Page 1
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep yang digunakan sebagai acuan penelitian ini meliputi konsep dari :
(1) Konsep Dasar Demam Typoid , (2) Konsep Hipertermi, (3) Konsep Asuhan
Keperawatan Hipertermi Pada Pasien Demam Typoid.
2.1. Konsep Dasar Demam Typoid
2.1.1. Definisi
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Sodikin, 2011).
Demam typoid merupakan penyakit infeksi sistemik
bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini
ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia
tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari
hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan menular
pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
Typoid adalah suatu penyakit usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella thypi yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Padila, 2013).
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
Page 2
9
disebabkan Salmonella thypi dengan gejala demam lebih dari 7
hari, gangguan kesadaran dan saluran pencernaan (Putri, 2013)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
demam typoid adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh kuman Salmonella thypi dengan gejala demam tinggi.
Penularan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2.1.2. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah
bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic
(O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida. Mempunyai makromokuler lipopolisakarida
kompleks yang membentuk lapis luar dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic (Nurarif dan Kusuma, 2015).
2.1.3. Penularan
Transmisi Salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat
melalui hal-hal berikut :
Page 3
10
1) Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi
kuman Salmonella typhi.
2) Transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak
higienis yang mempunyai Salmonella typhi langsung
bersentuhan dengan makanan yang dimakan.
3) Transmisi kotoran, dimana kotoran individu yang
mempunyai basil Salmonella typhi ke sungai atau dekat
dengan sumber air yang digunakan sebagai sumber air
minum yang kemudian langsung tanpa dimasak (Arif
Muttaqin, 2011).
2.1.4. Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2013), tanda dan gejala demam typoid
adalah sebagai berikut :
1) Minggu I
Pada minggu ke I umumnya demam berangsur naik,
terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia dan mual,
batuk, epitaksis, konstipasi/diare, perasaan tidak enak perut
2) Minggu II
Pada minggu ke II gejala sudah jelas dapat berupa
demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor,
pinggirnya hiperemia), hepatomegali, meteorismus,
Page 4
11
penurunan kesadaran (Padila, 2013).
Sedangkan menurut Amin Huda Nurarif & Hardhi
Kusuma (2015) tanda dan gejala demam typoid adalah sebagai
berikut :
1) Gejala : Inkubasi antara 5 – 40 hari dengan rata-rata 10-14
hari.
2) Demam meninggil sampai akhir minggu pertama.
3) Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak
tertangani akan menyebabkan syok, stupor dan koma.
4) Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5) Nyeri kepala, nyeri perut.
6) Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi.
7) Pusing, bradikardi, nyeri otot.
8) Batuk.
9) Epitaksis.
10) Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi ujung merah serta
tremor).
11)Hepatomegali, splenomegali, meteroismus.
12)Gangguan metal berupa samnolen.
13)Delirium atau psikosis.
14)Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada
bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok
hipotermia.
Page 5
12
Periode infeksi demam typoid, gejala dan tanda ( Nurarif dan
Kusuma, 2015).
Tabel 2.2 Tabel Keluhan Dan Gejala Demam Typoid
Minggu Keluhan Gejala PatologiMinggupertama
Panas berlangsunginsidious, tipepanas stlepladeryang mencapai 39-40oC, menggigil,nyeri kepala
Gangguan salurancerna
Bakteremia
Minggukedua
Rash, nyeriabdomen, diae ataukonstipasi,delirium
Rose sport,splenomegali,hepatomegali
Vaskulitis,hiperplasi padapeyer’s patches,nodul tifoid padalimpa dan hati
Mingguketiga
Komplikasi :perdarahan salurancerna, perforasi,syok
Melena, ilius,keteganganabdomen, koma
Ulserasi padapeyer’s patches,nodul tifoid padalimpa dan hati
Minggukeempat,Dst
Keluhan menurun,relaps, penurunanBB
Tampak sakitberat, kakeksia
Kolelitiasis, carrierkronik
2.1.5. Patofisiologi
Pada kasus demam typoid hipertermi disebabkan karena
masuknya kuman Salmonella Typhi yang masuk ke saluran
gastrointestinal, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lolos dari asam lambung kemudian bakteri masuk ke
usus halus dan menyebabkan inflamasi, kemudian Salmonella
Typhi masuk ke pembuluh limfe dan masuk ke pembuluh darah
melalui sistem limfatik peredaran darah dan terjadi bakteremia
primer. Kemudian bakteri dalam darah ini akan menyebar ke
seluruh tubuh dan masuk retikulo endotelial system (RES) terutama
hati dan limfa.
