8/16/2019 1004405078-3-BAB II
1/20
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari tugas akhir ini, dimana
pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir
ini.
1. Penelitian ini berjudul “Rancang Bangun Solar Tracker Dengan Sistem
Monitoring Menggunakan Sensor Photodiode Berbasis Arduino Mega
2560” oleh Ade Raspawan ; Program Studi Sistem Komputer Dan
Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Udayana ; Bali 2013. Pada
penelitian ini membahas tentang merancang dan membangun sebuah solar
tracker dengan sistem monitoring menggunakan sensor photodiode berbasis
arduino mega 2560 yang digunakan untuk mengikuti pergerakkan matahari
sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh sensor cahaya
(photodiode). Pada penelitian ini dilakukan pengujian menggunakan metode
yang dibagi menjadi dua yaitu : Pertama, perancangan perangkat keras
(hardware) yang terdiri dari merancang perangkat elektronika dan merancang
perangkat mekanik. Kedua, perangcangan perangkat lunak. Sehingga,
diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Sistem solar tracker berbasis arduino dapat
menggerakkan motor DC gearbox sesuai pergerakkan matahari dengan
menggunakan sembilan buah sensor cahaya yang membaca nilai intensitas
cahaya matahari. 2) Sistem solar tracker berbasis arduino mega 2560 dapat
menghasilkan tegangan optimal jika panel surya berada tegak lurus terhadap
matahari. Panel surya akan digerakkan motor DC gearbox ke sudut yang
memiliki nilai intensitas cahaya tertinggi sehingga panel surya dapat berada
tegak lurus terhadap matahari. 3) Software monitoring pada sistem solar
tracker berbasis arduino mega 2560 dapat memonitor hasil pembacaan sensor,
pergerakkan motor, dan tegangan keluaran yang dihasilkan dari panel surya
dari laptop tanpa harus melihat langsung pada LCD pada rangkaian. 4)
Tegangan rata-rata yang dihasilkan solar tracker berbasis arduino mega 2560
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
2/20
6
adalah 7,99 volt dan tegangan rata-rata panel surya non tracker sebesar 7,35
volt, sehingga sistem solar tracker berbasis arduino mega 2560 memiliki
tegangan yang lebih optimal dibandingkan panel surya non tracker sebesar 8,7
persen.
2. Penelitian ini berjudul “ Rancang Bangun Sistem Tracking Panel Surya
Berbasis Mikrokontroler Arduino” oleh Benny Prabawa; Teknik Elektro;
Fakultas Teknik, Universitas Udayana; Bali, 2015. Pada penelitian ini
membahas rancang bangun sistem tracking panel surya berbasis
mikrokontroler arduino merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
mengikuti arah pergerakan matahari setiap jamnya, mulai dari terbit hingga
terbenamnya matahari. Sistem tracking panel surya ini akan mendeteksi
setting waktu yang diinput oleh RTC (Real Time Clock). Metode dalam
pembuatan sistem ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama perancangan
perangkat keras (hardware) yang terdiri dari perancangan perangkat
elektronika dan perancangan perangkat mekanik. Kedua, perancangan
perangkat lunak (software) pemrograman sistem tracking menggunakan
software arduino. Panel surya digerakkan dengan menggunakan motor servo
yang bergerak sesuai input waktu yang diberikan oleh RTC . Pergerakan panel
surya diatur setiap jam dengan sudut yang telah diuji sehingga posisi panel
surya selalu tegak lurus dengan arah datangnya sinar matahari. Hasil dari
rancang bangun sistem tracking panel surya berbasis mikrokontroler arduino
adalah alat yang dirancang untuk dapat mengikuti pergerakan matahari
berdasarkan waktu.
