BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
(PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU)
SEMESTER II TAHUN ANGGARAN 2008
ATAS
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA
TAHUN ANGGARAN 2006 DAN 2007
PADA
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,PEMERINTAH PROVINSI, KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
SUMATERA SELATAN, KALIMANTAN SELATAN,KALIMANTAN TENGAH, KALIMANTAN TIMUR,
KONTRAKTOR PKP2B DANPEMEGANG KUASA PERTAMBANGAN
DI
JAKARTA, PALEMBANG, BANJARMASIN, PALANGKARAYADAN SAMARINDA
AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA IV
Nomor : 41/LHP/XVII/03/2009Tanggal : 11 Maret 2009
LHP Nasional Batubara i
.BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF
Batubara sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak terbaharui sangat dipengaruhi oleh keadaangeologi yang tidak mengenal batasan administratif. Pengusahaan batubara akan merubah bentangalam serta menghasilkan limbah dan berpotensi mencemari lingkungan, terjadinya bencana banjir dankekeringan, serta musnahnya hutan sebagai penghasil oksigen dan lepasnya karbondioksida ke udarabebas sehingga dapat menimbulkan pemanasan global. Oleh karena itu dalam pemanfaatannyadiperlukan kebijakan terkait dengan pendekatan alokasi wilayah pertambangan dan investasipertambangan dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nasional,serta mempertimbangkan prinsip konservasi dan pelestarian lingkungan.
Sumber daya alam batubara di Indonesia sebesar 90,45 milyar ton dengan cadangan terbukti sebesar5,3 milyar ton, atau sekitar 9% dari total sumber daya batubara dunia yang mencapai 998 milyar ton1.
Bentuk pengusahaan pertambangan batubara berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967adalah Kuasa Pertambangan (KP) dan Perjanjian/kontrak antara Pemerintah dengan Kontraktor. KPadalah wewenang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada para pengusaha untukmelaksanakan usaha pertambangan. Sedangkan Perjanjian Karya Pengusahaan PertambanganBatubara (PKP2B) adalah perjanjian karya antara Pemerintah dengan kontraktor swasta untukmelaksanakan pengusahaan pertambangan batubara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006,Badan Pemeriksa Keuangan telah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaanpertambangan batubara Tahun Anggaran 2006 dan 2007 pada Departemen ESDM, empat PemerintahProvinsi, 28 Pemerintah Kabupaten/Kota, 1358 Pemegang KP, 40 Kontraktor PKP2B serta instansiterkait lainnya di Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan SumateraSelatan. Pemeriksaan ini dilakukan pada tahun 2008 dalam dua tahap, yakni tahap I dimulai padabulan Juni s.d Juli 2008 dan tahap II pada bulan Agustus s.d Oktober 2008.
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)Tahun 2007 dan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) Tahun 2008.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini dilakukan untuk menilai apakah Sistem Pengendalian Intern(SPI) pengelolaan pertambangan batubara telah memadai, dan apakah pemberian ijin, pengelolaanPenerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Pendapatan Asli Daerah(PAD) serta Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara telah sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
1 Sumber: Departemen ESDM; Indonesia Energy Statistics, 2008
LHP Nasional Batubara ii
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan batubara menunjukkan adanya kelemahankebijakan dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lainsebagai berikut:
1. Kelemahan Kebijakan
a. Penyajian Pendapatan Royalty Batubara dalam APBN Tahun Anggaran 2007 dan dalamLaporan Realisasi Anggaran Departemen ESDM Tahun 2007 menyesatkan, karenapendapatan royalty pertambangan umum dimaksud tidak hanya dari royalty batubara, tetapijuga dari royalty Sumber Daya Alam (SDA) pertambangan umum lainnya seperti tembaga,nikel, emas, perak dan timah. Hal ini terjadi lagi pada APBN Tahun Anggaran 2008 yangditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007, sebagaimana diubah denganUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2008. Masalah ini terjadi karena kesalahan dalamPenetapan Bagan Perkiraan Standar yang dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No.13/PMK.06/2005 yang telah dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar, yang diantaranya merubah MAP 421312Pendapatan Royalty Batubara menjadi Akun 421312 Pendapatan Royalty. Namun demikiandalam Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi danPelaporan Keuangan Pemerintah Pusat pada Lampiran Bagian Kelima untuk Laporan ArusKas dari PNBP Sumber Daya Alam Akun 421312 masih menyebutkan Pendapatan RoyaltyBatubara.
b. Pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Pertambangan Batubara dari penerimaansetoran Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) Kontraktor PKP2B kurang memperhatikanasas keadilan bagi Daerah, sehingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, KalimantanTengah, Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten/Kota di tiga provinsi tersebut padaTahun 2006 dan 2007 kurang menerima haknya dari DBH SDA Pertambangan Batubarasebesar Rp4.013.882.706.364,80. Hal ini terjadi karena pemerintah dalam mengalokasikanDBH SDA Pertambangan Batubara masih mendasarkan pada Keppres Nomor 75 Tahun 1996yang sudah tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah jo. PP No. 55Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
c. Enam Pemerintah Kabupaten dan satu Pemerintah Provinsi dhi, Provinsi Sumatera Selatan,melakukan pungutan kepada para Pemegang KP berupa dana percepatan pembangunan,sumbangan pihak ketiga dan/atau dana pembangunan daerah. Pungutan tersebut besarannyadiperhitungkan dari jumlah produksi batubara yang terjual. Landasan pungutan daerah ituberupa Peraturan Daerah, Peraturan dan/atau Keputusan Kepala Daerah serta KesepakatanBersama antara Pemerintah Daerah dengan perusahaan Pemegang KP. Kebijakan daerahyang menambah beban pungutan kepada Pemegang KP ini tidak memperhatikan ketentuanPasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, yang melarang daerah menetapkanperaturan daerah tentang pendapatan daerah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
d. Iuran tetap dan royalty di Kabupaten Kutai Timur, Paser, Barito Timur, Gunung Mas danTanah Bumbu Tahun 2006 dan 2007 sebesar Rp1.409.241.962,24 tidak disetorkan ke KasNegara melainkan disetorkan ke Kas Daerah dan sebesar Rp569.900.000,00 digunakanlangsung oleh Daerah, sehingga mengakibatkan Negara kurang menerima PNBP sebesarRp1.979.141.962,24 dan mengganggu ketepatan jumlah pengalokasian DBH. Hal ini terjadikarena kebijakan para Bupati dan Kepala Dinas Pertambangan di kabupaten dimaksud, yangsengaja tidak menyetorkannya ke Rekening Kas Negara, melainkan ke Rekening Kas Daerahdan atau membagi langsung penerimaan iuran dimaksud sesuai dengan hak pemerintah pusat
LHP Nasional Batubara iii
maupun masing-masing pemerintah daerah serta menyalahgunakan dengan menggunakanlangsung.
e. Penerbitan 640 ijin KP oleh sepuluh Bupati di Provinsi Kalimantan Selatan, KalimantanTengah, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan tidak didasari pemenuhan kewajibanpenyetoran jaminan kesungguhan sebesar Rp45.187.664.398,00 sehingga Pemerintah Daerah,tidak mendapat jaminan untuk memperoleh keyakinan atas kesungguhan Pemegang KPdalam pengusahaan pertambangan batubara.
f. Menteri ESDM memberikan konsesi lahan kepada tiga Kontraktor PKP2B dan satuPemegang KP seluas 238.962 Ha yang sebagian wilayah konsesinya seluas 98.584.61 Haberada dalam kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) dan seluas 130,82 Ha berada di HutanLindung di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Permasalahan tersebut terjadi pula ataspenerbitan 326 KP seluas 1.757.477,12 Ha oleh 16 bupati di Provinsi Kalimantan Selatan,Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan, diantaranya seluas1.209.712,59 Ha arealnya berada di kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutankonservasi. Hal tersebut tidak mendukung upaya pencegahan kerusakan hutan danlingkungan di kawasan TNK, hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi, sehinggadapat menimbulkan terganggunya kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbanganekosistemnya.
2. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku
a. Aspek Perijinan
1) Kontraktor PKP2B PT BSL dan 34 Pemegang KP pada enam kabupaten, yaituKabupaten Musi Banyuasin dan Musi Rawas di Provinsi Sumatera Selatan, KabupatenTanah Bumbu di Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Barito Timur, Barito Utaradan Gunung Mas di Provinsi Kalimantan Tengah, melakukan kegiatan penambanganbatubara di kawasan hutan tanpa ijin pinjam pakai kawasan hutan dari MenteriKehutanan melanggar Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.Perbuatan tersebut dilakukan pula oleh PT BBK, anak perusahaan PT BA.
Masalah ini mengakibatkan kerusakan lingkungan kawasan hutan serta berkurangnyaluas kawasan hutan dan berkurangnya penerimaan negara dari sektor kehutanan yangarealnya telah dipakai untuk penambangan batubara serta potensi kerugian negaraberupa nilai tegakan kayu sebesar Rp877.828.537,67, PSDH sebesar Rp87.749.193,00,dan DR sebesar USD38.025,00 yang belum dibayar.
2) PT Bukit Asam belum memenuhi kewajiban menyediakan lahan kompensasi seluas3.670 Ha dan pembayaran ganti rugi tegakan kayu terkait dengan ijin pinjam pakaikawasan hutan. Hal ini mengakibatkan potensi kerugian Negara dari ganti rugi tegakanyang belum dibayar sebesar Rp584.476.560,00 serta berkurangnya luas kawasan hutan yangdijadikan areal penambangan batubara dan kerusakan hutan di sekelilingnya.
3) Bupati Barito Timur dan Kutai Timur dalam memberikan ijin KP batubara, ternyatalokasinya tumpang tindih dengan Pemegang KP batubara lainnya dan dengan kawasanperkebunan. Sedangkan Bupati Barito Utara menerbitkan ijin KP batubara di luarkewenangan yang dimilikinya, yaitu areal penambangannya berada di luar wilayahKabupaten Barito Utara. Masalah tersebut mengakibatkan tidak adanya jaminankepastian berinvestasi bagi perusahaan serta berpotensi terjadinya konflik di antaraPemegang KP di kemudian hari.
LHP Nasional Batubara iv
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
1) Pemegang KP pada 28 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan, KalimantanTimur, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan kurang membayar iuran tetap sebesarRp22.457.818.492,83 dan royalty sebesar Rp225.055.073.952,36 dan USD6,948,507.76serta 25 Kontraktor PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur danKalimantan Tengah kurang membayar DHPB sebesar Rp2.284.454.435,94 danUSD39,922,767.85 dan tiga Kontraktor PKP2B belum membayar denda keterlambatanpembayaran iuran tetap sebesar USD6,543.70, sehingga mengakibatkan Negara padaTahun 2006 dan 2007 kurang menerima PNBP dari iuran tetap, royalty, DHPB dandenda keterlambatan pembayaran iuran tetap sebesar Rp249.797.346.881,13 danUSD46,877,819.31 dari Pemegang KP dan Kontraktor PKP2B
2) Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) ditahan sebesar Rp2.305.455.252.403,88danUSD728.684.112,42, yang disebabkan oleh Perusahaan PKP2B Generasi I dengansengaja menahan DHPB sebagai kompensasi dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN)batubara yang tidak di-reimburse serta Pemerintah tidak membuat mekanismereimbursement atas pajak sesuai dengan yang diatur dalam perjanjian PKP2B.
c. Dana Bagi Hasil
DBH SDA Tahun 2006 dan 2007 sebesar Rp9.694.389.775,70 dan USD2.839,78 belumdiperhitungkan dalam penyaluran kepada daerah, yang disebabkan oleh PemerintahKabupaten Muara Enim, Ogan Komering Ulu dan Musi Rawas di Provinsi Sumatera Selatanserta Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan di Provinsi Kalimantan Timur dan DepartemenESDM serta Departemen Keuangan tidak memiliki data yang akurat atas pembayaran PNBPSDA pertambangan umum di daerah tersebut sebagai bahan rekonsiliasi dan penyaluran DBHSDA pertambangan umum.
d. Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara
1) Enam puluh Pemegang KP di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timurdan 30 Pemegang KP di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan serta duaKontraktor PKP2B PT KJA dan PT MSJ belum memenuhi kewajiban jaminan reklamasisebesar USD3,183,497.00 dan Rp127.254.718.597,09, sehingga dapat menimbulkankerugian negara dan daerah atas terbebaninya keuangan pemerintah/daerah apabilaPemegang KP dan Kontraktor PKP2B dimaksud lalai tidak melakukan kegiatanreklamasi dan revegetasi di areal bekas tambangnya.