Page 6
13
Bakteri Salmonella thypi yang telah menginvasi organ RES
akan kembali ke saluran peredaran darah dan terjadi bakteremia
sekunder dan kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai
peran membantu proses peradangan yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan sel yang merangsang pelepasan zat pirogen
oleh leukosit, zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan
mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang
menimbulkan terjadinya peningkatan suhu tubuh ( Nurarif dan
Kusuma, 2015)
Page 7
14
2.1.6. Patway Demam Typoid
Gambar 2.1 Patway Demam Typoid ( Nurarif dan Kusuma, 2015).
Lolos dari asamlambung
InflamasiPembuluh limfe
Kuman Salmonellatyphi yang masuk kesaluran gastrointestinal
Bakteri masuk keusus halus
Peredaran darah(bakteremia primer)
Masuk ke retikuloendotelial system(RES) terutamahati dan limfa
Masuk kealiran darah(bakteremia sekunder)
Merangsang melepas zat pirogenoleh leukosit
Endotoksin
Terjadi kerusakan sel
Mempengaruhi pusattermoregulator di hipotalamus
Hipertermi
Malaise, perasaantidak enak badan,nyeri abdomen
Komplikasiintestinal :
perdarahan usus,perforasi usus
(bag.distal ileum)peritonituis
Page 8
15
2.1.7. Penatalaksanaan
1) Non Farmakologi
a) Bed rest
b) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.
Diet berupa makanan rendah serat.
2) Farmakologi
a) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4
kali pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
b) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam
3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum
obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral /
intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis
(tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian,
oral, selama 14 hari.
c) Pada kasus berat, dapat diberikan seftriakson dengan
dosis 50 mg/kgBB/ kali dan diberikan 2 kali sehari atau
80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari.
Page 9
16
d) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan
fluoroquinolon (Amin Huda Nurarif, 2015).
2.1.8. Komplikasi
Komplikasi demam typoid dibagi menjadi dua bagian,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Komplikasi pada usus halus.
a) Perdarahan.
b) Perforasi.
c) Peritonitis.
2) Komplikasi diluar usus halus.
a) Bronkitis.
b) Bronkopneumonia.
c) Ensefalopati.
d) Meningitis.
e) Moikardistis (Arif Muttaqin, 2011).
2.1.9. Pencegahan
Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit ini adalah :
1. Dari sisi manusia :
Page 10
17
a) Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari
penyakit ini dilakukan vaksinasi, kini ada vaksin tipes
atau tifoid yang disuntikkan atau diminum dan dapat
melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.
b) Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene,
sanitasi, personal hygiene.
2. Dari sisi liingkungan hidup :
a) Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
b) Pembuangan kotoran manusia yang higienis
c) Pemberantasan lalat
d) Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian
pada penjual makanan (Akhsin, 2011).
Sedangkan diascharge planning menurut (Nurarif dan
Kusuma, 2015) adalah :
1) Hindari tempat yang tidak sehat.
2) Hindari daerah endemis demam typoid.
3) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.
4) Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan
masak atau panaskan sampai suhu 570C beberapa menit dan
secara merata.
5) Salmonella typoid didalam air akan mati apabila dipanasi
setinggi 570C untuk beberapa menit atau dengan proses
iodinasi/klorinasi.
Page 11
18
6) Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi.
7) Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan
atau dari botol.
8) Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
9) Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur.
10) Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek saping
11)Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dn hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut.
12) Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang
ditentukan.
13)Vaksin demam typoid.
14) Buang sampah pada tempatnya ( Nurarif dan Kusuma, 2015).
