Top Banner

of 20

1004405078-3-BAB II

Jul 05, 2018

Download

Documents

Baktiar Dwi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    1/20

    5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Tinjauan Mutakhir

    Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari tugas akhir ini, dimana

    pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir

    ini.

    1. Penelitian ini berjudul “Rancang Bangun Solar Tracker Dengan Sistem

    Monitoring Menggunakan Sensor  Photodiode Berbasis Arduino Mega

    2560” oleh Ade Raspawan ; Program Studi Sistem Komputer Dan

    Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Udayana ; Bali 2013. Pada

    penelitian ini membahas tentang merancang dan membangun sebuah solar

    tracker  dengan sistem monitoring menggunakan sensor   photodiode berbasis

    arduino mega 2560 yang digunakan untuk mengikuti pergerakkan matahari

    sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh sensor cahaya

    (photodiode). Pada penelitian ini dilakukan pengujian menggunakan metode

    yang dibagi menjadi dua yaitu : Pertama, perancangan perangkat keras

    (hardware) yang terdiri dari merancang perangkat elektronika dan merancang

    perangkat mekanik. Kedua, perangcangan perangkat lunak. Sehingga,

    diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Sistem solar tracker berbasis arduino dapat

    menggerakkan motor DC   gearbox sesuai pergerakkan matahari dengan

    menggunakan sembilan buah sensor cahaya yang membaca nilai intensitas

    cahaya matahari. 2) Sistem  solar tracker  berbasis arduino mega 2560 dapat

    menghasilkan tegangan optimal jika panel surya berada tegak lurus terhadap

    matahari. Panel surya akan digerakkan motor DC   gearbox ke sudut yang

    memiliki nilai intensitas cahaya tertinggi sehingga panel surya dapat berada

    tegak lurus terhadap matahari. 3)   Software monitoring pada sistem   solar 

    tracker berbasis arduino mega 2560 dapat memonitor hasil pembacaan sensor,

    pergerakkan motor, dan tegangan keluaran yang dihasilkan dari panel surya

    dari laptop tanpa harus melihat langsung pada LCD pada rangkaian. 4)

    Tegangan rata-rata yang dihasilkan solar tracker berbasis arduino mega 2560

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    2/20

    6

    adalah 7,99 volt dan tegangan rata-rata panel surya non tracker sebesar 7,35

    volt, sehingga sistem   solar tracker  berbasis arduino mega 2560 memiliki

    tegangan yang lebih optimal dibandingkan panel surya non tracker sebesar 8,7

    persen.

    2. Penelitian ini berjudul “ Rancang Bangun Sistem Tracking Panel Surya

     Berbasis Mikrokontroler Arduino” oleh Benny Prabawa; Teknik Elektro;

    Fakultas Teknik, Universitas Udayana; Bali, 2015. Pada penelitian ini

    membahas rancang bangun sistem   tracking panel surya berbasis

    mikrokontroler arduino merupakan sebuah alat yang digunakan untuk 

    mengikuti arah pergerakan matahari setiap jamnya, mulai dari terbit hingga

    terbenamnya matahari. Sistem   tracking panel surya ini akan mendeteksi

    setting waktu yang diinput oleh RTC   (Real Time Clock). Metode dalam

    pembuatan sistem ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama perancangan

    perangkat keras   (hardware) yang terdiri dari perancangan perangkat

    elektronika dan perancangan perangkat mekanik. Kedua, perancangan

    perangkat lunak   (software) pemrograman sistem   tracking menggunakan

    software arduino. Panel surya digerakkan dengan menggunakan motor servo

    yang bergerak sesuai input waktu yang diberikan oleh RTC . Pergerakan panel

    surya diatur setiap jam dengan sudut yang telah diuji sehingga posisi panel

    surya selalu tegak lurus dengan arah datangnya sinar matahari. Hasil dari

    rancang bangun sistem  tracking panel surya berbasis mikrokontroler arduino

    adalah alat yang dirancang untuk dapat mengikuti pergerakan matahari

    berdasarkan waktu.

