani, dan pada tengah

ruang biasanya juga terdapat serambi tengah yang menghubungkan ruang

satu dengan ruang lainnya.

2. Sesudah tahun 1900 (1900-1920)

Setelah tahun 1900-an mulai banyak arsitek yang berpendidikan akademis

yang berpraktek di Surabaya, sehingga dunia arsitektur dan interior Kolonial

Belanda di Surabaya mengalami masa kejayaannya. Perkembangan bentuk

arsitektur Kolonial Belanda ini telah diusahakan menyesuaikan dengan

kondisi lingkungan dan iklim Surabaya. Bentuk penyesuaian arsitektur

Kolonial Belanda dengan keadaan iklim tropis basah di Indonesia antara lain

berupa:

• Bentuk bangunan dibuat ramping dan disertai dengan adanya ventilasi-

ventilasi dalam jumlah banyak, yang memungkinkan pertukaran udara

secara maksimal.

• Adanya galeri / koridor keliling sepanjang bangunan. Selain menjadi

penghubung untuk sirkulasi antar ruang-ruang yang ada dalam bangunan,

koridor ini juga berfungsi sebagai pelindung ruang-ruang tersebut dari

sengatan matahari langsung dan tempiasan air hujan pada waktu jendela

dibuka.

• Denah bangunan diusahakan menghadap arah utara-selatan untuk

menghindari sengatan sinar matahari langsung.

• Memiliki galeri keliling atau oversteak.

Page 12: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

12

• Penggunaan dormer pada bangunan. Dormer adalah sebuah jendela yang

terletak di atap.

• Penggunaan gevel (gable) pada tampak depan bangunan.

• Penggunaan tower pada bangunan.

Selama periode ini, berkembang pula beberapa gaya-gaya lain yang turut

mempengaruhi arsitektur bangunan Kolonial Belanda. Antara lain sebagai

berikut:

a) Art Noveau (1888-1905)

Merupakan gaya yang poluler di Eropa dan pada bangunan di Indonesia

telah diadaptasikan sesuai dengan gaya Belanda dan keadaan iklim tropis

basah di Indonesia. Ciri-ciri Art Noveau antara lain sebagai berikut:

• Anti historis.

• Layout mempunyai bentukan yang simetris.

• Elemen hias yang sering diaplikasikan menggunakan motif tumbuhan,

terinspirasi alam.

• Unsur dekoratif melekat pada elemen struktural bangunan seperti kolom,

railing, tangga, dan lain-lain.

• Penggunaan material kaca warna-warni juga banyak diaplikasikan pada

pintu dan jendela. Kaca warna-warni ini kemudian dikenal dengan nama

stained glass.

• Kolom berbentuk geometris, dengan aplikasi dengan bentukan garis kurva.

• Penggunaan warna-warna pastel.

• Menambahkan elemen tradisional sehingga memberi kesan lokal.

b) Art and Craft (tahun 1900-an)

• Adanya detail-detail interior yang teliti dan di ekspos.

c) Amsterdam school (1915-1930)

Mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

• Unsur dekoratif berupa garis-garis vertikal dan bentuk gelombang

(scluptural ornament).

Page 13: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

13

• Terdapat unsur-unsur pahatan pada kolom, pintu, dan jendela.

• Material yang paling banyak digunakan adalah batu bata, keramik, dan

kayu.

d) De Stijl (1917-1932)

De stijl muncul di Belanda pada tahun 1920-an. Gaya ini sering dikaitkan

dengan aliran kubisme, Ciri-ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Penggunaan bentuk-bentuk yang geometris, seperti kubus.

• Anti naturalis.

3. Sesudah tahun 1920-an

Perkembangan arsitektur dan interior Kolonial Belanda pada masa ini dibagi

menjadi 2 bagian, yaitu bentuk arsitektur Indisch dengan mengambil dasar

arsitektur tradisional setempat sebagai sumbernya. Yang kedua adalah

arsitektur modern yang mengacu pada perkembangan gaya yang sedang

berkembang pesat di Eropa dan Amerika, akan tetapi disesuaikan dengan

kondisi, teknologi, bahan, dan iklim setempat.

A. Gaya Indo-Eropa (Indo European Style / Indisch)

Bentuk arsitektur dan interior gaya ini merupakan perpaduan antara gaya

serta elemen-elemen tradisional Indonesia dengan arsitektur Kolonial

Belanda. Bentuk arsitektur ini mengambil dasar arsitektur tradisional

setempat sebagai sumbernya. Ciri-ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Elemen dekoratif banyak mengambil dari uliran tradisional setempat,

khususnya ukiran Jawa.

• Terdapat penyesuaian dengan iklim setempat, contohnya terdapatnya

galeri keliling, ventilasi silang, jalusi pada bangunan.

• Berskala tinggi sebagai wujud penyesuaian diri terhadap iklim.

• Menggunakan pilar atau kolom dalam skala yang besar.

B. Gaya Arsitektur Modern

Gaya ini mengacu pada arsitektur modern yang sedang berkembang di

Eropa, tetapi disesuaikan dengan teknologi, bahan dan iklim setempat .

Page 14: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

14

Gaya arsitektur modern yang mempengaruhi perkembangan pembangunan

di surabaya pada waktu itu adalah gaya Niewe Bouwen. Ciri-cirinya adalah

sebagai berikut:

• Volume bangunan berbentuk kubus.

• Lebih berkesan masif dan kokoh.

• Bentuk bangunan sederhana, karena keterbatasan lahan dan adaptasi

dengan lingkungan setempat.

• Skala yang digunakan lebih manusiawi, tidak terlalu tinggi.

• Detail bangunan diperhatikan, namun anti elemen ornamen.

• Dominan dengan dekorasi prismatic geometric.