2.2. Konsep Hipertermi
2.2.1. Definisi
Suhu tubuh adalah suatu perbedaan antara volume panas yang
diproduksi oleh tubuh dengan volume panas yang keluar atau
hilang ke lingkungan luar (Perry, 2010). Normalnya suhu tubuh
berkisar antara 36,5 – 37,5oC, suhu tubuh juga diartikan sebagai
keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang
hilang dari tubuh (Asmadi, 2012). Hipertermia adalah suhu tubuh
meningkat diatas rentang normal tubuh (PPNI, 2016). Sedangkan
hipertermia menurut Nanda NIC-NOC (2015) adalah peningkatan
suhu diatas kisaran normal (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Page 12
19
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami
atau berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh <37,8oC (100oF) per
oral atau 38,8oC (101oF) per rektal yang sifatnya menetap karena
faktor eksternal (Carpenito, 2012).
Hipertermia merupakan keadaan suhu tubuh seseorang
yang meningkat diatas rentang normalnya. Hipertermia terjadi
karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya
telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik
yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Noer, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa hipertermi adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat
diatas rentang normal dan tubuh tidak mampu untuk mengurangi
produksi panas, rentang normal suhu tubuh berkisar antara (36,5-
37,5 oC)
2.2.2. Transfer Panas
Menurut Potter & Perry (2010) kehilangan dan produksi
panas terjadi secara bersamaan. Struktur kulit dan pajanan terhadap
lingkungan mengakibatkan kehilangan panas normal yang konstan
melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.
1) Radiasi
Radiasi adalah transfer panas dari permukaan suatu objek
ke permukaan objek lainnya tanpa kontak langsung antara
Page 13
20
keduannya. Panas pada 85 % area luas permukaan tubuh
diradiasika ke lingkungan. Vasodilatasi perifer meningkatkan
kehilangan panas. Vasokonstriksi perifer meminimalisasi
kehilangan panas. Radiasi akan meningkat saat perbedaan
suhu antara kedua objek semakin besar. Sebaliknya, jika
lingkungan lebih panas dibandingkan kulit, tubuh akan
menyerap panas melalui radiasi.
Posisi klien akan meningkatkan kehilangan panas radiasi
(contohnya: posisi berdiri menghasilkan luas permukaan
radiasi yang lebih besar, sedangkan meringkuk akan
mengurangi radiasi panas). Panas dapat dihilangkan melalui
radiasi dengan dengan membuka baju atau selimut. Menutupi
tubuh dengan kain hitam dan tebal akan mengurangi jumlah
panas yang hilang melalui radiasi.
2) Konduksi
Konduksi adalah transfer panas dari dan melalui kontak
langsung antara dua objek. Benda padat, cair, dan gas
mengonduksi panas melalui kontak. Saat kulit yang hangat
menyentuh objek yang lebih dingin, panas akan hilang.
Konduksi hanya berperan untuk sejumlah kecil kehilangan
panas. Penggunaan bungkusan es atau memandikan klien
dengan kain dingin akan meningkatkan kehilangan panas
konduktif. Penggunaan pakaian dalam beberapa lapis akan
Page 14
21
menurunkan kehilangan panas konduktif. Tubuh memperoleh
panas lewat konduksi saat menyentuh benda yang lebih panas
dibandingkan suhu kulit (contohnya: penggunaan bantalan
aquatermia).
3) Konveksi
Konveksi adalah transfer panas melalui gerakan udara,
contohnya adalah kipas angin. Kehilangan panas konveksi
meningkat jika kulit yang lembab terpapar dengan udara yang
bergerak.
4) Evaporasi
Evaporasi adalah transfer energi panas saat cairan berubah
menjadi gas. Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui
evaporasi. Sekitar 600-900 cc air tiap hatinya menguap dari
kulit dan paru-paru sehingga terjadi kehilangan air dan panas.
Tubuh menambah evaporasi melalui perspirasi (berkeringat).
Saat itu suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior
memberikan sinyal kepada kelenjar keringat untuk
melepaskan keringat melalui saluran kecil pada permukaan
kulit. Keringat akan mengalami evaporasi, sehingga terjadi
kehilangan panas. Saat olahraga atau dalam tekanan
emosional, perspirasi merupakan cara menghilangkan panas
yang berlebihan yang dihasilkan oleh peningkatan laju
metabolisme (Perry, 2010).
