I. PENDAHULUAN Kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan SK Mendiknas No. 11/U/2002 tentang penghapusan EBTANAS SD dan SK Mendiknas No. 012/U/2002 tentang penggantian EBTANAS SD dengan Ujian Akhir Sekolah (UAS) menyebabkan siswa pada masa transisi SD ke SMP harus melewati beberapa kali ujian dan seleksi. Selama kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) berlaku, siswa SD hanya cukup menempuh ujian dua kali yaitu ujian pra EBTA dan EBTANAS. Setelah kebijakan EBTANAS diganti dengan kebijakan Ujian Akhir Sekolah (UAS), siswa SD harus mengalami beberapa kali ujian yaitu ujian pra UAS, UAS, dan ujian seleksi masuk ke SMP. Kebijakan UAS diterapkan karena EBTANAS dipandang memiliki beberapa kelemahan. Menurut hasil penelitian Djemari Mardapi (1999: 79-80) beberapa kelemahan yang ditemukan dalam EBTANAS adalah: (1) secara kuantitas EBTANAS cenderung memacu guru untuk menyelesaikan kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang di EBTANAS- kan tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran lain; (2) EBTANAS berhasil merintis baku mutu untuk SMP namun belum bisa untuk SD dan SMU; (3) NEM merupakan alat seleksi siswa baru yang efisien dan obyektif namun karakteristik tes prestasi berbeda dengan tes seleksi; dan (4) validitas prediktif NEM cukup rendah. Setelah dua tahun penghapusan kebijakan EBTANAS dilaksanakan, Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) melakukan evaluasi penyelenggaraan Penerimaan Siswa Baru (PSB) SMP. Beberapa dampak negatif yang ditemukan dalam sistem PSB antara lain: (1) SMP Negeri favorit kebanjiran calon siswa, sedangkan SMP Negeri yang kurang favorit kekurangan siswa; (2) nilai UAS yang tinggi belum menjamin siswa dapat masuk ke sekolah negeri; (3) Secara tidak langsung, sistem PSB telah menimbulkan dampak psikologis bagi orang tua, guru, dan siswa yang nilai UAS nya tinggi namun tidak lulus dalam PSB (Ajisukmo dkk, 2004: 2). Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun. Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 1
43
Embed
08_Endang Mulyatiningsih_Model Evaluasi Keberlanjutan SD Ke SMP Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
Kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan SK Mendiknas No.
11/U/2002 tentang penghapusan EBTANAS SD dan SK Mendiknas No.
012/U/2002 tentang penggantian EBTANAS SD dengan Ujian Akhir Sekolah
(UAS) menyebabkan siswa pada masa transisi SD ke SMP harus melewati
beberapa kali ujian dan seleksi. Selama kebijakan Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional (EBTANAS) berlaku, siswa SD hanya cukup menempuh ujian
dua kali yaitu ujian pra EBTA dan EBTANAS. Setelah kebijakan EBTANAS
diganti dengan kebijakan Ujian Akhir Sekolah (UAS), siswa SD harus
mengalami beberapa kali ujian yaitu ujian pra UAS, UAS, dan ujian seleksi
masuk ke SMP.
Kebijakan UAS diterapkan karena EBTANAS dipandang memiliki
beberapa kelemahan. Menurut hasil penelitian Djemari Mardapi (1999: 79-80)
beberapa kelemahan yang ditemukan dalam EBTANAS adalah: (1) secara
kuantitas EBTANAS cenderung memacu guru untuk menyelesaikan kegiatan
belajar mengajar berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang di EBTANAS-
kan tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran lain; (2) EBTANAS berhasil
merintis baku mutu untuk SMP namun belum bisa untuk SD dan SMU; (3)
NEM merupakan alat seleksi siswa baru yang efisien dan obyektif namun
karakteristik tes prestasi berbeda dengan tes seleksi; dan (4) validitas prediktif
NEM cukup rendah.
Setelah dua tahun penghapusan kebijakan EBTANAS dilaksanakan,
Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) melakukan evaluasi penyelenggaraan
Penerimaan Siswa Baru (PSB) SMP. Beberapa dampak negatif yang
ditemukan dalam sistem PSB antara lain: (1) SMP Negeri favorit kebanjiran
calon siswa, sedangkan SMP Negeri yang kurang favorit kekurangan siswa;
(2) nilai UAS yang tinggi belum menjamin siswa dapat masuk ke sekolah
negeri; (3) Secara tidak langsung, sistem PSB telah menimbulkan dampak
psikologis bagi orang tua, guru, dan siswa yang nilai UAS nya tinggi namun
tidak lulus dalam PSB (Ajisukmo dkk, 2004: 2).
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 1
Berdasarkan beberapa kelemahan di atas, maka ujian kelulusan pada
tingkat SD dan sistem seleksi masuk ke SMP dikelola oleh masing-masing
daerah sesuai dengan konteks desentralisasi pendidikan. Dinas Pendidikan
Propinsi DIY pada tahun 2006 menerapkan kebijakan Ujian Sekolah Daerah
(USD) yang hasilnya digunakan sebagai salah satu alat seleksi masuk ke SMP.
Setelah sistem keberlanjutan SD ke SMP dilakukan dengan berbagai cara,
maka perlu ada evaluasi untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam
pengambilan keputusan kebijakan yang menyangkut keberlanjutan layanan
wajib belajar 9 tahun.
Evaluasi keberlanjutan SD ke SMP termasuk dalam lingkup kebijakan
pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Dalam layanan wajib belajar 9
tahun diharapkan semua anak usia sekolah, khususnya anak perempuan yang
berada dalam keadaan sulit dan kelompok etnik minoritas, mempunyai akses
dan dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas, wajib dan berkualitas
baik. Wajib belajar pendidikan dasar menjamin dampak belajar dapat dicapai
oleh semua penduduk, khususnya dalam buta aksara, buta angka/menghitung
dan keterampilan hidup (life skills) esensial (Unesco, 2003 : 8).
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9
tahun bertujuan untuk: (1) menguji model pengukuran kapabilitas siswa SD
untuk belajar ke SMP; (2) menguji model struktural alat keberlanjutan SD ke
SMP; dan (3) mengevaluasi sistem keberlanjutan SD ke SMP dari aspek: (a)
input alat seleksi PSB dan kemampuan awal siswa; (b) proses PSB dan
layanan belajar setelah siswa diterima di SMP; (c) produk belajar yang berupa
standar kompetensi yang ingin dan telah dicapai sekolah
Pemecahan masalah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
model evaluasi responsif dari Stake dan CIPP (context, input, process and
product) dari Stufflebeam. Data penelitian terdiri dari data kuantitatif dan
kualitatif yang diambil secara cross sectional. Sampel diambil menurut strata
mutu sekolah dengan ukuran 8 orang kepala SMP, 134 siswa SD kelas VI
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 2
tahun 2005/2006, 764 siswa SMP kelas IX tahun 2005/2006 dan 630 siswa
SMP kelas VII tahun 2006/2007.
Data penelitian dikumpulkan dengan metode: tes, dokumentasi,
observasi, kuesioner dan focus group discussion. Tes terdiri dari tes prestasi
belajar dan tes potensi belajar. Dokumen prestasi siswa meliputi nilai rapor
siswa sejak kelas 4 SD, nilai USD, nilai tes seleksi SMP, nilai Ujian Nasional
SMP dan nilai tes standarisasi mutu SMP. Observasi dilakukan untuk
mengamati motivasi belajar dan kuesioner digunakan untuk mengetahui
potensi ekonomi sebagai pendukung kapabilitas siswa SD untuk belajar di
SMP. Focus group discussion dilaksanakan untuk mengevaluasi sistem
keberlanjutan SD ke SMP berdasarkan respon Kepala Sekolah sebagai
responden evaluasi responsif.
