Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muḥammad melalui malaikat Jibril
sebagai cahaya kehidupan dan petunjuk bagi manusia1. Al-Qur‟an diturunkan
dengan menggunakan bahasa Arab2. Sehingga untuk dapat memahami isi dan
kandungannya, al-Qur‟an perlu ditafsirkan. Upaya penafsiran al-Qur‟an sudah
dimulai sejak al-Qur‟an diturunkan, yaitu Nabi Muḥammad sebagai mufasir yang
pertama. Setelah itu dilanjutkan oleh para sahabat, tabi„in, tabi„ut tabi„in, hingga
ulama-ulama pada masa sekarang. Oleh karena itu al-Qur‟an harus bisa dipahami
sesuai dengan keadaan dan perkembangan zaman. Sehingga kandungan al-Qur‟an
dapat relevan kapanpun dan di manapun.3 Pada proses menafsirkan al-Qur‟an,
mufasir menggunakan beberapa metode penafsiran, seperti taḥlīlī, mauḍū‘ī,
muqāran, dan ijmālī. Perbedaan dalam menggunakan metode tafsir al-Qur‟an
sangat dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern, seperti
karakter atau kepribadian dan kapasitas intelektual mufasir tersebut. Sedangkan
faktor ekstern, seperti lingkungan dan budaya tempat mufasir hidup.4
Mengkaji tafsir al-Qur‟an erat kaitannya dengan pertumbuhan dan
perkembangan tafsir. Perkembangan tafsir dibagi dalam tiga periode, yaitu periode
mutaqaddimīn, muta’akhirīn, dan modern. Adapun perkembangan tafsir di
Indonesia sudah dimulai sejak abad ke-16 M. Sebagaimana penemuan sebuah
manuskrip Tafsīr Sūrah al-Kaḥfi di Aceh, namun tidak diketahui penulisnya.
Diduga manuskrip tersebut dibuat pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636 M). Pada awal abad ke-17 M manuskrip tersebut dibawa ke
Belanda oleh seorang ahli bahasa Arab asal Belanda. Hingga saat ini manuskrip
tersebut menjadi koleksi Cambridge University Library.5
1 Lihat QS. al-Baqarah [2]: 185
2 Lihat QS. Yūsuf [12]: 2; QS. ar-Ra„d [13]: 37; QS. an-Naḥl [16]: 103; QS. Tāhā [20]: 113; QS. az-
Zumar [39]: 28 3 Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai, 2003,
hlm. 1 4 Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, Jakarta: Pena Madani, 2005, hlm. 94
5 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, Jakarta: Teraju, 2003, hlm. 53
Page 2
2
Pada abad ke-17 M muncul sebuah karya tafsir lengkap 30 juz yang
bernama Tarjumān al-Mustafīd, ditulis oleh Abdul Rauf al-Singkili (L. 1615 / w.
1693 M), namun tidak diketahui secara pasti mengenai tahun penulisan tafsir ini.
Kemudian abad selanjutnya, muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa
Melayu-Jawi, yaitu Kitāb Farā’iḍ al-Qur’ān, namun tidak diketahui siapa
penulisnya. Karya tersebut hanya berisi penafsiran sūrah an-Nisā’ ayat 11 dan 12.6
Pada abad ke-19 dan seterusnya ditemukan kembali sebuah karya tafsir
lengkap 30 juz karya Syaikh Nawawi al-Bantani (L. 1813 / w. 1879 M) yaitu Tafsīr
Munīr Lima‘ālim at-Tanzīl, kemudian al-Furqān karya Ahmad Hassan (L. 1887 /
w. 1962 M), lalu Tafsīr al-Qur’ān Indonesia karya Mahmud Yunus (L. 1899 / w.
