Top Banner
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam, 2008). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun ke atas. Secara umum proses menjadi lansia didefinisikan sebagai perubahan yang terkait dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menimbulkan menurunnya kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Nugroho, 2008). 2.1.2 Batasan Umur Lansia Lansia dapat dibedakan berdasarkan batasan umurnya masing-masing. Menurut WHO, ada empat tahap batasan umur lansia yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut Depkes RI, batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini
21

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

Dec 31, 2016

Download

Documents

dinhtuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam,

2008). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998

tentang Kesejahteraan Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang sudah

mencapai usia 60 tahun ke atas. Secara umum proses menjadi lansia didefinisikan

sebagai perubahan yang terkait dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif

dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menimbulkan menurunnya kemampuan

lansia dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Nugroho, 2008).

2.1.2 Batasan Umur Lansia

Lansia dapat dibedakan berdasarkan batasan umurnya masing-masing. Menurut

WHO, ada empat tahap batasan umur lansia yaitu usia pertengahan (middle age)

antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut usia (old)

antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Menurut Depkes RI, batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan

umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan

keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini

Page 2: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

11

(prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun,

kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko

tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut

yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat

(Maryam, 2008).

2.1.3 Perubahan pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan mental, psikososial dan

perubahan fisik (Hutapea, 2005).

1) Perubahan mental

Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan

fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan.

Perubahan mental yang terjadi pada lansia berupa munculnya sifat egosentrik

dan tamak apabila memiliki sesuatu. Lansia cenderung tetap ingin mendapat

peran di masyarakat dan apabila nanti meninggal, lansia ingin mencapai sorga

(Nugroho, 2008).

2) Perubahan sosial

Menurut Nugroho (2008), perubahan sosial yang terjadi pada lansia terjadi

karena perubahan pekerjaan seperti masa pensiun. Bila mengalami pensiun,

seseorang akan mengalami kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan

status, dan kehilangan teman untuk bersosialisasi. Sedangkan menurut Azizah

(2011), perubahan sosial yang terjadi pada lansia juga disebabkan oleh

Page 3: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

12

perubahan aspek kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan

perubahan minat dan penurunan fungsi.

3) Perubahan fisik

a. Terjadinya perubahan pada sistem indera, dimana lensa mata lansia mulai

kehilangan elastisitas dan menjadi kaku, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Pada sistem pendengaran,

mulai terjadi gangguan pada pendengaran (Nugroho, 2008).

b. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-

paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya

rasa sesak dan tekanan darah meningkat (Hutapea, 2005).

c. Perubahan pada sistem kardiovaskuler masa jantung mulai bertambah, ventrikel

kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang

karena perubahan pada jaringan ikat, konsumsi oksigen pada tingkat maksimal

berkurang sehingga kapasitas paru menurun (Azizah, 2011).

d. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh lansia menjadi

rentan terhadap alergi dan penyakit (Hutapea, 2005).

e. Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan

uterus serta terjadinya atrofi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih

dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara

berangsur-angsur (Azizah, 2011).

f. Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan

bau dan rasa mulai berkurang, kepekaan sentuhan berkurang dan pendengaran

Page 4: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

13

berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental menurun serta ingatan visual

berkurang (Hutapea, 2005).

g. Perubahan pada sistem perkemihan, pola berkemih menjadi tidak normal seperti

banyak berkemih di malam hari sehingga mengharuskan lansia pergi ke toilet

sepanjang malam. Hal ini menunjukkan kejadian inkontinensia urine meningkat

pada lansia (Azizah, 2011).

h. Terjadi perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan

metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun (Hutapea, 2005).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, hampir 80% lansia

mengalami perubahan fisik yang bersifat kronis dan mengganggu mobilitas serta

kemandirian lansia (Potter & Perry, 2005). Perubahan fisik yang paling sering terjadi

pada lansia adalah pada sistem muskuloskeletal, dimana terjadi perubahan pada

kolagen yang merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia dan

menimbulkan dampak berupa nyeri dan penurunan kemampuan otot sehingga lansia

mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011).

Penyakit yang paling sering menyebabkan disabilitas pada lansia adalah golongan

penyakit atritis (Depkes RI, 2008).

Page 5: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

14

2.2 Rheumatoid Athritis

2.2.1 Definisi Rheumatoid Athritis

Rheumatoid Athritis (RA) adalah penyakit multisistem kronik yang ditandai oleh

beragam manifestasi klinis dengan awitan penyakit umumnya pada usia antara 35 dan

40 tahun. Gambaran utama adalah sinovitis inflamatorik yang biasanya mengenai

sendi (Leveno, 2009). RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan

degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan

(Corwin, 2009).