2) Pengelolaan tanah pucuk dan tanah penutup oleh 61 Pemegang KP dan lima KontraktorPKP2B tidak sesuai ketentuan sehingga dapat mengakibatkan longsor dan erosi sertaberkurangnya kesuburan tanah serta manfaat tanah pucuk sebagai penutup lahan bekastambang dan sebagai tempat tumbuhnya tanaman vegetasi akan berkurang bahkanhilang.Demikian pula pelaksanaan reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang batubara oleh72 Pemegang KP dan enam Kontraktor PKP2B tidak sesuai ketentuan dapatmengakibatkan kerusakan lingkungan, berkurangnya kesuburan tanah dan kerugian yangmembebani keuangan Pemerintah apabila pemegang ijin penambangan batubara lalaitidak melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi
3) Pengelolaan limbah B3 oleh 44 Pemegang KP dan 11 Kontraktor PKP2B, danpengelolaan air asam tambang oleh 63 Pemegang KP dan empat Kontraktor PKP2Btidak sesuai ketentuan. Masalah tersebut mengakibatkan kerusakan dan atau pencemaran
LHP Nasional Batubara v
lingkungan yang mengganggu kepentingan masyarakat di sekitar lahan berupakontaminasi tanah, air tanah, badan air yang mengganggu ekosistem.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, BPK merekomendasikan agar dilakukan perbaikan danlangkah tindak lanjut sesuai rekomendasi yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan ini.
Jakarta, 11 Maret 2009BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,Penanggung Jawab Pemeriksaan,
Hadi PriyantoNIP. 240000961
LHP Nasional Batubara
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN EKSEKUTIF i
BAB I PENDAHULUAN 1
Dasar Pemeriksaan 1
Standar Pemeriksaan 1
Jenis dan Tujuan Pemeriksaan 1
Sasaran Pemeriksaan 1
Entitas yang Diperiksa 1
Tahun Anggaran yang Diperiksa 2
Metodologi Pemeriksaan 2
Pendekatan Risiko 2
Uji Petik dan Pemilihan Sampling Pemeriksaan 2
Penggunaan Teknologi GIS dan GPS 3
Pelaporan 3
Waktu Pemeriksaan 3
Hambatan Pemeriksaan 3
Batasan Pemeriksaan 3
Kriteria Pemeriksaan 3
BAB II GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERTAMBANGAN
BATUBARA
6
Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Batubara 6
Metode Penambangan Batubara 7
Penambangan Batubara di Indonesia 7
Kebijakan Energi Nasional 8
Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Batubara 9
Peran Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Batubara terhadap
Perekonomian Nasional 12
Harga Batubara 14
PNBP Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Batubara 15
Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum Batubara 16
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Sektor Pertambangan Batubara 17
Pengelolaan Pertambangan Batubara di Provinsi Kalsel, Kaltim,
Kalteng dan Sumsel 17
Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Umum Batubara 18
LHP Nasional Batubara
BAB III PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN
SEBELUMNYA 20
Status Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK Sebelumnya pada Posisi
per 30 November 200820
BAB IV HASIL PEMERIKSAAN 24
A EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN 24
Pemahaman Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pertambangan
Batubara 24
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pertambangan
Batubara 25
B TEMUAN PEMERIKSAAN31
Kelemahan Kebijakan 31
Kebijakan Penetapan Perkiraan Pendapatan Pertambangan Umum
Dalam UU APBN dan LRA Dep. ESDM Tahun 2007 Tidak Tepat 31
Pengalokasian Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Batubara Dari
Penerimaan Setoran Dana Hasil Produksi Batubara Kontraktor PKP2B
Kurang Memperhatikan Asas Keadilan Bagi Daerah 32
Duplikasi Pungutan yang Dibebankan Kepada Pemegang Kuasa
Pertambangan atas Produksi/Penjualan Batubara minimal sebesar
Rp39.893.281.918,31 dan USD3,709,280.10 36
PNBP Pertambangan Batubara sebesar Rp1.409.241.962,24 tidak
disetor ke Kas Negara melainkan ke Kas Daerah, dan sebesar
Rp569.900.000,00 digunakan Langsung oleh Daerah 40
Kebijakan Kepala Daerah Menerbitkan Ijin KP Tanpa Didasari
Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Jaminan Kesungguhan Sebesar
Rp45.187.664.398,00 42
Kebijakan Menteri ESDM Memberikan Konsesi Lahan Kepada
Kontraktor PKP2B dan Pemegang KP di Kabupaten Kutai Timur yang
Arealnya Berada Di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Tidak
Mendukung Upaya Pencegahan Kerusakan Hutan dan Lingkungan 44
Kebijakan Kepala Daerah Memberikan Ijin KP Batubara yang
Arealnya Berada di Kawasan Hutan Tidak Mendukung Upaya
Pencegahan Kerusakan Hutan dan Lingkungan 49
LHP Nasional Batubara
Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang
Berlaku 55
Aspek Perijinan 55
PT Bara Sentosa Lestari Melakukan Kegiatan di Kawasan Hutan
Tanpa Ijin Pinjam Pakai dari Menteri Kehutanan Melanggar Undang
Undang 55
Pemegang KP Telah Melakukan Kegiatan Penambangan Di Kawasan
Hutan Tanpa Ijin Pinjam Pakai Dari Menteri Kehutanan Melanggar
Undang-Undang 56
PT Bukit Asam Melakukan Kegiatan Eksploitasi Batubara di Kawasan
Hutan Menyalahi Ketentuan 60
PT Batubara Bukit Kendi Melakukan Kegiatan Eksploitasi Batubara di
Kawasan Hutan Menyalahi Ketentuan 65
Bupati Memberikan Ijin Kuasa Pertambangan dengan Cara Melanggar
Ketentuan 70
Indikasi Pemalsuan 5 (Lima) Surat Keputusan Bupati Kutai Timur
Terkait Ijin Usaha Pertambangan Batubara 73
Penerimaan Negara Bukan Pajak 76
Pemegang Kuasa Pertambangan (KP) Kurang Membayar Iuran Tetap
sebesar Rp22.457.818.492,83 dan Royalty Sebesar
Rp225.055.073.952,36 dan USD6,948,507.76 76
Kontraktor PKP2B Kurang Membayar DHPB Sebesar
Rp2.284.454.435,52 dan USD39,922,767.85 79
Kontraktor PKP2B belum Membayar Denda Keterlambatan
Pembayaran Iuran Tetap Sebesar USD6,543.70 82
Dana Hasil Produksi Batubara ditahan sebesar
Rp2.305.455.252.403,88 dan USD728,684,112.42 83
Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Tahun 2006 dan 2007 Sebesar
Rp9.694.389.775,70 dan USD2,839.78 Belum Diperhitungkan Dalam
Penyaluran Kepada Daerah 91
Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara 94
Pemegang Kuasa Pertambangan dan Kontraktor PKP2B Belum
Memenuhi Kewajiban Jaminan Reklamasi Sebesar USD3,183,497.00
dan Rp127,254,718,597.09 94
Pengelolaan Tanah Pucuk dan Tanah Penutup Tidak Sesuai Ketentuan 97
Pengelolaan Limbah B3 oleh Perusahaan Pemegang Kuasa 100
LHP Nasional Batubara
Pertambangan dan Kontraktor PKP2B Belum Sesuai Dengan
Ketentuan
Pelaksanaan Reklamasi Dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang
Batubara Tidak Sesuai Ketentuan 105
Pengelolaan Air Asam Tambang oleh Perusahaan Pemegang Kuasa
Pertambangan dan Kontraktor PKP2B Belum Sesuai Ketentuan109
BAB V KESIMPULAN 113
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LHP Nasional Batubara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sumber Daya Dan Cadangan Batubara Indonesia 6
Tabel 2.2 Perkembangan Produksi Dan Ekspor Batubara Indonesia 13
Tabel 2.3 Realisasi PNBP Sumber Daya Alam Tahun 2006 Dan 2007 16
Tabel 3.1 Pemantauan Pemeriksaan Atas Pengelolaan Lingkungan Pertambangan
Batubara Pada Kabupaten Tapin TA 2006 Dan 2007
22
Tabel 4.1 Rekapitulasi Penagihan dan Pembayaran Retribusi oleh KP Tahun 2006
dan 2007
39
Tabel 4.2 Realisasi Sumbangan PT BA Dan PT BBK Pada Tahun 2006 Dan 2007 39
Tabel 4.3 PNBP Yang Disetor Ke Kas Daerah 41
Tabel 4.4 Jumlah Kewajiban Penyetoran Jaminan Kesungguhan Yang Tidak
Dipenuhi
42
Tabel 4.5 Luas Kawasan Hutan Di Wilayah Kabupaten Kutai Timur 44
Tabel 4.6 Luas Konsesi KP Pertambangan Batubara Yang Berada Di Kawasan
Hutan
50
Tabel 4.7 Konsesi PKP2B Yang Berlokasi Di Kawasan Hutan Produksi 55
Tabel 4.8 Nilai Ganti Rugi Tegakan Kayu Yang Harus Dibayar Oleh PT BA 62
Tabel 4.9 Pengambilan Koordinat Cek Fisik Menggunakan GPS 67
Tabel 4.10 Daftar Enam KP Nusantara Group 73
Tabel 4.11 Daftar Lima KP PT Ridlatama 73
Tabel 4.12 Hasil Overlay KP Ridlatama Group 74
Tabel 4.13 Kekurangan Pembayaran Iuran Tetap 77
Tabel 4.14 Kekurangan Pembayaran Royalty 77
Tabel 4.15 Kekurangan Pembayaran DHPB 80
Tabel 4.16 Denda iuran tetap 82
Tabel 4.17 Tunggakan DHPB Enam PKP2B 89
Tabel 4.18 Selisih DBH SDA Royalty Kabupaten Nunukan 92
Tabel 4.19 Selisih DBH SDA Royalty Kota Tarakan 92
LHP Nasional Batubara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sasaran Bauran Energi Tahun 2025 9
Gambar 2.2 Share Sektor Pertambangan Terhadap Ekspor Non-migas 2002-2007 12
Gambar 2.3 Penerimaan Negara dari SDA 12
Gambar 2.4 Produksi, Ekspor dan Penjualan Domestik Batubara (2000-2006) 13
Gambar 2.5 Indeks ICI (2006-2008) 15
Gambar 4.1 Lokasi Pertambangan PT KPC Yang Berada di Taman Nasional Kutai 46
Gambar 4.2Lokasi Pertambangan PT Tambang Damai yang Berada di Taman
Nasional Kutai
46
Gambar 4.3 Lokasi Pertambangan PT Kitadin Tandung Mayang yang Berada di
Taman Nasional Kutai
47
Gambar 4.4 Lokasi Pertambangan PT Santan Batubara yang Berada di Hutan
Lindung
47
Gambar 4.5 KP di Kawasan Hutan Produksi Kabupaten Kutai Kartanegara 51
Gambar 4.6 Overlay Areal Konsesi KP Dengan Kawasan Hutan Produksi di
Kabupaten Lahat
51
Gambar 4.7 Lokasi KP Eksplorasi dan Eksploitasi (Belum Ada Penambangan) di
Wilayah Kabupaten Tanah Bumbu yang Berada di Kawasan Hutan