1973 M). Tafsīr al-Azhar karya Hamka (L. 1908 / w. 1981) dan masih banyak lagi
yang lainnya. Adapula karya tafsir ulama di Indonesia yang menggunakan bahasa
daerahnya. Di antara tafsir-tafsir yang menggunakan bahasa daerah, tafsir
berbahasa Jawa cukup banyak dan beragam. Di antaranya al-Ibrīz Lima‘rifah Tafsīr
al-Qur’ān al-‘Azīz karya Bisri Mustofa (L. 1915 / w. 1977 M). Tafsīr al-Hudā
karya Bakri Syahid (L. 1918 M). al-Qur‟an Suci Boso Jawi karya Muḥammad
Adnan (L. 1889 / w. 1969 M). Tafsīr al-Iklīl fī Ma‘ānī at-Tanzīl karya Misbah
Mustofa (L. 1916 / w. 1994 M) dan sebagainya.7
Tafsīr al-Ibrīz merupakan salah satu tafsir yang ditulis menggunakan bahasa
Jawa, dengan tujuan agar masyarakat lokal Jawa mampu memahami kandungan al-
Qur‟an secara saksama.8 Karya tafsir ini menggunakan bahasa yang ringan dicerna.
Sehingga dapat dipahami baik oleh orang yang masih awam ataupun yang sudah
ahli.
Tafsīr al-Ibrīz disusun dalam tiga puluh jilid, yang pada setiap jilidnya
terdapat satu juz dalam al-Qur‟an. Ada pula yang disusun dalam tiga jilid dan
masing-masing jilid memuat sepuluh juz. Bahkan dalam edisi terbarunya hanya
terdiri dari satu jilid saja yang diterbitkan dengan menggunakan huruf latin namun
tetap memakai bahasa Jawa seperti yang aslinya. Berdasarkan hasil pengecekkan
langsung terhadap kitab tafsir ini, sūrah Yāsīn merupakan sūrah yang di dalamnya
terdapat pembahasan yang cukup berbeda dengan sūrah yang lainnya.
6 Islah Gusmian, Op. Cit., hlm. 54
7 Ibid., hlm. 55
8 Bisri Mustofa, Al-Ibrīz Lima‘rifah Tafsīr al-Qur’ān al-Azīz, Kudus: Menara Kudus, T.th, hlm. 1
Page 3
3
Pada sūrah Yāsīn terdapat khātimah sūrah. Di dalamnya berisi tentang
Keesaan Allah, ketetapan risalah, serta adanya yaumul ba‘aṡ dan yaumul hasyr.9
Cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dalam Tafsīr al-Ibrīz menggunakan bentuk
ungkapan-ungkapan seperti tanbīh, fāidah, muhimmah, dan sebagainya. Di dalam
sūrah Yāsīn terdapat beberapa ayat yang dalam satu ayatnya terdapat lebih dari satu
keterangan yang digunakan oleh Bisri Mustofa, seperti dalam ayat 1-3, 34-35, 48-
50, dan 68. Hal tersebut memberikan penafsiran yang cukup rinci jika
dibandingkan dengan penafsiran beliau dalam sūrah yang lainnya. Pada sūrah
Yāsīn ayat 34-35 juga ditafsirkan oleh beliau dengan disertai gambar, yaitu gambar
dua buah toples, keduanya dalam keadaan tertutup. Toples pertama berisi tumbuhan
dan toples yang kedua berisi hewan.
Selain itu berdasarkan sumber bacaan dari buku-buku lain, terdapat
beberapa hadis yang mengemukakan tentang keutamaan sūrah Yāsīn. Salah satunya
adalah hadis yang menyebutkan bahwa sūrah Yāsīn merupakan jantungnya al-
Qur‟an, yaitu:
ث نا حيد بن عبد الرحن عن السن بن صالح عن هارون أب ممد عن ث نا ممد بن سعيد حد حد
مقاتل بن حيان عن ق تادة عن أنس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن لكل شيء ق لبا وإن
ا ق رأ القر ن ع ر مراا 10ق ل القر ن س من ق رأها ك
Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sa‟id, telah
menceritakan kepada kami Humaid bin Abdurrahman, dari al-Hasan
bin Shalih, dari Harun Abu Muḥammad, dari Muqatil bin Hayyan,
dari Qatādah, dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya setiap sesuatu memiliki hati dan sesungguhnya hati
al-Qur‟an adalah sūrah Yāsīn. Barangsiapa yang membacanya, maka
ia seakan-akan telah membaca al-Qur‟an sebanyak sepuluh kali.
