Top Banner
I. PENDAHULUAN Kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan SK Mendiknas No. 11/U/2002 tentang penghapusan EBTANAS SD dan SK Mendiknas No. 012/U/2002 tentang penggantian EBTANAS SD dengan Ujian Akhir Sekolah (UAS) menyebabkan siswa pada masa transisi SD ke SMP harus melewati beberapa kali ujian dan seleksi. Selama kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) berlaku, siswa SD hanya cukup menempuh ujian dua kali yaitu ujian pra EBTA dan EBTANAS. Setelah kebijakan EBTANAS diganti dengan kebijakan Ujian Akhir Sekolah (UAS), siswa SD harus mengalami beberapa kali ujian yaitu ujian pra UAS, UAS, dan ujian seleksi masuk ke SMP. Kebijakan UAS diterapkan karena EBTANAS dipandang memiliki beberapa kelemahan. Menurut hasil penelitian Djemari Mardapi (1999: 79-80) beberapa kelemahan yang ditemukan dalam EBTANAS adalah: (1) secara kuantitas EBTANAS cenderung memacu guru untuk menyelesaikan kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang di EBTANAS- kan tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran lain; (2) EBTANAS berhasil merintis baku mutu untuk SMP namun belum bisa untuk SD dan SMU; (3) NEM merupakan alat seleksi siswa baru yang efisien dan obyektif namun karakteristik tes prestasi berbeda dengan tes seleksi; dan (4) validitas prediktif NEM cukup rendah. Setelah dua tahun penghapusan kebijakan EBTANAS dilaksanakan, Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) melakukan evaluasi penyelenggaraan Penerimaan Siswa Baru (PSB) SMP. Beberapa dampak negatif yang ditemukan dalam sistem PSB antara lain: (1) SMP Negeri favorit kebanjiran calon siswa, sedangkan SMP Negeri yang kurang favorit kekurangan siswa; (2) nilai UAS yang tinggi belum menjamin siswa dapat masuk ke sekolah negeri; (3) Secara tidak langsung, sistem PSB telah menimbulkan dampak psikologis bagi orang tua, guru, dan siswa yang nilai UAS nya tinggi namun tidak lulus dalam PSB (Ajisukmo dkk, 2004: 2). Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun. Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 1
43

08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Jul 28, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

I. PENDAHULUAN

Kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan SK Mendiknas No.

11/U/2002 tentang penghapusan EBTANAS SD dan SK Mendiknas No.

012/U/2002 tentang penggantian EBTANAS SD dengan Ujian Akhir Sekolah

(UAS) menyebabkan siswa pada masa transisi SD ke SMP harus melewati

beberapa kali ujian dan seleksi. Selama kebijakan Evaluasi Belajar Tahap

Akhir Nasional (EBTANAS) berlaku, siswa SD hanya cukup menempuh ujian

dua kali yaitu ujian pra EBTA dan EBTANAS. Setelah kebijakan EBTANAS

diganti dengan kebijakan Ujian Akhir Sekolah (UAS), siswa SD harus

mengalami beberapa kali ujian yaitu ujian pra UAS, UAS, dan ujian seleksi

masuk ke SMP.

Kebijakan UAS diterapkan karena EBTANAS dipandang memiliki

beberapa kelemahan. Menurut hasil penelitian Djemari Mardapi (1999: 79-80)

beberapa kelemahan yang ditemukan dalam EBTANAS adalah: (1) secara

kuantitas EBTANAS cenderung memacu guru untuk menyelesaikan kegiatan

belajar mengajar berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang di EBTANAS-

kan tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran lain; (2) EBTANAS berhasil

merintis baku mutu untuk SMP namun belum bisa untuk SD dan SMU; (3)

NEM merupakan alat seleksi siswa baru yang efisien dan obyektif namun

karakteristik tes prestasi berbeda dengan tes seleksi; dan (4) validitas prediktif

NEM cukup rendah.

Setelah dua tahun penghapusan kebijakan EBTANAS dilaksanakan,

Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) melakukan evaluasi penyelenggaraan

Penerimaan Siswa Baru (PSB) SMP. Beberapa dampak negatif yang

ditemukan dalam sistem PSB antara lain: (1) SMP Negeri favorit kebanjiran

calon siswa, sedangkan SMP Negeri yang kurang favorit kekurangan siswa;

(2) nilai UAS yang tinggi belum menjamin siswa dapat masuk ke sekolah

negeri; (3) Secara tidak langsung, sistem PSB telah menimbulkan dampak

psikologis bagi orang tua, guru, dan siswa yang nilai UAS nya tinggi namun

tidak lulus dalam PSB (Ajisukmo dkk, 2004: 2).

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 1

Page 2: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Berdasarkan beberapa kelemahan di atas, maka ujian kelulusan pada

tingkat SD dan sistem seleksi masuk ke SMP dikelola oleh masing-masing

daerah sesuai dengan konteks desentralisasi pendidikan. Dinas Pendidikan

Propinsi DIY pada tahun 2006 menerapkan kebijakan Ujian Sekolah Daerah

(USD) yang hasilnya digunakan sebagai salah satu alat seleksi masuk ke SMP.

Setelah sistem keberlanjutan SD ke SMP dilakukan dengan berbagai cara,

maka perlu ada evaluasi untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam

pengambilan keputusan kebijakan yang menyangkut keberlanjutan layanan

wajib belajar 9 tahun.

Evaluasi keberlanjutan SD ke SMP termasuk dalam lingkup kebijakan

pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Dalam layanan wajib belajar 9

tahun diharapkan semua anak usia sekolah, khususnya anak perempuan yang

berada dalam keadaan sulit dan kelompok etnik minoritas, mempunyai akses

dan dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas, wajib dan berkualitas

baik. Wajib belajar pendidikan dasar menjamin dampak belajar dapat dicapai

oleh semua penduduk, khususnya dalam buta aksara, buta angka/menghitung

dan keterampilan hidup (life skills) esensial (Unesco, 2003 : 8).

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9

tahun bertujuan untuk: (1) menguji model pengukuran kapabilitas siswa SD

untuk belajar ke SMP; (2) menguji model struktural alat keberlanjutan SD ke

SMP; dan (3) mengevaluasi sistem keberlanjutan SD ke SMP dari aspek: (a)

input alat seleksi PSB dan kemampuan awal siswa; (b) proses PSB dan

layanan belajar setelah siswa diterima di SMP; (c) produk belajar yang berupa

standar kompetensi yang ingin dan telah dicapai sekolah

Pemecahan masalah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

model evaluasi responsif dari Stake dan CIPP (context, input, process and

product) dari Stufflebeam. Data penelitian terdiri dari data kuantitatif dan

kualitatif yang diambil secara cross sectional. Sampel diambil menurut strata

mutu sekolah dengan ukuran 8 orang kepala SMP, 134 siswa SD kelas VI

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 2

  

Page 3: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

tahun 2005/2006, 764 siswa SMP kelas IX tahun 2005/2006 dan 630 siswa

SMP kelas VII tahun 2006/2007.

Data penelitian dikumpulkan dengan metode: tes, dokumentasi,

observasi, kuesioner dan focus group discussion. Tes terdiri dari tes prestasi

belajar dan tes potensi belajar. Dokumen prestasi siswa meliputi nilai rapor

siswa sejak kelas 4 SD, nilai USD, nilai tes seleksi SMP, nilai Ujian Nasional

SMP dan nilai tes standarisasi mutu SMP. Observasi dilakukan untuk

mengamati motivasi belajar dan kuesioner digunakan untuk mengetahui

potensi ekonomi sebagai pendukung kapabilitas siswa SD untuk belajar di

SMP. Focus group discussion dilaksanakan untuk mengevaluasi sistem

keberlanjutan SD ke SMP berdasarkan respon Kepala Sekolah sebagai

responden evaluasi responsif.

Analisis data model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dilakukan

melalui beberapa tahap. Pada tahap awal, analisis data dilakukan

menggunakan Chi Square, regresi linier, dan Greenhouse-Geisser untuk

menguji asumsi analisis sebelum penggunaan statistik inferensial. Analisis

data utama menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji

model pengukuran dan model struktural evaluasi kapabilitas siswa SD untuk

belajar ke SMP dan evaluasi alat keberlanjutan SD ke SMP. One factor

repeated-measures analysis of varian digunakan untuk menguji stabilitas

prestasi siswa selama tujuh semester (dari SD kelas IV sampai SMP kelas VII

semester 1). Pada tahap akhir, dilakukan analisis post hoc anova menggunakan

metode Bonferroni untuk mengetahui perbedaan masing-masing nilai yang

diulang setelah hipotesis alternatif didukung data

Analisis data kualitatif dilakukan dengan membandingkan antara

kondisi yang ada dengan yang diharapkan kemudian dibandingkan lagi dengan

standar yang sudah ditetapkan. Proses pengambilan judgment sistem

keberlanjutan SD ke SMP dapat dilihat pada Gambar 1

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 3

  

Page 4: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Deskripsi data Program keberlanjutan SD ke SMP

Standar absolut

Deskripsi data program keberlanjutan jenjang sekolah lain

J U D G M

E N T

Perbandingan dengan standar mutlak

Data nyata dan yang diharapkan Anteseden Transaksi Outcome

Perbandingan dengan standar relatif

Gambar 2. Cara Pengambilan Judgment Evaluasi

II. KAJIAN TEORI

Evaluasi mempunyai arti yang sangat luas dan bukan merupakan

konsep baru. Semua program kegiatan menggunakan evaluasi untuk melihat

tingkat keberhasilan program yang telah dicapai, mengetahui efektivitas dan

efisiensi program yang sedang berjalan dan memperoleh informasi untuk

penetapan kegiatan berikutnya. Baumgartner (1973), menjelaskan bahwa

evaluasi merupakan sebuah proses pengambilan keputusan dinamik yang

difokuskan pada perubahan yang telah dibuat. Proses evaluasi melibatkan

pengumpulan data pengukuran yang sesuai, pertimbangan nilai menurut

standar yang ditetapkan dan membuat keputusan yang berbasis pada data.

Evaluasi berfungsi untuk memfasilitasi keputusan yang rasional dan objektif.

Griffin (1991: 5) menjelaskan bahwa secara umum, evaluasi dilibatkan dalam

pembuatan pertimbangan berharga.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 4

  

Page 5: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Evaluasi keberlanjutan (sustainability evaluation) merupakan bagian

dari evaluasi produk yang berada dalam lingkup model evaluasi CIPP

(contexs, input, procces, product). Evaluasi produk itu sendiri terdiri dari

empat jenis yaitu impact, effectiveness, sustainability dan transportability.

Sustainability evaluation assesses the extent to which a program,s

constributions are successfully institutionalized and continued over time

(Stufflebeam, 2002: 12). Apabila konsep sustainability evaluation diadopsi

dalam program pendidikan dapat bermakna penilaian sebuah program

pendidikan yang mampu memberi kontribusi pada kesuksesan pendidikan dan

keberlangsungannya dari waktu ke waktu.

Bamberger (1993: 7) memberi penjelasan bahwa sustainability adalah

kemampuan sebuah proyek untuk mempertahankan aliran keuntungan dari

waktu ke waktu. Dalam evaluasi pendidikan, konsep sustainability yang

dikemukakan oleh Bamberger tersebut memberi makna evaluasi kinerja hasil

pendidikan pada saat sekarang namun hasilnya masih memberi aliran manfaat

pada masa-masa yang akan datang.

Sustainability mengandung makna yang lebih dalam dari stability.