Page 15
22
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Suhu Tubuh
Menurut Potter & Perry (2010) banyak faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh antara lain :
1) Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme
pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh
yang drastis terhadap lingkungan. Pastikan mereka
mengenakan pakaian yang cukup dan hindari pajanan
terhadap suhu lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat
kehilangan 30% panas tubuh melalui kepala sehingga ia
harus menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan
panas. Suhu tubuh bayi baru lahir berkisar antara 35,5 –
37,5oC.
Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas.
Suhu normal akan terus menerus saat seseorang semakin tua.
Para dewasa tua akan memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih
kecil dibandingkan dewasa muda. Suhu oral senilai 35 oC
pada lingkungan dingin cukup umum ditemukan pada dewasa
tua. Namun, rata-rata suhu tubuh dari dewasa tua adalah
sekitar 36 oC. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang
ekstrem karena perburukan mekanisme pangaturan, terutama
pengaturan vasomotor (vasokontriksi dan vasodilatasi) yang
buruk, berkurangnya jaringan subkutan, berkurangnya
Page 16
23
aktivitas kelenjar keringat, dan metabolime yang menurun.
2) Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta
peningkatan pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai
bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat
meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan
suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak jauh,
dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41oC.
3) Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang
lebih besar. Hal ini dikarenakan adanya variasi hormonal saat
siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai
siklus menstruasi. Saat progesteron rendah, suhu tubuh
berada dibawah suhu dasar, yaitu sekitar 1/10nya. Suhu ini
bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar
progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan
menaikkan suhu tubuh ke suhu dasar atau suhu yang lebih
tinggi. Variasi suhu tubuh ini dapat membantu mendeteksi
masa subur seorang wanita.
Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat
menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas
tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5
menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh
Page 17
24
sementara sebanyak 4 oC, yang sering disebut hot flashes. Hal
ini diakibatkan ketidakstabilan pangaturan vasomotor.
4) Irama Sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1 oC selama
periode 24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1
sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh meningkat dan
mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun
kembali sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami
perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan
tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk
terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu
sirkadian tidak berubah seiring usia.
5) Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh
melalui stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologi ini
meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan
produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki suhu
normal yang lebih tinggi.
6) Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme
kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah
mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebih
berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena
Page 18
25
mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.
7) Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh diluar kisaran normal akan
mempengaruhu titik pengaturan hipotalamus. Perubahan ini
berhubungan dengan produksi panas berlebihan, kehilangan
panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas
minimal, atau kombinasi hal diatas. Sifat perubahan akan
mempengaruhi jenis masalah klinis yang dialami klien.
8) Demam
Pireksia atau demam, terjadi karena ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi
panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu
tubuh. Demam tidak berbahaya jika di bawah 39 oC, dan
pengukuran tunggal tidak menggambarkan demam. Selain
adanya tanda klinis, penentuan demam juga didasarkan pada
pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari
dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut.
Demam sebenarnya terjadi akibat perubahan titik pengaturan
hipotalamus. Pirogen, seperti bakteri tau virus meningkatkan
suhu tubuh. Pirogen bertindak sebagai antigen yang memicu
respons sistem imun, hipotalamus akan meningkatkan titik
pengaturan dan tubuh akan menghasilkan serta menyimpan
panas (Perry, 2010).
Page 19
26
2.2.4. Etiologi
Penyebab hipertermi menurut SDKI (2016) adalah sebagai
berikut :
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator (PPNI, 2016).
2.2.5. Batasan Karakteristik
Tanda dan gejala hipertermi menurut SDKI (2016) adalah
sebagai berikut:
1) Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a) Suhu tubuh diatas nilai normal (36,5 – 37,5 oC)
2) Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Page 20
27
Objektif
a) Kulit merah
b) Kejang
c) Takikardi
d) Takipnea
e) Kulit terasa hangat (PPNI, 2016).
2.2.6. Kondisi Klinis Terkait
Kondisi klinis yang terkait menurut SDKI (2016) adalah
sebagi berikut :
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas (PPNI, 2016).