    3. Penelitian ini berjudul “ Peningkatan Suhu Modul Dan Daya Keluaran

    Panel Surya Dengan Menggunakan Reflektor” oleh Ihsan; Jurusan Fisika;

    Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin; Makasar, 2013. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan daya output panel surya

    dengan pemasangan Reflektor. Pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap

    pengumpulan data pada panel surya tanpa reflector dan pengambilan data

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    3/20

    7

    pada panel dengan menggunakan reflector. Sudut reflector bervariasi dari 100

    hingga 800. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kondisi normal (tidak 

    mendung), penambahan reflector pada panel surya menyebabkan peningkatan

    intensitas cahaya matahari pada permukaan panel. Peningkatan suhu

    menyebabkan peningkatan intensitas modul. Kenaikan suhu modul

    menyebabkan peningkatan daya output.

    4. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50

    Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan

    Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 00,500,600,700,800”. Pada

    penelitian ini diujikan   PV module tanpa reflektor pada posisi yang

    tetap/horizontal terhadap bumi, dan pengukuran terhadap Photovoltaic module

    yang diberi reflector dengan variasi sudut 500, 60

    0, 70

    0, 80

    0. Hasil pengujian

    menunjukkan bahwa kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan daya dan

    efisiensi. Daya maksimal yang dicapai yaitu pada pengujian menggunakan

    reflektor sudut 70 derajat sebesar 53,67 Watt dengan Efisiensi 15,66% pada

    pukul 11:45 WIB (Muchammad, 2010).

    2.2 Tinjauan Pustaka

    2.2.1 Sel Surya

    Sel surya ( photovoltaic) adalah suatu alat semikonduktor yang

    menkonversi foton (cahaya) ke dalam listrik. Konversi ini disebut efek 

     photovoltaic, dengan kata lain efek   photovoltaic adalah fenomena dimana suatu

    sel photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energilistrik. Efek  photovoltaic didefinisikan sebagai suatu fenomena munculnya voltase

    listrik akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau

    cairan saat diexpose dibawah energi cahaya.

    Dalam menghasilkan energi listrik pada sel surya (energi sinar matahari

    menjadi photon) tidak tergantung pada luas bidang silikon dari panel surya.

    Secara konstan panel surya akan menghasilkan energi berkisaran kurang lebih 0,5

    volt  – maksimal 600 mV pada 2 ampere dengan kekuatan radiasi sinar matahari

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    4/20

    8

    1000 W/m2 sama dengan ‘1 sun’ akan menghasilkan arus listrik (I) sebesar sekitar 

    30 mA/cm2 per sel surya (Mintorogo,2000).

    Energi solar atau radiasi cahaya terdiri dari biasan foton-foton yang

    memiliki tingkat energi yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat energi dari foton

    cahaya inilah yang akan menentukan panjang gelombang dari spektrum cahaya.

    Foton yang terserap oleh sel PV inilah yang akan memicu timbulnya energi listrik.

    Gambar 2.1 Kontruksi Dasar Sel Surya

    Sumber : http://www.solarserver.com

    2.2.1.1 Prinsip kerja sel surya ( photovoltaic)

    Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya perpindahan

    elektron bebas di dalam suatu atom. Konduktifitas elektron atau kemampuan

    transfer elektron dari suatu material terletak pada banyaknya elektron valensi dari

    suatu material. Umumnya sel surya menggunakan material semikonduktor sebagai

    penghasil elektron bebas. Material semikonduktor adalah suatu padatan (solid )

    berupa logam, konduktifitas elektriknya juga di tentukan oleh elektron valensinya.

    Berbeda dengan logam yang konduktifitasnya menurun dengan kenaikan

    temperature material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat secara

    signifikan.

    Saat foton dari sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari atom

    semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk 

    memisahkan elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya. Elektron yang

    terlepas tersebut bermuatan negatif menjadi bebas bergerak di dalam bidang

    kristal dan berada pada daerah pita konduksi dari material semikonduktor.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    5/20

    9

    Hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan pada struktur

    kristal yang disebut dengan “hole” dengan muatan positif.

    Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif 

    bertindak sebagai donor elektron. Daerah ini disebut negatif   type (n-type).