Ridaura (2002: 8) menjelaskan bahwa sustainability evaluation menuntut

kemungkinan perubahan dimasa yang akan datang sudah dapat diprediksi

mulai dari sekarang. Stability hanya mengacu pada kemungkinan perubahan.

Berdasarkan konteks tersebut, periode waktu merupakan indikasi penting yang

menunjukkan adanya keberlanjutan. Dalam periode waktu yang jelas,

keberlanjutan dipercaya telah diukur apabila stabilitas sistem dan stabilitas

hasil minimal dapat dipertahankan bahkan dapat lebih ditingkatkan.

  

Ridaura (2002: 5) menjelaskan bahwa ada lima pilar sustainability

evaluation yaitu productivity, security, protection, viability, dan acceptability.

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa: (1) productivity atau mampu memelihara

dan meningkatkan produksi alat/pelayanan evaluasi; (2) security atau aman

dan mempunyai tingkat resiko yang paling kecil pada saat digunakan untuk

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 5

Page 6: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

penentuan keputusan; (3) protection atau terlindung dari sumber-sumber yang

menyebabkan hasil evaluasi menurun keakuratannya; (4) viability atau alat

evaluasi tersebut terjangkau oleh semua lapisan sehingga menjamin

kelangsungan penggunaannya, dan (5) acceptability atau alat evaluasi tersebut

dapat diterima secara sosial.

Evaluasi keberlanjutan SD ke SMP yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah evaluasi yang digunakan untuk memprediksi kemampuan siswa dan

menetapkan keberlangsungan pelayanan siswa pada studi tahap berikutnya

sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Prediksi keberlanjutan

kemampuan siswa ditetapkan setelah siswa menunjukkan kemampuan yang

stabil meskipun diukur menggunakan alat ukur yang berbeda secara

berkesinambungan dan komprehensip. Penilaian berkesinambungan yaitu

materi yang dinilai sesuai tingkat kompetensi yang harus dimiliki pada tiap –

tiap jenjang kelas atau semester. Penilaian secara komprehensip yaitu

penilaian yang menggunakan alat pengukuran ganda.

Seorang siswa yang akan memasuki tugas belajar baru mempunyai

sejarah khusus pengembangan belajar sebelumnya. Prerequisite belajar

diperlukan agar kemampuan siswa setara untuk memasuki tugas belajar baru.

Cognitive entry behavior merupakan istilah lain untuk menjelaskan tipe-tipe

prerequisite pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang esensial untuk

belajar pada tugas-tugas baru. Dalam responsive evaluation, entry behavior

termasuk dalam klasifikasi data antecedent yang dapat berupa status seorang

siswa sebelum mengikuti pelajaran seperti: bakat, pengalaman sebelumnya,

minat dan kemauan.

  

Bloom (1976) yang dikutip oleh Roid and Haladyna (1982: 16)

menjelaskan bahwa prestasi yang diukur dengan tes acuan kriteria mempunyai

fungsi untuk menetapkan cognitive entry characteristics, affective entry

characteristics dan kualitas pembelajaran. Model linier yang digambarkan

oleh Bloom untuk menjelaskan tentang pencapaian prestasi adalah sebagai

berikut:

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 6

Page 7: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Y = F(X1, X2, X3)

Dimana Y adalah prestasi yang diukur dengan test acuan kriteria, X1 adalah

cognitive entry characteristics, X2 adalah affective entry characteristics

seperti sikap dan kepribadian, dan X3 adalah kualitas pembelajaran. Bloom’s

menganalisis tiga konstruk yang berhubungan dengan belajar yaitu cognitive

entry characteristics menyumbang varian 50%, affective entry characterictic

menyumbang 25%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran

sekitar 25%. Apabila semua faktor tersebut dijumlahkan sedikitnya ada 90%

untuk semua varian, 10% sisanya adalah sejarah keluarga, lingkungan rumah,

latar belakang lain yang berpengaruh pada pada belajar siswa. Cognitive dan

affective entry characteristics bekerja secara unik dan bersama-sama

membentuk basis kapabilitas siswa. Substansi kapabilitas dapat dijumlahkan

dalam dua konstruk yaitu bakat untuk belajar dan motivasi. Secara singkat,

konstruk belajar dapat dijelaskan pada Gambar 2.

Cognitive entry characteristics

Affective entry characteristics

Learning unit

Quality of instruction

Level and types of achievement. Rate of learning. Affective Outcomes (e.g., positive attitudes)

Learning outcome Student characteristics as affected by the learning history and home environment

Instruction

Gambar 2: Pengaruh Karakteristik Masuk dan Kualitas Pembelajaran pada Outcome

  

Konstruk belajar dari Bloom menjadi dasar teori dalam penelitian ini.

Asumsi yang menjadi pedoman dalam konsep keberlanjutan adalah hasil

belajar dibangun dari berbagai dimensi yaitu kemampuan akademik, sikap dan

kualitas pembelajaran. Apabila salah satu dimensi tidak terpenuhi secara

sempurna maka dimensi yang lain perlu ditingkatkan. Dalam rangka wajib

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 7

Page 8: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

belajar 9 tahun, layanan pendidikan perlu memperhatikan karakteristik input

yang tidak hanya diukur dari aspek kognitif saja tetapi juga perlu

mempertimbangkan aspek afektif. Untuk memperoleh hasil pendidikan yang

lebih bermakna, anak-anak yang mempunyai kemampuan kognitif rendah

perlu dilayani dengan pembelajaran yang berkualitas baik supaya mencapai

hasil belajar yang optimal.

Keberlanjutan pendidikan dari suatu jenjang pendidikan menuju ke

jenjang pendidikan berikutnya banyak menggunakan alat seleksi. Berikut ini

dikutip beberapa hasil penelitian yang mendalami prediksi alat seleksi

penerimaan siswa/mahasiswa baru. Hasil penelitian Soetarlinah (1997: 46)

menemukan skor tes bakat sekolah (TBS) dapat memprediksi nilai rapor. Pada

siswa SMU, TBS mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,35 terhadap nilai

rata-rata dua mata pelajaran yaitu matematika dan bahasa Indonesia. Pada

siswa SMK, TBS berkorelasi positif terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia

sebesar 0,44. Heri Widodo (2004: 87) meneliti daya prediksi TPA terhadap

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Secara umum skor komposit TPA berkorelasi positif dengan IPK

pada sembilan jurusan dari sepuluh jurusan yang diteliti.

  

Friedenberg, (1995: 303) menulis ada empat dampak yang mungkin

terjadi ketika sebuah keputusan dibuat melalui studi efisiensi seleksi dalam

evaluasi keberlanjutan yaitu: (1) seseorang akan diterima pada basis skor

prediktor dan berpenampilan baik sesuai kriteria (sebuah prediksi akurat atau

hit, dinamakan true positive); (2) seseorang akan diterima pada basis skor

prediktor dan berpenampilan di bawah kriteria (sebuah prediksi tidak akurat

atau miss, dinamakan false positive); (3) seseorang akan ditolak pada basis

skor prediktor dan secara potensial mempunyai penampilan baik pada kriteria

(sebuah prediksi tidak akurat atau miss, dinamakan false negative); (4)

seseorang akan ditolak pada basis skor prediktor dan secara potensial

mempunyai penampilan lebih rendah dari kriteria (sebuah prediksi akurat atau

miss, dinamakan true negative).

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 8

Page 9: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengukuran Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP

Kapabilitas siswa SD yang akan belajar ke SMP dievaluasi dari tiga

variabel laten eksogen yaitu nilai rerata rapor (RAPOR), tes potensi belajar

(TPB), dan potensi pendukung (PENDK). Variabel laten endogen kapabilitas

belajar adalah nilai Ujian Sekolah Daerah (USD) yang terdiri dari mata

pelajaran Bahasa Indonesia (BIND), Matematika (MAT), IPA dan UAS IPS.

Nilai rerata rapor (RAPOR) terdiri dari empat variabel manifes yaitu Bahasa

Indonesia (BIND), Matematika (MAT), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tes Potensi Belajar (TPB) dibangun dari tiga

variabel manifes yaitu tes verbal (VERBAL), kuantitatif (KUANT) dan

gambar (GAMBAR). Potensi pendukung terdiri dari dua variabel manifes

yaitu motivasi belajar (MOT) dan potensi ekonomi (EK). Pengukuran

kapabilitas belajar dilaksanakan terhadap 134 siswa SD kelas VI tahun ajaran

2005/2006 yang berasal dari 4 sekolah. Hasil analisis model pengukuran

kapabilitas belajar dapat disimak pada Gambar 3 berikut ini:

BIND0.21

MAT0.18

IPA0.15

IPS0.17

VERBAL0.30

KUANT0.21

GAMBAR0.63

MOT0.25

EK 0.91

RAPOR

TPB

PENDK

USD

BIND 0.34

MAT 0.37

IPA 0.32

IPS 0.27

C

0.89 0.91 0.92

.81 0.91 0

0.49

.79 0

  

Kapabilitas siswa SD untuk belajar di SMP yang ditetapkan dengan

nilai USD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu nilai rerata rapor dan

hi-Square=163.79, df=59, P-value=0.00000, RMSEA=0.116

0.83 0.62

0.84 0.89 -0.17

.85 0.61 0

0.87 0.31

Gambar 3: Model Pengukuran Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 9

Page 10: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

potensi belajar. Hasil analisis model pengukuran menunjukkan variabel laten

potensi pendukung (ekonomi dan motivasi) berkorelasi negatif dengan USD,

meskipun secara terpisah, motivasi belajar siswa menjadi indikator yang baik

pada variabel laten pendukung.

Hasil analisis model pengukuran kapabilitas belajar menunjukkan

variabel manifes tes gambar dan potensi ekonomi memiliki muatan faktor

yang rendah yaitu < 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa dua variabel manifes

tersebut kurang baik sebagai indikator pada variabel laten Tes Potensi Belajar

(TPB) dan potensi pendukung (PENDK).

Analisis Maximum Likelihood dengan program LISREL memperoleh

model persamaan struktural sebagai berikut: η1 = γ11 ξ1 + γ12 ξ2 + γ13 ξ3 + ζ1

atau USD = 0,62*TPB + 0,49*Rapor – 0,17*PENDK + 0,077. Model

persamaan struktural tersebut bermakna TPB mempunyai pengaruh yang

lebih kuat terhadap USD (0,62) daripada pengaruh nilai rapor terhadap USD

(0,49). Variabel laten pendukung (PENDK) berpengaruh negatif (-0,17)

terhadap USD tetapi berpengaruh positif terhadap TPB (0,73) dan RAPOR

(0,79). TPB dan RAPOR juga mempunyai hubungan yang sangat kuat yaitu

0,91. Hasil analisis Goodness of Fit Statistic menunjukkan model dinyatakan

fit atau didukung data berdasarkan kriteria Normed Fit Index (NFI) = 0,90,

Comparative Fit Index (CFI) = 0,94 dan Incremental Fit Index (IFI) = 0,94

yang lebih besar atau sama dengan kriteria model fit 0,9.

2. Model Keberlanjutan SD ke SMP

  

Model keberlanjutan SD ke SMP disusun dari model struktural alat

seleksi Penerimaan Siswa Baru (PSB) terhadap prestasi belajar SMP. Alat

PSB menjadi variabel laten eksogen yang terdiri dari nilai rerata rapor SD

(RAPOR) dan gabungan nilai Ujian Sekolah Daerah (USD). Prestasi belajar

SMP menjadi variabel laten endogen yang ditetapkan pada nilai tes standar

mutu SMP (TSMP) semester 1. Alat-alat seleksi PSB yang tidak tergabung

dalam model struktural dianalisis dengan cara lain yaitu menggunakan

korelasi intersection test. Hasil analisis model struktural prediksi nilai rerata

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 10

Page 11: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

rapor SD dan nilai USD terhadap nilai tes standar mutu SMP dapat

ditampilkan pada Gambar 4.

