PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP EMITEN TERKAIT ADANYA PELANGGARAN Oleh : Jamaludin NPM : 5205220016 Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. 1 Pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan PP No. 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). Kebijakan ini merupakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN. 2 Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan, melainkan sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. 3 Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan Negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena Negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. 4 Privatisasi Badan Usaha Milik Negara merupakan isu hangat yang selalu ramai dibicarakan dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya, baik melalui forum DPR maupun berbagai forum resmi dan tidak resmi lainnya. 5 Pada lain hal, sudah menjadi suatu fenomena global dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi beban pemerintah, Badan- badan Milik Negara (government owned-companies) diarahkan untuk melakukan korporatisasi (corporatisation) dan privatisasi (privatization). 6 Sebagaimana diketahui pengaturan BUMN yang akan diprivatisasi terdapat dalam Pasal 78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa; privatisasi dilaksanakan dengan cara: a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar 1 Jusuf Anwar, H. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi . Penerbit PT. Alumni Bandung 2005, hal 1 2 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 2008, hal 103 3 Ibid., hal 104 4 Ibid., 5 Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No. 1 Tahun 2007, hal 15 6 Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milinium III. UII Press. Yogyakarta. 2000, hal 64
26
Embed
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP EMITEN TERKAIT
ADANYA PELANGGARAN
Oleh : Jamaludin NPM : 5205220016
Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara, diperlukan
pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebutuhan pembiayaan
pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan pembiayaan
pembangunan di masa mendatang akan semakin besar.1
Pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui
penetapan PP No. 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan
(Persero). Kebijakan ini merupakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara,
yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara
Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN.2
Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan,
melainkan sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa
sasaran sekaligus, termasuk peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan,
perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang
sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan
berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan
pasar modal domestik.3
Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau
kedaulatan Negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau
hilang karena Negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi
sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.4
Privatisasi Badan Usaha Milik Negara merupakan isu hangat yang selalu
ramai dibicarakan dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan
pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
setiap tahunnya, baik melalui forum DPR maupun berbagai forum resmi dan
tidak resmi lainnya.5
Pada lain hal, sudah menjadi suatu fenomena global dalam rangka
meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi beban pemerintah, Badan-
badan Milik Negara (government owned-companies) diarahkan untuk
melakukan korporatisasi (corporatisation) dan privatisasi (privatization).6
Sebagaimana diketahui pengaturan BUMN yang akan diprivatisasi terdapat
dalam Pasal 78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa; privatisasi
dilaksanakan dengan cara: a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar
1 Jusuf Anwar, H. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Penerbit PT. Alumni
Bandung 2005, hal 1 2 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Penerbit PT Elex Media
Komputindo. Jakarta. 2008, hal 103 3 Ibid., hal 104
4 Ibid.,
5 Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No. 1 Tahun 2007, hal 15
6 Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milinium III. UII Press.
Yogyakarta. 2000, hal 64
modal; b. penjualan saham langsung kepada investor; c. penjualan saham
kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Dari ketiga cara sebagaimana tersebut diatas, maka cara penjualan saham
berdasarkan ketentuan pasar modal lebih menjadi pilihan dalam hal privatisasi
BUMN.
Melakukan penjualan saham di pasar modal, dalam pengertian lain dikenal
dengan istilah melakukan penawaran umum atau go public atau Initial Public
Offering (IPO).
Istilah penawaran umum tidak lain adalah istilah hukum yang ditujukan bagi
kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan menawarkan dan akhirnya
menjual efek-efek diterbitkannya, baik dalam bentuk saham, obligasi atau efek
lainnya, kepada masyarakat luas.7 Penjualan dilakukan kepada masyarakat luas
oleh karena itu penjualan tersebut tunduk kepada Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM).8
Dalam UUPM diatur tentang tata cara melakukan penawaran umum (Initial
Public Offering). Tata cara dimaksud terbagi dalam beberapa tahap, yaitu; 1.
Tahap pra-emisi, 2. Tahap emisi, 3. Tahap setelah emisi. Ketiga tahapan
penawaran umum dimaksud, tentunya juga akan mengakibatkan bahwa tidak
hanya para pendiri emiten saja tetapi juga berdampak kepada ikutnya pihak-
pihak lainnya, seperti Badan Pelaksana Pasar Modal-Lembaga Keuangan
(BAPEPAM-LK), yang memberikan pernyataan efektif apakah penawaran
umum tersebut dapat dilakukan atau tidak.9
Selanjutnya, penawaran umum menyebabkan timbulnya kewajiban yang
lebih luas dari emiten dari mana penawaran umum tersebut berasal. Hal ini
karena dengan melakukan penawaran umum, maka akan timbul kewajiban bagi
emiten untuk menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure).
