PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH AR-RAHMAH JABUNG MALANG SKRIPSI Oleh : Nuril Milati 07140073 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Agustus 2009
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH AR-RAHMAH JABUNG MALANG
SKRIPSI
Oleh :
Nuril Milati 07140073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Agustus 2009
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH AR-RAHMAH JABUNG MALANG
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Stara Satu Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh :
Nuril Milati 07140073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Agustus 2009
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH AR-RAHMAH JABUNG MALANG
SKRIPSI
Oleh :
Nuril Milati 07140073
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279
Tanggal 25 Juli 2009
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279
HALAMAN PENGESAHAN
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH AR-RAHMAH JABUNG MALANG
SKRIPSI dipersiapkan dan disusun oleh
Nuril Milati (07140073) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal
06 Agustus 2009 dengan nilai A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar stara satu Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada tanggal: 12 Agustus 2009
Panitia Ujian Tanda Tangan
Ketua Sidang Abdussakir, M. Pd NIP. 150 327 247
:
Sekretaris Sidang Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279
:
Pembimbing Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279
:
Penguji Utama Drs. H. A. Fatah Yasin, M.Ag NIP. 150 287 892
:
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Drs. M. Zainuddin, MA. NIP. 150 275 502
PERSEMBAHAN
Adalah sebuah kebahagiaan yang tak ternilai atas terselesainya penulisan skripsi ini selayaknya semacam ”Manusia Sempurna” menginginkan
berbagi kebahagiaan dan kebanggaan dengan sekitarnya. Ku persembahkan skripsi ini untuk:
Ayah dan Ibunda tercinta. Pelita hidupku yang selalu mengasihi dan menyayangiku dengan kasih tak terbatas dari buaian hingga mengerti akan
arti sebuah ilmu dengan belasan sesejuk embun dan do’a suci di malam hari.
Suamiku Tersayang Imam Taufik. Kasih dan sayangmu yang Damai dijiwaku Memberikan semangatku ketika Terpuruk.
Sahabat-sahabatku. mb U2n, Kasna, Priti, Kayntong, Su’inah, Koceng, dan Keluarga Besar Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang, Yang selalu
membawa Anganku untuk kembali mengulang cerita Lamaku bersama lagi.
”Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” mulai dari guru Tk, para ustadz sampai para dosen-dosen, trima kasih banyak atas ilmunya dan jasa-jasanya. Semoga
tetap menjadi Pahlawan dalam keadaan apapun.
Semua manusia yang mungkin pernah bertemu baik sengaja maupun tidak dan seluruh mahluk hidup yang mungkin telah tercuri ilmunya walaupun kadang-kadang ada semacam kesalahan yang “Biasa” dilakukan sebagai
manusia.
Trima-kasih pada buku-buku dengan Pengarangnya, Internet dengan situs-situsnya, Komputer dengan winamp dan printernya yang menjadi Inspirasi
Artinya: ”Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk-Nya.” (Q. S. An-Nahl:125)1
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Al-
Hidayah, 1998), hlm. 421
Dra. Hj. Sulalah, M.Ag Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang
Nota Dinas Pembimbing Hal : Skripsi Nuril Milati Malang, 25 Juli 2009 Lamp : 5 (lima) Eksemplar Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di Malang Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:
Nama : Nuril Milati NIM : 07140073 Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Judul Skripsi : Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang
Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah
B. Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V MI. Ar-
Rahmah Bendo Jabung Malang dengan diterapkannya
Pembelajaran kooperatif tipe TGT .................................................. 125
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 129
B. Saran .............................................................................................. 130
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
Milati, Nuril, 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dosen Pembimbing: Dra. Hj. Sulalah, M.Pd.
Kata kunci: Prestasi, Pembelajaran Kooperatif Model TGT. Rendahnya kualitas program pembelajaran di Madrasah, seringkali disebabkan oleh sistem pembelajaran yang dilakukan di Madrasah tersebut. Kebanyakan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar hanya datang, mengikuti ceramah guru, melihat guru menulis di papan tulis, lalu mengingat segala informasi yang di berikan oleh guru. Untuk menanggulangi hal itu telah banyak konsep pembelajaran aktif yang ditawarkan. pembelajaran aktif nampaknya merupakan jawaban atas permasalahan tentang rendahnya mutu atau kualitas pembelajaran di Indonesia pada umumnya, salah satunya adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dengan menerapkan pembelajaran ini, diharapkan mutu atau kualitas pembelajaran meningkat, sebab pada pembelajaran ini keaktifan peserta didik lebih diutamakan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran matematika siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang. (2) untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe TGT. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian PTK kolaboratif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain: observasi, wawancara, dokumentasi, pengukuran tes, dan catatan lapangan Analisis yang digunakan peneliti menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Urutan kegiatan penelitian mencakup 4 tahap meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan dan (4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pelajaran matematika ada 2 tahap yang di dalamnya mencakup penyajan kelas, kerja kelompok, game, turnamen, dan penghargaan kelompok. Penerapannya sangatlah bagus meskipun banyak hambatan yang didapat pada pelaksanaannya, hal ini sesuai dengan respon siswa yang menunjukkan sebesar 83.87% siswa yang menyatakan bahwa siswa sangat senang mengikuti pelajaran dengan cara berkelompok dengan tipe TGT dengan teman-temannya. (2) penerapan belajar kooperatif dapat meningkatkan prestasi siswa, hal ini dibuktikan pada hasil tes pada sebelum diadakannya penelitian, siklus I dan siklus II yang porsentasenya mulai 32.43%, 80% sampai 97.14%.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat
dipengaruhi oleh kemajuan dalam dunia pendidikan. Secara formal, dunia
pendidikan meliputi pendidikan di tingkat perguruan tinggi, SMA, SMP, dan
SD. Untuk menciptakan suatu masyarakat yang maju maka harus dilakukan
usaha-usaha yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di semua jenjang
pendidikan tersebut. Mutu pendidikan dikatakan baik jika proses belajar
mengajar di semua jenjang tersebut benar-benar efektif dan efisien sehingga
siswa dapat mencapai kemampuan intelektual, sikap, dan ketrampilan yang
diharapkan.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa hal terutama ketersediaan
fasilitas belajar, pemanfaatan waktu, dan penggunaan metode belajar. Pada
pelaksanaan pembelajaran di kelas guru harus mampu memilih metode
pembelajaran yang tepat karena cara guru dalam menyampaikan materi
pelajaran sangat mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran dan minat
siswa terhadap materi pelajaran yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa. Bahar menyatakan bahwa guru berkewajiban
untuk mencapai kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan
kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif bagi siswa agar mencapai
hasil pembelajaran yang optimal.2
Dari hasil wawancara dengan guru matematika MI Ar-Rahmah Bendo
Jabung Malang diketahui bahwa prestasi belajar matematika siswa di sekolah
tersebut rendah. Rendahnya prestasi belajar matematika di kelas tersebut
diduga karena guru secara aktif menjelaskan materi, memberi contoh, dan
latihan sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan
latihan. Pembelajaran seperti itu kurang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan, membentuk, dan mengembangkan pengetahuannya
sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tersebut kurang mampu
menumbuhkan motivasi belajar dalam diri siswa. Selain itu, kecil sekali
peluang terjadinya proses sosial antar siswa yaitu hubungan siswa satu
dengan siswa lainnya dalam rangka membangun pengetahuan bersama.
Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
lahir dari gagasan Jean Peaget. Dalam pandangan konstruktivisme,
pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Menurut
Suherman dkk. didalam kelas konstruktivisme, pengetahuan yang berada
dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara
yang satu dengan yang lainnya, dan berpikir secara kritis tentang cara terbaik
untuk menyelesaikan setiap masalah.3
2 Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: DPDIKBUD bekerjasama
dengan Rineka Cipta, 2002), hal. 4 3 Ichad Carry Wijayanti, “Perbandingan Prestasi Belajar Antara Siswa yang diajar dengan
Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Pembelajaran Konvensional pada Bahasan Dinamika Gerak Lurus di SMUN 5 Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang 2002 Hal. 10.
Salah satu model pembelajaran yang berpijak pada pandangan
konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada para siswa melaksanakan
kegiatan belajar bersama dengan kelompok kecil (antara 3 sampai 5 orang).
Dalam pembelajaran kooperatif masing-masing siswa anggota kelompok
bertanggung jawab terhadap keberhasilan diri dan anggotanya. Mereka harus
saling membantu melaksanakan tugas yang diberikan kepada kelompoknya
sehingga setiap anggota kelompok mencapai potensi optimal yang mungkin
diraihnya. Sampai saat ini sudah cukup banyak tipe pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan, diantaranya adalah Students Team Achievement
Divisions (STAD), Teams Games Turnament (TGT), Jigsaw, Team Assisted
Individralization (TAI), Group Investigation (GI), dan lain-lain.4
Teams Games Turnament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan adanya kerjasama antar anggota kelompok
untuk mencapai tujuan belajar. Terdapat empat tahap dalam TGT yaitu
mengajar, belajar kelompok, turnamen/perlombaan, dan penghargaan
kelompok. Hal yang menarik dari TGT dan yang membedakannya dengan
tipe pembelajaran kooperatif yang lain adalah turnamen. Di dalam turnamen,
siswa yang berkemampuan akademiknya sama akan saling berlomba untuk
mendapatkan skor tertinggi di meja turnamennya. Jadi siswa yang
berkemampuan akademiknya tinggi akan berlomba dengan siswa yang
berkemampuan akademiknya tinggi, siswa yang berkemampuan akademiknya
4 Noornia, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD pada Pengajaran Persen di Kelas IV SD Islam Ma’arif 02 Singosari”, Tesis tidak diterbitkan, Malang, Program Pasca Sarjana. Hal. 14
sedang akan berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya
sedang, siswa yang berkemampuan akademiknya rendah akan berlomba
dengan siswa yang berkemampuan akademiknya rendah juga. Oleh karena
itu, setiap siswa punya kesempatan yang sama untuk menjadi yang terbaik di
meja turnamennya. Hal ini tentu akan memotivasi siswa dalam belajar
sehingga berpengaruh juga terhadap prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan diatas, maka perlu suatu
tindakan guru untuk mencari dan menerapkan suatu model pembelajaran yang
sekiranya dapat memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar matematika
siswa. Dalam rangka itu peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan
judul: ” Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut diatas,
maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam
pembelajaran matematika siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang?
2. Bagaimana peningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V MI
Ar-Rahmah Jabung Malang dengan diterapkannya pembelajaran
kooperatif tipe TGT?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
matematika siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang.
2. Peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas V MI Ar-Rahmah
Jabung Malang dengan diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe TGT.
D. Hipotesis Penelitian
Jika pembelajaran kooperatif tipe TGT diterapkan dalam proses pembelajaran
Matematika, maka prestasi belajar siswa kelas V MI. Ar-Rahmah Jabung
Malang dapat meningkatkan.
E. Manfaat Penelitian
1. Lembaga atau sekolah
Memberikan masukan pada sekolah yang berkaitan dengan
penggunaan metode pembelajaran kooperatif model TGT untuk dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sebuah pengajaran yang
lebih baik.
2. Guru
Penggunaan metode pembelajaran kooperatif model TGT ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi para guru dalam proses belajar mengajar
sehingga dapat meningkatkan keaktifan, kekreatifan bagi peserta didik dan
juga pemahaman peserta didik sehingga terbentuk proses pembelajaran
yang diinginkan atau tercapainya proses kegiatan belajar mengajar yang
bagus.
3. Siswa
Memberikan pengetahuan, semangat, dorongan serta solusi untuk
belajar lebih giat atau lebih aktif lagi dalam setiap pelajaran yang
disampaikan oleh guru.
4. Peneliti.
Menambah pengetahuan atau wawasan dalam penggunaan metode
pembelajaran kooperatif model TGT sehingga nantinya dapat dijadikan
sebagai bahan, latihan dan pengembangan dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar.
5. Bagi Jurusan
Bagi jurusan hasil penelitian sangat bermanfaat dalam rangka
perbaikan sistem pembelajaran, sedangkan bagi dosen yang lain hasil
penelitian dapat digunakan sebagai referensi dalam memilih dan
menerapkan suatu strategi, metode atau media yang sesuai dengan tujuan
atau kompetensi pembelajaran tertentu.