Meskipun hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hadis di atas dinilai
ḍa‘īf, akan tetapi hadis tersebut masih dijadikan pegangan oleh para ulama. Hal
tersebut dikarenakan hadis yang ḍa‘īf dapat diamalkan dalam hal keutamaan-
keutamaan beramal, seperti yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Hajar dalam Kitab
Tanbīhul Akhyār dan dikutip oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Tanqīḥ
9 Bisri Mustofa, Op. Cit., hlm. 1570
10 Abū Muḥammad „Abd Allāh ibn „Abd ar-Rahmān ad-Dārimī, Sunan ad-Dārimī Jilid 2, Beirut:
Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2012, hlm. 336. Lihat hadis nomor 3416
Page 4
4
al-Qaul al-Ḥaṡīṡ fī Syarḥ Lubāb al-Ḥadīṡ, hadis ḍa‘īf juga merupakan hujjah bagi
pelaksanaan keutamaan amal menurut kesepakatan para ulama, seperti yang
tercantum dalam kitab Syarḥul Muhadzdzab dan kitab yang lainnya.11
Sūrah Yāsīn merupakan sūrah yang paling sering dibaca dan sangat populer
di kalangan masyarakat umat Islam. Sūrah Yāsīn pada umumnya dibaca oleh
masyarakat setiap malam Jum‟at, pada saat seseorang menjelang ajal (sakaratul
maut), pada saat acara tahlil bagi seseorang yang telah meninggal, pada malam
Niṣfu Sya‘ban dan sebagainya.12
Rangkaian kegiatan tersebut telah menjadi tradisi
umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah guna memohon terkabulnya
hajat, menghilangkan kesusahan, memperbaiki diri, memohon ampunan serta
memohon rahmat bagi orang yang meninggal maupun yang masih dalam keadaan
sakaratul maut.13
Penelitian terhadap sūrah Yāsīn ini menggunakan kitab al-Ibrīz Lima‘rifah
Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz karya Bisri Mustofa sebagai acuannya. Hal tersebut
dikarenakan Tafsīr al-Ibrīz merupakan kitab tafsir yang cukup unik, yaitu
berbahasa Jawa dan menggunakan huruf Arab pegon yang telah banyak dipakai di
pesantren-pesantren di Indonesia, bahkan dipakai juga oleh salah seorang ustadz di
Slangor, Malaysia.14
Selain itu Tafsīr al-Ibrīz juga merupakan satu-satunya kitab tafsir Indonesia
yang dikoreksi oleh pengarangnya sendiri ketika beliau telah meninggal.15
Oleh
karena itu penulis tertarik untuk mengkajinya, baik dalam aspek penulisan, bahasa,
maupun pemikirannya.
11
Muḥammad ibn „Umar an-Nawawī al-Bantanī, Tanqīḥ al-Qaul al-Ḥaṡīṡ fī Syarḥ Lubāb al-Ḥadīṡ,
Surabaya: Nurul Huda, T.th, hlm. 2. Lihat bagian Muqaddimah 12
Achmad Chodjim, Menerapkan Keajaiban Surat Yasin dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta:
Serambi, 2008, hlm. 9 13
Ahmad Yunus al-Muhdhar, Sampaikah Pahala Bacaan Yasin & Tahlil kepada Mayit, Surabaya:
Cahaya Ilmu, T.th, hlm. 121 14
Bisri Mustofa, Tafsīr al-Ibrīz versi Latin, Ed. Bisri Adib Hattani, Wonosobo: Lembaga Kajian
Strategis Indonesia, 2015, hlm. vi. Lihat bagian Kata Pegantar oleh A. Mustofa Bisri (Gus Mus) 15
Diceritakan oleh Gus Mus (putera kedua Bisri Mustofa), bahwa menjelang empat puluh hari
setelah kematian ayahnya, ia kedatangan seorang tamu dari Cirebon (tidak diketahui namanya). Tamu
tersebut menyampaikan bahwa kemarin di Cirebon, ia bertemu dengan KH. Bisri Mustofa dan mendapat
pesan darinya agar Gus Mus mengoreksi sūrah al-Fatḥ dalam Tafsīr al-Ibrīz, karena di dalamnya terdapat
sedikit kesalahan. Setelah itu Gus Mus segera menemui KH. Abu Amar dan KH. Arwani (pentashih Tafsīr
al-Ibrīz). Informasi yang disampaikan oleh tamu tersebut ternyata benar, dalam sūrah al-Fatḥ terdapat satu
kesalahan kecil yang lolos dalam beberapa kali koreksi. Pada ayat 18 seharusnya berbunyi: Laqad