52
Gambar 4.8 Lokasi KP Eksplorasi di Wilayah Kabupaten Barito Utara yang Berada
di Wilayah Kawasan Hutan
52
Gambar 4.9 Lokasi Pertambangan PT Bara Sentosa Lestari 55
Gambar 4.10 Lokasi KP Eksploitasi di Wilayah Kabupaten Barito Utara yang Berada
di Wilayah Kawasan Hutan
57
Gambar 4.11 Kegiatan Penambangan PT Batara Perkasa 57
Gambar 4.12 Kegiatan Penambangan PT Pada Idi 57
Gambar 4.13 Kegiatan Penambangan PT Permata Mulya 58
Gambar 4.14 Kegiatan Penambangan PT Harfa Taruna Mandiri 58
Gambar 4.15 Kegiatan Penambangan CV Borneo Bangun Benua 58
Gambar 4.16 Overlay Areal Konsesi PT BA di Kawasan Hutan Produksi 61
Gambar 4.17 Overlay Citra SPOT dengan Polygon Areal Konsesi PT BA 63
Gambar 4.18 Penambangan Batu Bara di Hutan Produksi Tanpa Ijin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
63
Gambar 4.19 Peta Konsesi PT BBK yang Di-overlay dengan Peta Penunjukan 65
LHP Nasional Batubara
Kawasan No.76/Kpts-II/2001
Gambar 4.20 Overlay Peta Citra SPOT Dengan Polygon Areal PT BBK 67
Gambar 4.21 Overlay Citra SPOT Dengan Koordinat Cek Fisik Di PT BBK 68
Gambar 4.22 Kegiatan Penambangan (Disposal) Diluar Konsesi Dengan Koordinat
S 34937,6 E 1034444,3 dan Kegiatan Penambangan Batu Bara
di Hutan Produksi
68
Gambar 4.23 Tumpang Tindih KP Ridlatama Group 75
Gambar 4.24 Tempat Penimbunan Top Soil PT Tanjung Alam Jaya 98
Gambar 4.25 Penimbunan Top Soil PT Borneo Indobara yang Belum Dibuat Sistem
Berjenjang/Terasiringdan Cover Crop Masih Belum Merata
99
Gambar 4.26 Ceceran Oli CV PHI, Kabupaten Kutai Kartanegara 101
Gambar 4.27 Penyimpanan Limbah B3 CV Ajibaratama, Kabupaten Kukar 101
Gambar 4.28 Ceceran Oli CV PHI, Kabupaten Kutai Kartanegara 102
Gambar 4.29 Kolam Oli KSU Wijaya Kusuma, Kabupaten Kutai Kartanegara 102
Gambar 4.30 Reklamasi KSU Wijaya Kusuma, Kabupaten Kutai Kartanegara 105
Gambar 4.31 Reklamasi CV Permata Hitam Indah, Kabupaten Kutai Kartanegara 105
Gambar 4.32 Bekas Tambang PT MHU yang Tidak Direklamasi 106
Gambar4.33
Areal Pit 1C yang Belum Dilakukan Penanaman Cover Crop dan
Penyulaman
107
Gambar 4.34 Settling Pond PT CAS yang Tidak Memadai 110
LHP Nasional Batubara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : 1 Daftar Kontraktor PKP2B
Lampiran : 2 Daftar Pemegang Kuasa Pertambangan
Lampiran : 3 Rincian Perhitungan DBH
Lampiran : 4.a Pemegang KP yang arealnya berada di kawasan hutan
Lampiran : 4.b Pemegang KP melakukan kegiatan di kawasan hutan
Lampiran : 5 Perhitungan PSDH dan DR
Lampiran : 6 Daftar Hasil cek Buku Register SK Bupati Kutai Timur
Lampiran : 7 Hasil cek Buku Register SK Bupati Kutai Timur Untuk SK tanggal 9 April 2008
Lampiran : 8 Rincian Perhitungan Iuran Tetap KP
Lampiran : 9 Rincian Perhitungan Royalty KP
Lampiran : 10 Rincian penyetoran oleh KP
Lampiran : 11 Rincian Perhitungan DHPB
Lampiran : 12 Rincian Penyetoran oleh Kontraktor PKP2B
Lampiran : 13 Rincian KP belum menyetor Jaminan Reklamasi di Kabupaten Kutai Kartanegara
Lampiran : 14 Rincian KP belum menyetor Jaminan Reklamasi di Kabupaten Tanah Laut
Lampiran : 15 Pengelolaan Tanah Pucuk oleh Pemegang KP
Lampiran : 16 Pengelolaan Tanah Pucuk oleh Kontraktor PKP2B
Lampiran : 17 Pengelolaan Limbah B-3
Lampiran : 18 Pelaksanaan Kegiatan Reklamasi dan Revegetasi
Lampiran : 19 Pengelolaan Air Asam Tambang oleh Pemegang KP
LHP Nasional Batubara Halaman 1
BAB I
PENDAHULUAN
DasarPemeriksaan
1. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan danTanggung jawab Keuangan Negara;
2. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
StandarPemeriksaan
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengacu pada Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 1Tahun 2007 dan Panduan Manajemen Pemeriksaan BPK Tahun 2008.
Jenis dan TujuanPemeriksaan
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan pertambangan batubaraini dilakukan untuk menilai apakah:
1. Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pertambangan Batubara telahmemadai;
2. Pemberian ijin, Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),Dana Bagi Hasil (DBH), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sertapengelolaan lingkungan pertambangan batubara telah sesuai denganperaturan perundang-undangan.
SasaranPemeriksaan
Untuk mencapai tujuan pemeriksaan di atas, maka pemeriksaan diarahkankepada:
1. Perijinan usaha pertambangan batubara;
2. Ketepatan perhitungan dan penyetoran PNBP Sumber Daya Alam (SDA)Pertambangan Batubara;
3. Ketepatan pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) SDA PertambanganBatubara;
4. Legalitas pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PertambanganBatubara;
5. Realisasi pelaksanaan AMDAL, RKL/RPL, dan UKL/UPL.
Entitas yangDiperiksa
1. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, KalimantanTengah, dan Sumatera Selatan;
3. Dua puluh delapan Pemerintah Kabupaten/Kota, terdiri dari limaPemerintah Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, delapan PemerintahKabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur, tujuh PemerintahKabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah, dan delapan PemerintahKabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan;
4. Empat puluh Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan PertambanganBatubara (PKP2B);
5. Seribu tiga ratus lima puluh delapan Pemegang Kuasa Pertambangan (KP),terdiri dari 171 Pemegang KP di Provinsi Sumatera Selatan, 646 Pemegang
LHP Nasional Batubara Halaman 2
KP di Provinsi Kalimantan Timur, 229 Pemegang KP di ProvinsiKalimantan Tengah dan 312 Pemegang KP di Provinsi Kalimantan Selatan;
6. Instansi lain yang terkait, Departemen Keuangan, Departemen Kehutanandan Departemen Dalam Negeri.
Secara lebih rinci, nama-nama Pemerintah Kabupaten/Kota, KontraktorPKP2B dan Pemegang KP yang diperiksa dapat dilihat pada Lampiran 1 danLampiran 2.
Tahun Anggaranyang Diperiksa
Tahun anggaran yang diperiksa adalah Tahun Anggaran 2006 dan 2007.
MetodologiPemeriksaan
Pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan batubara yang dilakukan terhadapperijinan, pengelolaan PNBP, DBH dan PAD, serta pengelolaan lingkungan disektor pertambangan batubara dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
PendekatanRisiko
Metodologi yang diterapkan dalam pemeriksaan adalah pendekatan risikodengan fokus pada aspek-aspek yang berisiko tinggi atas kebijakanpengelolaan pertambangan batubara dan ketaatan terhadap ketentuan yangberlaku dalam hal pemberian ijin, pengelolaan PNBP, DBH, dan PAD, sertapengelolaan lingkungan di sektor pertambangan batubara. Risiko-risiko yangteridentifikasi tersebut selanjutnya dievaluasi dengan memperhatikanefektivitas pengelolaan risiko termasuk efektivitas sistem pengendalian internpemerintah pusat dan daerah serta perusahaan pertambangan. Risiko yangterpilih tersebut akan digunakan dalam penentuan sample wilayah, unit usahadan lokasi tambang.
Pemeriksaan dilakukan dengan mereviu atas kebijakan dan peraturan yangterkait dengan pengelolaan pertambangan batubara, baik terhadap kebijakandan peraturan Pemerintah Pusat, maupun Pemerintah Provinsi dan PemerintahKabupaten/Kota. Pengujian dalam pemeriksaan dilakukan atas buktipembayaran dan/atau penyetoran PNBP dan bukti penyetoran jaminan sertabukti-bukti pendukung produksi, penjualan dan biaya penjualan.
Uji Petik danPemilihanSamplingPemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan tidak secara populasi tetapi dilakukan secara uji petik(sampling) atas wilayah (provinsi/kabupaten/kota), Unit Usaha (PKP2B danKP), dan lokasi tambang. Pemilihan sample diawali dengan memilih unit usahayang akan diuji petik. Pemilihan unit usaha dilakukan denganmempertimbangkan tingkat risiko ketidakpatuhan yang teridentifikasi padatahap perencanaan pemeriksaan dan mempertimbangkan jumlah pembayaranroyalti dan landrent selama kurun waktu lingkup pemeriksaan. Selanjutnya unitusaha yang terpilih akan menentukan wilayah (provinsi/kabupaten/kota) yangakan menjadi sample pemeriksaan.
Terkait dengan lokasi tambang, pemilihan dilakukan denganmempertimbangkan risiko-risiko yang teridentifikasi pada saat perencanaanpemeriksaan dan hasil pemeriksaan dokumen yang dilakukan. Pemilihan lokasitambang ini juga mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukanoleh para pemegang ijin. Kesimpulan pemeriksaan didasarkan atas hasil ujipetik dan tidak menggambarkan kondisi dari populasi.
LHP Nasional Batubara Halaman 3
PenggunaanTeknologi GISdan GPS
Penggunaan alat bantu software Geographical Information System (GIS)dalam pemeriksaan dilakukan pada tahap perencanaan dan pelaksanaanpemeriksaan. Tahap perencanaan, GIS digunakan untuk mengidentifikasikanrisiko-risiko ketidakpatuhan khususnya terkait dengan luas lokasi tambang,realisasi penambangan dan realisasi reklamasi areal eks tambang. Pada tahappelaksanaan pemeriksaan, GIS digunakan untuk mengumpulkan alat buktipemeriksaan khususnya terkait dengan lokasi tambang dan realisasipenambangan. Hasil pemanfaatan GIS akan diperkuat dengan peralatan GlobalPositioning System (GPS) pada waktu pelaksanaan ground check ke lokasiyang teridentifikasi.