2.2.2 Penyebab Rheumatoid Athritis

Menurut John & Johnson (2007), penyebab pasti dari RA masih belum diketahui

meskipun terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang

mengalami penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Genetik

RA dapat terjadi karena memiliki keturunan penyakit ini dalam keluarga. Namun

adanya keturunan RA dalam keluarga tidak akan meningkatkan resiko pada anak-

anak.

2. Infeksi

Beberapa tipe dari atritis terjadi akibat infeksi. Beberapa penelitian mengatakan

bahwa infeksi yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus dapat memicu respon

imun yang abnormal akan menyebabkan RA.

Page 6: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

15

3. Lingkungan

Beberapa studi menemukan bahwa perokok berat dan orang yang terpapar asap

rokok lebih mudah terkena RA daripada orang yang bukan perokok. RA juga

diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi yang bereaksi terhadap

kolagen tipe 11 dari tulang rawan sendi pasien (Sudoyo, 2007).

2.2.3 Manifestasi Klinis Rheumatoid Athritis

RA merupakan suatu penyakit yang memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh RA adalah perasaan lelah, anoreksia, berat

badan menurun, demam, poliatritis simetris yang terjadi biasanya pada sendi perifer,

kekakuan sendi pada pagi hari, peradangan sendi kronik yang menyebabkan

terjadinya erosi di tepi tulang, deformitas sendi, terdapatnya nodul-nodul rematoid

yang sering berlokasi di sendi siku dan terjadinya manifestasi ekstra-artikular dimana

RA tidak hanya menyerang sendi namun dapat menyerang organ lainnya seperti

jantung yang akan mengakibatkan terjadinya perikarditis (Price & Wilson, 2005).

Berdasarkan penelitian, 90% lansia mengeluhkan nyeri di sendi-sendi bagian jari,

pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya

merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan

sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006).

2.2.4 Patofisiologi Rheumatoid Athritis

RA merupakan penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon

imun terhadap agen pemicunya yaitu bakteri, mikoplasma atau virus yang

Page 7: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

16

menginfeksi sendi. Meskipun IgG yang memperantarai respon imun awal berhasil

menghancurkan mikroorganisme, namun tubuh cenderung membentuk antibodi lain

yaitu IgM atau IgG. Antibodi tersebut menetap di kapsul sendi sehingga akan

menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan pada sendi (Corwin, 2009).

Inflamasi awal mengenai sendi sinovial dan kemudian menjadi menebal pada sendi

atrikular kartilago. Penebalan tersebut akan menyebabkan granulasi pada persendian

yang disebut dengan pannus yang apabila panus ini menyebar akan menyebabkan

terjadinya nekrotik pada sendi. Proses inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada

sendi dan akan menimbulkan nyeri yang hebat serta deformitas (Suratun, Heryati,

Manurung, Raenah, 2008).

2.2.5 Penatalaksanaan Rheumatoid Athritis

Tujuan dari pengobatan RA adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan,

mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien, serta mencegah

dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005).

Menurut American Collage Rheumatology, penanganan RA dapat meliputi terapi

farmakologis (obat-obatan), non farmakologis (kompres panas/dingin, masase,

relaksasi dan distraksi) serta tindakan operasi (Purwoastuti, 2009). Penggunaan terapi

farmakologis yang sering diresepkan dokter pada pasien RA adalah DMARD

(Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan

Leflunomid dengan kombinasi obat anti-inflamasi atau NSAID dan kortikosteroid

dosis rendah (Arthritis Foundation, 2014).

Page 8: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

17

Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis ini juga dapat menimbulkan

berbagai macam keluhan lain seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan

dan kerusakan ginjal yang disebabkan oleh efek samping dari NSAID yang memblok

prostaglandin secara keseluruhan (WebMD, 2014). Menurut hasil penelitian

penggunaan terapi non farmakologis pada pasien RA dapat memblok dan

menurunkan impuls nyeri dan digunakan sebagai pertolongan pertama ketika nyeri

RA menyerang serta terapi non farmakologis seperti kompres panas/ dingin dan

masase dapat meningkatkan aliran darah dan mampu meredakan sensasi nyeri

(Tamsuri, 2006).