raḍiyallāhu ‘anil mu’minīna, dalam Tafsīr al-Ibrīz tertulis Laqad raḍiyallāhu ‘alal mu’minīna. Lihat Samsul
Munir Amin, Karomah Para Kiai, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2008, hlm. 42, dikutip dari buku Ngetan
Ngulon Ketemu Gus Mus karya Abu Asma Anshari, dkk
Page 5
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dan uraian dari latar belakang di atas, maka
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana Penafsiran Sūrah Yāsīn dalam Tafsīr al-Ibrīz?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
Mendeskripsikan Penafsiran Sūrah Yāsīn dalam Tafsīr al-Ibrīz
Adapun kegunaan penelitian dalam pembuatan skripsi ini antara lain:
1. Menambah wawasan tentang penafsiran mufasir Indonesia khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi para mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon
2. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap masyarakat dalam khazanah studi
Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
3. Sebagai syarat kelulusan bagi penulis dalam menempuh gelar sarjana dalam
ruang lingkup kajian Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, di Fakultas Ushuluddin Adab
Dakwah, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
D. Telaah Pustaka
Kajian tentang sūrah Yāsīn yang akan dibahas, tidak terlepas dari
pandangan para ahli terhadapnya dan penafsiran-penafsiran sūrah Yāsīn
sebelumnya. Oleh karena itu sebelum melakukan penelitian terhadap sūrah Yāsīn
dalam Tafsīr al-Ibrīz, terlebih dahulu dilakukan telaah terhadap hasil-hasil
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Adapun karya-karya yang berkaitan
dengan sūrah Yāsīn dalam Tafsīr al-Ibrīz di antaranya:
Buku terjemah “Tafsir Sūrah Yāsīn” karya Hamami Zadah dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Achmad Sunarto. Buku ini
merupakan buku terjemahan dari kitab yang berjudul Hamamī Yāsīn. Buku ini
membahas keseluruhan ayat dalam sūrah Yāsīn, yang ditafsirkan secara rinci.16
Buku “Misteri Surat Yasin: Surat Seribu Penawar, Seribu Nur, Seribu
Rahmat, Seribu Sayang dan Seribu Petunjuk” karya Syamsuddin Noor. Buku ini
membahas sūrah Yāsīn sebagai sūrah yang menakjubkan. Sūrah Yāsīn adalah
16
Hamami Zadah, Hamamī Yāsīn, terj. Achmad Sunarto, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2014
Page 6
6
hatinya al-Qur‟an. Sūrah Yāsīn adalah sūrah yang dibacakan sebelum langit, bumi
dan Nabi Adam diciptakan. Berisi pula tentang berkah dan kemukjizatan sūrah
Yāsīn. Kaifiyah mengamalkan sūrah Yāsīn dan khasiatnya, serta do`a setelah
membaca sūrah Yāsīn dan ditutup dengan penafsiran sūrah Yāsīn.17
Skripsi yang berjudul “Penafsiran Surat Yāsīn Abdurrauf al-Singkili (Kajian
atas Kitab Tarjumān al-Mustafīd)” karya Rukiah. Skripsi ini membahas kajian
terhadap tafsir sūrah Yāsīn dalam kitab Tarjumān al-Mustafīd. Di dalamnya
mendeskripsikan analisa langsung yang berisikan inti makna yang dikandung,
seperti pembahasan seputar sūrah Yāsīn. Nabi Muḥammad sebagai utusan yang
membawa kebenaran. Cerita penduduk an-Takiyah. Balasan bagi orang mukmin
dan orang kafir. Tanda-tanda kekuasaan Allah. Kondisi orang beriman dan kafir di
akhirat. Al-Qur‟an bukanlah syair. Kepastian adanya hari kebangkitan. Analisa
qirā’at, yaitu qirā’at yang ditafsirkan maupun qirā’at yang tidak ditafsirkan.18
Tesis yang berjudul “Tafsīr al-Ibrīz li Ma’rifat at-Tafsir al-Qur‟an al-‘Azīz
karya Bisri Mustofa Rembang (Studi Metodologi dan Pemikiran)” karya Iing
Mishbahuddin. Tesis ini memuat tentang metodologi penafsiran Tafsīr al-Ibrīz.