6. Bagi Fakultas/Universitas
Sebagai wahana untuk menjalankan tugasnya dalam mengemban
Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni melaksanakan: (1) pendidikan dan
pembelajaran, (2) penelitian, dan (3) pengabdian kepada masyarakat,
terlebih fakultas ini memiliki tugas menghasilkan calon-calon guru
profesional di masa depan. Dengan demikian hasilnya dapat dijadikan
sebagai bahan masukan dalam mempersiapkan calon guru di masa yang
akan datang dan juga sebagai pengembangan keilmuan khususnya masalah
pembelajaran.
F. Definisi Operasional
Dalam pembahasan skripsi ini agar lebih terfokus pada permasalahan
yang akan dibahas, sekaligus menghindari terjadinya persepsi lain mengenai
istilah-istilah yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai definisi
istilah dan batasan-batasannya.
Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Belajar dan pembelajaran, belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan, baik itu
perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan pembelajaran
merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memudahkan siswa dalam
mencapai tujuan atau keberhasilan yang diharapkan.
2. Belajar matematika pada hakekatnya adalah berkenaan dengan ide-ide,
struktur yang diatur menurut aturan yang logis.
3. Metode pembelajaran kooperatif adalah aktivitas belajar oleh kelompok
kecil siswa yang di dalamnya terjadi kerja sama, saling menyumbangkan
pikiran untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok, pemecahan masalah
dan tanggung jawab terhadap pencapaian hasi belajar secara individu
maupun kelompok.
4. Metode pembelajaran kooperatif model teams games tournament (TGT)
adalah salah satu model pembelajaran yang merupakan bagian dari metode
belajar kooperatif. Melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.
5. Prestasi Belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan diri individu sebagai hasil dari aktivitas
belajar.5
G. Sistematika Pembahasan
Penulisan penelitian ini , peneliti bagi menjadi 4 (empat) bab, tiap bab
menjadi sub bab yaitu sebagai berikut :
Bab I
Bab II
:
:
Pendahuluan yang menggambarkan masalah-masalah yang
akan dibahas pada bab berikutnya, terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis
penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan
sistematika pembahasan.
Merupakan kajian teoritik yang menjelaskan tentang
pengertian Belajar dan Pembelajaran, Belajar Matematika,
5 Syaiful Bakri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), hlm. 23.
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab IV
:
:
:
:
Metode Pembelajaran Kooperatif dan Metode Pembelajaran
Kooperatif model Teams Games Tournament (TGT), dan
Prestasi Belajar.
Merupakan bab yang menerangkan tentang metode
pendekatan yang digunakan peneliti dalam pembahasannya
yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang sesuatu hal tersebut
tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.22
Pada pendidikan formal, guru adalah praktisi yang paling
bertanggung jawab atas berhasil tidaknya program pembelajaran di
sekolah/madrasah, sebab guru merupakan ujung tombak atau memiliki
peran sentral dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Sebagai seorang
praktisi yang berhadapan langsung dengan siswa sehari-hari, guru pasti
pernah menghadapi masalah berkaitan dengan pekerjaannya. Sebagai
seorang pendidik ia berkeinginan akan apa yang akan diajarkannya atau
sedang dibahas dengan siswa dapat dipahami atau diserap oleh siswa
seoptimal mungkin, namun seringkali tidak sesuai dengan apa yang ia
harapkan.
Pada saat ini kebanyakan strategi yang digunakan oleh guru dalam
kelas-kelas tradisional pada umumnya meliputi: penggunaan ceramah,
tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau
mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama
pembelajaran berlangsung, atau menggunakan buku teks untuk pemberian
tugas-tugas rumah. Semua itu dirancang dan seringkali dijalankan oleh
guru, sementara siswa hanya melihat.
Model pembelajaran seperti itu terbukti gagal mencapai tujuan
pembelajaran secara maksimal, sehingga pada saat ini banyak sekali
beberapa konsep pembelajaran yang diperkenalkan untuk mendongkrak
22 Dimyati dan Mujiono “Belajar dan Pembelajarani” (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002)
hlm. 7
keterpurukan mutu pembelajaran. Beberapa konsep pembelajaran tersebut
antara lain: Active Learning, Contekstual Teaching Learning dan lain
sebagainya, yang pada intinya menawarkan strategi pembelajaran yang
mengutamakan aktivitas siswa dari pada aktivitas guru. Untuk tujuan
inilah guru seharusnya memiliki keberanian untuk melakukan berbagai uji
coba terhadap suatu metode mengajar, membuat suatu media murah, atau
penerapan suatu strategi mengajar tertentu yang secara teoritis dapat
dipertanggungjawabkan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran.
Dalam hal ini yang paling penting adalah ”seberapa jauh model-
model pembelajaran tersebut mampu memfasilitasi peserta didik
memperoleh pengalaman belajar yang mencerminkan penguasaan suatu
kompetensi yang dituntut kurikulum? Oleh karena itu, agar diperoleh
model pembelajaran yang efektif untuk mengimplementasikan kurikulum
berbasis kompetensi perlu memperhatikan pula krucut pengalaman belajar
yang dikemukakan Peter Sheal sebagaimana digambarkan dalam krucut
pengalaman di bawah ini.
Gambar 2.1 Krucut Pengalaman Belajar
Berdasarkan gambar diatas dapat dikatakan bahwa jika guru
mengajar dengan ceramah, siswa akan mengingat hanya 20% karena siswa
atau hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa melakukan
sesuatu dan melaporkannya maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.
Hal ini ada kaitannya dengan pendapat Confucius bahwa apa yang saya
dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya
lakukan, saya paham.23
23 Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung:
Penerbit Nusamedia, 2006), hlm. 23
KERUCUT PENGALAMAN BELAJAR Yang kita ingat: Modus 10%............................................ Veral 20%........................................ 30%............................... Visual 50%.......................... 70%.................
Berbuat 90%.........
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dapat diterapkan
terdapat sembilan langkah prosedural (urutan peristiwa) pembelajaran
adalah: (1) Menarik Perhatian, (2) Memberitahukan tujuan pembelajaran
kepada siswa (kompetensi dasar yang hendak dicapai). (3) Merangsang
ingatan pada prasyarat belajar, (4) Menyajikan bahan, (5) Memberikan
bimbingan belajar, (6) Mendorong unjuk kerja, (7) Memberikan balikan
informative, (8) Menilai unjuk kerja dan (9) Meningkatkan retensi dan alih
belajar.
Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode
bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif.
Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi
(dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B
sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui
bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi
hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya
yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda
dalam melaksanakan metode yang sama. Dapat disimpulkan bahwa
strategi terdiri dari metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa
mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik pengajaran.
Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran.
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi belajar
Menurut Syah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar secara
global dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran24.
Menurut Setyosari “pembelajaran merupakan suatu usaha manusia
yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu memfasilitasi belajar
orang lain”25. Menurut Dick & Carey “pembelajaran merupakan suatu
proses yang sistematis dimana setiap komponen memiliki arti sangat
penting untuk keberhasilan belajar”26. Dalam setiap komponen tentunya
ada unsur saling bekerjasama daolam mencapai tujuan tertentu. Menurut
Setyosari pembelajaran “merupakan penyajian informasi dan aktivitas-
aktivitas yang dirancang untuk membantu memudahkan siswa atau si
belajar dalam rangka mencapai tujuan khusus belajar yang diharapkan”27.
Peristiwa pembelajaran dalam suatu bidang studi atau mata
pelajaran memiliki berbagai bentuk. Bentuk-bentuk itu berupa proses-
proses yang bersifat langsung dalam kelas dan juga tidak langsung. Pada
dasarnya pengertian tentang peristiwa pembelajaran merupakan
serangkaian komunikasi yang dilakukan kepada si belajar/siswa.
24 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) hal.144 25 Punaji Setyosari, Rancangan Pembelajarani: Teori dan Praktek (Malang: Elang Mas,
2001) hal. 1 26 Ibid, hal. 2 27 Ibid , hal. 4
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan, baik itu perubahan kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu usaha yang
dilakukan untuk memudahkan siswa dalam mencapai tujuan atau
keberhasilan yang diharapkan.
C. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berasal dari kata asing yaitu ”Cooperate”
yang artinya bekerja sama. Pembelajaran kooperatif menurut Kahfi
merupakan pembelajaran yang mana siswa belajar bersama dalam
kelompok kecil yang dirancang untuk mendapatkan tujuan bersama. Siswa
dituntut untuk bisa bekerja sama untuk mencapai sukses bersama dan
bertanggung jawab terhadap keberhasilan individu dalam kelompoknya28.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan
menggunakan kelompok kecil yang siswanya bekerja secara bersama-sama
untuk memaksimalkan belajar mereka, siswa dituntut untuk bertanggung
jawab terhadap keberhasilan setiap individu dan kelompoknya. Didalam
28 Khusnul Hidayah, “Perbedaan Prestasi Belajar Antara Siswa yang Diajar menggunakan
Pembelajaran kooperatif Model TGT dan Siswa yang Diajar Menggunakan Ekspository Pada Pokok Bahasan Toerema Phytagoras di MTSN II Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang, 2005, Hal. 4.
pembelajaran kooperatif guru sebagai fasilitator dan guru bukan lagi satu-
satunya sebagai sumber informasi bagi siswa.
Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif:
Menurut Slavin mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai
berikut: ”Cooperaratif Learning Methods share the ideal that student work
together to lear and are responsible for the team mates learning as well as
their own”. Definisi ini menyatakan bahwa metode pembelajaran melalui
pendekatan kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa
belajar bersama, saling menyumbang pikiran dan bertanggung jawab
terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok29,
berbeda dengan pembelajaran konvensional, penekanan pembelajaran
kooperatif adalah ”belajar bersama”.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar
dalam kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda, saling
bekerjasama untuk belajar dan bertanggung jawab atas teman
sekelompoknya. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota
saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman atau kelompok
belum menguasai bahan pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa
tidak cukup jika hanya mempelajari materi saja, tetapi mereka juga harus
29 Siti Rosmawar Is, Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dan
Kaitannya Dalam Meningkatkan Kapasitas Siswa (|http://jurnal-kompetensi.blogspot.com /2008/02/model-pembelajaran-kooperatif.html diakses 28 Maret 2009)
mempelajari ketrampilan untuk memperlancar hubungan pada saat kerja
kelompok30.
Menurut Thomson, pembelajaran kooperatif turut menambah
unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok
yang terdiri 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan heterogen. Maksud
kelompok heterogen terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis
kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima
pendapat dan bekerjasama dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan ketrampilan-ketrampilan khusus
agar dapat bekerjasama didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar
yang baik, memberikan penjelasan kepada teman kelompok dengan baik,
siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang
direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan dalam belajar31. Dari beberapa
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
30 Ichad Carry Wijayanti, “Perbandingan Prestasi Belajar Antara Siswa yang diajar
dengan Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Pembelajaran Konvensional pada Bahasan Dinamika Gerak Lurus di SMUN % Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang 2002 Hal. 10.
31 Dr. Wahyudin Nur Nasution, M. Ag. Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan kspositori Terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau Dari Cara Berpikir (http://rafiud.wordpress.com/assalamualaikum/ciri kooperatif http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-kewarganegaraan/upaya-peningkatan-aktivitas-siswa-dalam-pembelajaran-pkn-dengan-menggunakan-model-pe diakses 28 Maret 2009)
untuk belajar bersama dalam kelompok kecil, dan masing-masing anggota
mempunyai tanggungjawab terhadap keberhasilan diri dan kelompoknya.
2. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim adalah sebagai
berikut:
a. siswa belajar bekerja pada kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
c. Apabila mungkin anggota kelompok belajar berasal dari ras, budaya,
agama, jenis kelamin yang berbeda.
d. Pembelajaran lebih berorentasi pada kelompok bukan individu32.
3. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Slavin dalam Sanjaya mengemukakan dua alasan mengapa strategi
pembelajaran kooperatif dianjurkan, pertama, beberapa hasil penelitian
membuktikan bahwa pengguna pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan
kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan
diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua,
pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berfikir, memecahkan masalah dan mengitegrasikan pengetahuan
dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut maka pembelajaran
32 Ibrahim dan Muslimin, Pembelajaran Kooperatif (Surabaya: UNESA, 2000) hal.6
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki
sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan33
Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah,
berfikir kritis, berfikir konseptual, meningkatkan secara nyata pada saat
digunakan pembelajaran kooperatif. Demikian juga berpikir tinggi lebih
dapat ditingkatkan selama berlangsungnya diskusi dalam kelompok
kooperatif dari pada apabila siswa bekerja kompetitif atau secara
individual. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa siswa lebih banyak
belajar dari satu teman ke teman yang lainnya dari pada bersama gurunya.
Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak
yang sangat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya.
Tabel 2.1
Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Tradisional.
No Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
1.
2.
3.
4.
5.
Kepemimpinan bersama
Saling ketergantungan positif
Keanggotaan yang heterogen
Mempelajari keterampilan-
keterampilan kooperatif
Tanggung jawab terhadap hasil belajar
Suatu pemimpin
Tidak ada saling ketergantungan
Keanggotaan homogen
Asumsi adanya ketrampilan sosial
Tanggung jawab terhadap hasil
33 Nur Afifuddin, Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Konsep Jamur Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Head-Together Siswa Kelas X-5 SMA Negeri 1 Gebog (http://begawanafif.blogspot.com/2009/02/meningkatkan-hasil-belajar-biologi.html perbedaan smpn1boyolali.files.wordpress.com/2008/07/cooperativ-l.ppt Ibrahim diakses 29 Maret 2009)
6.
7.
8.
9.
seluruh anggota kelompok
Menekankan pada tugas dan hubungan
kooperatif
Ditunjang oleh guru
Suatu hasil kelompok
Evaluasi kelompok
belajar sendiri
Hanya menekankan tugas
Diarahkan oleh guru
Suatu hasil individual
Evaluasi individual
4. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson ada lima unsur yang harus
dipenuhi agar kerja kelompok dapat dikatakan sebagai model
pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Saling ketergantungan positif antara anggota kelompok
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap
anggota kelompok untuk dapat mempelajari anggota teman-temannya
sehingga teman sekelompoknya paham. Sistem penilaian dalam model
ini mampu memacu siswa yang berkemampuan rendah untuk belajar
tanpa ada rasa minder karena bagaimanapun mereka bisa
menyumbangkan nilai pada kelompoknya, dan sebaliknya siswa yang
mempunyai kemapuan tinggi tidak merasa dirugikan oleh teman yang
berkemampuan rendah. Dengan kata lain bahwa keberhasilan individu
tergantung pada keberhasilan kelompoknya, disini siswa harus yakin
bahwa hubungan antar siswa yang satu dengan yang lain akan membuat
siswa yang kurang sukses menjadi lebih sukses.
2. Tanggung jawab individu
Untuk dapat memperoleh nilai yang tinggi agar dia mampu
menyumbangkan poin kepada kelompoknya, maka masing-masing
siswa harus saling mendukung dan membantu satu sama lain untuk
menguasai materi pembelajaran.
3. Tatap muka antar anggota
Siswa dapat bertatap muka antar satu dengan yang lainnya dan
bediskusi agar setiap anggota dapat berinteraksi untuk memadukan
fikiran yang berbeda dalam menyelesaikan masalah sehingga tercipta
rasa saling menghargai, memanfaatkan kelebihan dan mengisi
kekurangan masing-masing anggota yang memiliki latar belakang yang
berbeda, sehingga memperluas wawasan untuk lebih memahami materi.
Inti dari kerja sama ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota. Jadi
masing-masing angota perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal
dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi
pribadi.
4. Komunikasi antar anggota
Dalam kelompok ini setiap anggota akan berusaha untuk saling
berkomunikasi secara baik dalam rangka mencapai kata mufakat untuk
menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota
berasal dari latar belakang yang berbeda, yang memiliki kemampuan
dan emosional yang berbeda pula.
5. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilaksanakan saat
proses pembelajaran kelompok34.
5. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran Kooperatif
Peran guru selama proses belajar kooperatif:
1. Membantu siswa untuk menyelesaikan tugas
Guru berkeliling ketiap-tiap kelompok dengan mengarahkan siswa
untuk mencari alternatif jawaban lain, mencari sumber-sumber belajar
lain atau memberikan umpan balik yang positif terhadap usaha-usaha
siswa dalam menyelesaikan tugas.
2. Membantu siswa bekerja secara kooperatif
Karena kecenderungan siswa untuk belajar individu, maka tugas guru
untuk meningkatkan usaha kooperatif antara lain memacu siswa untuk
memusatkan pada tugas-tugas belajar, saling memberi semangat satu
sama lainnya, merefleksikan dan mengecek pertanyaan anggota
kelompok
3. Evaluasi
Ada dua macam evaluasi yang harus dilakukan guru, antara lain
evaluasi hasil belajar dan evaluasi keterampilan berkolaborasi.
34 Srie N' Oedhien, Penerapan Model Cooperative Learning Teknik Jigsaw (http://s1pgsd.blogspot.com/2008/12/penerapan-model-cooperative-learning.html diakses 29 Maret 2009)
a. Evaluasi hasil belajar
Digunakan untuk menilai pencapaian tujuan belajar kelompok dan
memfokuskan pada penilaian akademik. Hasil belajar yang dinilai
antara lain hasil turnamen pada saat TGT dan tes hasil belajar
b. Evaluasi berketerampilan berkolaborasi
Evaluasi ini bertujuan untuk menemukan seberapa baik siswa
bekerja dalam kelompok, untuk melaksanakan evaluasi ini guru
harus mengelilingi masing-masing kelompok. Evaluasi yang
berkolaborasi yang harus dinilai antara lain hasil pengerjaan LKS
dan soal-soal latihan pada saat belajar kelompok.
6. Keuntungan Pembelajaran Kooperatif
Sedangkan keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Johnson
dan Johnson adalah sebagai berikut:
1. Siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, terlibat aktif dan
memiliki usaha yang lebih besar untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, baik bagi siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
2. Siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran kooperatif, memiliki
konsentrasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
senang mendengarkan ceramah. Hal ini disebabkan karena waktu
mereka lebih banyak digunakan untuk mengintegrasikan berbagai
konsep yang terdapat dalam materi.
3. Menimbulkan motivasi belajar siswa karena adanya tuntutan untuk
menyelesaikan tugas
4. Hubungan lebih positif, hal ini mencakup hubungan akademik secara
perseorangan atau kelompok, menghormati perbedaan dan pandangan
antar siswa. Dengan saling mendengarkan pendapat, maka akan dapat
meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan bersosialisasi serta
kemampuan mengatasi kesulitan35.
Menurut Arend ada enam fase atau langkah utama dalam
pembelajaran kooperatif. Secara lengkap dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini:
Tabel 2.2
Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Fase 2
Menyampaikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada
siswa baik dengan peragaan
(demonstrasi) atau teks
35 Sri rahayu, Pembelajaran Kooperatif Dalam Pendidikan Ipa Jurnal Matematika Ipa
Dan Pengajarannya,(1998) hal. 153
Fase 3
Mengorganisasikan siswa terhadap
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar
melakukan perubahan yang efisien
Fase 4
Membantu kerja kelompok dalam
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas
Fase 5
Mengetes materi
Guru mengetes materi pelajaran atau
kelompok menyajikan hasil-hasil
pekerjaan mereka
Fase 6
Guru memberikan cara-cara untuk
untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok36
7. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Sebagai metode pembelajaran tentunya pembelajaran kooperatif
juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa ahli dalam
Depdiknas menegaskan dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1. Lebih meningkatkann pencerahan waktu untuk tugas;
2. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan siswa (Student
Center);
36 http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf. Hal. 15 Diakses 29 Maret 2009
3. Mendidik siswa untuk lebih bersosialisasi dengan orang lain;
4. Memperbaiki kehadiran;
5. Motivasi belajar tinggi;
6. Hasil belajar lebih tinggi; 37
Sedangkan menurut Suarjana beberapa kelemahan dalam
pembelajaran kooperatif adalah:
1. Bagi guru
a. Sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen dari segi prestasi akademik
b. Waktu yang dihabiskan untuk diskusi siswa cukup banyak sehingga
siswa melewati waktu yang sudah ditetapkan bahkan dapat
menyebabkan materi tidak dapat terealisasikan sesuai dengan
kurikulum apabila ada guru yang belum berpengalaman
2. Bagi Siswa
Siswa yang mempunyai kemampuan tinggi belum terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada temannya yang membutuhkan
bantuan38.
Selain itu semua, pembelajaran kooperatif juga membutuhkan
perhatian khusus dalam penggunaan ruang kelas dan membutuh perabot
yang bisa dipindahkan. Pengaturan model Cluser dan Swing dua contoh
37 Siti Nurlailah Azizah, “Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Antara Siswa
Yang Diajar Dengan Pembelajaran Kooperatif Model TGT Dan Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Pokok Bahasan Statistika Siswa Kelas VIII SLTPN 2 Malang Tahun Ajaran 2003/2004”, Skripsi, FMIPA UM Malang, 2004, Hal.10
38 Ibid,. hal. 20
pengaturan ruang kelas yang cocok digunakan dalam pembelajaran
kooperatif.39
Pada pengaturan tempat duduk model cluser, 4 atau 6 tempat
duduk diatur seperti ditunjukkan gambar 2.2. jika digunakan model Cluser,
guru dapat meminta siswa untuk memindahkan kursi-kursi siswa agar
mereka bisa saling berhadapan sehingga mudah untuk berkomunikasi.
Sedangkan untuk pengaturan model Swing ditunjukkan gambar 2.3. Model
Swing menggunakan susunan tempat duduk yang memungkinkan siswa
dapat dengan mudah mengubahnya sehingga proses belajar mengajar
langsung dalam satu format seperti huruf U. Dengan formasi ini
memungkinkan guru menjaga kontak mata langsung dengan seluruh
siswa.40
39 Ibid,. hal. 20 40 Ibid,. hal. 21
Gambar 2.2
Pola pengaturan tempat duduk model Cluser
Keterangan:
: guru
: siswa yang berkemampuan tinggi : siswa yang berkemampuan sedang : siswa yang berkemampuan rendah
Gambar 2.3
Pola pengaturan tempat duduk model Swing
Keterangan:
: guru
: siswa yang berkemampuan tinggi : siswa yang berkemampuan sedang : siswa yang berkemampuan rendah
Menurut Noornia terdapat banyak model pembelajaran kooperatif yang berhasil
dikembangkan peneliti-peneliti pendidikan dan telah diterapkan pada beragam
pembelajaran diantaranya adalah:
1. STAD (Student Teams-Achievement Divisions) merupakan pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada kerja sama kelompok dan tanggung
jawab kelompok untuk mencapai ketuntasan belajar dengan melibatkan
peran tutor sebaya.
2. JIGSAW merupakan pembelajaran kooperatif yang anggota kelompoknya
diberi tugas berbeda satu dengan yang lainnya dari sebuah tema yang
dibahas, kemudian tes diberikan secara menyeluruh agar semua
kelompok mengetahui semua pokok bahasan.
3. Teams Games Turnament (TGT) merupakan bentuk pembelajaran
kooperatif dimana setelah siswa belajar secara individual, untuk
selanjutnya dalam kelompok masing-masing anggota kelompok
mengadakan turnamen atau lomba dengan anggota kelompok lainnya
sesuai dengan tingkat kemampuannya.
4. Investigation Group (IG) merupakan suatu pembelajaran kooperatif
dimana semua anggotanya dituntut untuk merencanakan apa yang diteliti
dan bersama-sama kelompok membuat rencana pemecahannya.41
Berdasarkan uraian diatas diketahui terdapat bermacam-macam model
pembelajaran kooperatif. Slavin (Noornia), menyatakan walaupun metode
41 Noornia, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD pada Pengajaran Persen di Kelas IV SD Islam Ma’arif 02 Singosari”, Tesis tidak diterbitkan, Malang, Program Pasca Sarjana. Hal. 14
pembelajaran kooperatif berbeda-beda, akan tetapi semua mendasarkan
pelaksanaannya pada enam karakteristik berikut:
1. Tujuan kelompok
2. Tanggung jawab individual
3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
4. Spesialisasi tugas
5. Adaptasi terhadap kebutuhan individual.42
D. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian pembelajaran matematika
Belajar tidak hanya sekedar mengingat, menghafal, tetapi perlu
dituntut adanya pemahaman, dan mampu menerapkan pengetahuan yang
dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Menurut Sadjana
belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
Misalnya setelah belajar matematika siswa itu mampu mendemonstrasikan
kemampuan dan ketrampilan matematikanya, dimana sebelumnya ia tidak
dapat melakukannya. Ausubel menyatakan bahwa belajar dikatakan
bermakna apabila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar bermakna ini
tidak lepas dari peran serta dari pendidik atau guru. Guru dapat membantu
proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat
42 Ibid,. hal. 17
bermakna bagi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide yang mengajak siswa
menyadari serta secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis. Teori konstruktivis
menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran
mereka sendiri sehingga siswa menjadi aktif. Jadi pada intinya
pembelajaran ini berpusat pada siswa. Peranan pendidik dalam hal ini
adalah membantu siswa menemukan fakta dan konsep bagi siswa sendiri.