RAPOR1.00

USD1.00

TSMP 0.40

0.61

0.19

0.79

Gambar 4: Model Struktural Prediksi Nilai Rerata Rapor SD dan Nilai USD terhadap Tes Standar Mutu SMP

Hasil analisis model struktural pada Gambar 4 dapat ditulis dengan

menggunakan model persamaan matematis sebagai berikut: η1 = γ11 ξ1 + γ12

ξ2 + ζ1 atau TSMP = 0,61Rapor + 0,19USD + 0,40. Setelah model ditambah

73,3% data longitudinal dari sampel yang sama terjadi perubahan menjadi

TSMP = 0,59Rapor + 0,23USD + 0,37. Hasil analisis model struktural

menunjukkan rerata nilai rapor SD selama lima semester (RAPOR)

mempunyai prediksi yang lebih tinggi (γ11 = 0,61) terhadap nilai tes

standarisasi mutu SMP kelas VII semester 1 (TSMP) sedangkan prediksi nilai

USD terhadap nilai tes standarisasi mutu SMP sebesar (γ12 = 0,19). Setelah

73,3% data longitudinal disertakan dalam analisis, koefisien γ12 meningkat

0,04 sehingga menjadi 0,23 dan γ11 menurun 0,02 sehingga menjadi 0,59.

  

Beberapa perubahan menyolok terjadi setelah penambahan data

longitudinal adalah: (1) peningkatan loading factor pada variabel manifes

nilai tes standarisasi mutu SMP mata pelajaran Bahasa Indonesia dari 0,42

menjadi 0,55; (2) Penurunan loading factor pada variabel manifes nilai tes

standarisasi mutu SMP mata pelajaran IPA yaitu dari 0,70 menjadi 0,57.

Hasil analisis Goodness of Fit Statistic menunjukkan Normed Fit Index (NFI)

= 0,93, Comparative Fit Index (CFI) = 0,93 dan Incremental Fit Index (IFI) =

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 11

Page 12: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

0,93 yang lebih besar dengan kriteria model fit (> 0,9). Pengecekan hasil

analisis SEM dilakukan dengan metode analisis regresi dan korelasi

intersection test. Hasil analisis regresi dapat disimak pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Prediksi Rerata Nilai Rapor dan USD terhadap Tes

Standar Mutu SMP

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 0,578a 0,334 0,332 2,11339

a. Prediktor: (Constant). USD, RAPORSD

Hasil analisis regresi menunjukkan prediksi USD dan rapor SD secara

bersama-sama sebesar 0,578 atau berada pada kategori korelasi sedang. Hasil

analisis regresi menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,334 atau

dengan kata lain 33,4% prediksi nilai tes standar mutu SMP ditentukan oleh

nilai rerata rapor dan USD. Hasil analisis ini menunjukkan pula bahwa 66,6%

prediksi nilai tes standar mutu SMP ditentukan oleh faktor lain yang tidak

diteliti. Selanjutnya, konsistensi hasil analisis dibuktikan dengan korelasi

intersection test alat-alat pengukur prestasi siswa menggunakan program

SPSS. Hasil analisis dilaporkan di Tabel 2.

Tabel 2 Validitas Prediksi Intersection Test Pengukur Prestasi Siswa

Variabel yang Dijelaskan Variabel Penjelas

n Kasus Rerata UN USD Tes SMP Sem 1

Tes Seleksi 763 0,639 Rapor SD 626 0,70 0,546 USD 626 1 0,44 TPB 134 0,761 Rapor SD 134 0,811

Hasil analisis korelasi intersection test memberi gambaran yang

menyeluruh terhadap alat seleksi yang digunakan di SMP. Menurut hasil

analisis korelasi intersection test tersebut, tes potensi belajar (TPB) dan nilai

rapor SD mempunyai korelasi tinggi sebagai prediksi USD, sedangkan USD

mempunyai korelasi rendah sebagai prediksi tes standarisasi mutu SMP

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 12

  

Page 13: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

semester 1. Rerata rapor SD cukup konsisten sebagai prediksi TPB, USD dan

tes standarisasi mutu SMP walaupun jumlah kasus yang digunakan berbeda.

Prediksi keberlanjutan sekolah dapat dimonitor dari stabilitas

kemampuan atau prestasi belajar. Hasil analisis General Linear Model

(GLM) multivariat repeated-measure GLM memperoleh mean tiap

pengulangan pengukuran seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Repeated Nilai Rerata Rapor per Mata Pelajaran

Waktu Pengukuran (dalam dokumen nilai)

Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Kelas

7

Mata

Pelajaran

Sem 1 Sem 2 Sem 1 Sem 2 Sem 1 USD Sem 1

B. Indonesia 7,282 7,419 7,197 7,578 7,585 7,162 6,474

Matematika 7,034 7,233 6,884 7,042 7,131 6,853 5,669

IPA 7,084 7,244 7,204 7,530 7,657 7,869 7,005

IPS 6,899 7,066 6,952 7,217 7,300 6,999

Data pada Tabel 3 menunjukkan pola-pola penilaian yang diberikan

guru pada semester ganjil lebih rendah dari pada nilai semester genap.

Analisis multivariat dilakukan untuk menguji hipotesis nol yaitu tidak ada

perbedaan rerata nilai tiap-tiap pengulangan pengukuran. Rangkuman hasil

analisis repeated measure menggunakan metode Sphericity Assumed terhadap

4 mata pelajaran yang menjadi indikator prestasi belajar siswa dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Test of Within-Subject Effect

Measure: MEASURES_1 Sphericity Assumed Source Type III SS df MS F Sig.

B.Indonesia 542,442 6 90,407 236,565 0,00 Matematika 1064,991 6 177,498 265,164 0,00 IPA 298,887 6 49,814 129,269 0,00 IPS 77,252 5 15,45 38,238 0,00

  

Menurut hasil analisis Sphericity Assumed pada 4 mata pelajaran yang

dilakukan pengulangan pengukuran diperoleh informasi bahwa prestasi nilai

siswa kelas 7 SMP tidak stabil yang terbukti dari penerimaan Ha dengan Sig.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 13

Page 14: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

< 0,05. Prestasi siswa yang paling tidak stabil terdapat pada mata pelajaran

matematika dengan F paling tinggi yaitu 265,164. Penyebab perbedaan

prestasi pada tiap-tiap pengukuran untuk mengetahui rerata kelompok nilai

repeated yang berbeda dilakukan dengan metode Bonferroni. Analisis kasus

terhadap kelompok nilai yang tidak berbeda secara nyata pada taraf

signifikansi 5% dapat dirangkum dalam bentuk matrik pada Tabel 5.

Tabel 5 Matrix Pair wise Comparison pada Kasus Khusus Sig. > 0,05

Level Penilaian Mata Pelajaran

Rapor Kelas R 51 R 52 R 61 USD R 71

B. Indonesia R 41 0,27 R 41 1 0,195 0,024 R 42 0,1 R 51 1

Matematika

R 52 0,97 IPA R 41 0,527

R 41 1 0,175 R 42 1 R 51 1

IPS

R 52 0,170 Keterangan R 41 = Rapor Kelas 4 semester 1, dst

Data pada matrik di Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai IPS kelas 7 SMP

semester 1 tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan nilai rapor kelas 4 dan

kelas 5 semester 1 (Sig. 0,175 > 0,05). Hasil analisis pair wise comparison

tersebut secara umum menunjukkan bahwa prestasi siswa kelas 4 SD tidak

berbeda nyata dengan prestasi kelas berikutnya dalam beberapa kali

pengulangan pengukuran.

3. Evaluasi Sistem Keberlanjutan SD ke SMP

  

Sistem penerimaan siswa baru (PSB) yang diterapkan SMP mulai tahun

2000 sampai dengan 2006 telah mengalami tiga kali perubahan. Sebelum

tahun 2001, alat PSB menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang

merupakan hasil ujian akhir Sekolah Dasar. Pada tahun 2002 sampai tahun

2005, PSB SMP menggunakan tes seleksi dan ujian akhir Sekolah Dasar

dibebaskan dari ujian standar. Tahun 2006 ujian akhir SD dan alat PSB

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 14

Page 15: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

kembali menggunakan nilai ujian standar (USD) tingkat propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Sistem PSB di SMP kota Yogyakarta menggunakan

cara Real Time Online (RTO). SMP andalan mempunyai kewenangan khusus

untuk menerima calon siswa dengan cara menjaring bibit unggul SD yang

mempunyai ranking pertama.

Sistem PSB menggunakan Real Time Online (RTO) banyak memberi

kemudahan tetapi juga mengandung beberapa kelemahan. Kelebihan

penggunaan sistem RTO antara lain pendaftar lebih cepat mendapat informasi

tentang hasil seleksi secara tranparan dan objektif. Cara memperoleh

informasi hasil seleksi lebih mudah karena setiap saat bisa diakses melalui

internet. Kelemahan penggunaan sistem RTO adalah penyebaran input siswa

kurang merata ke semua sekolah karena penyaringan calon siswa dilakukan

berdasarkan ranking nilai ujian standar. Calon siswa yang ranking nilainya

berada di luar quota daya tampung SMP, secara otomatis akan gugur dan

dialihkan ke sekolah lain yang mempunyai peringkat mutu lebih rendah. Cara

RTO membutuhkan fasilitas internet sehingga penggunaannya masih terbatas

di kota besar.

Proyeksi sistem PSB yang layak untuk diterapkan di masa depan adalah

sistem PSB berbasis komputer. Sistem tes berbasis komputer ini baru

diterapkan di beberapa perguruan tinggi swasta di Indonesia. Kelebihan PSB

menggunakan komputer adalah skor tes dan peringkat siswa langsung dapat

dilihat di komputer sesaat setelah peserta tes selesai ujian. Perangkat tes dapat

dihemat karena semua data sudah terekam dalam komputer. Beberapa

kendala yang dapat ditemui adalah fasilitas penyelenggaraan tes

membutuhkan biaya besar apabila tes dilaksanakan bersamaan karena setiap

peserta harus disediakan komputer. Apabila butir soal yang digunakan

sebagai alat seleksi sudah valid dan akses komputer merata ke kalangan

bawah, sistem PSB menggunakan komputer dapat memenuhi azas obyektif,

transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan kompetitif.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 15

  

Page 16: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Evaluasi sistem keberlanjutan SD ke SMP secara konseptual dilakukan

dengan model evaluasi responsif. Deskripsi data hasil penelitian dipaparkan

dengan cara membandingkan antara kondisi yang diharapkan (intent) dengan

yang diamati (observasi) pada komponen rasional, input, proses dan produk

dan keberlanjutan. Judgment diputuskan dengan membandingkan data yang

telah dideskripsikan dengan standar (bila ada) menurut respon dari Kepala

Sekolah. Hasil evaluasi responsif terhadap model keberlanjutan SD ke SMP

dapat dipaparkan sebagai berikut:

  

a. Rasional

Rasional keberlanjutan SD ke SMP dievaluasi menggunakan studi

literatur dan direspon oleh Kepala Sekolah SMP. Menurut keputusan

Mendiknas Nomor 051/U/2002 tanggal 10 April 2002, tentang Penerimaan

Siswa pada Taman Kanak-kanak dan Sekolah, keberlanjutan pendidikan

dari satu jenjang sekolah ke jenjang sekolah berikutnya membutuhkan

sebuah sistem penerimaan siswa baru yang dapat memenuhi azas obyektif,

transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan kompetitif. Obyektif, artinya

bahwa PSB untuk siswa baru maupun pindahan harus memenuhi ketentuan

umum yang telah ditetapkan. Transparan, artinya PSB bersifat terbuka dan

dapat diketahui oleh masyarakat termasuk orang tua siswa, untuk

menghindari penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi.