• Atap datar, dan penggunaan gevel horizontal.

• Penggunaan warna putih dan warna-warna pastel yang lembut sangat

dominan.

• Penggunaan bahan-bahan hasil industri, antara lain seperti stainless

steel, kaca,beton bertulang, baja, marmer, dan sebagainya.

1.6.4. Menurut sumber elektronik: www.wikipedia.com

1.6.4.1. Art Noveau

Art Noveau secara harafiah berarti “seni yang baru”. Konsep Art Noveau

memang ingin menciptakan gaya yang benar-benar baru pada saat itu, yang belum

ada di era sebelumnya. ciri khas gaya ini adalah pemutusannya dengan segala

referensi historis. Pada gaya ini kualitas benda/fisik diutamakan. Ciri-ciri Art

Noveau antara lain sebagai berikut:

• Anti historis dan cenderung menampilkan gaya-gaya baru yang belum pernah

ada sebelumnya.

• Pemakaian elemen sulur/lekukan garis-garis yang panjang dan melingkar-

lingkar.

• Pemakaian elemen garis vertikal.

• Elemen hias yang sering diaplikasikan pada dinding, pintu, bahkan tekstil

yang digunakan seringkali menggunakan motif tumbuhan, terinspirasi alam.

Bentuk-bentuk organik seperti struktur tulang daun, bentuk kupu-kupu,

capung, floral seperti bunga matahari, bunga lili dan sebagainya. Motif yang

Page 15: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

15

paling sering digunakan pada saat itu adalah stilasi bunga, bulu merak dan

bentuk hati.

• Railing tangga berbentuk kurva dengan motif akar-akaran, tanaman air dan

lecutan cambuk (sweepslag).

• Penggunaan stained glass.

• Kolom berbentuk geometris, sehingga mudah diaplikasikan dengan bentukan

garis kurva.

• Material yang banyak digunakan adalah besi tempa, kayu, keramik, kaca,

marmer, dan wallpaper.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Nouveau

1.6.4.2. Art Deco (1920-1930)

Art Deco berkembang di Indonesia sekitar tahun 1920-an, yaitu satu

dasawarsa sebelum berakhirnya masa penjajahan Belanda di Indonesia. Tidak

seperti Art Noveau yang anti historis gaya ini bersifat ekletik. Berikut ini adalah

ciri-ciri gaya Art Deco:

• Pro historis (ekletik).

• Perpaduan antara gaya Art Noveau dan industri, sehingga dihasilkan gaya

yang mirip dengan Art Noveau tetapi lebih sederhana, lebih geometris dan

dipengaruhi oleh kubisme.

• Penggunaan bentuk yang bertingkat-tingkat atau berlapis-lapis (stepped form).

• Penggunaan bentuk lengkung pada sudut-sudut ruang dan perabotnya.

• Penggunaan material kayu yang di-vernish atau dicat glossy-lacquer.

• Ornamen berupa garis-garis yang sederhana dan simetris. Bentukannya natural

seperti motif zig zag dan segitiga. Elemen yang paling sering digunakan

adalah tiga garis horizontal memanjang.

• Penggunaan kaca-kaca yang digrafir dengan motif-motif geometris ataupun

kaca yang dilapisi enamel. Jarang menggunakan kaca yang diwarna.

• Material yang paling banyak digunakan adalah logam, kaca, cermin, dan kayu.

• Elemen dekoratif yang digunakan kebanyakan berupa sepuhan warna krom.

• Penutup lantai berbahan terrasso.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Deco

Page 16: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

16

1.6.4.3. Amsterdam school (1915-1930)

Mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

• Bentuk bangunan tidak mengikuti karakter bahan.

• Unsur dekoratif berupa garis-garis vertikal dan bentuk gelombang.

• Penggunaan plesteran dekoratif.

• Terdapat unsur-unsur pahatan pada kolom, pintu, dan jendela.

• Material yang paling banyak digunakan adalah batu bata.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Amsterdam School

1.6.4.4. De Stijl (1917-1932)

De stijl mempunyai keunikan berupa kaitannya yang sangat erat dengan

perkembangan seni rupa dan seni grafis (media) di Belanda. Gaya ini sering

dikaitkan dengan aliran kubisme, juga dengan karya dari tokoh pelukis Belanda

bernama Piet Mondrian dan seniman patung bernama Theo Van Doesburg. Dalam

bidang desain interior sendiri desainernya yang terkenal adalah Gerrit Rietveld.

Ciri-ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Penggunaan bentuk-bentuk yang geometris berupa kubus (cubic shape), dan

bentuk-bentuk yang dinamakan constructivist-scluptural form.

• Reduksi elementaris dengan mengekspos elemen dan detail konstruksi.

• Anti naturalis dan bentukan-bentukan yang abstrak.

• Permukaan dinding mulus, tanpa tekstur.

• Penggunaan warna-warna primer seperti merah, kuning, biru, putih, dan

hitam.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/De_Stijl

1.6.5. Menurut buku “Art and Craft” (Turgeon, 1997: 35-37)

Gaya Art and Craft memandang hakikat rumah sebagai tempat orang

berkumpul dan beristirahat dengan keluarga, diluar pekerjaan mereka masing-

masing. Hal ini tampak pada pengaplikasian tungku api perapian pada bagian

ruang keluarga, meskipun pada kenyataannya perapian itu tidak diperlukan.

Perapian ini ditambahkan hanya untuk menimbulkan kesan akrab pada rumah.

Ciri-ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

Page 17: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

17

• Banyak memanfaatkan kerajinan / pertukangan kayu dengan finishing warna-

warna yang hangat.

• Cat dinding ataupun wallpaper yang digunakan cenderung berwarna gelap,

mengambil warna-warna alami tanah.

• Pemberian perapian pada rumah untuk memberikan suasana akrab.