Analisis data model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dilakukan
melalui beberapa tahap. Pada tahap awal, analisis data dilakukan
menggunakan Chi Square, regresi linier, dan Greenhouse-Geisser untuk
menguji asumsi analisis sebelum penggunaan statistik inferensial. Analisis
data utama menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji
model pengukuran dan model struktural evaluasi kapabilitas siswa SD untuk
belajar ke SMP dan evaluasi alat keberlanjutan SD ke SMP. One factor
repeated-measures analysis of varian digunakan untuk menguji stabilitas
prestasi siswa selama tujuh semester (dari SD kelas IV sampai SMP kelas VII
semester 1). Pada tahap akhir, dilakukan analisis post hoc anova menggunakan
metode Bonferroni untuk mengetahui perbedaan masing-masing nilai yang
diulang setelah hipotesis alternatif didukung data
Analisis data kualitatif dilakukan dengan membandingkan antara
kondisi yang ada dengan yang diharapkan kemudian dibandingkan lagi dengan
standar yang sudah ditetapkan. Proses pengambilan judgment sistem
keberlanjutan SD ke SMP dapat dilihat pada Gambar 1
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 3
Deskripsi data Program keberlanjutan SD ke SMP
Standar absolut
Deskripsi data program keberlanjutan jenjang sekolah lain
J U D G M
E N T
Perbandingan dengan standar mutlak
Data nyata dan yang diharapkan Anteseden Transaksi Outcome
Perbandingan dengan standar relatif
Gambar 2. Cara Pengambilan Judgment Evaluasi
II. KAJIAN TEORI
Evaluasi mempunyai arti yang sangat luas dan bukan merupakan
konsep baru. Semua program kegiatan menggunakan evaluasi untuk melihat
tingkat keberhasilan program yang telah dicapai, mengetahui efektivitas dan
efisiensi program yang sedang berjalan dan memperoleh informasi untuk
penetapan kegiatan berikutnya. Baumgartner (1973), menjelaskan bahwa
evaluasi merupakan sebuah proses pengambilan keputusan dinamik yang
difokuskan pada perubahan yang telah dibuat. Proses evaluasi melibatkan
pengumpulan data pengukuran yang sesuai, pertimbangan nilai menurut
standar yang ditetapkan dan membuat keputusan yang berbasis pada data.
Evaluasi berfungsi untuk memfasilitasi keputusan yang rasional dan objektif.
Griffin (1991: 5) menjelaskan bahwa secara umum, evaluasi dilibatkan dalam
pembuatan pertimbangan berharga.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 4
Evaluasi keberlanjutan (sustainability evaluation) merupakan bagian
dari evaluasi produk yang berada dalam lingkup model evaluasi CIPP
(contexs, input, procces, product). Evaluasi produk itu sendiri terdiri dari
empat jenis yaitu impact, effectiveness, sustainability dan transportability.
Sustainability evaluation assesses the extent to which a program,s
constributions are successfully institutionalized and continued over time
(Stufflebeam, 2002: 12). Apabila konsep sustainability evaluation diadopsi
dalam program pendidikan dapat bermakna penilaian sebuah program
pendidikan yang mampu memberi kontribusi pada kesuksesan pendidikan dan
keberlangsungannya dari waktu ke waktu.
Bamberger (1993: 7) memberi penjelasan bahwa sustainability adalah
kemampuan sebuah proyek untuk mempertahankan aliran keuntungan dari
waktu ke waktu. Dalam evaluasi pendidikan, konsep sustainability yang
dikemukakan oleh Bamberger tersebut memberi makna evaluasi kinerja hasil
pendidikan pada saat sekarang namun hasilnya masih memberi aliran manfaat
pada masa-masa yang akan datang.
Sustainability mengandung makna yang lebih dalam dari stability.
Ridaura (2002: 8) menjelaskan bahwa sustainability evaluation menuntut
kemungkinan perubahan dimasa yang akan datang sudah dapat diprediksi
mulai dari sekarang. Stability hanya mengacu pada kemungkinan perubahan.
Berdasarkan konteks tersebut, periode waktu merupakan indikasi penting yang
menunjukkan adanya keberlanjutan. Dalam periode waktu yang jelas,
keberlanjutan dipercaya telah diukur apabila stabilitas sistem dan stabilitas
hasil minimal dapat dipertahankan bahkan dapat lebih ditingkatkan.
Ridaura (2002: 5) menjelaskan bahwa ada lima pilar sustainability
evaluation yaitu productivity, security, protection, viability, dan acceptability.
Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa: (1) productivity atau mampu memelihara
dan meningkatkan produksi alat/pelayanan evaluasi; (2) security atau aman
dan mempunyai tingkat resiko yang paling kecil pada saat digunakan untuk
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 5
penentuan keputusan; (3) protection atau terlindung dari sumber-sumber yang
menyebabkan hasil evaluasi menurun keakuratannya; (4) viability atau alat
evaluasi tersebut terjangkau oleh semua lapisan sehingga menjamin
kelangsungan penggunaannya, dan (5) acceptability atau alat evaluasi tersebut
dapat diterima secara sosial.
Evaluasi keberlanjutan SD ke SMP yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah evaluasi yang digunakan untuk memprediksi kemampuan siswa dan
menetapkan keberlangsungan pelayanan siswa pada studi tahap berikutnya
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Prediksi keberlanjutan
kemampuan siswa ditetapkan setelah siswa menunjukkan kemampuan yang
stabil meskipun diukur menggunakan alat ukur yang berbeda secara
berkesinambungan dan komprehensip. Penilaian berkesinambungan yaitu
materi yang dinilai sesuai tingkat kompetensi yang harus dimiliki pada tiap –
tiap jenjang kelas atau semester. Penilaian secara komprehensip yaitu
penilaian yang menggunakan alat pengukuran ganda.
Seorang siswa yang akan memasuki tugas belajar baru mempunyai
sejarah khusus pengembangan belajar sebelumnya. Prerequisite belajar
diperlukan agar kemampuan siswa setara untuk memasuki tugas belajar baru.
Cognitive entry behavior merupakan istilah lain untuk menjelaskan tipe-tipe
prerequisite pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang esensial untuk
belajar pada tugas-tugas baru. Dalam responsive evaluation, entry behavior
termasuk dalam klasifikasi data antecedent yang dapat berupa status seorang
siswa sebelum mengikuti pelajaran seperti: bakat, pengalaman sebelumnya,
minat dan kemauan.
Bloom (1976) yang dikutip oleh Roid and Haladyna (1982: 16)
menjelaskan bahwa prestasi yang diukur dengan tes acuan kriteria mempunyai
fungsi untuk menetapkan cognitive entry characteristics, affective entry
characteristics dan kualitas pembelajaran. Model linier yang digambarkan
oleh Bloom untuk menjelaskan tentang pencapaian prestasi adalah sebagai
berikut:
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 6
Y = F(X1, X2, X3)
Dimana Y adalah prestasi yang diukur dengan test acuan kriteria, X1 adalah
cognitive entry characteristics, X2 adalah affective entry characteristics
seperti sikap dan kepribadian, dan X3 adalah kualitas pembelajaran. Bloom’s
menganalisis tiga konstruk yang berhubungan dengan belajar yaitu cognitive
Data pada Tabel 6 menunjukkan kemampuan awal siswa SMP yang
berada pada kategori tidak mampu (E) atau tidak memenuhi prasyarat
belajar SMP sebanyak 2,3%. Meskipun SMP telah menetapkan PSB
dengan sistem seleksi, namun karena daya tampung masih mencukupi
maka siswa yang berada di bawah kemampuan standar masih dapat
diterima di SMP yang berperingkat rendah. Proporsi prasyarat belajar yang
tidak dapat dipenuhi paling banyak ditemukan pada mata pelajaran
matematika.
Kebijakan wajib belajar 9 tahun menuntut sekolah untuk
menampung semua kebutuhan belajar siswa sampai ke SMP termasuk
membelajarkan siswa yang berkesulitan (learning difficulty). Evaluasi
anteseden berdasarkan respon Kepala Sekolah dilaporkan sebagai berikut:
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 18
1) Anteseden/input yang diharapkan
a) Input kemampuan siswa yang diharapkan adalah siswa mempunyai
prestasi belajar paling rendah pada nilai 5.
b) Input alat PSB yang diharapkan adalah menggunakan kombinasi
beberapa macam alat ukur prestasi.
2) Anteseden/input yang diobservasi
a) Hasil observasi menemukan 6,39% siswa tidak mampu belajar
matematika atau berada pada kategori kemampuan E pada proses
seleksi menggunakan nilai USD
b) Hasil observasi menemukan alat seleksi PSB menggunakan satu alat
pengukuran dan satu kali pengujian. Alat PSB menggunakan tes seleksi
dan rerata nilai rapor memiliki prediksi lebih tinggi dari pada USD.