Akuntabel, artinya PSB dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

baik prosedur maupun hasilnya. Tidak diskriminatif, artinya tidak

membedakan suku, agama, dan golongan. Kompetitif, artinya PSB

dilakukan melalui seleksi berdasarkan nilai ujian standar yang dapat

membedakan kemampuan antar siswa yang pandai dan kurang pandai.

Penerimaan Siswa Baru (PSB) menggunakan sistem seleksi

diperlukan oleh sekolah yang mempunyai animo pendaftar melebihi

kapasitas lembaga. Seleksi PSB SMP yang ketat pada umumnya hanya

terjadi di sekolah favorit dan unggulan. PSB SMP tidak banyak

menimbulkan masalah di kota kecil karena hampir semua lulusan SD yang

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 16

Page 17: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

ingin melanjutkan ke SMP mempunyai peluang untuk diterima. Kebijakan

PSB SMP di daerah terpencil lebih diprioritaskan untuk pencapaian

perluasan dan pemerataan akses pendidikan. Sesuai dengan Renstra

Depdiknas tahun 2005-2009, keberlanjutan SD ke SMP bagi daerah

terpencil yang berpenduduk jarang dan terpencar dilakukan dalam bentuk

”SD-SMP Satu Atap”. Kebijakan ini dilaksanakan dengan cara

menambahkan ruang belajar SMP di SD untuk menyelenggarakan program

pendidikan SMP bagi lulusan SD setempat.

Penjelasan yang diutarakan di atas mengisyaratkan bahwa sistem

PSB SMP menggunakan seleksi perlu dilakukan oleh sekolah di wilayah

kota dan tidak perlu dilakukan oleh sekolah di wilayah terpencil. Beberapa

alasan rasional yang dipertimbangkan untuk mendukung sistem PSB SMP

menggunakan alat seleksi menurut respon Kepala Sekolah antara lain:

1) SMP mengharapkan input siswa yang diterima cukup baik sesuai

dengan keinginan dan kondisi sekolah.

2) Daya tampung SMP kurang memadai untuk menerima semua lulusan

Sekolah Dasar.

3) SMP membutuhkan prasyarat belajar (entry behaviour) yang harus

dipenuhi siswa untuk dapat mengikuti pendidikan agar kurikulum

yang dibebankan ke SMP dapat dicapai.

4) SMP perlu mengetahui kondisi input siswa untuk menetapkan

program keberlanjutan layanan pendidikan yang sesuai terutama bagi

siswa yang belum memenuhi prasyarat belajar.

  

b. Anteseden/input

Evaluasi anteseden/input program keberlanjutan SD ke SMP terdiri

dari evaluasi input potensi siswa dan alat pengukur potensi siswa. Program

keberlanjutan SD ke SMP menggunakan input tes prestasi belajar. PSB

berdasarkan tes seleksi tersusun dari skor komposit lima mata pelajaran

yaitu: PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS. PSB

berdasarkan USD menggunakan skor komposit tiga mata pelajaran yaitu

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 17

Page 18: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA. Keterbatasan data dokumen input

tes seleksi tahun 2003/2004 menyebabkan data yang dapat dilaporkan

hanya berupa skor kompositnya sedangkan data USD dapat dilaporkan

secara lebih rinci per-mata pelajaran.

Hasil studi cross sectional diperoleh data input potensi siswa dalam

PSB yang menggunakan tes seleksi sebanyak 763 siswa dan USD

berjumlah 626 siswa. Input potensi siswa dibagi menjadi lima kategori

kemampuan awal yaitu: A = sangat mampu, B = mampu, C = cukup

mampu, D = kurang mampu dan E = tidak mampu. Rincian jumlah input

potensi siswa menurut kategori tersebut dapat disimak pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik Kemampuan Siswa Baru SMP

Kategori Kemampuan Input Seleksi A

(> 85) B

(71-85) C

(56-70) D

(41-55) E

(≤40)

Jumlah

Tes Seleksi (2003) 10 304 315 119 15 763 USD B. Indonesia 20 361 208 35 2 626 USD Matematika 105 185 201 95 40 626 USD IPA 11 265 298 49 3 626 Jumlah 146 1115 1022 298 60 2641 % 5,5 42,2 38,7 11,3 2,3 100

Data pada Tabel 6 menunjukkan kemampuan awal siswa SMP yang

berada pada kategori tidak mampu (E) atau tidak memenuhi prasyarat

belajar SMP sebanyak 2,3%. Meskipun SMP telah menetapkan PSB

dengan sistem seleksi, namun karena daya tampung masih mencukupi

maka siswa yang berada di bawah kemampuan standar masih dapat

diterima di SMP yang berperingkat rendah. Proporsi prasyarat belajar yang

tidak dapat dipenuhi paling banyak ditemukan pada mata pelajaran

matematika.

Kebijakan wajib belajar 9 tahun menuntut sekolah untuk

menampung semua kebutuhan belajar siswa sampai ke SMP termasuk

membelajarkan siswa yang berkesulitan (learning difficulty). Evaluasi

anteseden berdasarkan respon Kepala Sekolah dilaporkan sebagai berikut:

  

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 18

Page 19: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

1) Anteseden/input yang diharapkan

a) Input kemampuan siswa yang diharapkan adalah siswa mempunyai

prestasi belajar paling rendah pada nilai 5.

b) Input alat PSB yang diharapkan adalah menggunakan kombinasi

beberapa macam alat ukur prestasi.

2) Anteseden/input yang diobservasi

a) Hasil observasi menemukan 6,39% siswa tidak mampu belajar

matematika atau berada pada kategori kemampuan E pada proses

seleksi menggunakan nilai USD

b) Hasil observasi menemukan alat seleksi PSB menggunakan satu alat

pengukuran dan satu kali pengujian. Alat PSB menggunakan tes seleksi

dan rerata nilai rapor memiliki prediksi lebih tinggi dari pada USD.

3) Anteseden/input yang standar

a) Input standar, siswa dikatakan mampu belajar di SMP apabila sudah

menguasai minimal 50% materi pelajaran yang diajarkan.

b) Alat ukur standar untuk memprediksi kemampuan siswa pada materi

yang akan dipelajari adalah menggunakan tes potensi belajar dan alat

ukur standar untuk mengevaluasi hasil belajar adalah menggunakan tes

prestasi belajar. Alat yang standar untuk memprediksi kemampuan

belajar adalah tes prestasi belajar karena dimensi yang diukur sama.

3) Judgment anteseden/input

a) Input kemampuan paling rendah sebagai prasyarat belajar di SMP

adalah nilai 6. Apabila siswa tidak mampu memenuhi prasyarat belajar

maka mereka perlu mengikuti program matrikulasi/pendalaman materi

untuk menyetarakan kemampuannya dengan siswa lain.

b) SMP yang mempunyai animo pendaftar tinggi perlu mendampingi alat

PSB menggunakan tes prestasi belajar dengan tes potensi belajar.

c) SMP yang mempunyai jumlah pendaftar kurang, dapat menggunakan

nilai rapor SD selama tiga tahun terakhir sebagai alat PSB.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 19

  

Page 20: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

c. Evaluasi Transaksi/Proses

Evaluasi transaksi/proses keberlanjutan SD ke SMP ditetapkan pada

dua kegiatan yaitu proses penerimaan siswa baru dan proses keberlanjutan

layanan pendidikan. Proses penerimaan siswa baru diatur oleh Dinas

Pendidikan Kabupaten sehingga tatalaksana penyelenggaraan PSB

seragam. Keberlanjutan layanan pendidikan masing-masing sekolah cukup

bervariasi. Evaluasi proses keberlanjutan SD ke SMP menurut respon

Kepala Sekolah dapat dipaparkan pada kolom rangkuman hasil diskusi di

bawah ini:

  

1) Transaksi/Proses yang diharapkan:

a) Proses penerimaan siswa baru (PSB) yang diharapkan dilakukan

serentak tetapi beberapa sekolah khusus (peringkat atas dan bawah)

diberi keleluasaan untuk menentukan kriteria bagi calon siswa yang

akan diterima. Khusus bagi SMP andalan, proses penerimaan siswa

baru dapat dilakukan lebih awal dengan menggunakan beberapa

macam alat seleksi. Sebaliknya, bagi sekolah yang berperingkat

rendah, proses PSB dapat lebih diperpanjang dengan membuka

kesempatan pendaftaran gelombang ke 2 bagi siswa yang gagal

masuk ke sekolah pilihan pertamanya.

b) Siswa yang sudah diterima di SMP wajib mendapatkan pelayanan

pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya supaya siswa

terdorong untuk berprestasi lebih baik. Proses pelayanan pendidikan

yang diharapkan adalah dapat memenuhi tiga kebutuhan layanan

pembelajaran yaitu pembelajaran remedial untuk siswa yang kurang

mampu, tracking sesuai kemampuan pada jam belajar tambahan (les)

untuk meningkatkan sikap kompetitif antar siswa, dan cooperatif

learning pada jam belajar reguler untuk memupuk sikap

kebersamaan.

2) Transaksi/proses yang diobservasi

a) Proses penerimaan siswa baru yang sudah dilaksanakan dibuat

serentak dalam satu waktu sehingga calon siswa yang tidak

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 20

Page 21: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

tertampung di SMP negeri harus rela masuk ke SMP swasta.

Sistem penerimaan siswa baru menggunakan sistem Real Time Online

berdampak terhadap kesenjangan peringkat mutu sekolah semakin

lebar.

b) Pelayanan pendidikan di sekolah andalan berbeda dengan sekolah

umum/biasa. Sekolah andalan sudah menerapkan beberapa perlakuan

pelayanan pembelajaran sesuai dengan harapan yaitu menggunakan

beberapa model pembelajaran. Pembelajaran koopereatif diterapkan

pada kegiatan belajar reguler untuk memperpendek kesenjangan

kemampuan antara siswa yang pandai dan kurang pandai. Sistem

kompetitif diterapkan dengan cara evaluasi mingguan untuk

placement siswa sesuai kemampuan pada kegiatan belajar tambahan.

Perbaikan belajar dilakukan untuk anak-anak yang belum dapat

mencapai standar melalui pendalaman materi khusus yang belum

dikuasai.

3) Transaksi/Proses Standar

a) Proses PSB diatur pemerintah dan didukung SK Dinas Pendidikan

Propinsi/Kabupaten.

b) Pelayanan pendidikan ditetapkan sesuai dengan standar nasional

pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,

dan penilaian pendidikan.

4) Judgment Transaksi/Proses

a) Proses penerimaan siswa baru menggunakan jalur umum dan jalur

khusus. Bagi sekolah yang kekurangan murid dapat membuka

penerimaan siswa baru menggunakan standar ganda (dua gelombang).