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan43.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali sifat maupun
jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri
seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Anwar menyatakan bahwa belajar matematika pada hakekatnya
adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur, yang diatur menurut aturan
yang logis44. Matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi
simbol-simbol tertentu dan tersusun secara hierarkis serta penalarannya
deduktif. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi
simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami lebih dahulu
43 Heriani, Korelasi Tingkat Kesulitan Belajar Matematika Dengan Prestasi
Belajar Matematika di SMU. Hal. 4 (http://diakses tanggal 28 Maret 2009) 44 Usnida Junaeka Verawati,”Perbedaan Prestasi Belajar Matematika siswa kelas 1 SMP
Negeri 6 Malang Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dan Ekspositori Pada Sub Pokok Bahasan Keliling, Luas Persegi dan Persegi Panjang”, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UM Malang, 2005 hal.12
sebelum memanipulasi symbol-simbol itu. Proses belajar matematika akan
lancar apabila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu45.
Matematika sebagai salah satu pengetahuan yang tersusun menurut
struktur, disajikan kepada siswa dengan cara yang dapat membawa ke
belajar bermakna Ausebel. Belajar yang bermakna menurut Ausebel
adalah mengutamakan konsep-konsep yang pada hakikatnya dapat
diaplikasikan dalam situasi yang lain. Belajar bermakna ini bertentangan
dengan belajar dengan menghafal, yaitu cara belajar yang hanya sekedar
mengingat tanpa suatu pemahaman. Sehingga cara belajar seperti ini
kurang cocok jika diterapkan dalam matematika. Matematika sekolah
tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi
siswa serta berpandu kepada perkembangan IPTEK.
Di bawah ini disajikan beberapa definisi lain tentang matematika:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
45 Ibid.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.46
2. Karakteristik Pembelajaran Matematika
Dari definisi matematika diatas dapat terlihat adanya ciri-ciri
khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika
secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah:
a. Memiliki objek kajian abstrak
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering
juga disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran.
Objek dasar itu meliputi (1) fakta, (2) konsep, (3) operasi ataupun
relasi dan (4) prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu pola
dan struktur matematika.
b. Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat
penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan
konsep primitive. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitive
diperlukan diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam
pendefinisian.
c. Berpola pikir deduktif
46 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 1999/2000) hal. 13
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif.
Pola pikir deduktif secara ssederhana dapat dikatakan pemikiran
“yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau
diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”.
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlibat banyak sekali simbol yang
digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian
simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model
matematika. Model matematika dapat berupa persamaan,
pertidaksamaan, bangun geometrik tertentu, dan sebagainya. Makna
huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan
tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada
yang akan memanfaatkan model itu.
e. Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-
tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa
dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup
apa model itu dipakai. Semesta pembicaraan bermakna sama dengan
universal set. Semesta pembicaraan dapat sempit dapat juga luas
sesuai dengan keperluan.
f. Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang
mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat
dipandang terlepas satu sama lain.47
3. Tujuan Pembelajaran Matematika
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika
yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa:
Tujuan Umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan umum adalah:
• Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, efektif, dan efesien.
• Mempersiapkan siswa agar dapat menggunkan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Sedangkan dalam GBPP matematika yang khusus untuk Pendidikan Dasar
yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran
matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah:
• Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung
(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
47 Ibid,. Hal. 17-21
• Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui
kegiatan matematika.
• Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal
belajar lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
• Membentuk sikap logis, kritis, cermat kreatif dan disiplin.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Lanjutan
Pertama adalah:
• Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
• Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
ke pendidikan menengah
• Mempunyai ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari
• Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat, kreatif, dan disiplin serta menghargai kegunaan
matematika.
Selain itu dalam GBPP matematika yang khusus untuk Sekolah Menengah
Umum yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus
pengajaran matematikanya adalah:
• Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan kependidikan tinggi
• Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan
matematika Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan kehidupan yang
lebih luas (dunia kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari
• Siswa mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, objektif, terbuka,
kreatif, serta inovatif
• Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable)
melalui kegiatan matematika48
E. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Model ini dikembangkan oleh De Vries dan Slavn pada tahun 1978 di
John Hopkins University49. Aktivitas dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) memungkinkan siswa dapat belajar lebih
semangat di samping dapat menumbuhkan tanggungjawab, kerjasama,
persaingan sehat serta keterlibatan belajar. Dalam menyelesaikan tugas
kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu dalam
memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai materi pembelajaran. Johnson 1999
(Teams Games Tournament) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif
dimana setelah siswa belajar secara individu untuk selanjutnya dalam
48 Ibid,. Hal. 23-24 49 Khusnul Hidayah, “Perbedaan Prestasi Belajar Antara Siswa yang Diajar menggunakan
Pembelajaran kooperatif Model TGT dan Siswa yang Diajar Menggunakan Ekspository Pada Pokok Bahasan Toerema Phytagoras di MTSN II Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang, 2005, Hal. 15.
kelompok masing-masing anggota kelompok mengadakan turnamen atau
lomba dengan kelompok lainnya sesuai dengan tingkat kemampuannya50.
Menurut Sasmito pembelajaran kooperatif tipe TGT ini sangat mudah
diterapkan, karena dalam pelaksanaannya tidak memerlukan fasilitas
pendukung yang harus tersedia seperti peralatan khusus. Selain mudah
diterapkannya dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh
siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Misalnya, kegiatan tutor
sebaya terlihat ketika siswa melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-
masing anggota kelompok menjawab pertanyaan, untuk selanjutnya saling
mengajukan pertanyaan dan saling belajar bersama51.
Siswa yang mempunyai kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda
akan dijadikan dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa.
Dari masing-masing anggota kelompok tersebut diperbandingkan dengan
anggota kelompok lainnya yang berkemampuan homogen dalam meja
turnamen. Materi yang dilombakan adalah masalah yang berkaitan dengan
konsep atau prinsip yang dipelajari.
1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Model TGT
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Kahfi
disusun dalam dua tahap, yaitu pra kegiatan pembelajaran dan detail
kegiatan pembelajaran. Pra kegiatan pembelajaran menggambarkan hal-hal
50 Anton Noornia, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan STAD (Student Teams
Achievment Divisioan) pada Pengajaran Persen Kelas VI SD Islam Maarif 02 Singosari”, Skripsi,FMIPA UM Malang 2005 Hal. 4
51 Heri Sasmito, “Perbedaan Efektivitas Pembelajaran Matematika yang Menggunakan Pendekatan Kooperatif model TGT dengan yang Menggunakan Metode Ekspositori di SLTP LAB UM”, Skripsi, FMIPA UM Malang, 2005, Hal. 22.
yang perlu dipersiapkan dan rencana kegiatan. Adapun langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe TGT secara rinci akan diuraikan di bawah
ini:
A. Pra kegiatan pembelajaran TGT:
1. Persiapan
a. Materi
Materi dalam pembelajaran kooperatif model TGT dirancang
sedemikian rupa untuk pembelajaran berkelompok, oleh karena
itu, guru harus mempersiapkan work sheet yaitu materi yang
akan dipelajari pada saat belajar kelompok, dan lembar
jawaban dari work sheet tersebut. Selain itu guru juga harus
mempersiapkan soal-soal turnamen.
b. Membagi siswa kedalam beberapa kelompok
Guru harus mengelompokkan siswa dalam satu kelas menjadi
4-5 kelompok yang kemampuannya heterogen. Cara
pembentukan kelompok dilakukan dengan mengurutkan siswa
dari atas kebawah dan dari bawah keatas berdasarkan
kemampuan akademiknya, dan daftar siswa yang telah
diurutkan tersebut dibagi menjadi lima bagian yaitu kelompok
tinggi, sedang 1, sedang 2, dan rendah. Kelompok-kelompok
yang terbentuk diusahakan berimbang baik dalam hal
kemampuan akademik maupun jenis kelamin dan rasnya, pada
kerja kelompok ini guru bertugas sebagai fasilitator yaitu
berkeliling bila ada kelompok yang ingin bertanya tentang
work sheet. Pada kerja kelompok tersebut diperlukan waktu 40
menit, kemudian diadakan validasi kelas artinya hasil kerja
kelompok dicocokkan bersama dari soal work sheet tersebut.
2. Membagi siswa kedalam meja turnamen
Dalam pembelajaran kooperatif model TGT tiap meja turnamen terdiri
dari 4-5 siswa yang mempunyai homogen dan berasal dari kelompok
yang berlainan.
Gambaran dari pembagian siswa dalam meja turnamen dapat dilihat
dalam gambar diagram dibawah ini:
Gambar 2.4
Rancangan Meja Turnamen Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Secara
Umum
Tim A
A-1
Tinggi
A-2
Sedang
A-3
Sedang
A-4
Rendah
Turnamen
Meja 1
Turnamen
Meja 2
Turnamen
Meja 3
Turnamen
Meja 4
Tim B Tim C
B-1
Tinggi
B-2
Sedang
B-3
Sedang
B-4
Tinggi
C-1
Tinggi
C-2
Sedang
C-3
Sedang
C-4
Tinggi
Keteranagan: A-1 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan tinggi A-2 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan sedang 1 A-3 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan sedang 2 A-4 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan rendah B-1 : Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan tinggi B-2 : Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan sedang 1 B-3 : Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan sedang 2 B-4 : Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan rendah C-1 : Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan tinggi C-2 : Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan sedang 1 C-3 : Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan sedang 2 C-4 : Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan rendah
Penjelasan dari gambar di atas diuraikan sebagai berikut:
1. Kelompok A terdiri dari 4 siswa yaitu A-1, A-2, A-3, dan A-4,
kelompok B terdiri dari 4 siswa yaitu B-1, B-2, B-3, dan B-4, dan
kelompok C terdiri dari C-1, C-2, C-3, dan C-4. Kelompok A, B,
dan C merupakan kelompok belajar.
2. A-1, B-1, dan C-1 saling dipertandingkan dimeja 1 karena
ketiganya mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan
tinggi semua.
3. A-2, B-2, dan C-2 saling dipertandingkan di meja 2 karena
ketiganya mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan
sedang 1 semua.
4. A-3, B-3, dan C-3 saling dipertandingkan di meja 3 karena
ketiganya mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan
sedang 2 semua.
5. A-4, B-4, dan C-4 saling dipertandingkan di meja 4 karena
ketiganya mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan
rendah semua.
B. Detail kegiatan pembelajaran kooperatif tipe TGT
a. Penyajian kelas
1) Pembukaan
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi yang
akan dipelajari, tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi
(prasyarat belajar). Saat pembelajaran kelas ini guru harus sudah
mempersiapkan work sheet dan soal turnamen.
2) Pengembangan
Guru memberikan penjelasan materi secara garis besar
b. Belajar kelompok
Guru membacakan anggota kelompok dan meminta siswa
untuk berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Kelompok biasanya terdiri dari 4 atau 5 siswa yang anggotanya
heterogen. Dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras
atau etnis. Guru memerintahkan kepada siswa untuk belajar dalam
kelompok (kelompok asal). Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus
untuk mempersiapkan anggota agar bekerja dengan baik dan optimal
pada saat game. Biasanya belajar kelompok ini mendiskusikan
masalah bersama-sama, membandingkan jawaban dan memperbaiki
pemahaman yang salah tentang suatu materi.
Kelompok merupakan bagian yang utama dalam TGT.
