1 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki ribuan pulau yang saling berjajar dari Sabang sampai Merauke. Dengan kekayaannya tersebut, Negara Indonesia dikenal dengan sebutan “Archipelago State” atau negara yang terdiri dari banyak pulau. Secara geografis, Negara Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa diantara 94°45' BT - 141°01' BT dan dari 06°08' LU - 11°05' LS. Sedangkan secara spasial, teritorial Negara Indonesia membentang sepanjang 5.110 km dari barat ke timur dan sepanjang 1.888 km dari utara ke selatan (Soegiarto, 1982). Berdasarkan Konvensi Hukum Laut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, Negara Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km² yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km² dan laut teritorial seluas 0,3 juta km² pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Batas terluar dari ZEE ini sampai dengan 200 mil dari garis pantai pada surut terendah. Dengan kewenangan tersebut, Negara Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkan potensi wilayah pesisir yang sangat kaya dengan segala sumber dayanya yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati (Dahuri, 1996). Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang kehidupan sosial dan ekonomi nasional. Selain menyediakan sumber daya yang sangat kaya, wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki fungsi lain yang sangat banyak, seperti daerah rekreasi dan pariwisata, pelabuhan dan transportasi, kawasan permukiman, agribisnis, dan lain sebagainya. Dalam pembangunan sumber daya laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautan, pemerintah Indonesia membuat satu kebijakan yang strategis dan antisipatif, yaitu dengan mengubah matra laut yang sebelumnya merupakan bagian dari berbagai sektor pembangunan menjadi sektor tersendiri dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993.
27
Embed
1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki ribuan pulau yang saling berjajar dari Sabang
sampai Merauke. Dengan kekayaannya tersebut, Negara Indonesia dikenal dengan
sebutan “Archipelago State” atau negara yang terdiri dari banyak pulau. Secara
geografis, Negara Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa diantara 94°45' BT
- 141°01' BT dan dari 06°08' LU - 11°05' LS. Sedangkan secara spasial, teritorial
Negara Indonesia membentang sepanjang 5.110 km dari barat ke timur dan
sepanjang 1.888 km dari utara ke selatan (Soegiarto, 1982). Berdasarkan Konvensi
Hukum Laut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982,
Negara Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km²
yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km² dan laut teritorial seluas 0,3
juta km² pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Batas terluar dari ZEE ini
sampai dengan 200 mil dari garis pantai pada surut terendah. Dengan kewenangan
tersebut, Negara Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkan potensi wilayah
pesisir yang sangat kaya dengan segala sumber dayanya yang menyangkut
eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati (Dahuri,
1996).
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam
yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang
kehidupan sosial dan ekonomi nasional. Selain menyediakan sumber daya yang
sangat kaya, wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki fungsi lain yang
sangat banyak, seperti daerah rekreasi dan pariwisata, pelabuhan dan transportasi,
kawasan permukiman, agribisnis, dan lain sebagainya. Dalam pembangunan
sumber daya laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautan, pemerintah Indonesia
membuat satu kebijakan yang strategis dan antisipatif, yaitu dengan mengubah
matra laut yang sebelumnya merupakan bagian dari berbagai sektor pembangunan
menjadi sektor tersendiri dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993.
2
Wilayah pesisir terdiri dari beberapa komponen ekosistem. Salah satunya
adalah daerah estuarin. Daerah estuarin merupakan daerah yang memiliki
karakteristik khusus yang unik. Daerah estuarin hanya dapat ditempati oleh
organisme yang dapat bertoleransi terhadap kondisi yang terbatas. Meskipun
estuarin merupakan suatu tempat yang sulit untuk ditempati, daerah ini merupakan
daerah yang sangat produktif yang dapat mendukung sejumlah besar biomassa.
Salah satu jenis tumbuhan yang dapat beradaptasi di daerah ini adalah mangrove.
Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang dapat
ditemui di wilayah pesisir. Ekosistem hutan mangrove disebut juga ekosistem hutan
payau (estuarin), yang merupakan daerah perairan dengan kadar garam / salinitas
Antara 0,5% - 30% (FAO, 1976). Hutan mangrove terdapat di sepanjang pantai atau
muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Air di daerah
estuarin merupakan percampuran antara air sungai dan air laut, sehingga air di
daerah ini memiliki tingkat salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan lautan
terbuka. Proses pencampuran air sungai dan air laut ini merupakan suatu proses
yang kompleks. Air tawar yang berasal dari air sungai memiliki tingkat densitas
yang lebih rendah dibandingkan air laut sehingga air tawar cenderung mengambang
dan berada di atas air laut. Di daerah estuarin juga terdapat fluktuasi perubahan
salinitas yang berlangsung secara tetap yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Pada waktu air surut, massa air yang masuk ke dalam daerah estuarin berasal dari
air tawar sehingga salinitas di daerah tersebut pada saat surut memiliki tingkat
salinitas yang umumnya rendah. Sedangkan pada saat air pasang, massa air yang
masuk ke dalam daerah estuarin berasal dari air laut yang kemudian bercampur
dengan air yang ada di estuarine sehingga salinitas di daerah tersebut pada saat
pasang memiliki tingkat salinitas yang umumnya tinggi.