Penulisnya mencoba menjelaskan metode Bisri Mustofa dalam menyusun kitab
tafsirnya yang hampir sama dengan kitab tafsir al-Jalālain. Kitab tersebut juga
menjadi salah satu rujukan Bisri Mustofa dalam menyusun kitab tafsirnya. Selain
itu, penulis juga memaparkan pemikiran Bisri Mustofa dalam menafsirkan al-
Qur‟an dengan berdasarkan pada latar belakang pendidikan dan sosialnya.19
Skripsi yang berjudul “Kisah-kisah Isra`iliyat dalam Tafsir al-Ibrīz karya
KH. Bisyri Musthofa: Studi Kisah Umat-umat terdahulu dan Para Nabi dalam Kitab
Tafsīr al-Ibrīz” karya Achmad Syaefudin. Skripsi ini mendeskripsikan penafsiran
Bisri Mustofa terhadap ayat-ayat qiṣṣah, kemudian menganalisanya dengan
membandingkan dengan penafsiran-penafsiran yang ada. Selain itu tema cerita
Isra’iliyyat yang ada hanya berupa sejarah ataupun hikmah dan bukan dalam hal
hukum ataupun aqidah. Adapun tentang kesesuaian dengan akal dan syari‟at,
cerita-cerita tersebut termasuk maqbul dan maskut ‘anhu dan tidak ditemukan
17
Syamsuddin Noor, Misteri Surat Yasin: Surat Seribu Penawar, Seribu Nur, Seribu Rahmat,
Seribu Sayang dan Seribu Petunjuk, Jakarta: al-Mawardi Prima, 2009 18
Rukiah, Penafsiran Surat Yasin Abdurrauf al-Singkili (Kajian atas Kitab Tarjumān al-Mustafīd),
Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, 2015 19
Iing Misbahuddin, Al-Ibrīz Lima‘rifah Tafsīr al-Qur’ān al-Azīz Karya Bisyri Musthafa Rembang:
Studi Metodologi dan Pemikiran, Tesis Pasca Sarjana Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, 1989
Page 7
7
mardūd. Hal tersebut dikarenakan Bisri Mustofa sangat berhati-hati dalam
menukilkan cerita Isra’iliyyat, meskipun mayoritas tidak dicantumkan asal riwayat
tersebut.20
Berdasarkan telaah pustaka di atas, maka perbedaan penelitian yang akan
dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada sūrah yang akan
dibahas, yaitu Sūrah Yāsīn dan kitab yang akan digunakan sebagai bahan kajian,
yaitu Tafsīr al-Ibrīz. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif
analisis, yaitu mendeskripsikan hasil temuan kemudian menganalisanya secara
kritis.