2.2.7. Standart Luaran Keperawatan Indonesia
Kriteria hasil menurut SLKI (2018) dengan (L.14134)
termoregulasi adalah :
1) Mengigil menurun
2) Kulit merah menurun
3) Kejang menurun
4) Akrosianosis menurun
Page 21
28
5) Konsumsi oksigen meningkat
6) Piloereksi menurun
7) Vasokontriksi perifer
8) Kutis memorata menurun
9) Pucat menurun
10) Takikardi menurun
11) Takipnea menurun
12) Bradikardi meningkat
13)Dasar kuku sianolik menurun
14)Hipoksia meningkat
15) Suhu tubuh membaik
16) Suhu kulit membaik
17)Kadar glukosa darah membaik
18) Pengisian kapiler membaik
19)Ventilasi membaik
20) Tekanan darah membaik (PPNI, 2019)
2.2.8. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Intervensi menurut SIKI (2018), dengan (I.03099)
Manajemen Demam dilakukan secara observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi sebagai berikut :
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh
akibat pirogen endogen.
Page 22
29
Tindakan :
a) Observasi
1) Monitor tanda-tanda vital (mis. Suhu tubuh, frekuensi
nadi, frekuensi napas dan tekanan darah)
2) Monitor intake dan output cairan
3) Monitor komplikasi akibat demam (mis. Kejang,
penurunan kesadaran, kadar elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan asam-basa, aritmia)
b) Terapeutik
1) Tutupi badan dengan selimut/pakaian dengan tepat (mis.
Selimut/pakaian tebal saat merasa dingin dan
selimut/pakaian tipis saat merasa panas)
2) Berikan kompres air hangat pada bagian axila.
3) Berikan oksigen, jika perlu
c) Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan perbanyak minum
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu
2) Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu (PPNI, 2018)
Page 23
30
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertermi Pada Pasien Demam
Typoid
2.3.1 Pengkajian Data
I. Data subyektif adalah persepsi dan sensasi pasien tentang
masalah kesehatan yang didapatkan dari hasil anamnese allo
dan auto anamnese. Data subyetif terdiri dari :
a) Biodata pasien
Biodata pasien berisi nama (inisial), umur (typoid
menyerang semua golongan usia, tidak ada spesifikasi
khusus pada usia pasien typoid), status perkawinan, jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, alamat,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Pola Kesehatan Fungsional
1. Pola Persepsi kesehatan / penanganan kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat pada pasien
demam typoid adanya demam biasanya terjadi
pada malam hari, nyeri kepala rasa tidak nyaman
pada perut, hilangnya nafsu makan, malaise.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan
hasil pengkajian saat awal masuk, biasanya
ditemukan adanya keluhan pasien mengalami
Page 24
31
peningkatan suhu >37,5°C selama lebih dari 1
minggu, disertai menggigil. Naik turunnya panas
terjadi pada waktu pagi dan malam hari. Keadaan
pasien lemah disertai keluhan pusing, akral
hangat, takikardia.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu perlu
divalidasi adanya riwayat penyakit demam typoid
sebelumnya atau tidak.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang pernah diderita
keluarga yang berpengaruh terhadap demam
typoid seperti menderita demam typoid
sebelumya.
2. Pola Nutrisi/metabolisme
Biasanya nafsu makan pasien berkurang
karena terjadi gangguan pada usus halus dan adanya
mual sampai muntah, lidah kotor, dan rasa pahit
waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi menjadi berubah.
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Page 25
32
Pengkajian eliminasi akan menemukan
gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak
sampai bau atau berair.
b. BAK
Pada umumnya pasien tidak mengalami
masalah pada eliminasi urine namun tetap perlu
dikaji frekuensi, konsistensi, kepekatan, warna,
jumlah, bau urine.
4. Pola Aktifitas Latihan
Pada pasien dengan demam aktivitas dan
latihannya menurun sebagai dampak dari kelemahan
fisik serta pasien mengalami keterbatasan gerak
akibat dari penyakitnya.
5. Pola Istirahat tidur
Data yang sering muncul adalah perasaan
tidak enak efek dari gangguan yang berdampak pada
gangguan tidur serta pasien merasa gelisah.
6. Pola Konitif Perseptual
Pasien demam typoid lebih sering
merasakan gelisah dan sering bertanya tetang
penyakitnya.