3) Anteseden/input yang standar
a) Input standar, siswa dikatakan mampu belajar di SMP apabila sudah
menguasai minimal 50% materi pelajaran yang diajarkan.
b) Alat ukur standar untuk memprediksi kemampuan siswa pada materi
yang akan dipelajari adalah menggunakan tes potensi belajar dan alat
ukur standar untuk mengevaluasi hasil belajar adalah menggunakan tes
prestasi belajar. Alat yang standar untuk memprediksi kemampuan
belajar adalah tes prestasi belajar karena dimensi yang diukur sama.
3) Judgment anteseden/input
a) Input kemampuan paling rendah sebagai prasyarat belajar di SMP
adalah nilai 6. Apabila siswa tidak mampu memenuhi prasyarat belajar
maka mereka perlu mengikuti program matrikulasi/pendalaman materi
untuk menyetarakan kemampuannya dengan siswa lain.
b) SMP yang mempunyai animo pendaftar tinggi perlu mendampingi alat
PSB menggunakan tes prestasi belajar dengan tes potensi belajar.
c) SMP yang mempunyai jumlah pendaftar kurang, dapat menggunakan
nilai rapor SD selama tiga tahun terakhir sebagai alat PSB.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 19
c. Evaluasi Transaksi/Proses
Evaluasi transaksi/proses keberlanjutan SD ke SMP ditetapkan pada
dua kegiatan yaitu proses penerimaan siswa baru dan proses keberlanjutan
layanan pendidikan. Proses penerimaan siswa baru diatur oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten sehingga tatalaksana penyelenggaraan PSB
seragam. Keberlanjutan layanan pendidikan masing-masing sekolah cukup
bervariasi. Evaluasi proses keberlanjutan SD ke SMP menurut respon
Kepala Sekolah dapat dipaparkan pada kolom rangkuman hasil diskusi di
bawah ini:
1) Transaksi/Proses yang diharapkan:
a) Proses penerimaan siswa baru (PSB) yang diharapkan dilakukan
serentak tetapi beberapa sekolah khusus (peringkat atas dan bawah)
diberi keleluasaan untuk menentukan kriteria bagi calon siswa yang
akan diterima. Khusus bagi SMP andalan, proses penerimaan siswa
baru dapat dilakukan lebih awal dengan menggunakan beberapa
macam alat seleksi. Sebaliknya, bagi sekolah yang berperingkat
rendah, proses PSB dapat lebih diperpanjang dengan membuka
kesempatan pendaftaran gelombang ke 2 bagi siswa yang gagal
masuk ke sekolah pilihan pertamanya.
b) Siswa yang sudah diterima di SMP wajib mendapatkan pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya supaya siswa
terdorong untuk berprestasi lebih baik. Proses pelayanan pendidikan
yang diharapkan adalah dapat memenuhi tiga kebutuhan layanan
pembelajaran yaitu pembelajaran remedial untuk siswa yang kurang
mampu, tracking sesuai kemampuan pada jam belajar tambahan (les)
untuk meningkatkan sikap kompetitif antar siswa, dan cooperatif
learning pada jam belajar reguler untuk memupuk sikap
kebersamaan.
2) Transaksi/proses yang diobservasi
a) Proses penerimaan siswa baru yang sudah dilaksanakan dibuat
serentak dalam satu waktu sehingga calon siswa yang tidak
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 20
tertampung di SMP negeri harus rela masuk ke SMP swasta.
Sistem penerimaan siswa baru menggunakan sistem Real Time Online
berdampak terhadap kesenjangan peringkat mutu sekolah semakin
lebar.
b) Pelayanan pendidikan di sekolah andalan berbeda dengan sekolah
umum/biasa. Sekolah andalan sudah menerapkan beberapa perlakuan
pelayanan pembelajaran sesuai dengan harapan yaitu menggunakan
beberapa model pembelajaran. Pembelajaran koopereatif diterapkan
pada kegiatan belajar reguler untuk memperpendek kesenjangan
kemampuan antara siswa yang pandai dan kurang pandai. Sistem
kompetitif diterapkan dengan cara evaluasi mingguan untuk
placement siswa sesuai kemampuan pada kegiatan belajar tambahan.
Perbaikan belajar dilakukan untuk anak-anak yang belum dapat
mencapai standar melalui pendalaman materi khusus yang belum
dikuasai.
3) Transaksi/Proses Standar
a) Proses PSB diatur pemerintah dan didukung SK Dinas Pendidikan
Propinsi/Kabupaten.
b) Pelayanan pendidikan ditetapkan sesuai dengan standar nasional
pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian pendidikan.
4) Judgment Transaksi/Proses
a) Proses penerimaan siswa baru menggunakan jalur umum dan jalur
khusus. Bagi sekolah yang kekurangan murid dapat membuka
penerimaan siswa baru menggunakan standar ganda (dua gelombang).
Bagi sekolah favorit dapat membuka pendaftaran siswa baru dan
seleksi lebih awal.
b) SMP yang mempunyai peringkat sedang dapat menyelenggarakan
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 21
PSB bersama-sama menggunakan alat yang sama sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur pemerintah. SMP yang ingin mengetahui
krakteristik entry behaviour siswa yang diterima perlu mengadakan
penelusuran dokumen prestasi selama di SD.
c) Proses pelayanan dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu: matrikulasi
bagi siswa kurang mampu, grouping atau tracking sesuai kemampuan
pada kegiatan belajar tambahan dan cooperatif learning pada kegiatan
belajar reguler.
d. Evaluasi Outcome/Produk
Evaluasi produk dilakukan terhadap hasil belajar siswa, alat dan cara
evaluasi hasil belajar siswa yang digunakan dan keberlanjutan sistem evaluasi
masa transisi sekolah. Gambaran umum hasil belajar siswa setelah mendapat
pelayanan pendidikan di SMP dapat dijelaskan pada Tabel 50.
Tabel 50
Karakteristik Output Kemampuan Siswa SMP.
Kategori Kemampuan Komponen Output Nilai SMP A
8.58―10 B
7.14―8.57 C
5.7―7.13 D
4.25―5.69 E
< 4.25 B. Indonesia 2 119 412 86 7 Matematika 12 72 221 263 58 IPA 0 295 313 17 1
Siswa kelas VII 2007 IPS 14 273 318 19 2 n = 626 28 769 1264 385 68 % dari Total 1,11 30,31 50,48 15,38 2,72
B. Indonesia 314 364 75 9 1 B. Inggris 121 250 190 123 79
Siswa kelas IX 2006 Matematika 268 184 149 127 35 n = 763 703 798 414 259 115 % dari Total 30,71 34,86 18,09 11,31 5,02
Hasil analisis deskriptif terhadap prestasi belajar siswa SMP menunjukkan
5,02% siswa tidak dapat memenuhi standar kelulusan dengan nilai UN. Penyebab
kegagalan terbesar ditemukan pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Nilai output
mata pelajaran matematika sedikit bergeser dari nilai inputnya. Evaluasi produk
secara kualitatif dirangkum dari hasil diskusi dengan Kepala Sekolah ditampilkan
dalam bentuk rangkuman di bawah ini:
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 22
1) Outcome/produk yang diharapkan
a) Produk (prestasi) akhir hasil belajar yang diharapkan, siswa dapat mencapai
standar kompetensi lulusan tetapi nilai standar tersebut tidak digunakan
sebagai syarat kelulusan.
b) Evaluasi menggunakan tes standar dilakukan setiap semester supaya dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa. Hasil evaluasi formatif turut
dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Hasil ujian standar digunakan
sebagai alat penilaian kinerja sekolah dalam akreditasi.
c) Keberlanjutan prestasi siswa diharapkan selalu meningkat. Keberlanjutan
prestasi/kemampuan siswa tidak hanya ditingkatkan dari alat ukur prestasi
siswa tetapi juga ditingkatkan mulai dari proses penerimaan siswa baru,
proses pelayanan pembelajaran dan proses asesmennya. Sistem evaluasi
hasil belajar selalu disempurnakan dengan memperhatikan beberapa dampak
kebijakan yang akan muncul dan mempertimbangkan aspirasi dari bawah
supaya dapat memberi manfaat yang tinggi bagi peningkatan mutu
pendidikan.