Bagi sekolah favorit dapat membuka pendaftaran siswa baru dan

seleksi lebih awal.

b) SMP yang mempunyai peringkat sedang dapat menyelenggarakan

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 21

Page 22: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

PSB bersama-sama menggunakan alat yang sama sesuai dengan

ketentuan yang telah diatur pemerintah. SMP yang ingin mengetahui

krakteristik entry behaviour siswa yang diterima perlu mengadakan

penelusuran dokumen prestasi selama di SD.

c) Proses pelayanan dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu: matrikulasi

bagi siswa kurang mampu, grouping atau tracking sesuai kemampuan

pada kegiatan belajar tambahan dan cooperatif learning pada kegiatan

belajar reguler.

d. Evaluasi Outcome/Produk

Evaluasi produk dilakukan terhadap hasil belajar siswa, alat dan cara

evaluasi hasil belajar siswa yang digunakan dan keberlanjutan sistem evaluasi

masa transisi sekolah. Gambaran umum hasil belajar siswa setelah mendapat

pelayanan pendidikan di SMP dapat dijelaskan pada Tabel 50.

Tabel 50

Karakteristik Output Kemampuan Siswa SMP.

Kategori Kemampuan Komponen Output Nilai SMP A

8.58―10 B

7.14―8.57 C

5.7―7.13 D

4.25―5.69 E

< 4.25 B. Indonesia 2 119 412 86 7 Matematika 12 72 221 263 58 IPA 0 295 313 17 1

Siswa kelas VII 2007 IPS 14 273 318 19 2 n = 626 28 769 1264 385 68 % dari Total 1,11 30,31 50,48 15,38 2,72

B. Indonesia 314 364 75 9 1 B. Inggris 121 250 190 123 79

Siswa kelas IX 2006 Matematika 268 184 149 127 35 n = 763 703 798 414 259 115 % dari Total 30,71 34,86 18,09 11,31 5,02

Hasil analisis deskriptif terhadap prestasi belajar siswa SMP menunjukkan

5,02% siswa tidak dapat memenuhi standar kelulusan dengan nilai UN. Penyebab

kegagalan terbesar ditemukan pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Nilai output

mata pelajaran matematika sedikit bergeser dari nilai inputnya. Evaluasi produk

secara kualitatif dirangkum dari hasil diskusi dengan Kepala Sekolah ditampilkan

dalam bentuk rangkuman di bawah ini:

  

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 22

Page 23: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

1) Outcome/produk yang diharapkan

a) Produk (prestasi) akhir hasil belajar yang diharapkan, siswa dapat mencapai

standar kompetensi lulusan tetapi nilai standar tersebut tidak digunakan

sebagai syarat kelulusan.

b) Evaluasi menggunakan tes standar dilakukan setiap semester supaya dapat

membangkitkan motivasi belajar siswa. Hasil evaluasi formatif turut

dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Hasil ujian standar digunakan

sebagai alat penilaian kinerja sekolah dalam akreditasi.

c) Keberlanjutan prestasi siswa diharapkan selalu meningkat. Keberlanjutan

prestasi/kemampuan siswa tidak hanya ditingkatkan dari alat ukur prestasi

siswa tetapi juga ditingkatkan mulai dari proses penerimaan siswa baru,

proses pelayanan pembelajaran dan proses asesmennya. Sistem evaluasi

hasil belajar selalu disempurnakan dengan memperhatikan beberapa dampak

kebijakan yang akan muncul dan mempertimbangkan aspirasi dari bawah

supaya dapat memberi manfaat yang tinggi bagi peningkatan mutu

pendidikan.

2) Outcome/produk yang diobservasi

a) Prestasi belajar siswa 5,02% belum mencapai standar nilai kelulusan Ujian

Nasional sehingga siswa dinyatakan tidak lulus.

b) Evaluasi menggunakan tes standar (Ujian Nasional) digunakan untuk syarat

kelulusan dan seleksi ke sekolah berikutnya. Evaluasi dengan tes standar

hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat akhir sekolah. Evaluasi formatif

tidak berpengaruh pada kelulusan dan hanya digunakan untuk pengambilan

keputusan intern sekolah.

c) Keberlanjutan prestasi siswa masih labil, posisi peringkat prestasi kelas

sering berubah sehingga sulit diprediksi. Siswa yang menduduki peringkat

tinggi pada awal masuk tidak selalu dapat mempertahankan prestasinya.

Keberlanjutan kemampuan hanya ditemukan pada siswa yang sangat mampu

dan siswa yang sangat tidak mampu. Mereka sama-sama dapat bertahan

sesuai karakteristik awal masuk sekolah.

3) Outcome/produk standar

a) Prestasi siswa diakui sebagai syarat kelulusan pada standar nilai 4,25 (tahun

2006).

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 23

  

Page 24: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

b) Evaluasi dengan tes standar hanya dilakukan pada akhir sekolah.

c) Keberlanjutan prestasi belajar belum ditetapkan dengan standar.

4) Judgment outcome/produk

a) Standar kelulusan dengan nilai ujian nasional tidak diberlakukan secara

umum. Beberapa bentuk sekolah alternatif memiliki standar yang berbeda

untuk menentukan kelulusan. Siswa yang mengalami kesulitan belajar

(learning difficulty) sejak dini yang tidak mungkin dapat mencapai nilai

standar perlu dipertimbangkan untuk diluluskan karena apabila standar yang

sama digunakan untuk penentu kelulusan dapat menyebabkan anak menjadi

siswa yang abadi di SMP tersebut. Beberapa siswa yang tidak mampu

belajar pada salah satu bidang studi tetapi mempunyai nilai tinggi pada

bidang studi lain perlu dipertimbangkan untuk diluluskan supaya tidak

bertentangan dengan kebijakan wajib belajar 9 tahun. Apabila siswa yang

tidak memenuhi standar tersebut akan melanjutkan studi, maka mereka perlu

mengikuti tes seleksi sesuai dengan persyaratan belajar khusus. Misalnya,

SMK dapat membuat alat seleksi keterampilan motorik untuk menyaring

calon siswa yang tidak mencapai nilai standar Ujian Nasional.

Ujian standar sebagai syarat kelulusan dapat diterapkan apabila input siswa

baru yang diterima SMP juga ditetapkan dengan nilai standar. Kebijakan

wajib belajar berdampak pada semua anak usia sekolah wajib mendapat

pelayanan belajar sehingga siswa yang tidak memenuhi prasyarat belajar

juga dilayani. Input siswa yang tidak memenuhi standar prasyarat belajar

pada umumnya sulit ditingkatkan prestasi belajarnya.

b) Evaluasi dengan tes standar dilakukan lebih sering dan hasil evaluasi

dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Hasil evaluasi standar ditetapkan

sebagai indikator kinerja sekolah untuk kepentingan akreditasi sekolah.

Hasil-hasil pengukuran input dan tes formatif digunakan sebagai alat

evaluasi untuk mengambil tindakan perbaikan pembelajaran.

c) Keberlanjutan hasil belajar diarahkan sesuai minat dan bakat siswa. Sekolah

yang menampung siswa dengan nilai di bawah standar prasyarat belajar

dapat mengembangkan potensi siswa melalui jalur non akademik dan

kecakapan hidup. Sekolah andalan yang menampung siswa berprestasi

tinggi mengembangkan potensi siswa melalui jalur akademik.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 24

  

Page 25: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

e. Evaluasi Keberlanjutan

Evaluasi keberlanjutan (sustainability evaluation) ditetapkan dengan

lima indikator yaitu: productivity, security, protection, viability, and

acceptability. Hasil analisis kebijakan yang didiskusikan bersama kepala

sekolah menyepakati:

1) Productivity

Produktivitas perangkat evaluasi sistem transisi SD ke SMP tidak

menjadi masalah karena kegiatan evaluasi sudah masuk dalam kegiatan

dan anggaran rutin Dinas Pendidikan. Produktivitas perangkat evaluasi

telah didukung oleh Dinas Pendidikan dengan cara mengumpulkan soal-

soal ujian setiap tahun.

2) Security

Produk alat evaluasi masa transisi SD ke SMP dapat memenuhi

indikator keamanan apabila tidak ada unsur kecurangan selama proses

evaluasi berlangsung. Perangkat evaluasi yang aman dan terkendali dapat

memberikan hasil evaluasi yang objektif. Upaya pengamanan perangkat

evaluasi masa transisi sekolah sudah dilaksanakan melalui prosedur yang

baku. Dalam petunjuk teknis penyelenggaraan ujian sekolah tahun 2006

telah diatur tata cara penyusunan kisi-kisi, penulisan soal, telaah dan revisi

soal, pengetikan naskah, penggandaan naskah soal, pengaturan ruang

ujian, pelaksanaan ujian, sistem pengawasan, pemeriksaan dan penilaian.

Semua tahap perancangan alat pengukuran prestasi dan pelaksanaannya

tidak memberi peluang untuk melakukan tindak kecurangan.

Produk kebijakan sistem evaluasi masa transisi sekolah dinyatakan

aman selama tidak menimbulkan polemik dan didukung oleh masyarakat.

Sistem evaluasi keberlanjutan SD ke SMP menggunakan alat USD belum

mendatangkan polemik dan dinyatakan aman untuk dilanjutkan. Menurut

Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY, pelayanan dalam sistem PSB di

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 25

  

Page 26: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

masa yang datang akan selalu ditingkatkan agar dapat memuaskan semua

pihak yang berkepentingan.

3) Protection

Sistem evaluasi masa transisi sekolah dapat berlanjut apabila ada

perlindungan hukum yang memadai. Legalitas langsung produk kebijakan

evaluasi keberlanjutan SD ke SMP ditetapkan menggunakan Keputusan

Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY Nomor 044 Tahun 2006 tanggal 21

Maret 2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Ujian Sekolah bagi

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2005/2006. Pada Lampiran 1 disebutkan

bahwa Ujian sekolah tahun 2005/2006 terdiri dari ujian sekolah daerah

(USD) dan ujian sekolah. USD berfungsi: (1) sebagai alat untuk mengukur

daya serap kurikulum pada tingkat propinsi DIY; (2) dapat digunakan

sebagai salah satu syarat penentuan kelulusan; (3) dapat digunakan sebagai

alat penerimaan siswa baru pada jenjang SMP/MTs.

4) Viability

Keberlangsungan sistem evaluasi masa transisi SD ke SMP

dinyatakan layak untuk digunakan apabila dapat memberi benefit yang

tinggi bagi stakeholder sistem PSB yaitu pemerintah, sekolah, siswa dan

komite sekolah. Produk kebijakan sistem PSB menggunakan USD dapat

memberi manfaat bagi siswa karena secara umum siswa lebih mudah

menetapkan pilihan sekolah yang sesuai dengan standar kemampuan yang

dapat dicapai. USD tidak memberi peluang bagi siswa yang secara

kebetulan memiliki nilai rendah untuk memilih sekolah unggulan. Biaya

penyelenggaraan PSB bisa ditekan karena penyaringan calon siswa cukup

menggunakan ranking nilai USD. Penyelenggaraan ujian pada masa

transisi sekolah cukup diselenggarakan satu kali selama siswa masih

duduk di bangku SD.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 26

  

Page 27: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Nilai rapor selama tiga tahun terakhir mempunyai kelayakan untuk

digunakan sebagai alat PSB, selama nilai rapor tersebut diberikan dengan

jujur atau tidak dimanipulasi.

5) Acceptability

Keberlanjutan sebuah produk dapat diprediksi dari daya terima

produk tersebut di masyarakat. Setara dengan security, produk kebijakan

yang tidak merugikan masyarakat dapat diterima untuk dilanjutkan.

