DEMAM REMATIK I. PENDAHULUAN Demam rematik adalah penyakit peradangan multisistem, yang merupakan sequele dari faringitis yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. Dapat mengenai jaringan penyambung dari jantung, persendian, kulit dan pembuluh darah. Di negara-negara berkembang, demam rematik merupakan suatu penyakit endemik dan masih merupakan salah satu penyebab utama dari penyakit jantung didapat, paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda. Demam rematik juga merupakan penyebab utama kematian pada kelompok umur dibawah 50 tahun dengan insidens tiap tahun 100- 200 kali lebih besar dibandingkan hasil yang diamati pada negara-negara maju. 1,2 Demam rematik dan komplikasi terberatnya, yaitu penyakit jantung rematik, diyakini merupakan dampak dari suatu respon autoimun, dan sering dikaitkan dengan infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A pada faring beberapa minggu sebelumnya, namun patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Penelitian pada tahun 1950 saat terjadi wabah di sebuah pangkalan militer, menunjukan kejadian demam rematik sebanyak 3% pada orang dewasa yang sebelumnya menderita faringitis streptokokus tanpa pengobatan antibiotik. Penelitian pada anak-anak pada periode waktu yang sama menunjukan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DEMAM REMATIK
I. PENDAHULUAN
Demam rematik adalah penyakit peradangan multisistem, yang merupakan
sequele dari faringitis yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
Dapat mengenai jaringan penyambung dari jantung, persendian, kulit dan
pembuluh darah. Di negara-negara berkembang, demam rematik merupakan suatu
penyakit endemik dan masih merupakan salah satu penyebab utama dari penyakit
jantung didapat, paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa
muda. Demam rematik juga merupakan penyebab utama kematian pada kelompok
umur dibawah 50 tahun dengan insidens tiap tahun 100-200 kali lebih besar
dibandingkan hasil yang diamati pada negara-negara maju.1,2
Demam rematik dan komplikasi terberatnya, yaitu penyakit jantung
rematik, diyakini merupakan dampak dari suatu respon autoimun, dan sering
dikaitkan dengan infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A pada faring
beberapa minggu sebelumnya, namun patogenesis dari penyakit ini masih belum
jelas. Penelitian pada tahun 1950 saat terjadi wabah di sebuah pangkalan militer,
menunjukan kejadian demam rematik sebanyak 3% pada orang dewasa yang
sebelumnya menderita faringitis streptokokus tanpa pengobatan antibiotik.
Penelitian pada anak-anak pada periode waktu yang sama menunjukan kejadian
hanya 0,3%. Insidens demam rematik saat ini setelah infeksi streptokokus beta
hemolitikus grup A telah menurun hingga kurang dari 1%. Keterlibatan jantung
telah dilaporkan pada 30-70% pasien dengan serangan pertama demam rematik
dan 73-90% bila dihitung serangan ulangannya.3
Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih
menjadi masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang.
Munculnya kembali demam rematik di negara-negara maju, seperti Amerika
Serikat juga telah menekankan kembali perlunya pengertian yang lebih baik dari
patogenesisnya, sehingga cara-cara kesehatan masyarakat dan cara-cara
pencegahan lain dapat lebih efektif. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai
pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan
prognosis dari demam reumatik.2,4
II. DEFINISI
Demam rematik merupakan suatu penyakit peradangan yang berkembang
sebagai suatu komplikasi dari suatu infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A
di faring yang tidak mendapatkan pengobatan atau mendapatkan pengobatan yang
kurang adekuat.5,6,7 Demam rematik bukan merupakan suatu infeksi, tetapi
merupakan suatu reaksi peradangan terhadap infeksi, yang menyerang berbagai
bagian tubuh (misalnya persendian, jantung, kulit).7
III. ETIOLOGI
Terdapat bukti-bukti yang mendukung adanya hubungan antara infeksi
saluran nafas bagian atas oleh streptococcus β-hemolyticus grup A dengan demam
rematik akut serta penyakit jantung rematik. Sebanyak 2/3 dari pasien yang
menderita demam rematik akut, mempunyai riwayat infeksi saluran nafas bagian
atas beberapa minggu sebelumnya, dan angka insidens dari demam rematik akut
hampir sama dengan infeksi streptococcus β-hemolyticus grup A. Pasien dengan
demam rematik akut hampir selalu mempunyai hasil serologi yang menunjukan
