KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah, perkembangan perbankan dan sistem pembayaran, informasi tentang keuangan daerah serta prospek perekonomian daerah Sulawesi Tenggara. Kajian ini disusun secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Kendari baik dengan menggunakan data internal maupun data yang diperoleh dari instansi terkait di luar Bank Indonesia. Untuk itu, tanggung jawab penulisan laporan ini sepenuhnya berada pada Kantor Bank Indonesia Kendari. Kami berharap kajian ini dapat terus ditingkatkan mutu, isi dan cara penyajiannya sehingga dapat bermanfaat bagi para pihak yang membutuhkannya. Untuk itu, saran dan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan buku kajian ini sungguh akan kami hargai. Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memungkinkan tersusunnya buku kajian ini dan kiranya kerja sama, saling tukar menukar informasi dan data dapat terus berkelanjutan. Kendari, 9 Februari 2011 BANK INDONESIA KENDARI Lawang M. Siagian Pemimpin
94
Embed
1 Kata Pengantar Dan Daftar Isi - bi.go.id · inflasi terjadi pada lima kelompok yaitu bahan makanan, makanan jadi, perumahan, kesehatan dan transportasi berada dibawah inflasi nasional
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai
perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro,
perkembangan inflasi daerah, perkembangan perbankan dan sistem pembayaran, informasi
tentang keuangan daerah serta prospek perekonomian daerah Sulawesi Tenggara.
Kajian ini disusun secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Kendari baik dengan
menggunakan data internal maupun data yang diperoleh dari instansi terkait di luar Bank
Indonesia. Untuk itu, tanggung jawab penulisan laporan ini sepenuhnya berada pada Kantor
Bank Indonesia Kendari.
Kami berharap kajian ini dapat terus ditingkatkan mutu, isi dan cara penyajiannya
sehingga dapat bermanfaat bagi para pihak yang membutuhkannya. Untuk itu, saran dan
masukan guna perbaikan dan penyempurnaan buku kajian ini sungguh akan kami hargai.
Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
memungkinkan tersusunnya buku kajian ini dan kiranya kerja sama, saling tukar menukar
informasi dan data dapat terus berkelanjutan.
Kendari, 9 Februari 2011
BANK INDONESIA KENDARI
Lawang M. Siagian Pemimpin
ii KANTOR BANK INDONESIA KENDARI
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
iii KANTOR BANK INDONESIA KENDARI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ .... iii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... vii
BAB I. ASESMEN MAKROEKONOMI .............................................................................................. .. 9
1.1 Kondisi Umum .............................................................................................................. .. 9
1.2 PDRB Menurut Penggunaan ............................................................................................ 10
1.3 PDRB Menurut Lapangan Usaha ..................................................................................... 15
BAB II. ASESMEN INFLASI ................................................................................................................. 23 2.1 Kondisi Umum .................................................................................................................. 23
2.2 Perkembangan Inflasi Akhir Tahun 2010 ........................................................................... 24
2.3 Perkembangan Inflasi Triwulan IV-2010 ............................................................................ 29
Grafik. 2.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau ................................... 25
Grafik. 2.4. Arus Bongkar Pelabuhan Kota Kendari ............................................................................ 26
Grafik. 2.5. Inflasi Kelompok Perumahan ........................................................................................... 27
Grafik. 2.6. Pergerakan Inflasi Sub Kelompok Bumbu-bumbuan, Buah-buahan dan Ikan Segar ......... 27
Grafik. 2.7. Pergerakan Inflasi Sub Kelompok Padi-Padian, Kacang-Kacangan dan Daging................. 28
Grafik. 2.8. Disagregasi Inflasi Kota Kendari ....................................................................................... 30
Grafik. 3.1. Perkembangan Pangsa Aset Bank Menurut Pemilik..................................................... 42 Grafik. 3.2. Perkembangan DPK (q-t-q) Perbankan Sulawesi Tenggara………………....................... 43 Grafik. 3.3. Komposisi DPKMenurut Jenisnya ..................................................................................... 43
vi KANTOR BANK INDONESIA KENDARI
Grafik. 3.4. Pertumbuhan Kredit Perbankan Sulawesi Tenggara...................................................................44 Grafik. 3.5. Pangsa Kredit Menurut Penggunaan...........................................................................55 Grafik. 3.6. Pangsa Penyaluran Kredit Menurut Sektor Ekonomi.............................................……… 45 Grafik. 4.1. Aliran Uang Keluar/ Out Flow Tahun 2010 …………………………………………………….60 Grafik 4.2. Aliran Uang Masuk/ In Flow Tahun 2010……………………………………………………….61 Grafik 4.3. Perkembangan Transaksi Kliring……………………………………………………..………. 62 Grafik 4.4. Perkembangan Transaksi RTGS…………………………………………………………………..62 Grafik 7.1. Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Inflasi Kota Kendari….………………………………….……..80
vii KANTOR BANK INDONESIA KENDARI
DAFTAR TABEL
Nama Tabel ............................................................................................ Nomor Halaman
Tabel. 1.1. Pertumbuhan PDRB Penggunaan Sulawesi Tenggara ..................................................... 10
Tabel. 1.2. Kontribusi Komponen PDRB Penggunaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara ......................................................................................................................... 10
Tabel. 1.4. Produksi Padi Provinsi Sulawesi Tenggara 2010 .............................................................. 17
Tabel. 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan/Ruko .......................................................................... 19
Tabel. 2.1. Perkembangan Inflasi Tw IV-2009 dan Tw IV-2010 .................................................... 26
Tabel. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Sulawesi Tenggara ................................................. 41
Tabel. 4.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara (Rupiah).................... 53 Tabel. 4.2. Perbandingan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara………………………………. 54
Tabel 4.3 Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara ................................ 56
Tabel. 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan ....................................................... 73
Tabel. 6.2. Pekerja berdasarkan lapangan kerja utama ..................................................................... 74
Tabel. 6.3. Pekerja berdasarkan status pekerjaannya ......................................................................... 74
Tabel. 6.4. Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Tenggara .................................................................. 76
Peningkatan dana pihak ketiga, selain didorong oleh kemampuan masyarakat untuk
menabung, juga tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam
mendorong minat masyarakat untuk menabung, yang antara lain dilakukan melalui program
edukasi serta peluncuran dan sosialisasi program tabungan bersama seperti TabunganKu dan
Program Gerakan Siswa Menabung.
PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK INDONESIA KENDARI
42
Fungsi intermediasi perbankan di Sulawesi Tenggara sepanjang 2010 juga terus
mencatat perbaikan, sebagaimana ditunjukkan oleh Loan to Deposits Ratio (LDR). LDR pada
triwulan IV 2010 bahkan telah menembus angka 100%, atau tepatnya 101,9%, meningkat
cukup tajam dibanding LDR pada akhir 2009 yang hanya mencapai 90,8%. Di samping itu,
Non Performing Loans (NPL) yang mencerminkan tingkat risiko perbankan mengalami
penurunan menjadi sebesar 2,28%.
Meningkatnya perkembangan LDR mencerminkan laju pertumbuhan kredit yang
semakin pesat, yang selain didorong oleh meningkatnya permintaan kredit untuk pembiayaan
kegiatan usaha seiring membaiknya kondisi perekonomian, juga didorong oleh adanya
program pemerintah antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pada tahun 2010 ketentuan
mengenai KUR telah mengalami perubahan terutama pada pengaturan plafon dan suku
bunga.
3.2. Perkembangan Aset
Volume pertumbuhan usaha perbankan di Sulawesi Tenggara yang tercermin pada
jumlah aset terus menunjukkan peningkatan. Pada triwulan IV-2010, total aset tercatat
sebesar Rp8.345,53 Miliar, meningkat
sebesar 17,29% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2009 (y-o-y).
Peningkatan aset terjadi pada semua
jenis bank, baik bank umum maupun
BPR dengan laju pertumbuhan masing-
masing sebesar 16,96% dan 10,50%
(y-o-y). Perkembangan aset tersebut
terutama didorong oleh peningkatan
dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun yang secara tahunan tumbuh sebesar 14,67% (y-o-y) (Tabel 3.1).
Aset tersebut sebagian besar pembentukannya masih didominasi oleh bank umum
dengan pangsa mencapai 99,19%, sementara aset BPR pangsanya hanya sebesar 0,81%
(Grafik 3.1). Rendahnya pangsa aset BPR terhadap aset perbankan Sulawesi Tenggara tidak
terlepas dari jumlah BPR yang beroperasi masih relative sedikit, dimana hingga akhir triwulan
IV-2010 tercatat sebanyak 6 BPR dengan 9 jaringan kantor.
Grafik 3.2 : Perkembangan Pangsa Aset Bank Menurut Pemilik
Aset Bank Umum99.19%
Aset BPR0.81%
Sumber: LBU BPR
PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK INDONESIA KENDARI
43
Grafik 3.4. : Komposisi DPKMenurut Jenisnya
15.24%
64.39%
20.36%
‐ Giro ‐ Tabungan ‐ Deposito
Sumber : LBU BU/BPR
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV-
2010 tercatat sebesar Rp6.026,96 Miliar, meningkat 3,30% dibandingkan triwulan
sebelumnya (q-t-q). Menurut kelompok bank, pembentukan DPK tersebut sebagian besar
disumbangkan oleh bank umum
(99,08%), sementara BPR hanya
menyumbang sebesar 0,92%.