• Penggunaan perabot, rak, almari yang built-in.

• Pintu kayu menggunakan engsel besi. Letak pintu biasanya agak masuk dari

batas teras.

1.6.6. Menurut buku “Art Noveau” (Fitzgerald, 1997: 15-85)

Art Noveau sangat sulit didefinisikan karena gaya ini tersusun dari

banyak gaya lain yang berbeda-beda. Art Noveau mencerminkan sebuah

kepribadian dan ekspresi seseorang, oleh karena itu ada banyak versi mengenai

gaya ini sesuai dengan pandangan dan kepribadian penciptanya. Pada intinya gaya

ini menghadirkan hal yang lama dan mencobanya untuk menampilkan hal tersebut

secara baru. Adapun ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Biasanya menggambarkan keadaan lingkungan sekitarnya lewat permainan

garis dan motif.

• Bentukan yang dihasilkan kebanyakan merupakan pola dinamis tumbuhan

seperti pola cambukan dan spiral, bentukan lurus juga dikomposisikan

bersamaan dan saling melengkapi.

• Pola yang biasanya digunakan sebagai acuan bentuk adalah pola bunga,

tumbuhan, burung, dan pola tubuh wanita. Selain itu musik dan tarian juga

menjadi inspirasi dalam pengolahan bentuk dalam gaya ini, hal ini diwujudkan

dengan hadirnya bentukan alat-alat musik dan dinamisme tarian dalam

pengolahan motif. Pola-pola inilah yang menjadi inspirasi dalam gaya Art

Noveau, akan tetapi kebanyakan pola-pola tersebut dibuat menjadi lebih

abstrak.

• Kaya tekstur, dan tekstur ini membentuk pola yang simetris. Contoh, tekstur

yang dibentuk dari batu bata.

• Material yang sering dijumpai dalam arsitektur dan interior bergaya Art

Noveau adalah batu bata, besi, kaca patri, emas, perunggu, wall paper.

Page 18: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

18

• Material lantai yang sering diaplikasikan adalah marmer dan karpet.

• Material untuk perabot yang paling sering digunakan adalah kayu yang

difinishing transparan untuk menampilkan struktur organik kayu. Kebanyakan

perabot bergaya Art Noveau terlihat bersih dan baru.

• Elemen dekoratif yang paling banyak dijumpai dalam gaya art noveau adalah

lampu hias dari bahan besi yang difinishing emas atau silver, yang

dikombinasikan dengan material kaca. Selain itu juga dijumpai elemen

dekoratif lain seperti vas bunga, mangkuk, tempat lilin, dan patung-patung

kecil.

1.6.7. Menurut buku “Art Deco” (Kim, 1997: 17-80)

Art Deco adalah sebuah langgam gaya yag unik, yang menggabungkan

berbagai roh dan energi dalam kurun waktu permulaan abad ke-20. Bangunan

bergaya Art Deco menekankan unsur geometris, kestabilan, kecepatan dan

kesempurnaan. Gaya ini berkembang pada kurun waktu tahun 1920-an dan 1930-

an. Ciri dari gaya desain ini adalah sebagai berikut:

• Mengkombinasikan material tradisional dengan teknologi.

• Material yang umumnya digunakan adalah stainless steel, alumunium, glass

block, batu gamping, teraso, marmer, dan terakota.

• Patra yang sering muncul adalah perulangan bentuk garis lurus dan zig zag.

• Motif matahari, bunga, bentuk orang dan hewan dari jaman mesir kuno sering

diaplikasikan. Bentuk awan dan motif hewan seperti rusa, kambing, kuda,

harimau juga sering muncul. Bentukan hewan tersebut melambangkan gaya

Art Deco yang eksotis, cepat, namun halus dan rapi (Kim 1997:67).

• Penggunaan warna-warna pastel yang lembut, dan warna khas dari gaya

desain ini adalah ivory.

• Ciri khas lain yang sering muncul pada gaya ini penggunaan warna-warna

kontras, seperti hitam-putih baik pada elemen ruang, maupun pada perabot

dan elemen dekoratifnya,.

• Material interior yang sering diaplikasikan adalah kayu, khususnya lantai

parket.

Page 19: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

19

• Ruang yang bergaya Art Deco kebanyakan bernuansa hangat, baik dari warna

ruang dan perabotnya, maupun pemilihan sarana pencahayaan ruangnya.

• Detail ruang kebanyakan berupa bentuk yang dibulatkan, penekanan pada

bentukan geometris, desain yang gagah dan kokoh.

• Finishing perabot yang sering diaplikasikan adalah vernish, cat deco, silver,

krom, dan gold.

1.6.8. Menurut buku “De Stijl” (Overy, 1991: 8-200)

Merupakan sebuah gaya desain yang berkembang di Belanda pada kurun

waktu tahun 1917-an. Gaya ini melakukan perubahan bentuk-bentuk tradisional

ke dalam pola bentuk dasar yang lebih sederhana. De Stijl memadukan beberapa

elemen terpisah menjadi suatu bentuk yang tidak umum (tidak lazim). Seringkali

gaya desain ini memadukan bentuk-bentuk geometris menjadi sebuah komposisi

asimetris yang ekstrim, unik, namun menyatu. Ciri-ciri dari gaya desain ini

adalah:

• Memadukan unsur-unsur geometris secara vertikal dan horisontal, termasuk

unsur zig-zag, sehingga tercipta sebuah komposisi yang menyatu.

• Mempunyai banyak jendela pada bangunannya. De Stijl memandang jendela

sebagai unsur pembatas sekaligus penyatu antara unsur eksterior dan interior,

unsur privat dan unsur umum.

• Menggambarkan bentuk-bentuk interior yang akan datang (future).