adanya infeksi streptococcus β-hemolyticus grup A baru-baru ini. Titer antibodi
pasien-pasien tersebut lebih tinggi dibandingkan pasien-pasien dengan infeksi
streptococcus β-hemolyticus grup A tanpa diikuti demam rematik akut. Wabah
faringitis oleh streptococcus β-hemolyticus grup A pada kelompok-kelompok
masyarakat yang tertutup seperti di asrama dan pangkalan militer, dapat pula
diikuti oleh wabah demam rematik akut. Terapi antimikroba yang digunakan
untuk mengeliminasi streptococcus β-hemolyticus grup A dari faring dapat pula
mencegah episode awal dari demam rematik akut, dan sebagai upaya jangka
panjang, pengobatan profilaksis yang diberikan untuk mencegah terjadinya
faringitis oleh streptococcus β-hemolyticus grup A kembali, juga dapat mencegah
kekambuhan dari demam rematik akut.4
streptococcus β-hemolyticus grup A merupakan bakteri kokus gram-
positif, yang sering berkolonisasi di kulit dan orofaring. Bakteri ini dapat
2
menimbulkan penyakit-penyakit supuratif, seperti faringitis, impetigo, selulitis,
miositis dan pneumonia. streptococcus β-hemolyticus grup A juga dapat
menimbulkan penyakit-penyakit non-supuratif seperti demam reumatik, post-
streptokokus glomerulonefritis akut. streptococcus β-hemolyticus grup A
mengeluarkan toksin sitolitik, yaitu streptolisin S dan O. Dari kedua jenis toksin
ini, streptolisin O menimbulkan titer antibodi yang cukup tinggi dan persisten,
sehingga menjadi marker berguna untuk mendeteksi adanya infeksi streptococcus
β-hemolyticus grup A dan komplikasinya yang bersifat non-supuratif.3
Hubungan pasti antara infeksi streptococcus β-hemolyticus grup A dengan
timbulnya demam rematik belum jelas, tetapi terdapat dugaan bakteri ini
‘mempermainkan’ sistem imun tubuh. streptococcus β-hemolyticus grup A
memiliki protein yang serupa dengan protein yang ditemukan pada jaringan-
jaringan tertentu pada tubuh manusia. Oleh sebab itu, sel sistem imun yang
biasanya menyerang bakteri streptococcus β-hemolyticus grup A dapat
memperlakukan jaringan-jaringan tubuh tersebut, terutama jaringan jantung,
persendian, kulit dan sistem saraf pusat, sebagai suatu agen infeksi. Reaksi sistem
imun inilah yang menyebabkan proses peradangan.5
Tidak semua serotipe streptococcus β-hemolyticus grup A dapat
menyebabkan demam rematik. Terdapat suatu konsep rhematogenicity dari
terinfeksinya penyakit ini. Serotipe streptococcus β-hemolyticus grup A tertentu
(M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24) sering diisolasikan dari pasien dengan demam rematik
akut dibandingan serotipe lainnya.4
Seperti yang telah diuraikan diatas, demam rematik dipercaya timbul
akibat suatu respon autoimun, namun patogenesis pastinya masih belum jelas.
Demam rematik hanya timbul pada anak-anak dan remaja yang sebelumnya telah
menderita faringitis oleh streptococcus β-hemolyticus grup A, dan hanya infeksi
faring tersebut yang dapat mencetuskan atau mereaktivasi demam rematik.3
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya demam rematik adalah:
3
Riwayat keluarga
Beberapa orang memiliki gen yang membuat mereka menjadi lebih
rentan untuk terkena demam rematik.
Serotipe streptococcus β-hemolyticus grup A
Beberapa strain tertentu lebih berperan dalam timbulnya demam
rematik dibandingkan strain lainnya.
Faktor-faktor lingkungan
Resiko penting yang juga berperan dalam terjadinya demam
rematik berhubungan dengan kepadatan penduduk, sanitasi yang buruk,
dan kondisi-kondisi lain yang dapat mempermudah transmisi cepat atau
paparan berulang dari streptococcus β-hemolyticus grup A. 5
V. EPIDEMIOLOGI
Evolusi dari demam rematik sungguh menakjubkan. Angka kejadian
penyakit ini pada awal abad ke-20 sangat tinggi (100-200 kasus per 100.000
penduduk di Amerika Serikat pada tahun 1900 dan 50 per 100.000 pada tahun
1940). Dulu demam rematik merupakan salah satu penyebab terbesar dari
kematian pada anak-anak dan remaja, dan penyebab penyakit jantung didapat
pada dewasa muda. Hingga awal tahun 1980 terjadi penurunan tajam sekitar 0,5
per 100.000 di Amerika Serikat. Sejak saat itu, telah terjadi wabah demam
rematik di beberapa daerah. Di Eropa telah terjadi penurunan serupa dari angka
kejadian demam rematik dan telah menjadi penyakit yang jarang ditemui.1,2,4
Penjelasan dari penurunan tajam dari insidensi demam rematik akut dan penyakit
jantung rematik di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya tidak jelas.