Berdasarkan jenis simpanan,
tabungan dan deposito mencatat
pertumbuhan positif masing-masing
sebesar 15,45% (q-t-q) dan 10,21%(q-
t-q), sementara giro mengalami
penurunan yang cukup tajam yakni
sebesar -32,14% (q-t-q). Sementara,
berdasarkan kelompok bank, peningkatan DPK terjadi pada semua kelompok bank, baik
bank umum maupun BPR dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 3,32% dan
1,12% (q-t-q).
Komposisi DPK perbankan Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh tabungan yakni
sebesar Rp3.853,79 Miliar (64,5%), diikuti
deposito dan giro masing-masing sebesar
Rp1.198,783 Miliar (20,1%) dan
Rp918,78 Miliar (15,4%) (Grafik 3.3).
Besarnya pangsa tabungan pada struktur
DPK mencerminkan bahwa motivasi
masyarakat Sulawesi Tenggara
menempatkan dananya di bank pada
umumnya adalah untuk berjaga-jaga
(precautionary motive) terhadap
kebutuhan bertransaksi dan bukan untuk investasi. Tingginya pangsa tabungan dan giro
memberikan keuntungan tersendiri bagi perbankan Sulawesi Tenggara karena dana-dana
tersebut merupakan dana murah. Namun dengan besarnya pangsa tabungan dan deposito
yang merupakan bentuk dana berjangka waktu pendek, mendorong perbankan untuk lebih
Grafik 3.3 : Perkembangan DPK (q-t-q)Perbankan Sulawesi Tenggara
‐
1,000
2,000 3,000
4,000
5,000 6,000
7,000
00.020.040.060.080.1
0.120.140.160.180.2
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
2008 2009 2010
Billion
DPK (RHS) Growth
Sumber: LBU BPR
PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK INDONESIA KENDARI
44
banyak menempatkan dana pada penyaluran kredit/pembiayaan berjangka waktu pendek
seperti kredit modal kerja dan konsumsi.
3.4. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Peran perbankan di Sulawesi Tenggara dalam mendorong peningkatan kapasitas
perekonomian Sulawesi Tenggara terus
menunjukkan peningkatan. Hal ini
terlihat dari posisi penyaluran
kredit/pembiayaan pada triwulan IV-2010
yang tercatat sebesar Rp6.084,76 Miliar,
tumbuh 7,96% (q-t-q) atau meningkat
Rp448,4 Miliar dari posisi triwulan
sebelumnya. Dengan demikian,
penyaluran kredit/pembiayaan sepanjang
2010 tumbuh sebesar 28,46% (y-o-y)
atau meningkat sebesar Rp1.359,4 Miliar
(Grafik 3.4).
Berdasarkan kelompok bank, peningkatan kredit/pembiayaan terjadi pada kelompok
bank umum yakni sebesar 28,77%, dari Rp6.084,76 Miliar pada triwulan IV-2009 menjadi
Rp4.725,36 Miliar pada triwulan IV-2010 (y-o-y), sedangkan pada kelompok BPR sedikit
mengalami penurunan yakni sebesar 0,001%, dari Rp50,60 Miliar menjadi Rp50,59 Miliar.
Sementara itu berdasarkan penggunaannya, kredit yang disalurkan perbankan
Sulawesi Tenggara sebagian besar
disalurkan untuk kredit konsumsi dengan
nominal mencapai Rp3.479,32 Miliar
atau sebesar 56,95% dari total kredit
yang disalurkan. Sementara pangsa
kredit yang digunakan untuk modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar
34,18% (Rp2.061,39 Miliar) dan 8,87%
(Rp544,05 Miliar). Besarnya pangsa kredit
konsumsi tersebut tidak terlepas dari
relatif terjaminnya pengembalian
Grafik 3.6. Pangsa Kredit MenurutPenggunaan
34.18%
8.87%
56.95%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: LBU BU/BPR
Grafik 3.5. Pertumbuhan Kredit Perbankan Sulawesi Tenggara
01000200030004000500060007000
00.050.1
0.150.2
0.250.3
0.35
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
2008 2009 2010
Billion
Kredit (RHS) Growth Sumber: LBU BU/BPR
PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK INDONESIA KENDARI
45
kewajiban oleh debitur, mengingat kredit konsumsi umumnya berupa kredit kepada pegawai.
Hal ini terlihat pada NPL gross kredit konsumsi yang hanya sebesar 0,64%, sementara NPL
kredit modal kerja dan investasi masing-masing sebesar 4,19% dan 5,65%. Meskipun pangsa
kredit produktif relatif kecil , namun penyaluran kredit tersebut menunjukkan perkembangan
yang positif dengan pertumbuhan yang cukup agresif yaitu 8,67% (q-t-q) dan 26,67% (y-o-
y). Dengan meningkatnya laju pertumbuhan kredit produktif tersebut, tentunya akan
memberikan multiplier effect yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara (Grafik 3.5.).
Secara sektoral, sebagian besar kredit/pembiayaan disalurkan ke sektor lainnya yang
umumnya digunakan untuk konsumsi
dengan pangsa mencapai 63,9%. Kredit
tersebut umumnya dipergunakan oleh
debitur untuk pembelian rumah, kendaraan
bermotor, peralatan elektronik maupun
multiguna. Sedangkan sektor-sektor lain
yang menyerap kredit/pembiayaan cukup
besar adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR), konstruksi, jasa dunia usaha
dan pertanian dengan pangsa masing-
masing sebesar 24,3%, 3,9%, 2,5% dan 2,4% (Grafik 3.6).
Tingginya penyaluran kredit ke sektor PHR, sejalan dengan struktur PDRB Sulawesi
Tenggara dimana pangsa sektor PHR terhadap pembentukan PDRB sektoral pada triwulan IV-
2010 diatas 18%. Kondisi yang berbeda terjadi pada sektor pertanian, dimana pangsa
terhadap pembentukan PDRB relatif tinggi yang berada di atas 33%, namun kredit yang
disalurkan ke sektor tersebut relatif kecil. Rendahnya penyaluran kredit pada sektor
disebabkan oleh persepsi masih tingginya risiko akibat ketergantungan pada alam. Selain itu
perbankan umumnya mengemukakan bahwa skala ekonomi usaha di sektor pertanian relatif
kecil sehingga dalam penyaluran kredit dapat menimbulkan masalah dalam administrasi,
overhead cost dan span of control setelah pemberian kredit direalisasikan. Untuk mengurangi
risiko bagi perbankan dalam menyalurkan kredit/pembiyaan ke sektor pertanian, pemerintah
sebenarnya telah mengeluarkan program revitalisasi pertanian khususnya perkebunan karet,
kelapa sawit dan kakao melalui program subsidi bunga, namun belum berjalan secara
optimal.
Grafik 3.7. : Pangsa Penyaluran Kredit Menurut Sektor Ekonomi
2%1% 4%
24%
1%3%
1%
63.92%
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik, Gas & Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial
Lainnya
Sumber : LBU BU dan BPR
PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK INDONESIA KENDARI
46
Dengan laju pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan DPK, telah mendorong peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR), yang
merupakan cerminan pelaksanaan fungsi intermediasi dari 97,52% pada triwulan III-2010
menjadi 101,9% pada triwulan IV-2010. Tingginya LDR tersebut mencerminkan bahwa
masih dibutuhkannya sumber pembiayaan kredit oleh perbankan yang belum terpenuhi
dengan jumlah DPK saat ini, sehingga kesadaran masyarakat untuk menabung perlu lebih
ditingkatkan sehingga perbankan memiliki sumber pembiayaan untuk kredit .
Meskipun kredit yang disalurkan menunjukkan peningkatan yang signifikan, namun
risiko kredit (credit risk) tetap terjaga. Hal ini terlihat pada rasio non performing loan (NPLs)
gross yang cukup rendah yang tercatat hanya sebesar 2,28%.
3.5. Perolehan Laba
Seiring dengan meningkatnya penyaluran kredit dan efisiensi usaha, perolehan laba
usaha yang berhasil dibukukan oleh perbankan Sulawesi Tenggara juga menunjukkan
peningkatan. Pada triwulan IV-2010 laba perbankan Sulawesi Tenggara tercatat sebesar
sebesar Rp592,32 Miliar, tumbuh 28,28% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
2009 yang tercatat sebesar Rp461,72 Miliar.
Dari sisi potensi laba yang ditunjukan oleh Net Interest Margin (NIM), perbankan
Sulawesi Tenggara menunjukkan angka yang cukup baik yaitu sebesar 7,40%, namun
tingginya NIM tersebut juga menggambarkan bahwa margin bunga yang dibebankan pada
nasabah masih terlalu tinggi.
Relatif tingginya laba yang diperoleh oleh perbankan bersumber dari pendapatan
operasional yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp1.092,42 Miliar dengan biaya operasional yang
lebih rendah dibandingkan pendapatan operasional yaitu sebesar Rp644,19 Miliar. Dari
kondisi tersebut terlihat bahwa rasio biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan
operasional (BOPO) sebesar 58,97%, yang menggambarkan tingkat efisiensi operasional perlu
dilihat kembali mengingat hal tersebut ditenggarai lebih disebabkan oleh tingginya margin
bunga sebagaimana disebutkan diatas.
3.6. Perkembangan Kredit UMKM dan KUR
Sektor UMKM memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara. Hal ini diindikasikan dari banyaknya jumlah usaha di Sulawesi
Tenggara yang bergerak di sektor UMKM, yaitu mencapai lebih dari 99% dari seluruh sektor
usaha. Dengan banyaknya jumlah usaha, tentunya banyak tenaga kerja yang terserap
PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK INDONESIA KENDARI
47
sehingga mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan
melihat vitalnya peran sektor UMKM tersebut, telah mendorong berbagai pemangku
kepentingan di Sulawesi Tenggara untuk terus mendorong peningkatan kuantitas maupun
kualitas UMKM dengan berusaha mengidentifikasi berbagai kendala yang dihadapi.