Menurut tanggapan dari Kepala Sekolah, model evaluasi keberlanjutan SD

ke SMP menggunakan nilai USD dapat diterima dengan beberapa

permintaan tambahan yaitu: (1) sekolah diperkenankan menentukan

kriteria terhadap calon siswa yang akan diterima; (2) sekolah

diperkenankan menerima sekitar 10% calon siswa menggunakan jalur

khusus misalnya menggunakan penelusuran bibit unggul dari ranking

peringkat pertama sampai ketiga berdasarkan nilai rapor sekolah; (3)

sekolah favorit diperbolehkan menggunakan tes potensi belajar dan

penelusuran bakat untuk mendampingi tes prestasi belajar sebagai alat

seleksi.

B. Pembahasan

1. Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP

Analisis model pengukuran kapabilitas belajar menggunakan

program LISREL menemukan hasil TPB mempunyai koefisien gamma (γ

= 0,62) dan nilai rapor mempunyai koefisien gamma (γ = 0,49) sedangkan

potensi pendukung hanya berperan kecil yaitu (γ = 0,17). Hasil penelitian

ini didukung oleh Tritjahjo (2004: 70) yang meneliti tentang ‘pengaruh IQ

dan status sosial ekonomi (SSE) terhadap prestasi belajar siswa kelas V

SD. Hasil penelitian ini menemukan bahwa IQ mempunyai korelasi yang

lebih tinggi daripada SSE. Hasil analisis dengan menggunakan 246 sampel

menemukan koefisien korelasi (r) IQ dengan prestasi belajar mata

pelajaran bahasa Indonesia sebesar 0,452, matematika (0,433), IPA (0,379)

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 27

  

Page 28: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

dan IPS (0,33). Koefisien korelasi antara SSE dengan prestasi belajar

cukup rendah yaitu pada mata pelajaran bahasa Indonesia (0,319), IPA

(0,180), IPS (0,158) dan matematika (0,123).

Korelasi bivariat antara TPB dan USD lebih rendah dari nilai rapor

karena dimensi yang diukur dalam TPB berbeda. TPB mengukur potensi

kemampuan umum pada materi yang tidak dilatih sebelumnya. Nilai rapor

memiliki korelasi yang tinggi karena dimensi yang diukur sama. Prestasi

belajar dari nilai rapor maupun USD sama-sama mengukur kemampuan

yang sudah pernah diajarkan. Mengingat hasil model persamaan struktural

TPB memiliki koefisien korelasi yang lebih tinggi dari nilai rapor maka

TPB masih diperlukan untuk membuat prediksi kecakapan siswa dalam

memecahkan masalah.

Hasil pengukuran kapabilitas siswa belajar ke SMP menggunakan

USD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia menemukan nilai di bawah

angka 5,6 hanya terdapat 2,2% dengan nilai rerata 7,09. Hasil analisis butir

soal USD Bahasa Indonesia menemukan 60% butir soal mudah dan 30%

butir soal memiliki daya pembeda rendah. Pada penyelenggaraan tes

standar, kejadian ini sering ditemui karena materi tes dibuat sesuai

kemampuan rata-rata siswa atau berada pada tingkat kesulitan sedang.

Perilaku guru dan siswa berubah ketika menghadapi tes standar yang

digunakan untuk beberapa pengambilan keputusan penting. Mereka lebih

siap belajar, melakukan drill dan pendalaman materi yang lebih intensif

sehingga pada saat pelaksanaan ujian siswa benar-benar sudah siap dapat

mengerjakan soal dengan mudah.

Hasil pengukuran kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP pada

mata pelajaran matematika menemukan rentangan kemampuan yang lebar

dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 10. Apabila nilai USD matematika

digunakan sebagai standar kelulusan SD dan penetapan kapabilitas belajar

ke SMP maka terdapat 16,42% yang belum memenuhi prasyarat belajar

karena memperoleh nilai kurang dari 4 atau berada pada kategori E (tidak

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 28

Page 29: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

mampu). Hasil analisis butir soal USD matematika menemukan 63,3%

butir soal berada pada tingkat kesulitan butir sedang. Kualitas butir soal

cukup baik tetapi karena panjang soal terlalu pendek (30 butir) dapat

menyebabkan materi yang diujikan menjadi kurang representatif.

Data ini dapat memberi umpan balik bagi penyelenggara pendidikan

untuk menetapkan model pelayanan pendidikan yang tepat. Menurut

Bloom’s (1976: 75) kesulitan tugas belajar pertama yang tidak diperbaiki

dapat menyebabkan kesulitan tugas belajar selanjutnya. Apabila SKL

(Standar Kompetensi Lulusan) ditetapkan pada prestasi akademik

matematika maka sekolah perlu memberi pelayanan tambahan melalui

program penyetaraan kemampuan awal matematika.

Hasil pengamatan prestasi belajar matematika menemukan prestasi

siswa yang stabil terdapat pada dua kelompok kemampuan yaitu kelompok

sangat mampu dan kelompok tidak mampu. Kelompok ini menunjukkan

hasil konsisten meskipun diukur dengan alat ukur yang berbeda-beda. Bagi

kelompok sangat mampu, stabilitas kemampuan sangat menguntungkan

karena mereka dapat bertahan pada prestasi yang tinggi. Bagi kelompok

yang tidak mampu, stabilitas kemampuan dapat menimbulkan masalah

karena tindakan-tindakan perbaikan belajar tidak banyak berarti dalam

meningkatkan prestasinya.

Stabilitas kemampuan belajar matematika pada siswa SD masih

kurang memuaskan. Manipulasi nilai rapor matematika terjadi dengan

penambahan nilai maksimum 3,87. Analisis kasus penambahan nilai rapor

terjadi pada siswa yang mendapat nilai rapor 5 dan 6 terutama pada nilai

rapor semester genap. Kasus ini terjadi karena guru tidak ingin siswa yang

tidak mampu belajar tersebut tinggal kelas. Hasil wawancara dengan guru

SD yang menjadi responden penelitian terungkap bahwa mereka sudah

berusaha memperbaiki tetapi selalu gagal. Apabila siswa yang tidak

mampu kemudian dilepas ke kelas yang lebih tinggi maka tanggung jawab

guru menjadi berkurang. Alasan yang dilontarkan guru cukup lugas yaitu

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 29

Page 30: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

’biar mereka menjadi tanggungan kelas atau sekolah berikutnya yang

lebih tinggi’. Guru pada umumnya sudah berusaha melakukan perbaikan

pembelajaran tetapi karena kemampuan siswa yang rendah maka hasil

belajar sulit ditingkatkan.

Potensi belajar diukur dengan seperangkat tes yang mengacu pada

tes potensi akademik yaitu terdiri dari subtes verbal, kuantitatif, dan

gambar. Rerata skor TPB secara umum lebih rendah dari nilai USD karena

materi tes tidak dilatihkan sebelumnya dan siswa baru mengenal bentuk tes

TPB. Sebaran skor mempunyai variasi tinggi dan cocok digunakan sebagai

alat untuk menjaring calon siswa yang benar-benar potensial pada sekolah

yang mempunyai jumlah pendaftar banyak.

Tes verbal terdiri dari dimensi tes sinonim, antonim, analogi dan

pemahaman bacaan. Reliabilitas tes pada koefisien Alpha 0,829 atau

termasuk dalam kategori andal. Berdasarkan hasil analisis korelasi tes

verbal dengan masing-masing mata pelajaran tersebut menunjukkan bahwa

kemampuan verbal mendukung kemampuan belajar yang lain. Hubungan

ini cukup kuat karena dalam tes verbal terdapat materi tes pemahaman

bacaan yang sangat mendukung siswa untuk belajar memahami buku

bacaan.

Tes kuantitatif terdiri dari dimensi tes deret angka, soal cerita,

penalaran dan logika. Hasil analisis reliabilitas butir memperoleh koefisien

Alpha sebesar 0,907 atau berada pada kategori sangat handal. Hasil

analisis korelasi bivariat antara tes kuantitatif dengan nilai mata pelajaran

yang diujikan melalui USD menemukan semua koefisien korelasi yang

cukup tinggi. Korelasi antara tes kuantitatif dengan matematika 0,663;

Bahasa Indonesia 0,688 dan IPA 0,733. Korelasi yang paling rendah

ditemukan pada hubungan antara tes kuantitatif dengan tes gambar yaitu

0,599. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran yang terdapat

pada tes kuantitatif dapat mendasari kemampuan akademik lainnya.

Kemampuan kuantitatif menjadi prediktor yang lemah terhadap tes

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 30

Page 31: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

gambar. Hal ini bukan berarti siswa yang mempunyai kemampuan

kuantitatif tinggi tidak dapat mengerjakan tes gambar namun lebih

dijelaskan oleh siswa yang mempunyai kemampuan akademik rendah

ternyata mampu mengerjakan tes gambar dengan lebih baik.

Tes gambar digunakan untuk mengetahui potensi penguasaan

ruang/spasial Tes gambar mempunyai dimensi tes pencarian gambar yang

berbeda, gambar sama, bayangan cermin, analogi dan logika gambar yang

belum ada. Reliabilitas butir memperoleh koefisien Alpha sebesar 0,827.

Tes gambar mempunyai prediksi cukup lemah terhadap nilai USD.

Berdasarkan hasil penelitian ini, siswa yang tidak mempunyai kemampuan

akademik tinggi ternyata mampu mengerjakan dan tertarik dengan tes

gambar. Kenyataan ini memberi petunjuk bahwa anak-anak yang lemah

dalam bidang akademik mempunyai harapan untuk dilatih pada bidang

non akademik. Mereka akan mendapat pendidikan yang lebih bermakna

untuk hidup mandiri apabila diberi mata pelajaran keterampilan atau

kecakapan hidup (life skills).

Potensi pendukung dilihat dari dua dimensi yaitu motivasi belajar

dan potensi ekonomi. Motivasi belajar tidak berpengaruh langsung

terhadap prestasi, tetapi prestasi tinggi yang tidak didukung oleh motivasi

dapat melemahkan hasil belajar. Motivasi belajar mempunyai korelasi

tertinggi 0,663 dengan nilai rapor. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh

unsur subyektif guru dalam menilai sikap siswa sehingga siswa yang

disukai cenderung diberi nilai yang lebih baik. Motivasi belajar

berpengaruh pada TPB sebesar 0,566 dan terhadap USD 0,489. Korelasi

motivasi terhadap TPB lebih tinggi dari USD menunjukkan siswa yang

motivasi belajarnya tinggi lebih menyukai hal-hal baru yang penuh

tantangan dari pada mempelajari sesuatu yang rutin.

Hasil pengukuran potensi ekonomi menemukan 6 orang (4,48%)

siswa yang orangtuanya merasa kurang mampu membiayai anak untuk

belajar sampai ke SMP. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 31

Page 32: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

bahwa status ekonomi tidak berpengaruh tinggi terhadap prestasi belajar

siswa di SD. Koefisien korelasi potensi ekonomi paling tinggi berpengaruh

terhadap TPB yaitu 0,305 sedangkan pengaruh potensi ekonomi terhadap

dimensi kapabilitas belajar yang lain cukup rendah yaitu antara 0,243 –

0,291. Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung, siswa yang

mempunyai potensi ekonomi tinggi cenderung kurang mandiri dalam

belajar. Mereka potensial tetapi manja, selalu minta pertolongan dan cepat

menyerah ketika menghadapi kesulitan.

Kapabilitas siswa untuk belajar ke SMP bagi 6 orang siswa yang

mempunyai potensi ekonomi kurang mampu, cukup terancam. Dana BOS

yang diberikan kepada siswa sebaiknya juga digunakan untuk menanggung

semua komponen biaya sekolah siswa miskin termasuk pembiayaan tidak

langsung seperti transport, buku pelajaran dan pakaian seragam.