Menurut sejarah, demam rematik akut telah dikaitkan dengan kemiskinan,
terutama di daerah-daerah perkotaan. Kemungkinan penyebab dari penurunan
tersebut pada era sebelum tersedianya antibiotik, adalah karena perbaikan kondisi
lingkungan hidup. Beberapa penelitian menunjukan bahwa berbagai manifestasi
dari kemiskinan, kepadatan, yang sangat berperan dalam penyebaran infeksi
streptococcus β-hemolyticus grup A, adalah yang paling berkaitan dengan
insidensi demam rematik akut. Penurunan insidensi demam rematik akut di
4
negara-negara maju pada 4 dekade terakhir ini juga disebabkan karena
ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai dan penggunaan antibiotik.
Terapi antibiotik untuk faringitis oleh streptococcus β-hemolyticus grup A penting
perannya dalam pencegahan serangan awal dan juga pencegahan terhadap
kekambuhannya. Sebagai tambahan, penurunan tersebut juga menunjukan
prevalensi strain streptococcus β-hemolyticus grup A yang bersifat reumatogenik
menjadi non-reumatogentik.3,4
Di negara-negara berkembang, demam rematik merupakan suatu epidemik
dan menetap sebagai penyebab utama dari penyakit jantung didapat. Penyakit ini
juga merupakan penyebab utama dari kematian kelompok usia dibawah 50 tahun,
dan insidensi annual dari demam rematik adalah 100-200 kali lebih besar
dibanding di negara-negara maju. Demam rematik biasanya terjadi pada anak-
anak usia 5-15 tahun, jarang terjadi sebelum usia 3 tahun dan 92% kasus terjadi
hingga usia 18 tahun. Demam rematik merupakan komplikasi dari infeksi
streptococcus β-hemolyticus grup A pada orang yang terpredisposisi. Kurang dari
2-3% dari orang yang sebelumnya sehat terkena demam rematik yang diikuti
faringitis streptokok. Demam rematik tidak terjadi setelah pioderma streptokok.1
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit jantung rematik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi
demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat
penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.2
VI. PATOGENESIS
Hubungan patogenik antara infeksi saluran napas bagian atas oleh
streptococcus β-hemolyticus grup A dengan demam rematik akut masih belum
jelas. Salah satu rintangan terbesar dari usaha untuk memahami patogenesis
demam rematik akut dan penyakit jantung rematik adalah tidak terdapatnya
binatang percobaan. Banyak teori dari demam rematik akut dan penyakit jantung
5
rematik yang telah diusulkan, namun hanya 2 yang dapat dipertimbangkan yaitu
the cytotoxicity theory dan teori imunologik.4
The cytotoxicity theory berpendapat bahwa suatu toxin dari streptococcus
β-hemolyticus grup A terlibat dalam patogenesis demam rematik akut dan
penyakit jantung rematik. Toksin ini akan beredar melalui pembuluh darah dan
mempengaruhi sistem tubuh lainnya. streptococcus β-hemolyticus grup A
memproduksi berbagai enzim yang bersifat sitotoksik untuk sel jantung mamalia,
seperti streptolisin O, yang mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap sel
mamalia dalam kultur jaringan. Pendukung terbanyak dari teori sitotoksisitas
berpusat pada enzim ini, namun salah satu masalah utama dari hipotesis ini
adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan periode laten antara faringitis oleh
streptococcus β-hemolyticus grup A dengan onset dari demam rematik akut.4,6
Teori imunologik menyatakan adanya suatu patogenesis immune-mediated
untuk demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. Munculnya teori ini
oleh karena adanya persamaan manifestasi klinik dari demam rematik akut dengan
penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh proses imunopatogenik dan adanya
periode laten antara infeksi streptococcus β-hemolyticus grup A dengan demam
rematik akut.4 Teori ini menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh sistem
imun tubuh yang bertindak tidak sesuai. Sel imun tubuh (antibodi), yang dibuat
secara spesifik untuk mengenali dan menghancurkan agen penyebab penyakit
yang memasuki tubuh – dalam hal ini, streptococcus β-hemolyticus grup A.