E. Kerangka Teori
1. Sūrah Yāsīn
Sūrah Yāsīn adalah salah satu sūrah yang keseluruhan ayat-ayatnya
turun di Makkah sebelum Nabi Muḥammad Saw berhijrah. Sementara ulama
berpendapat bahwa ayat ke 12 turun di Madinah, berkaitan dengan keinginan
Bani Salamah meninggalkan lokasi tempat tinggal mereka menuju lokasi
Masjid Nabawi. Adapula yang berpendapat bahwa ayat 45 tidak termasuk
dalam kategori ayat Makiyyah21
. Sūrah ini merupakan sūrah ke-41 dari segi
perurutan turunnya. Sūrah ini turun setelah sūrah al-Jin dan sebelum sūrah al-
Furqan, yaitu sekian tahun setelah masa kenabian dan sebelum terjadinya
peristiwa Isra’ Mi‘raj. Sūrah ini dinamai sūrah Yāsīn karena kedua huruf
alphabet Arab ي dan س memulai ayat-ayatnya. Nama ini telah dikenal sejak
masa Rasulullah Saw. beliau bersabda: إقرأوا على موتاكم يس (Bacakanlah sūrah
Yāsīn bagi orang-orang yang meninggal di antara kalian). Kata mautakum
dipahami oleh banyak ulama dalam arti orang-orang yang sedang akan mati.
Ada juga yang memahaminya dalam arti orang-orang yang telah mati. 22
20
Achmad Syaefudin, Kisah-kisah Isra’iliyyat dalam Tafsīr al-Ibrīz karya KH. Bisyri Musthofa:
Studi Kisah Umat-umat terdahulu dan Para Nabi dalam Kitab Tafsīr al-Ibrīz, Skripsi Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Kalijaga, 2003 21
Bisri Mustofa, Op. Cit., hlm. 1529 22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol. 11, Jakarta:
Lentera Hati, 2002, hlm. 501
Page 8
8
2. Metode Tafsir
Metode tafsir merupakan cara atau langkah yang digunakan oleh
penafsir pada saat menafsirkan al-Qur‟an. Secara umum metode tafsir dibagi
menjadi empat kategori, yaitu:
a. Metode Tafsir Tahlili (Analisis), yaitu mendeskripsikan makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan susunan mushaf disertai
dengan analisis tentang kandungan ayat tersebut23
b. Metode Tafsir Ijmali (Global), yaitu menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an
berdasarkan susunan mushaf secara ringkas dengan menggunakan bahasa
yang sederhana24
c. Metode Tafsir Muqaran (Perbandingan), yaitu mengambil sejumlah ayat al-
Qur‟an, kemudian mengemukakan pendapat mufassir dan
membandingkannya serta mengambil kesimpulan dari hasil perbandingan
tersebut25
d. Metode Tafsir Maudhu‟i (Tematik), yaitu menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an
yang membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan
kronologi sebab turunnya ayat-ayat tersebut, setelah itu penafsir
memberikan penjelasan yang diakhiri dengan kesimpulan26
3. Corak Tafsir
Corak tafsir adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah
penafsiran. Adapun macam-macam corak tafsir di antaranya:
a. Tafsir Fiqhi (Corak Hukum), yaitu corak tafsir yang berorientasi kepada
hukum Islam
b. Tafsir Falsafi (Corak Filsafat), yaitu corak tafsir yang penjelasannya
menggunakan pendekatan filsafat
c. Tafsir Shufi (Corak Tasawuf), yaitu corak tafsir yang penjelasannya
menyoroti masalah ilmu tasawuf
23
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, 2007, hlm. 104 24
Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran, Bandung: Pustaka Islamika, 2002, hlm. 321 25
Acep Hermawan, ‘Ulumul Qur’an: Ilmu untuk Memahami Wahyu, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011, hlm. 118 26
Abū al-Hayy al-Farmawī, Al-Bidāyah fī Tafsīr al-Mauḍū‘ī, terj. Suryan A. Jamrah, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 36
Page 9
9
d. Tafsir al-Adab al-Ijtima‟i (Corak Sosial Kemasyarakatan), yaitu corak tafsir
yang pembahasannya menekankan pada masalah-masalah sosial
kemasyarakatan
e. Tafsir „Ilmi (Corak Ilmiah), yaitu corak tafsir yang menggali kandungan al-
Qur‟an berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan 27
4. Sumber Tafsir
Berdasarkan sumbernya, tafsir dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Tafsir bi al-Ma’sur, yaitu tafsir yang sumber penafsirannya menggunakan
al-Qur‟an atau sunnah
b. Tafsir bi ar-Ra’yi, yaitu tafsir yang sumber penafsirannya menggunakan
rasio atau akal28
F. Metode Penelitian
Hasil penelitian yang ilmiah dan akurat tergantung pada sejauh mana cara
perolehan dan pengumpulan data yang berkualitas. Langkah-langkah penelitian
yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini di antaranya:
1. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan
data melalui metode kepustakaan (library research), baik dengan cara
membaca, memahami, dan menganalisa buku-buku, serta literatur yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Pada tahap pengumpulan data, sumber data dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu data yang sangat mendukung dan menjadi pokok
dalam pembahasan skripsi ini, dalam hal ini kitab yang dipakai adalah kitab
Tafsīr al-Ibrīz Lima„rifah Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz karya Bisri Mustofa
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang dianggap perlu untuk
membantu kajian ini, baik itu dengan telaah buku-buku mengenai hal itu,
dengan melihat kitab-kitab tafsir yang lain yang dapat membantu dan
memberikan kontribusi dalam masalah ini.