Mangrove dapat tumbuh di wilayah pesisir yang terlindung atau datar
dengan tingkat gelombang laut yang lemah. Selain itu, mangrove dapat tumbuh
baik di wilayah pesisir dengan sedimentasi tinggi. Pesisir Utara demak memiliki
karakteristik gelombang laut yang lemah dengan tingkat sedimentasi yang tinggi.
Sehingga pesisir Utara demak merupakan salah satu lokasi yang baik untuk tumbuh
kembang tanaman mangrove.
3
Hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat banyak baik dilihat dari aspek
ekonomi, aspek ekologis dan dari aspek fisik. Ditinjau dari aspek ekonomi, hutan
mangrove dapat dikelola hasil alamnya, seperti kayu, daun, buah maupun cadangan
biomassanya. Fungsi mangrove secara ekologis adalah sebagai salah satu
penunjang bagi kelangsungan ekosistem pesisir lainnya dan juga sebagai habitat
bagi makhluk hidup lain yang beragam jenisnya. Sedangkan fungsi hutan mangrove
dari aspek fisik adalah sebagai barrier alam dalam upaya mitigasi bencana non
structural. Barrier alam ini berfungsi sebagai penghalang terhadap erosi yang
disebabkan oleh gelombang air laut serta mengurangi dampak kerusakan yang
DKP, 2008; Mazda, et al., 2003; IUCN, 20064); Dewanto, 20075); Gornitz, et
al., 19926); Dahuri, 2003 ; modifikasi Yulianda, 20077) dalam Zaky, et al., 2012)
22
1.6. Penelitian Terdahulu
Tabel 1.6 Daftar Penelitian Terdahulu
No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil
1 Zaky (2012) Kajian Kondisi Lahan Mangrove di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang
1. Mengetahui kondisi fisik dan kimia perairan dan sedimen mangrove
2. Evaluasi kesesuaian lahan mangrove di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang
- Metode Scoring - Table kesesuaian lahan mangrove
2 Matani (2010) Keanekaragaman Dan Pola Komunitas Hutan Mangrove di Andai, Kabupaten Manokwari
1. Mengetahui komposisi, kerapatan, frekuensi dan dominasi jenis vegetasi hutan mangrove di Andai, Kabupaten Manokwari
2. Mengetahui keanekaragaman dan menganalisis pola komunitas hutan mangrove di Andai serta faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pola komunitas tersebut
- Metode Spot Check
- Komposisi jenis vegetasi tingkat semai pancang & pohon, indeks nilai penting jenis tingkat semai, pancang & pohon
- Pola komunitas hutan mangrove & hubungannya dengan faktor lingkungan
- Nilai indeks keanekaragaman jenis
- Kondisi lingkungan daerah andai
23
Lanjutan Tabel 1.6
No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil
3 Bengen dan Susilo (2002)
Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Balikpapan
1. Menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Teluk Balikpapan bagi peruntukan budidaya tambak, permukiman, industri dan konservasi pantai
2. Mengetahui karakteristik social ekonomi dan budaya masyarakat pesisir
3. Menganalisis keterkaitan lingkungan biofisik dan lingkungan social ekonomi masyarakat
4. Memberikan rekomendasi kebijakan pengelolaan Teluk Balikpapan
1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara serta data sekunder
2. Analisis data melliputi analisis kesesuaian lahan dengan SIG, analisis karakteristik social ekonomi dan budaya masyarakat dengan analisis komponen utama (PCA) dan analisis kebijakan pengelolaan dengan analisis SWOT
1. Lahan yang sesuai untuk tambak seluas 13.06,62 ha, untuk industry seluas 4.596,12 ha, untuk permukiman seluas 826,91 ha dan untuk konservasi seluas 9.205,74 ha.
2. Analisis karakteristik social ekonomi dan budaya menunjukkan bahwa individu memiliki umur yang tinggi juga memiliki jumlah anggota keluarga yang besar dengan lama tinggal yang lama. Individu dengan pekerjaan tertentu memiliki penghasilan dan pengeluaran yang besar, sedangkan individu dengan tingkat pendidikan tinggi juga memiliki tingkat pemahaman yang tinggi.