2) Outcome/produk yang diobservasi
a) Prestasi belajar siswa 5,02% belum mencapai standar nilai kelulusan Ujian
Nasional sehingga siswa dinyatakan tidak lulus.
b) Evaluasi menggunakan tes standar (Ujian Nasional) digunakan untuk syarat
kelulusan dan seleksi ke sekolah berikutnya. Evaluasi dengan tes standar
hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat akhir sekolah. Evaluasi formatif
tidak berpengaruh pada kelulusan dan hanya digunakan untuk pengambilan
keputusan intern sekolah.
c) Keberlanjutan prestasi siswa masih labil, posisi peringkat prestasi kelas
sering berubah sehingga sulit diprediksi. Siswa yang menduduki peringkat
tinggi pada awal masuk tidak selalu dapat mempertahankan prestasinya.
Keberlanjutan kemampuan hanya ditemukan pada siswa yang sangat mampu
dan siswa yang sangat tidak mampu. Mereka sama-sama dapat bertahan
sesuai karakteristik awal masuk sekolah.
3) Outcome/produk standar
a) Prestasi siswa diakui sebagai syarat kelulusan pada standar nilai 4,25 (tahun
2006).
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 23
b) Evaluasi dengan tes standar hanya dilakukan pada akhir sekolah.
c) Keberlanjutan prestasi belajar belum ditetapkan dengan standar.
4) Judgment outcome/produk
a) Standar kelulusan dengan nilai ujian nasional tidak diberlakukan secara
umum. Beberapa bentuk sekolah alternatif memiliki standar yang berbeda
untuk menentukan kelulusan. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
(learning difficulty) sejak dini yang tidak mungkin dapat mencapai nilai
standar perlu dipertimbangkan untuk diluluskan karena apabila standar yang
sama digunakan untuk penentu kelulusan dapat menyebabkan anak menjadi
siswa yang abadi di SMP tersebut. Beberapa siswa yang tidak mampu
belajar pada salah satu bidang studi tetapi mempunyai nilai tinggi pada
bidang studi lain perlu dipertimbangkan untuk diluluskan supaya tidak
bertentangan dengan kebijakan wajib belajar 9 tahun. Apabila siswa yang
tidak memenuhi standar tersebut akan melanjutkan studi, maka mereka perlu
mengikuti tes seleksi sesuai dengan persyaratan belajar khusus. Misalnya,
SMK dapat membuat alat seleksi keterampilan motorik untuk menyaring
calon siswa yang tidak mencapai nilai standar Ujian Nasional.
Ujian standar sebagai syarat kelulusan dapat diterapkan apabila input siswa
baru yang diterima SMP juga ditetapkan dengan nilai standar. Kebijakan
wajib belajar berdampak pada semua anak usia sekolah wajib mendapat
pelayanan belajar sehingga siswa yang tidak memenuhi prasyarat belajar
juga dilayani. Input siswa yang tidak memenuhi standar prasyarat belajar
pada umumnya sulit ditingkatkan prestasi belajarnya.
b) Evaluasi dengan tes standar dilakukan lebih sering dan hasil evaluasi
dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Hasil evaluasi standar ditetapkan
sebagai indikator kinerja sekolah untuk kepentingan akreditasi sekolah.
Hasil-hasil pengukuran input dan tes formatif digunakan sebagai alat
evaluasi untuk mengambil tindakan perbaikan pembelajaran.
c) Keberlanjutan hasil belajar diarahkan sesuai minat dan bakat siswa. Sekolah
yang menampung siswa dengan nilai di bawah standar prasyarat belajar
dapat mengembangkan potensi siswa melalui jalur non akademik dan
kecakapan hidup. Sekolah andalan yang menampung siswa berprestasi
tinggi mengembangkan potensi siswa melalui jalur akademik.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 24
e. Evaluasi Keberlanjutan
Evaluasi keberlanjutan (sustainability evaluation) ditetapkan dengan
lima indikator yaitu: productivity, security, protection, viability, and
acceptability. Hasil analisis kebijakan yang didiskusikan bersama kepala
sekolah menyepakati:
1) Productivity
Produktivitas perangkat evaluasi sistem transisi SD ke SMP tidak
menjadi masalah karena kegiatan evaluasi sudah masuk dalam kegiatan
dan anggaran rutin Dinas Pendidikan. Produktivitas perangkat evaluasi
telah didukung oleh Dinas Pendidikan dengan cara mengumpulkan soal-
soal ujian setiap tahun.
2) Security
Produk alat evaluasi masa transisi SD ke SMP dapat memenuhi
indikator keamanan apabila tidak ada unsur kecurangan selama proses
evaluasi berlangsung. Perangkat evaluasi yang aman dan terkendali dapat
memberikan hasil evaluasi yang objektif. Upaya pengamanan perangkat
evaluasi masa transisi sekolah sudah dilaksanakan melalui prosedur yang
baku. Dalam petunjuk teknis penyelenggaraan ujian sekolah tahun 2006
telah diatur tata cara penyusunan kisi-kisi, penulisan soal, telaah dan revisi
soal, pengetikan naskah, penggandaan naskah soal, pengaturan ruang
ujian, pelaksanaan ujian, sistem pengawasan, pemeriksaan dan penilaian.
Semua tahap perancangan alat pengukuran prestasi dan pelaksanaannya
tidak memberi peluang untuk melakukan tindak kecurangan.
Produk kebijakan sistem evaluasi masa transisi sekolah dinyatakan
aman selama tidak menimbulkan polemik dan didukung oleh masyarakat.
Sistem evaluasi keberlanjutan SD ke SMP menggunakan alat USD belum
mendatangkan polemik dan dinyatakan aman untuk dilanjutkan. Menurut
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY, pelayanan dalam sistem PSB di
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 25
masa yang datang akan selalu ditingkatkan agar dapat memuaskan semua
pihak yang berkepentingan.
3) Protection
Sistem evaluasi masa transisi sekolah dapat berlanjut apabila ada
perlindungan hukum yang memadai. Legalitas langsung produk kebijakan
evaluasi keberlanjutan SD ke SMP ditetapkan menggunakan Keputusan
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY Nomor 044 Tahun 2006 tanggal 21
Maret 2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Ujian Sekolah bagi
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2005/2006. Pada Lampiran 1 disebutkan
bahwa Ujian sekolah tahun 2005/2006 terdiri dari ujian sekolah daerah
(USD) dan ujian sekolah. USD berfungsi: (1) sebagai alat untuk mengukur
daya serap kurikulum pada tingkat propinsi DIY; (2) dapat digunakan
sebagai salah satu syarat penentuan kelulusan; (3) dapat digunakan sebagai
alat penerimaan siswa baru pada jenjang SMP/MTs.
4) Viability
Keberlangsungan sistem evaluasi masa transisi SD ke SMP
dinyatakan layak untuk digunakan apabila dapat memberi benefit yang
tinggi bagi stakeholder sistem PSB yaitu pemerintah, sekolah, siswa dan
komite sekolah. Produk kebijakan sistem PSB menggunakan USD dapat
memberi manfaat bagi siswa karena secara umum siswa lebih mudah
menetapkan pilihan sekolah yang sesuai dengan standar kemampuan yang
dapat dicapai. USD tidak memberi peluang bagi siswa yang secara
kebetulan memiliki nilai rendah untuk memilih sekolah unggulan. Biaya
penyelenggaraan PSB bisa ditekan karena penyaringan calon siswa cukup
menggunakan ranking nilai USD. Penyelenggaraan ujian pada masa
transisi sekolah cukup diselenggarakan satu kali selama siswa masih
duduk di bangku SD.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 26
Nilai rapor selama tiga tahun terakhir mempunyai kelayakan untuk
digunakan sebagai alat PSB, selama nilai rapor tersebut diberikan dengan
jujur atau tidak dimanipulasi.
5) Acceptability
Keberlanjutan sebuah produk dapat diprediksi dari daya terima
produk tersebut di masyarakat. Setara dengan security, produk kebijakan
yang tidak merugikan masyarakat dapat diterima untuk dilanjutkan.
Menurut tanggapan dari Kepala Sekolah, model evaluasi keberlanjutan SD
ke SMP menggunakan nilai USD dapat diterima dengan beberapa
permintaan tambahan yaitu: (1) sekolah diperkenankan menentukan
kriteria terhadap calon siswa yang akan diterima; (2) sekolah
diperkenankan menerima sekitar 10% calon siswa menggunakan jalur
khusus misalnya menggunakan penelusuran bibit unggul dari ranking
peringkat pertama sampai ketiga berdasarkan nilai rapor sekolah; (3)
sekolah favorit diperbolehkan menggunakan tes potensi belajar dan
penelusuran bakat untuk mendampingi tes prestasi belajar sebagai alat
seleksi.