27
Supiana dan M. Karman, Op. Cit., hlm. 314 28
Acep Hermawan, Op. Cit., hlm. 114
Page 10
10
2. Pengolahan Data
Setelah mengumpulkan data, kemudian dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan untuk
mendeskripsikan penafsiran sūrah Yāsīn oleh Bisri Mustofa, kemudian data
tersebut akan dianalisis secara kritis. Adapun untuk mengetahui penafsiran
sūrah Yāsīn yang dilakukan oleh Bisri Mustofa, uraian yang akan disajikan
adalah berdasarkan keterangan yang terdapat dalam sūrah ini, berupa tanbīh,
muhimmah, khātimah dan adanya gambar.
3. Penarikan Kesimpulan
Untuk mengolah dan menganalisa data yang telah terkumpul, digunakan
beberapa metode berikut:
a. Metode Induktif, yaitu cara penarikan kesimpulan dari data-data yang
bersifat khusus menuju kesimpulan akhir yang bersifat umum
b. Metode Deduktif, yaitu cara penarikan kesimpulan dari data-data yang
bersifat umum menuju kesimpulan akhir yang bersifat khusus.
4. Teknik Penulisan
Penulisan ayat-ayat al-Qur‟an berpedoman pada al-Qur‟an dan
terjemahannya yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia.
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Proposal atau Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh
Nurjati Cirebon”.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dan untuk memudahkan
penyusunan skripsi ini, masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan
penulisan sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan, berisi uraian tentang latar
belakang masalah kemudian rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian yang digunakan, dan terakhir
adalah gambaran isi penyajian dalam bentuk sistematika penulisan
Page 11
11
Bab Kedua, berisi pemaparan tentang pembahasan sūrah Yāsīn dan
keutamaan sūrah Yāsīn, beserta hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaan
sūrah Yāsīn dan pendapat para ulama tentang keutamaan sūrah Yāsīn
Bab Ketiga, berisi keterangan tentang biografi Bisri Mustofa dan studi
kitab al-Ibrīz Lima„rifah Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz. Pada bagian biografi, akan
dibahas riwayat hidup, rihlah keilmuan, kehidupan sosial, politik, keagamaan,
pemikiran serta karya beliau. Sedangkan pada bagian studi kitab, akan dibahas
aspek teknis penulisan tafsir dan aspek hermeneutik tafsir
Bab Keempat, berisi tentang analisa dari penafsiran Bisri Mustofa dalam
sūrah Yāsīn, meliputi sistematika penafsiran sūrah Yāsīn dan tiga pokok
pembahasan dalam sūrah Yāsīn
Bab Kelima, merupakan bab penutup, yang meliputi kesimpulan dari hasil
pada bab-bab sebelumnya disertai juga dengan saran-saran yang terkait masalah
pembahasan tentang sūrah Yāsīn dalam Tafsīr al-Ibrīz sebagai tindak lanjut dari
penelitian ini sekaligus merupakan penutup dari rangkaian pembahasan dalam
skripsi ini.