3. Penelitian ini berjudul “ Peningkatan Suhu Modul Dan Daya Keluaran
Panel Surya Dengan Menggunakan Reflektor” oleh Ihsan; Jurusan Fisika;
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin; Makasar, 2013. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan daya output panel surya
dengan pemasangan Reflektor. Pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap
pengumpulan data pada panel surya tanpa reflector dan pengambilan data
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
3/20
7
pada panel dengan menggunakan reflector. Sudut reflector bervariasi dari 100
hingga 800. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kondisi normal (tidak
mendung), penambahan reflector pada panel surya menyebabkan peningkatan
intensitas cahaya matahari pada permukaan panel. Peningkatan suhu
menyebabkan peningkatan intensitas modul. Kenaikan suhu modul
menyebabkan peningkatan daya output.
4. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50
Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan
Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 00,500,600,700,800”. Pada
penelitian ini diujikan PV module tanpa reflektor pada posisi yang
tetap/horizontal terhadap bumi, dan pengukuran terhadap Photovoltaic module
yang diberi reflector dengan variasi sudut 500, 60
0, 70
0, 80
0. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan daya dan
efisiensi. Daya maksimal yang dicapai yaitu pada pengujian menggunakan
reflektor sudut 70 derajat sebesar 53,67 Watt dengan Efisiensi 15,66% pada
pukul 11:45 WIB (Muchammad, 2010).
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Sel Surya
Sel surya ( photovoltaic) adalah suatu alat semikonduktor yang
menkonversi foton (cahaya) ke dalam listrik. Konversi ini disebut efek
photovoltaic, dengan kata lain efek photovoltaic adalah fenomena dimana suatu
sel photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energilistrik. Efek photovoltaic didefinisikan sebagai suatu fenomena munculnya voltase
listrik akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau
cairan saat diexpose dibawah energi cahaya.
Dalam menghasilkan energi listrik pada sel surya (energi sinar matahari
menjadi photon) tidak tergantung pada luas bidang silikon dari panel surya.
Secara konstan panel surya akan menghasilkan energi berkisaran kurang lebih 0,5
volt – maksimal 600 mV pada 2 ampere dengan kekuatan radiasi sinar matahari
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
4/20
8
1000 W/m2 sama dengan ‘1 sun’ akan menghasilkan arus listrik (I) sebesar sekitar
30 mA/cm2 per sel surya (Mintorogo,2000).
Energi solar atau radiasi cahaya terdiri dari biasan foton-foton yang
memiliki tingkat energi yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat energi dari foton
cahaya inilah yang akan menentukan panjang gelombang dari spektrum cahaya.
Foton yang terserap oleh sel PV inilah yang akan memicu timbulnya energi listrik.
Gambar 2.1 Kontruksi Dasar Sel Surya
Sumber : http://www.solarserver.com
2.2.1.1 Prinsip kerja sel surya ( photovoltaic)
Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya perpindahan
elektron bebas di dalam suatu atom. Konduktifitas elektron atau kemampuan
transfer elektron dari suatu material terletak pada banyaknya elektron valensi dari
suatu material. Umumnya sel surya menggunakan material semikonduktor sebagai
penghasil elektron bebas. Material semikonduktor adalah suatu padatan (solid )
berupa logam, konduktifitas elektriknya juga di tentukan oleh elektron valensinya.
Berbeda dengan logam yang konduktifitasnya menurun dengan kenaikan
temperature material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat secara
signifikan.
Saat foton dari sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari atom
semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk
memisahkan elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya. Elektron yang
terlepas tersebut bermuatan negatif menjadi bebas bergerak di dalam bidang
kristal dan berada pada daerah pita konduksi dari material semikonduktor.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
5/20
9
Hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan pada struktur
kristal yang disebut dengan “hole” dengan muatan positif.
Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif
bertindak sebagai donor elektron. Daerah ini disebut negatif type (n-type).
Sedangkan daerah semikonduktor dengan hole, bersifat positif dan bertindak
sebagai penerima (acceptor ) elektron. Daerah ini disebut dengan positive type ( p-
type). Ikatan dari kedua sisi positif dan negatif menghasilkan energi listrik internal
yang akan mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke arah yang
berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan hole
bergerak menjauhi sisi positif. Ketika (p-n) junction ini di hubungkan dengan
sebuah beban (lampu) maka akan tercipta sebuah arus listrik. Untuk lebih jelas
dapat diperhatikan pada skema sederhana struktur sel surya pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Susunan Lapisan Solar Cell Secara Umum
Sumber : http://rifkymedia.wordpress.com
Silikon adalah suatu material semikonduktor bervalensi empat.