Pelaporan Setiap permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan dikomunikasikandengan entitas yang diperiksa. Atas temuan pemeriksaan yang dituangkandalam Laporan Hasil Pemeriksaan diberikan rekomendasi untuk perbaikan.
WaktuPemeriksaan
Pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap I mulai bulanJuni s.d. Juli 2008 dan tahap II mulai bulan Agustus s.d. Oktober 2008.
HambatanPemeriksaan
Secara umum BPK tidak mengalami hambatan dalam pemeriksaan, kecualidalam perolehan tanggapan/komentar dari pihak yang diperiksa atas temuanpemeriksaan di daerah.
BatasanPemeriksaan
BPK membatasi analisis pemeriksaannya khusus untuk tahap substantive testpada penelaahan dokumen, uji petik pengamatan fisik, serta tidak melakukanpengujian dan/atau pengukuran teknis lebih lanjut atas hal-hal terkait kriteriadan/atau akibat suatu kondisi.
KriteriaPemeriksaan
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah pengelolaan PNBP,DBH dan pengelolaan lingkungan pertambangan batubara, antara lain:1. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan;2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;3. Undang-Undang No. 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;4. Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak;5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;6. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;7. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;8. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;9. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;10. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;11. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosintemnya;12. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
LHP Nasional Batubara Halaman 4
Pertambangan;13. Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang PelaksanaanUndang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan PokokPertambangan;
14. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;15. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif Jenis Pungutan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di LingkunganDepartemen Pertambangan dan Energi;
16. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, danPemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
17. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis MengenaiDampak Lingkungan;
18. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Kualitas Air danPengendalian atas Pencemaran Air;
19. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan BahanBerbahaya dan Beracun (B3);
20. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang PengendalianPencemaran Udara;
21. Keputusan Presiden No. 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjiandi Bidang Pertambangan yang berada di Kawasan Hutan;
22. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.812.K/40/MEM/2003 tentang Pelimpahan Wewenang Menteri Energi danSumber Daya Mineral Kepada Direktorat Jenderal Geologi dan SumberDaya Mineral Untuk Pelaksanaan Kuasa Pertambangan, Kontrak Karya,dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
23. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1603.K/40/MEM/2003 tentang Pedoman Pencadangan WilayahPertambangan;
24. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan TugasPemerintah di Bidang Pertambangan Umum;
25. Keputusan Menteri Keuangan No. 344/KMK.06/2001 tentang PenyaluranDana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam;
26. Peraturan Menteri Keuangan No. 612/PMK.06/2004 tentang PerubahanKedua Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 344/KMK.06/2001 tentangPenyaluran Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam;
27. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapidengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
28. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2000 tentangPanduan Penilaian Dokumen AMDAL;
29. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan;
LHP Nasional Batubara Halaman 5
30. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.1158.K/008/M.PE/1989 tentang Ketentuan Pelaksanaan AnalisisMengenai Dampak Lingkungan Dalam Usaha Pertambangan dan Energi;
31. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1457/K/28/-MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di BidangPertambangan dan Energi;
32. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.14/Menhut/II/2006 tanggal 10Maret 2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan joP.64/Menhut/II/2006 tanggal 17 Oktober 2006 tentang PerubahanP.14/Menhut/II/2006;
33. Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No.336.K/271/DDJP/1996 tanggal 1 Agustus 1996 tentang JaminanReklamasi;
34. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor135.K/201/M.PE/1996 tentang Pembuktian Kesanggupan danKemampuan Pemohon Kuasa Pertambangan, Kontrak Karya, danKontrak Karya Batubara;
35. Ketentuan-ketentuan terkait lainnya, seperti keputusan Bupati/Walikotatentang pemberian Kuasa Pertambangan eksploitasi batubara danpenetapan Jaminan Reklamasi.
LHP Nasional Batubara Halaman 6
BAB II
GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA
Sumber DayaAlamPertambanganUmum Batubara
Batubara merupakan mineral yang menjadi salah satu bahan bakar dari fosilyang tidak terbarukan. Terbentuk dari sisa tetumbuhan yang tertutup air danlumpur serta dalam kondisi panas dan tekanan tinggi hingga terjaga darioksidasi dan biodegradasi, batubara tercipta pada jaman Karbon (sekitar 360-290 juta tahun yang lalu). Batuan organik berwarna hitam tersebut umumnyaterdiri atas senyawa Karbon, Hidrogen dan Oksigen, dengan sejumlah kecilelemen lain yang umumnya berupa Sulfur. Secara umum kualitas depositbatubara bergantung pada lama waktu pembentukannya atau kematanganorganiknya. Batubara dibedakan berdasarkan kualitasnya, yaitu kualitas rendah(low coal) yang terdiri atas tipe Lignite dan Sub Bitumious, dan kualitas tinggi(hard coal) yaitu Bitumious dan Anthracite. Analisa unsur memberikan rumusformula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NSuntuk antrasit. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapatdi cekungan tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasukPulau Sumatera dan Kalimantan). Pada umumnya endapan batubara tersebuttergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumurtersier bawah dan tersier atas. Potensi batubara di Indonesia, terutama di PulauKalimantan dan Pulau Sumatera sangat melimpah, sedangkan di daerahlainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di JawaBarat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Batubara pada umumnyadimanfaatkan oleh industri sebagai sumber bahan bakar, mengingatkemampuan menyimpan kalor (senilai 24 MJ/kg atau setara dengan 67Kwh/kg) dengan tingkat efisiensi pembakaran sekitar 30%. Saat ini batubaramerupakan bahan baku utama pembangkit listrik di dunia, oleh karena itumenjadi penyebab utama emisi karbon dioksida yang turut menyumbangterjadinya pemanasan global.
Sumber daya batubara di Indonesia sebesar 90,45 milyar ton dengan cadanganterbukti sebesar 5,3 milyar ton, atau sekitar 9% dari total sumber daya batubaradunia yang mencapai 998 milyar ton. Potensi sumber daya dan cadanganbatubara Indonesia, seperti terlihat pada Table 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Sumber daya dan Cadangan batubara Indonesia (juta ton)
Sumber: Departemen ESDM; Indonesia Energy Statistics, 2008
LHP Nasional Batubara Halaman 7
MetodePenambanganBatubara
Penambangan batubara pada umumnya dilakukan dengan dua metode, yaknitambang permukaan (tambang terbuka) dan tambang bawah tanah (tambangdalam tanah).
Tambang Terbuka, juga disebut tambang permukaan yang memiliki nilaiekonomis apabila lapisan batubara berada dekat dengan permukaan tanah.Metode tambang terbuka memberikan proporsi endapan batubara yang lebihbanyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batubara dapatdieksploitasi atau 90% lebih batubara dapat diambil. Tambang terbuka yangbesar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakanbanyak alat-alat besar, termasuk: dragline (katrol penarik), yang memindahkanbatuan permukaan; power shovel (sekop hidrolik); truk-truk besar, yangmengangkut batuan permukaan dan batubara; bucket wheel excavator (mobilpenggali serok); dan ban berjalan.
Metode tambang bawah tanah ada dua, yakni tambang room-and-pillar dantambang longwall. Dalam tambang room-and-pillar, endapan batubaraditambang dengan memotong jaringan ruang ke dalam lapisan batubara danmembiarkan pilar batubara untuk menyangga atap tambang. Pilar-pilartersebut dapat memiliki kandungan batubara lebih dari 40% walaupunbatubara tersebut dapat ditambang pada tahapan selanjutnya. Penambanganbatubara itu dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining(penambangan mundur), dimana batubara diambil dari pilar-pilar tersebut padasaat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkanambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.
Tambang longwall mencakup penambangan batubara secara penuh dari suatubagian lapisan atau muka dengan menggunakan gunting-gunting mekanis.Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulaikegiatan penambangan. Kedalaman permukaan batubara bervariasi dikedalaman 100-350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatisdan digerakkan secara hidrolik sementara menyangga atap tambang selamapengambilan batubara. Setelah batubara diambil dari daerah tersebut, ataptambang dibiarkan ambruk. Lebih dari 75% endapan batubara dapat diambildari panil batubara yang dapat memanjang sejauh 3 km pada lapisan batubara.
Cara pengangkutan batubara ke tempat pengguna bergantung pada jarak.Untuk jarak dekat, batubara umumnya diangkut dengan menggunakan banberjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri,batubara diangkut dengan kereta api atau tongkang, atau dengan alternatif laindimana batubara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dandiangkut melalui jaringan pipa.
PenambanganBatubara diIndonesia
Pertambangan di Indonesia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan darisejarah, yakni seberapa tua pemakaian besi dan mineral lainnya dalamkehidupan, setua itulah umur pertambangan dilakukan rakyat. Pada saat itu,pertambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dengan alat-alatyang sederhana.
Batubara merupakan komoditas penting dan memegang peranan besar dalammenunjang perekonomian dan kehidupan masyarakat mulai dari sejak jaman
LHP Nasional Batubara Halaman 8
revolusi Industri di Eropa pada abad ke-18 serta penemuan kapal uap yangmenggunakan batubara pada pertengahan abad ke-19 telah membuatpermintaan batubara meningkat. Hal inilah yang antara lain mendorongpemerintah Belanda mulai melakukan penambangan batubara di Indonesia.
Penambangan batubara di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1818oleh sebuah perusahaan swasta Belanda di Pelereng, Samarinda, kemudianpada tahun 1849, NV Oost Borneo Maatschapij melakukan penambanganbatubara di Pangaron, Kalimantan Timur.
Pada tahun 1868-1873, dilakukan penyelidikan geologi di daerah SungaiDurian, Sumatera Barat dan ditemukan lapangan batubara Ombilin. Tambangbatubara Ombilin di Sawahlunto mulai beroperasi setelah selesainyapembangunan jalur kereta api pada Tahun 1892.
Pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1899 mengeluarkan peraturan pokokpertambangan yang ditetapkan dalam Indonesische Mijwet Tahun 1899Staatsblad 241, yang kemudian ditambah dan diubah pada Tahun 1906, 1910,dan 1918. Pada masa itu, negara melakukan sendiri penambangan batubaraskala besar, namun pihak swasta juga diberikan kesempatan untuk melakukankegiatan penambangan.
Institusi atau lembaga yang pertama mengelola pertambangan di Indonesiapasca Proklamasi 1945 adalah Jawatan Tambang dan Geologi. Sesuai denganperkembangan politik di tanah air, maka lembaga tersebut berubah-ubahhingga akhirnya pada Tahun 1966 menjadi Departemen Pertambangan, dankemudian pada Tahun 1978 menjadi Departemen Pertambangan dan Energi,hingga akhirnya sejak tahun 2000 menjadi Departemen Energi dan SumberDaya Mineral (Dep. ESDM).
Kebijakan EnergiNasional
Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan PresidenNo. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional mengamanatkan sasarankebijakan energi nasional yaitu tercapainya elastisitas < 1 (satu) dan bauranenergi primer yang optimal pada Tahun 2025 dengan memberikan perananyang lebih besar terhadap sumber energi alternatif untuk mengurangiketergantungan pada minyak bumi.
Kebijakan utama penyediaan energi adalah melalui: (1) penjaminanketersediaan pasokan energi dalam negeri; (2) pengoptimalan produksi dalamnegeri; dan (3) pelaksanaan konservasi energi. Sementara itu, pemanfaatanenergi ditempuh melalui upaya efisiensi pemanfaatan energi dan diversifikasienergi. Kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, denganmempertimbangkan kemampuan usaha kecil dan bantuan masyarakat tidakmampu. Kebijakan energi nasional tersebut dilakukan dalam rangka upayapelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunanberkelanjutan.