Beberapa kendala yang masih dihadapi oleh sektor UMKM antara lain tantangan
dalam meningkatkan kapasitas dan produktifitas usaha, keterbatasan modal usaha,
kemampuan pemasaran, jaminan kualitas dan kesinambungan tingkat produktifitas,
keterbatasan sumber daya manusia, serta kelemahan manajemen usaha. Kendala tersebut
berusaha diatasi dengan berbagai upaya oleh para pemangku kebijakan di wilayah ini, antara
lain dengan memberikan bantuan teknis di bidang produksi, pemasaran, akses ke sumber
pembiayaan terutama perbankan maupun penyusunan laporan keuangan sederhana baik
yang dilakukan secara langsung melalui instansi terkait maupun melalui unit bantuan teknis
(UBT) dan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).
Pada periode triwulan IV-2010 peran perbankan Sulawesi Tenggara dalam
membantu pembiyaan cukup signifikan, hal ini terlihat pada jumlah kredit/pembiayaan
mikro, kecil dan menengah (MKM) yang disalurkan yang pada triwulan IV-2010 tercatat
sebesar Rp6.084,76 Miliar, yang berarti seluruh kredit disalurkan untuk pembiayaan MKM.
Dibandingkan triwulan III-2010, kredit UMKM meningkat sebesar 14,23% (q-t-q), dan secara
tahunan meningkat sebesar 35,65% .
Sementara itu, dalam upaya meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan jumlah pelaku UMKM baru, pemerintah
juga telah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), yakni kredit yang disalurkan kepada
pelaku UMKM berupa kredit modal kerja dan investasi dengan suku bunga maksimum saat
ini sebesar 14%. Adapun bank penyalur KUR di Sulawesi Tenggara antara lain PT. Bank
Rakyat Indonesia, PT. Bank Mandiri, PT. Bank Tabungan Negara, dan PT. Bank BTN. Jumlah
plafon KUR yang telah disalurkan di provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 tercatat
sebesar Rp274,11 Miliar dengan baki debet Rp112,68 Miliar dan disalurkan kepada 37.249
debitur, dengan demikian rata-rata plafon per debitur sebesar Rp7,35 juta (Grafik 3.7.).
BOKS 2
PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL
“INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA”
Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta
persyaratan yang ditetapkan dengan pengetahuan yang dimiliki usaha mikro kecil (UMK)
terhadap hal tersebut ditengarai sebagai salah satu dari berbagai penyebab masih belum
optimalnya fungsi intermediasi perbankan pada sektor usaha produktif. Di satu sisi, pelaku UMK
masih mengalami keterbatasan informasi mengenai pola usaha yang layak dibiayai bank.
Ternyata di sisi lain, perbankan juga masih kekurangan informasi tentang komoditi usaha yang
potensial untuk dibiayai, sehingga aksesibilitas UMK ke perbankan semakin terkendala. Dalam
upaya pengembangan UMK dan peningkatan fungsi intermediasi perbankan, maka penyediaan
informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas/usaha potensial dalam bentuk
“model/pola pembiayaan komoditas (lending model)” akan membantu perbankan dalam
meningkatkan pembiayaan kepada komoditas/iusaha potensial tersebut sekaligus sebagai
rujukan bagi pelaku usaha dalam rangka
pengembangan usahanya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kantor Bank
Indonesia Kendari melakukan penelitian Lending
Model Usaha Batu Bata di Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperluas
pembiayaan terhadap UMKM sekaligus melengkapi
informasi tentang pola pembiayaan komoditas
potensial bagi perbankan di daerah. Pemilihan
komoditas/usaha batu bata ini dilatarbelakangi oleh
adanya fakta bahwa batu bata merupakan
merupakan salah satu produk usaha di sektor
industri yang telah banyak diusahakan oleh
masyarakat dalam skala usaha rumah tangga
sehingga merupakan salah satu sumber mata
pencaharian masyarakat yang dapat menyerap
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memberikan multiplier effect pada
masyarakat di sekitarnya.
Pembakaran batu bata dengan pola manual tradisional di lokasi survei
Industri batu bata, salah satu sumber penghasilan masyarakat yang masih belum banyak tersentuh
perbankan
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
49
Penelitian yang dilakukan pada tiga kawasan sentra industri batu bata di Sulawesi
Tenggara menunjukkan bahwa akses pengusaha batu bata pada lembaga-lembaga pembiayaan
formal seperti bank masih sangat terbatas dikarenakan (i) terkendala pada persyaratan izin
usaha, laporan keuangan, dan agunan, (ii) kurangnya informasi mengenai skim-skim kredit yang
tersedia, dan (iii) kekuatiran tidak mampu mengembalikan pinjaman karena pola cash inflow
usaha batu bata sekitar dua bulanan sementara pinjaman harus dikembalikan setiap bulan.
Berdasarkan teknologi pengolahan bahan baku dan fasilitas yang digunakan (bangsal,
alat dan proses pencetakan batu bata, dan tungku pembakaran), pola pengusahaan industri
batu bata pada aspek teknis produksi, dapat dipilah menjadi pola manual tradisional, pola
manual intensif, dan pola mekanis sederhana. Dalam proses pencetakan batu bata, pola manual
tradisional dan pola manual intensif masih menggunakan tenaga manual, sementara teknologi
mekanis sederhana sudah menggunakan bantuan mesin. Dengan demikian, pola usaha industri
batu bata di lokasi survei lebih lanjut dapat dibagi menjadi pola usaha manual dan pola usaha
mekanis sederhana.
Dari aspek keuangan usaha menunjukkan bahwa total biaya investasi yang dibutuhkan
industri batu bata pola manual dengan kapasitas produksi 20 m3 per siklus (2 bulan) adalah
sebesar Rp17.695.000. Sumber dana investasi berasal dari pinjaman kredit 70% (Rp12.386.500)
dan dana sendiri 30% (Rp5.308.500), dengan bunga pinjaman 22% dan jangka waktu
pengembalian 2 tahun. Modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp4.493.000 yang
dibiayai dari pinjaman kredit 70% (Rp3.145.100) dan biaya sendiri 30% (Rp1.347.900), dengan
bunga pinjaman 22% dan jangka waktu kredit selama 1 tahun.
Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan untuk industri batu bata pola mekanis
sederhana dengan kapasitas produksi 30 m3 per siklus (1 bulan) adalah sebesar Rp109.122.500.
Sumber dana investasi berasal dari pinjaman kredit 70% (Rp71.134.000) dan dana sendiri 30%
(Rp37.988.500), dengan bunga pinjaman 14% dan jangka waktu pengembalian 2 tahun.
Modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp7.502.500 yang dibiayai dari pinjaman kredit
70% (Rp5.251.750) dan biaya sendiri 30% (Rp2.250.750), dengan bunga pinjaman 22% dan
jangka waktu kredit selama 1 tahun.
Secara finansial industri batu bata pola manual dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria
nilai NPV Rp15.079.095, IRR 57,69%, Net B-C Ratio 1,85 dan PBP 2,4 tahun (28.8 bulan).
Demikian pula dengan industri batu bata pola mekanis sederhana dinilai layak dilaksanakan
dengan kriteria NPV Rp80.516.307, IRR 31,80%, Net B-C Ratio 1,74 dan PBP 4,2 tahun (50,4
bulan).
Pada analisa sensitivitas juga menunjukkan bahwa dengan penurunan pendapatan 10%,
atau kenaikan biaya variabel 10%, industri batu bata masih layak dilaksanakan. Demikian juga
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
50
dengan penurunan pendapatan dan kenaikan biaya variabel sekaligus masing-masing sebesar
9% untuk pola manual dan sebesar 10% untuk pola mekanis, masih layak dilaksanakan.
Pada pendekatan pembiayaan syariah, secara finansial industri batu bata pola manual
dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria nilai NPV Rp19.040.871, IRR 55,84%, Net B-C Ratio
2,08 dan PBP 2,11 tahun (25.3 bulan). Demikian pula dengan industri batu bata pola mekanis
sederhana dinilai layak dilaksanakan dengan kriteria NPV Rp76.536.172, IRR 34,60%, Net B-C
Ratio 1,75 dan PBP 4,0 tahun (48 bulan). Dengan tingkat margin 15,8% untuk kedua pola
usaha batu bata, dapat dibayarkan kewajiban kepada shahibul maal (LKS) dan dihasilkan
keuntungan yang memadai. Artinya, industri batu bata secara finansial layak dilaksanakan.
Dari aspek sosial ekonomi, pengembangan industri batu bata memberikan manfaat yang
positif antara lain tersedianya lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, sumber
pendapatan daerah, dan memberikan multiplier effect bagi perekonomian wilayah sekitarnya.
Namun dari sisi lingkungan, industri batu bata menimbulkan dampak negatif karena (i)
berkontribusi secara langsung pada penebangan pohon dan degradasi hutan, dan (ii)
meninggalkan lubang galian yang dalam yang tidak bisa lagi digunakan untuk kegiatan
pertanian dalam arti luas. Selain itu, asap dari pembakaran batu bata dapat dipandang sebagai
bentuk polusi yang memberi pengaruh kurang baik bagi kesehatan manusia khususnya mereka-
mereka yang menghirupnya secara langsung.
