1 ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU Djaimi Bakce dan Syaiful Hadi (Pusat Pengkajian Pembangunan Pedesaan dan Kemiskinan Universitas Riau) ABSTRAK Salah satu indikator pencapaian pembangunan daerah dapat diUhat dari tingkat daya saing daerah. Penetapan daya saing daerah dapat juga digunakan untuk memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk mencapai tujuan pembangunan daerah. Tipelogi daya saing daerah dapat dibagi menjadi tiga kategori, yakni rendah, sedang dan tinggi. Secara umum tujuan dari peneiHtin ini adalah untuk memetakan dan menganalisis tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut digunakan metode analisis komponen utama dan analisis korelasi. Hasil temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa daerah dengan kategori tipologi daya saing rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing sedang adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kuansing, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar. Sementara itu, kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis. Indikator transportasi dan komunikasi, aktivitas perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan enam indikator daya saing daerah yang dianalisis. Dengan demikian tiga indikator inilah yang perlu diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau. Kata Kunci: tipelogi, daya saing, indikator, korelasi. PENDAHULUAN Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi pembangunan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sebagai konsekuensinya, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu memahami dan mengelola serta mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sesuai dengan wewenang yang dimiliki untuk dapat mendukung tercapainya tujuan pembangunan daerah. Demikian halnya dengan daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Setelah mengalami pemekaran wilayah, saat ini di Provinsi Riau terdapat dua kota dan 10
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU
Djaimi Bakce dan Syaiful Hadi (Pusat Pengkajian Pembangunan Pedesaan dan Kemiskinan Universitas Riau)
ABSTRAK
Salah satu indikator pencapaian pembangunan daerah dapat diUhat dari tingkat daya saing daerah. Penetapan daya saing daerah dapat juga digunakan untuk memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk mencapai tujuan pembangunan daerah. Tipelogi daya saing daerah dapat dibagi menjadi tiga kategori, yakni rendah, sedang dan tinggi. Secara umum tujuan dari peneiHtin ini adalah untuk memetakan dan menganalisis tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut digunakan metode analisis komponen utama dan analisis korelasi.
Hasil temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa daerah dengan kategori tipologi daya saing rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing sedang adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kuansing, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar. Sementara itu, kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing tinggi adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis. Indikator transportasi dan komunikasi, aktivitas perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan enam indikator daya saing daerah yang dianalisis. Dengan demikian tiga indikator inilah yang perlu diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Kata Kunci: tipelogi, daya saing, indikator, korelasi.
PENDAHULUAN
Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia dari sistem sentralisasi
menjadi desentralisasi pembangunan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi
daerah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Sebagai konsekuensinya, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dituntut untuk mampu memahami dan mengelola serta mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki sesuai dengan wewenang yang dimiliki untuk dapat mendukung
tercapainya tujuan pembangunan daerah.
Demikian halnya dengan daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau. Setelah
mengalami pemekaran wilayah, saat ini di Provinsi Riau terdapat dua kota dan 10
2
kabupaten. Dua kota yang dimaksud adalah Kota Pekanbaru dan Kota Dumai.
Sementara itu 10 kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis,
Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri
Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kuansing, dan
Kabupaten Kepulauan Meranti.
Masing-masing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau memiliki kekhasan
tersendiri dari aspek sumberdaya yang dimiliki. Kondisi tersebut memberikan peluang
bagi daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau untuk dapat memberdayakan keragaman
potensi yang dimiliki secara optimal yang selanjutnya dapat meningkatkan daya
saingnya masing-masing. Dengan demikian, penerapan kebijakan otonomi daerah akan
dapat mendukung keberhasilan penyelenggaraan pembangunan daerah, sehingga
nantinya akan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
{social welafare) masing-masing daerah.
Selama periode 2001 - 2009, rata-rata laju pertumbuhan pertumbuhan PDRB
harga kosntan termasuk migas tertinggi terdapat pada sektor Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan yaitu sebesar 14,16% per tahun, diikuti sektor Pengangkutan dan
Komunikasi; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Bangunan dan Jasa-Jasa yang masing-
masingnya sebesar 10,13% per tahun, 9,69% per tahun, 9,16%) per tahun dan 8,59% per
tahun. Sektor-sektor lainnya mempunyai rata-rata laju pertumbuhan berkisar antara
0,52% - 8,59%) per tahun. Sektor terendah laju pertumbuhnya adalah sektor
Pertambangan dan Penggalian yang hanya rata-rata tumbuh sebesar 0,52%) per tahun
(BPS Provinsi Riau, 2010).