• Produksi perabot dan elemen-elemen interior secara masal, dalam jumlah

banyak, sehingga bentukan yang dihasilkan lebih sederhana dan fungsional.

• Konstruksi yang diterapkan pada sambungan perabot sangat sederhana,

biasanya hanya menggunakan sekrup atau steel nuts; praktis, ekonomis, kuat,

dan sangat memungkinkan untuk dilakukan secara masal.

• Kolaborasi warna untuk eksterior dan interior bangunan biasanya didominasi

oleh warna-warna netral seperti hitam, putih, abu-abu muda, dan diberi aksen

warna-warna primer seperti merah, kuning, dan biru. Sering pula diaplikasikan

penggunaan warna-warna komplementer kedua seperti hijau, orange, dan

ungu.

Page 20: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

20

• Dalam bidang arsitektur bangunan dengan gaya ini lazimnya berbentuk

geometris, namun asimetris dengan atap yang rata dan umumnya bertingkat.

• Material yang biasa diaplikasikan adalah kayu, batu bata dan kaca, utamnya

kaca grafir (stained glass). Stained Glass mempunyai komposisi dari bentuk-

bentuk geometris yang didominasi oleh warna-warna primer seperti merah,

biru dan kuning.

Gaya De Stijl merupakan dasar perkembangan gaya Internasional, yang

dikenal dunia pada pertengahan yahun 1920-an. Setiap negara mengenal gaya

Internasional ini, dan mereka mempunyai istilah masing-masing untuk menyebut

gaya ini. Di Belanda aliran gaya desain ini dikenal dengan sebutan “Nieuwe

Bouwen” (New Building) (Overy, 1991: 135).

1.6.9. Menurut sumber elektronik : www.arsitekturindis.com

Pada mulanya bangunan orang-orang Belanda di Indonesia khususnya di

Jawa, bertolak dari arsitektur kolonial yang dikembangkan di Eropa. Setelah tahun

1920-an dikembangkan suatu bentuk gaya desain yang disebut dengan gaya

desain indhis, tepatnya Indische Woonhuizen atau “rumah tinggal gaya Indis atau

Hindia Timur". Sebutan Indhis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia

Belanda dalam bahasa Indonesia. Arsitektur indhis merupakan hasil percampuran

atau asimilasi dari unsur-unsur budaya Barat, terutama Belanda dengan budaya

tradisional setempat, khususnya budaya Jawa. Ciri-ciri dari arsitektur ini adalah

sebagai berikut:

• Bangunan berdinding bata dan berdiri langsung di atas tanah, tidak seperti

rumah-rumah di Indonesia pada saat itu yang umumnya didirikan dengan

konstruksi panggung. Gaya mendirikan bangunan ini lazim dipraktekkan di

Eropa yang mempunyai empat musim.

• Bangunan dibagi-bagi menjadi beberapa ruangan tanpa selasar, dan umumnya

berlantai dua.

• Terdapat serambi depan dan serambi belakang untuk melindungi bangunan

dari sengatan panas matahari, sekaligus sebagai tempat angin dapat mengalir

dengan bebas.

Page 21: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

21

Bentuk rumah bergaya Indhis sepintas tampak seperti bangunan

tradisional dengan atap berbentuk joglo limasan, pengaruh budaya Barat terlihat

pada pilar-pilar besar besar ala Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung

dipasang pada serambi depan dan pintu terletak tepat di tengah diapit dengan

jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanannya. Arsitektur Indis sebagai

manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu ditampilkan lewat

kualitas bahan, dimensi ruang yang besar, gemerlapnya cahaya, pemilihan

perabot, dan seni ukir kualitas tinggi sebagai penghias gedung

Dari segi politis, pengertian arsitektur Indhis juga dimaksud untuk

membedakan dengan bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan

oleh Pemerintah Belanda bentuk bangunan Indhis dikukuhkan sebagai gaya yang

harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat

itu

Pemerintah kolonial Belanda menjadikan arsitektur Indhis sebagai

standar dalam pembangunan gedung-gedung baik milik pemerintah maupun

swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para

pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status

sosial yang sama dengan para penguasa dan priayi.

1.6.10. Menurut Buku “Kompendium Sejarah Arsitektur” (Sumintardja,

1978: 113-148)

Ciri-ciri dari landhuizen adalah sebagai berikut:

• Adanya serambi depan yang cukup luas, seakan-akan seperti pendapa, dengan

tiang-tiang Eropa di bagian depannya.

• Bangunan tidak terlalu lebar, tetapi sangat panjang.

• Adanya sebuah gang yang samping kanan dan kirinya adalah kamar tidur.

• Pada mulanya selalu dibangun dengan 2 tingkat, tetapi karena pertimbangan

adanya gempa kemudian dibangun hanya satu tingkat. Setelah persoalan

keterbatasan lahan dan harga tanah yang semakin mahal kemudian kembali

dibangun dengan 2 tingkat.

• Bentuk yang khas adalah bagian pintu depan rumah yang selalu terbagi

menjadi dua bagian; terpotong di bagian tengah.

Page 22: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

22

• Adanya imitasi cerobong asap yang menonjol di bagian pinggir atap.

• Tanpa halaman, berjejer padat seperti di negri Belanda sendiri. Dikemudian

hari rumah-rumah tipe ini menjadi ciri rumah dan toko orang Cina di

Indonesia.

1.6.11. Menurut buku “Java Style” (Sosrowardoyo, 1997: 72-95)

Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dapat dikatakan sebagai aliran

Hybrid, dimana terjadi proses penyesuaian di antara dua budaya yaitu budaya

Belanda dan budaya tradisional Indonesia. Ciri arsitektur kolonial di Indonesia

adalah sebagai berikut:

• Adanya beranda yang ditopang oleh pilar bergaya klasik.

