BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Pertumbuhan Pendidikan Daaar Sistem pendidikan suatu bangsa merupakan refleksi dari kelebihan dan kekurangan budaya masyarakat itu sendi- ri, yang di dalamnya mengandung falsafah, nilai-nilai, politik, adat istiadat dan kebiasaan yang turut mewarnai kehidupan individu dalam peranan kehidupannya sebagai ang gota masyarakat. Tilaar (1990:30) mengungkapkan "Pendidik an harua dilihat aebagai aalah aatu kekuatan aoaial yang ikut memberi bentuk, corak dan arah pada kehidupan maaya- rakat maaa depan". Itulah sebabnya, pendidikan telah di- pandang sebagai salah satu hak asasi dan konstitusional. Atas dasar itu, maka sistem pendidikan nasional (SPN) juga mengandung makna hak asasi dan konstitusional. Undang- Undang Dasar 1945 Bab XII Pasal 31 menegaskan bahwa (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; (2) Pemerintah menguaahakan dan menyelenggarakan auatu aiatem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang- undang. Bertolak dari pandangan di atas, maka pihak Peme rintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
36
Embed
1. Pertumbuhan Pendidikan Daaar - repository.upi.edurepository.upi.edu/1036/4/T_ADPEN_959650_Chapter1.pdf4 titik berat pembangunan pendidikan dllakukan pada pening katan perluaaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pertumbuhan Pendidikan Daaar
Sistem pendidikan suatu bangsa merupakan refleksi
dari kelebihan dan kekurangan budaya masyarakat itu sendi-
ri, yang di dalamnya mengandung falsafah, nilai-nilai,
politik, adat istiadat dan kebiasaan yang turut mewarnai
kehidupan individu dalam peranan kehidupannya sebagai ang
Sumber: Put?at Informalsi Balitbang Depd.tkbud Jakarta (1996)
Pada pelita II terjadi perluasan dan pemerataan ke
sempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini sejalan de
ngan pertumbuhan perekonomian, stabilitas politik di dalam
negeri, dan kepercayaan luar negeri yang semakin mantap.
Pelita III yakni tahun 1979/1980 sampai tahun 1983/1984,
4
titik berat pembangunan pendidikan dllakukan pada pening
katan perluaaan pendidikan daaar dalam rangka wajib bel
ajar 6 tahun. Sebagai perwujudan program ini adalah
peningkatan jumlah guru-guru SD, dan penambahan gedung-
gedung sekolah.
Dalam Pelita IV program pembinaan pendidikan dasar,
diprioritaskan pada perluaaan keaempatan memperoleh pen
didikan di dalam dan di luar sekolah. Program ini men-
cakup penyediaan fasilitas belajar pada tingkat SD bagi
semua anak usia 7-12 tahun, melalui pembinaan SD, SDLB dan
MI (Madrasah Ibtidaiyah), serta penyelenggaraan program
paket A. Pada tahun 1986/1987 anak-anak usia 7-12 tahun
telah dianggap memperoleh pendidikan secara merata di se
luruh pelosok Indonesia.
Dalam Pelita V kebijakan pembangunan pendidikan
dasar telah Memberikan keaempatan yang lebih luaa kepada
anak uaia 6 tahun untuk memaauki SD. Hal ini dimungkinkan
karena anak usia 7-12 tahun pada dasarnya telah tertampung
di SD. Di samping itu, kebijakan diprioritaskan pula un
tuk memperluas kesempatan memperoleh pendidikan SLTP da
lam rangka merintis Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Ta
hun yang dicanangkan pada repelita VI.
Memperhatikan perkembangan pendidikan dasar selama
PJPT I seperti tersebut di atas maka dapat diungkapkan,
beberapa kemajuan yakni :
a. Pertumbuhan Kuantitas Peserta Didik
Secara kuantitas dalam kurun waktu 25 tahun, terjadi
kenaikan rata-rata jumlah peserta didik pada Sekolah
Dasar 6 tahun mencapai (APK) 48,8%, dan untuk Sekolah
Lanjutan Pertama 3 Tahun mencapai (APK) 21,49%.
b. Perkembangan Kebijakan Pendidikan
Dalam kurun waktu 25 tahun pembangunan pendidikan yang
mendapat prioritas yakni, terselenggaranya Wajib Bel
ajar 6 tahun bagi penduduk berusia 7-12 tahun yang mu-
lai dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 2 Mei
1984. Keberhasilan program Wajib belajar 6 tahun adalah
dapat meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan
bagi anak berusia 7-12 tahun untuk mengikuti pendidik
an dasar 6 tahun. Selain itu dihasilkan suatu kebijak
an nasional yang sangat mendasar yakni lahirnya Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989.
UUSPN tersebut ditindak lanjuti dengan sejumlah Per-
aturan Pemerintah (PP) yang merupakan pedoman pelak-
sanaanya.