Mempertimbangkan kelayakan usaha industri batu bata berdasarkan potensi bahan
baku, prospek pasar, aspek produksi, dan aspek financial, maka penelitian ini
merekomendasikan kepada perbankan dan instansi pemerintah terkait untuk meningkatkan
kerja sama dalam pembinaan dan pengembangan usaha batu bata sesuai tupoksi masing-
masing. Untuk meningkatkan akses pengusaha batu bata ke sumber-sumber pembiayaan
formal, skim-skim kredit yang ditawarkan hendaknya mempertimbangkan kendala pengusaha
batu bata dari segi pemenuhan persyaratan izin usaha, laporan keuangan, dan agunan.
Perbankan perlu mempertimbangkan penetapan pengembalian kredit dua atau tiga bulanan
sesuai dengan pola cash inflow usaha batu bata. Skim-skim kredit yang tersedia perlu lebih
disosialisasikan kepada pengusaha UMKM. Selain itu, pemerolehan izin usaha UMKM perlu
dipermudah baik dari sisi prosedur pengurusannya maupun biayanya.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha batu bata, upaya-upaya lain yang
perlu dilakukan adalah pendataan, pendampingan untuk pembuatan perencanaan bisnis,
pelatihan produksi, market survei dan manajemen keuangan, pendirian Koperasi dan kerja sama
kelompok, dan melakukan eksperimen produksi batu bata untuk mendapatkan hasil terbaik.
Upaya-upaya ini dapat dilakukan pemerintah bekerja sama dengan universitas dan lembaga-
lembaga non-pemerintah. Di samping itu, instansi terkait perlu memperbaiki kondisi jalan ke
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
51
sentra-sentra produksi untuk membantu kelancaran pemasaran batu bata, meningkatkan nilai
tanah yang sekaligus merupakan nilai agunan pengusaha, dan meningkatkan akses perbankan
ke calon-calon debitur pengusaha batu bata.
Hal lain yang penting untuk mendapat perhatian pemerintah adalah perlunya upaya
mengurangi dampak negatif usaha batu bata terhadap lingkungan. Penelitian atau eksperimen
penggalian tanah yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan dan pemanfaatan lahan
bekas galian perlu dilakukan, dan hasilnya disosialisasikan kepada pengusaha batu bata.
Langkah-langkah lain yang bisa dilakukan adalah (i) penggunaan bahan campuran yang bisa
mempermudah proses pembakaran dan memperingan bobot batu bata, seperti penggunaan
sekam, abu gergaji, dan kulit kacang tanah untuk mengurangi tekanan terhadap hutan, (2)
mendorong penanaman pohon melalui pola agro-forestry pada usaha tani-usaha tani yang ada
di sekitarnya, (3) pengusahaan pohon yang bisa menghasilkan kayu bakar dengan nilai kalorifik
yang lebih tinggi dengan jalan memilih spesies pohon yang cocok seperti eucalyptus, dan (4)
perlu diaktifkan kembali usaha-usaha aforestasi dan reforestasi dengan menjamin partisipasi
masyarakat lokal. Selain itu, pemerintah dan instansi terkait mungkin perlu membuat pola
perencanaan tata ruang di sekitar lokasi sentra industri batu bata dengan pertimbangan-
pertimbangan komprehensif, terpadu, dan bersifat jangka panjang.
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
52
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB IV
KEUANGAN DAERAH
Peran pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi
Sulawesi Tenggara cukup besar, hal ini tercermin dari kontribusi konsumsi dan investasi
pemerintah pada PDRB penggunaan hingga triwulan III-2010 yaitu sebesar ±6,04%.
Sehingga, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang optimal, pemerintah daerah perlu
untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk sektor-sektor pembangunan yang akan
menghasilkan multiplier effect yang besar bagi perekonomian.
Pada tahun 2010 APBD menurun atau lebih rendah 8,43% di bandingkan 2009
Provinsi Sulawesi Tenggara penurunan ini bisa diartikan bisa diartikan sebagai penurunan
kinerja pemerintah dalam merealisasikan anggaran khususnya anggaran untuk
pembangunan. Namun pada tahun 2011, pemerintah kembali ditantang untuk
meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan APBD TA 2011 Provinsi Sulawesi Tenggara baik
anggaran pendapatan maupun anggaran belanja. (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara (Rupiah)
No URAIAN APBD 2009 APBD 2010 APBD 20111 Pendapatan Daerah 1,252,788,609,800 1,147,216,516,188 1,220,580,518,122a Pendapatan Asli Daerah 464,854,279,800 361,282,186,188 421,500,258,214b Dana Perimbangan 728,362,930,000 726,362,930,000 779,080,259,908c Lain‐lain Pendapatan Daerah Yang Sah 59,571,400,000 59,571,400,000 59,571,400,000
2 Belanja Daerah 1,292,773,879,350 1,320,577,088,678 1,407,254,978,726a Belanja Tidak Langsung 659,028,548,934 612,909,303,067 827,518,399,126b Belanja Langsung 633,745,330,416 707,667,785,612 579,736,579,600
Surplus/(Defisit) (39,985,269,550) (173,360,572,490) (186,674,460,604) Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara
4.1. Anggaran Pendapatan
Pendapatan daerah merupakan hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan daerah
KEUANGAN DAERAH BANK INDONESIA KENDARI
54
dibagi dalam tiga kelompok yaitu pendapatan asli daerah, pendapatan transfer/dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara TA 2011 mengalami
peningkatan sebesar 6,39% dibandingkan anggaran Pendapatan Daerah pada TA 2010.
Namun jika dibandingkan TA 2009, anggaran Pendapatan Daerah tersebut masih mengalami
penurunan yaitu sebesar -2,57%. Berdasarkan kelompoknya penurunan tersebut disebabkan
oleh menurunnya target anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta belum terdapatnya
sumber-sumber pendapatan baru pada pos komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang
Sah pada APBD TA 2011, meskipun di pos dana perimbangan terjadi peningkatan alokasi
dana.
Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada APBD TA 2011 ditargetkan sebesar
Rp421,50 Miliar, atau meningkat 16,67% dibandingkan TA 2010 yang tercatat sebesar
Rp361,28 M. Dua komponen utama yang memiliki pangsa terbesar pada PAD adalah
komponen Hasil Pajak Daerah dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah dengan
pangsa masing-masing sebesar 48,87% dan 38,02%. Target anggaran PAD pada TA 2011
mengalami peningkatan 16,67% dibandingkan target pada TA 2010 yang tercatat sebesar
Rp361,28 Miliar yang didorong oleh meningkatnya komponen Hasil Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan serta Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang
Sah masing-masing sebesar 44,95%, 33,64% dan 38,85% (Tabel 4.2).
Meskipun komponen Hasil Pajak Daerah yang memiliki pangsa terbesar terhadap
PAD, namun pos tersebut justru mengalami penurunan target dibandingkan anggaran pada
TA 2010 yaitu sebesar -0,44%. Faktor yang menyebabkan penurunan target tersebut
diperkirakan adalah pencapaian Hasil Pajak Daerah pada tahun 2010 yang tidak sesuai
dengan target pada APBD TA 2010.
Tabel 4.2 Perbandingan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
No URAIAN APBD 2009 APBD 2010 APBD 20111 PENDAPATAN ASLI DAERAHa Hasil Pajak Daerah 188,247,066,000 206,908,042,595 205,997,997,483b Hasil Retribusi Daerah 23,559,877,000 28,357,068,750 41,102,722,270c Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang D 10,588,417,000 10,588,417,000 14,150,009,655d Lain‐lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 242,458,919,800 115,428,657,843 160,269,528,806
2 DANA PERIMBANGANa Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 82,200,800,000 80,200,800,000 64,439,102,908b Dana Alokasi Umum 589,844,130,000 589,844,130,000 700,836,557,000c Dana Alokasi Khusus 56,318,000,000 56,318,000,000 33,804,600,000
3 LAIN‐LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAHa Dana Penyesuaian 59,571,400,000
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara
KEUANGAN DAERAH BANK INDONESIA KENDARI
55
Sementara itu pendapatan dari pos dana perimbangan pada TA 2011 meningkat
10,01% dibanding TA 20101 . Dana Perimbangan yang dialokasikan ke Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp779,08 Miliar. Pangsa terbesar pada
Dana Perimbangan didominasi oleh komponen DAU yaitu sebesar 87,71% dari total Dana
Peirmbangan. Sementara DAK dan DBH memiliki pangsa yang relatif kecil masing-masing
sebesar 4,23% dan 8,06% dari total Dana Perimbangan. Alokasi Dana Perimbangan pada
tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 10,01% dibandingkan alokasi Dana
Perimbangan pada TA 2010. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pada
komponen DAU sebesar 18,82% dibandingkan TA 2010. Sementara itu, komponen DBH
dan DAK mengalami penurunan masing-masing sebesar -19,65% dan -39,98%.
Alokasi anggaran pada kedua komponen khususnya DAK, pada umumnya
dipergunakan untuk proyek pengembangan dan atau pembangunan infrastruktur yang
diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, sehingga penurunan alokasi
anggaran kedua komponen tersebut berarti bahwa pembiayaan pusat untuk pengembangan
dan atau pembangunan infrastruktur mengalami penurunan.