2. Model Keberlanjutan SD ke SMP

Hasil analisis model keberlanjutan SD ke SMP secara matematis

menunjukkan koefisien hubungan nilai USD terhadap nilai standar mutu

SMP semester 1 lebih rendah (0,19) daripada rerata nilai rapor selama lima

semester (0,61). Hasil simulasi analisis yang dilakukan dengan cara

menambah atau mengurangi jumlah sampel menunjukkan koefisien

korelasi yang berubah-ubah namun gradasi korelasi tetap sama, yaitu

prediksi nilai rapor selalu lebih tinggi dari nilai USD.

Confidence interval nilai USD matematika dengan nilai awal 6

menemukan CI95 = 2,025 ± 7,16 sedangkan nilai USD tiga mata pelajaran

dengan nilai awal rata-rata 6 menemukan CI95 = 8,81 ± 9,58. Hasil analisis

interval kepercayaan kurang memadai untuk membuat rekomendasi

kebijakan layanan belajar bagi siswa yang berada di bawah garis prediksi

karena nilai di bawah interval kepercayaan tersebut tidak ditemukan.

Siswa SMP yang memiliki nilai rapor matematika di atas 8,25 dan nilai

USD matematika di atas 9 perlu mendapat pengayaan belajar.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 32

  

Page 33: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

  

Hasil pengamatan selama penelitian di SD diperoleh beberapa

temuan yang menarik ketika kebijakan USD ditetapkan sebagai alat seleksi

PSB di SMP. Kebanyakan guru SD kelas VI melakukan kegiatan latihan

mengerjakan soal-soal ujian pada waktu menjelang USD. Salah satu SD

yang menjadi sampel penelitian mengaku bahwa selama semester genap,

kegiatan belajar hanya diisi dengan mengerjakan soal-soal latihan,

sedangkan jatah materi yang seharusnya ditempuh selama satu tahun telah

diselesaikan pada semester ganjil. Cara-cara seperti ini kurang baik

ditempuh karena ketika soal yang diujikan tidak sama, siswa tidak mampu

lagi menerapkan pengetahuannya untuk mengerjakan soal dengan benar.

Prediksi rerata nilai rapor lebih tinggi terhadap nilai standar mutu

SMP. Hal ini berarti nilai rapor yang diberikan guru SD dapat digunakan

sebagai alat penerimaan siswa baru di SMP. Nilai rapor merupakan

gabungan dari beberapa nilai harian yang mempunyai rentangan waktu

penilaian cukup panjang sehingga dapat menunjukkan kemampuan siswa

yang sebenarnya sedangkan nilai USD hanya mencerminkan kemampuan

siswa pada saat mengerjakan tes tersebut. Hasil penelitian ini didukung

oleh Fishman dan Pasanella (1960), Hills (1964) dan Munday (1967) yang

dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1994). Hasil penelitian tersebut

menemukan bahwa angka rapor di sekolah menengah merupakan prediktor

tunggal terbaik bagi keberhasilan belajar di perguruan tinggi. Hal ini

disebabkan karena kemampuan yang diukur memiliki banyak kesamaan.

Dalam artikel tersebut, beliau menjelaskan apabila nilai rapor digunakan

sebagai alat seleksi maka perlu dilakukan adjusment model untuk

meniadakan kesenjangan nilai yang diberikan antara sekolah satu dengan

sekolah yang lain.

Hasil penelitian UN menemukan beberapa dampak positif dan

negatif. Dampak positif bagi siswa yaitu 84% memperbanyak latihan soal,

menurut pendapat guru 87% siswa SMP lebih semangat belajar. Dampak

positif UN bagi guru SMP/MTs 82% guru lebih semangat mengajar

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 33

Page 34: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

sedangkan bagi sekolah, SMP/MTs menambah jam belajar dan memberi

perhatian khusus pada pokok bahasan yang sulit. Dampak negatif UAN

menurut Kasek adalah 91% orangtua siswa menjadi cemas. Mata pelajaran

yang dianggap sulit menurut Kepala Sekolah 95% Bahasa Inggris dan 75%

Matematika. Menurut siswa, mata pelajaran yang dianggap sulit adalah

Matematika (Djemari Mardapi, 2004: 27-41) penyebab sulitnya mata

ujian: 73% mata pelajaran sulit.

Hasil analisis prediksi tes seleksi terhadap UN menemukan koefisien

korelasi sebesar 0,649 atau berada di atas korelasi nilai rapor dan USD.

Beberapa kelemahan penggunaan tes seleksi sebagai alat penerimaan siswa

baru telah diteliti oleh Ajisukmo (2004). Hasil penelitian beliau antara lain

menyebutkan bahwa tes seleksi memberi dampak psikologis bagi orangtua

atau siswa yang memiliki nilai UAS tinggi tetapi tidak dapat diterima di

sekolah negeri karena seleksi dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Yahya Umar (1994:

124) tentang ’Studi daya ramal UTUL, Sipenmaru, Ebtanas dan Rapor

terhadap Prestasi Belajar di Pendidikan Tinggi’ menghasilkan beberapa

temuan yang mendukung penelitian ini yaitu: (1) dengan menggunakan

model struktural, ujian tulis (UTUL) pada jurusan IPA maupun IPS

mempunyai prediksi yang lebih tinggi dari pada EBTANAS sebagai

prediktor prestasi akademik di perguruan tinggi; (2) pada mahasiswa

PMDK yang diseleksi menggunakan nilai rapor ternyata rapor terakhir

mempunyai hubungan signifikan terhadap prestasi di UGM; (3) riwayat

prestasi di sekolah menengah tidak menjadi peramal yang baik terhadap

prestasi di perguruan tinggi; (4) prestasi awal yang baik, baik di SMU

maupun di perguruan tinggi cenderung untuk bertahan lama. Hal ini dapat

dijelaskan dari hasil analisis yang menunjukkan rapor yang satu hanya

mempengaruhi rapor yang berikutnya begitu pula indek prestasi yang satu

juga akan mempengaruhi indeks prestasi berikutnya.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 34

  

Page 35: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Penelitian tentang prediksi alat seleksi terhadap prestasi belajar

cukup sering dilakukan. Siswo Pratomo (1991: 523) mengambil beberapa

kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) NEM SMA, TKU, dan ujian

tulis Sipenmaru tahun 1988 merupakan prediktor yang meyakinkan

terhadap prestasi belajar mahasiswa apabila digunakan sebagai prediktor

tunggal; (2) STTB SMA bukan merupakan prediktor yang meyakinkan

terhadap prestasi belajar mahasiswa; (3) sumbangan efektif masing-masing

prediktor adalah ujian tulis Sipenmaru = 14,59%, NEM = 12,235%, TKU

= 5,526% dan STTB = 2,96%; Hasil penelitian Sri Musrifah (1989: 796)

mengambil beberapa kesimpulan yaitu: (1) intelegensi, kebiasaan belajar,

pendidikan orangtua dan prestasi belajar mahasiswa non-PMDK lebih

tinggi daripada mahasiswa PMDK; (2) tidak ada perbedaan prestasi belajar

antara mahasiswa yang berasal dari sekolah swasta dan sekolah negeri; (3)

sumbangan intelegensi, kebiasaan belajar, pendidikan orangtua terhadap

prestasi belajar relatif kecil.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Evaluasi Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP

a. Kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP berada pada kategori tidak

mampu belajar (E < 40) pada mata pelajaran matematika sebesar

16,42%.

b. Kapabilitas siswa untuk belajar ke SMP dipengaruhi oleh variabel

eksogen Tes Potensi Belajar (0,62) dan rerata rapor (0,49).

2. Evaluasi Model Keberlanjutan SD ke SMP

a. Kemampuan awal siswa yang diseleksi dengan USD sebesar 6,39%

berada pada kategori tidak mampu belajar matematika (nilai < 4).

b. Nilai tes standarisasi mutu SMP dapat diprediksi dari nilai USD sebesar

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 35

  

Page 36: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

0,19 dan rerata nilai rapor SD 0,61.

c. Hasil analisis korelasi intersection test menunjukkan nilai tes seleksi

SMP memiliki prediksi 0,639 terhadap nilai Ujian Nasional.

d. Hasil analisis prestasi siswa selama tujuh semester menunjukkan ada

beda antar semua pengukuran yang diulang pada rentangan nilai F antara

38,238 sampai dengan 265,164. Hasil analisis post hoc anova

menunjukkan nilai tes standar mutu SMP kelas 7 semester 1 tidak

berbeda nyata dengan nilai rapor kelas 4 semester 1 pada mata pelajaran

IPS (p = 0,175) dan IPA (p = 0,527).

2. Evaluasi Program Keberlanjutan SD ke SMP

  

a. Rasional: SMP mendukung sistem PSB SMP menggunakan alat seleksi

dengan pertimbangan: (1) SMP mengharapkan input siswa yang diterima

cukup baik; (2) daya tampung SMP kurang memadai untuk menerima

semua lulusan SD; (3) SMP membutuhkan prasyarat belajar (entry

behaviour) yang harus dipenuhi.

b. Anteseden (input) potensi awal yang diharapkan adalah siswa memiliki

prestasi belajar minimal pada nilai 5 tetapi ada 6,39% siswa memiliki

nilai matematika kurang dari 4. Judgment: menyetarakan kemampuan

awal siswa yang belum memenuhi prasyarat belajar melalui kegiatan

matrikulasi.

c. Transaksi (proses) PSB SMP diharapkan bervariasi tetapi PSB yang

diterapkan serentak dalam satu waktu. Judgment: (1) sekolah favorit

membuka pendaftaran dan seleksi lebih awal; (2) SMP peringkat sedang

membuka pendaftaran secara serentak; (3) SMP yang belum memperoleh

siswa baru sesuai quota dapat memperpanjang waktu PSB.

Layanan keberlanjutan belajar diharapkan mendukung peningkatan

prestasi siswa secara terus menerus. Judgment: pembelajaran remidial

bagi siswa yang kurang mampu, tracking pada kegiatan belajar tambahan,

cooperatif pada kegiatan belajar reguler dan peer teaching pada kegiatan

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 36

Page 37: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

belajar di luar kelas.

d. Produk belajar yang diharapkan adalah siswa dapat mencapai standar

kompetensi lulusan tetapi 5,02% siswa belum mencapai standar nilai 4,25

(tahun 2006). Judgment: siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan

dapat mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK).

e. Keberlanjutan sistem PSB SMP menggunakan seleksi nilai USD dapat

memenuhi keberlanjutan dari beberapa unsur yaitu: Produktivitas

(productivity) perangkat evaluasi telah didukung oleh ketersediaan

kumpulan soal di tingkat Dinas Propinsi. Alat evaluasi masa transisi SD

ke SMP memenuhi indikator keamanan (security) karena telah

menggunakan prosedur pengamanan soal yang benar. Kebijakan evaluasi

keberlanjutan SD ke SMP dilindungi (protection) oleh Keputusan Kepala

Dinas Pendidikan Propinsi DIY. Kebijakan sistem PSB menggunakan

USD memenuhi unsur viability karena lebih efisien dan dapat memberi

manfaat tinggi bagi penggunanya. Model evaluasi keberlanjutan SD ke

SMP menggunakan nilai USD dapat diterima (acceptability) dengan

catatan sekolah diperkenankan menentukan kriteria lain terhadap calon

siswa yang akan diterima.