    Sedangkan daerah semikonduktor dengan   hole, bersifat positif dan bertindak 

    sebagai penerima (acceptor ) elektron. Daerah ini disebut dengan positive type ( p-

    type). Ikatan dari kedua sisi positif dan negatif menghasilkan energi listrik internal

    yang akan mendorong elektron bebas dan   hole untuk bergerak ke arah yang

    berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan hole

    bergerak menjauhi sisi positif. Ketika (p-n)  junction ini di hubungkan dengan

    sebuah beban (lampu) maka akan tercipta sebuah arus listrik. Untuk lebih jelas

    dapat diperhatikan pada skema sederhana struktur sel surya pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.2 Susunan Lapisan Solar Cell Secara Umum

    Sumber : http://rifkymedia.wordpress.com

    Silikon adalah suatu material semikonduktor bervalensi empat.

    Keunggulan dari silikon adalah memiliki resistifitas yang sangat tinggi hingga

    300,000 Ωcm, dan ketersediaan yang banyak di alam. Namun kekurangannya

    adalah biaya produksi   silicon wafer  yang sangat tinggi. Dikarenakan untuk 

    mendapatkan performa sel surya yang baik dibutuhkan silikon dengan kemurnian

    sangat tinggi yaitu di atas 99.9 %. Untuk mengurangi biaya produksi, maka

    pengembangan dilakukan dengan meminimalisir material yang digunakan.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    6/20

    10

    2.2.1.2 Teknologi solar cell

    Unjuk kerja sel surya dalam mengkonversikan energi foton dari sinar

    matahari menjadi energi listrik tidak terlepas dari teknologi yang digunakan oleh

    sel surya itu sendiri. Teknologi yang dimaksudkan seperti jenis material yang

    digunakan sebagai bahan utama pembuatan sel surya, maupun proses/teknologi

    pembuatannya. Bahan semikonduktor jenis silikon merupakan bahan yang paling

    umum digunakan dalam pembuatan sel surya, meskipun saat ini digunakan juga

     jenis bahan seperti  cadmium telluride dan copper indium (gallium) di-selenide.

    Setiap bahan memiliki karakteristik yang unik dan memiliki pengaruh kuat

    terhadap performa sel surya, metode pabrikasi, dan dari segi biaya.

    Sel surya salah satunya terbuat dari teknologi irisan silikon (silikon

    wafers), pembuatannya dengan cara memotong/mengiris tipis silikon dari balok 

    batang silikon. Sel surya juga bisa terbuat dari teknologi film tipis biasa disebut

    thin film technologies, dimana lapisan tipis dari bahan semikonduktor diendapkan

    pada   low-cost substrates. Sel surya selanjutnya digolongkan sesuai dengan

    batasan struktur dari bahan semikonduktornya seperti,   mono-crystalline, multi-

    crystalline (poly-crystalline) atau amorphous material.

    Gambar 2.3 Kelas Teknologi Sel SuryaSumber: Solar Guide Book (IFC) 2012 P. 26

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    7/20

    11

    a. Crystalline Silikon (c-Si)

    Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah

    teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal. Teknologi ini mampu

    menghasilkan sel surya dengan efisiensi yang sangat tinggi. Teknologi crystalline

    silikon (c-Si) dibagi menjadi dua yaitu   monocrystalline dan multi-crystalline

    ( poly-crystalline).

      Monocrystalline

    Sel monocrystalline biasanya terbuat dari batang silikon tunggal berbentuk 

    silinder, yang kemudian diiris tipis menjadi bentuk   wafers dengan ketebalan

    sekitar 200-250 µm, dan pada permukaan atasnya dibuat alur-alur mikro

    (microgrooves) yang bertujuan untuk meminimalkan rugi-rugi refleksi atau

    pantulan.keunggulan utama dari jenis ini yaitu efisiensinya yang lebih baik (14-

    17%), serta lebih tahan lama (efektif hingga 20 tahun lebih penggunaan).

    Gambar 2.4 Panel Monocrystalline Silikon

    Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12

      Polycrystalline

    Polycrystalline terbuat dari batang silikon yang dihasilkan dengan cara

    dilelehkan dan dicetak oleh pipa paralel, lalu   wafers sel surya ini biasanya

    berbentuk persegi dengan ketebalan 180-300 µm.  Polycrystalline dibuat dengan

    tujuan untuk menurunkan harga produksi, sehingga memperoleh sel surya dengan

    harga yang lebih murah, namun tingkat efisiensi sel surya ini tidak lebih baik dari

     polycrystalline yaitu sebesar 12-14%.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    8/20