Antibodi ini mampu mengenali bakteri ini karena bakteri ini mengandung marker
spesifik sebagai tanda pengenal yang disebut antigen. Determinan antigenik antara
komponen streptococcus β-hemolyticus Grup A (protein M, membran protoblas,
karbohidrat dinding sel grup A, kapsul hialuronat) dan jaringan spesifik mamalia
(jantung, otak, persendian) serupa. Sebagai contoh, beberapa M protein (M1, M5,
M6, M19) berbagi epitop dengan tropomiosin dan miosin pada manusia. Oleh
karena adanya persamaan antara antigen streptococcus β-hemolyticus grup A dan
antigen sel-sel tubuh tertentu, maka antibodi tersebut dapat salah mengenali dan
menyerang sel tubuh sendiri.4,5
6
Infeksi saluran nafas bagian atas oleh streptococcus β-hemolyticus grup A
adalah pencetus utama dari individu yang terpredisposisi. Usaha terakhir untuk
menerangkan suspektabilitas pejamu terhadap kuman ini adalah gen respon imun
yang ditemukan pada sekitar 15% seluruh populasi. Respon imun yang dicetuskan
oleh kolonisasi streptococcus β-hemolyticus grup A di faring meliputi: (1)
sensitisasi dari limfosit B oleh antigen streptokokus. (2) pembentukan antibodi
antistreptokokus. (3) pembentukan kompleks imun yang mengalami reaksi silang
dengan antigen sarkolema jantung. (4) respon inflamasi dari miokardium dan
katup jantung.8
VII. GEJALA KLINIS
Karena tidak terdapatnya manifestasi klinis dan temuan laboratorium yang
patognomonik untuk demam rematik akut, T. Ducket Jones pada tahun 1944
mengusulkan pedoman untuk mendiagnosis demam rematik akut dan untuk
mencegah overdiagnosis. Kriteria Jones yang telah direvisi pada tahun 1992 oleh
American Heart Association, dibuat dengan maksud untuk mendiagnosis serangan
pertama dari demam rematik akut dan bukan untuk serangan ulangan. Terdapat 5
kriteria mayor dan 4 kriteria minor dan persyaratan absolut (mikrobiologik atau
serologik) dari bukti adanya infeksi streptococcus β-hemolyticus Grup A baru-
baru ini. Diagnosis dari demam rematik akut dapat ditegakan dari kriteria Jones
jika seorang pasien memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor serta memenuhi persyaratan absolut. Meskipun dengan aplikasi ketat dari
kriteria Jones, overdiagnosis atau underdiagnosis dari demam rematik akut masih
dapat terjadi. 1,2,4,8
Ada tiga keadaan dimana diagnosis demam rematik akut dapat dibuat
tanpa penetapan ketat dari kriteria Jones. Korea mungkin timbul sebagai
manifestasi klinis satu-satunya dari demam rematik akut. Keadaan yang sama
mirip dengan seorang pasien yang dengan karditis dan baru datang berobat
pertama kali berbulan-bulan setelah onset demam rematik. Beberapa pasien
dengan serangan ulangan dapat memenuhi kriteria Jones, beberapa lainnya tidak. 4
7
7.1 Manifestasi mayor
Terdapat 5 kriteria mayor. Adanya 2 kriteria mayor dengan bukti
(mikrobiologik atau serologik) dari infeksi streptococcus β-hemolyticus Grup A
sebelumnya memenuhi kriteria Jones.
1. Poliartritis Migran.
Artritis timbul pada 75% pasien dengan demam rematik akut dan sering
melibatkan sendi-sendi besar, terutama sendi lutut, pergelangan kaki, pergelangan
tangan, dan siku. Keterlibatan tulang belakang, sendi-sendi kecil dari tangan dan
kaki, atau sendi panggul sangat jarang. Persendian yang terkena rematik secara
umum ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif; bahkan jika bersinggungan dengan sprei menimbulkan
perasaan tidak enak.2,4,6 Nyeri ini dapat berlanjut dan dapat tampak tidak sesuai
dengan temuan klinis lainnya. Keterlibatan sendi pada demam rematik akut
bersifat migratory atau berpindah-pindah, sendi yang mengalami peradangan yang
sangat berat dapat menjadi normal dalam waktu 1-3 hari tanpa pengobatan,
sementara sendi-sendi lainnya mulai meradang. Sehingga dapat ditemukan artritis
yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang bersamaan.2,4
Keluhan ini dapat menetap hingga berminggu-minggu (2-4 minggu).7 Artritis
monoartikuler jarang terjadi kecuali jika terapi anti-inflamasi diberikan sejak awal
sehingga mencegah progresifitas dari poliartritis migran.