Disamping perubahan struktur perekonomian di Provinsi Riau yang
menunjukkan terjadi pergeseran dominasi sektor pertambangan migas ke sektor industri
pengolahan, permasalahan lainnya dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi
antara kabupaten/kota yang tidak seimbang. Kondisi ketidakseimbangan tersebut
apabila terus berlangsung akan menimbulkan permasalahan dan konflik ekonomi,
sosial, politik, dan Iain-lain antara daerah kabupaten/kota, yang pada giliran akan
memperlemah daya saing Provinsi Riau secara keseluruhan. Untuk mengantisipasinya,
diperlukan kebijakan pembangunan daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau yang
3
mampu mengintegrasikan seluruh sektor terkait di dalamnya {integrated development),
sehingga mampu memperkuat daya saing Provinsi Riau pada masa mendatang.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui penetapan tipologi daya
saing daerah, yakni melalui penetapan kategorisasi daya saing daerah. Penetapan
tipologi daya saing daerah sangat diperlukan oleh masing-masing daerah dalam upaya
memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk mencapai tujuan
pembangunan daerah.
Tipologi daerah memberikan bentuk penyajian khusus dari hasil analisis daerah
yang dapat memberikan pengertian mengenai permasalahan-permasalahan spesifik di
suatu daerah berdasarkan indikator-indikator yang digunakan. Selain itu, melalui
penetapan tipologi daerah dapat diperoleh informasi pembanding terhadap daerah-
daerah lain, termasuk mengenai keunggulan suatu daerah dan hubungannya dengan
daerah-daerah lain (Bappenas, 2000). , ,
Menurut Simanungkalit (2003), pada era otonomi daerah peran tipologi daerah
menjadi semakin penting, mengingat beragamnya potensi sumberdaya daerah-daerah di
Indonesia, khususnya daerah kabupaten/kota. Ada daerah yang sangat potensial {rich
region), rata-rata {average region) dan daerah kurang potensial {poor region).
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan dan
menganalisis tipologi daya saing daerah kabupaten/kot di Provinsi Riau. Secara spesifik
bertujuan untuk: (1) menentukan kategori tipologi daya saing daerah kabupaten/kota di
Provinsi Riau, (2) menentukan karakteristik tipologi daya saing daerah kabupaten/kota
di Provinsi Riau, (3) menganalisis keterkaitan antara indikator daya saing daerah
kabupaten/kota di Provinsi Riau, dan (4) merumuskan implikasi kebijakan peningkatan
daya saing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Riau.
Keseluruhan daerah kabupaten/kota yang dimaksud terdiri atas:
1. Daerah kabupaten, yakni Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten
Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kuansing, dan
Kabupaten Kepulauan Meranti..
2. Derah kota, yakni Kota Pekanbaru dan Kota Dumai.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data potensi daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau
tahun 2010 {cross-section data) yang sebagian besar berdasarkan pada data Statistik
Potensi Desa (Podes) Provinsi Riau. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Riau dan beberapa data pendukung
lainya, seperti Riau Dalam Angka, Indikator Sosial Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota
se-Provinsi Riau, PDRB Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau dan Statistik
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau.
Untuk melengkapi keseluruhan data tersebut, penelitian ini juga menggunakan
data dari berbagai sumber lainnya, seperti Departemen Dalam Negeri, Bappenas,
Bappeda Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dan sumber-sumber terkait lainnya yang
relevan.
Selanjutnya, seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan
ke dalam masing-masing kelompok indikator atau perubahan daya saing daerah.
Pengelompokan indikator tersebut berdasarkan pada pemilihan faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing daerah sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya dan disesuaikan dengan ketersediaan data yang ada.
Metode Analisis Data
Pengolahan data penelitian dilakukan berdasarkan pada masing-masing
kelompok indikator daya saing daerah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
Setelah diolah, data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis
deskriptif {descriptive analysis), analisis faktor {factor analysis) dan analisis korelasi
{correlation analysis). Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan
keragaman daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau yang mencakup kondisi fisik dan
administrasi daerah, sosial ekonomi daerah, pertumbuhan ekonomi daerah, dan Iain-lain
yang terkait dengan tujuan penelitian.