B. Pembahasan
1. Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP
Analisis model pengukuran kapabilitas belajar menggunakan
program LISREL menemukan hasil TPB mempunyai koefisien gamma (γ
= 0,62) dan nilai rapor mempunyai koefisien gamma (γ = 0,49) sedangkan
potensi pendukung hanya berperan kecil yaitu (γ = 0,17). Hasil penelitian
ini didukung oleh Tritjahjo (2004: 70) yang meneliti tentang ‘pengaruh IQ
dan status sosial ekonomi (SSE) terhadap prestasi belajar siswa kelas V
SD. Hasil penelitian ini menemukan bahwa IQ mempunyai korelasi yang
lebih tinggi daripada SSE. Hasil analisis dengan menggunakan 246 sampel
menemukan koefisien korelasi (r) IQ dengan prestasi belajar mata
pelajaran bahasa Indonesia sebesar 0,452, matematika (0,433), IPA (0,379)
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 27
dan IPS (0,33). Koefisien korelasi antara SSE dengan prestasi belajar
cukup rendah yaitu pada mata pelajaran bahasa Indonesia (0,319), IPA
(0,180), IPS (0,158) dan matematika (0,123).
Korelasi bivariat antara TPB dan USD lebih rendah dari nilai rapor
karena dimensi yang diukur dalam TPB berbeda. TPB mengukur potensi
kemampuan umum pada materi yang tidak dilatih sebelumnya. Nilai rapor
memiliki korelasi yang tinggi karena dimensi yang diukur sama. Prestasi
belajar dari nilai rapor maupun USD sama-sama mengukur kemampuan
yang sudah pernah diajarkan. Mengingat hasil model persamaan struktural
TPB memiliki koefisien korelasi yang lebih tinggi dari nilai rapor maka
TPB masih diperlukan untuk membuat prediksi kecakapan siswa dalam
memecahkan masalah.
Hasil pengukuran kapabilitas siswa belajar ke SMP menggunakan
USD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia menemukan nilai di bawah
angka 5,6 hanya terdapat 2,2% dengan nilai rerata 7,09. Hasil analisis butir
soal USD Bahasa Indonesia menemukan 60% butir soal mudah dan 30%
butir soal memiliki daya pembeda rendah. Pada penyelenggaraan tes
standar, kejadian ini sering ditemui karena materi tes dibuat sesuai
kemampuan rata-rata siswa atau berada pada tingkat kesulitan sedang.
Perilaku guru dan siswa berubah ketika menghadapi tes standar yang
digunakan untuk beberapa pengambilan keputusan penting. Mereka lebih
siap belajar, melakukan drill dan pendalaman materi yang lebih intensif
sehingga pada saat pelaksanaan ujian siswa benar-benar sudah siap dapat
mengerjakan soal dengan mudah.
Hasil pengukuran kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP pada
mata pelajaran matematika menemukan rentangan kemampuan yang lebar
dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 10. Apabila nilai USD matematika
digunakan sebagai standar kelulusan SD dan penetapan kapabilitas belajar
ke SMP maka terdapat 16,42% yang belum memenuhi prasyarat belajar
karena memperoleh nilai kurang dari 4 atau berada pada kategori E (tidak
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 28
mampu). Hasil analisis butir soal USD matematika menemukan 63,3%
butir soal berada pada tingkat kesulitan butir sedang. Kualitas butir soal
cukup baik tetapi karena panjang soal terlalu pendek (30 butir) dapat
menyebabkan materi yang diujikan menjadi kurang representatif.
Data ini dapat memberi umpan balik bagi penyelenggara pendidikan
untuk menetapkan model pelayanan pendidikan yang tepat. Menurut
Bloom’s (1976: 75) kesulitan tugas belajar pertama yang tidak diperbaiki
dapat menyebabkan kesulitan tugas belajar selanjutnya. Apabila SKL
(Standar Kompetensi Lulusan) ditetapkan pada prestasi akademik
matematika maka sekolah perlu memberi pelayanan tambahan melalui
program penyetaraan kemampuan awal matematika.
Hasil pengamatan prestasi belajar matematika menemukan prestasi
siswa yang stabil terdapat pada dua kelompok kemampuan yaitu kelompok
sangat mampu dan kelompok tidak mampu. Kelompok ini menunjukkan
hasil konsisten meskipun diukur dengan alat ukur yang berbeda-beda. Bagi
kelompok sangat mampu, stabilitas kemampuan sangat menguntungkan
karena mereka dapat bertahan pada prestasi yang tinggi. Bagi kelompok
yang tidak mampu, stabilitas kemampuan dapat menimbulkan masalah
karena tindakan-tindakan perbaikan belajar tidak banyak berarti dalam
meningkatkan prestasinya.
Stabilitas kemampuan belajar matematika pada siswa SD masih
kurang memuaskan. Manipulasi nilai rapor matematika terjadi dengan
penambahan nilai maksimum 3,87. Analisis kasus penambahan nilai rapor
terjadi pada siswa yang mendapat nilai rapor 5 dan 6 terutama pada nilai
rapor semester genap. Kasus ini terjadi karena guru tidak ingin siswa yang
tidak mampu belajar tersebut tinggal kelas. Hasil wawancara dengan guru
SD yang menjadi responden penelitian terungkap bahwa mereka sudah
berusaha memperbaiki tetapi selalu gagal. Apabila siswa yang tidak
mampu kemudian dilepas ke kelas yang lebih tinggi maka tanggung jawab
guru menjadi berkurang. Alasan yang dilontarkan guru cukup lugas yaitu
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 29
’biar mereka menjadi tanggungan kelas atau sekolah berikutnya yang
lebih tinggi’. Guru pada umumnya sudah berusaha melakukan perbaikan
pembelajaran tetapi karena kemampuan siswa yang rendah maka hasil
belajar sulit ditingkatkan.
Potensi belajar diukur dengan seperangkat tes yang mengacu pada
tes potensi akademik yaitu terdiri dari subtes verbal, kuantitatif, dan
gambar. Rerata skor TPB secara umum lebih rendah dari nilai USD karena
materi tes tidak dilatihkan sebelumnya dan siswa baru mengenal bentuk tes
TPB. Sebaran skor mempunyai variasi tinggi dan cocok digunakan sebagai
alat untuk menjaring calon siswa yang benar-benar potensial pada sekolah
yang mempunyai jumlah pendaftar banyak.
Tes verbal terdiri dari dimensi tes sinonim, antonim, analogi dan
pemahaman bacaan. Reliabilitas tes pada koefisien Alpha 0,829 atau
termasuk dalam kategori andal. Berdasarkan hasil analisis korelasi tes
verbal dengan masing-masing mata pelajaran tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan verbal mendukung kemampuan belajar yang lain. Hubungan
ini cukup kuat karena dalam tes verbal terdapat materi tes pemahaman
bacaan yang sangat mendukung siswa untuk belajar memahami buku
bacaan.
Tes kuantitatif terdiri dari dimensi tes deret angka, soal cerita,
penalaran dan logika. Hasil analisis reliabilitas butir memperoleh koefisien
Alpha sebesar 0,907 atau berada pada kategori sangat handal. Hasil
analisis korelasi bivariat antara tes kuantitatif dengan nilai mata pelajaran
yang diujikan melalui USD menemukan semua koefisien korelasi yang
cukup tinggi. Korelasi antara tes kuantitatif dengan matematika 0,663;
Bahasa Indonesia 0,688 dan IPA 0,733. Korelasi yang paling rendah
ditemukan pada hubungan antara tes kuantitatif dengan tes gambar yaitu
0,599. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran yang terdapat
pada tes kuantitatif dapat mendasari kemampuan akademik lainnya.
Kemampuan kuantitatif menjadi prediktor yang lemah terhadap tes
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 30
gambar. Hal ini bukan berarti siswa yang mempunyai kemampuan
kuantitatif tinggi tidak dapat mengerjakan tes gambar namun lebih
dijelaskan oleh siswa yang mempunyai kemampuan akademik rendah
ternyata mampu mengerjakan tes gambar dengan lebih baik.
Tes gambar digunakan untuk mengetahui potensi penguasaan
ruang/spasial Tes gambar mempunyai dimensi tes pencarian gambar yang
berbeda, gambar sama, bayangan cermin, analogi dan logika gambar yang
belum ada. Reliabilitas butir memperoleh koefisien Alpha sebesar 0,827.