7. Pola Persepsi – Diri/ Konsep diri
Page 26
33
Pasien demam typoid umumnya konsep
dirinya menurun, hal ini ditandai pasien tidak terlalu
banyak bicara karena pasien merasa lemas dan
semua aktivitasnya hanya di tempat tidur.
8. Pola Peran Hubungan
Pasien demam typoid umumnya mengalami
perubahan peran serta tidak mampu bekerja karena
harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
9. Pola Seksualitas – Reproduksi
Pada umumnya pasien tidak mengalami
masalah pada seksualitas, namun tetap perlu dikaji
adakah pengaruh terhadap menstruasi apakah pasian
hamil atau tidak.
10. Pola Koping – Toleransi Stres
Pada pasien biasanya timbul rasa cemas
tentang keadaan dirinya
11. Pola Nilai Kepercayaan
Pada pasien demam typoid mengalami
gangguan dalam menjalankan ibadahnya.
II. Data Objektif
Data objektif adalah data yang didapatkan dari hasil
pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi.
Page 27
34
a) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Umumnya keadaan pasien menurun tampak lemah.
2. Kesadaran
Composmentris (normal), apatis, delirium, somnolen,
sopor, semi-coma, coma tergantung tingkat
penyebaran penyakit.
3. Tanda vital
a. Frekuensi nadi : Takikardia
b. Tekanan darah : Hipertensi.
c. Frekuensi pernafasan :Takipnea.
d. Suhu tubuh :Hipertermi (>37,5°C)
akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
di respon oleh hipotalamus.
4. Kepala
a. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
b. Palpasi kepala akan adanya nodus atau
pembengkakan yang nyata.
c. Periksa higyne kulit kepala, ada tidaknya lesi,
kehilangan rambut, perubahan warna.
5. Mata
Fokus pemeriksaan terdiri atas kesimetrisan
mata, Konjungtiva anemis atau normal, Pupil isokor
Page 28
35
atau anisokor, Palpebra edema atau tidak,
Peningkatan intraokuler atau tidak.
6. Hidung
Fokus pemeriksaan terdiri atas, kesimetrisan
hidung, apakah ada sianosis dan epitaksis atau tidak.
7. Telinga
Fokus pemeriksaan terdiri dari,
kebersihannya simetris apa tidak, adakah ganguan
pendengaran apa tidak.
8. Mulut
Bibir terlihat pucat, lidah kotor di tepi dan di
tengah lidah. Pada leher tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan vena jugularis.
9. Paru
a. Inspeksi : bentuk dada, pergerakan dinding
dada, adakah keluhan sesak, adakah penarikan
intercoste, batuk (-/-), adakah nyeri saat bernapas,
pola nafas.
b. Palpasi : adakah nyeri tekan pada daerah
dada, ekspansi paru, vokal fremitus.
c. Perkusi : apakah organ berisi udara, cairan,
atau masa.
Page 29
36
d. Auskultasi : suara nafas, adakah suara nafas
tambahan atau tidak
10. Jantung
a. Inspeksi: adakah ictuscordis atau tidak
b. Palpasi : adakah nyeri tekan pada daerah dada,
teraba thrill atau tidak
c. Perkusi : apakah organ berisi udara, cairan, atau
masa.
d. Auskultasi : suara jantung, adakah suara
tambahan.
11. Abdomen
Tampak ada pembengkakan atau tidak,, adanya
nyeri tekan pada epigastrium, bising usus meningkat,
suara hipertimpani.
12. Ekstremitas
Adanya kelemahan pada ekstremitas,
penurunan rentang gerak akibat dari bedrest total.
13. Integumen
a. Warna: pucat
b. Suhu : pada hipertermi akral teraba hangat akan
tetapi setelah hipertermi teratasi kulit teraba
dingin
c. Turgor : menurun pada dehidrasi (Lestari, 2016)
Page 30
37
b) Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat penting
untuk diagnosa penyakit sehingga dapat memberikan
terapi yang tepat.
Jumlah darah lengkap : peningkatan jumlah
leukosit menunjukkan
adanya infeksi
SGPT dan SGOT : meningkat ( Nilai normal
SGOT : 3-45u/L, SGPT : 0-
35 u/L.)