4.2. Anggaran Belanja
Belanja Daerah didefinisikan sebagai semua kewajiban daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja
Daerah terdiri dari dua kelompok yaitu Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
Anggaran Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 ditargetkan
sebesar Rp1407,25 Miliar yang berarti mengalami peningkatan 6,56% dibandingkan
Anggaran Belanja Daerah tahun 2010. Jika dibandingkan dengan anggaran pada tahun
2009, Anggaran Belanja Daerah TA 2011 mengalami peningkatan sebesar 8,86%.
Belanja Daerah pada TA 2011 didominasi oleh Belanja Tidak Langsung dengan pangsa
sebesar 58,80%. Komposisi pangsa tersebut mengalami pergeseran dibandingkan komposisi
1 Dana perimbangan merupakan dana transfer dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang
bersumber dari APBN yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU),
dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam, sedangkan DAU
dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sementara DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian
dari program yang menjadi prioritas nasional.
KEUANGAN DAERAH BANK INDONESIA KENDARI
56
pada TA 2010 dengan Kelompok Belanja Langsung yang memiliki pangsa terbesar yaitu
53,59%. Belanja langsung pada umumnya didominasi oleh pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi. Sementara Belanja Tidak Langsung digunakan untuk belanja pegawai dan belanja
barang dan jasa.
Anggaran pada kelompok Belanja Tidak Langsung pada TA 2011 tercatat sebesar
Rp827,51 Miliar (Tabel 4.3). Pangsa terbesar pada kelompok Belanja Tidak Langsung
didominasi oleh komponen Belanja Pegawai dan Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa yang masing-masing sebesar 51,51% dab
36,26% dari total anggaran Belanja Tidak Langsung.
Tabel 4.3 Perkembangan Anggaran Belanja Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara
No URAIAN APBD 2009 APBD 2010 APBD 20111 BELANJA TIDAK LANGSUNGa Belanja Pegawai 367,730,669,034 336,230,365,942 426,218,000,199b Belanja Hibah 9,056,600,000 4,422,000,000 4,930,000,000c Belanja Bantuan Sosial 9,537,000,000 3,158,000,000 6,612,000,000
dBelanja Bagi Hasil kepada Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 67,704,279,900 60,079,593,125 84,701,905,567
eBelanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
200,000,000,000 206,519,344,000 300,056,493,360
f Belanja Tidak Terduga 5,000,000,000 2,500,000,000 5,000,000,0002 BELANJA LANGSUNGa Belanja Pegawai 109,927,336,075 130,378,563,731 39,145,144,500b Belanja Barang dan Jasa 269,559,970,332 255,167,800,031 177,537,074,710c Belanja Modal 254,258,024,009 322,121,421,850 363,054,360,390
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara
Target Belanja Tidak Langsung pada TA 2011 mengalami peningkatan sebesar
35,01% dibandingkan TA 2010. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan
Belanja Pegawai dan Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintahan Desa masing-masing sebesar 26,76% dan 45,29%. Peningkatan Belanja
Pegawai diperkirakan didorong oleh adanya kenaikan jumlah pegawai Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara yang terlihat dari adanya perekrutan-perekrutan lokal yang berlangsung
selama tahun 2010. Sementara peningkatan Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dialokasikan sebagai dana block grant atau bantuan desa/kelurahan
KEUANGAN DAERAH BANK INDONESIA KENDARI
57
sebagai bagian dari program Bahteramas (Bangun Kesejahterahan Masyarakat) oleh
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan alokasi sebesar Rp100 Juta/Desa/Tahun.
Anggaran pada kelompok Belanja Langsung pada TA 2011 tercatat sebesar Rp579,73
Miliar (Tabel 4.3). Pangsa terbesar pada Kelompok Belanja Langsung didominasi oleh Belanja
Modal dengan sebesar 62,62% dari total Belanja Langsung. Sementara Belanja Pegawai dan
Belanja Barang dan Jasa memiliki pangsa masing-masing sebesar 30,62% dan 6,75%.
Target Belanja Langsung pada TA 2011 mengalami penurunan sebesar -18,08%
dibandingkan TA 2010. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan pada target
Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa yang masing-masing sebesar -69,98% dan -
30,42%. Pada sisi lain, Belanja Modal mengalami peningkatan sebesar 12,71% dibandingkan
TA 2010. Alokasi Belanja Modal merupakan alokasi belanja yang memiliki multiplier effect
paling besar karena merupakan anggaran untuk pengembangan dan pembangunan
infrastruktur daerah.
4.3. Surplus/Defisit APBD TA 2011
Pada APBD TA 2011, jumlah target anggaran Pendapatan lebih rendah dibandingkan
dengan target anggaran Belanja sehingga menyebabkan defisit APBD sebesar Rp186,67
Miliar. Defisit tersebut mengalami peningkatan dibandingkan defisit APBD TA 2010 yang
sebesar Rp173,36 Miliar. Untuk menutupi defisit tersebut, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara menggunakan anggaran kelompok Penerimaan Pembiayaan Daerah dengan
komponen SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya) dan
Penerimaan Pinjaman Daerah. Jumlah anggaran masing-masing komponen yaitu sebesar
Rp31,27 Miliar dan Rp280,00 Miliar, sehingga total Penerimaan Pembiayaan Daerah tercatat
sebesar Rp311,27 Miliar.
Dengan jumlah Penerimaan Pembiayaan tersebut, maka defisit APBD TA 2011 dapat
tertutupi dan memiliki kelebihan sebesar Rp124,60 Miliar. Kelebihan tersebut akan digunakan
sebagai Pengeluaran Pembiayaan Daerah dengan dua komponen yaitu Penyertaan Modal
(Investasi) Pemerintah Daerah dan Pembayaran Pokok Utang. Jumlah masing-masing
anggaran komponen tersebut yaitu Rp10,00 Miliar dan Rp114,60 Miliar yang sesuai dengan
jumlah kelebihan penutupan defisit anggaran TA 2011.
KEUANGAN DAERAH BANK INDONESIA KENDARI
58
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB
V
PERKEMBANGAN SISTEM
PEMBAYARAN
Sesuai amanat undang-undang No.23 tahun 2009 sebagaimana telah diubah oleh
undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas pokok Bank Indonesia
adalah mengatur dan menjaga kelacaran sistem pembayaran, baik sistem pembayaran tunai
maupun non tunai.
Terkait dengan pelaksanaan tugas tersebut, terutama dalam mendukung aktivitas
perekonomian di Sulawesi Tenggara, di bidang pembayaran tunai Kantor Bank Indonesia Kendari
senantiasa berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang tunai dalam jumlah
maupun nominal yang dibutuhkan khususnya untuk keperluan bertransaksi. Sementara di bidang
pembayaran non tunai, KBI Kendari berupaya untuk menjaga kelancaran pelaksanaan transaksi
kliring melalui sarana Sistim Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS)
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV-2010
baik secara triwulanan maupun tahunan juga tercermin dari menurunnya kegiatan
transaksi pembayaran tunai maupun non tunai yang dilakukan melalui Kantor Bank
Indonesia Kendari. Penurunan transaksi tunai tercermin pada menurunnya aliran uang ke
luar (out flow) sementara penurunan aktivitas pembayaran non tunai tercermin pada
kegiatan SKNBI maupun melalui BI-RTGS.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah baik dalam kondisi
khususnya kepada masyarakat yang berdomisili jauh dari bank serta dalam upaya melindungi
masyarakat dari kemungkinan kejahatan uang Rupiah palsu, Bank Indonesia Kendari secara periodik
melakukan kegiatan kas kelililing dan edukasi tentang memahami ciri-ciri keaslian uang Rupiah
kepada seluruh stakeholder.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN BANK INDONESIA KENDARI
60
4.1. Perkembangan Pembayaran Tunai
A. Uang Kartal Yang di Edarkan /Out Flow.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang kartal1 khususnya untuk
Berdasarkan data perkembangan inflow-outflow uang yang dikelola Kantor Bank
Indonesia Kendari sepanjang tahun 2010 terlihat bahwa uang logam pecahan Rp500 ke
bawah menunjukkan trend inflow yang cukup signifikan.
Grafik 1. Inflow Outflow Uang Logam
Berdasarkan informasi dari seksi Perkasan, berkurangnya penggunaan uang
logam khususnya pecahan Rp100,00 dan Rp200,00 antara lain diakibatkan adanya
penolakan oleh pihak pedagang untuk menerima pembayaran dengan alasan uang
tersebut sudah tidak berlaku dan bank tidak mau menerima setoran dengan uang logam
pecahan Rp100,00 dan Rp200,00. Isu tersebut terjadi di Kota Raha, Kabupaten Muna.
Untuk membuktikan hal ini, dan kemungkinan terjadi pula di wilayah lainnya maka perlu
dilakukan survei yang komprehensif.
Tujuan survei ini adalah untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap
penggunaan uang logam, sehingga diketahui alasan untuk menggunakan atau tidak
menggunakan uang logam dalam kegiatan transaksi sehari-hari. Survei dilakukan di Kota
Kendari, Kota Raha dan Kota Bau-Bau. Pemilihan daerah survei ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa ketiga kota tersebut merupakan sentra ekonomi di provinsi Sulawesi
Tenggara.
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
65
2. Awareness Uang Logam
Pemahaman responden mengenai nominal pecahan uang logam yang beredar saat ini
masih cukup bervariasi, baik responden pedagang maupun responden perorangan, namun tidak
ada responden yang mengetahui secara tepat jumlah dan nominal uang logam yang beredar
saat ini (Grafik 2). Jumlah nominal uang logam yang beredar saat ini sebanyak 6 jenis yaitu
Rp1,00, Rp50,00, Rp100,00, Rp200,00, Rp500,00, dan Rp1000,00.