Jika seorang anak dengan demam dan artritis dicurigai menderita demam
rematik akut, biasanya akan membantu jika pemberian salisilat ditunda dan pasien
diobservasi untuk poliartritis. Respon dramatis terhadap dosis salisilat yang kecil
pun adalah salah satu karakteristik untuk artritis dan tidak adanya respon itu
menandakan diagnosis alternatif yang lain.4 Rematik artritis tidak menyebabkan
deformitas dan kerusakan sendi jangka panjang7 Cairan sinovial pada demam
rematik akut biasanya mengandung 10.000-100.000 sel darah putih/mm3 dengan
sel dominan neutrofil, protein sebanyak 4 g/dL, kadar glukosa yang normal dan
terjadi pembentukan gumpalan musin. Akhir-akhir ini artritis merupakan
manifestasi awal dari demam rematik akut dan terdapat hubungan sementara
8
dengan tingginya titer antibodi dari streptococcus β-hemolyticus Grup A. Ada
hubungan yang jelas antara beratnya artritis dengan beratnya keterlibatan jantung.4
2. Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat
karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup, sehingga terjadi
penyakit jantung rematik.2,4 Diagnosis karditis rematik dapat ditegakan secara
klinis berdasarkan adanya salah satu tanda berikut (a) bising baru atau perubahan
sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) pankarditis, dan gagal jantung
kongestif.2 Pankarditis adalah peradangan aktif miokardium, perikardium dan
endokardium.6 Miokarditis dan atau perikarditis tanpa bukti adanya endokarditis
jarang disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Kebanyakan kasus melibatkan
kerusakan pada katup mitral atau kombinasi dari katup mitral dan aorta.
Kerusakan pada katup aorta saja atau kerusakan katup sebelah kanan sangat
jarang, sedangkan efek jangka panjang dari kerusakan jantung yang lebih berat
merupakan akibat dari kerusakan katup ini.
Pada beberapa anak dengan peradangan jantung tidak menunjukan adanya
gejala klinis, dan riwayat peradangan sebelumnya baru diketahui bertahun-tahun
kemudian saat kerusakan jantung telah terjadi. Beberapa anak akan merasakan
jantungnya berdebar-debar, sedangkan lainnya akan mengeluh nyeri pada dada
yang disebabkan oleh peradangan selaput yang menyelimuti jantung
(perikarditis). Kegagalan jantung dapat terjadi, dan menyebabkan anak tersebut
menjadi cepat lelah dan sesak nafas, disertai mual, muntah, nyeri perut atau batuk
kering.5
Rematik karditis akut biasanya ditandai dengan danya takikardia dan
murmur jantung, dengan atau tanpa bukti adanya keterlibatan miokardium atau
perikardium. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang
seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal
jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising
pada demam rematik dapat berupa bising pansistol didaerah apeks (regurgitasi
9
mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-
diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi
ventrikel kiri. Selain itu, rematik karditis ringan hingga berat dapat menyebabkan
kardiomegali dan penyakit jantung kongestif dengan hepatomegali serta edema
perifer dan pulmonal. Penemuan echokardiografi meliputi effusi perikardium,
penurunan kontraktilitas ventrikular, dan regurgitasi aorta dan atau mitral. Hasil
echokardiografi yang menunjukan adanya suatu regurgitasi katup tanpa diserta
bukti auskultasi tidak cukup untuk memenuhi kriteria Jones untuk karditis.4
Karditis timbul pada 50-60% kasus demam reumatik akut. Serangan
ulangan demam reumatik akut pada pasien yang sebelumnya terkena karditis pada
serangan pertama kemungkinan untuk terkena karditis lagi pada serangan ulangan
sangat tinggi. Dampak utama dari rematik karditis adalah penyakit katup yang
bersifat kronik progresif, khususnya stenosis katup, yang mungkin akan
membutuhkan penggantian katup dan dapat merupakan suatu predisposisi
timbulnya endokarditis terinfeksi.4
3. Korea Sydenham