Keunggulan dari silikon adalah memiliki resistifitas yang sangat tinggi hingga
300,000 Ωcm, dan ketersediaan yang banyak di alam. Namun kekurangannya
adalah biaya produksi silicon wafer yang sangat tinggi. Dikarenakan untuk
mendapatkan performa sel surya yang baik dibutuhkan silikon dengan kemurnian
sangat tinggi yaitu di atas 99.9 %. Untuk mengurangi biaya produksi, maka
pengembangan dilakukan dengan meminimalisir material yang digunakan.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
6/20
10
2.2.1.2 Teknologi solar cell
Unjuk kerja sel surya dalam mengkonversikan energi foton dari sinar
matahari menjadi energi listrik tidak terlepas dari teknologi yang digunakan oleh
sel surya itu sendiri. Teknologi yang dimaksudkan seperti jenis material yang
digunakan sebagai bahan utama pembuatan sel surya, maupun proses/teknologi
pembuatannya. Bahan semikonduktor jenis silikon merupakan bahan yang paling
umum digunakan dalam pembuatan sel surya, meskipun saat ini digunakan juga
jenis bahan seperti cadmium telluride dan copper indium (gallium) di-selenide.
Setiap bahan memiliki karakteristik yang unik dan memiliki pengaruh kuat
terhadap performa sel surya, metode pabrikasi, dan dari segi biaya.
Sel surya salah satunya terbuat dari teknologi irisan silikon (silikon
wafers), pembuatannya dengan cara memotong/mengiris tipis silikon dari balok
batang silikon. Sel surya juga bisa terbuat dari teknologi film tipis biasa disebut
thin film technologies, dimana lapisan tipis dari bahan semikonduktor diendapkan
pada low-cost substrates. Sel surya selanjutnya digolongkan sesuai dengan
batasan struktur dari bahan semikonduktornya seperti, mono-crystalline, multi-
crystalline (poly-crystalline) atau amorphous material.
Gambar 2.3 Kelas Teknologi Sel SuryaSumber: Solar Guide Book (IFC) 2012 P. 26
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
7/20
11
a. Crystalline Silikon (c-Si)
Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah
teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal. Teknologi ini mampu
menghasilkan sel surya dengan efisiensi yang sangat tinggi. Teknologi crystalline
silikon (c-Si) dibagi menjadi dua yaitu monocrystalline dan multi-crystalline
( poly-crystalline).
Monocrystalline
Sel monocrystalline biasanya terbuat dari batang silikon tunggal berbentuk
silinder, yang kemudian diiris tipis menjadi bentuk wafers dengan ketebalan
sekitar 200-250 µm, dan pada permukaan atasnya dibuat alur-alur mikro
(microgrooves) yang bertujuan untuk meminimalkan rugi-rugi refleksi atau
pantulan.keunggulan utama dari jenis ini yaitu efisiensinya yang lebih baik (14-
17%), serta lebih tahan lama (efektif hingga 20 tahun lebih penggunaan).
Gambar 2.4 Panel Monocrystalline Silikon
Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12
Polycrystalline
Polycrystalline terbuat dari batang silikon yang dihasilkan dengan cara
dilelehkan dan dicetak oleh pipa paralel, lalu wafers sel surya ini biasanya
berbentuk persegi dengan ketebalan 180-300 µm. Polycrystalline dibuat dengan
tujuan untuk menurunkan harga produksi, sehingga memperoleh sel surya dengan
harga yang lebih murah, namun tingkat efisiensi sel surya ini tidak lebih baik dari
polycrystalline yaitu sebesar 12-14%.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
8/20
12
Gambar 2.5 Panel Polycrystalline Silikon
Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12
b. Lapisan tipis (thin film)
Teknologi kedua adalah sel surya yang dibuat dengan teknologi lapisan
tipis (thin film). Teknologi pembuatan sel surya dengan lapisan tipis ini
dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel mengingat teknologi
ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon jika dibandingkan
dengan bahan baku untuk tipe silikon wafer . Metode yang paling sering dipakai
dalam pembuatan silikon jenis lapian tipis ini adalah dengan plasma-enhanced
chemical vapor deposition (PEVCD) dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang
dibuat dengan metode ini menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi
kristal atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal).