• Lantai yang dilapisi bahan marmer dan terakota.

• Plafon berukuran tinggi.

• Dinding beton plesteran yang biasa pula dilapisi dengan anyaman bambu.

• Atap yang lebar menutupi hingga ke bagian beranda.

• Dimensi bangunan dalam ukuran yang tinggi, sehingga bangunan dalam

berkesan kokoh dan terang.

• Pintu masuk berukuran besar dan tinggi yang diapit oleh jendela pada sisi kiri

dan kanannya, yang juga berukuran tinggi.

• Terdapat galeri tengah yang merupakan pusat bangunan.

• Perabot terbuat dari kayu dan rotan, bergaya Neo-klasik dan mayoritas terbuat

dari bahan kayu ebony.

• Dalam pembangunan rumah mengutamakan orientasi arah utara-selatan

sehingga terhindar dari pengaruh matahari pagi dan sore.

• Terdapat banyak lubang pada dinding sebagai ventilasi pada ruang.

• Penggunaan kaca grafir dan ukiran bermotif gaya Art Noveau.

1.6.12. Ringkasan Kajian Pustaka

Ringkasan kajian pustaka ini berisi tentang inti mengenai sejarah

perkembangan langgam desain Kolonial Belanda di Indonesia pada umumnya dan

di Surabaya pada khususnya. Untuk mempermudah dalam mempersepsikan

langgam desain tersebut, kesimpulan kajian pustaka akan disajikan dalam bentuk

Page 23: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

23

tabel. Tabel-tabel ini berisi tentang pernyataan mengenai karakteristik langgam

desain Kolonial Belanda yang berkembang di Indonesia pada umumnya dan di

Surabaya pada khususnya, disertai dengan gambar-gambar yang mendukung

pernyataan tersebut sehingga dapat diharapkan dapat mempermudah pembaca

dalam mempersepsikannya.

Page 24: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

24

Tabel 1.1. Ringkasan Kajian Pustaka 1. Periode Tahun 1870-1900

Gaya yang berkembang pada kurun waktu ini dikenal

dengan sebutan The Dutch Colonial. Merupakan arsitektur

yang mengadopsi bentukan Neo-Klasik. Ciri-ciri dari langgam

Kolonial Belanda pada masa ini adalah sebagai berikut:

• Berdenah simetris.

• Lebar sempit, tetapi memanjang ke belakang.

• Bangunan terdiri dari 2 lantai, dan ditutup dengan atap

perisai atau limasan bergaya Jawa.

• Lantai biasanya terbuat dari bahan marmer.

• Berdinding tebal dan plafon tinggi, sebagai bentuk

penyesuaian terhadap iklim tropis Indonesia.

• Memiliki pintu masuk yang tinggi, yang diapit oleh

sepasang atau lebih jendela krepyak yang besar, terbuat

dari kayu jati.

Gambar 1.1. Bangunan Bergaya Neo Klasik yang

dikembangkan di Indonesia Pada Pertengahan Abad ke 18. (Sumber: Tim Penyusun, 2002: 110)

Page 25: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

25

2. Periode Setelah Tahun 1900 (1900-1920)

Pada Periode ini, langgam Kolonial Belanda di

Surabaya mengalami puncak kejayaannya, dimana banyak

arsitek berpendidikan akademis yang didatangkan ke Surabaya,

selain itu bentuk arsitektur dan interior yang dikembangkan

juga sudah spesifik, disesuaikan dengan kondisi iklim dan

budaya setempat. Ciri-ciri dari langgam Kolonial Belanda pada

masa ini adalah sebagai berikut:

• Layout simetris dan diusahakan menghadap arah utara-

selatan untuk menghindari sengatan sinar matahari

langsung.

• Bentuk bangunan dibuat ramping dan memiliki galeri /

koridor keliling sepanjang bangunan yang selain menjadi

penghubung untuk sirkulasi antar ruang-ruang yang ada

dalam bangunan, juga berfungsi sebagai pelindung ruang-

ruang tersebut dari sengatan matahari langsung dan

tempiasan air hujan pada waktu jendela dibuka.

Gambar 1.2. Berbagai Macam Bentuk Dormer

(Sumber: Handinoto, 1996: 176)

Gambar 1.3. Berbagai Macam Bentuk Gavel

(Sumber: Handinoto, 1996: 167)

Page 26: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

26

Selain itu sering pula dijumpai galeri tengah yang

merupakan pusat bangunan.

• Ventilasi dalam jumlah banyak yang memungkinkan

pertukaran udara secara maksimal.

• Penggunaan dormer pada bangunan. Dormer adalah sebuah

jendela yang terletak di atap.

• Penggunaan gevel (gable) pada tampak depan bangunan.

• Penggunaan tower pada bangunan.

• Perabot terbuat dari kayu dan rotan, bergaya Neo-klasik

dan mayoritas terbuat dari bahan kayu eboni.

Gambar 1.4. Serambi dan Pilar Bergaya Eropa Pada Bangunan

Kolonial di Indonesia (Sumber: Sosrowardoyo, 1997: 90)

Gambar 1.5. Plengkung Bergaya Yunani dan Galeri Tengah

Bangunan Kolonial di Indonesia. (Sumber: Sosrowardoyo, 1997: 90)

Page 27: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

27

Selama periode ini, berkembang pula beberapa gaya-

gaya lain yang turut mempengaruhi arsitektur bangunan

Kolonial Belanda. Antara lain sebagai berikut:

a. Art Noveau

Ciri-ciri Art Noveau antara lain sebagai berikut:

• Anti Historis dan cenderung menampilkan gaya-gaya

baru yang belum pernah ada sebelumnya.

• Kolom berbentuk geometris, dengan aplikasi dengan

bentukan garis kurva

• Unsur dekoratif melekat pada elemen struktural

bangunan seperti kolom, railing tangga, dan lain-lain.