Grafik 2. Jenis Nominal Uang Logam Beredar Menurut Responden Pedagang dan Perorangan
1
1
1
2
3
10
12
25
0 5 10 15 20 25 30
(Rp100, Rp200, Rp500)
(Rp200, Rp500, Rp1000)
(Rp50, Rp100, Rp200, Rp500, Rp1000, …
(Rp100, Rp500)
(Rp50, Rp100, Rp500, Rp1000, Rp2000)
(Rp50, Rp100, Rp200, Rp500, Rp1000)
(Rp500, Rp1000)
(Rp100, Rp200, Rp500, Rp1000)
1
1
1
1
1
2
3
11
26
28
0 5 10 15 20 25 30
(Rp100, Rp1000)
(Rp100, Rp500)
(Rp100, Rp200, Rp1000)
(Rp200, Rp500, Rp1000)
(Rp25, Rp50, Rp100, Rp200, Rp500)
(Rp25, Rp100, Rp500, Rp1000)
(Rp10, Rp50,Rp100, Rp200, Rp500, …
(Rp500, Rp1000)
(Rp100, Rp200, Rp500, Rp1000)
(Rp50, Rp100, Rp200, Rp500, Rp1000)
3. Penerimaan Uang Logam
Selanjutnya, rata-rata penerimaan uang logam per hari baik responden bank,
pedagang, maupun perorangan masih cukup bervariasi, dengan 18,46% dari total responden
menyatakan hampir tidak pernah menerima uang logam dalam aktivitasnya sehari-hari (Tabel1).
Dari seluruh reponden yang pernah menerima uang logam, uang logam pecahan Rp500, dan
Rp1000 yang paling banyak diterima dalam transaksi harian (Tabel 2).
Tabel 1. Rata-Rata Penerimaan Uang Logam Per Hari
No Rata‐Rata Penerimaan Bank Pedagang PeroranganJumlah
RespondenPersentase
1 Hampir tidak pernah 4 9 15 24 18.462 1‐2 kali 6 14 32 46 35.383 3‐5 kali 6 14 20 34 26.154 5‐10 kali 2 12 3 15 11.545 lebih 10 kali 2 6 5 11 8.46
20 55 75 130 100.00Sumber: Data Primer, Desember 2010
Jumlah
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
66
Tabel 2. Urutan Uang Logam yang Sering Diterima oleh Responden
Urutan Responden
Bank Pedagang Perorangan
1 Rp500 Rp500 Rp500
2 Rp100 Rp1000 Rp200
3 Rp200 Rp200 Rp100
4 Rp1000 Rp100 Rp1000
5 Rp50 Rp50 Rp50
Berdasarkan tempat penerimaan uang logam, sebagian besar responden menerima
dari rumah makan yaitu 29,17 %, kemudian disusul dari pasar dan toko/swalayan yaitu masing-
masing sebanyak 26,04 %, lainnya sebanyak 16,15 %, dan Bank 2,60 %.
4. Penolakan Penerimaan Uang Logam
Mengacu pada isu yang beredar tentang tidak berlakunya beberapa jenis uang logam,
Sebagian besar responden, baik responden bank, pedagang, maupun perorangan menyatakan
tidak pernah menolak menerima uang logam dan hanya sebagian kecil yang menolak menerima
uang logam. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 4 orang responden bank yang pernah
menolak menerima uang logam, 9 orang responden pedagang pernah menolak menerima uang
logam, dan 13 orang responden perorangan pernah menolak menerima uang logam.
Responden Bank menyatakan alas an menolak untuk menerima uang logam adalah
1. Nasabah membawa uang logam dalam keadaan tidak rapi (bercampur dengan kapur)
sehingga menghambat transaksi di teller;
2. Ketentuan Bank Indonesia;
3. Uang belum disusun.
Adapun alasan responden pedagang menolak untuk menerima uang logam adalah
1. Susah disimpan;
2. Mudah hilang;
3. Banyak yang menolak;
4. Ragu tidak dapat ditukar lagi.
Sementara itu, responden perorangan menyatakan alasan menolak untuk menerima uang
logam adalah
1. Susah disimpan;
2. Mudah hilang;
3. Berat untuk dibawa;
4. Repot dibawa;
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
67
5. Isu tidak laku.
Berdasarkan daerahnya, penolakan untuk menerima uang logam paling tinggi terjadi di
Bau-Bau dan Raha yaitu masing-masing sebesar 30,00% dan 20,00% dari total responden
pernah menolak menerima uang logam (Grafik 3).
Grafik 3 Persentase Penolakan Penerimaan Uang Logam Berdasarkan Daerah
70%
80%
84%
30%
20%
16%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Bau‐Bau
Raha
Kendari
Tidak pernah menolak Pernah menolak
5. Penggunaan Uang Logam
Penggunaan uang logam sebagai alat transaksi relatif rendah. Sebanyak 43,33% orang
responden menggunakan uang logam rata-rata per hari 1-2 kali saja. Penggunaan itu sebagian
besar dilakukan oleh responden perorangan, kemudian pedagang dan bank. Hanya 10,67%
orang responden yang menggunakan uang logam lebih 10 kali per hari (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-Rata Penggunaan Uang Logam
No Rata‐Rata Penggunaan Bank Pedagang PeroranganJumlah
RespondenPersentase
1 Hampir tidak pernah 7 8 17 32 21.332 1‐2 kali 8 21 36 65 43.333 3‐5 kali 4 7 17 28 18.674 5‐10 kali 1 5 3 9 6.005 lebih 10 kali 0 14 2 16 10.67
20 55 75 150 100.00Sumber: Data Primer, Desember 2010
Jumlah
Penggunaan uang logam yang relatif rendah terjadi pada semua daerah survei bahkan
di Kota Raha responden perorangan sebagian besar mengatakan rata-rata per hari hampir tidak
menggunakan uang logam sebagai alat transaksi (Grafik 4). Rendahnya penggunaan uang
logam sebagai alat transaksi terutama di Kota Raha dan Bau-Bau disebabkan isu yang sudah
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
68
merebak sampai ke pelosok bahwa pecahan uang logam selain Rp500 dan Rp1000 tidak
berlaku lagi.
Grafik 4 Persentase Penggunaan Uang Logam Per Hari Berdasarkan Daerah
30%
34%
19%
25%
40%
37%
30%
14%
23%
15%
0%
8%
0%
11%
13%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Bau‐Bau
Raha
Kendari
hampir tidak pernah 1‐2 kali 3‐5 kali 5‐10 kali lebih dari 10 kali
6. Penolakan Penggunaan Uang Logam
Meskipun uang logam masih digunakan sebagai alat transaksi namun sebagian
masyarakat telah mengalami penolakan pada saat menggunakan uang logam sebagai alat
transaksi. Berdasarkan daerahnya, penolakan penggunaan uang logam paling tinggi terjadi di
Raha dan Bau-Bau yaitu masing-masing sebesar 49,00% dan 37,00% dari total responden
pernah menolak menerima uang logam (Grafik 5).
Grafik 5 Persentase Penolakan Penggunaan Uang Logam Per Hari Berdasarkan Daerah
63%
51%
83%
37%
49%
17%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Bau‐Bau
Raha
Kendari
Tidak pernah menolak Pernah menolak
Penolakan penggunaan uang logam tidak saja terjadi di Kota Raha dan Bau-Bau tetapi
juga di Kota Kendari. Nilai nominal pecahan uang logam yang pernah ditolak adalah Rp50,00,
Rp100,00, Rp200,00 bahkan satu orang responden di Kota Kendari mengatakan pernah ditolak
pada saat menggunakan pecahan Rp500,00.
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
69
Kontaminasi isu tidak berlakunya uang logam tidak mustahil akan masuk ke Kota
Kendari dalam waktu yang singkat mengingat mobilitas/interaksi masyarakat Kota Kendari
dengan Kota Raha dan Bau-Bau cukup tinggi bahkan banyak masyarakat bertempat tinggal di
Kota Kendari namun mereka adalah penduduk Kota Raha atau Kota Bau-Bau.
7. Persepsi Uang Logam Yang Tidak Berlaku
Isu tidak berlakunya uang logam nominal tertentu tidak hanya terdengar oleh
responden Kota Raha dan Bau-Bau tetapi juga oleh masyarakat Kota Kendari. Khusus di Kota
Raha dan Bau-Bau, semua responden pernah mendengar isu tersebut. Pecahan uang logam
yang diisukan tidak berlaku adalah pecahan Rp50,00 dan Rp100,00. Isu tidak berlakunya uang
logam tertentu sebagian besar responden telah mempertanyakan ke bank dan telah mendapat
penjelasan.
Tabel 4. Pecahan Uang Logam Yang Diisukan Tidak Berlaku
No Nilai Pecahan Logam Pedagang Perorangan1 Rp50.00 45 82 Rp100.00 53 103 Rp500.00 2 04 Rp1,000.00 0 0
100 18Sumber: Data Primer, Desember 2010
Jumlah
Dengan merebaknya isu tidak berlakunya uang logam pecahan tertentu maka di Kota
Raha dan Bau-Bau tidak ditemukan lagi pecahan uang logam selain Rp1000,00 dan Rp500,00.
Pada Tabel 5 di bawah tampak bahwa 84,48% orang responden tidak menggunakan lagi uang
yang diisukan tidak berlaku dan sebanyak 15,52% orang responden yang menyatakan masih
menggunakan.