Selain menggunakan material dari silikon, sel surya lapisan tipis juga
dibuat dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi
seperti Cadmium Telluride (Cd Te) Amorphous Silikon (a-Si), Cadmium Sulfide
(CdS), Gallium Arsenide (GaAs), Copper Indium Selenide (CIS), dan Copper
Indium Gallium Selenide (CIGS). Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan
oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar 19,5% yang berasal dari solar
sel CIGS. Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah
semikonduktor sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur
sehingga menghasilkan device solar sel yang fleksibel.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
9/20
13
Gambar 2.6 (a) Modul surya jenis thin film, (b) struktur thin film dengan bahan CdTe-CdS
Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12
2.2.2 Modul Surya
Modul surya atau Photovoltaic Module merupakan komponen PLTS yang
tersusun dari beberapa sel surya yang dirangkai sedemikian rupa, baik dirangkai
seri maupun paralel dengan maksud dapat menghasilkan daya listrik tertentu dan
disusun pada satu bingkai ( frame) dan dilaminasi atau diberikan lapisan
pelindung. Kemudian susunan dari beberapa modul surya yang terpasang
sedemikan rupa pada penyangga disebut array. PV modul yang terangkai seri dari
sel-sel surya ditujukan untuk meningkatkan, atau dalam hal ini dapat dikatakan
menggabungkan tegangan (VDC) yang dihasilkan setiap selnya. Sedangkan untuk
arusnya dapat didesain sesuai kebutuhan dengan memperhaatikan luas permukaan
sel.
Gambar 2.7 Diagram hubungan antara Solar Cell, Module, Panel, dan ArraySumber: ABB QT Vol. 10 P. 9
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
10/20
14
2.2.2.1 Variasi dalam produksi energi modul surya
Faktor utama yang mempengaruhi modul surya pada suatu PLTS dalam
proses produksi energi listrik, adalah sebagai berikut:
a. Iradiasi (besarnya intensitas sinar matahari) pada modul surya
Pengaruh iradiasi terhadap produksi energi listrik pada panel surya dapat
dilihat pada gambar di bawah, yang memperlihatkan fungsi peristiwa iradiasi
terhadap kurva karakteristik tegangan (V) dan arus (I).
Gambar 2.8 Pengaruh Iradiasi Terhadap Tegangan dan Arus Modul Surya
Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 24
Ketika iradiasi menurun, arus yang dihasilkan oleh modul surya akan
menurun dengan proporsional, sedangkan variasi dari tegangan tanpa beban
sangatlah kecil. Sebagai suatu kenyataan, efisiensi dari konversi pada modul surya
tidak terpengaruh oleh iradiasi yang bervariasi asalkan masih dalam batas standar
operasi dari modul surya, yang berarti bahwa efisiensi konversi adalah sama untuk
keduanya, baik dalam kondisi cerah begitu juga kondisi mendung, oleh karena itu
kecilnya energi listrik yang dihasilkan modul surya saat langit dalam kondisi
mendung dapat dijadikan acuan bukannya penurunan efisiensi melainkan
penurunan produksi arus listrik karena iradiasi matahari yang rendah.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
11/20
15
Nilai output harian per modul dapat dicari bila diketahui intensitas sinar
matahari per hari dengan menggunakan metode Charging with a charge regulator
yaitu, sebagai perkalian antara arus spesifikasi pada modul yang digunakan. Nilai
output harian per modul dapat dirumuskan sebagai berikut:
× ℎ ℎ × = / (2.1)
Dimana:
I spec = Arus spesifikasi pada modul
Ph/hari = Peak hour per day
V dasar = Tegangan dasar yang dipakai (12 atau 24 V DC)