• Penggunaan stained glass.

• Material lantai yang sering diaplikasikan adalah

marmer dan karpet.

• Material untuk perabot yang paling sering digunakan

adalah kayu yang di-finishing transparan untuk

menampilkan struktur organik kayu.

Gambar 1.6. Kursi Dari Bahan Rotan dan Kayu

Khas Kolonial Belanda. (Sumber: Sosrowardoyo, 1997: 90)

Gambar 1.7. Interior Ruang Dengan Gaya Desain Art Noveau.

(Sumber: Fitzgerald, 1997: 13)

Page 28: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

28

• Material lain yang juga banyak digunakan adalah besi

tempa, keramik, kaca, batu bata, finishing emas,

perunggu, dan wall paper.

• Elemen hias yang sering diaplikasikan menggunakan

motif tumbuhan, terinspirasi alam. Bentuk-bentuk

organik seperti struktur tulang daun, bentuk kupu-kupu,

capung, floral seperti bunga matahari, bunga lili dan

sebagainya. Motif yang paling sering digunakan pada

saat itu adalah stilasi bunga, bulu merak dan bentuk

hati. Selain itu pola tubuh wanita, musik, dan tarian

juga sering diaplikasikan.

• Penggunaan warna-warna pastel.

• Menambahkan elemen tradisional sehingga memberi

kesan lokal.

• Kaya tekstur, dan tekstur ini membentuk pola yang

simetris. Contoh, tekstur yang dibentuk dari batu bata.

• Elemen dekoratif yang paling banyak dijumpai dalam

gaya art noveau adalah lampu hias dari bahan besi yang

Gambar 1.8. Kaca Patri Motif Floral Khas Art Noveau.

(Sumber: Fitzgerald, 1997: 38)

Gambar 1.9. Detail Bangunan Motif Floral Khas Art Noveau.

(Sumber: Fitzgerald, 1997: 31)

Page 29: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

29

di-finishing emas atau silver, yang dikombinasikan

dengan material kaca.

b. Art Deco

Tidak seperti Art Noveau yang anti historis gaya ini

bersifat ekletik. Berikut ini adalah ciri-ciri gaya Art Deco:

• Pro historis (ekletik).

• Mengkombinasikan material tradisional dengan

teknologi, sehingga dihasilkan suatu bentukan yang

menyerupai art noveau tetapi lebih terlihat geometris.

• Detail ruang kebanyakan berupa bentuk yang

dibulatkan, penekanan pada bentukan geometris, desain

yang gagah dan kokoh.

• Penggunaan bentuk yang bertingkat-tingkat atau

berlapis-lapis (stepped form).

• Material lantai yang umumnya digunakan adalah parket

dan karpet, selain itu juga digunakan material teraso,

marmer, dan terakota.

Gambar 1.10. Interior Bergaya Art Deco.

(Sumber: Kim, 1997: 58)

Gambar 1.11. Motif Ukiran Bernuansa Mesir Khas Art Deco.

(Sumber: Kim, 1997: 26)

Page 30: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

30

• Material yang paling banyak digunakan adalah logam,

kaca, kayu, cermin, stainless steel, alumunium, glass

block, dan batu gamping.

• Finishing perabot yang sering diaplikasikan adalah

vernish, cat deco, silver, krom, dan gold.

• Patra yang sering muncul adalah perulangan bentuk

garis lurus dan zig zag. Selain itu motif matahari,

bunga, bentuk orang dan hewan dari jaman mesir kuno

sering diaplikasikan.

• Penggunaan warna-warna pastel yang lembut, dan

warna khas dari gaya desain ini adalah ivory.

• Penggunaan kaca-kaca yang digrafir dengan motif-

motif geometris ataupun kaca yang dilapisi enamel.

Jarang menggunakan kaca yang diwarna.

Gambar 1.12. Motif Matahari Bergaya Desain Art Deco.

(Sumber: Kim, 1997: 21)

Page 31: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

31

c. De Stijl

De stijl muncul di Belanda pada tahun 1920-an. Gaya ini

sering dikaitkan dengan aliran kubisme, memadukan

bentuk-bentuk geometris menjadi sebuah komposisi

asimetris yang ekstrim, unik, namun menyatu. Gaya De

Stijl merupakan dasar perkembangan gaya Internasional,

yang dikenal dunia pada pertengahan tahun 1920-an. Ciri-

ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Penggunaan bentuk-bentuk yang geometris berupa

kubus (cubic shape), dan bentuk-bentuk yang

dinamakan constructivist-scluptural form.

• Reduksi elementaris dengan mengekspos elemen dan

detail konstruksi.

• Anti naturalis dan bentukan-bentukan yang abstrak.

• Permukaan dinding mulus, tanpa tekstur.

• Dalam bidang arsitektur bangunan dengan gaya ini

lazimnya berbentuk geometris, namun asimetris dengan

atap yang rata dan umumnya bertingkat.

Gambar 1.13. Bangunan Bergaya Desain De Stijl.

(Sumber: Overy, 1991: 91)

Gambar 1.14. Interior Bergaya Desain De Stijl.

(Sumber: Overy, 1991: 122)

Page 32: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

32

• Mempunyai banyak jendela pada bangunannya

• Produksi perabot dan elemen-elemen interior secara

masal, dalam jumlah banyak, sehingga bentukan yang

dihasilkan lebih sederhana dan fungsional.

• Konstruksi perabot sangat sederhana, biasanya hanya

menggunakan sekrup atau steel nuts.

• Warna untuk eksterior dan interior bangunan biasanya

didominasi oleh warna-warna netral seperti hitam,

putih, abu-abu muda, dan diberi aksen warna-warna

primer seperti merah, kuning, dan biru. Sering pula

diaplikasikan penggunaan warna-warna komplementer

kedua seperti hijau, orange, dan ungu.