Sasaran bauran energi nasional Tahun 2025 sesuai dengan Perpres No. 5Tahun 2006 terlihat pada Gambar 2.1 berikut:
LHP Nasional Batubara Halaman 9
Gambar 2. 1 Sasaran bauran energi Tahun 2025
Sumber: Dep. ESDM, 2008
Upaya pemenuhan kebutuhan energi di masa mendatang akan banyakbertumpu pada produksi batubara nasional. Kebijakan energi nasionalmenetapkan target pendayagunaan energi dari batubara meningkat dari 16,77%di Tahun 2005 menjadi 33% di Tahun 2025, belum termasuk dari CoalLiquification sebesar 2% di Tahun yang sama. Kondisi ini terkait pula dengankebijakan Pemerintah untuk memenuhi pasokan listrik nasional sebagaimanatertuang dalam Perpres No. 71 Tahun 2006 yaitu percepatan (crash program)pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW, yang pada rangkaianpertamanya akan berbasis pada batubara. Konsekuensinya adalah intensifikasidan ekstensifikasi produksi batubara nasional dalam dua dasawarsa ke depanuntuk memenuhi target tersebut.
KebijakanPengelolaanPertambanganBatubara
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, danair, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat terbaharui, keberadaanbatubara sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi yang tidak mengenal batasanadministratif, dan pengusahaannya akan merubah bentang alam sertamenghasilkan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Dengandemikian dalam pengusahaan pertambangan batubara, keterlibatan seluruhpihak terkait (stakeholders) sejak awal sangat diperlukan, sehingga manfaatdan dampaknya dapat diketahui dan dikendalikan oleh masyarakat.
Pengelolaan sumber daya alam batubara harus dilakukan seoptimal mungkin,efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, sertaberkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuranrakyat secara berkelanjutan. Kebijakan pendayagunaan sumber daya alambatubara dilakukan berdasarkan pendekatan tata ruang melalui kebijakanalokasi wilayah pertambangan dan kebijakan investasi pertambangan dalamrangka menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nasional,
LHP Nasional Batubara Halaman 10
dengan mempertimbangkan prinsip konservasi dan melestarikan fungsilingkungan.
Peraturan perundangan di bidang pertambangan yang pertama kali diterbitkansetelah masa kemerdekaan adalah UU No. 37 Prp Tahun 1960, yang mengatursemua bahan galian dapat diusahakan oleh rakyat secara kecil-kecilan denganalat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri menurut adat kebiasaan daerahatau diusahakan secara koperasi. Dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRSTahun 1966 tentang Pembaharuan Landasan Ekonomi, Keuangan danPembangunan, terjadi perubahan kebijakan ekonomi yang diawali denganterbitnya UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) danUU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.Ketentuan tentang Pokok Pertambangan mengatur kepemilikan bahantambang, penguasaan pertambangan dan hak pengusahaan. Ketentuan ini jugamenetapkan bahwa semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukumpertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagaikarunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan Nasional Bangsa Indonesiadan oleh karena itu dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Bentuk pengusahaan pertambangan bahan galian batubara berdasarkan UU No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan adalahKuasa Pertambangan dan Perjanjian/Kontrak Karya antara Pemerintah denganKontraktor swasta. Kuasa Pertambangan (KP) adalah wewenang yangdiberikan kepada badan usaha/perseorangan untuk melaksanakan usahapertambangan. Pemberian KP menurut undang-undang tersebut diatasdiberikan oleh Menteri Pertambangan. Perjanjian Karya PengusahaanPertambangan Batubara (PKP2B) adalah Perjanjian Karya antara PemerintahRI dengan perusahaan Kontraktor Swasta untuk melaksanakan pengusahaanpertambangan bahan galian batubara.
Investasi Kontraktor PKP2B dapat berbentuk PMA dan PMDN. Adapuntahapan pelaksanaan penambangan bahan galian batubara meliputipenyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian,pengangkutan dan penjualan.
PKP2B diatur terakhir dengan Keppres Nomor 75 Tahun 1996 tentangKetentuan Pokok-pokok Perjanjian Kerjasama Pengusahaan PertambanganBatubara, yang secara menyeluruh mengamandemen kontrak-kontraksebelumnya serta mengalihkan kewajiban PT Tambang Batubara Bukit Asamkepada Pemerintah RI dalam hal ini Menteri Pertambangan dan Energi (saatini Menteri ESDM).
Sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,maka penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikankewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secaraproporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, danpemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Disamping itu,penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsipdemokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan sertamemperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
LHP Nasional Batubara Halaman 11
Selanjutnya dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai DaerahOtonom, maka diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentangKetentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
Sasaran yang ingin diwujudkan dalam pelaksanaan PP No. 75 Tahun 2001adalah adanya kebijakan pengelolaan usaha pertambangan umum yangberimbang antara kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikankepastian hukum dan kepastian berusaha di sub sektor pertambangan umumserta mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara.Kewenangan pemberian KP batubara sesuai dengan desentralisasi urusanpemerintahan dibidang pertambangan umum sebagaimana ditetapkan dalamPP No. 75 Tahun 2001, yang semula hanya pada Menteri ESDM, kemudiankewenangan itu diberikan pula kepada gubernur, bupati/walikota. Pemberianijin KP yang beroperasi dalam satu wilayah kabupaten/kota, diberikan olehbupati/walikota, sedangkan pemberian ijin KP yang melintasi batas wilayahkabupaten/kota diberikan oleh gubernur.Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pertambanganumum dhi. termasuk pertambangan batubara, yang kewenangannya diserahkankepada gubernur/bupati/walikota, maka Menteri ESDM telah menerbitkanPedoman Teknis yang ditetapkan dalam Keputusan Nomor 1453K/29/MEM/2000 tanggal 3 November 2000. Pedoman teknis tersebut antaralain memuat persyaratan permohonan perijinan atas KP dan PKP2B. Selain itu,Menteri ESDM juga telah menerbitkan Pedoman Pencadangan WilayahPertambangan yang ditetapkan dalam Keputusan Nomor 1603K/40/MEM/2003 tanggal 24 Desember 2003. Pencadangan WilayahPertambangan adalah proses permohonan dan pelayanan untuk mendapatkanwilayah pertambangan dalam rangka permohonan KP, KK, PKP2B, Surat IjinPertambangan Daerah (SIPD), dan Surat Ijin Pertambangan Rakyat (SIPR).
Menurut data Dep. ESDM diketahui bahwa jumlah PKP2B sampai dengantanggal 17 Maret 2008 adalah sebanyak 78 kontraktor PKP2B (tahap studi,konstruksi, eksplorasi, dan produksi),
Sedangkan Pemegang KP di wilayah Provinsi Kalimantan Barat, KalimantanSelatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, SulawesiSelatan, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Barat,Bengkulu dan di Wiliayah Sumatera Selatan adalah sebanyak 1.344 PemegangKP.
Jumlah Pemegang KP yang tercatat di Dep. ESDM sebanyak tersebut tidakakurat dengan bukti bahwa, jumlah Pemegang KP pada 28 kabupaten diwilayah Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengahdan Kalimantan Timur yang terperiksa oleh BPK adalah sebanyak 1.358Pemegang KP. Ketidak akuratan data jumlah Pemegang KP di Dep. ESDMtersebut antara lain karena Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi danKabupaten/Kota tidak disiplin menyampaikan laporan jumlah Pemegang KP diwilayah masing-masing kepada Dep. ESDM.
LHP Nasional Batubara Halaman 12
Kebijakan strategis terkait dengan pengelolaan pertambangan yang ditetapkandalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 telah dicabut dan dinyatakan tidakberlaku sejak tanggal 12 Januari 2009, sehubungan dengan terbitnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peran SumberDaya AlamPertambanganBatubaraterhadapperekonomianNasional
Pembangunan perekonomian Indonesia masih bertumpu pada sumber dayaalam yang ditandai dengan peningkatan jumlah eksploitasi sumber daya alamseiring dengan kebutuhan untuk membiayai pengeluaran negara.
Sumbangan hasil bumi Indonesia terhadap perekonomian makro, dalam bentukpenerimaan negara bukan pajak dan perputaran investasi maupun bagiperekonomian mikro, d.h.i. untuk menampung lapangan pekerjaan masyarakat,menjadikan sektor sumber daya alam dan pertanian sebagai salah satu motorpenggerak perekonomian dan pembangunan sosial. Perannya dapat terlihat darishare sektor pertambangan terhadap perdagangan internasional Indonesia danshare penerimaan Negara yang bersumber dari sumber daya alam.
Share sektor pertambangan terhadap ekspor non-migas tercatat sekitar 9%-10% untuk periode tahun 2002-2007, dan menunjukkan pola yang meningkat.Di lain pihak, peran sektor industri mengalami penurunan, yang menunjukkanadanya peralihan dari sektor industri ke pertambangan dan sektor-sektor lain,seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut ini:
Gambar 2.2 Share sektor pertambangan terhadap ekspor non-migas 2002-2007 (%)
Sumber: Diolah dari statistik Departemen Perdagangan 2007
Sumbangan penerimaan pajak dan PNBP dari Sumber Daya Alam terhadappenerimaan negara sejak tahun 2004-2007 mencapai 27%-34%, seperti terlihatpada Gambar 2.3 berikut ini:
Gambar 2.3 Penerimaan Negara dari SDA
Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2005-2007
LHP Nasional Batubara Halaman 13
Peran sumber daya alam pertambangan batubara dalam perekonomianIndonesia dapat terlihat dari jumlah produksi batubara Indonesia mencapaisekitar 80 juta ton pada Tahun 2000 dan pada akhir Tahun 2006 mencapaisekitar 190 juta ton, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 22% pertahunnya. Ekspor Indonesia mencapai sekitar 60 juta ton pada Tahun 2000hingga mencapai sekitar 140 juta ton pada akhir Tahun 2006, atau mengalamipeningkatan sekitar 22% per tahunnya. Sementara, penjualan domestikmencapai 20 juta ton pada Tahun 2000 hingga mencapai sekitar 40 juta tonpada akhir Tahun 2006, atau hanya mengalami kenaikan sekitar 16% pertahunnya. Dengan demikian, peningkatan produksi batubara Indonesia dalamperiode Tahun 2000-2006 hampir seluruhnya diserap oleh pasar dunia. Kondisitersebut dapat terlihat pada Gambar 2.4 berikut:
Gambar 2. 4 Produksi, Ekspor dan Penjualan Domestik Batubara (2000-2006)
Sumber: DESDM, Indonesia Energy Statistics, 2008
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa sebagian besar produksi batubaranasional untuk kepentingan ekspor, sementara sisanya untuk memenuhikebutuhan dalam negeri. Data Departemen ESDM menyebutkan pula bahwadari jumlah produksi dalam periode Tahun 2003-2007 yaitu sebesar 747,69juta ton, sebagian besar sebanyak 554,52 juta ton atau sekitar 74% adalahuntuk konsumsi ekspor, dan sisanya sebanyak 185,09 juta ton atau sebesar26% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Adapun perkembanganproduksi dan ekspor batubara tahun 2003 s.d. 2007 dapat dilihat pada Tabel2.2. berikut ini :
Tabel 2. 2 Perkembangan produksi dan ekspor batubara Indonesia (dalam ton)
No Nama Perusahaan 2003 2004 2005 2006 2007 Total
Produksi1 BUMN (Bukit Asam) 10.026.838,00 8.707.166,00 8.606.635,00 9.915.896,00 10.852.734,00 48.109.269,00
2 PKP2B 94.866.242,77 113.171.059,51 134.602.046,64 164.421.791,59 160.186.610,11 667.247.750,62
3 KP 7.893.487,00 7.286.785,28 9.902.255,67 7.806.413,02 2.939.368,23 35.828.309,19
Total 112.786.567,77 129.165.010,79 153.110.937,31 182.144.100,61 173.978.712,34 751.185.328,82Ekspor
1 BUMN (Bukit Asam) 2.360.806,00 2.712.468,00 2.492.201,00 2.848.534,00 3.808.057,00 14.222.066,00
LHP Nasional Batubara Halaman 14
2 PKP2B 74.629.407,07 86.495.652,14 100.331.369,46 120.482.641,81 133.611.159,55 515.550.230,02
3 KP 7.027.280,56 4.084.254,57 4.799.232,70 6.172.905,00 2.662.479,50 24.746.152,32
Total 84.017.493,63 93.292.374,71 107.622.803,16 129.504.080,81 140.081.696,05 554.518.448,34
Sebagai sektor penyerap tenaga kerja, maka sejak Tahun 2000-2006, padasetiap tahunnya sektor ini mampu menyerap rata-rata 64.000 tenaga kerjadengan perbandingan 98% tenaga kerja domestik dan 2% tenaga kerja asing.Apabila memperhitungkan multiplier effect ketenagakerjaan sebesar rata-rata 5s.d. 6 (KPC=6,27), maka setiap orang tenaga kerja di sektor ini akanmenghasilkan tambahan lapangan pekerjaan bagi 5 hingga 6 orang lainnya,atau sekitar 300.000 orang, yang berarti terdapat tambahan perputaranekonomi. Bila dibandingkan dengan angka penambahan tenaga kerja diIndonesia sebesar 22,5 juta orang per tahun, maka pertambangan batubaradapat menyerap sekitar 2,53%-nya.