Pout/hari = Output harian sebuah modul (Wh per hari pada tegangan dasar
terpakai)
b. Luas area modul
Luas area dari PV sangat berpengaruh terhadap besarnya arus listrik yang
timbul. Karena untuk jumlah solar cell yang sama namun ukuran cell berbeda
tentu akan didapatkan besar tegangan yang sama namun arus yang berbeda
(diasumsikan untuk besar intensitas sinar matahari tetap). Hal ini disebabkan
karena secara teoritis arus berbanding lurus dengan luas permukaan sel, dan
tegangan berbanding lurus dengan jumlah sel yang terangkai seri dalam modul
tersebut. Adapun pengaruh luas modul surya terhadap output PLTS dapatdirumuskan sebagai berikut:
= Ƞ × × (2.2)
Dimana:
P = daya dalam watt
S = luas modul (m2)
F = intensitas radiasi yang diterima (watt/m2)
Ƞ = Intensitas sel surya (%)
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
12/20
16
c. Jumlah modul (n)
Jumlah modul harus disesuaikan dengan kebutuhan suplai listrik yang
diperlukan, oleh karena itu diperlukan formula untuk menghitungnya. Dimana
formula tersebut adalah:
ℎℎ × 100% ∶ / × Ƞ = (2.3)
Dimana:
Wh/hari = energi yang diperlukan per hari (Wh/hari)
Pout/hari = output harian sebuah modul (Wh per hari pada tegangan
dasar terpakai)
Ƞbatt = charging efisiensi dari baterai (%)
N modul = jumlah minimum modul yang diperlukan
d. Jenis silikon yang digunakan
Untuk melihat perbedaan efisiensi dari tipe-tipe modul surya berdasarkan
silikonnya, maka perlu diperhatikan bahwa perbedaan ini dibandingkan dengan
kondisi luas permukaan modul yang sama besarnya. Jika dilihat dari efisiensinya,
modul surya yang paling efisien adalah jenis monocrystalline silikon.
e. Temperatur modul surya (temperature of the module)
Kebalikan dari masalah iradiasi, ketika temperatur dari modul surya
meningkat, arus yang diproduksi dari modul surya pada kenyataannya tetap tidak
mengalami perubahan, sebaliknya tegangan mengalami penurunan dan bersamaan
dengan itu performa dari panel surya juga mengalami penurunan dalam produksi
energi listrik.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
13/20
17
Gambar 2.9 Pengaruh tempertatur modul terhadap produksi energi modul surya
Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 25
Variasi pada tegangan tanpa beban VOC dari modul surya terhadap
tegangan kondisi standar (STC) VOC,STC, sebagai fungsi dari temperatur operasi
modul surya Tcell, diekspresikan dengan rumus berikut (dalam ABB, CEI 82-85):
VOC(T) = VOC,STC – NS . β . (25-Tcel) (2.4)
Dimana :
β adalah koefisien variasi dari tegangan menurut temperature dan tergantung
tipe dari modul surya (biasanya -2,2 mV/°C/sel untuk modul crystalline
silikon dan sekitar -1,5 : -1,8 mV/°C/sel untuk modul thin film)
NS adalah jumlah dari sel surya seri pada modul surya.
f. Bayangan (Shading)
Berbicara mengenai area yang digunakan oleh modul surya pada suatu
PLTS, sebagian darinya (satu atau lebih sel) mungkin dibayangi atau terhalangi
oleh pepohonan, daun yang jatuh, asap, kabut, awan, atau panel surya yang
terpasang di dekatnya. Pada khasus shading ini, sel surya yang tertutupi akan
berhenti memproduksi energi listrik dan berubah menjadi beban pasif. Sel ini akan
berlaku seperti diode dalam kondisi memblok arus yang diproduksi oleh sel lain
dalam hubungan seri dan akan membahayakan keseluruhan produksi dari modul
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
14/20
18
surya tersebut, terlebih dapat merusak modul akibat adanya panas yang berlebih.