2.3 Nyeri Pada Rheumatoid Athritis

2.3.1 Definisi Nyeri Rheumatoid Athritis

Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

(Potter & Perry, 2005). Nyeri RA adalah nyeri yang dirasakan di daerah sendi dan

merupakan permasalahan utama yang paling sering terjadi dan hal yang sangat

penting untuk ditangani (Jenkins, 2011). Nyeri RA akan memberat apabila perjalanan

penyakit tidak diatasi serta akan meningkat seiring dengan ambang nyeri pasien

sendiri (Isbagio, 2006). Nyeri RA akan menimbulkan rasa tidak nyaman, keletihan

dan disabilitas pada pasien (Clair, Pisetsky, Haynes, 2004).

Page 9: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

18

2.3.2 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Berman, Snyder, Kozier, Erb (2009), penyebab terjadinya nyeri secara

umum adalah adanya trauma mekanik, trauma termal, trauma kimiawi, trauma

elektrik, neoplasma, peradangan dan faktor psikologis. Nyeri pada RA disebabkan

oleh proses peradangan (inflamasi) pada membran sinovial yang terjadi akibat

proses fagositosis yang menghasilkan enzim-enzim dalam sendi dan akan

memecahkan kolagen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial

dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang

akan menganggu gerak sendi dan menimbulkan nyeri (Jenkins, 2011).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Potter & Perry (2005), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

meliputi usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, ansietas, pengalaman

sebelumnya, efek plasebo, dukungan keluarga dan sosial, keletihan dan pola koping.

Menurut Ari (2009), terdapat dua faktor yang berperan dalam beratnya rasa nyeri

pada pasien RA yaitu beratnya penyakit dan ambang nyeri pasien. Makin berat

penyakit, maka makin bertambah pula rasa nyeri yang dirasakan pasien RA dan

apabila perjalanan penyakit dapat dihentikan (remisi), maka rasa nyeri akan

berkurang. Pasien dengan ambang nyeri yang tinggi akan merasakan nyeri ringan dan

tidak akan mengganggu aktivitasnya. Faktor lainnya yang mempengaruhi nyeri pada

Page 10: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

19

pasien RA adalah usia dan jenis kelamin. Insiden RA meningkat pada usia 40 tahun

dan lebih sering terjadi pada wanita (Price & Wilson, 2005).

2.3.4. Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Fisiologi dari setiap nyeri yang dirasakan pasien adalah sama. Reseptor nyeri adalah

organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang

berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon

hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien

dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Corwin, 2009).

Menurut Potter & Perry (2005), berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat

dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik

dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya yang berbeda-beda

inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor cutaneus

berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah

untuk dialokasi dan didefinisikan.

a. Reseptor A-δ (A-δ fiber)

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab

nyeri dihilangkan.

Page 11: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

20

b. Serabut C (C fiber)

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat

pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada

tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena

struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul

dan sulit dilokalisasi.

c. Reseptor visceral

Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan

sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap

pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan

inflamasi.

2.3.5 Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Mutaqqin (2008), karakteristik nyeri RA dapat dikaji menggunakan PQRST

yang terdiri dari :

1. Provoking Incident (faktor penyebab nyeri).

Nyeri RA dirasakan ketika sendi yang mengalami peradangan digerakkan atau

sering disebut Joint Tenderness on Moving (Mutaqqin, 2008).

Page 12: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

21

2. Quality and Quantity of Pain (kualitas dan kuantitas nyeri).

Nyeri yang dirasakan oleh pasien RA adalah nyeri dengan rasa terbakar di bagian

sendi yang mengalami pembengkakan, nyeri akan berkurang ketika sendi yang

mengalami pembengkakan diistirahatkan (Dewi, 2009).

3. Region

Nyeri RA biasanya terjadi di daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki,

jari-jari tangan dan kaki (Buffer, 2010).

4. Severuty (Scale) of Pain

Nyeri yang dialami oleh pasien RA didapatkan skala nyeri rata-rata enam

mengindikasikan nyeri sedang (Dewi, 2009).

5. Time

Nyeri pada pasien RA digolongkan menjadi nyeri kronis non malignant yang

mengindikasikan nyeri tidak bersifat responsif terhadap metode-metode

pembebasan nyeri (Prasetyo, 2010). Pada umumnya, pasien dengan RA akan

merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari, membaik pada siang hari dan

sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri RA juga akan dirasakan

lebih berat saat pasien dalam posisi duduk atau berbaring dalam jangka waktu

yang lama (Jenkins, 2011).

2.3.6 Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis

Nyeri secara umum dapat diukur dengan berbagai metode yaitu dengan menggunakan

alat pengukuran skala nyeri seperti skala nyeri numerik, deskriptif dan analog visual

Page 13: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

22

(Potter & Perry, 2005). Menurut Datak (2008), pengukuran skala nyeri dengan

menggunakan skala nyeri numerik (Numeric Rating Sace/NRS) merupakan skala

yang paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi terapeutik.

NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini,

pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. NRS merupakan skala nyeri

yang paling sering dan lebih banyak digunakan di klinik. NRS digunakan untuk

mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi teraupetik. NRS mudah

digunakan dan didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1. Skala Nyeri Numerik

(Sumber : http://www.painedu.org)

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Jenkins (2011), penatalaksanaan nyeri pada pasien RA adalah sebagai

berikut :

Tidak

nyeri

Nyeri

ringan

Nyeri

sedang

Nyeri

berat

terkontrol

Nyeri berat tidak

terkontrol

Page 14: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

23

1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan stimulasi kutaneus yang menggunakan arus listrik ringan yang

dihantarkan melalui elektroda luar dan efektif untuk mengontrol nyeri pasca

bedah serta mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (Potter &

Perry, 2005).

2. Masase

Masase merupakan teknik relaksasi dengan usapan perlahan menggunakan lotion

dan dapat memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada

pembuluh darah local sehingga mampu menurunkan nyeri pada pasien RA

(Kusyati, 2006).

3. Kompres panas/dingin

Kompres panas/ dingin dapat melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi

darah, dan mengurangi kekakuan (Alimul, 2008).

4. Distraksi

Distraksi merupakan suatu suatu tindakan pengalihan nyeri dengan memberikan

stimulus yang menyenangkan dan menyebabkan pelepasan endorphin (Potter &

Perry, 2005).

5. Aktifitas

Aktifitas fisik akan mampu melepaskan endofin dan mampu mengurangi nyeri

yang dirasakan pasien RA (Jenkins, 2011).

Page 15: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

24

6. Splinting

Splinting merupakan sebuah terapi okupasional yang bermanfaat dalam

menurunkan nyeri pada sendi ketika beraktifitas (Jenkins, 2011).

7. Obat Farmakologis

Analgesik merupakan pengobatan yang paling umum untuk mengatasi nyeri.

Terdapat tiga jenis analgesik yaitu Non- narkotik dan obat antiinflamasi

nonsteroid (NSAID), analgesic narkotik atau opiat dan obat tambahan (adjuvan)

atau koanalgesik (Potter & Perry, 2005).

8. Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan apabila pasien RA mengalami nyeri yang

menetap dan dapat mencegah pergeseran sendi (Jenkins, 2011).

2.3.8 Kompres hangat jahe

Kompres hangat merupakan terapi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa

nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya

spasme otot dan memberikan rasa hangat (Alimul, 2008). Selain itu, kompres hangat

berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah serta menstimulasi sirkulasi darah, dan

mengurangi kekakuan. Indikasi pemberian kompres hangat adalah untuk pasien yang

mengalami perut kembung, pasien yang mengalami kedinginan, pasien dengan

radang sendi, pasien yang mengalami kejang otot, pasien yang mengalami abses

ataupun hematoma (Kusmiati, 2009). Kompres hangat seringkali di kombinasikan

Page 16: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

25

dengan rempah-rempah, salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan

adalah jahe.

Secara historis, jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit

perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan obat tradisional untuk pascaoperasi

mual seperti gejala mual, kemoterapi, dan kehamilan, rheumatoid arthritis,

osteoarthritis dan nyeri sendi dan otot. Rimpangnya yang mengandung zingiberol

dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui

aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada

sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006).

Menurut Susanti (2014), sebelum dilakukan pengompresan jahe dibersihkan dan

ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dihangatkan.

Setelah itu, handuk dimasukkan ke dalam air hangat jahe dan diperas dahulu sebelum

dilakukan pengompresan. Kompres dilakukan di daerah yang mengalami nyeri.

Kompres hangat jahe dilakukan selama 10-15 menit. Menurut Utami (2005), kompres

hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas

nyeri pada pasien RA selain itu efek farmakologis pada jahe adalah memiliki rasa

pedas dan panas, berkhasiat sebagai pencahar, antiemeltik dan antirematik.

Komponen utama dari jahe adalah senyawa gingerol (Misrha, 2009).

Pengaruh kompres hangat jahe terhadap nyeri adalah sesuai dengan teori gate control

yang mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori

Page 17: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

26

A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri

melalui serabut C dan deta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi

impuls nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan

meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin,

histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang

serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis

dan ke otak dihambat (Potter & Perry, 2005).