Pemeriksaan widal : positif
Kultur : darah positif pada minggu
pertama, urine positif pada
minggu kedua, dan feses
positif pada minggu kedua
hingga ketiga ( Nurarif dan
Kusuma, 2015).
2.3.2 Analisa Data
Analisa data adalah penafsiran atau diagnosa spesifik yang
sudah diidentifikasi oleh perawat.
Page 31
38
DS : Pasien mengeluhkan demam terutama pada malam hari,
nyeri kepala rasa tidak nyaman pada perut, hilangnya
nafsu makan, malaise.
DO : Suhu tubuh > 37,5oC, takikardi, takipnea, kulit terasa
panas, lidah kotor, Uji widal positif, kultur kuman positif.
2.3.3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa hipertermi menurut SDKI (2016) dapat
disebabkan karena dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (mis. infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan
suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma,
aktivitas berlebihan, penggunaan inkubator (PPNI, 2016).
Saat melakukan pengkajian keperawatan bahwa telah
merumusakan diagnosa yang muncul dari beberapa masalah yang
ditemukan. Diagnosa yang dapat ditemukan pada pasien yang
mengalami hipertermi pada klien demam typoid adalah
(D.0130) hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi
Salmonella typhi) di tandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal
(36,5oC-37,5oC), kulit merah, takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat (PPNI, 2016).
Page 32
39
2.3.4. Rencana Keperawatan
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan
DiagnosaKeperawatan
Rencana RasionalTujuan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermiberhubungandengan prosespenyakit(infeksisalmonellatyphi)
Setelahdilakukantindakankeperawatansuhu tubuhberada padarentang normal(36,5 – 37,5oC).
1. Mengigilmenurun(skor 1)
2. Pucatmenurun(skor 1)
3. Takikardimenurun(skor 1)
4. Takipneamenurun(skor 1)
5. Suhu tubuhmembaik(skor 5)
6. Suhu kulitmembaik(skor5)(PPNI,2019)
Observasi1. Monitor tanda-
tanda vital (mis.Suhu tubuh,frekuensi nadi,frekuensi nafas,tekanan darah )
2. Monitor intakedan output cairan
3. Monitorkomplikasi akibatdemam (mis,kejang, penurunankesadaran, kadarelektrolitabnormal,ketidakseimbangan asam-basa,aritmia)
Terapeutik4. Tutupi badan
dengan selimut/pakaian dengantepat selimut (mis,selimut/pakaiantebal saat merasadingin danselimut/pakaiantipis saat merasapanas)
5. Berikan kompresair hangat padabagian axila.
Edukasi6. Anjurkan tirah
baring.7. Anjurkan
perbanyak minum
Kolaborasi8. Kolaborasi
pemberian cairandan elektrolitintravena,antiboitik,
1. Sebagaipengawasanterhadap adanyaperubahankeadaan umumpasien sehinggadapat dilakukanpenanganan danperawatan secarcepat dan tepat
2. Membantumengetahuiadanyaketidakseimbangan cairan tubuh
3. Agar dapatsegeradilakukantindakan apabilaterjadikomplikasi
4. Pakaian yangtipis menyerapkeringat danmembantumengurangipenuapan tubuhakibat daripeningkatansuhu dan dapatterjadi konduksi
5. Ketiak danlipatan tubuhdilalui olehpembuluh darahbesar sehinggamenyampaikansinyal kehipotalamusuntukmengeluarkanpanas melaluipori-pori tubuh
6. Penurunanaktivitas akanmenurunkanlaju
Page 33
40
2.3.5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti, 2017).
antipiretik(PPNI, 2018)
metabolismeyang tinggi,dengandemikian dapatmembantumenurunkansuhu tubuh.
7. Banyak minumuntuk mencegahterjadinyadehidrasi ataukurang cairandalam tubuh
8. Pemberiancairan sangatpenting bagipasien dengansuhu tinggi.Antipiretikbertujuan untukmemblok responpanas sehinggasuhu tubuhpasien dapatlebih cepatmenurun
Page 34
41
2.3.6. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan secara sistemik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang
ada pada pasien, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan
merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna
apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
perlu pendekatan lain. (Dinarti, 2017).