3. Pengelolaan lahan pesisir Teluk Balikpapan harus memperhatikan tingkat kesesuaiannya.
24
Lanjutan Tabel 1.6
No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil
4 Poernomo (2011) Penggunaan Citra ALOS AVNIR 2 Untuk Penentuan Kesesuaian Lahan Mangrove di Sebagian Pantai Utara Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah)
1. Menentukan kesesuaian lahan untuk mangrove
2. Melakukan uji ketelitian hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR 2
- Metode Matching
1. Peta Kesesuaian Lahan untuk Mangrove di Sebagian Pantai Utara Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah
2. Hasil uji ketelitian interpretasi Citra ALOS AVNIR 2
5 Poedjirahajoe (2006) Klasifikasi Lahan Potensial untuk Rehabilitasi Mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah (Rehabilitasi Mangrove Menggunakan Jenis Rhizopora mucronata)
1. Menentukan unit-unit ekologis berdasarkan karakteristik ekologis habitat mangrove pada kawasan rehabilitasi mangrove Pantai Utara Jawa Tengah
2. Menyusun klasifikasi lahan potensial sebagai upaya rehabilitasi mangrove berdasarkan unit-unit ekologis yang terbentuk
3. Menentukan penciri utama yang menjadi dasar klasifikasi lahan untuk rehabilitasi mangrove
1. Formula indeks diversitas
2. Analisis tandan (Cluster Analysis)
3. Analisis diskriminan (Diskriminant Analysis)
1. Delineasi dari peta lebar jalur hijau, salinitas, ketebalan lumpur dan tahun tanam mangrove membentuk 32 unit ekologis dengan total luasan 8.022,58 ha.
2. Klasifikasi dari 32 unit ekologis berdasarkan kerapatan, tinggi dan lebar perakaran mengrove pada jarak tandan ke lima menghasilkan 5 kelompok tandan.
25
Lanjutan Tabel 1.6
No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil
6 Mardiatno (1996) Kesesuaian Lahan Ekosistem Pesisir Timur Surabaya Untuk Perkembangan Mangrove
1. Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk pertumbuhan mangrove di Pantai Timur Surabaya dengan mempertimbangkan pola arus dan pasang surut.
2. Mengevaluasi pengaturan jalur hijau mangrove yang ada pada saat ini dalam kaitannya dengan sub-tingkat kesesuaian lahan dan genangan pasang-surut yang mendukung habitat mangrove untuk tiap mintakat.
3. Memilih formasi mangrove yang sesuai dengan sub-tingkat kesesuaian lahannya.
- Metode Deskriptif
1. Peta Mintakat Konservasi dan Pengembangan Mangrove
26
1.7. Kerangka Pemikiran
Ekosistem di wilayah kepesisiran menyimpan potensi sumberdaya alam
yang besar, salah satunya adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove
memiliki banyak fungsi dan juga manfaat, baik dari aspek fisik, aspek biologis,
maupun aspek sosial ekonomi. Ditinjau dari aspek fisik, ekosistem mangrove
berfungsi sebagai barrier alam yang dapat mengurangi dampak bencana erosi dan
tsunami. Dari aspek biologis, ekosistem mangrove berperan untuk kelangsungan
hidup ekosistem lainnya dan juga sebagai ruang hidup bagi makhluk hidup lainnya.
Sedangkan dari aspek ekonominya, mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan
obat-obatan, tannin, minuman, makanan dan sebagainya.
Mangrove dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Hal tersebut
dikarenakan mangrove memiliki jenis dan karakteristik yang beragam sehingga
memiliki zona tumbuh yang berbeda-beda. Beberapa jenis mangrove mampu hidup
dalam keadaan salinitas yang relatif tinggi dan sebagian mampu beradaptasi dengan
mengeluarkan garam untuk mengurangi kandungan garam.
Ekosistem mangrove di Indonesia banyak mengalami kerusakan. Kerusakan
tersebut dapat disebabkan oleh faktor alam maupun disebabkan oleh faktor
manusia. Untuk itu, perlu dilakukan upaya penanggulangan kerusakan ekosistem
mangrove. Upaya penanggulangan kerusakan ekosistem mangrove dapat dilakukan
dengan tindakan rehabilitasi. Rehabilitasi ekosistem mangrove dilakukan dengan
memperbaiki ekosistem mangrove yang rusak dan menentukan lokasi yang
berpotensi untuk penanaman mangrove berdasarkan parameter pendukung
pertumbuhan mangrove yang meliputi kandungan bahan organik, C-Organik,