    12

    Gambar 2.5 Panel Polycrystalline Silikon

    Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12

    b. Lapisan tipis (thin film)

    Teknologi kedua adalah sel surya yang dibuat dengan teknologi lapisan

    tipis (thin film). Teknologi pembuatan sel surya dengan lapisan tipis ini

    dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel mengingat teknologi

    ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon jika dibandingkan

    dengan bahan baku untuk tipe  silikon wafer . Metode yang paling sering dipakai

    dalam pembuatan silikon jenis lapian tipis ini adalah dengan   plasma-enhanced 

    chemical vapor deposition (PEVCD) dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang

    dibuat dengan metode ini menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi

    kristal atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal).

    Selain menggunakan material dari silikon, sel surya lapisan tipis juga

    dibuat dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi

    seperti Cadmium Telluride (Cd Te) Amorphous Silikon (a-Si), Cadmium Sulfide

    (CdS),   Gallium Arsenide (GaAs),   Copper Indium Selenide (CIS), dan   Copper 

     Indium Gallium Selenide (CIGS). Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan

    oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar 19,5% yang berasal dari solar

    sel CIGS. Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah

    semikonduktor sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur

    sehingga menghasilkan device solar sel yang fleksibel.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    9/20

    13

    Gambar 2.6 (a) Modul surya jenis thin film, (b) struktur thin film dengan bahan CdTe-CdS

    Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12

    2.2.2 Modul Surya

    Modul surya atau Photovoltaic Module merupakan komponen PLTS yang

    tersusun dari beberapa sel surya yang dirangkai sedemikian rupa, baik dirangkai

    seri maupun paralel dengan maksud dapat menghasilkan daya listrik tertentu dan

    disusun pada satu bingkai ( frame) dan dilaminasi atau diberikan lapisan

    pelindung. Kemudian susunan dari beberapa modul surya yang terpasang

    sedemikan rupa pada penyangga disebut array. PV modul yang terangkai seri dari

    sel-sel surya ditujukan untuk meningkatkan, atau dalam hal ini dapat dikatakan

    menggabungkan tegangan (VDC) yang dihasilkan setiap selnya. Sedangkan untuk 

    arusnya dapat didesain sesuai kebutuhan dengan memperhaatikan luas permukaan

    sel.

    Gambar 2.7 Diagram hubungan antara Solar Cell, Module, Panel, dan ArraySumber: ABB QT Vol. 10 P. 9

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    10/20

    14

    2.2.2.1 Variasi dalam produksi energi modul surya

    Faktor utama yang mempengaruhi modul surya pada suatu PLTS dalam

    proses produksi energi listrik, adalah sebagai berikut:

    a. Iradiasi (besarnya intensitas sinar matahari) pada modul surya

    Pengaruh iradiasi terhadap produksi energi listrik pada panel surya dapat

    dilihat pada gambar di bawah, yang memperlihatkan fungsi peristiwa iradiasi

    terhadap kurva karakteristik tegangan (V) dan arus (I).

    Gambar 2.8 Pengaruh Iradiasi Terhadap Tegangan dan Arus Modul Surya

    Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 24

    Ketika iradiasi menurun, arus yang dihasilkan oleh modul surya akan

    menurun dengan proporsional, sedangkan variasi dari tegangan tanpa beban

    sangatlah kecil. Sebagai suatu kenyataan, efisiensi dari konversi pada modul surya

    tidak terpengaruh oleh iradiasi yang bervariasi asalkan masih dalam batas standar

    operasi dari modul surya, yang berarti bahwa efisiensi konversi adalah sama untuk 

    keduanya, baik dalam kondisi cerah begitu juga kondisi mendung, oleh karena itu

    kecilnya energi listrik yang dihasilkan modul surya saat langit dalam kondisi

    mendung dapat dijadikan acuan bukannya penurunan efisiensi melainkan

    penurunan produksi arus listrik karena iradiasi matahari yang rendah.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    11/20

    15

    Nilai output harian per modul dapat dicari bila diketahui intensitas sinar

    matahari per hari dengan menggunakan metode Charging with a charge regulator 

    yaitu, sebagai perkalian antara arus spesifikasi pada modul yang digunakan. Nilai

    output harian per modul dapat dirumuskan sebagai berikut:

    ×   ℎ ℎ   × =   / (2.1)