Korea sydenham terjadi pada 10-15% pasien dengan demam rematik akut
dan biasanya bermanifestasi sebagai suatu gangguan gerakan yang bersifat tiba-
tiba, tidak disadari, tidak berirama, klonik dan tanpa tujuan serta perilaku
neurologik yang terisolasi dan halus. Emosi yang labil, inkoordinasi, kinerja
sekolah yang buruk, gerakan tak terkendali, dan wajah meringis, yang dicetuskan
oleh stress dan hilang dengan tidur merupakan ciri-ciri dari kelainan ini.1,4
Gerakan tersentak-sentak dan tak terkendali ini mempunyai onset yang
tersembunyi dan membahayakan, tetapi biasanya baru timbul setelah gejala
lainnya telah menghilang, dan menetap hingga berbulan-bulan (4-8 bulan)
sebelum dikenali. Gerakan ini melibatkan seluruh otot-otot tubuh, kecuali otot
mata. Biasanya dimulai dengan ekstremitas atas lalu menyebar ke ekstremitas
bawah dan wajah.5 Korea sering bersifat unilateral. Masa laten dari infeksi akut
streptococcus β-hemolyticus Grup A menjadi korea lebih lama dibanding menjadi
artritis atau karditis dan dapat mencapai berbulan-bulan. Pemeriksaan klinis yang
10
dapat dilakukan untuk memperoleh ciri-ciri dari korea meliputi (1) demonstrasi
dari milkmaid’s grip’ (pemeras susu) yaitu kontraksi irreguler dari otot-otot
tangan sambil memeras jari pemeriksa, (2) gerakan menyendok dan pronasi dari
tangan saat lengan penderita di ekstensikan, (3) gerakan seperti cacing dari lidah
saat dijulurkan, (4) pemeriksaan tulisan tangan untuk menilai gerakan motorik
halus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dengan bukti yang
mendukung adanya antibodi streptococcus β-hemolyticus Grup A, namun pada
pasien dengan periode laten yang lama dari sejak timbulnya infeksi streptococcus
β-hemolyticus Grup A, kadar antibodi kemungkinan telah menurun hingga kadar
normal. Meskipun penyakit akut ini menyedihkan, korea jarang, bahkan hampir
tidak pernah terdapat gejala sisa yang permanen.4 Korea syndenham merupakan
satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap
sebagai petanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria lain.2
4. Eritema Marginatum.
Eritema marginatum merupakan ruam yang jarang (<3% pasien dengan
demam reumatik akut) namun khas pada demam reumatik akut. Ini meliputi lesi
makular, eritematous dan serpiginous (menyebar, progresif) dengan bagian tengah
yang pucat, namun tidak gatal. Terjadi terutama di bagian trunkus dan
ekstremitas, tetapi tidak mengenai wajah.4,8 Kelainan ini dapat berpindah-pindah
dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain, dapat dicetuskan oleh pemberian
panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat.2
5. Nodul Subkutan.
Nodul subkutan sangat jarang terjadi (<1% pasien dengan demam rematik
akut) dan meliputi nodul-nodul keras berdiameter kurang lebih 1 cm sepanjang
permukaan ekstensor dari tendon dekat prominen tulang, pada kulit kepala serta
kolumna vertebralis, tidak terasa nyeri dan mudah digerakan. Terdapat hubungan
secara signifikan antara munculnya nodul-nodul ini dengan penyakit jantung
reumatik.2,4,8
11
7.2 Manifestasi Minor.
1) Riwayat demam rematik sebelumnya
Ini dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat
dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria objektif
yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung
rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat
secara baik, sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak
terdiagnosis.2
2) Arthralgia
Arthralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan
dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri
sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Arthralgia tidak
dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai
sebagai kriteria mayor.2
3) Demam
Demam pada demam rematik adalah ringan, meskipun ada kalanya
mencapai 39OC, terutama jika terdapat arthritis. Manifestasi ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.