Dalam segala hal, perhatian ditempatkan pada anggota kelompok
agar melakukan yang terbaik untuk kelompok dan dalam kelompok
melakukan yang terbaik untuk membantu sesama anggota. Jika ada
satu anggota yang tidak bisa mengarjakan soal atau memiliki
pertanyaan yang terkait dengan soal tersebut, maka teman
sekelompoknya mempunyai tanggungjawab untuk menjelaskan soal
atau pertanyaan tersebut. Jika dalam satu kelompok tersebut tidak
ada yang bisa mengerjakan maka siswa bisa meminta bimbingan
guru. Setelah belajar kelompok selesai guru meminta kepada
perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompok. Dalam pembelajaran TGT guru bertugas sebagai
fasilitator berkeliling dalam kelompok jika ada kelompok yang
mengalami kesulitan.
c. Validasi kelas
Artinya guru meminta tiap-tiap kelompok untuk menjawab
soal-soal yang sudah didiskusikan sesama kelompoknya dan guru
menyimpulkan jawaban dari masing-masing kelompok untuk
didiskusikan bersama.
d. Turnamen
Sebelum turnamen dilakukan, guru membagi siswa kedalam
meja-meja turnamen. Setelah masing-masing siswa berada dalam
meja turnamen berdasarkan unggulan masing-masing kemudian guru
membagikan satu set seperangkat soal turnamen. Satu set
seperangkat turnamen terdiri dari soal turnamen, kartu soal, lembar
jawaban, poin gambar smile, dan lembar skor turnamen. Semua
seperangkat soal untuk masing-masing meja adalah sama.
Bentuk turnamen secara rinci diuraikan sebagai berikut:
1. Dalam meja turnamen telah disediakan satu set seperangkat
pembelajaran yang sama untuk semua meja turnamen.
2. Guru membagikan kartu bernomor kepada masing-masing meja
turnamen. Kartu tersebut dikocok dan kemudian dibagikan
kepada anggota kelompok dalam meja turnamen. Siswa yang
mendapatkan kartu dengan angka yang paling tinggi maka dia
bertindak sebagai lider, sedangkan kartu dari siswa lain
dikembalikan lagi. Lider adalah orang yang membaca soal
sekaligus yang menjawabnya. Soal yang dibacakan oleh lider
merupakan soal yang harus dikerjakan oleh seluruh siswa dalam
meja turnamen tersebut (celing). Searah dengan putaran jarum
jam maka celing-1, celing-2, celing-3, celing-4 juga menjawab
soal. Celing-4 bertugas melihat kunci jawaban setelah semua
siswa menjawab.
Gambar 2.5
Urutan Celling Dalam Meja Turnamen
C3
Misalnya lider mendapatkan kartu dengan angka 12 maka lider
membaca soal 12. dari soal 12 tersebut lider menjawab A, celing
1 menjawab C, celing 2 menjawab C, celing 3 menjawab E, dan
celing 4 menjawab E, ternyata setelah celing 4 membuka
jawaban maka yang benar adalah C, sehingga kartu yang
angkanya paling besar tadi berpindah ke C1, celing 2 dan celing
4 tidak dapat kartu ini karena aturan mainnya berjalan searah
dengan putaran jarum jam, dan C1 yang menjawab pertanyaan
benar pertama tadi. Sehingga C1 bertindak sebagai lider.
Selanjutnya C1 mengambil kartu diatas meja, misalnya
mendapatkan kartu no. 9 maka C1 membuka soal no. 9 dan lider
C4 C2
Lider C1
yang tadi bertugas membuka kunci jawaban. Begitu selanjutnya,
jika soal yang tidak dapat dijawab oleh semua anggota
turnamen, maka nomor kartu tersebut dikembalikan di atas meja
sekaligus jawaban kartu yang tidak terjawab dibacakan oleh
celing dan kemudian dikocok kembali. Lider berikutnya
disesuaikan urutan searah putaran jarum jam. Setelah waktu
yang ditentukan pada turnamen selesai, selanjutnya menentukan
poin berdasarkan benar salahnya jawaban, apabila menjawab
dengan benar maka akan mendapatkan 1 poin yang berupa
gambar smile. Semua anggota turnamen berhak mengambil
sendiri poin yang telah disediakan asalkan soal dijawab dengan
benar.
Setelah usai turnamen, maka masing-masing anggota turnamen
mengumumkan siswa yang paling banyak mendapatkan poin
dan selanjutnya kelompok turnamen kembali kekelompok asal
sambil membawa poin-poin yang telah mereka dapat, kemudian
masing-masing kelompok akan menjumlah poin-poin tersebut.
Kelompok yang mendapat poin terbanyak maka dialah yang
akan menjadi juaranya. Juara yang diambil yaitu juara I, II dan
III.
e. Penghargaan kelompok
Setelah turnamen selesai, siswa kembali kekelompok asal
kemudian menjumlahkan poin yang mereka dapat. Guru
mengumumkan tiga kelompok yang mempunyai poin tertinggi
diantara kelompok yang lain yang akan mendapatkan piagam
penghargaan.52
2. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model TGT
Seperti halnya metode pembelajaran yang lain TGT juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan, kelebihan TGT antara lain:
a. Keterlibatan siswa dalam belajar mengajar
b. Siswa menjadi semangat dalam belajar
c. Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata-mata dari guru, tetapi
juga melalui konstruksi oleh siswa itu sendiri
d. Dapat menumbuhkan sikap positif dalam diri sendiri seperti:
kerjasama, toleransi, dan bisa menerima pendapat orang lain.
Sedangkan kekurangan TGT diantaranya adalah:
a. Bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang
banyak
b. Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan
soal turnamen
c. Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah53.
52 Shohibul Kahfi, Pembelajaran Kooperatif dan Pelaksanaannya dalam Pembelajaran
Subyek dalam penelitihan ini adalah seluruh siswa kelas V, di MI.
Ar-Rahmah Malang tahun pelajaran 2008/2009, dengan jumlah siswa
sebanyak 37 siswa. Penentuan kelas ini dilaksanakan peneliti berdasarkan
hasil pengamatan terhadap kelas yang diajar oleh peneliti ketika praktek
kerja lapangan (PKLI). peneliti memprediksi bahwa kelas ini akan terjadi
peningkatan prestasi belajar jika dilakukan dengan pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Turnament).
3. Mata Pelajaran
Mata pelajaran yang peneliti ajarkan adalah mata pelajaran yang
mungkin kebanyakan siswa MI Ar-Rahmah menganggap bahwa mata
pelajaran yang sulit dan telah dianggap sebagai “momok” (hantu) bagi
mereka, maka dari itu peneliti ingin mengubah hal tersebut. Adapun mata
pelajaran yang peneliti angkat adalah pembelajaran Matematika, yang
mengulas tentang sifat-sifat bangun datar trapesium.
4. Karakteristik Sekolah
Sekolah yang peneliti tempati merupakan salah satu dari madrasah
yang bertempat di dusun Bendo-Sukolilo-Jabung kabupaten Malang yang
berdiri sejak tahun 1988 dengan memulai membangun dan melengkapi
sarana fasilitasnya hingga menjadi sekolah yang layak dipakai sebagai
sumber kegiatan belajar mengajar
Pembangunan fisik secara bertahap itu memang mengalami
perkembangan yang sangat baik sekali. Madrasah ini tidak mengambil
keuntungan dari siswa karena tidak ada istilah SPP di sekolah ini, tetapi
Madrasah ini menggunakan istilah Infak yang dibayar peserta didik
seikhlasnya sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh wali
murid masing-masing peserta didik.
5. Karakteristik Siswa
Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti waktu PKLI, kondisi kelas V
MI. Ar-Rahmah Bendo selama kegiatan belajar mengajar dalam kelas, belum
bisa dikatakan baik. Mereka kurang begitu antusias mengikuti pembelajaran
khususnya mata pelajaran Bahasa Arab. Siswa dikelas V ini cenderung ramai,
tidak memperhatikan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Tetapi jika
diajar guru yang mereka harapkan, maka proses pembelajaran berjalan dengan
tenang dan efektif.
D. Data dan Sumber Data
Data pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Hasil tes
2. Hasil observasi
3. Hasil angket
4. Hasil wawancara
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MI Ar-Rahmah
Bendo Jabung Malang yang berjumlah 37 siswa. Pengambilan data secara
klasikal dilakukan dengan metode tes dan angket. Sedangkan metode
observasi digunakan untuk mengambil data dari aktivitas guru mata pelajaran
dan peneliti dan 4 siswa yang menjadi subyek penelitian. Subyek penelitian
terdiri dari: 1 siswa berkemampuan akademik tinggi, 3 siswa berkemampuan
akademik sedang, dan 1 siswa berkemampuan akademik rendah, ditinjau dari
kemampuan akademik secara keseluruhan anggota kelas berupa nilai ulangan
harian terakhir. Tujuan pengambilan 5 siswa tersebut supaya dapat
mengungkapkan aktivitas dan motivasi siswa secara mendalam. Wawancara
yang hanya dilakukan terhadap subyek penelitian analisis terhadap data yang
diperoleh dari metode tes, angket, wawancara dan observasi dilakukan untuk
melihat ketuntasan indikator keberhasilan tindakan.
E. Siklus Penelitian
Pada penelitian ini pelaksanaan siklus II, III dan seterusnya akan
dilanjutkan jika tidak memenuhi kriteria ketuntasan belajar secara klasikal
yaitu ≥ 85% siswa harus tuntas belajar. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak
dua siklus selama 3 kali pertemuan. Hasil refleksi siklus I digunakan sebagai
acuan untuk rencana tindak lanjut pada siklus II. Sedangkan hasil refleksi
siklus II digunakan sebagai acuan tindak lanjut pembelajaran selanjutnya.
Dalam siklus penelitian ini terdapat beberapa tahap, antara lain: Tahap
perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan/ implementasi tindakan, tahap
observasi, dan tahap refleksi.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Tes
Data tentang skor awal siswa diperoleh dari nilai ulangan harian
pada materi sebelumnya. Skor awal siswa didapatkan peneliti sebelum
melakukan penelitian. Skor awal ini digunakan untuk membentuk
kelompok belajar siswa dan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
siswa pada siklus I yaitu dengan membandingkan persentase siswa yang
tuntas belajar pada tes akhir siklus I.
Pada saat penelitian, terdapat 2 macam tes yaitu turnamen dan tes
akhir siklus. Turnamen digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa
terhadap materi yang telah dipelajari pada pembelajaran tersebut. Selain
itu, juga untuk memotivasi siswa dalam belajar. Turnamen dilaksanakan
setiap akhir pembelajaran. Pada saat turnamen, siswa diberi beberapa soal
untuk dikerjakan dilembar jawaban. Dari lembar jawaban itu siswa akan
mendapatkan skor turnamen. Skor kelompok diperoleh dengan
menjumlahkan skor turnamen setiap anggota kelompok. Skor setiap
kelompok akan diurutkan dari yang tertinggi sampai yang terendah. Dan
tiga kelompok dengan skor tertinggi akan mendapatkan penghargaan
kelompok.
Tes akhir siklus dilakukan setiap akhir siklus. Pada penelitian ini,
dilakukan dua kali tes yaitu tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II. Tes
skhir siklus digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
siswa pada setiap siklus yaitu dengan membandingkan persentase siswa
yang tuntas belajar pada masing-masing siklus. Cara melaksanakan tes
akhir siklus adalah dengan tes tulis. Siswa menjawab soal yang diberikan
oleh peneliti secara tertulis pada lembar jawaban. Soal yang diberikan
berupa soal uraian dengan tujuan tidak ada unsure untung-
untungan/tebakan dalam menjawabnya.
2. Angket
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan/pernyataan yang perlu
dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden)55. Responden dalam
penelitian ini adalah siswa di kelas V semester II MI Ar-Rahmah Bendo
Sukolilo Jabung Malang tahun ajaran 2008/2009 yang menjadi sumber
data dalam penelitian.
Format angket yang digunakan mengikuti model Likert.
Responden diminta untuk membaca dengan seksama setiap pernyataan itu.
Derajat penelitian siswa secara bertingkat, mulai dari Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala
kualitatif ini akan ditransfer ke dalam skala kuantitatif pada saat
menganalisa hasil angket. Angket ini diberikan sekali yaitu setelah akhir
siklus II.