2.3.9 Back massage

Back massage adalah suatu pijatan menggunakan sentuhan tangan di daerah

punggung dengan lotion/balsem yang dapat memberikan sensasi hangat dan

mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Intervensi back massage

difokuskan pada area punggung bagian bawah yaitu dari segmen spinal T.12 sampai

L.4. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area

yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta

menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Back massage berfungsi untuk

menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga

memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan

transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga

menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil

sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry,

2005). Sensasi hangat back massage juga dapat meningkatkan rasa nyaman. Nilai

Page 18: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

27

terapeutik yang lain dari termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan

relaksasi fisik dan psikologis pasien (Kusyati, 2006).

Back massage dilakukan sekitar 10 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal

dalam mengurangi keluhan nyeri (Tamsuri, 2006). Menurut Wijanarko & Riyadi

(2010), posisi seseorang saat akan diberikan back massage hendaknya dalam posisi

yang rileks agar bagian yang akan di massage tidak mengalami ketegangan. Posisi

yang dianjurkan adalah posisi tidur telungkup dan duduk. Posisi tidur telungkup yang

baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke

samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada

bantal, dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Lengan

diletakkan di samping badan, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Untuk posisi

duduk, punggung diposisikan tegak. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam keadaan

rileks srta tidak ada bagian tubuh yang kontraksi.

Menurut Bambang (2011), teknik back massage terdiri dari effleurage (mengusap),

petrissage (mencubit), friction (menggosok) dan tapotement (menepuk). Effleurage

merupakan tipe masase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan dan halus

dilakukan saat memulai dan mengakhiri pijatan (Berman, Snyder, Kozier, Erb,

2009). Gerakan ini bertujuan untuk meratakan minyak dan menghangatkan otot agar

lebih rileks. Effleurage dilakukan dengan telapak tangan dan jemari rapat dan

bergerak dengan kuat dari bokong menuju bahu dan gerakan lebih ringan dari bahu

menuju bokong (Sinclair, 2006). Petrissage adalah tindakan mencubit atau menjepit

Page 19: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

28

beberapa bagian kulit dengan menggunakan ujung jari (Anastasia, 2009). Tindakan

ini dilakukan secara ringan dan berirama serta bertujuan untuk memperlancar

penyaluran zat-zat dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh darah dan getah

bening (Sinclair, 2006). Friction merupakan gerakan memberi tekanan pada kulit

untuk memperlancar sirkulasi darah, mengaktifkan kelenjar kulit, menghilangkan

kerut dan memperkuat otot kulit (Bain, 2006). Gerakan terakhir adalah tapotement

yang merupakan gerakan ketukan yang berturut-turut dan cepat menggunakan bagian

samping tangan atau ujung jari. Khasiat gerakan Tapotement yaitu menyegarkan otot-

otot, melancarkan peredaran darah dan getah bening pada tempat yang diurut (Potter

&Perry, 2005).

2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan

Skala Nyeri

RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan

penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan dan dipengaruhi oleh

tiga faktor yaitu genetik, infeksi dan lingkungan (Corwin, 2009). Nyeri merupakan

keluhan utama yang dirasakan pasien RA (Yatim, 2006). Tujuan dari pengobatan RA

adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi

dan kemampuan maksimal dari pasien serta mencegah dan memperbaiki deformitas

yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005). Penatalaksanaan nyeri dibagi

menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. Selain dapat menurunkan nyeri

RA, terapi farmakologis dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti

peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal (WebMD, 2014).

Page 20: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

29

Terapi non farmakologis yang dapat diberikan pada pasien RA adalah stimulasi

kutaneus seperti kompres hangat jahe dan back massage.

Kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan

intensitas nyeri pada pasien RA (Utami, 2005). Kompres hangat jahe bekerja dalam

memvasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan suplai darah dan

oksigen ke area nyeri (Kusmiati, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Susanti (2014), dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan

Skala Nyeri Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batu Sangkar tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh

terhadap penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai

intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid dengan ρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

Back massage adalah salah satu tehnik memberikan masase pada punggung dengan

usapan secara perlahan (Kusyati, 2006). Back masase bekerja dengan cara

mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter

& Perry, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011)

dengan judul “Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik

Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil

terdapat pengaruh pemberian back massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada

lansia di wilayah Pustu Karang Asem dengan ρvalue = 0,003 (ρ < 0,05).

Page 21: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia ...

30

Dari masing-masing penelitian disimpulkan bahwa kompres hangat jahe dan back

massage efektif dalam menurunkan nyeri sehingga perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui perbedaannya.