Perkembangan di atas merupakan suatu landasan bagi
pengembangan sistem pendidikan nasional pada PJPT II,
sehingga hasil perolehan pada PJPT I yang menyangkut
pertumbuhan secara kuantitas baik sarana dan prasarana,
maupon perangkat acuan yakni perundang-undangan, dan per-
aturan yang dapat dijadikan landasan konstitusional dapat
meningkat.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun
1989 menegaskan "pendidikan diselenggarakan melalui jalur
pendidikan sekolah dan luar sekolah". Jalur pendidikan
sekolah adalah "Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan ber-
kesinambungan". Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah
meliputi "Pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan ke-
luarga dan di lingkungan masyarakat". Dengan demikian
dalam menentukan arah kebijakan pendidikan dasar, telah
dikembangkan melalui dua jalur pendidikan. UUSPN No.2 Ta
hun 1989 pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa :
"Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkansikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan danketerampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalammasyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang me-menuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan mene-ngah "
Makna dari isi ayat di atas berupa gambaran bahwa pen
didikan dasar merupakan hak asasi manusia baik sebagai
pribadi dalam mengembangkan potensinya, sebagai anggota
masyarakat, maupun sebagai warga negara dan anggota umat
manusia.
7
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan masa depan, UUSPN
No.2 Tahun 1989 menegaskan bahwa 'Pendidikan dasar merupa
kan pendidikan yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun
di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah lan-
jutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang
sederajat". Oleh karena itu Pemerintah melalui berbagai
upaya selalu memberikan perhatian terhadap pendidikan da
sar, yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Pada awal
Pelita VI yakni tanggal 2 Mei 1994 Pemerintah melalui Pre-
sien RI telah mencanangkan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun).
2. Pengelolaan Pendidikan Dasar Dan Permasalahannya
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
memiliki peranan strategis dan mendasar dalam menghasilkan
manusia yang berkualitas. Pada jenjang pendidikan dasar
inilah kemampuan dan keterampilan dasar dikuasai peserta
didik. Hal ini akan merupakan bekal untuk pendidikannya
lebih lanjut dan untuk menempuh kehidupannya di masyara
kat. Oleh sebab itu diperlukan suatu pendekatan pengeDo-
laan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan,
yang dilandasi oleh konsepsi administrasi pendidikan dan
dilaksanakan secara baik.
8
Penyelenggaraan pendidikan dasar dituntut mampu me-
ngelola segala potensi sumber daya internal dan eksternal,
yang pada dasarnya meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan, serta pengaturan sumber-sumber daya yang ada.
Dalam UUSPN No.2 Tahun 1989 dijelaskan bahwa, "Penyeleng
garaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
orang tua, masyarakat dan pemerintah". Oleh karena itu
untuk mengatur tanggung jawab termaksud, maka telah di-
terbitkan PP.No.39 Tahun 1992, tentang Peranserta Masya
rakat Dalam Pendidikan Nasional. Bab II pasal 2 dari PP
tersebut menegaskan bahwa "Peranserta masyarakat berfungsi
ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembang
kan pendidikan nasional". Dalam pasal 3 dari PP yang sama
ditegaskan bahwa "Peranserta masyarakat bertujuan mendaya-
gunakan kemampuan yang ada pada masyarakat bagi pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Namun demikian dalam konteks pengelolaan pendidikan
dasar, masih mempunyai persoalan dasar, yakni adanya dua
instansi yang terkait secara hirarkhi struktur kelembagaan
khususnya mengenai pendidikan dasar 6 tahun. Hal ini ber-
kaitan dengan PP.No.58 Tahun 1951 dan PP. No.28 Tahun
1990, tentang komponen-komponen pengelolaan Sekolah Dasar
menunjukkan sepertinya terdapat persamaan berkenaan dengan
9
adanya pengelolaan sumber-sumber. Walaupun secara distri-
busi sangat jelas akan tetapi terkadang timbul tumpang
tindih garapan. Salah satu contoh pengelolaan SDM tenaga
kependidikan sering berbeda kepentingan, sehingga dapat
mengurangi efektivitas dan efisiensi pelayanan. Sedangkan
untuk SLTP pengelolaanya dilaksanakan oleh Departemen Pen
didikan dan Kebudayaan, melalui Kantor Wilayah Depdikbud.
TABEL 2
KETERKAITAN PERATURAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN
Komponen-Komponen PP.No.58/1951 PP. No .28/1990
PenyelenggaraanPendidikan SD 6 Th Pusat Daerah Pusat Daerah
1.Tenaga Kependidikana. Pengadaan V V -
b. Pendayagunaan V V -
c. Pengembangan V V —
2.Pengadaan Saranaa. Tanah V - V
b. Gedung V - V
c. Alat Pendidikan V V -
3.Dana V V V
Sumber: Dokumentasi Depdikbud Jakarta (1996)
Selain itu untuk pendidikan dasar 6 tahun, dan SLTP
3 Tahun yang dikelola secara khusus oleh Departemen Agama
R.I, yakni MI dan MTs.
Untuk penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 Tahun, tentu-
nya diperlukan suatu koordinasi, sebab dalam pengelolaan
10
program yang bersifat nasional keadaannya lebih kompleks.