Tes gambar mempunyai prediksi cukup lemah terhadap nilai USD.
Berdasarkan hasil penelitian ini, siswa yang tidak mempunyai kemampuan
akademik tinggi ternyata mampu mengerjakan dan tertarik dengan tes
gambar. Kenyataan ini memberi petunjuk bahwa anak-anak yang lemah
dalam bidang akademik mempunyai harapan untuk dilatih pada bidang
non akademik. Mereka akan mendapat pendidikan yang lebih bermakna
untuk hidup mandiri apabila diberi mata pelajaran keterampilan atau
kecakapan hidup (life skills).
Potensi pendukung dilihat dari dua dimensi yaitu motivasi belajar
dan potensi ekonomi. Motivasi belajar tidak berpengaruh langsung
terhadap prestasi, tetapi prestasi tinggi yang tidak didukung oleh motivasi
dapat melemahkan hasil belajar. Motivasi belajar mempunyai korelasi
tertinggi 0,663 dengan nilai rapor. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh
unsur subyektif guru dalam menilai sikap siswa sehingga siswa yang
disukai cenderung diberi nilai yang lebih baik. Motivasi belajar
berpengaruh pada TPB sebesar 0,566 dan terhadap USD 0,489. Korelasi
motivasi terhadap TPB lebih tinggi dari USD menunjukkan siswa yang
motivasi belajarnya tinggi lebih menyukai hal-hal baru yang penuh
tantangan dari pada mempelajari sesuatu yang rutin.
Hasil pengukuran potensi ekonomi menemukan 6 orang (4,48%)
siswa yang orangtuanya merasa kurang mampu membiayai anak untuk
belajar sampai ke SMP. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 31
bahwa status ekonomi tidak berpengaruh tinggi terhadap prestasi belajar
siswa di SD. Koefisien korelasi potensi ekonomi paling tinggi berpengaruh
terhadap TPB yaitu 0,305 sedangkan pengaruh potensi ekonomi terhadap
dimensi kapabilitas belajar yang lain cukup rendah yaitu antara 0,243 –
0,291. Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung, siswa yang
mempunyai potensi ekonomi tinggi cenderung kurang mandiri dalam
belajar. Mereka potensial tetapi manja, selalu minta pertolongan dan cepat
menyerah ketika menghadapi kesulitan.
Kapabilitas siswa untuk belajar ke SMP bagi 6 orang siswa yang
mempunyai potensi ekonomi kurang mampu, cukup terancam. Dana BOS
yang diberikan kepada siswa sebaiknya juga digunakan untuk menanggung
semua komponen biaya sekolah siswa miskin termasuk pembiayaan tidak
langsung seperti transport, buku pelajaran dan pakaian seragam.
2. Model Keberlanjutan SD ke SMP
Hasil analisis model keberlanjutan SD ke SMP secara matematis
menunjukkan koefisien hubungan nilai USD terhadap nilai standar mutu
SMP semester 1 lebih rendah (0,19) daripada rerata nilai rapor selama lima
semester (0,61). Hasil simulasi analisis yang dilakukan dengan cara
menambah atau mengurangi jumlah sampel menunjukkan koefisien
korelasi yang berubah-ubah namun gradasi korelasi tetap sama, yaitu
prediksi nilai rapor selalu lebih tinggi dari nilai USD.
Confidence interval nilai USD matematika dengan nilai awal 6
menemukan CI95 = 2,025 ± 7,16 sedangkan nilai USD tiga mata pelajaran
dengan nilai awal rata-rata 6 menemukan CI95 = 8,81 ± 9,58. Hasil analisis
interval kepercayaan kurang memadai untuk membuat rekomendasi
kebijakan layanan belajar bagi siswa yang berada di bawah garis prediksi
karena nilai di bawah interval kepercayaan tersebut tidak ditemukan.
Siswa SMP yang memiliki nilai rapor matematika di atas 8,25 dan nilai
USD matematika di atas 9 perlu mendapat pengayaan belajar.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 32
Hasil pengamatan selama penelitian di SD diperoleh beberapa
temuan yang menarik ketika kebijakan USD ditetapkan sebagai alat seleksi
PSB di SMP. Kebanyakan guru SD kelas VI melakukan kegiatan latihan
mengerjakan soal-soal ujian pada waktu menjelang USD. Salah satu SD
yang menjadi sampel penelitian mengaku bahwa selama semester genap,
kegiatan belajar hanya diisi dengan mengerjakan soal-soal latihan,
sedangkan jatah materi yang seharusnya ditempuh selama satu tahun telah
diselesaikan pada semester ganjil. Cara-cara seperti ini kurang baik
ditempuh karena ketika soal yang diujikan tidak sama, siswa tidak mampu
lagi menerapkan pengetahuannya untuk mengerjakan soal dengan benar.
Prediksi rerata nilai rapor lebih tinggi terhadap nilai standar mutu
SMP. Hal ini berarti nilai rapor yang diberikan guru SD dapat digunakan
sebagai alat penerimaan siswa baru di SMP. Nilai rapor merupakan
gabungan dari beberapa nilai harian yang mempunyai rentangan waktu
penilaian cukup panjang sehingga dapat menunjukkan kemampuan siswa
yang sebenarnya sedangkan nilai USD hanya mencerminkan kemampuan
siswa pada saat mengerjakan tes tersebut. Hasil penelitian ini didukung
oleh Fishman dan Pasanella (1960), Hills (1964) dan Munday (1967) yang
dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1994). Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa angka rapor di sekolah menengah merupakan prediktor
tunggal terbaik bagi keberhasilan belajar di perguruan tinggi. Hal ini
disebabkan karena kemampuan yang diukur memiliki banyak kesamaan.
Dalam artikel tersebut, beliau menjelaskan apabila nilai rapor digunakan
sebagai alat seleksi maka perlu dilakukan adjusment model untuk
meniadakan kesenjangan nilai yang diberikan antara sekolah satu dengan
sekolah yang lain.
Hasil penelitian UN menemukan beberapa dampak positif dan
negatif. Dampak positif bagi siswa yaitu 84% memperbanyak latihan soal,
menurut pendapat guru 87% siswa SMP lebih semangat belajar. Dampak
positif UN bagi guru SMP/MTs 82% guru lebih semangat mengajar
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 33
sedangkan bagi sekolah, SMP/MTs menambah jam belajar dan memberi
perhatian khusus pada pokok bahasan yang sulit. Dampak negatif UAN
menurut Kasek adalah 91% orangtua siswa menjadi cemas. Mata pelajaran
yang dianggap sulit menurut Kepala Sekolah 95% Bahasa Inggris dan 75%
Matematika. Menurut siswa, mata pelajaran yang dianggap sulit adalah
Matematika (Djemari Mardapi, 2004: 27-41) penyebab sulitnya mata
ujian: 73% mata pelajaran sulit.
Hasil analisis prediksi tes seleksi terhadap UN menemukan koefisien
korelasi sebesar 0,649 atau berada di atas korelasi nilai rapor dan USD.
Beberapa kelemahan penggunaan tes seleksi sebagai alat penerimaan siswa
baru telah diteliti oleh Ajisukmo (2004). Hasil penelitian beliau antara lain
menyebutkan bahwa tes seleksi memberi dampak psikologis bagi orangtua
atau siswa yang memiliki nilai UAS tinggi tetapi tidak dapat diterima di
sekolah negeri karena seleksi dilakukan pada waktu yang bersamaan.