Dalam hal ini menghindari permasalahan yang lebih besar akibat shading pada
suatu string, maka diantisipasi dengan penggunaan diode by-pass yang terpasang
paralel pada masing-masing modul.
Gambar 2.10 Pengaruh shading terhadap modul surya
Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 25
2.2.2.2 Penyangga dan sistem pelacak (mounting and tracking systems)
Modul surya harus terpasang pada suatu struktur/kerangka, untuk
menjaganya tetap terarah pada arah yang tepat, agar lebih tersusun rapi dan
terlindungi. Struktur pemasangan modul surya bisa pada struktur yang tetap
( fixed ) atau dengan sistem pelacak sinar matahari, atau biasanya disebut tracking
systems.
a. Sistem penyangga tetap ( fixed mounting systems)
Sistem pemasangan tetap ( fixed ) menjaga barisan dari modul surya pada
sudut kemiringan yang tetap, menghadap pada suatu sudut tetap dari arah
matahari yang telah ditentukan. Sudut kemiringan dan arah/ orientasi pada
umumnya disesuaikan berdasarkan lokasi PLTS terpasang. Sistem ini lebih
sederhana, murah, dan lebih sedikit perawatan daripada sistem tracking.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
15/20
19
b. Sistem pelacak (tracking systems)
Sistem pelacak adalah suatu peralatan atau sistem yang digunakan untuk
mengarahkan panel surya atau pemantul cahaya terpusat terhadap matahari,
sehingga dengan mengarahkan panel surya secara tepat pada posisi matahari,
panel surya tersebut dapat memaksimalkan tegangan yang akan dihasilkannya.
Sistem pengikut atau pelacak memiliki dua jenis pergerakan, yaitu
pengikut matahari dengan dua arah gerak (ke arah timur-barat), dan pengikut
matahari dengan empat arah gerak (ke arah timur-barat dan ke arah utara-selatan).
Pengikut matahari (selanjutnya disebut solar tracker ) yang memiliki dua arah
gerak (timur-barat) biasanya digunakan pada daerah-daerah yang terletak di luar
garis khatulistiwa (equinox) dan titik balik matahari (solstice). Hal ini dilakukan
karena posisi matahari pada daerah tersebut selalu condong ke arah utara dan
selatan. Sedangkan pengikut matahari jenis kedua yang memiliki empat arah
gerak (timur-barat dan utara-selatan) biasanya digunakan pada daerah yang dilalui
oleh garis khatulistiwa ata di dalam titik balik matahari. Hal ini dilakukan karena
posisi matahari dalam setiap tahunnya bergerak condong ke arah utara maupun ke
selatan.
2.2.3 Analisis Potensi Energi Surya yang Ada di Indonesia
Indonesia mempunyai intensitas radiasi matahari yang sangat berpotensi
untuk digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dengan rata-rata
daya radiasi matahari di Indonesia sebesar 1000 Watt/m2. Data hasil
pengukuran intensitas radiasi tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian
besar dilakukan oleh BPPT dan sisanya oleh BMG dari tahun 1965 hingga
1995 ditunjukkan pada Tabel. (Irawan dan Fitrian, 2005).
Tabel 2.1 Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia
Sumber : BPPT dan BMG.