    Dimana:

     I spec = Arus spesifikasi pada modul

    Ph/hari = Peak hour per day

    V dasar  = Tegangan dasar yang dipakai (12 atau 24 V DC)

    Pout/hari = Output harian sebuah modul (Wh per hari pada tegangan dasar

    terpakai)

    b. Luas area modul

    Luas area dari PV sangat berpengaruh terhadap besarnya arus listrik yang

    timbul. Karena untuk jumlah   solar cell yang sama namun ukuran cell berbeda

    tentu akan didapatkan besar tegangan yang sama namun arus yang berbeda

    (diasumsikan untuk besar intensitas sinar matahari tetap). Hal ini disebabkan

    karena secara teoritis arus berbanding lurus dengan luas permukaan sel, dan

    tegangan berbanding lurus dengan jumlah sel yang terangkai seri dalam modul

    tersebut. Adapun pengaruh luas modul surya terhadap output PLTS dapatdirumuskan sebagai berikut:

    =   Ƞ   × × (2.2)

    Dimana:

    P = daya dalam watt

    S = luas modul (m2)

    F = intensitas radiasi yang diterima (watt/m2)

     Ƞ = Intensitas sel surya (%)

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    12/20

    16

    c. Jumlah modul (n)

    Jumlah modul harus disesuaikan dengan kebutuhan suplai listrik yang

    diperlukan, oleh karena itu diperlukan formula untuk menghitungnya. Dimana

    formula tersebut adalah:

    ℎℎ   × 100% ∶   /   ×  Ƞ   = (2.3)

    Dimana:

    Wh/hari = energi yang diperlukan per hari (Wh/hari)

    Pout/hari = output harian sebuah modul (Wh per hari pada tegangan

    dasar terpakai)

     Ƞbatt  = charging efisiensi dari baterai (%)

     N modul = jumlah minimum modul yang diperlukan

    d. Jenis silikon yang digunakan

    Untuk melihat perbedaan efisiensi dari tipe-tipe modul surya berdasarkan

    silikonnya, maka perlu diperhatikan bahwa perbedaan ini dibandingkan dengan

    kondisi luas permukaan modul yang sama besarnya. Jika dilihat dari efisiensinya,

    modul surya yang paling efisien adalah jenis monocrystalline silikon.

    e. Temperatur modul surya (temperature of the module)

    Kebalikan dari masalah iradiasi, ketika temperatur dari modul surya

    meningkat, arus yang diproduksi dari modul surya pada kenyataannya tetap tidak 

    mengalami perubahan, sebaliknya tegangan mengalami penurunan dan bersamaan

    dengan itu performa dari panel surya juga mengalami penurunan dalam produksi

    energi listrik.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    13/20

    17

    Gambar 2.9 Pengaruh tempertatur modul terhadap produksi energi modul surya

    Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 25

    Variasi pada tegangan tanpa beban VOC dari modul surya terhadap

    tegangan kondisi standar (STC) VOC,STC, sebagai fungsi dari temperatur operasi

    modul surya Tcell, diekspresikan dengan rumus berikut (dalam ABB, CEI 82-85):

    VOC(T) = VOC,STC – NS . β . (25-Tcel) (2.4)

    Dimana :

    β adalah koefisien variasi dari tegangan menurut temperature dan tergantung

    tipe dari modul surya (biasanya -2,2 mV/°C/sel untuk modul crystalline

    silikon dan sekitar -1,5 : -1,8 mV/°C/sel untuk modul thin film)

    NS adalah jumlah dari sel surya seri pada modul surya.

    f. Bayangan (Shading)

    Berbicara mengenai area yang digunakan oleh modul surya pada suatu

    PLTS, sebagian darinya (satu atau lebih sel) mungkin dibayangi atau terhalangi

    oleh pepohonan, daun yang jatuh, asap, kabut, awan, atau panel surya yang

    terpasang di dekatnya. Pada khasus shading ini, sel surya yang tertutupi akan

    berhenti memproduksi energi listrik dan berubah menjadi beban pasif. Sel ini akan

    berlaku seperti diode dalam kondisi memblok arus yang diproduksi oleh sel lain

    dalam hubungan seri dan akan membahayakan keseluruhan produksi dari modul

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    14/20

    18

    surya tersebut, terlebih dapat merusak modul akibat adanya panas yang berlebih.