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Yahya Umar (1994:
124) tentang ’Studi daya ramal UTUL, Sipenmaru, Ebtanas dan Rapor
terhadap Prestasi Belajar di Pendidikan Tinggi’ menghasilkan beberapa
temuan yang mendukung penelitian ini yaitu: (1) dengan menggunakan
model struktural, ujian tulis (UTUL) pada jurusan IPA maupun IPS
mempunyai prediksi yang lebih tinggi dari pada EBTANAS sebagai
prediktor prestasi akademik di perguruan tinggi; (2) pada mahasiswa
PMDK yang diseleksi menggunakan nilai rapor ternyata rapor terakhir
mempunyai hubungan signifikan terhadap prestasi di UGM; (3) riwayat
prestasi di sekolah menengah tidak menjadi peramal yang baik terhadap
prestasi di perguruan tinggi; (4) prestasi awal yang baik, baik di SMU
maupun di perguruan tinggi cenderung untuk bertahan lama. Hal ini dapat
dijelaskan dari hasil analisis yang menunjukkan rapor yang satu hanya
mempengaruhi rapor yang berikutnya begitu pula indek prestasi yang satu
juga akan mempengaruhi indeks prestasi berikutnya.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 34
Penelitian tentang prediksi alat seleksi terhadap prestasi belajar
cukup sering dilakukan. Siswo Pratomo (1991: 523) mengambil beberapa
kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) NEM SMA, TKU, dan ujian
tulis Sipenmaru tahun 1988 merupakan prediktor yang meyakinkan
terhadap prestasi belajar mahasiswa apabila digunakan sebagai prediktor
tunggal; (2) STTB SMA bukan merupakan prediktor yang meyakinkan
terhadap prestasi belajar mahasiswa; (3) sumbangan efektif masing-masing
prediktor adalah ujian tulis Sipenmaru = 14,59%, NEM = 12,235%, TKU
= 5,526% dan STTB = 2,96%; Hasil penelitian Sri Musrifah (1989: 796)
mengambil beberapa kesimpulan yaitu: (1) intelegensi, kebiasaan belajar,
pendidikan orangtua dan prestasi belajar mahasiswa non-PMDK lebih
tinggi daripada mahasiswa PMDK; (2) tidak ada perbedaan prestasi belajar
antara mahasiswa yang berasal dari sekolah swasta dan sekolah negeri; (3)
sumbangan intelegensi, kebiasaan belajar, pendidikan orangtua terhadap
prestasi belajar relatif kecil.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Evaluasi Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP
a. Kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP berada pada kategori tidak
mampu belajar (E < 40) pada mata pelajaran matematika sebesar
16,42%.
b. Kapabilitas siswa untuk belajar ke SMP dipengaruhi oleh variabel
eksogen Tes Potensi Belajar (0,62) dan rerata rapor (0,49).
2. Evaluasi Model Keberlanjutan SD ke SMP
a. Kemampuan awal siswa yang diseleksi dengan USD sebesar 6,39%
berada pada kategori tidak mampu belajar matematika (nilai < 4).
b. Nilai tes standarisasi mutu SMP dapat diprediksi dari nilai USD sebesar
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 35
0,19 dan rerata nilai rapor SD 0,61.
c. Hasil analisis korelasi intersection test menunjukkan nilai tes seleksi
SMP memiliki prediksi 0,639 terhadap nilai Ujian Nasional.
d. Hasil analisis prestasi siswa selama tujuh semester menunjukkan ada
beda antar semua pengukuran yang diulang pada rentangan nilai F antara
38,238 sampai dengan 265,164. Hasil analisis post hoc anova
menunjukkan nilai tes standar mutu SMP kelas 7 semester 1 tidak
berbeda nyata dengan nilai rapor kelas 4 semester 1 pada mata pelajaran
IPS (p = 0,175) dan IPA (p = 0,527).
2. Evaluasi Program Keberlanjutan SD ke SMP
a. Rasional: SMP mendukung sistem PSB SMP menggunakan alat seleksi
dengan pertimbangan: (1) SMP mengharapkan input siswa yang diterima
cukup baik; (2) daya tampung SMP kurang memadai untuk menerima
semua lulusan SD; (3) SMP membutuhkan prasyarat belajar (entry
behaviour) yang harus dipenuhi.
b. Anteseden (input) potensi awal yang diharapkan adalah siswa memiliki
prestasi belajar minimal pada nilai 5 tetapi ada 6,39% siswa memiliki
nilai matematika kurang dari 4. Judgment: menyetarakan kemampuan
awal siswa yang belum memenuhi prasyarat belajar melalui kegiatan
matrikulasi.
c. Transaksi (proses) PSB SMP diharapkan bervariasi tetapi PSB yang
diterapkan serentak dalam satu waktu. Judgment: (1) sekolah favorit
membuka pendaftaran dan seleksi lebih awal; (2) SMP peringkat sedang
membuka pendaftaran secara serentak; (3) SMP yang belum memperoleh
siswa baru sesuai quota dapat memperpanjang waktu PSB.
Layanan keberlanjutan belajar diharapkan mendukung peningkatan
prestasi siswa secara terus menerus. Judgment: pembelajaran remidial
bagi siswa yang kurang mampu, tracking pada kegiatan belajar tambahan,
cooperatif pada kegiatan belajar reguler dan peer teaching pada kegiatan
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 36
belajar di luar kelas.
d. Produk belajar yang diharapkan adalah siswa dapat mencapai standar
kompetensi lulusan tetapi 5,02% siswa belum mencapai standar nilai 4,25
(tahun 2006). Judgment: siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan
dapat mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK).
e. Keberlanjutan sistem PSB SMP menggunakan seleksi nilai USD dapat
memenuhi keberlanjutan dari beberapa unsur yaitu: Produktivitas
(productivity) perangkat evaluasi telah didukung oleh ketersediaan
kumpulan soal di tingkat Dinas Propinsi. Alat evaluasi masa transisi SD
ke SMP memenuhi indikator keamanan (security) karena telah
menggunakan prosedur pengamanan soal yang benar. Kebijakan evaluasi
keberlanjutan SD ke SMP dilindungi (protection) oleh Keputusan Kepala
Dinas Pendidikan Propinsi DIY. Kebijakan sistem PSB menggunakan
USD memenuhi unsur viability karena lebih efisien dan dapat memberi
manfaat tinggi bagi penggunanya. Model evaluasi keberlanjutan SD ke
SMP menggunakan nilai USD dapat diterima (acceptability) dengan
catatan sekolah diperkenankan menentukan kriteria lain terhadap calon
siswa yang akan diterima.
B. Saran
1. Dinas Pendidikan
a. Menyempurnakan sistem keberlanjutan SD ke SMP yang dapat
memenuhi azas obyektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan
kompetitif dengan menggunakan alat pengukuran ganda dan standar
seleksi ganda pada sekolah-sekolah khusus.
b. Dinas Pendidikan tidak menetapkan nilai USD sebagai alat seleksi
tunggal pada SMP karena USD kekuatan prediksinya rendah.
c. Menambah jumlah daya tampung siswa baru di SMP negeri dan
memeratakan mutu pendidikan sampai ke wilayah desa supaya jumlah
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 37
pendaftar SMP menyebar ke seluruh sekolah.
Nilai standar digunakan sebagai penentu kelulusan SMP bagi siswa yang
mempunyai kemampuan normal sedangkan siswa yang mengalami
kesulitan belajar (learning difficulty) sejak dini sebaiknya menggunakan
standar kelulusan yang berbeda.
2. Sekolah
a. SMP mempertimbangkan nilai rerata rapor SD selama tiga tahun terakhir
sebagai persyaratan masuk dan evaluasi input siswa.
b. Tidak semua siswa usia sekolah yang menjadi sasaran wajib belajar 9
tahun memiliki kapabilitas untuk belajar ke SMP, oleh sebab itu SMP
negeri wajib melayani kebutuhan belajar siswa dari beragam kemampuan
supaya semua peserta didik dapat survive belajar di SMP.
SMP perlu menyetarakan kemampuan awal siswa yang belum memenuhi
prasyarat belajar melalui kegiatan pendalaman materi, matrikulasi dan
penyataraan kemampuan. SMP yang mempunyai animo pendaftar tinggi
perlu mendampingi alat PSB yang menggunakan tes prestasi belajar
dengan tes potensi belajar; SMP yang mempunyai jumlah pendaftar
kurang, dapat menggunakan nilai rapor SD selama tiga tahun terakhir
sebagai alat PSB.
SMP dapat menerapkan empat model pembelajaran yaitu remedial
learning bagi siswa kurang mampu, grouping atau tracking sesuai
kemampuan pada kegiatan belajar tambahan, cooperatif learning pada
kegiatan belajar reguler dan peer teaching pada kegiatan belajar
kelompok.
c. SMP perlu menyaring calon siswa untuk mengetahui karakteristik entry
behaviour dan menggunakan data hasil seleksi penerimaan siswa baru
untuk menetapkan keberlanjutan layanan belajar.
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 38
d. Guru dapat meningkatkan ketelitian nilai rapor sampai dengan satu angka
desimal di belakang koma supaya dapat membedakan kemampuan antar
siswa.