Tabel 5. Penggunaan Uang Logam Yang Diisukan Tidak Berlaku
No Penggunaan Uang Logam Pedagang Perorangan1 Ya 16 02 Tidak 32 8
48 8Sumber: Data Primer, Desember 2010
Jumlah
Responden yang masih menggunakan uang logam yang diisukan tersebut umumnya
adalah responden di Kota Kendari , sebagian kecil di Kota Bau-Bau dan Raha (grafik 7) yaitu
responden pedagang yang skala usahanya relatif besar/maju dan mengetahui bahwa uang
tersebut tetap berlaku.
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
70
Grafik 7 Persentase Penggunaan Uang Logam Yang Diisukan Tidak Berlaku
Berdasarkan Daerah
19%
40%
61%
81%
60%
39%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Bau‐Bau
Raha
Kendari
Ya
Tidak
8. Preferensi Uang Logam
Selain pertanyaan tentang isu tidak berlakunya beberapa jenis uang logam, kepada
responden juga ditanyakan preferensi mereka terhadap penggunaan uang logam. Berdasarkan
hasil survey, 90,53% orang responden mengatakan uang logam masih diperlukan dengan
alasan untuk pengembalian pembayaran terhadap barang. Pecahan nominal uang logam yang
masih dibutuhkan masyarakat yaitu Rp500,00 kemudian Rp1000,00 dan Rp200,00.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Preferensi Pecahan Uang Logam
No Nilai Nominal Bank Perdagangan Perorangan1 Rp1.00 ‐ ‐ ‐2 Rp25.00 ‐ ‐ ‐3 Rp50.00 ‐ ‐ 44 Rp100.00 5 32 185 Rp200.00 3 3 166 Rp500.00 8 84 617 Rp1,000.00 1 72 538 Rp2,000.00 1 72 239 Lainnya 0 2 2
18.00 265.00 177.00Sumber: Data Primer, Desember 2010
Jumlah
Meskipun dibutuhkan, beberapa responden mengemukakan ketidaksukaannya
terhadap uang logam karena susah dibawa dan susah disimpan (gampang hilang). Sedangkan
masalah yang dikeluhkan oleh responden bank adalah tempat penyimpanan uang logam yang
terbatas dan tidak adanya alat sortiran sehingga penortiran uang logam dilakukan secara
manual.
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
71
9. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Survei Preferensi atas Uang Logam, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Jenis pecahan uang logam yang beredar dan dikenali oleh responden pedagang adalah
4 (empat) jenis yaitu Rp100,00, Rp200,00, Rp500,00 dan Rp1000,00,sedangkan
menurut responden perorangan terdiri dari 5 jenis yaitu Rp50,00, Rp100,00, Rp200,00,
Rp500,00 dan Rp1000,00
b. Rata-rata penerimaan uang logam per hari adalah berkisar 1 s.d. 5kali per hari.
c. Itensitas uang logam yang sering diterima dan digunakan oleh responden adalah
pecahan uang logam dengan nominal Rp500,00, Rp200,00, Rp100,00 dan Rp1000,00.
Tempat yang sering menerima uang logam adalah rumah makan, pasar dan
toko/swalayan.
d. Sebagian besar responden tidak pernah menolak pembayaran transaski dari uang logam.
Meskipun relatif rendah, penolakan uang logam pernah terjadi bukan hanya di Kota
Raha dan Bau-Bau tetapi juga di Kota Kendari. Penolakan bukan hanya oleh pedagang
dan perorangan tetapi bank juga pernah menolak untuk penukaran.
10. Saran-Saran
a. Berkaitan dengan isu tidak berlakunya uang logam dengan pecahan nominal tertentu,
khususnya Kota Raha dan Bau-Bau maka Bank Indonesia Kendari sebaiknya melakukan
aksi/kegiatan (sosialisasi) “Kita cinta uang logam” . antara lain melalui media cetak
atau elektronik. Kegiatan tersebut juga sebaiknya dilakukan di seluruh kota di provinsi
Sulawesi Tenggara dan secara continue.
b. Bank Indonesia Kendari melalui “Kas Keliling”juga dapat dengan menerima penukaran
uang logam dengan nominal apa saja.
c. Bank Indonesia Kendari dapat menyelenggarakan perlombaan/pertandingan yang
hadiahnya berupa uang logam.
BOKS BANK INDONESIA KENDARI
72
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB
VI
TENAGA KERJA DAN INDIKATOR
KESEJAHTERAAN
6.1 Ketenagakerjaan Daerah
Secara umum kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada tahun 2010
menunjukkan kondisi yang lebih baik. Pada bulan Agustus 2010, jumlah angkatan kerja tercatat
sebanyak 1.045.899 orang atau meningkat 4,78% dibandingkan bulan Agustus 2009 yang tercatat
sebanyak 998.195 orang. Dari total angkatan kerja tersebut, jumlah penduduk yang bekerja
tercatat sebanyak 997.678 orang atau meningkat 4,92% dibandingkan data jumlah penduduk
yang bekerja pada bulan Agustus 2009 yang tercatat sebanyak 950.876 orang. Sementara itu,
jumlah penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja turun sebesar 2,49% dibandingkan bulan
Agustus 2009 (tabel 6.1).
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan
2008Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Angkatan Kerja 979,256 986,096 998,195 1,033,568 1,045,899 ‐Bekerja 923,118 933,029 950,876 984,271 997,678 ‐Tidak Bekerja 56,138 5,367 47,319 49,297 48,221 Bukan Angkatan Kerja 407,094 417,664 419,949 405,061 409,473 Tingkat Partisipasi Aktif Angkatan Kerja (TPAK %)
70.64 70.25 70.39 71.84 72
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 5.73 5.38 4.74 4.77 5
Kegiatan Utama 2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara
Berdasarkan bidang pekerjaannya, angkatan kerja dominan bekerja disektor pertanian
(49,2%) disusul sektor jasa sebesar 17,6%, dan sektor perdagangan yang mampu menyerap
15,8%. Sektor jasa mampu menyerap tenaga kerja baru yaitu 37.061 orang atau tumbuh 26,72%
dibanding Agustus 2009. Sektor berikutnya yang menambah tenaga kerja baru adalah
perdagangan dan industri yang mampu tumbuh sebesar 16,93% dan 6,45%
Pada sisi lain, meskipun pertanian merupakan sektor yang masih dominan menyerap TK,
namun berdasarkan data Agustus 2010, sektor pertanian mengalami penurunan tenaga kerja
sebesar -1,36% (6.832 orang). Penurunan tertinggi terjadi di sektor lainnya -14,01%, disusul sektor
angkutan dan bangunan yang masing-masing menurun sebesar -8,57% dan -1,57%. Penurunan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN BANK INDONESIA KENDARI
74
tersebut diperkirakan disebabkan oleh pergeseran tenaga kerja ke sektor perdagangan dan jasa
yang saat ini sedang berkembang pesat di Sulawesi Tenggara.
Tabel 6.2 Pekerja Berdasarkan Lapangan Kerja Utama
Berdasarkan status pekerjaannya, dari tujuh kategori status pekerjaan dapat diidentifikasi
menjadi 2 kelompok utama yang terkait dengan kegiatan ekonomi yaitu formal dan informal.
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan
buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal adalah selain dari kegiatan formal. Pada
survei yang dilakukan oleh BPS periode Agustus 2010 tercatat bahwa proporsi jumlah penduduk
yang bekerja pada sektor formal dan informal masing-masing sebesar 278.499 orang (27,91%) dan
719.179 orang (72,09%).
Tabel 6.3 Pekerja Berdasarkan Status Pekerjaannya
2009Agustus Agustus Pertumbuhan Pangsa
Berusaha sendiri 171,118 163,476 ‐4.47% 16.39%Berusaha dibantu buruh tidak tetap 239,841 244,732 2.04% 24.53%Berusaha dibantu buruh tetap 22,335 31,074 39.13% 3.11%Buruh/Karyawan 207,957 247,425 18.98% 24.80%Pekerja bebas di pertanian 12,402 12,845 3.57% 1.29%Pekerja bebas di non pertanian 22,433 18,572 ‐17.21% 1.86%Pekerja tak dibayar 274,790 279,554 1.73% 28.02%Sulawesi Tenggara 950,876 997,678 4.92% 100.00%
2010Status Pekerjaan Utama
Jumlah tenaga kerja pada sektor formal mengalami peningkatan 20,93% dibandingkan
pada survei Agustus 2009. Pada sisi lain, jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor informal
mengalami penurunan sebesar 0,19% atau sebanyak 1.405 orang. Kondisi ini mencerminkan
kepastian pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja, sehingga semakin tinggi proporsi tenaga
Sumber: data BPS diolah
Sumber: data BPS diolah
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN BANK INDONESIA KENDARI
75
kerja yang bekerja di sektor informal maka semakin banyak tenaga kerja yang tidak memiliki
kepastian pendapatan (tabel 6.3).
Jika dirinci lebih dalam maka akan terlihat pergeseran jumlah tenaga kerja yang bekerja pada
masing-masing status kerja yakni tercermin dari penurunan jumlah tenaga kerja yang memiliki
status pekerjaan sebagai “pekerja bebas di non pertanian” dan “berusaha sendiri” masing-masing
sebesar -17,21% dan -4,47% dibandingkan dengan data Agustus 2009, sementara terjadi
peningkatan yang cukup signifikan pada status pekerjaan yang “buruh/karyawan” dan “berusaha
dibantu buruh tetap” masing-masing sebesar 18,98% dan 39,13%.