    Dalam hal ini menghindari permasalahan yang lebih besar akibat shading pada

    suatu string, maka diantisipasi dengan penggunaan diode by-pass yang terpasang

    paralel pada masing-masing modul.

    Gambar 2.10 Pengaruh shading terhadap modul surya

    Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 25

    2.2.2.2 Penyangga dan sistem pelacak (mounting and tracking systems)

    Modul surya harus terpasang pada suatu struktur/kerangka, untuk 

    menjaganya tetap terarah pada arah yang tepat, agar lebih tersusun rapi dan

    terlindungi. Struktur pemasangan modul surya bisa pada struktur yang tetap

    ( fixed ) atau dengan sistem pelacak sinar matahari, atau biasanya disebut  tracking

    systems.

    a. Sistem penyangga tetap ( fixed mounting systems)

    Sistem pemasangan tetap ( fixed ) menjaga barisan dari modul surya pada

    sudut kemiringan yang tetap, menghadap pada suatu sudut tetap dari arah

    matahari yang telah ditentukan. Sudut kemiringan dan arah/ orientasi pada

    umumnya disesuaikan berdasarkan lokasi PLTS terpasang. Sistem ini lebih

    sederhana, murah, dan lebih sedikit perawatan daripada sistem tracking.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    15/20

    19

    b. Sistem pelacak (tracking systems)

    Sistem pelacak adalah suatu peralatan atau sistem yang digunakan untuk 

    mengarahkan panel surya atau pemantul cahaya terpusat terhadap matahari,

    sehingga dengan mengarahkan panel surya secara tepat pada posisi matahari,

    panel surya tersebut dapat memaksimalkan tegangan yang akan dihasilkannya.

    Sistem pengikut atau pelacak memiliki dua jenis pergerakan, yaitu

    pengikut matahari dengan dua arah gerak (ke arah timur-barat), dan pengikut

    matahari dengan empat arah gerak (ke arah timur-barat dan ke arah utara-selatan).

    Pengikut matahari (selanjutnya disebut   solar tracker ) yang memiliki dua arah

    gerak (timur-barat) biasanya digunakan pada daerah-daerah yang terletak di luar

    garis khatulistiwa (equinox) dan titik balik matahari (solstice). Hal ini dilakukan

    karena posisi matahari pada daerah tersebut selalu condong ke arah utara dan

    selatan. Sedangkan pengikut matahari jenis kedua yang memiliki empat arah

    gerak (timur-barat dan utara-selatan) biasanya digunakan pada daerah yang dilalui

    oleh garis khatulistiwa ata di dalam titik balik matahari. Hal ini dilakukan karena

    posisi matahari dalam setiap tahunnya bergerak condong ke arah utara maupun ke

    selatan.

    2.2.3 Analisis Potensi Energi Surya yang Ada di Indonesia

    Indonesia mempunyai intensitas radiasi matahari yang sangat berpotensi

    untuk digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dengan rata-rata

    daya radiasi matahari di Indonesia sebesar 1000 Watt/m2. Data hasil

    pengukuran intensitas radiasi tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian

    besar dilakukan oleh BPPT dan sisanya oleh BMG dari tahun 1965 hingga

    1995 ditunjukkan pada Tabel. (Irawan dan Fitrian, 2005).

    Tabel 2.1 Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia

    Sumber : BPPT dan BMG.

    Propinsi Lokasi Tahun

    pengukuran

    Posisi geografis Intensitas

    radiasi

    (Wh/m²)NAD Pidie 1990 4°15’ LS : 96°52’BT 4.097

    Sum Sel Ogan komering Ulu 1979-1981 3°10’ LS : 104°42’BT 4.951

    Lampung Kab. Lampung

    selatan

    1972-1979 4°28’ LS : 105°48’BT 5.234

    DKI Jakarta Jakarta Utara 1965-1981 6°11’ LS : 106°05’BT 4.187

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    16/20

    20

    Banten Tangerang 1980 6°07’ LS : 106°30’BT 4.324

    Lebak 1991-1995 6°11’ LS : 106°30’BT 4.446

    Jawa Barat Bogor 1980 6°11’ LS : 106°39’BT 2.558Bandung 1980 6°56’ LS : 107°38’BT 4.149