3. Observasi
Observasi dilakukan terhadap aktivitas guru dan siswa. Observasi
ke siswa dilakukan secara menyeluruh akan tetapi observasi lebih
diintensifkan terhadap 4 siswa yang menjadi subyek penelitian.
55 Erman, S. Ar. Evaluasi Pembelajaran Matematika (Bandung: IMSTECJKA, 2003),
hal. 56
Observasi dilakukan oleh 2 orang pengamat dan data observasi
dicatat dalam lembar observasi. Instrumen ini digunakan untuk
mengetahui aktivitas guru dan siswa yang menjadi subyek penelitian
sebagai fokus pengamatan (4 siswa) selama berlangsungnya pembelajaran
kooperatif. Tiga orang pengamat bertugas mengamati dan mencatat
aktivitas guru dan siswa ke dalam lembar observasi tersebut. Lembar
observasi merupakan hasil adaptasi56.
4. Catatan Lapangan
Catatan lapangan dibuat oleh peneliti secara langsung setiap selesai
melakukan penelitian dengan mengingat dan membayangkan apa yang
telah terjadi di kelas baik peristiwa maupun percakapan.
5. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara57.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini bersifat terbuka dan
terstruktur. Penelitian ini menggunakan wawancara terbuka karena subyek
penellitian mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan juga
mengetahui apa maksud dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian ini juga menggunakan wawancara terstruktur karena peneliti
membuat dan menetapkan sendiri masalah dan menyusun dengan rapi
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara dilakukan pada
56 Rusyidah, “Belajar Kooperatif Model STAD untuk Membantu Pemahaman Siswa pada
Pokok Bahasan Lingkaran di Kelas II SMP Negeri 4 Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang, 2005) 57 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hal. 132
akhir tindakan I dan dilakukan terhadap 4 siswa yang menjadi subjek
pengamatan. Pemilihan 4 siswa ini selain didasarkan kemampuan
akademik juga berdasarkan pertimbangan keterampilan mereka dalam
berbicara.
G. Analisis Data
Sesuai dengan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kualitatif maka data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan metode analisis data kualitatif. Analisis data penelitian ini
mengacu pada model analisis miles dan huberman yang meliputi kegiatan
mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Ketiga kegiatan
ini dilakukan secara berurutan. Proses mereduksi data dilakukan dengan
menyeleksi dan menyederhanakan data mentah yang diperoleh dari berbagai
sumber dilapangan58. Data yang dimaksud adalah meliputi hasil tes, hasil
wawancara, hasil angket, hasi observasi dan catatan lapangan. Penyajian data
dilakukan untuk memaparkan hasil reduksi dengan cara menyusun secara
naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi sehingga
memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan. Informasi yang dimaksud
adalah uraian kegiatan pembelajaran, hasil tes, hasil pengamatan, catatan
lapangan, dan wawancara. Penarikan kesimpulan merupakan intisari dari
analisis yang memberikan pernyataan tentang dampak dari PTK yang
dilakukan maupun efektivitas pembelajaran yang dilakukan.
58 Op Cit, Hal. 38
Adapun analisis data dari hasil tes, lembar observasi, dan angket
respon siswa sebagai berikut :
1. tes
Kriteria keberhasilan hasil belajar ditentukan dengan cara melihat
adanya peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar yaitu persentase
siswa yang tuntas pada siklus I lebih dari persentase siswa yang tuntas
pada data awal, dan persentase siswa yang tuntas pada sikus II lebih dari
persentase siswa yang tuntas pada siklus I. siswa dikatakan tuntas belajar
jika mendapatkan skor ≥ 42.5
Perhitungan persentase siswa yang tuntas belajar sebagai berikut :
Keteranagan :
P = persentase siswa yang tuntas belajar
n = banyak siswa yang tuntas belajar
N = banyak siswa keseluruhan
Selain terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar,
juga harus memenuhi kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu ≥
85% siswa harus tuntas belajar.
2. lembar observasi
Kriteria keberhasilan proses ditentukan dengan menggunakan
lembar observasi yang diisi oleh pengamat. Analisis data hasil observasi
menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh masing-masing
indikator dijumlahkan dan hasilnya disebut jumlah skor. Selanjutnya
dihitung persentase nilai rata-rata dengan cara membagi jumlah skor
dengan skor maksimal yang dikalikan 100% yaitu :
Persentase terendah adalah 0%
Persentase tertinggi adalah 100%
Pada pembelajaran ini terdapat 4 kriteria aktivitas guru mata pelajaran
yaitu : sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik.
Sehingga kriteria aktivitas guru mata pelajaran dan siswa ditentukan
sebagai berikut :
75% < NR ≤ 100% = sangat baik
50% < NR ≤ 75% = baik
25% < NR ≤ 50% = cukup baik
0% < NR ≤ 25% = kurang baik
Guru dinyatakan melaksanakan pembelajaran dengan baik jika
berdasarkan lembar observasi, guru mendapat skor dari pengamat minimal
berkriteria baik sedangkan subjek penelitian berdasarkan observasi siswa,
mendapat skor dari pengamat minimal berkriteria baik.
3. Angket
Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data melalui
formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara
tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan
jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti.59
Angket ini digunakan untuk melengkapi data mengenai motivasi siswa
dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis angket atau
kuesioner berstruktur. Kuesioner ini disebut juga kuesioner tertutup, berisi
pertanyaan-pertanyaan yang disertai sejumlah alternatif jawaban yang
disediakan. Responden dalam menjawab terikat pada sejumlah
kemungkinan yang sudah disediakan.
Data yang dikumpulkan dengan angket adalah respon siswa
terhadap pembelajaran dengan metode kooperatif tipe TGT. Angket yang
digunakan adalah angket tertutup, dimana dalam mengisi jawaban yang
tersedia sesuai dengan pendapatnya masing-masing.
H. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dilakukan untuk menjamin keabsahan
data. Teknik pengecekan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu60. Triangulasi yang
digunakan adalah triangulasi yang memanfaatkan penggunaan sumber dengan
jalan membandingkan data hasil observasi, catatan lapangan dan wawancara.
59 Mardalis, Metode Penelitian suatu pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
Jika skor maksimal 215 maka berdasarkan data observasi yang
dilakukan oleh pengamat terhadap aktivitas siswa diperoleh persentase:
siswa berkemampuan akademik tinggi (T) adalah 94.9%, siswa
berkemampuan akademik sedang I (SI) adalah 82,8%, siswa
berkemampuan akademik sedang II (SII) adalah 66.0%, dan siswa
berkemampuan akademik rendah (R) adalah 78.1%. Berarti taraf
keberhasilan aktifitas siswa berdasarkan observasi pengamat termasuk
dalam kategori “Baik an Sangat Baik”
Untuk mencatat informasi yang tidak dapat dicatat dalam lembar
observasi maka peneliti membuat catatan lapangan. Hasil catatan
lapangan pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.14
Tabel 4.14
Hasil catatan lapangan pada siklus II
Guru
• Masih agak terlalu cepat dalam berbicara ketika menyampaikan
sesuatu kepada anak-anak
Siswa
• Waktu diskusi tidak sesuai dengan yang direncanakan
• Ada siswa yang berdiskusi dengan kelompok lain
• Pada saat turnamen, ada siswa yang berusaha mencontoh jawaban
siswa lain
Hasil catatan lapangan ini digunakan sebagai pertimbangan pada saat
melakukan refleksi.
d. Hasil wawancara
Setelah pelaksanaan turnamen pada siklus I, peneliti melakukan
wawancara dengan subyek penelitian untuk mengetahui kerjasama dalam
kelompok, motivasi siswa terhadap pembelajaran, dan pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran. Dengan demikian pertanyaan dalam
pedoman wawancara terdiri dari tiga bagian, yaitu kerjasama, motivasi,
dan pemahaman. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran.
Untuk kriteria kerjasama, hasil wawancara menunjukkan bahwa
semua subyek merasa senang bekerjasama dalam kelompok. Keempat
subyek yaitu berinisial A, B, C, dan D menyatakan bahwa belajar
kelompok lebih mereka sukai dari pada belajar secara individual. Berikut
ini petikan alasan masing-masing subyek penelitian mengapa mereka
lebih menyukai belajar secara kooperatif.
A : “Saya senang belajar dengan cara kerja kelompok, karena saya dapat
membantu teman-teman sekelompok saya yang kurang faham
dengan materi pelajaran yang dijelaskan oleh bu Vita.”
B : ”Kalau belajar kelompok, saya bisa kerja sama dengan teman-teman.”
C : ”Saya senang belajar kelompok, karena saya memperoleh nilai yang
bagus.”
D : ”Suka bu, karena keadaan kelas jadi ramai, dan nilainya bagus-
bagus.”
Dalam bekerjasama, siswa tidak membedakan masalah
kemampuan dan jenis kelamin. Hal ini dilakukan agar dapat memupuk
keakraban, saling menghargai dan pekerjaan kelompok dapat
diselesaikan dengan cepat. Sehubungan dengan motivasi terhadap
pembelajaran kooperatif tipe TGT, semua subyek mengatakan bahwa
mereka senang belajar kelompok karena dapat saling menghargai ketika
bekerjasama dan dapat saling membantu antar teman dalam kelompok.
Keempat subyek mengatakan setuju jika pembelajaran materi lain juga
diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Alasannya dengan
bekerjasama mereka dapat menjalin persaudaraan yang erat, saling
menghormati dan menghargai satu sama lain.
Selanjutnya sehubungan dengan pemahaman siswa setelah
mengikuti pembelajaran trapesium dengan belajar kooperatif tipe TGT,
keempat subyek menyatakan bahwa mereka lebih mudah memahami
materi. Alasannya karena jika ada yang kurang mengerti atau kurang
jelas biasa langsung bertanya pada teman sekelompok yang sudah faham.
Berdasarkan wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa siswa sangat
suka belajar secara kooperatif tipe TGT karena dapat bekerjasama dalam
menyelesaikan tugas dan dapat saling membantu. Selain itu, mereka juga
lebih mudah dalam memahami materi pelajaran.
e. Hasil angket respon siswa
Untuk melengkapi data mengenai respon siswa terhadap
pembelajaran, peneliti menyebarkan angket kepada siswa kelas V MI.
Ar-Rahmah Bendo Jabung Malang setelah pemberian tindakan. Angket
siswa dapat dilihat pada lampiran. Hasil respon siswa setelah siklus II
dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15
Hasil angket respon siswa setelah siklus II
NO
PERTANYAAN JAWABAN FREKUENSI PERSEN
1 Sangat Sesuai 26 83.87%
Sesuai 5 16.12%
Tidak Sesuai - 0%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
2 Sangat Sesuai 7 22.58%
Sesuai 15 48.38%
Tidak Sesuai 9 28.03%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
3 Sangat Sesuai 10 32.25%
Sesuai 15 48.38%
Tidak Sesuai 4 12.90%
Sangat Tidak Sesuai 2 6.45%
Jumlah 100%
4 Sangat Sesuai 12 38.71%
Sesuai 9 22.58%
Tidak Sesuai 10 32.25%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
5 Sangat Sesuai 16 51.61%
Sesuai 10 32.25%
Tidak Sesuai 4 12.90%
Sangat Tidak Sesuai 1 3.22%
Jumlah 100%
6 Sangat Sesuai 18 58.06%
Sesuai 11 35.48%
Tidak Sesuai 1 3.22%
Sangat Tidak Sesuai 1 3.22%
Jumlah 100%
7 Sangat Sesuai 15 48.38%
Sesuai 15 48.38%
Tidak Sesuai - 0%
Sangat Tidak Sesuai 1 3.22%
Jumlah 100%
8 Sangat Sesuai 13 41.93%
Sesuai 15 48.38%
Tidak Sesuai 3 9.68%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
9 Sangat Sesuai 14 45.16%
Sesuai 14 45.16%
Tidak Sesuai 2 6.45%
Sangat Tidak Sesuai 1 3.22%
Jumlah 100%
10 Sangat Sesuai 12 38.71%
Sesuai 17 54.84%
Tidak Sesuai 2 6.45%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
11 Sangat Sesuai 25 80.64%
Sesuai 6 19.35%
Tidak Sesuai - 0%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
12 Sangat Sesuai 11 35.48%
Sesuai 12 38.71%
Tidak Sesuai 6 19.35%
Sangat Tidak Sesuai 2 6.45%
Jumlah 100%
13 Sangat Sesuai 10 32.25%
Sesuai 14 45.16%
Tidak Sesuai 7 22.58%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
14 Sangat Sesuai 8 25.81%
Sesuai 21 67.74%
Tidak Sesuai 2 6.45%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
15 Sangat Sesuai 24 77.42%
Sesuai 7 22.58%
Tidak Sesuai - 0%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
16 Sangat Sesuai 20 64.52%
Sesuai 9 29.03%
Tidak Sesuai 2 6.45%
Sangat Tidak Sesuai - 0%
Jumlah 100%
17 Sangat Sesuai 9 29.03%
Sesuai 11 35.48%
Tidak Sesuai 7 22.58%
Sangat Tidak Sesuai 4 12.90%
Jumlah 100%
18 Sangat Sesuai 15 48.38%
Sesuai 13 41.93%
Tidak Sesuai 2 6.45%
Sangat Tidak Sesuai 1 3.22%
Jumlah 100%
Sumber: data diolah
Berdasarkan persentase rata-rata masing-masing item
pernyataan yang sudah diperoleh pada tabel diatas dan kriteria respon
belajar siswa. Berikut ini penjelasan masing-masing item pernyataan
pada angket respon siswa.