B. Saran

1. Dinas Pendidikan

a. Menyempurnakan sistem keberlanjutan SD ke SMP yang dapat

memenuhi azas obyektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan

kompetitif dengan menggunakan alat pengukuran ganda dan standar

seleksi ganda pada sekolah-sekolah khusus.

b. Dinas Pendidikan tidak menetapkan nilai USD sebagai alat seleksi

tunggal pada SMP karena USD kekuatan prediksinya rendah.

c. Menambah jumlah daya tampung siswa baru di SMP negeri dan

memeratakan mutu pendidikan sampai ke wilayah desa supaya jumlah

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 37

  

Page 38: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

pendaftar SMP menyebar ke seluruh sekolah.

Nilai standar digunakan sebagai penentu kelulusan SMP bagi siswa yang

mempunyai kemampuan normal sedangkan siswa yang mengalami

kesulitan belajar (learning difficulty) sejak dini sebaiknya menggunakan

standar kelulusan yang berbeda.

2. Sekolah

a. SMP mempertimbangkan nilai rerata rapor SD selama tiga tahun terakhir

sebagai persyaratan masuk dan evaluasi input siswa.

b. Tidak semua siswa usia sekolah yang menjadi sasaran wajib belajar 9

tahun memiliki kapabilitas untuk belajar ke SMP, oleh sebab itu SMP

negeri wajib melayani kebutuhan belajar siswa dari beragam kemampuan

supaya semua peserta didik dapat survive belajar di SMP.

SMP perlu menyetarakan kemampuan awal siswa yang belum memenuhi

prasyarat belajar melalui kegiatan pendalaman materi, matrikulasi dan

penyataraan kemampuan. SMP yang mempunyai animo pendaftar tinggi

perlu mendampingi alat PSB yang menggunakan tes prestasi belajar

dengan tes potensi belajar; SMP yang mempunyai jumlah pendaftar

kurang, dapat menggunakan nilai rapor SD selama tiga tahun terakhir

sebagai alat PSB.

SMP dapat menerapkan empat model pembelajaran yaitu remedial

learning bagi siswa kurang mampu, grouping atau tracking sesuai

kemampuan pada kegiatan belajar tambahan, cooperatif learning pada

kegiatan belajar reguler dan peer teaching pada kegiatan belajar

kelompok.

c. SMP perlu menyaring calon siswa untuk mengetahui karakteristik entry

behaviour dan menggunakan data hasil seleksi penerimaan siswa baru

untuk menetapkan keberlanjutan layanan belajar.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 38

  

Page 39: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

d. Guru dapat meningkatkan ketelitian nilai rapor sampai dengan satu angka

desimal di belakang koma supaya dapat membedakan kemampuan antar

siswa.

3. Kalangan Akademisi

a. Hasil analisis model pengukuran menemukan sub tes gambar kurang baik

sebagai indikator potensi belajar. Apabila ingin mengukur potensi belajar

siswa sebaiknya menggunakan subtes kuantitatif.

b. Peneliti lain dapat mengembangkan model struktural kapabilitas belajar

dengan kombinasi beberapa macam variabel yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Ajisukmo, dkk. (2004). Penyelenggaraan PSB SMP pasca penghapusan Ebtanas, Policy Research Info. Departemen Pendidikan Nasinal: Puslitjak Balitbang Depdiknas, No I/PUSLITJAK/2004.

Bamberger, M. & Cheema, S. (1993). Case study of project sustainability-Implication for policy and operation from Asian experience (2nd). Washington DC: The World Bank.

Baumgartner, T. A., & Jackson, A. S. (1995). Measurement for evaluation: In physical education and exercise science (5th ed.). Madison: WCB

Bloom, B. S. (1976). Human characteristic and school learning, New York: McGraw-Hill book Company

Friedenberg, L. (1995). Psychological testing, design, analysis and use. Boston: Allyn and Bacon.

Griffin, P., & Peter, N. (1991). Educational assessment and reporting. Sidney: Harcourt Brace Javanovich Publisher.

Heri, W. (2004). Kegunaan tes potensi akademik plus pada mahasiswa program studi Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Angkatan 1999/2000. Jurnal Penelitian. No. 14, Mei 2004.

Djemari Mardapi. (1999). Evaluasi pelaksanaan ebtanas. Laporan Penelitian. Puslitbangsisjian, Balitbang Dikbud

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 39

  

Page 40: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

------------. (2004). Dampak ujian akhir nasional. Laporan Penelitian. Jakarta: Puspendik Balitbang Diknas

Ridaura, S. L., Leffelaar, P. A., Van Ittersum, et all. (2003). Sustainability evaluation: A systemic, multi-scale framework for design and evaluation of alternatives for peasant agriculture (versi elektronik). The Evaluation Exchange, Vol. 9, Number 3, Fall 2003. Publikasi oleh Harvard Family Research Project.

Roid, G. H & Haladyna, T. M. (1982). A technology for test – item writing. New York: Academic Press, Inc.

Siswo Pratomo & Sumadi Suryabrata. (1991). Validitas prediktif NEM SMA, STTB SMA, TKU, dan nilai ujian tulis Sipenmaru tahun 1988 sebagai prediktor prestasi belajar mahasiswa Fakultas non eksakta Universitas Gajah Mada. Berkala penelitian Pasca Sarjana, UGM seri A: Kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora. Jilid 4, Nomor 3A. 1991. hlm 517 – 525

Stufflebeam, D. L. (2002). CIPP evaluation model checklist. Diambil pada tanggal 16 Maret 2005 dari http://www.wmich.edu/evalctr/checklists

Sumadi, S. (1994). Seleksi calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang sekarang dan kemungkinannya untuk masa yang akan datang. Laporan Seminar Pengkajian Ujian Saringan Masuk ke Perguruan Tinggi. Jakarta: Depdikbud Puslitbangsisjian.

Tritjahjo, D. S. (2004). Pengaruh IQ dan status sosial ekonomi terhadap prestasi belajar siswa kelas V SD di Salatiga. Jurnal Satya Widya, Vol. 17 No. 1, Juni 2004, pp 39-54

Yahya, U. (1994). Studi daya ramal UTUL, Sipenmaru, Ebtanas dan rapor terhadap prestasi belajar di Pendidikan tinggi: Suatu pendekatan dengan persamaan struktural. Laporan Seminar Pengkajian Ujian Saringan Masuk ke Perguruan Tinggi. Depdikbud, Puslitbangsisjian. Jakarta: 1994

Unesco. (2003). Global education digest 2003: Comparing education statistic across the world. Montreal: The UNESCO Institute for Statistics

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 40

  

Page 41: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

CURRICULUM VITAE 1. Nama : Dr. Endang Mulyatiningsih 2. Jenis Kelamin : Perempuan 3. Tempat /Tanggal Lahir : Banjarnegara, 11 Januari 1963 4. Alamat Rumah : Griya Purwo Asri, Blok C 249, Purwomartani,

Kalasan, Sleman, Yogyakarta Hp. 085868008025

5. Agama : Islam 6. Status Kepegawaian : Pegawai Negeri Sipil (PNS) 7. Jabatan : Dosen (Tenaga Pengajar) 8. Alamat Kantor : Jurusan PTBB, Fakultas Teknik, Kampus

Karangmalang, Yogyakarta, Kode Pos 55281 Telp. (0274) 586168 psw. 278

9. Pendidikan terakhir : Doktor, Program Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNY

10. Riwayat Pendidikan

No Jenjang Pendidikan Bidang studi Nama PT/Sekolah Tahun

Lulus 1

S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta 2008

2 S2 Pend. Teknologi dan Kejuruan

Universitas Negeri Yogyakarta

1999

3 S1 Pend. Kesejahteraan Keluarga

IKIP Negeri Yogyakarta

1988

4 SPG SD SPG N Banjarnegara 1982 5 SMP - SMP N I Purworejo-

Klampok 1979

SD - SD N Kaliwinasuh 1975

11. Penelitian 5 tahun terakhir

  

No Bidang Kajian/Penelitian Sumber Dana Kedudukan dalam

Thn

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 41

Page 42: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Tim 1. Diagnosis Permasalahan

Mahasiswa yang Mengalami Krisis Masa Studi,

FT, UNY Ketua 2002

2. Evaluasi Pelaksanaan Kuliah di Fakultas Teknik UNY

FT, UNY Anggota 2002

3. Model Pembelajaran Muatan Lokal PKK dengan Experience-Based Career Education (EBCE), Hibah Pekerti

DIKTI Anggota 2003-

2004

4. Pengembangan Media Pembelajaran Video Interaktif Mata Kuliah Tata Hidang untuk Peningkatan Kompetensi Mahasiswa Tata Boga, Riset Unggulan UNY

UNY Anngota 2004

5. Pengembangan Media Pembelajaran Video Interaktif Mata Kuliah TPMK/TPMO Penelitian Hibah Bersaing

DIKTI Anggota 2005 -

2006

6. Efektivitas Konstruktivisme dalam Pembelajaran Mulok PKK di SLTP

DIKTI Ketua 2005

7. Optimalisasi Peran LPMP dan PPPG dalam Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan (Kerjasama FT dan Balitbang Diknas)

Balitbang Depdiknas

Anggota 2006

8. Studi Pengembangan Model Uji Kompetensi Guru SMP

Balitbang Depdiknas

Anggota 2007

9. Uji Model Uji Kompetensi Guru SMP

Balitbang Depdiknas

Anggota 2007

10. Studi Pendalaman Kompetensi Kewirausahaan melalui Magang Industri

Hibah A3 Ketua 2007

12. Pembawa Makalah

  

No Nama Kegiatan Tahun Kedudukan Tempat 1. Seminar Hasil Penelitian

dan Pengembangan Pendidikan

2007 Penyaji Balitbang, Depdiknas

2. Seminar Nasional Pendidikan Teknik Boga dan Busana

2006 Pemakalah PTBB, UNY

3. Seminar Nasional Penerapan Matematika dan Statistika pada Pengukuran Pendidikan

2005 Pemakalah UPS Tegal

4. Metodologi Penelitian 2005 Penyaji FT UNY 5. Pelatihan Model 2004 Pemateri PTBB, UNY

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 42

Page 43: 08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun

Pembelajaran Experience-based Career Education

13. Publikasi Karya Tulis

No Judul Tulisan Thn Kedu-dukan

Publikasi

1. Pengaruh Penambahan Jumlah Yeast dan Lama Waktu Fermentasi terhadap Volume Donat, 2003

2003 Penulis Utama

Jurnal Sainteks, Lembaga Penelitian UNY.

2. Model Pembelajaran Muatan Lokal PKK dengan Experience-Based Career Education (EBCE),.

2004 Anngota Penulis

Jurnal Kependidikan, Lembaga Penelitian UNY.

3. Experience-Based Career Education (EBCE), Alternatif Model Pembelajaran Keterampilan di SLTP,

2004 Penulis Utama

Cakrawala Pendidikan, LPM UNY.

4. Diagnosis Permasalahan Mahasiswa yang Mengalami Krisis Masa Studi,

2004 Penulis Utama

Jurnal Paedagogia, FKIP UNS

5. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Kuliah Tata Hidang,

2005 Anggota Jurnal Inotek,

6. Pengembangan Alat Pengukuran (Tes) berbasis Penelitian, UPS Tegal,

2005 Penulis Utama

Prosiding Seminar Nasional UPS Tegal

7. Soft skill sebagai pendukung kompetensi profesional dosen masa depan.

2006 Penulis Utama

Prosiding Seminar Nasional UNY

8. Optimalisasi Peran LPMP dan PPPG dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

2007 Anggota Balitbang Depdiknas

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 43