6.2 Kesejahteraan
Salah satu indikator kesejahteraan adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang menggambarkan
indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Nilai tukar petani diperoleh dengan cara
membandingkan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP
juga mengukur daya tukar produk pertanian terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi maupun
untuk biaya produksi. Dengan demikian, semakin tinggi NTP maka semakin tinggi tingkat
kesejahteraan petani. Data NTP mulai bulan Agustus 2008 didasarkan pada penghitungan tahun
dasar 2007 dengan cakupan 5 sub sektor yaitu padi dan palawija, tanaman perkebunan rakyat,
peternakan, serta perikanan.
Pada bulan bulan Desember 2010 NTP Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar 107,32
atau mengalami penurunan -0,07% dibandingkan NTP bulan November 2010 sebesar 108,04.
Penurunan NTP bulan Desember 2010 tersebut karena terdapat dua sub sektor yang mengalami
penurunan. Penurunan indeks terbesar terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat yaitu -
1,01%, dan subsektor perikanan sebesar -0,18%.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN BANK INDONESIA KENDARI
76
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Tenggara
Nov Des
a. Indeks yang diterima (lt) 112.41 112.41 0.60b. Indeks yang dibayar (lb) 130.42 131.35 0.36c. Nilai Tukar Petani (NTP‐P) 86.19 85.58 0.24
a. Indeks yang diterima (lt) 157.06 158.9 1.5b. Indeks yang dibayar (lb) 128.15 129.25 0.30c. Nilai Tukar Petani (NTP‐H) 122.57 122.94 1.2
a. Indeks yang diterima (lt) 162.6 161.73 ‐0.63b. Indeks yang dibayar (lb) 126.35 127.24 0.38c. Nilai Tukar Petani (NTP‐Pr) 128.69 127.11 ‐1.01
a. Indeks yang diterima (lt) 117 116.71 1.11b. Indeks yang dibayar (lb) 125.51 126.07 0.29c. Nilai Tukar Petani (NTP‐Pt) 93.22 92.58 0.82
a. Indeks yang diterima (lt) 131 130.94 ‐0.02b. Indeks yang dibayar (lb) 122.87 123.47 0.16c. Nilai Tukar Petani (NTP‐Pi) 106.6 106.05 ‐0.18
a. Indeks yang diterima (lt) 136.86 136.83 0.23b. Indeks yang dibayar (lb) 126.67 127.5 0.30c. Nilai Tukar Petani (NTPp) 108.04 107.32 ‐0.07
Persentase Perubahan (%)
Sub Sektor
1. Tanaman Pangan
2. Hortikultura
3. Tanaman Perkebunan Rakyat
4. Peternakan
5. Perikanan
Gabungan
2010
Sumber: BPS Prov. Sulawesi Tenggara
6.2.1 Perkembangan Tiap Sub Sektor
NTP sub sektor tanaman pangan pada periode laporan menunjukkan angka peningkatan
sebesar 0,24%. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya penerimaan petani yang lebih
tinggi dibandingkan peningkatan biaya konsumsi rumah tangga sehingga indeks yang diterima
lebih tinggi daripada indeks yang dibayar oleh petani.
Pada bulan Desember 2010, indeks yang diterima oleh sub kelompok hortikultura mengalami
kenaikan sebesar 1,50% seiring dengan adanya kenaikan indeks buah-buahan dan sayur mayur.
Kenaikan indeks tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks yang dibayar
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN BANK INDONESIA KENDARI
77
petani sebesar 0,30% sehingga NTP sub sektor hortikultura mengalami peningkatann sebesar -
1,20% dibandingkan November 2010.
Sementara, NTP sub sektor tanaman perkebunan rakyat mengalami penurunan sebesar
-1,01%. Indeks yang diterima petani tercatat mengalami penurunan sebesar -0,63%. Kondisi
tersebut antara lain dipengaruhi oleh telah berakhirnya masa panen kakao serta turunnya kualitas
biji kakao disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak menentu dengan panas dan curah hujan tinggi.
Selanjutnya, indeks harga yang dibayar petani menunjukkan peningkatan sebesar 0,38%
dibandingkan bulan sebelumnya.
Seperti halnya ditunjukkan oleh sub sektor perkebunan, NTP sub sektor perikanan juga
menunjukkan penurunan sebesar -0,18% dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan
oleh peningkatan indeks yang bayar dan penurunan indeks yang diterima oleh petani masing-
masing sebesar 0,16% dan -0,02%. Kondisi cuaca ekstrim atau tidak menentu, dan ombak laut
tinggi, merupakan faktor yang disinyalir mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Disamping juga
belum didukung dengan prasarana yang memadai seperti kapal bermesin, media penyimpan (cool
storage) yang memadai.
Pada sisi lain, NTP sub sektor peternakan pada bulan September 2010 tercatat mengalami
peningkatan sebesar 0,82% dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terjadi seiring
dengan adanya peningkatan indeks yang diterima sebesar 1,11% lebih tinggi daripada kenaikan
indeks yang dibayar sebesar 0,29%. Peningkatan indeks yang diterima petani tersebut terutama di
dorong oleh peningkatan harga konsumsi masyarakat dari hasil peternakan yang dibarengi dengan
permintaan yang cukup tinggi.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN BANK INDONESIA KENDARI
78
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB VII
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
7.1.1. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan I-2011 diperkirakan masih
tumbuh cukup tinggi dan berada pada kisaran 8% + 1% (y.o.y). Perkiraan kinerja
perekonomian tersebut sesuai dengan optimisme responden Survei Konsumen atas ekspektasi
terhadap kondisi perekonomian yang akan datang pada Indeks Ekspektasi Konsumen dengan
nilai SB sebesar 134,11.
Tabel 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen
0.0020.0040.0060.0080.00
100.00120.00140.00160.00180.00
2009 2010 2011
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Kondisi ekonomi 6 bulan yad Indeks Ekspektasi Konsumen
Optimisme pada Indeks Ekspektasi Konsumen tersebut menggambarkan ekspektasi
masyarakat terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang mendorong mereka dalam
melakukan konsumsi. Komponen pembentuknya antara lain, optimisme akan kenaikan
penghasilan pada enam bulan yang akan datang, optimisme akan tersedianya lapangan kerja
tambahan pada enam bulan yang akan datang serta optimisme akan kondisi ekonomi yang
membaik.
Sumber: Survei Bank Indonesia
Prospek Ekonomi BANK INDONESIA KENDARI
80 80 80 80
Secara sektoral, kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diperkirakan masih
akan tumbuh cukup tinggi. Kinerja sektor PHR pada triwulan mendatang antara lain
dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan pariwisata bertajuk “Sail Wakatobi 2011” di Kendari
dan Wakatobi yang akan dibuka oleh Presiden Indonesia.
Pada sisi penggunaan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan I-2011
diperkirakan akan didorong oleh permintaan dalam negeri/domestik terutama konsumsi baik
konsumsi rumah tangga maupun pemerintah. Sementara itu, investasi pada triwulan I-2011
diperkirakan akan tumbuh cukup baik yang datang dari sektor swasta dengan semakin
kondusifnya iklim investasi di Sulawesi Tenggara.
7.2. PERKIRAAN INFLASI
Pergerakan harga-harga di Kota Kendari pada triwulan-I 2011 diperkirakan cenderung
mengalami kenaikan dan akan tercermin dari laju inflasi yang sedikit lebih tinggi daripada
triwulan IV-2010. Beberapa kelompok yang berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi
adalah pergerakan harga beberapa komoditi pada kelompok bahan makanan, makanan jadi,
minuman dan rokok, perumahan, serta pendidikan. Perkiraan kondisi inflasi tersebut juga
tercermin dari angka ekspektasi inflasi 3 bulan kedepan pada Survei Konsumen di Kota
Kendari dimana masyarakat memperkirakan inflasi akan bergerak naik pada triwulan I-2011.
Grafik 7.1. Inflasi bulanan dan Ekspektasi Inflasi Kota Kendari
‐1.50
‐1.00
‐0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
180.0
190.0
200.0
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop Des Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop Des
2008 2009 2010
Ekspektasi 3 bulan mendatang Ekspektasi 6 bulan mendatang Inflasi
(Indeks) (% mtm)
Sumber: Survei Bank Indonesia
Prospek Ekonomi BANK INDONESIA KENDARI
81 81 81 81
Beberapa faktor yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap pergerakan harga di
Kota Kendari periode Januari –Maret 2011:
1. Adanya kenaikan biaya pendidikan khususnya menjelang masa Ujian Akhir
Nasinal dan Tes Perguruan Tinggi yang jatuh pada semester I-2011.
2. Konsumsi yang akan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
penghasilan masyarakat Sulawesi Tenggara dengan adanya kenaikan gaji
pegawai negeri dan kenaikan upah minimum provinsi.
3. Belum berlangsungnya masa puncak panen padi yang akan menyebabkan
berkurangnya pasokan padi di Sulawesi Tenggara.
4. Pembatasan BBM subsidi di Pulau Jawa yang akan memberikan dampak
ekspektasi inflasi masyarakat yang meningkat.
5. Kelangkaan bahan pangan akibat kondisi cuaca yang ekstrim.
Prospek Ekonomi BANK INDONESIA KENDARI
82 82 82 82
Halaman ini sengaja dikosongkan
LAMPIRAN
KANTOR BANK INDONESIA KENDARI
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
KANTOR BANK INDONESIA KENDARI
Lampiran KER Sulawesi Tenggara Triwulan IV-2010
a. Tabel Indikator Terpilih Inflasi dan PDRB
Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IVMAKRO