Propinsi Lokasi Tahun
pengukuran
Posisi geografis Intensitas
radiasi
(Wh/m²)NAD Pidie 1990 4°15’ LS : 96°52’BT 4.097
Sum Sel Ogan komering Ulu 1979-1981 3°10’ LS : 104°42’BT 4.951
Lampung Kab. Lampung
selatan
1972-1979 4°28’ LS : 105°48’BT 5.234
DKI Jakarta Jakarta Utara 1965-1981 6°11’ LS : 106°05’BT 4.187
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
16/20
20
Banten Tangerang 1980 6°07’ LS : 106°30’BT 4.324
Lebak 1991-1995 6°11’ LS : 106°30’BT 4.446
Jawa Barat Bogor 1980 6°11’ LS : 106°39’BT 2.558Bandung 1980 6°56’ LS : 107°38’BT 4.149
Jawa tengah Semarang 1979-1981 6°59’ LS : 110°23’BT 5.488
DI Jogyakarta Yogyakarta 1980 7°37’ LS : 110°01’BT 4.500
Jawa Timur Pacitan 1980 7°18’ LS : 112°42’BT 4.300
Kal Bar Pontianak 1991-1993 4°36’ LS : 9°11’BT 4.552
Kal Tim Kabupaten Berau 1991-1995 0°32’ LU :
117°52’BT
4.172
Kal Sel Kota Baru 1979-1981 3°27’ LU :
114°50’BT
4.796
1991-1995 3°25’ LS : 114°41’BT 4.573
Gorontalo Gorontalo 1991-1995 1°32’ LU :
124°55’BT
4.911
Sul Teng Donggala 1991-1994 0°57’ LS : 120°0’BT 5.512Papua Ja yapura 1992-1994 8°37’ LS : 112°12’BT 5.720
Bali Denpasar 1977-1979 8°40’ LS : 115°13’BT 5.263
NTB KabupatenSumbawa
1991-1995 9°37’ LS : 120°16’BT 5.747
NTT Ngada 1975-1978 10°9’ LS : 123°36’BT 5.117
Indonesia terkenal sebagai Negara tropis, Indonesia memiliki potensi
energi surya yang cukup besar untuk menutupi kerisis energi global yang salah
satunya berdampak pada Indonesia. Berdasarkan panasnya radiasi matahari yang
telah dihimpun oleh BPPT, BMG dari lokasi-lokasi di Indonesia, radiasi surya di
Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut : untuk kawasan Timur dan Barat
Indonesia dengan distribusi penyinaran radiasi matahari di kawasan Barat
Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2 /hari. Dapat di simpulkan bahwa potensi
radiasi matahari di Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2 /hari dan radiasi matahari
tersebut sangat berpotensi sebagai sumber daya energi yang tidak akan pernah
habis untuk di pergunakan sebagai sumber energi listrik untuk Indonesiakedepannya. (DESDM,2005)
2.2.4 Insolasi Matahari
Intensitas radiasi sinar matahari (irradiance) yaitu daya yang dihasilkan
oleh sinar matahari per satuan luas (W/m2). Jumlah energi yang dihasilkan oleh
sinar matahari disebut dengan irradiation dengan satuan kWh/m2. Irradiation juga
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
17/20
21
bisa disebut dengan PSH ( peak sun hour ) yang dapat dicari dengan persamaan
berikut (Messenger, 2004) .
= Ī . / (2.5)
Dimana :
Ī = Intensitas matahari pada jam tertentu pada bulan tertentu
Δt = Rentang waktu dimana matahari memiliki intensitas rata-rata
harian Ī
IR = Intensitas matahari untuk pengujian standar PV (1000 W/m2
)
2.2.5 Periode Jatuh Cahaya Matahari
Periode jatuhnya sinar matahari dalam setahun pada umumnya digunakan
untuk mengetahui sudut jatuh sinar matahari terhadap lokasi penempatan PV
array. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka permukaan PV array harus
tegak lurus dengan jatuhnya sinar matahari. Mengingat poros bumi mempunyai
kemiringan 23,45
0
selama mengitari matahari, maka sinar matahari tidak selalu jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa, akan tetapi pada waktu tertentu sinar
matahari akan jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa.
Periode jatuh sinar matahari dalam satu tahun dapat disimpulkan sebagai
berikut (Messenger, 2004):
a. Periode 21 Maret – 20 Juni, terjadi penyimpangan sebesar 23,450
kearah garis
balik utara (northern hemisphere) terhadap garis khatulistiwa.
b. Periode 21 Juni – 20 September, sinar matahari jatuh tepat pada garis
khatulistiwa.
c. Periode 21 September – 20 Desember, terjadi penyimpangan sebesar 23,450
kearah garis balik selatan (southern hemisphere) terhadap garis khatulistiwa.
d. Periode 21 Desember – 20 Maret, sinar matahari jatuh tepat pada garis
khatulistiwa.