• Material yang biasa diaplikasikan adalah kayu, batu

bata dan kaca, utamnya kaca grafir (stained glass).

Stained Glass mempunyai komposisi dari bentuk-

bentuk geometris yang didominasi oleh warna-warna

primer seperti merah, biru dan kuning.

Gambar 1.15. Kaca Grafir Geometris Bergaya De Stijl.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/De_Stijl

Page 33: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

33

d. Art and Craft

Gaya Art and Craft memandang hakikat rumah sebagai

tempat orang berkumpul dan beristirahat dengan keluarga,

diluar pekerjaan mereka masing-masing, oleh karena itulah

dalam desain sebuah ruang keluarga gaya ini seringkali

mengaplikasikan penggunaan tungku perapian, meskipun

tidak diperlukan.

Ciri-ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Banyak memanfaatkan kerajinan / pertukangan kayu

dengan finishing warna-warna yang hangat.

• Cat dinding ataupun wallpaper yang digunakan

cenderung berwarna gelap, mengambil warna-warna

alami tanah.

• Pemberian perapian pada rumah untuk memberikan

suasana akrab.

• Penggunaan perabot, rak, almari yang built-in.

• Pintu kayu menggunakan engsel besi. Letak pintu

biasanya agak masuk dari batas teras.

Gambar 1.16. Bangunan Rumah Bergaya Desain Art & Craft.

(Sumber: Turgeon, 1997: 17)

Gambar 1.17. Interior Ruang Bergaya Desain Art & Craft.

(Sumber: Turgeon, 1997: 58)

Page 34: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

34

• Diperhatikannya detail-detail interior dan di ekspos.

e. Amsterdam School

Mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

• Unsur dekoratif berupa garis-garis vertikal dan bentuk

gelombang (scluptural ornament).

• Terdapat unsur-unsur pahatan pada kolom, pintu, dan

jendela.

• Material yang paling banyak digunakan adalah batu

bata, keramik, dan kayu.

• Bentuk bangunan tidak mengikuti karakter bahan.

• Penggunaan plesteran dekoratif.

Gambar 1.18. Bangunan Bergaya The Amsterdam School

(Sumber: Handinoto, 1996: 160.

3. Periode setelah tahun 1920-an

Perkembangan arsitektur dan interior Kolonial Belanda

pada masa ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bentuk

arsitektur Indisch dengan mengambil dasar arsitektur

Page 35: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

35

tradisional setempat sebagai sumbernya. Yang kedua

adalah arsitektur modern yang mengacu pada

perkembangan gaya yang sedang berkembang pesat di

Eropa dan Amerika, akan tetapi disesuaikan dengan

kondisi, teknologi, bahan, dan iklim setempat.

Gaya Indisch atau Landhuis.

Ciri-ciri dari gaya ini adalah sebagai berikut:

• Bangunan berdinding bata dan berdiri langsung di atas

tanah, beratap genting, dinding plester, berjendela

tinggi yang dibuat dari material kayu jati, plafon dalam

skala yang tinggi, dan dibangun diatas landasan batu.

• Bangunan tidak terlalu lebar, tetapi sangat panjang.

• Bangunan dibagi-bagi menjadi beberapa ruangan tanpa

selasar, dan dibangun dengan 2 tingkat.

• Plafon berukuran tinggi.

• Elemen dekoratif banyak mengambil dari ukiran

tradisional setempat, khususnya ukiran Jawa.

Gambar 1.19. Rumah Landhuis Yang Berkembang di

Indonesia Tahun 1920-an (Sumber: Tim Penyusun, 2002: 111)

Gambar 1.20. Bentuk Main Entrance Rumah Landhuis

(Sumber: Sosrowardoyo, 1997: 112)

Page 36: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

36

• Terdapat penyesuaian dengan iklim setempat,

contohnya terdapatnya galeri keliling (serambi),

berskala tinggi , adanya ventilasi silang, dan jalusi

(jendela krepyak) pada bangunan.

• Bentuk yang khas adalah bagian pintu depan rumah

yang selalu terbagi menjadi dua bagian; terpotong di

bagian tengah.

Bentuk rumah bergaya Landhuis sepintas tampak seperti

bangunan tradisional dengan atap berbentuk joglo limasan,

pengaruh budaya Barat terlihat pada pilar-pilar besar besar

ala Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung dipasang

pada serambi depan dan pintu terletak tepat di tengah diapit

dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanannya

Gaya Arsitektur Modern

Gaya ini mengacu pada arsitektur modern yang sedang

berkembang di Eropa, tetapi disesuaikan dengan teknologi,

bahan dan iklim setempat.

Gambar 1.21. Deretan Jendela Krepyak Pada Rumah Landhuis.

(Sumber: Sosrowardoyo, 1997: 128)

Gambar 1.22. Bangunan Modern Yang Berkembang di

Surabaya Tahun 1920-an. (Sumber: Handinoto, 1996: 220)

Page 37: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

37

Setiap negara mengenal gaya Internasional ini, mereka

mempunyai istilah masing-masing untuk menyebut gaya

ini. Di Belanda aliran gaya desain ini dikenal dengan

sebutan “Nieuwe Bouwen” (New Building) (Overy, 1991:

135). Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

• Volume bangunan berbentuk kubus, Lebih berkesan

masif dan kokoh.

• Bentuk bangunan sederhana, karena keterbatasan lahan

dan adaptasi dengan lingkungan setempat.

• Skala bangunan lebih manusiawi, tidak terlalu tinggi.

• Detail bangunan diperhatikan, namun anti ornamen.

• Dominan dengan dekorasi prismatic geometric.