Demam merupakan petanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat
dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki
arti diagnosis banding yang bermakna.2
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut
Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C-reaktif serta
leukositosis merupakan indikator non spesifik dari peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam
rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang
ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus
anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C-reaktif tidak
meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung
kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada
12
semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka
kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.2
5) Interval P-R
Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus arterioventrikel dan sering juga
dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik
untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan
pertanda yang memadai adanya karditis rematik.2
VII.3 Bukti yang mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik
standard untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit
Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak pada usia diatas 5
tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70-80% kasus demam rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun
biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi
streptokokus akut.2
7.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorokan
Pengambilan sampel dengan cara mengusap kedua tonsil dan laring
bagian posterior kemudian dibiak dalam medium agar darah domba,
untuk melihat adanya infeksi streptococcus β-hemolyticus grup A. Koloni
yang terbentuk pada medium biakan dapat diperiksa dengan latex
agglutination, fluorescent antibody assay, koagulasi atau teknik
presipitasi untuk membuktikan adanya infeksi streptococcus β-
hemolyticus grup A. kultur tenggorokan untuk streptococcus β-
hemolyticus grup A biasanya memberikan hasil negatif saat gejala dari
13
demam reumatik atau penyakit jantung reumatik telah muncul. Usahakan
untuk dapat mengisolasikan bakteri sebelum pemberian terapi antibiotik
untuk membantu mengkonfirmasikan diagnosis faringitis oleh
streptococcus β-hemolyticus grup A dan dapat ditentukan serotip jenis
apa jika berhasil.3
Rapid antigen detection test
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen dari streptococcus β-
hemolyticus grup A secara cepat, sehingga diagnosis dapat segera
ditegakan dan terapi antibiotik dapat segera diberikan saat pasien masih
berada dikamar pemeriksaan dokter. Spesifisitas dari pemeriksaan ini lebih
dari 95%, namun sensitivitasnya hanya 60-90%. Oleh karena itu,
pengambilan kultur tenggorokan dianjurkan.3
Antibodi antistreptokokus
Tanda-tanda klinik dari demam reumatik dimulai saat tingkat
antibodi antistreptokokus mencapai puncaknya. Oleh karena itu,
pemeriksaan ini berguna untuk mengkonfirmasi apakah sebelumnya
pernah terinfeksi oleh streptococcus β-hemolyticus grup A. Antibodi
antistreptokokus ini terutama berguna pada pasien dengan manifestasi
klinis korea karena ini merupakan satu-satunya tanda diagnostik.
Sensitifitas terhadap infeksi yang baru terjadi dapat ditingkatkan dengan
memeriksa beberapa jenis antibodi. Untuk memeriksa apakah terjadi
peningkatan titer antibodi maka pemeriksaan dilakukan dengan jarak 2
minggu. Antibodi antistreptokokus ekstraseluler yang paling sering
diperiksa adalah antistreptolisin O (ASO) dan anti-Dnase B,
antihialuronidase, antistreptokinase, antistreptokokal esterase, dan anti-
nicotinamide adenine dinucleotide (anti-NAD). Tes antibodi terhadap
komponen seluler antigen streptococcus β-hemolyticus grup A meliputi
antistreptococcal polysaccharide, antiteicholic acid antibody, dan anti-M
protein antibody. Secara umum, antibodi terhadap antigen streptokokus
ekstraseluler meningkat selama bulan pertama setelah infeksi dan
membentuk gambaran plateau selama 3-6 bulan sebelum kembali ke kadar
14
normal setelah 6-12 bulan. Saat titer ASO mencapai puncaknya (2-3
minggu setelah onset demam rematik), sensitifitas pemeriksaan ini sebesar
80-85%. Anti-Dnase B mempunyai sensitifitas sedikit lebih tinggi (90%)
untuk memastikan demam rematik atau glomerulonefritis akut.