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
18/20
22
Gambar 2.11 Orbit bumi dan sudut penyimpanganSumber: http://forum.kompas.com/sains
Untuk mendapatkan jatuh sinar matahari yang tegak lurus dengan
permukaan PV array, maka perlu adanya perhitungan sudut penyimpangan
jatuhnya sinar matahari. Untuk mengetahui sudut jatuhnya sinar matahari terhadap
permukaan bumi (α), dapat mengunakan persamaan berikut ini:
α = 900 ± φ – δ (2.6)
Dimana:
δ adalah sudut penyimpangan matahari terhadap garis khatulistiwa
a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa
b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa
φ adalah posisi lintang dari lokasi
a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa
b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa
Tabel 2.2 Peak Hour Per Day Rata-Rata Daerah Bali (BAPPEDA, 2004)
Bulan
Energi matahari
(MJ/m2)
Peak Hour Per Day
(h)
21 Maret – 20 Juni 20 5,55
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
19/20
23
21 Juni – 20 September 15 4,16
21September – 20 Desember 20 5,55
21 Desember – 20 Maret 15 4,16
Rata – Rata Peak Hour Per Day 4,85 h
2.2.6 Produksi Energi per Tahun yang Diharapkan
Energi listrik pada PLTS per tahunnya dapat dihasilkan tergantung dari
ketersediaan dari radiasi matahari, orientasi dan inklinasi/kemiringan dari modul
surya, serta efisiensi dari instalasi pada PLTS. Secara praktis untuk dapat
mengetahui atau memprediksi energi yang dapat dihasilkan oleh suatu PLTS per
tahunnya (Ep) untuk setiap kWp pada bidang horizontal (horizontal plane)
digunakan rumus berikut (ABB QT Vol.10, 2010):
= ∙ Ƞ [ ℎ/ ] (2.7)
Dimana:
Ema adalah radiasi rata-rata tahunan bidang horizontal.
Ƞ adalah efisiensi keseluruhan komponen PLTS (balance of system)
pada sisi beban pada panel-panel (inverter, koneksi, losses karena efek
temperatur, losses karena performa tidak seimbang, losses karena
bayangan dan radiasi matahari yang rendah, losses karena efek pantulan,
dll). Dimana nilai dari efisiensi ini diasumsikan dengan batasan nilai 0,75
hingga 0,85, dianggap nilai sesuai dengan desain dan sistem yang akan
terpasang.
Sedangkan apabila diketahui data insulasi/radiasi rata-rata harian Emg,
untuk menghitung perkiraan energi yang dapat dihasilkan per tahunnya untuk
setiap kWp dengan cara:
8/16/2019 1004405078-3-BAB II
20/20
24
= ∙ 365 ∙ Ƞ [ ℎ/ ] (2.8)
2.2.7 Inklinasi dan Orientasi Panel Surya
Efisiensi maksimum dari panel surya akan meningkat jika sudutnya saat
terjadi sinar matahari selalu berada pada 90°. Namun kenyataannya peristiwa dari
radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang
(latitude), dan seperti halnya deklinasi matahari selama setahun. Faktanya poros
rotasi bumi adalah dengan kemiringan sekitar 23,45° terhadap bidang dari orbit
bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit
bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam
derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan
rumus berikut:
= 90° − + ( ℎ ℎ ); 90° + − ( ℎ ℎ ) (2.9)
Dimana:
Lat adalah garis lintang (latitude) lokasi instalasi panel surya terpasang
(dalam satuan derajat)
δ adalah sudut dari deklinasi matahari (23,45°)
Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka
sudut kemiringan dari panel surya (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup
hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari panel
surya. Orientasi dari panel surya dapat diindikasikan dengan sudut asimut
(azimuth angle) dalam posisi γ, pada deviasi terhadap arah optimum dari se latan
(untuk lokasi di belahan bumi utara), atau dari utara (untuk lokasi di belahan bumi
selatan). Nilai positif dari sudut asimut menunjukan orientasi ke barat, sebaliknya
nilai negatif menunjukan orientasi ke timur.