3. Kalangan Akademisi
a. Hasil analisis model pengukuran menemukan sub tes gambar kurang baik
sebagai indikator potensi belajar. Apabila ingin mengukur potensi belajar
siswa sebaiknya menggunakan subtes kuantitatif.
b. Peneliti lain dapat mengembangkan model struktural kapabilitas belajar
dengan kombinasi beberapa macam variabel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ajisukmo, dkk. (2004). Penyelenggaraan PSB SMP pasca penghapusan Ebtanas, Policy Research Info. Departemen Pendidikan Nasinal: Puslitjak Balitbang Depdiknas, No I/PUSLITJAK/2004.
Bamberger, M. & Cheema, S. (1993). Case study of project sustainability-Implication for policy and operation from Asian experience (2nd). Washington DC: The World Bank.
Baumgartner, T. A., & Jackson, A. S. (1995). Measurement for evaluation: In physical education and exercise science (5th ed.). Madison: WCB
Bloom, B. S. (1976). Human characteristic and school learning, New York: McGraw-Hill book Company
Friedenberg, L. (1995). Psychological testing, design, analysis and use. Boston: Allyn and Bacon.
Griffin, P., & Peter, N. (1991). Educational assessment and reporting. Sidney: Harcourt Brace Javanovich Publisher.
Heri, W. (2004). Kegunaan tes potensi akademik plus pada mahasiswa program studi Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Angkatan 1999/2000. Jurnal Penelitian. No. 14, Mei 2004.
Ridaura, S. L., Leffelaar, P. A., Van Ittersum, et all. (2003). Sustainability evaluation: A systemic, multi-scale framework for design and evaluation of alternatives for peasant agriculture (versi elektronik). The Evaluation Exchange, Vol. 9, Number 3, Fall 2003. Publikasi oleh Harvard Family Research Project.
Roid, G. H & Haladyna, T. M. (1982). A technology for test – item writing. New York: Academic Press, Inc.
Siswo Pratomo & Sumadi Suryabrata. (1991). Validitas prediktif NEM SMA, STTB SMA, TKU, dan nilai ujian tulis Sipenmaru tahun 1988 sebagai prediktor prestasi belajar mahasiswa Fakultas non eksakta Universitas Gajah Mada. Berkala penelitian Pasca Sarjana, UGM seri A: Kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora. Jilid 4, Nomor 3A. 1991. hlm 517 – 525
Stufflebeam, D. L. (2002). CIPP evaluation model checklist. Diambil pada tanggal 16 Maret 2005 dari http://www.wmich.edu/evalctr/checklists
Sumadi, S. (1994). Seleksi calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang sekarang dan kemungkinannya untuk masa yang akan datang. Laporan Seminar Pengkajian Ujian Saringan Masuk ke Perguruan Tinggi. Jakarta: Depdikbud Puslitbangsisjian.
Tritjahjo, D. S. (2004). Pengaruh IQ dan status sosial ekonomi terhadap prestasi belajar siswa kelas V SD di Salatiga. Jurnal Satya Widya, Vol. 17 No. 1, Juni 2004, pp 39-54
Yahya, U. (1994). Studi daya ramal UTUL, Sipenmaru, Ebtanas dan rapor terhadap prestasi belajar di Pendidikan tinggi: Suatu pendekatan dengan persamaan struktural. Laporan Seminar Pengkajian Ujian Saringan Masuk ke Perguruan Tinggi. Depdikbud, Puslitbangsisjian. Jakarta: 1994
Unesco. (2003). Global education digest 2003: Comparing education statistic across the world. Montreal: The UNESCO Institute for Statistics
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 40
CURRICULUM VITAE 1. Nama : Dr. Endang Mulyatiningsih 2. Jenis Kelamin : Perempuan 3. Tempat /Tanggal Lahir : Banjarnegara, 11 Januari 1963 4. Alamat Rumah : Griya Purwo Asri, Blok C 249, Purwomartani,
Kalasan, Sleman, Yogyakarta Hp. 085868008025
5. Agama : Islam 6. Status Kepegawaian : Pegawai Negeri Sipil (PNS) 7. Jabatan : Dosen (Tenaga Pengajar) 8. Alamat Kantor : Jurusan PTBB, Fakultas Teknik, Kampus
Karangmalang, Yogyakarta, Kode Pos 55281 Telp. (0274) 586168 psw. 278
9. Pendidikan terakhir : Doktor, Program Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNY
10. Riwayat Pendidikan
No Jenjang Pendidikan Bidang studi Nama PT/Sekolah Tahun
Lulus 1
S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta 2008
2 S2 Pend. Teknologi dan Kejuruan
Universitas Negeri Yogyakarta
1999
3 S1 Pend. Kesejahteraan Keluarga
IKIP Negeri Yogyakarta
1988
4 SPG SD SPG N Banjarnegara 1982 5 SMP - SMP N I Purworejo-
Klampok 1979
SD - SD N Kaliwinasuh 1975
11. Penelitian 5 tahun terakhir
No Bidang Kajian/Penelitian Sumber Dana Kedudukan dalam
Thn
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 41
Tim 1. Diagnosis Permasalahan
Mahasiswa yang Mengalami Krisis Masa Studi,
FT, UNY Ketua 2002
2. Evaluasi Pelaksanaan Kuliah di Fakultas Teknik UNY
FT, UNY Anggota 2002
3. Model Pembelajaran Muatan Lokal PKK dengan Experience-Based Career Education (EBCE), Hibah Pekerti
DIKTI Anggota 2003-
2004
4. Pengembangan Media Pembelajaran Video Interaktif Mata Kuliah Tata Hidang untuk Peningkatan Kompetensi Mahasiswa Tata Boga, Riset Unggulan UNY
UNY Anngota 2004
5. Pengembangan Media Pembelajaran Video Interaktif Mata Kuliah TPMK/TPMO Penelitian Hibah Bersaing
DIKTI Anggota 2005 -
2006
6. Efektivitas Konstruktivisme dalam Pembelajaran Mulok PKK di SLTP
DIKTI Ketua 2005
7. Optimalisasi Peran LPMP dan PPPG dalam Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan (Kerjasama FT dan Balitbang Diknas)
Balitbang Depdiknas
Anggota 2006
8. Studi Pengembangan Model Uji Kompetensi Guru SMP
Balitbang Depdiknas
Anggota 2007
9. Uji Model Uji Kompetensi Guru SMP
Balitbang Depdiknas
Anggota 2007
10. Studi Pendalaman Kompetensi Kewirausahaan melalui Magang Industri
Hibah A3 Ketua 2007
12. Pembawa Makalah
No Nama Kegiatan Tahun Kedudukan Tempat 1. Seminar Hasil Penelitian
dan Pengembangan Pendidikan
2007 Penyaji Balitbang, Depdiknas
2. Seminar Nasional Pendidikan Teknik Boga dan Busana
2006 Pemakalah PTBB, UNY
3. Seminar Nasional Penerapan Matematika dan Statistika pada Pengukuran Pendidikan
2005 Pemakalah UPS Tegal
4. Metodologi Penelitian 2005 Penyaji FT UNY 5. Pelatihan Model 2004 Pemateri PTBB, UNY
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 42
Pembelajaran Experience-based Career Education
13. Publikasi Karya Tulis
No Judul Tulisan Thn Kedu-dukan
Publikasi
1. Pengaruh Penambahan Jumlah Yeast dan Lama Waktu Fermentasi terhadap Volume Donat, 2003
2003 Penulis Utama
Jurnal Sainteks, Lembaga Penelitian UNY.
2. Model Pembelajaran Muatan Lokal PKK dengan Experience-Based Career Education (EBCE),.
2004 Anngota Penulis
Jurnal Kependidikan, Lembaga Penelitian UNY.
3. Experience-Based Career Education (EBCE), Alternatif Model Pembelajaran Keterampilan di SLTP,
2004 Penulis Utama
Cakrawala Pendidikan, LPM UNY.
4. Diagnosis Permasalahan Mahasiswa yang Mengalami Krisis Masa Studi,
2004 Penulis Utama
Jurnal Paedagogia, FKIP UNS
5. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Kuliah Tata Hidang,
2005 Anggota Jurnal Inotek,
6. Pengembangan Alat Pengukuran (Tes) berbasis Penelitian, UPS Tegal,
2005 Penulis Utama
Prosiding Seminar Nasional UPS Tegal
7. Soft skill sebagai pendukung kompetensi profesional dosen masa depan.
2006 Penulis Utama
Prosiding Seminar Nasional UNY
8. Optimalisasi Peran LPMP dan PPPG dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
2007 Anggota Balitbang Depdiknas
Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih Halaman 43