Pertambangan batubara memberikan penghasilan dan menciptakan pekerjaanbagi industri lain khususnya yang berkaitan dengan pertambangan batubara.Industri-industri tersebut menyediakan barang dan jasa kepada tambangbatubara, seperti bahan bakar, listrik dan peralatan atau memberikanpenghasilan bagi para karyawan tambang batubara. Pertambangan batubaraberskala besar memberikan sumber penghasilan daerah yang penting dalambentuk upah, program kemasyarakatan dan masukan-masukan pada produksidi perekonomian daerah setempat.
Harga Batubara Berkembangnya penambangan batubara khususnya di daerah penghasil sepertiKalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah tidak terlepasdari perkembangan harga dunia yang dipengaruhi oleh kelangkaan sumberdaya dan kebutuhan bahan bakar pengganti BBM.
Namun demikian, perkembangan harga di wilayah pertambangan dapatbervariasi sesuai dengan karakteristik geografis, misalnya perusahaan yangberlokasi di dekat sungai dan dekat pelabuhan memiliki proporsi biayaangkutan yang relatif lebih rendah dibanding perusahaan lain yang berlokasijauh dengan fasilitas transportasi, yang tentunya mempengaruhi harga yangberlaku. Selain itu, pola perdagangan di masing-masing wilayah, misalnyaperdagangan langsung dan perdagangan via trader akan mempengaruhi polaharga yang berlaku.
Batubara dan migas merupakan sumber daya alam yang unik karena memilikihubungan yang bersubstitusi atau saling menggantikan. Konsumen minyakbumi akan beralih kepada batubara jika harga minyak bumi meningkat danatau supplynya menurun. Bila minyak naik, sumber bahan bakar yangdikonsumsi untuk mengganti minyak dan gas turut melambung.Melambungnya harga bahan bakar minyak bumi sampai mencapai hargaUSD143 per barel pada akhir bulan Juni 2008 telah mendorong meningkatnyaharga batubara (ICI-1 6500 Kcal/kg) sampai menembus USD120-130 per ton.
Penentuan harga ekspor batubara Indonesia selama ini mengacu pada indeksharga dari Australia (Barlow Jonker), Global, Platt, Argus, McCloskey's andJapanesse Benchmarking. Hal tersebut menjadikan Indonesia yang notabenesebagai pemasok batubara terbesar kedua di dunia berada dalam kendali pihak
LHP Nasional Batubara Halaman 15
asing. Oleh karena itu, sekarang Indonesia memiliki indeks harga batubarayakni Indonesia Coal Index (ICI) yang diterbitkan oleh Argus Media Ltd. danPT Coalindo Energy, yang mengacu pada aktivitas transaksi penjualan yangdilakukan oleh pelaku bisnis di Indonesia. Berikut pergerakan indeks sejak2006 hingga pertengahan 2008.
Gambar 2.5 Indeks ICI (2006-2008)
0
20
40
60
80
100
120
140
2006 2007 Jan 08 Feb 08 Mar 08 Apr 08 Mei 08 Jun 08
HA
RG
A(U
SD/T
ON
)
PERIODE
HARGA BATUBARA(ICI-ARGUS COALINDO)
ICI -1 (65OO kcal/kg) ICI -2 (5800 kcal/kg) ICI -3 (5000 kcal/kg)
PNBP SumberDaya AlamPertambanganUmum Batubara
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam pertambanganumum Batubara berasal dari iuran tetap, iuran eksplorasi/iuraneksploitasi/royalty, yang disetor oleh Pemegang KP, dan DHPB yang disetoroleh PKP2B. Iuran tetap yang harus dibayar oleh Pemegang KP maupunKontraktor PKP2B yang merupakan hak pemerintah, besarannya dihitungberdasarkan luas wilayah pertambangan dikalikan tarif sesuai PP No.45 Tahun2003. Iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalty untuk KP dihitung berdasarkannilai penjualan dikalikan tarif sesuai PP No. 45 Tahun 2003 yaitu sebesar 3%untuk kalori kurang dari 5100 Kcal/kg, 5% untuk kalori 5100 s.d. 6100Kcal/kg dan 7% untuk kalori lebih dari 6100 Kcal/kg.
DHPB untuk PKP2B adalah sebesar 13,5% dari hasil produksi batubaradikurangi biaya-biaya penjualan bersama yang telah disepakati dalam kontrakpenjualan, yang harus diserahkan oleh kontraktor swasta secara tunai kepadapemerintah sebagaimana dimaksud dalam Keppres No. 75 Tahun 1996.
PNBP SDA tersebut, dikelola oleh Dep. ESDM yang pencatatan danpelaporannya dilakukan secara berjenjang mulai dari Direktorat JenderalMineral, Batubara, dan Panas Bumi (Ditjen Minerbapabum) sebagai UnitAkuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I (UAPPA E-I) sampaiSekretariat Jenderal sebagai Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).Selanjutnya, UAPA melakukan kompilasi laporan keuangan UAPPA E-I dilingkungan Dep. ESDM dan menghasilkan Laporan Keuangan Dep. ESDMyang menyajikan PNBP SDA Pertambangan Umum dalam MAP 421311Pendapatan Iuran Tetap, MAP 421312 Pendapatan Royalty Batubara dan MAP423113 Pendapatan Penjualan Hasil Tambang.
Berdasarkan Laporan Keuangan Dep. ESDM Tahun 2006 dan 2007 (audited),diketahui bahwa realisasi PNBP SDA adalah sebagai berikut:
LHP Nasional Batubara Halaman 16
Tabel 2.3 Realisasi PNBP Sumber Daya Alam Tahun 2006 dan 2007
Uraian Tahun 2006 Tahun 2007
PNBP SDA
1. Pendapatan Iuran Tetap
2. Pendapatan RoyaltyBatubara
79.445.658.107,00
4.088.709.148.545,00
76.243.245.567,00
5.772.224.234.624,00
Pendapatan PNBP Lainnya(a.l Pendapatan PenjualanHasil Tambang)
3.105.738.733.987,00 3.607.414.333.929,00
Setoran iuran tetap dan iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalty serta DHPBditampung ke rekening Kas Negara 501.000.000 di Bank Indonesia. Menurutdata Dep. ESDM diketahui bahwa jumlah DHPB yang diterima dari parakontraktor PKP2B pada Tahun 2006 adalah sebesar USD338,091,994.05 danRp26.215.832.498,86 serta pada Tahun 2007 sebesar USD374,088,650.42 danRp33.813.450.858,46.
Dana Bagi HasilPertambanganUmum Batubara
PNBP yang diperoleh dari sumber daya alam pertambangan umum batubarayang meliputi iuran tetap, iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalty dan DHPBsesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan AntaraPemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah Jo. PP No. 55 Tahun 2005 tentangDana Perimbangan merupakan Dana Bagi Hasil (DBH). DBH adalah danayang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerahberdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalamrangka pelaksanaan Desentralisasi.
Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alampertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan,dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80%(delapan puluh persen) untuk Daerah. Penerimaan Pertambangan Umumtersebut terdiri atas Penerimaan Iuran Tetap dan Penerimaan Iuran Eksplorasiserta Iuran Eksploitasi. DBH dari Penerimaan Negara Iuran Tetap yangmenjadi bagian Daerah dirinci menjadi 16% (enam belas persen) untukprovinsi yang bersangkutan dan 64% (enam puluh empat persen) untukkabupaten/kota penghasil.
DBH dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty)yang menjadi bagian daerah adalah 16% (enam belas persen) untuk PemerintahProvinsi, 32% (tiga puluh dua persen) untuk Pemerintah Kabupaten dimanalokasi tambang berada, dan sisanya sebesar 32% (tiga puluh dua persen) dibagirata untuk Kabupaten/Kota dalam provinsi dimana kegiatan tambang berada.
Dalam rangka pelaksanaan alokasi DBH sumber daya alam pertambanganumum, Menteri ESDM setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negerimenetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH sumber daya alampaling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran berakhir.Selanjutnya Menteri Keuangan menetapkan perkiraan DBH sumber daya alamuntuk masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelahditerimanya ketetapan dari Menteri ESDM.
LHP Nasional Batubara Halaman 17
Pengalokasian DBH Pertambangan Umum Batubara yang berasal dari setoranDHPB Kontraktor PKP2B sampai saat ini masih mengacu pada Keppres No.75 Tahun 1996, yang mengatur penggunaan DHPB, yaitu untuk pembiayaanpengembangan batubara, inventarisasi sumber daya batubara, biayapengawasan pengelolaan lingkungan dan keselamatan kerja pertambanganserta pembayaran iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) dan PPN.Pengalokasian DBH SDA Pertambangan Umum Batubara tersebut tidak sesuaidengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Jo.PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Penghitungan realisasi DBH sumber daya alam dilakukan secara triwulananmelalui mekanisme rekonsiliasi data antara Pemerintah Pusat dan daerahpenghasil. Penyaluran DBH dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaansumber daya alam tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara triwulanandengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kasumum daerah.
Pendapatan AsliDaerah (PAD)dari SektorPertambanganBatubara
Pemerintah Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim, Pemerintah ProvinsiSumatera Selatan serta Pemerintah Kabupaten Barito Utara di ProvinsiKalimantan Tengah, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tapindi Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kabupaten Berau danKabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur melakukanpungutan kepada para Pemegang KP berupa dana percepatan pembangunan,sumbangan pihak ketiga dan/atau dana pembangunan daerah. Pungutantersebut besarannya diperhitungkan dari jumlah produksi batubara yang terjual.Landasan pungutan daerah itu berupa Peraturan Daerah, Peraturan dan/atauKeputusan Bupati Daerah serta Kesepakatan bersama antara PemerintahDaerah dengan perusahaan Pemegang KP.