• Atap datar, dan penggunaan gevel horizontal.

• Penggunaan warna putih dan warna-warna pastel yang

lembut sangat dominan.

• Penggunaan bahan-bahan hasil industri, seperti

stainless steel, kaca, beton bertulang, baja, marmer, dan

sebagainya.

Gambar 1.23. Bangunan Modern Yang Berkembang di Surabaya Tahun 1920-an.

(Sumber: Sosrowardoyo, 1997: 134)

Page 38: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

38

1.7. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan

untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena tertentu, yaitu menjabarkan

fenomena gaya desain Kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Gereja

Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya. Dilihat dari jenis

penelitiannya, penelitian ini berupa penelitian studi kasus. Penelitian ini

mempelajari secara khusus karakter gaya desain Kolonial Belanda pada interior

bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya. Tujuan

dari studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara detail mengenai

gaya desain Kolonial Belanda pada interior bangunan Gereja Kristen Indonesia

cabang Pregolan Bunder Surabaya, kemudian karakter-karakter tersebut

dirangkum menjadi suatu hal yang bersifat umum.

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan karya

tulis ini adalah metode pendekatan kualitatif, yaitu suatu metode pendekatan yang

biasanya digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan tentang ciri-ciri

fenomena dengan tujuan mendeskripsikan dan memahami fenomena dari sudut

yang relevan dengan objek yang diteliti (Leedy, 1997: 104). Penelitian kualitatif

bersifat holistik artinya memandang berbagai masalah selalu dalam kesatuannya,

tidak terlepas dari kondisi yang lain yang menyatu dalam suatu konteks sehingga

suatu bagian memiliki arti secara lengkap bilamana kondisi dan posisinya

dikaitkan dengan kesatuannya (Sutopo, 2002: 41). Proses analisis pada penelitian

kualitatif dilakukan di lapangan bersamaan dengan proses pengumpulan data.

1.7.1. Teknik Sampling

Populasi adalah kumpulan orang, benda, ataupun tempat atau dengan

kata lain populasi adalah kumpulan pengukuran atau data pengamatan yang

dilakukan terhadap orang atau benda atau tempat (Wahana Computer, 2003: 9).

Populasi berkenaan dengan data, bukan dengan orangnya atau bendanya (Nazir,

1988: 327). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aspek interior Gereja

Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya. Aspek-aspek tersebut

meliputi aspek tipologi (bentuk dasar) bangunan, organisasi ruang, elemen

Page 39: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

39

pembentuk ruang (lantai, dinding, plafon, kolom), elemen transisi (pintu, jendela,

ventilasi), elemen pendukung ruang (perabot), dan elemen estetis interior gereja.

Keterangan mengenai populasi dapat dikumpulkan dengan dua cara.

Cara pertama menghitung dan menjabarkan setiap unit yang terdapat dalam

populasi tersebut. Cara ini disebut sensus atau somplete enumeration. Cara kedua

menghitung dan menjabarkan sebagian unit dari populasi saja, unit tersebut

merupakan wakil dari populasi secara keseluruhan. Teknik ini dinamakan survey

sample atau sample enumeration (Nazir, 1988: 325).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah seluruh unit yang

terdapat dalam interior bangunan gereja, sehingga dapat dikatakan bahwa

penelitian ini menggunakan metode sensus atau somplete enumeration.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data pada karya tulis ini dilakukan dengan beberapa

metode seperti berikut:

• Survey data-data literatur yang relevan dengan objek penelitian untuk dipakai

sebagai acuan dan perbandingan dalam pembahasan/analisis objek yang

diteliti. Data-data literatur dapat diperoleh dari berbagai sumber media yang

ada, baik media cetak maupun media elektronik.

• Survey dan observasi objek secara langsung di lapangan untuk mendapatkan

data-data faktual dan detail objek untuk dianalisa lebih lanjut.

• Mendokumentasi objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran mengenai

kondisi fisik objek penelitian yang ada sekarang ini.

• Wawancara secara tidak terstruktur dan tidak terfokus pada objek dengan

pihak-pihak yang terkait langsung dengan objek penelitian, misalnya pemilik

atau pemakai bangunan.

1.7.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah Teknik atau

metode deskriptif secara induktif. Teknik atau metode deskriptif adalah suatu

metode dalam pencarian fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat, dengan

Page 40: 1.1. Latar Belakang Permasalahan...Belanda dalam bidang arsitektur dan interior adalah adanya bangunan-bangunan kuno berarsitektur dan interior kolonial Belanda di beberapa daerah

Universitas Kristen Petra

40

mempelajari masalah dalam masyarakat, serta situasi tertentu, termasuk tentang

hubungan, kegiatan, sikap serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruhnya

pada suatu fenomena. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir,

1988: 63-64).

Hal yang dideskriptifkan dalam penelitian ini adalah konsep filosofis

serta elemen-elemen arsitektur dan interior Kolonial Belanda yang terdapat pada

interior bangunan Gereja Kristen Indonesia, sehingga diperoleh kajian yang jelas,

lengkap dan rinci mengenai bangunan Gereja Kristen indonesia di Pregolan Buder

Surabaya.

Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif, bukan analisis

deduktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau

menolak hipotesis yang telah disusun sebelum penelitian dimulai, tetapi abstraksi

disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama

lewat proses pengumpulan data yang dilaksanakan secara teliti (Sutopo, 2002:

39). Metode analisis data secara induktif berarti membandingkan data lapangan

yang sudah terkumpul, yang sifatnya khusus dengan data pustaka, sehingga

nantinya akan diperoleh sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Analisis data

secara induktif bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus pada sebuah objek

penelitian, untuk memperoleh sebuah kesimpulan yang bersifat umum (Wasito,

1995: 99).