MENUMBUHKAN NILAI-NILAI EDUKASIOleh:Muhammad ZainiSenin, 01 Juni
201500:05
Muhammad ZainiProses kegiatan pendidikan merupakan kekayaan
nilai yang tiada tara. Guru dan peserta didik bersatu padu dalam
proses interaksi menumbuhkan nilai-nilai edukatif. Peran keduanya
tak terpisahkan. Guru harus menyadari bahwa proses didik yang
berlangsung dalam rentang waktu bertahun-tahun sesungguhnya bagian
dari proses pengembangan kuwalitas dirinya untuk tumbuh semakin
lebih baik. Tak terasa seiring waktu guru melakukan proses
pembelajaran bersama peserta didik yang mempunyai sisi keunikan
sangat beragam. Dengan keunikan itu, guru dapat menimba banyak
pengalaman, metode dan ilmu, karena kesabaran dan ketekunannya
menyelami dunia ilmu, keunikan serta menghadapi tantangan yang
terus mengalir tanpa henti. Guru giat melakukan peningkatan
kualitas diri, karena kondisi peserta didik yang selalu
mendorongnya untuk selalu belajar. Kenyataan ini jika dimaknai
secara mendalam,maka kehadiran peserta didik adalah sebuah anugerah
besar, apapun keberadaan mereka, karena mereka telah hadir menjadi
bagian dari perjalanan hidup sang guru.Demikian juga peserta didik,
sekecil apapun peran guru adalah sangat bermakna. Guru yang
hari-harinya selalu membimbing dan mendampingi tidak dapat
dilupakan begitu saja. Sejatinya setiap guru berhati mulia, dengan
keinginan dan cita-cita hendak menjadikan peserta didiknya lebih
baik dan berkhidupan mulia. Walaupun guru terkadang dalam praktik
proses belajar-mengajar melakukan sedikit kesalahan, tetapi
sesungguhnya spirit dan niatnya tetap dalam koridor mendidik agar
dapat mengantar peserta didik meraih sukses di masa depan. Saya
menyaksikan peserta didik SMP Muhammadiyah 1 Pasuruan yang
baru-baru ini telah sukses melaksanakan prosesi wisuda penuh
khidmat. Mereka menggunakan pakaian rapi, tertata dan teratur serta
terlihat taat mengikuti proses wisuda. Semua guru pun terlihat
mempunyai injeksi semangat melebihi hari-hari biasanya. Satu malam
suntuk guru-guru mempersiapkan tempat dan rangkaian acara agar
prosesi wisuda menjadi persembahan terbaik di akhir studi peserta
didik.Saya sebagai pendatang baru di Kota Pasuruan yang diberi
amanah perintisan Pondok PesantrenS-PEAM, turut diajak urun-rembuk
untuk menyiapkan seremonial acara. Saya hanya memberikan satu
usulan bahwa penganugerahan prestasi tidak hanya diberikan kepada
mereka yang berprestasi akademik, tetapi prestasi-prestasi
non-akademik pun harus diperhatikan. Prestasi-prestasi itu dapat
dipetakan dalam beberapa kategore, seperti sport, religious habit,
kedisiplinan, loyalitas, kepedulian, gerakan peduli bersih dan
lain-lain. Ibu Nurul Hidayati sebagai ketua Panitia langsung
berpikir dan merespon cepat atas ide yang saya usulka itu. Saat itu
pula Ibu Nurul Hidayati melakukan pendataan prestasi peserta didik
secara spontan berdasarkan kategore non-akademik. Saya tidak tau
proses pendataan itu, apakah berdasarkan data valid atau tidak.
Hanya saja saya berpikir bahwa tidak sedikit sekolah di Indonesia
yang secara tidak sadar mempersempit ruang apresiasi terhadap
prestasi peserta didik. Hal-hal yang bersifat afektif dan attitude
seringkali tidak ada ruang penghargaan yang dinobatkan sebagai
bagian dari prestasi peserta didik.Andaikan saja penganugerahan
prestasi non-akademik itu dipersiapkan sedemikian rupa dan masuk
dalam sistem dan desain kurikulum, maka kepincangan pendidikan kita
yang kini mulai tercerabut dari keseimbangan antara ilmu dan amal,
pelan-pelan akan semakin menemukan jawabannya. Guru dan peserta
didik berproses menumbuhkan perilaku mulia yang terpatri dalam
setiap interaksi pembelajaran(llearning interaction). Hal ini
sesungguhnya menjadi tugas serius kita semua sebagai penggerak,
pegiat dan pelaku pendidikan untuk menghadirkan konsep baru yang
dapat ditarik ke ranah proses edukatif di lembaga- lembaga sekolah.
Saya apresiatif atas sebuah artikel yang ditulis oleh Edy Susanto,
Principal SDM 4 Pucang Surabaya,Bersungguh-sungguh Membangun
Karakter,di Suara Muhammadiyah edisi 10, 16-31 Mei 2015 pada rubrik
Di Antara Kita hlm. 28-29. Tulisan itu adalah hasil dari
International Visiting Program ke sekolah-sekolah Jepang bersama 6
kepala sekolah-sekolah Muhammadiyah se-Indonesia selama 15 hari, di
awal bulan April 2015 yang dibimbing langsung oleh Professor Imam
Robandi.Tulisan itu sangat penting diperhatikan untuk menjadi
renungan kita semua sebagai pegiat dan penggerak pendidikan.
Walaupun hanya fokus pada satu variable pembahasan, tulisan
tersebut ulasannya sangat mendala, sarat nilai, dan ada banyak
kisah yang dapat dipetik ibrah dalam proses pendidikan kita di
Indonesia. Variable itu terkait dengan sebuah pembiasaan yang
menjadi karakter kuat sekolah Jepang dalam melakukan gerakan peduli
bersih yang dilakukan secara serentak oleh siswa dan guru serta
seluruh warga sekolah, sehingga kebersihan lingkungan sekolah tidak
tergantun pada tenaga pada cleaning service, bahkan lingkungan
sekolah Jepang yang dihuni oleh ratusan siswa tidak ada tenaga
khusus yang bertugas sebagai cleaning service. Di sinilah letak
wajah pendidikan negeri Sakura yang menurut pandangan Edy Susanto
dalam uraian artikelnya yang membedakan dengan sistem pendidikan di
negara-negara Barat.