Salah satu pendekatan dalam administrasi adalah perlu
keterpaduan yang didasarkan kepada norma dan keadaan yang
berlaku, dalam berbagai dimensi; pemerintah, swasta, peng-
usaha, tenaga kerja, pendidik, limuwan, politikus, ulama
dan sektor lainnya. Atas dasar itu diperlukan adanya ke
terpaduan pemikiran dan lain sebagainya dalam proses pe-
rencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Tanpa adanya sua
tu koordinasi maka administrasi atau manajemen tidak akan
berfungsi dengan baik (Terry, 1962). Oleh karena itu, sa
ngat tepat upaya pemerintah mengatur kepentingan tersebut
melalui PP.No.6 Tahun 1988. Salah satu pasalnya menjelas-
kan tentang makna koordinasi, ialah :
Ada tiga macaw koordinasi, yakni koordinasi fungai-onal, koordinasi instanslonal, dan koordinasi teri-torial.
Koordinasi fungslonal yaitu koordinasi antara dua ataulebih instanai yang mempunyai program yang berkaitanerat.
Koordinasi Instanslonal yaitu koordinasi terhadap beberapa Instansi mengenai satu urusan tertentu yangbersangkutan.
Koordinasi teritorial yaitu koordinasi terhadap duaatau lebih variabel wilayah dengan program tertentu.
Acuan dasar termaksud merupakan landasan untuk ditindak
lanjuti.
11
Salah satu wujud pelaksanaan tindak lanjut yaitu Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1994 tentang pelaksanaan Wajar Dik
das 9 tahun, yang disusul oleh Keputusan Menteri Koordina-
tor Bidang Kesra No.18/Kep/Menko/Kesra/X/1994. Dalam
keputusan ini disebutkan bahwa "Pelaksanaan koordinasi
Wajar Dikdas 9 Tahun dilaksanakan oleh Tim Koordinasi ".
Tim koordinasi Wajar Dikdas 9 Tahun yang dibentuk
mulai dari tingkat pusat sampai wilayah, terdiri dari ber
bagai instansi terkait dengan Departemen Pendidikan se
bagai leading sector. Melaksanakan program, tentunya di
perlukan suatu komunikasi, interaksi, serta peranserta
secara teratur dan diperlukan suatu iklim organisasi yang
sehat.
Sebagai gambaran hasil perolehan program Wajar Dik
das 9 tahun, sejak perintisan tahun 1993/1994 sampai de
ngan 1996/1997, di propinsi Jawa Barat menggunakan salah
satu tolok ukur keberhasilan, Yaitu Angka Pertisipasi
penduduk usia 13 sampai 15 tahun di SLTP/sederajat. Hal
ini dikenal sebagai Angka Partisipasi Kasar (APK/GEE)
dan Angka Partisipasi Murni (APM/NER). Untuk lebih jelas-
nya dari hasil studi pendahuluan dapat diungkapkan in-
formasi di bawah ini.
12
: Perkembangan Secara Urnum Haiar. Dikdas 9. Tahun
Perkembangan penduduk usia 7-12 dan 13 - 15 tahun berda-
sarkan data statistik, dilihat dari populasi, enrolment, dan
APK/APM secara umum pada posisi Nasional, Propinsi Jawa Barat
dan Kotamadya Bandung.
TABEL 3
PERKEMBANGAN HASIL PENUNTASAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUNPERIODE 1993/1994 SAMPAI DENGAN 1996/1997
NO KEADAAN TAHUN NASIONAL PROP.JABAR KDY.BANDUNG
1 Populasi Usia 93/94 24.685.932 4.934.984 270.038
Bagaimana memberdayakanTim Koordinasi Wajar Dikdas dalam upaya meningkatkan peranserta masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas9 Tahun di KotamadyaBandung
34
V
TIM KOORDINASI WAJAR DIKDAS9 TAHUN TK II KOTAMADYA BANDUNGPENANGGUNG JAWAB KOORDINASIKETUA PELAKSANA PENYELENGGARASEKRETARIAT
Kelompok Pendataan dan PemetaanKelompok Penyuluhan dan PublikasiKelompok Pemantauan dan EvaluasiKelompok Penerapan Pola Wajar
MITRA YANG BERPOTENSI(MASYARAKAT)
Pengusaha Industri/Per-dagangan/Pengembang Pe-rumahan/Parawisata dan
Media Massa, LSM, BP3MUI, MPS dan Tokoh Masyarakat
> FORUM KOMUNIKASI
tPENGELOLAAN DIKDAS
9 TAHUN
TJALUR SEKOLAH
SD/MI/SLTP/MTS
T
1/JALUR LUAR SEKOLAH
PAKET A DAN EX
Pemerataan Kesempatan Pendidikan Dasar:Keterkaitan Dengan Kebutuhan Hidup/Ma-syarakat: Kualitas & Efisiensi Prosesdan Luaran
Gambar 1. Paradigma Penelitian
35
G. Sistematika Penulisan Tesis
Laporan penelitian ini disusun dengan sistematika
sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan meliputi, latar belakang masalah, pe-
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendekatan
penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II. Pelaksanaan Kebijakan Penuntasan Penyelenggaraan
Wajar Dikdas 9 Tahun di Lingkungan Kandep Depdikbud Kota
madya Bandung. Bagian Pertama: Tinjauan Teoritis. Meli