Kebijakan daerah yang menambah beban pungutan Pemegang KP inidilakukan dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang tidakmemperhatikan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 33 Tahun2004, yang melarang daerah menetapkan peraturan daerah tentang pendapatandaerah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
PengelolaanPertambanganBatubara diProvinsi Kalsel,Kaltim, Kaltengdan Sumsel
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terletak pada 1141933 BT sampai1163328 BT dan 12149 sampai 11014 LS dengan luas 38.884,28 kmdan jumlah penduduknya pada tahun 2005 sebanyak 3.240.100 orang.
Provinsi Kalsel terdiri atas 11 kabupaten dan 2 kota dengan potensi sumberdaya alam pertambangan batubara yang cukup besar dengan kualitas yangbaik serta keberadaannya di hampir seluruh kabupaten, yaitu KabupatenBanjar, Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, Hulu Sungai Selatan, Tapin,Tabalong dan Kabupaten Balangan dengan jumlah PKP2B sebanyak 19perusahaan.
Dari jumlah tersebut, 13 diantaranya dalam tahap eksploitasi dengan totalpembayaran DHPB tahun 2006 sebesar USD136,716,060.34 danRp206.755.972.725,20 dan tahun 2007 sebesar USD133,267,187.54 dan
LHP Nasional Batubara Halaman 18
Rp167.366.258.999,75. Enam PKP2B lainnya dalam tahap eksplorasi.
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terletak hampir di garis khatulistiwa(130N 11630E) dengan luas 245.237,80 km (1,5 kali luas Jawa danMadura, atau 11% luas Indonesia), dan jumlah penduduknya pada tahun 2004sebanyak 2.750.369 orang.
Provinsi Kaltim terdiri atas 10 kabupaten dan 4 kota dengan potensi sumberdaya alam pertambangan batubara yang cukup besar dengan kualitas yangbaik serta keberadaannya di hampir seluruh kabupaten, yaitu Kabupaten Paser,Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat, Berau, Bulungan, Nunukan danKota Samarinda dengan jumlah Kontraktor PKP2B sebanyak 31 perusahaan.
Dari jumlah tersebut, 19 diantaranya dalam tahap eksploitasi dengan totalpembayaran DHPB tahun 2006 sebesar USD338,091,994.05 danRp26.215.832.498,86 dan tahun 2007 sebesar USD374,088,650.42 danRp33.813.450.858,46.
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) terletak antara 045 Lintang Utara,330 Lintang Selatan dan 111 Bujur Timur dengan luas 153.564 km danjumlah penduduknya pada tahun 2006 sebanyak 2.004.110 orang.
Provinsi Kalteng terdiri atas 13 kabupaten dan satu kota dengan potensisumber daya alam pertambangan batubara yang cukup besar dengan kualitasyang baik serta keberadaannya di hampir seluruh kabupaten, yaitu KabupatenKotawaringin Barat, Murung Raya, Gunung Mas, Barito Utara, Seruyan,Katingan, Kapuas, Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur dengan jumlahKontraktor PKP2B sebanyak 15 perusahaan, dua diantaranya dalam tahapeksploitasi.
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dengan luas 113.339 km dan jumlahpenduduknya sebanyak 6.275.945 orang.
Provinsi Sumsel terdiri atas 11 kabupaten dan empat kota dengan potensisumber daya alam pertambangan batubara yang cukup besar dengan kualitasyang baik serta keberadaannya di hampir seluruh kabupaten, yaitu KabupatenLahat, Muara Enim, Musi Rawas, OKU, Musi Banyu Asin, Ogan Ilir, OKUTimur, OKU Selatan, Banyu Asin dan Kota Prabumulih.
Pengolahan pertambangan umum batubara di Provinsi Sumsel ditangani olehDinas Pertambangan dan Energi dengan jumlah Kontraktor PKP2B sebanyak16 perusahaan, satu diantaranya dalam tahap eksploitasi.
PengelolaanLingkunganPertambanganUmum Batubara
Pertambangan batubara merupakan salah salah satu kegiatan yang memilikiresiko tinggi atau berdampak penting terhadap kelestarian lingkungan.Pertambangan batubara khususnya yang beroperasi (eksploitasi) denganmetode open pit mining memiliki karakteristik kegiatan yang merubah bentangalam, menghilangkan vegetasi awal, mengubah kontur lahan, mengupaslapisan pucuk yang subur zat hara, menyebabkan polutan udara danmenghasilkan limbah cair yang dapat bersifat asam (acid). Oleh karena itu
LHP Nasional Batubara Halaman 19
pertambangan batubara seyogyanya dikelola dengan prinsip-prinsippertambangan yang baik (good mining practices) yang mengutamakan prinsippelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
UU Nomor 23 Tahun 1997 Pasal 18 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidupmenetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampakbesar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenaidampak lingkungan untuk memperoleh ijin melakukan usaha dan/ataukegiatan. Oleh karena itu, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan atauAMDAL merupakan dokumen prasyarat yang harus disusun pemrakarsakegiatan (PKP2B atau KP) sebelum memperoleh ijin atau kuasa penambangan,yang harus mendapat persetujuan Menteri teknis (ESDM) atau PemerintahDaerah setempat. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan pentingsuatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan. Kerangka kegiatan operasional AMDAL dituangkan dalambentuk Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana PemantauanLingkungan (RPL). Setiap tahun, Pemrakarsa menyusun Rencana TahunanPengelolaan Lingkungan, dan Rencana Tahunan Pemantauan Lingkungan yangberisikan detail operasional RKL dan RPL.
Dalam pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi, MenteriESDM telah menetapkan Pedoman Teknis yang diatur dengan SuratKeputusan Nomor 1457K/28/MEM/2000 tanggal 3 November 2000.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaranlingkungan pada kegiatan usaha pertambangan umum, Menteri Pertambangandan Energi dengan Keputusan Nomor 1211.K/008/M.PE/1995 pada pasal 29telah menetapkan jaminan reklamasi. Jaminan reklamasi adalah dana yangdisediakan oleh perusahaan pertambangan sebagai jaminan untuk melakukanreklamasi di bidang pertambangan umum. Jaminan reklamasi harusditempatkan sebelum melakukan kegiatan penambangan atau operasi produksi.
Adapun tujuan kegiatan reklamasi adalah untuk memperbaiki atau menatakegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambanganumum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya, selain itujuga untuk memulihkan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Program PROPER,mempunyai kewajiban secara rutin dan selektif mengawasi aktivitasoperasional perusahaan pertambangan (khusus PKP2B) yang beresiko padakelestarian lingkungan hidup. Badan Pengendalian Dampak LingkunganDaerah (Bapedalda) atau Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah(BPLHD) bertugas melakukan pengawasan di masing-masing daerah,khususnya atas KP yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
LHP Nasional Batubara Halaman 20
BAB III
PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN SEBELUMNYA
Status TindakLanjut HasilPemeriksaanBPK Sebelumnyapada Posisi per30 November2008
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab KeuanganNegara, BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaansebelumnya. Sebelum pemeriksaan ini, BPK telah melakukan pemeriksaan atasPenerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pengelolaan lingkungan, denganhasil pemantauan pada posisi per 30 November 2008 sebagai berikut:
A. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
1. Hasil pemeriksaan Semester II TA 2005 atas PNBP pada:
a. PT Indominco Mandiri TA 2004 dan TA 2005, mengungkapkansebanyak empat temuan dengan empat rekomendasi dan nilaikekuranganpenerimaan sebesar USD485,493.08. Hasilpemeriksaan tersebut telah ditindaklanjuti sesuai denganrekomendasi (TS) seluruhnya dengan menyetorkan ke KasNegara sebesar USD485,493.08.
b. PT Kideco Jaya Agung TA 2004 dan TA 2005, mengungkapkansebanyak tiga temuan dengan tiga rekomendasi dan nilaikekuranganpenerimaan sebesar USD1,284,449.99. Dari tigarekomendasi tersebut yang sudah ditindaklanjuti sesuai denganrekomendasi (TS) sebanyak dua rekomendasi, dan saturekomendasi telah ditindaklanjuti namun belum sesuai denganrekomendasi (TB). Adapun nilai kekuranganpenerimaan negarayang telah di setorkan ke kas Negara adalah sebesarUSD1,277,229.99 sedangkan sisanya sebesar USD7.220,00belum disetor ke Kas Negara.
2. Hasil pemeriksaan Semester II TA 2006 atas PNBP pada:
a. PT Kaltim Prima Coal TA 2005 dan TA 2006, mengungkapkansebanyak empat temuan dengan empat rekomendasi dan nilaikekuranganpenerimaan sebesar USD37,152,725.10. Dari empatrekomendasi tersebut yang sudah ditindaklanjuti sesuai denganrekomendasi (TS) sebanyak tiga rekomendasi, dan yang telahditindaklanjuti namun belum sesuai dengan rekomendasi (TB)sebanyak satu rekomendasi. Adapun nilai kekuranganpenerimaannegara sebesar USD24,593,120.38 sudah disetor ke Kas Negaradan sisanya sebesar USD12,559,604.72 belum disetor ke KasNegara. Untuk permasalahan terkait dengan set-off PPN diungkapkembali dalam laporan ini.
b. PT Berau Coal TA 2005 dan TA 2006, mengungkapkan sebanyakempat temuan dengan empat rekomendasi dan nilaikekuranganpenerimaan negara sebesar USD249,781.03 danRp589.229.957.943,84. Dari empat rekomendasi tersebut yangtelah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi (TS) sebanyak
LHP Nasional Batubara Halaman 21
dua rekomendasi, dan yang telah ditindaklanjuti namun belumsesuai dengan rekomendasi (TB) sebanyak dua rekomendasi.Adapun nilai kekuranganpenerimaan negara yang telah disetor kekas Negara adalah sebesar USD32,616.24, sedangkan sebesarRp589.229.957.943,84 dan USD217,164.79 belum disetor ke kasnegara. Untuk permasalahan terkait dengan set-off PPN diungkapkembali dalam laporan ini.
c. PT Gunung Bayan Pratama Coal TA 2005 dan TA 2006,mengungkapkan sebanyak dua temuan dengan dua rekomendasidan nilai kekuranganpenerimaan negara sebesar USD68,277.77.Dari dua temuan tersebut, sudah ditindaklanjuti sesuai denganrekomendasi (TS) seluruhnya, yaitu sebanyak dua rekomendasidengan nilai USD68,277.77.
d. PT Bukit Baiduri Energi (BBE) TA 2005 dan TA 2006,mengungkapkan sebanyak empat temuan dengan empatrekomendasi dan nilai kekuranganpenerimaan negara sebesarUSD3,607,602.00 dan Rp769.090.000,00. Permasalahan ini olehDep. ESDM diserahkan kepada Kantor Pelayanan Piutang danLelang Negara IV dengan Surat No.1070/84/DBM/2007 tanggal12 Juni 2007. Kewajiban tersebut seluruhnya telah dipenuhiterakhir tanggal 25 Juli 2008 dengan penyetoran ke rekeningKPKNL Jakarta V di PT BNI. Dengan demikian rekomendasiyang disampaikan oleh BPK, seluruhnya telah ditindaklanjutisesuai dengan rekomendasi (TS).