    Jawa tengah Semarang 1979-1981 6°59’ LS : 110°23’BT 5.488

    DI Jogyakarta Yogyakarta 1980 7°37’ LS : 110°01’BT 4.500

    Jawa Timur Pacitan 1980 7°18’ LS : 112°42’BT 4.300

    Kal Bar Pontianak 1991-1993 4°36’ LS : 9°11’BT 4.552

    Kal Tim Kabupaten Berau 1991-1995 0°32’ LU :

    117°52’BT

    4.172

    Kal Sel Kota Baru 1979-1981 3°27’ LU :

    114°50’BT

    4.796

    1991-1995 3°25’ LS : 114°41’BT 4.573

    Gorontalo Gorontalo 1991-1995 1°32’ LU :

    124°55’BT

    4.911

    Sul Teng Donggala 1991-1994 0°57’ LS : 120°0’BT 5.512Papua Ja yapura 1992-1994 8°37’ LS : 112°12’BT 5.720

    Bali Denpasar 1977-1979 8°40’ LS : 115°13’BT 5.263

    NTB KabupatenSumbawa

    1991-1995 9°37’ LS : 120°16’BT 5.747

    NTT Ngada 1975-1978 10°9’ LS : 123°36’BT 5.117

    Indonesia terkenal sebagai Negara tropis, Indonesia memiliki potensi

    energi surya yang cukup besar untuk menutupi kerisis energi global yang salah

    satunya berdampak pada Indonesia. Berdasarkan panasnya radiasi matahari yang

    telah dihimpun oleh BPPT, BMG dari lokasi-lokasi di Indonesia, radiasi surya di

    Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut : untuk kawasan Timur dan Barat

    Indonesia dengan distribusi penyinaran radiasi matahari di kawasan Barat

    Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2 /hari. Dapat di simpulkan bahwa potensi

    radiasi matahari di Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2 /hari dan radiasi matahari

    tersebut sangat berpotensi sebagai sumber daya energi yang tidak akan pernah

    habis untuk di pergunakan sebagai sumber energi listrik untuk Indonesiakedepannya. (DESDM,2005)

    2.2.4 Insolasi Matahari

    Intensitas radiasi sinar matahari (irradiance) yaitu daya yang dihasilkan

    oleh sinar matahari per satuan luas (W/m2). Jumlah energi yang dihasilkan oleh

    sinar matahari disebut dengan irradiation dengan satuan kWh/m2. Irradiation juga

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    17/20

    21

    bisa disebut dengan PSH ( peak sun hour ) yang dapat dicari dengan persamaan

    berikut (Messenger, 2004) .

    =   Ī . / (2.5)

    Dimana :

     Ī  = Intensitas matahari pada jam tertentu pada bulan tertentu

     Δt = Rentang waktu dimana matahari memiliki intensitas rata-rata

    harian Ī 

     IR = Intensitas matahari untuk pengujian standar PV (1000 W/m2

    )

    2.2.5 Periode Jatuh Cahaya Matahari

    Periode jatuhnya sinar matahari dalam setahun pada umumnya digunakan

    untuk mengetahui sudut jatuh sinar matahari terhadap lokasi penempatan PV

    array. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka permukaan PV array harus

    tegak lurus dengan jatuhnya sinar matahari. Mengingat poros bumi mempunyai

    kemiringan 23,45

    0

    selama mengitari matahari, maka sinar matahari tidak selalu jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa, akan tetapi pada waktu tertentu sinar

    matahari akan jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa.

    Periode jatuh sinar matahari dalam satu tahun dapat disimpulkan sebagai

    berikut (Messenger, 2004):

    a. Periode 21 Maret – 20 Juni, terjadi penyimpangan sebesar 23,450

    kearah garis

    balik utara (northern hemisphere) terhadap garis khatulistiwa.

    b. Periode 21 Juni  –  20 September, sinar matahari jatuh tepat pada garis

    khatulistiwa.

    c. Periode 21 September  –  20 Desember, terjadi penyimpangan sebesar 23,450

    kearah garis balik selatan (southern hemisphere) terhadap garis khatulistiwa.

    d. Periode 21 Desember  –  20 Maret, sinar matahari jatuh tepat pada garis

    khatulistiwa.