Antihialuronidase pada pasien demam reumatik dengan titer ASO yang
normal sering abnormal, dapat muncul terlebih dahulu, dan menetap lebih
lama dibanding peningkatan titer ASO selama demam reumatik.3
Acute-phase reactant
C-reactive protein (CRP) dan lanju endap darah (LED) meningkat
pada penderita demam rematik karena adanya proses inflamasi dari
penyakit tersebut. Kedua pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi
namun spesivitas yang rendah terhadap demam rematik.3
Heart reactive antibodies
Tropomiosin meningkat pada penderita dengan demam rematik
akut.3
Rapid detection test for D8/17
Teknik immunofluorescence ini dapat mengidentifikasi B-cell
marker D8/17 bernilai positif 90% pada penderita demam rematik dan
dapat berguna untuk mengidentifikasi seseorang yang beresiko terkena
demam rematik.3
b. Pencitraan
Foto thoraks
Kardiomegali, kongesti pulmonal, dan temuan lainnya yang
berkaitan dengan kegagalan jantung terlihat pada foto thoraks seseorang
dengan demam rematik. Saat pasien tersebut demam dan menunjukan
adanya tanda – tanda distres pernapasan, foto thoraks membantu
membedakan antara gagal jantung kongestif dan rematik pneumonia.3
Echokardiografi
15
Pada penderita penyakit jantung rematik akut, ekokardiografi
mengidentifikasi dan menilai insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. 3
c. EKG
Sinus takikardi sering ditemukan bersamaan dengan penyakit
jantung rematik. Dapat juga disertai dengan blok jantung derajat I, II atau
III. Pada penderita yang disertai perikarditis akut, akan ditemukan ST
elevasi yang terlihat pada lead II, III, aVF dan V4-V6. Penyakit jantung
rematik juga dapat menyebabkan flutter atrium, takikardi atrium
multifokal, atau fibrilasi atrium dari penyakit katup mitral kronik dan
dilatasi atrium. Kateterisasi jantung tidak diindikasikan untuk demam
rematik akut. 3
d. Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan histopatologi anatomi terhadap katup yang
mengalami insufisiensi dapat ditemukan lesi verrucous pada garis
penutupan. Ashcoff bodies (fokus perivaskuler yang merupakan kolagen
eosinofil yang dikelilingi limfosit, sel plasma, dan makrofag) ditemukan di
perikardium, regio perivaskular dari miokardium, dan endokardium.
Ashcoff bodies tampak granulomatous dengan fokus sentral fibrinoid yang
pada akhirnya akan digantikan oleh nodul-nodul jaringan parut. 3
VIII. DIAGNOSIS
Seperti yang telah dijelaskan diatas, diagnosis demam rematik lazim
ditegakkan berdasarkan kriteria Jones. Kriteria Jones memuat kelompok mayor
dan minor yang pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik
demam rematik. Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki
oleh American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya. 2,4,8
16
Tabel 1. Kriteria Jones (yang diperbaiki) untuk diagnosis demam reumatik
Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,
kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik. Tanpa dukungan bukti
adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus selalu
diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayor tunggal
berupa korea syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika
17
Kriteria Mayor
Karditis
Poliartritis
Korea
Eritema marginatum
Nodulus subkutan
Kriteria Minor
Klinik
Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya
Artralgia
Demam
Laboratorium
Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C reaktif, laju endap darah, leukositosis)
Interval P-R yang memanjang
Ditambah
Tanda-tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya: kenaikan titer antistreptolisin O (ASTO) atau antibodi antistreptokokus lainnya, biakan usapan tenggorokan yang positif untuk streptokokus grup A atau baru menderita demam skarlatina.
demam rematik baru muncul setelah masa laten yang lama dari infeksi
streptokokus. 2
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya
sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam reumatik. Kriteria ini
bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik
berupa overdiagnosis maupun underdiagnosis. 2,4
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari demam rematik akut meliputi berbagai penyakit
infeksi maupun non-infeksi.
Diagnosis Banding Demam Rematik Akut
Artritis Karditis Korea
Rheumatoid arthritis
Reactive arthritis
(Shigella, Salmonella,
Yersinia)
Serum sickness
Sickle cell disease
Keganasan
Sistemik lupus
eritematosus
Lyme disease (Borrelia
burgdorferi)
Gonococcal infection
(Neisseria gonorrhoeae)
Miokarditis viral
Perikarditis viral
Endokarditis terinfeksi
Penyakit Kawasaki
Penyakit jantung bawaan
Prolaps katup mitral
Innocent murmur
Korea Huntington
Penyakit Wilson
Sitemik lupus eritematosus
Serebral palsi
Tics
Hiperaktivitas
Penyakit-penyakit lain ini biasanya diidentifikasi dan disingkirkan dari
anamnesis, temuan klinis dan pemeriksaan laboratorium.4
18
X. PENATALAKSANAAN
Terdapat tiga tujuan dari pengobatan demam rematik mengeliminasi sisa
infeksi oleh kuman streptokokus; mengurangi peradangan, terutama pada sendi
dan jantung, sehingga dapat meringankan gejala; dan membatasi aktivitas fisik
yang dapat memperburuk struktur-struktur yang mengalami peradangan.5
Penatalaksanaan demam rematik meliputi; (1) tirah baring di rumah sakit, (2)