3. Hasil pemeriksaan Semester II TA 2007, atas PengelolaanLingkungan oleh perusahaan pertambangan batubara pada ProvinsiKalimantan Selatan dan Kalimantan Timur TA 2003 sampai denganTA 2007, mengungkapkan sebanyak 13 temuan dengan 14rekomendasi dan nilai kekuranganpenerimaan negara sebesarUSD2,231,322.00 serta administrasi sebesar Rp4.258.584.223,00.Tindak lanjut yang telah dilakukan oleh auditee seluruhnya telahditindaklanjuti tetapi belum sesuai dengan rekomendasi (TB).
Selain hal tersebut di atas, hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Dep.ESDM Tahun 2007 mengungkapkan kelemahan Sistem Pengendalian danestimasi Piutang atas PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Pertambangan Umum,dengan uraian permasalahan dan posisi tindak lanjut sebagai berikut:
1. Rekening/Akun Pendapatan Pertambangan Umum dalam LaporanRealisasi Anggaran (LRA) dan Undang-undang APBN Tahun 2007 tidaktepat, yakni anggaran PNBP SDA Pertambangan Umum disajikan sebagaianggaran Pendapatan Iuran Tetap dan Pendapatan Royalty Batubara sertaPNBP Lainnya berupa Pendapatan Penjualan Hasil Tambang. PendapatanRoyalty yang hanya menyebutkan Pendapatan Royalty Batubara, tidakmenggambarkan adanya Pendapatan Royalty Pertambangan UmumMineral Lain selain batubara, seperti Royalty atas tembaga, nikel, emas,perak dan lainnya. Masalah ini ternyata belum ditindaklanjuti (BT) danterjadi lagi pada penganggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak SDAPertambangan Umum dalam Undang-undang Nomor 45 Tahun 2007
LHP Nasional Batubara Halaman 22
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2008.
2. Mekanisme pencatatan saldo piutang PNBP dari Pertambangan UmumBatubara belum memadai, yakni pencatatan piutang tersebut dilakukanberdasarkan estimasi penjualan hasil tambang yang dilaporkan secara selfassesment oleh Pemegang KP dan Kontraktor PKP2B. Desainpengendalian intern yang dimuat dalam Keputusan Menteri Pertambangandan Energi Nomor 1261.K/25/M.Pe/1999 tentang Pengawasan ProduksiPertambangan Umum, mengatur bahwa untuk pencatatan piutang tersebutmengharuskan Dep. ESDM melakukan pengawasan produksipertambangan yang dilakukan setiap tiga bulan sekali atau setiap saat biladipandang perlu. Produksi Pertambangan adalah bahan galian yangdihasilkan dari kegiatan usaha pertambangan maupun kegiatan lainnyayang menghasilkan bahan galian termasuk penjualan bahan galiantersebut. Hal ini untuk memastikan jumlah penjualan hasil tambang yangsebenarnya dan untuk memastikan jumlah kewajiban perusahaan tambangyang sebenarnya kepada Dep. ESDM. Dalam operasi pengendalian intern,langkah tersebut tidak dilakukan oleh Dep. ESDM. Masalah ini ternyatabelum ditindaklanjuti (BT) dengan langkah-langkah perbaikan.
B. Pemegang Kuasa Pertambangan (KP)
Sebelum pemeriksaan ini, BPK telah melakukan pemeriksaan ataspengelolaan lingkungan pertambangan batubara pada Kabupaten TapinTahun Anggaran (TA) 2006 dan TA 2007, yang mengungkapkansebanyak 11 temuan dengan 23 rekomendasi. Hasil pemantauan padaposisi per 30 November 2008 mengungkapkan bahwa dari 23rekomendasi tersebut ternyata belum ditindaklanjuti (BT), dengan rinciansebagai berikut :
Tabel 3.1 Pemantauan Pemeriksaan Atas Pengelolaan LingkunganPertambangan Batubara Pada Kabupaten Tapin TA 2006 Dan 2007
NO. TEMUAN PEMERIKSAANJUMLAH
SARAN
1. Penerbitan Ijin Kuasa Pertambangan Batubara Tidak Sesuai Ketentuan 2
2. Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) Belum Ditetapkan Oleh KepalaPIT Dan Penunjukan Kepala Teknik Tambang (KTT) Tidak SesuaiDengan Ketentuan
2
3. Penempatan Dana Jaminan Reklamasi SenilaiRp 655.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan
3
4. Dana Jaminan Reklamasi Belum Dikenakan Oleh DinasPertambangan Dan Energi Kabupaten Tapin Kepada Pemegang KuasaPertambangan Minimal Senilai Rp282.234.888.000,00 SehinggaBerpotensi Merugikan Keuangan Daerah
2
5. Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Tanpa Ijin (PETI)Membebani Keuangan Daerah Minimal Sebesar Rpl5.533.473.032,00
2
6. Terdapat Pemegang Kuasa Pertambangan Yang Beroperasi BelumMemiliki Surat Ijin Pinjam Pakai Yang Disyaratkan
3
7. Potensi Timbulnya Kerusakan/Pencemaran Lingkungan Dari KolamAir Pada Sisa Bukaan Lahan Tambang Batubara
1
LHP Nasional Batubara Halaman 23
8. Kegiatan Penambangan Batubara Di Kabupaten Tapin TidakDilengkapi Dengan Sarana Pengolahan Limbah SehinggaMenimbulkan Kerusakan Lingkungan
1
9. Hasil Pengujian Laboratorium Sampel Limbah Cair Dari KolamPengendapan Dan Sampel Air Dari Bekas Penambangan Tanpa Ijin(PETI) Tidak Sesuai Baku Mutu Air
3
10. Terdapat Pemberian Area Kuasa Pertambangan Dan PemindahanKuasa Pertambangan Tidak Sesuai Ketentuan
1
11. Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pengelolaan Dan PemantauanLingkungan Dari Kegiatan Penambangan Batubara Belum Efektif
3
JUMLAH 23Catatan:BT : Belum DitindaklanjutiTB : Tindak Lanjut Belum Sesuai RekomendasiTS : Tindak Lanjut Telah Sesuai Dengan Rekomendasi
LHP Nasional Batubara Halaman 24
BAB IV
HASIL PEMERIKSAAN
A. EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PemahamanSistemPengendalianInternPengelolaanPertambanganBatubara
Untuk menilai Sistem Pengendalian Intern (SPI) pengelolaan pertambanganbatubara di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DepartemenESDM) dan Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Pemda di wilayah ProvinsiKalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan SumateraSelatan, BPK telah melakukan kegiatan evaluasi dan analisa terhadap data daninformasi serta melakukan diskusi dengan pihak-pihak terkait untukmengetahui komponen-komponen SPI meliputi lingkungan pengendalian,penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, danpemantauan pengendalian intern.
Sebelum era otonomi daerah, pengelolaan sektor pertambangan umum yangmengacu kepada UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-KetentuanPokok Pertambangan, memberikan kewenangan kepada Pemerintah Pusat dhi.Departemen ESDM untuk meregulasi dan melaksanakan pengelolaanpertambangan umum, khusus bahan galian strategis dan vital.
Terbitnya UU Nomor 22 Tahun 1999 Jo UU Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah memberikan kewenangan lebih besar kepada PemerintahDaerah (Pemda) untuk mengelola pemerintahannya secara otonom termasukpengelolaan pertambangan dan pengelolaan lingkungan sebagaimana diaturdalam PP No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 Tahun1969 Tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Terkait dengan pemberian IUP, MenteriESDM dapat menyerahkan kewenangan kepada Gubernur/Bupati/Walikotatetapi tetap mengikuti persyaratan dan ketentuan serta regulasi yang berlakudan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Menteri ESDM telah mengeluarkanKeputusan Nomor 1453.K/29/MEM/2000 tanggal 3 November 2000 tentangPedoman Teknis Penyelenggaran Tugas Pemerintahan di Bidang PertambanganUmum. Konsekuensi dari pengelolaan dan regulasi sektor pertambangan umummenjadi kewenangan Pemda, pemberian ijin Kuasa Pertambangan Batubaradapat diterbitkan oleh Kepala Daerah sesuai kewenangannya, sementara untukpengusahaan pertambangan batubara yang dilakukan berdasarkan PerjanjianKarya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), kewenangannya tetapberada di tangan Pemerintah Pusat dhi. Departemen ESDM.
Dari sektor pertambangan umum, Pemerintah Pusat memperoleh PNBP berupaiuran tetap, royalty dan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) dibayar olehPemegang KP dan Kontraktor PKP2B ke Kas Negara. Sedangkan Pemdamemperoleh dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa Dana Bagi Hasil(DBH) Bukan Pajak Sektor Pertambangan yang berasal dari penerimaan PNBPberupa iuran tetap, royalty dan DHPB.
Departemen ESDM dan Pemda sesuai kewenangan masing-masing mempunyaitugas dalam meregulasi pengelolaan pertambangan batubara agar dapatmenjamin terpenuhinya kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, perusahaan
LHP Nasional Batubara Halaman 25
dan negara secara berkelanjutan. Untuk memastikan tercapainya tujuantersebut, pemerintah telah membangun sistem pengendalian intern dalamberbagai peraturan perundangan di bidang pertambangan batubara yang harusdipedomani Departemen ESDM dan Pemda dalam mengelola pertambanganbatubara mulai aspek perijinan, pengelolaan PNBP, DBH dan pengelolaanlingkungan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
KelemahanSistemPengendalianInternPengelolaanPertambanganBatubara
Hasil pemeriksaan SPI atas pengelolaan pertambangan batubara padaDepartemen ESDM dan Pemda menunjukkan kelemahan-kelemahan dalamrancangan dan pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian
Satuan kerja yang bertugas secara teknis dalam pengelolaan batubara padaDep. ESDM adalah Direktorat Jenderal Mineral dan Panas Bumi (DitjenMinerbapabum) sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1915Tahun 2001 tanggal 23 Juli 2001 yang telah diubah dengan KeputusanMenteri ESDM Nomor 0030 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005 tentangStruktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen ESDM.
Hasil pemeriksaan BPK pada Ditjen Minerbapabun Departemen ESDMmenunjukkan bahwa pengisian pegawainya belum sepenuhnyamemperhatikan aspek beban kerja. Ditjen Minerbapabum yang bertugasmelakukan pembinaan pengusahaan batubara ternyata hanya diisi oleh429 pegawai dengan berbagai latar belakang kompetensi. Selain itu,jumlahnya belum memadai terutama inspektur tambang yang bertugasuntuk mengawasi kepatuhan dalam pelaksanaan kegiatan penambangantermasuk pengelolaan lingkungan. Akibatnya, pengawasan terhadapkepatuhan pengelolaan lingkungan oleh para kontraktor PKP2B menjaditidak memadai dan optimal yang berdampak langsung pada kerusakanlingkungan jangka panjang.
Dalam pelaksanaan tugasnya Ditjen Minerbapabun didukung oleh SetjenDepartemen ESDM khususnya terkait pengelolaan PNBP. Instansi/satkerlain pihak yang terkait di luar Departemen ESDM adalah DepartemenKeuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehutanan danKementrian Lingkungan Hidup. Masing-masing pihak mempunyaitanggung jawab dan wewenang yang berbeda walaupun saling terkait satudengan yang lainnya. Namun dalam pelaksanaannya, ditemukanlemahnya koordinasi antar instansi tersebut, antara lain DepartemenESDM dan Departemen Kehutanan tidak melakukan koordinasi dalamproses perijinan usaha pertambangan batubara di kawasan