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    18/20

    22

    Gambar 2.11 Orbit bumi dan sudut penyimpanganSumber: http://forum.kompas.com/sains

    Untuk mendapatkan jatuh sinar matahari yang tegak lurus dengan

    permukaan PV   array, maka perlu adanya perhitungan sudut penyimpangan

     jatuhnya sinar matahari. Untuk mengetahui sudut jatuhnya sinar matahari terhadap

    permukaan bumi (α), dapat mengunakan persamaan berikut ini:

    α = 900 ± φ – δ (2.6)

    Dimana:

    δ adalah sudut penyimpangan matahari terhadap garis khatulistiwa

    a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa

    b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa

    φ adalah posisi lintang dari lokasi

    a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa

    b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa

    Tabel 2.2   Peak Hour Per Day Rata-Rata Daerah Bali (BAPPEDA, 2004)

    Bulan

    Energi matahari

    (MJ/m2)

     Peak Hour Per Day

    (h)

    21 Maret – 20 Juni 20 5,55

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    19/20

    23

    21 Juni – 20 September 15 4,16

    21September – 20 Desember 20 5,55

    21 Desember – 20 Maret 15 4,16

    Rata – Rata Peak Hour Per Day 4,85 h

    2.2.6 Produksi Energi per Tahun yang Diharapkan

    Energi listrik pada PLTS per tahunnya dapat dihasilkan tergantung dari

    ketersediaan dari radiasi matahari, orientasi dan inklinasi/kemiringan dari modul

    surya, serta efisiensi dari instalasi pada PLTS. Secara praktis untuk dapat

    mengetahui atau memprediksi energi yang dapat dihasilkan oleh suatu PLTS per

    tahunnya (Ep) untuk setiap kWp pada bidang horizontal (horizontal plane)

    digunakan rumus berikut (ABB QT Vol.10, 2010):

    = ∙  Ƞ   [   ℎ/   ] (2.7)

    Dimana:

    Ema adalah radiasi rata-rata tahunan bidang horizontal.

     Ƞ adalah efisiensi keseluruhan komponen PLTS (balance of system)

    pada sisi beban pada panel-panel (inverter, koneksi, losses karena efek 

    temperatur,   losses karena performa tidak seimbang,   losses karena

    bayangan dan radiasi matahari yang rendah,  losses karena efek pantulan,

    dll). Dimana nilai dari efisiensi ini diasumsikan dengan batasan nilai 0,75

    hingga 0,85, dianggap nilai sesuai dengan desain dan sistem yang akan

    terpasang.

    Sedangkan apabila diketahui data insulasi/radiasi rata-rata harian Emg,

    untuk menghitung perkiraan energi yang dapat dihasilkan per tahunnya untuk 

    setiap kWp dengan cara:

  • 8/16/2019 1004405078-3-BAB II

    20/20

    24

    = ∙ 365 ∙  Ƞ   [   ℎ/   ] (2.8)

    2.2.7 Inklinasi dan Orientasi Panel Surya

    Efisiensi maksimum dari panel surya akan meningkat jika sudutnya saat

    terjadi sinar matahari selalu berada pada 90°. Namun kenyataannya peristiwa dari

    radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang

    (latitude), dan seperti halnya deklinasi matahari selama setahun. Faktanya poros

    rotasi bumi adalah dengan kemiringan sekitar 23,45° terhadap bidang dari orbit

    bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit

    bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam

    derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan

    rumus berikut:

    = 90° − +   (   ℎ ℎ   ); 90° + − ( ℎ ℎ ) (2.9)

    Dimana:

    Lat adalah garis lintang (latitude) lokasi instalasi panel surya terpasang

    (dalam satuan derajat)

    δ adalah sudut dari deklinasi matahari (23,45°)

    Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka

    sudut kemiringan dari panel surya (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup

    hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari panel

    surya. Orientasi dari panel surya dapat diindikasikan dengan sudut asimut

    (azimuth angle) dalam posisi γ, pada deviasi terhadap arah optimum dari se latan

    (untuk lokasi di belahan bumi utara), atau dari utara (untuk lokasi di belahan bumi

    selatan). Nilai positif dari sudut asimut menunjukan orientasi ke barat, sebaliknya

    nilai negatif menunjukan orientasi ke timur.