1. Dari pernyataan 1 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat senang
mengikuti pelajaran dengan cara berkelompok dengan teman-teman
sekelas.
2. Dari pernyataan 2 dapat disimpulkan bahwa siswa sudah memahami
setiap materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dalam pelajaran.
3. Dari pernyataan 3 dapat disimpulkan bahwa siswa bersedia saling
membantu dengan teman-teman dalam mempelajari matematika.
4. Dari pernyataan 4 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat tidak
merasa malu untuk bertanya pada guru setiap ada kesempatan
bertanya.
5. Dari pernyataan 5 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat tidak
merasa malu untuk bertanya pada anggota kelompok setiap ada
kesempatan bertanya.
6. Dari pernyataan 6 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat yakin akan
berhasil dalam belajar.
7. Dari pernyataan 7 dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki
kemampuan untuk terus mempelajari matematika karena banyak
yang belum diketahui.
8. Dari pernyataan 8 dapat disimpulkan bahwa siswa yakin dapat
mempelajari setiap materi pelajaran dengan baik.
9. Dari pernyataan 9 dapat disimpulkan bahwa siswa dapat bersedia
mengerjakan tugas dengan baik.
10. Dari pernyataan 10 dapat disimpulkan bahwa siswa berdiskusi
dengan teman-teman untuk menyelesaikan tugas yang dianggap
sulit.
11. Dari pernyataan 11 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat senang
jika keberhasilannya mendapat pengakuan dan pujian dari guru dan
teman-teman.
12. Dari pernyataan 12 dapat disimpulkan bahwa belajar kooperatif
sesuai dengan keinginan siswa.
13. Dari pernyataan 13 dapat disimpulkan bahwa siswa peduli dengan
temannya yang belum berhasil.
14. Dari pernyataan 14 dapat disimpulkan bahwa dengan belajar
kooperatif, siswa terdorong untuk mempelajari matematika secara
detail.
15. Dari pernyataan 15 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat berusaha
untuk mendapatkan nilai matematika terbaik dikelas.
16. Dari pernyataan 16 dapat disimpulkan bahwa siswa sangat
menyenangi metode belajar kelompok.
17. Dari pernyataan 17 dapat disimpulkan bahwa siswa yakin dapat
menjawab soal-soal tes pelajaran dengan kemampuan sendiri.
18. Dari pernyataan 18 dapat disimpulkan bahwa siswa merasa sangat
puas dengan hasil tes matematikanya.
Berdasarkan analisis hasil angket dapat disimpulkan bahwa
siswa sangat senang belajar dalam kelompok dan sangat menyukai
pembelajaran yang diturnamenkan.
f. Refleksi
Refleksi pada siklus II dilakukan untuk menentukan apakah
siklus II sudah berhasil atau belum. Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti, guru mata pelajaran, dan teman sejawat disimpulkan bahwa
sebagian besar siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok. Demikian
juga berdasarkan hasil angket terhadap seluruh siswa, diperoleh bahwa
kerjasama dalam kelompok lebih mereka sukai daripada belajar sendiri.
Berdasarkan lembar observasi kegiatan guru dan siswa diketahui bahwa
kegiatan guru dan siswa sudah mencapai kriteria sangat baik dan baik.
Dari segi hasil juga sudah memenuhi kriteria keberhasilan yaitu
selain terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar yaitu dari
80% menjadi 97.14% juga telah mencapai kriteria ketuntasan belajar
secara klasikal.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
tindakan pada siklus II sudah berhasil. Dan berdasarkan rencana semula
bahwa pemberian tindakan hanya dilaksanakan pada dua siklus jadi
penelitian berakhir pada siklus II.
4. Refleksi Masing-Masing Siklus
1. Siklus I
Beberapa refleksi yang diperoleh pada siklus I sebagai berikut:
1. Subyek penelitian aktif bekerjasama dalam kelompok untuk
menyelesaikan soal-soal.
2. Subyek penelitian merasa senang dengan pembelajaran kooperatif
tipe TGT karena tidak malu bertanya kepada teman, melatih
berfikir dengan cepat, dan dapat menumbuhkan sikap saling
menghormati dan menghargai pendapat orang lain.
3. Prestasi belajar siswa yang diukur melalui tes akhir siklus belum
menunjukkan hasil yang diinginkan karena belum mencapai
kriteria ketuntasan belajar secara klasikal
2. Siklus II
Beberapa refleksi yang diperoleh pada siklus II sebagai berikut:
1. Subyek penelitian aktif bekerjasama dalam kelompok untuk
menyelesaikan soal-soal
2. Siswa senang belajar matematika secara kelompok sehingga
termotivasi untuk menguasai materi pelajaran matematika secara
detail
3. Pemberian soal yang tidak terlalu menuntun siswa menjadikan
mereka lebih aktif berdiskusi dalam kelompok dan bertanya kepada
guru
4. Prestasi belajar siswa yang diukur melalui tes akhir siklus sudah
menunjukkan hasil yang diinginkan yaitu telah mencapai kriteria
ketuntasan belajar secara klasikal walaupun ada beberapa anak
yang lulus dengan nilai minim.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe TGT dalam Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas V MI Ar-Rahmah Bendo Jabung Malang.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
matematika siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang ada 2 tahap yaitu
pra kegiatan pembelajaran dan detail kegiatan pembelajaran.
1. Pra kegiatan pembelajaran TGT
a. Persiapan, dilakukan untuk mempersiapkan materi yaitu sifat-sifat
bangun datar trapesium. Peneliti mempersiapkan soal-soal kelompok
dengan kunci jawabannya dan juga mempersiapkan soal-soal/kartu
turnamen dengan kunci jawabannya. Selain mempersiapkan
pembuatan soal-soal, peneliti juga membagi siswa kedalam beberapa
kelompok, peneliti mengelompokkan siswa mejadi 7 kelompok yang
berkemampuan akademik heterogen. Pembentukan kelompok tersebut
dilakukan dengan mengurutkan hasil tes siswa sebelum dilakukannya
penelitian, kelompok-kelompok yang terbentuk diusahakan berimbang
baik dalam hal kemampuan akedemik maupun jenis kelamin dan
rasnya. (Pembentukan kelompok dapat diihat pada tebel 4.3)
b. Membagi siswa kedalam meja turnamen, pada kelompok turnamen
terdiri dari 6-7 siswa yang mempunyai kemampuan homogen dan
berasal dari kelompok berlainan. Cara pembentukannya secara detail
dapat dilihat pada gambar 2.4.
2. Detail kegiatan pembelajaran
f. Penyajian kelas, pada tahap pembukaan guru mata pelajaran
menyampaikan materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran dan
memberikan motivasi (prasyarat belajar). Saat pembelajaran kelas ini
peneliti sudah mempersiapkan soal-soal yang harus dikerjakan dalam
kelompok dan soal-soal/kartu turnamen. Dan pada tahap
pengembangan guru mata pelajaran memberikan penjelasan materi
sifat-sifat bangun datar trapesium secara detail sampai siswa tidak ada
yang bertanya lagi.
g. Belajar kelompok, guru mata pelajaran membacakan anggota
kelompok dan meminta siswa untuk berkumpul sesuai dengan
kelompoknya masing-masing. Kelompok terdiri dari 5-6 siswa yang
anggotanya mempunyai kemampuan akademik heterogen. Guru mata
pelajaran memerintahkan kepada siswa untuk belajar dalam kelompok
(kelompok asal) yang bertujuan untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat turnamen. Pada saat
belajar kelompok, tiap kelompok mendiskusikan masalah bersama-
sama, membandingkan jawaban dan memperbaiki pemahaman yang
salah tentang suatu materi, tiap anggota kelompok melakukan yang
terbaik untuk kelompoknya dan dalam kelompok melakukan yang
terbaik untuk membantu sesama anggota. Jika ada satu anggota yang
tidak bisa mengarjakan soal atau memiliki pertanyaan yang terkait
dengan soal tersebut, maka teman sekelompoknya mempunyai
tanggungjawab untuk menjelaskan soal atau pertanyaan tersebut. Jika
dalam satu kelompok tersebut tidak ada yang bisa mengerjakan maka
siswa bisa meminta bimbingan guru. Setelah belajar kelompok selesai
guru mata pelajaran meminta kepada perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompok.
h. Validasi kelas, guru mata pelajaran meminta tiap-tiap kelompok untuk
menjawab soal-soal yang sudah didiskusikan sesama kelompoknya
dan guru menyimpulkan jawaban dari masing-masing kelompok untuk
didiskusikan bersama.
i. Turnamen, sebelum turnamen dilakukan, guru mata pelajaran dibantu
dengan peneliti membagi siswa kedalam meja-meja turnamen. Setelah
masing-masing siswa berada dalam meja turnamen berdasarkan
unggulan masing-masing kemudian guru membagikan satu set
seperangkat soal turnamen. Satu set seperangkat turnamen terdiri dari
kartu soal turnamen, lembar jawaban, dan poin gambar smile. Semua
seperangkat soal untuk masing-masing meja adalah sama. Pada tahap
awal turnamen, tiap perwakilan meja turnamen mengambil soal no. 1
dan dikerjakan secara individu. Setelah selesai menjawabnya, semua
siswa harus menaruh alat tulisnya di atas meja dan mendengarkan
kunci jawaban yang akan dibacakan oleh peneliti, kemudian bagi
jawaban yang benar akan mendapatkan 1 poin smile yang akan
dikumpulkan sebanyak-banyaknya dan pada tahap terakhir akan
dijumlahkan dengan anggota kelompok asalnya. Semua anggota
turnamen berhak mengambil sendiri poin yang telah disediakan
asalkan soal dijawab dengan benar. Kemudian dilanjutkan kesoal yang
ke-2 dan begitu seterusnya. Setelah usai turnamen, masing-masing
anggota turnamen mengumumkan siswa yang paling banyak
mendapatkan poin dan selanjutnya kelompok turnamen kembali
kekelompok asal sambil membawa poin-poin yang telah mereka dapat,
kemudian masing-masing kelompok akan menjumlah poin-poin
tersebut. Kelompok yang mendapat poin terbanyak maka dialah yang
akan menjadi juaranya. Juara yang diambil yaitu juara I, II dan III.
j. Penghargaan kelompok, peneliti mengumumkan tiga kelompok yang
mempunyai poin tertinggi diantara kelompok yang lain yang akan
mendapatkan hadiah dan piagam penghargaan dari peneliti. Kelompok
yang mendapat poin terbanyak pada siklus I adalah kelompok 7, 6 dan
1 sedangkan pada siklus II yaitu kelompok 3, 4 dan 7.
Setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siklus I
dan siklus II, siswa aktif dalam bekerjasama dalam kelompok untuk
menyelesaikan masalah dan juga mereka merasa senang dengan pembelajaran
kooperatif tipe TGT karena tidak malu bertanya kepada teman, melatih
berfikir dengan cepat, dan dapat menumbuhkan sikap saling menghormati dan
menghargai pendapat orang lain sehingga dapat termotivasi untuk menguasai
materi pelajaran matematika secara detail
Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, pemberian pertanyaan
dalam angket, dan hasil tes atas penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT
pada mata pelajaran matematika, sebagaimana dijabarkan pada Bab IV telah
menunjukkan bahwa hipotesis yang dirumuskan di bab pendahuluan yang
berbunyi, “Jika pembelajaran kooperatif tipe TGT diterapkan dalam proses
pembelajaran Matematika, maka dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas V MI. Ar-Rahmah Bendo Jabung Malang” Teruji.
Data-data secara kuantitatif menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tes
individual pada sebelum penelitian, siklus I, dan siklus II terjadi peningkatan
yang signifikan.
B. Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V MI Ar-Rahmah
Jabung Malang dengan Diterapkannya Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT.
Hasil tes akhir siklus menunjukkan prestasi belajar matematika siswa
meningkat setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TGT jika dilihat
dari banyaknya siswa yang tuntas belajar. Dari data awal diketahui 32.43%
siswa yang tuntas belajar dan setelah pelaksanaan siklus I siswa yang tuntas
belajar naik menjadi 80%. Pada siklus II semua siswa naik menjadi 97.14%,
meskipun masih ada beberapa siswa yang mendapatkan hasil yang minim.
Sedangkan jika dilihat dari kriteria ketuntasan belajar secara klasikal maka
pada siklus I belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Karena hanya
80% siswa yang tuntas belajar tetapi pada siklus II sudah mencapai ketuntasan
belajar secara klasikal karena terdapat ≥85% siswa yang tuntas belajar. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat Rahardi yang menyatakan bahwa hasil
belajar siswa yang menggunakan model belajar kooperatif tipe TGT lebih baik
dari siswa yang menggunakan model konvensional.
Peningkatan prestasi yang terjadi di kelas V tersebut sangat
dipengaruhi oleh model pembelajaran yang diterapkan yaitu pembelajaran
kooperatif tipe TGT. Karena faktor eksternal yang datang dari sekolah yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah model pembelajaran yang
digunakan. Hal-hal yang ada dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa diantarannya adalah pembentukan
kelompok yang heterogen. Pembentukan kelompok secara heterogen dari segi
kemampuan akademik bertujuan agar siswa tidak hanya belajar dari guru
tetapi bisa belajar dari anggota kelompoknya yang berkemampuan
akademiknya lebih tinggi. Dan diharapkan siswa dapat lebih memahami
materi dengan penjelasan dari temannya sendiri. Berkaitan dengan hal
tersebut, Lie dalam bukunya menyatakan “Banyak penelitian menunjukkan
bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif
daripada pengajaran oleh guru. Hal ini disebabkan oleh latar belakang
pengalaman dan pengetahuan (skema dalam dunia pendidikan) para siswa
yang lebih mirip satu dengan yang lainnya dibandingkan dengan skema guru.
Selain yang telah disebutkan, keuntungan kelompok heterogen adalah:
1. Meningkatkan relasi dan interaksi antar siswa, dan
2. Memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu siswa
berkemampuan tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap
empat siswa.
Presentasi dan diskusi kelas juga berperan dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Dengan diskusi, mereka dapat saling mengetahui hasil
kelompok, mungkin hasilnya sama tetapi cara penyelesaiannya berbeda. Ini
berarti pengalaman belajar siswa bertambah, demikian juga pada saat diskusi
kelas, guru dapat mengetahui apakah konsep-konsep yang telah dipelajari
dapat dipahami oleh siswa. Apabila terjadi kesalahpahaman terhadap suatu
konsep, guru dapat segera meluruskan kesalahan tersebut.
Adapun ketidak berhasilan siklus I mencapai kriteria ketuntasan belajar
secara klasikal diduga karena soal turnamen tidak dibahas, dikoreksi, dan
dinilai sendiri oleh siswa sehingga motivasi belajar siswa berkurang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Prayitno mulanya menyala-nyala dapat berkurang
bahkan hilang sama sekali karena guru kurang memberikan informasi tentang
angka penilaian yang mereka berikan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Prayitno
bahwa evaluasi secara transparan (dikoreksi dan dinilai sendiri oleh siswa
dengan bimbingan guru) mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini
disebabkan karena mereka menyadari kesalahan-kesalahan yang mereka
lakukan dan cara-cara yang seharusnya mereka lakukan. Berdasarkan hal ini
maka penskoran turnamen pada siklus II dilakukan sendiri oleh siswa dengan
bimbingan guru dan hasilnya ternyata sesuai dengan yang diharapkan, siswa
termotivasi untuk belajar sehingga prestasi belajar meningkat.
Meskipun penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V MI. Ar-Rahmah tetapi masih
terdapat beberapa siswa yang hasilnya hampir mendekati nilai minimal. Hal
ini disebabkan karena mereka cenderung pasif ketika berlangsung diskusi
kelompok. Hal ini diketahui peneliti dari hasil wawancara di kelas siswa yang
berkemampuan akademik tinggi. Siswa tersebut mengatakan bahwa anggota
kelompoknya yang tidak tuntas belajar diakibatkan karena dia tidak mau
bertanya jika ada materi yang belum dipahaminya padahal anggota kelompok
yang lain selalu mengajaknya untuk ikut berdiskusi, bertanya dan
menyampaikan pendapat. Pendapat lainnya adalah karena mereka diduga tidak
mau memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Ada diantara mereka yang
sering membuat ramai kelas karena senang mengganggu teman-temannya
yang lain. Sehingga pada saat tes banyak soal yang dijawab dengan salah.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada 2 tahap dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu (1)
Pra kegiatan pembelajaran TGT; Persiapan membuat soal kelompok dan
soal turnamen beserta kunci jawabannya kemudian mengelompokkan
siswa mejadi 7 kelompok yang berkemampuan heterogen, setelah itu
membagi siswa kedalam meja turnamen, pada kelompok turnamen terdiri
dari 6-7 siswa yang mempunyai kemampuan homogen. (2) Detail kegiatan
pembelajaran; guru memberikan penjelasan materi sifat-sifat bangun datar
trapesium secara detail, kemudian belajar kelompok dilanjutkan dengan
mempresentasikan hasil diskusi kemudian guru menyimpulkan jawaban
dari masing-masing kelompok untuk didiskusikan bersama. Turnamen,
masing-masing siswa yang berkemampuan homogen berada dalam meja
turnamen kemudian guru membagikan satu set seperangkat soal turnamen
dan dikerjakan secara individu. Kemudian mencocokkan jawabannya dan
jawaban yang benar mendapatkan poin smile. Setelah selesai turnamen,
masing-masing kelompok menjumlahkan poin-poin tersebut, yang
mendapatkan hadiah dan piagam penghargaan yaitu dari kelompok 7, 6,
dan 1 pada siklus I sedangkan pada siklus II yaitu kelompok 3, 4 dan 7.
2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika pada siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang
pada sub pokok bangun datar trapesium. Berdasarkan hasil tes individual
pada sebelum penelitian, siklus I, dan siklus II terjadi peningkatan yang
signifikan, mulai dari tingkat keberhasilan sebelum diadakannya penelitian
sebesar 32.43%, setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe TGT tingkat keberhasilan yang dicapai siswa
pada siklus I meningkat menjadi 80%, kemudian pada siklus II meningkat
lagi menjadi 97.14%. Hal ini menunjukkan 97.14% siswa berhasil
mempelajari bangun datar trapesium pada mata pelajaran matematika dan
terjadi peningkatan prestasi belajar siswa.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang perlu
disampaikan sebagai berikut:
1. Guru mata pelajaran matematika di MI Ar-Rahmah disarankan untuk lebih
perhatian dan “telaten” dalam mengajarkan suatu materi kepada siswa yang
kemampuan akademiknya rendah.
2. Guru mata pelajaran matematika disarankan menggunakan hasil penelitian
ini sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pembelajaran
matematika terutama pada siswa yang berkemampuan akademiknya hampir
sama dengan siswa MI. Ar-Rahmah.
3. Untuk semua guru khususnya guru SD disarankan apabila mengajar
gunakanlah bahasa anak dan jangan terlalu cepat dalam menerangkan
materi khususnya materi pada pelajaran matematika, supaya siswa dapat
paham dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin, Nur. 29 Maret 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Konsep Jamur Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Head-Together Siswa Kelas X-5 SMA Negeri 1 Gebog (http://begawanafif.blogspot.com/2009/02/meningkatkan-hasil-belajar-biologi.htmlperbedaansmpn1boyolali.files.wordpress.com/2008/07/cooperativ-l.pptIbrahim)
Azizah, Siti Nurlailah. 2004. “Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Antara Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran Kooperatif Model TGT Dan Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Pokok Bahasan Statistika Siswa Kelas VIII SLTPN 2 Malang Tahun Ajaran 2003/2004”, Skripsi, FMIPA UM Malang.
Djamarah, Syaiful Bakri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Djamarah, Syaiful dan Zain Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Erman, S. Ar. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: IMSTECJKA.
Heriani, Korelasi Tingkat Kesulitan Belajar Matematika Dengan Prestasi Belajar Matematika di SMU. (http://diakses tanggal 28 Maret 2009)
Hidayah, Khusnul. 2005. “Perbedaan Prestasi Belajar Antara Siswa yang Diajar menggunakan Pembelajaran kooperatif Model TGT dan Siswa yang Diajar Menggunakan Ekspository Pada Pokok Bahasan Toerema Phytagoras di MTSN II Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang.
Is, Siti Rosmawar. 28 Maret 2009. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dan Kaitannya Dalam Meningkatkan Kapasitas Siswa (|http://jurnal-kompetensi.blogspot.com/2008/02/model-pembelajaran-kooperatif.html).
Kahfi, Shohibul. 2003. Pembelajaran Kooperatif dan Pelaksanaannya dalam Pembelajaran Matematika. Malang: FMIPA UM.
Mardalis. 2006. Metode Penelitian suatu pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Mujiono, & Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nasution, Wahyudin Nur. 28 Maret 2009. Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan ekspositori Terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau Dari Cara Berpikir (http://rafiud.wordpress.com/assalamualaikum/ciri kooperatif).
Noornia, Anton. 2005. “Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan STAD (Student Teams Achievment Divisioan) pada Pengajaran Persen Kelas VI SD Islam Maarif 02 Singosari”, Skripsi,FMIPA UM Malang.
Qohar, Mas’ud Hasan Abdul. 1983. Kamus Ilmu Populer. Jakarta: Bintang Pelajar.
Rahayu, Sri. 1998. Pembelajaran Kooperatif Dalam Pendidikan Ipa Jurnal Matematika Ipa Dan Pengajarannya.Selvia. 2008. Belajar. 28 Maret 2009 (http://tpers.net/?p=935)
Rusyidah. 2005. “Belajar Kooperatif Model STAD untuk Membantu Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Lingkaran di Kelas II SMP Negeri 4 Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang.
R. Soedjadi. 1999/2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sadiman, Arief. S., dkk. 2003. Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan Manfaatnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sasmito, Heri. 2005. “Perbedaan Efektivitas Pembelajaran Matematika yang Menggunakan Pendekatan Kooperatif model TGT dengan yang Menggunakan Metode Ekspositori di SLTP LAB UM”, Skripsi, FMIPA UM Malang.
Setyosari, Punaji. 2001. Rancangan Pembelajarani: Teori dan Praktek. Malang: Elang Mas.
Silberman, Melvin L.. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Penerbit Nusamedia.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Srie N' Oedhien. 29 Maret 2009. Penerapan Model Cooperative Learning Teknik Jigsaw (http://s1pgsd.blogspot.com/2008/12/penerapan-model-cooperative-learning.html)
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Usman, M. Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Verawati, Usnida Junaeka. 2005. ”Perbedaan Prestasi Belajar Matematika siswa kelas 1 SMP Negeri 6 Malang Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dan Ekspositori Pada Sub Pokok Bahasan Keliling, Luas Persegi dan Persegi Panjang”, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UM Malang.
Wijayanti, Ichad Carry. 2002. Perbandingan Prestasi Belajar Antara Siswa yang diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Pembelajaran Konvensional pada Bahasan Dinamika Gerak Lurus di SMUN 5 Malang”, Skripsi, FMIPA UM Malang.
W.S. Winkel. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
--------------------http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf. 29 Maret 2009