Dalam notasi matriks, analisis faktor pada umumnya ditulis dalam bentuk
persamaan sebagai berikut (Susetyo, 1990; Rush et al, 1995; dan Sharma, 1996):
5
X - A f + e (1)
dimana: X = Matriks berdimensi m dari kasus-kasus atau peubah-peubah yang
dianalisis atau yang diteliti. A = Matriksberdimensi mxn, disebut faktor loadings f = Matrik berdimensi n, disebut sebagai faktor bersama (common factor) e = Matriksberdimensi m, disebut sebagai faktor spesifik
Melalui analisis faktor diperoleh suatu faktor yang merupakan kumpulan
beberapa peubah atau kasus sebagai suatu perinci tipologi suatu daerah. Jumlah faktor
sebagai perinci tersebut ditetapkan dengan membatasi eigen value yang lebih besar atau
sama dengan 1 (eigen value>l). Selain itu, melalui analisis faktor ini juga dapat
dihasiikan keragaman suatu peubah yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara
sumbangan keragaman peubah tersebut yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor
bersama (communality) dan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor-faktor bersama
(uniqueness). . , , . Secara matematis, keragaman faktor bersama dapat dirumuskan sebagai berikut:
Var(jcO=A«? +0* (2)
dimana: Var(jr,) = Keragaman peubah x ke-/ hf = Sumbangan keragaman bersama peubah x ke-; yang dapat di
jelaskan oleh faktor-faktor bersama ( h^ = af ) 0 - = Sumbangan keragaman peubah x ke-/ yang dapat dijelaskan oleh
faktor-faktor bersama / = 1 , 2 , 3 , m J = 1,2, 3,..., n Selanjutnya, metode analisis korelasi digunakan untuk mengetahui arah dan
level secara nyatasi (pada taraf 1-5%) korelasi atau keterkaitan antara indikator daya
saing daerah yang digunakan dalam penelitian ini secara keseluruhan. Arah keterkaitan
antara indikator daya saing daerah dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasi
Pearson (Pearson correlation coefficient) atau disebut juga dengan nilai koefisien
korelasi (r) apakah mendekati nilai positif 1 (+1), negatif 1 (-1) atau nol.
Nilai koefisien korelasi tersebut dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini:
i{x,-xXy,-y)
r..y=-f^ ^ (3)
1=1
dimana:
r^y = Koefisien korelasi antara peubah X dan y
X, = Nilai peubah x ke-i
= Nilai peubah y ke-i X = Nilai rata-rata peubah x jp = Nilai rata-rata peubah y p - Jumlah pengamatan (daerah kabupaten/kota)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Daya Saing Daerah
Analisis faktor dengan metode analisis komponen utama digunakan untuk
menentukan karakteristik (tipologi) daya saing daerah. Analisis faktor menggunakan
sembilan indikator daya saing (Simanungkalit, 2003), yakni: (1) perekonomian dan
kependudukan, (5) transportasi dan komunukasi, (6) kesenjangan daerah, (7) perumahan
dan lingkungan, (8) potensi sumberdaya, dan (9) pemerintahan dan rentang kendali.
Berdasarkan sembilan indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah dengan
kategori tipologi daya saing rendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan
Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten Kota yang termasuk dalam kategori daya saing
sedang adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kuansing, Kabupaten Rokan Hulu,
Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar. Sementara itu,
kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori daya saing tinggi adalah Kota Pekanbaru,
Kota Dumai, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis.
Berdasarkan indikator daya saing, dapat dirumuskan skala prioritas
pembangunan kabupaten/kota di Provinsi Riau. Secara berturut-turut indikator daya
saing yang perlu diperhatikan adalah: (1) pengembangan dan peningkatan infrastruktur
transportasi, (2) menekan kesenjangan daerah, (3) penciptaan kesempatan kerja yang
12
lebih luas, (4) peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya alam, (5) pengembangan
dan peningkatan perekonomian dan keuangan daerah, (6) pengembangan dan
peningkatan aktivitas perekonomian penduduk, (7) mengurangi tingkat kepadatan
penduduk dan meningkatkan taraf hidup penduduk miskin, (8) peningkatan kuantitas
dan kualitas perumahan dan lingkungan, dan (9) penguatan pemerintahan dan rentang
kendali pada daerah-daerah yang luas.
Indikator transportasi dan komunikasi, aktivitas perekonomian penduduk, dan
indikator kesenjangan daerah berkorelasi secara nyata dengan seluruh indicator daya
saing daerah yang dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah yang
hendaknya paling diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya saing
kabupaten/kota di Provinsi Riau.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2011. Data Armual 2011 Provinsi Riau. Bappeda Provinsi Riau. Pekanbaru.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2000. Profil Kabupaten dan Kota. Deputi Regional dan Sumberdaya Alam, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Riau Dalam Angka Tahun 2010. BPS Provinsi Riau. Pekanbaru.
Rush, S., Sumardjo, E. Soetarto, B. Krisnamurti, Y . Syaukat dan M.F. Sitorus. 1995. Metodologi Identifikasi Golongan Miskin dan Daerah Miskin: Suatu Tinjauan Alternatif Grasindo, Jakarta.
Sharma, S. 1996. Applied Multivariate Techniques. John Wiley and Sons, Inc., Toronto.
Simanungkalit, J.H.U.P. 2003. Analisis Tipologi Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Susetyo, B. 1990. Analisis Tipologi Kabupaten dan Kecamatan di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Data Potensi Desa 1986. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.