Keterbukaan bahkan akan terus berlanjut (continued disclosure) ketika efek
telah sampai di tangan pemegang saham, yang membelinya dalam penawaran
umum.10
Begitu pentingnya penerapan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure)
dalam setiap tahap penawaran umum sebagaimana dimaksud di atas, sehingga
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) ini akan
diberikan sanksi yang tegas, baik sanksi administratif, perdata dan pidana.
Sebagaimana diberitakan oleh surat kabar Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14
Maret 2007, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi denda kepada PT.
Perusahaan Gas Negara. Surat kabar Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember
2007 memberitakan bahwa, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi kepada
para mantan Direksi PT. Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) berupa sanksi
denda. BAPEPAM-LK menyatakan bahwa PT. Perusahaan Gas Negara telah
melanggar prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) yaitu memberikan informasi
yang tidak benar dan terjadinya perdagangan orang dalam (insider trading).
Informasi tidak benar dimaksud adalah perihal mengenai rencana volume gas
7 Hamud M. Balfas. Hukum Pasar Modal Indonesia. Penerbit Tata Nusa. Jakarta 2006, hal 20
8 Ibid., hal 27
9 Ibid., hal 27-28
10 Hamud M. Balfas. Ibid.,
yang dapat dialirkan melalui proyek South Sumatera-West Java (SWWJ).
Selanjutnya, pihak BAPEPAM-LK menyatakan; penyidikan berhenti pada
pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak
pidana.11
Apabila ditelaah lebih jauh, terlihat jelas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara
sebagai emiten telah melakukan suatu perbuatan yang menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dikatagorikan
sebagai perbuatan tindak pidana.
Terhadap terjadinya perbuatan tindak pidana tersebut di atas, tentunya
semakin manambah daftar kasus tindak pidana dalam pasar modal di Indonesia.
Dan, dari kasus-kasus tindak pidana pasar modal yang terjadi di Indonesia
ternyata baru ada satu kasus yang dibawa ke pengadilan pidana.12
Hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap ketertarikan investor
untuk melakukan investasi di pasar modal Indonesia. Di lain hal, juga dapat
merupakan penghalang bagi usaha penarikan modal terhadap perusahaan yang
akan mencari dana di pasar modal, meskipun mungkin pasar modal Indonesia
memberikan keuntungan yang menggiurkan. Sehingga pada akhirnya, juga akan
menghambat perekonomian Indonesia secara umum.
Berdasarkan uraian hal-hal tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk
menuangkannya menjadi suatu penelitian tesis dengan judul:
“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH EMITEN TERKAIT ADANYA
PELANGGARAN PRINSIP FULL DISCLOSURE (STUDI KASUS
PRIVATISASI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA).
Selanjutnya, apabila masalah pokok tersebut di atas dikaji lebih jauh, maka
penulisan kalimat pertanggungjawaban pidana dalam permasalahan penelitian
tesis ini sangat berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana. Penegakan
hukum ini adalah berupa pemberian sanksi pidana kepada emiten yang telah
melanggar prinsip full disclosure.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka ruang lingkup masalah pokok
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan prinsip full disclosure ?, dan bagaimana
pula interpretasi terhadap prinsip-prinsipnya ?
2. Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap Emiten yang melanggar
prinsip full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal ?, apakah
BAPEPAM-LK telah berperan sebagaimana yang diharapkan ?
3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full
disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan ?
Keterbukaan (disclosure) ini diharuskan karena pada dasarnya para calon
investor (pemodal) mempunyai hak untuk mengetahui secara detail mengenai
segala sesuatu tentang bisnis perusahaan, dimana mereka akan menempatkan
uangnya, maka untuk itu harus dimengerti pula bahwa hal tersebut juga
merupakan suatu tahap dari peralihan perusahaan privat menjadi perusahaan
publik, yang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi pemilik dan
11
Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14 Maret 2007 dan Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember 2007 12
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Pidana Nomor : 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST
tanggal 29 Mei 2007.
manajemennya. Aspek yang sangat penting dari proses penawaran umum ini
adalah pengertian mengenai informasi apa yang diperlukan dan
menyediakannya dalam keadaan yang jelas terbuka dan benar.13
Dalam Undang-undang Pasar Modal yang dimaksud dengan Prinsip
keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan
Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh
informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh
terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek
tersebut (Pasal 1 Butir 25).
Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor atau
publik adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut
“prospektus” bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go publik. Sejauh
mana pentingnya kedudukan suatu prospektus, atau sejauh mana pentingnya
data bisnis dari suatu emiten (misalnya seperti yang terdapat dalam prospektus),
terdapat berbagai pandangan yang tersimpul dalam tiga teori sebagai berikut:14
1. Teori Random Walk
Teori Random Walk ini mengajarkan bahwa harga dari suatu efek yang
terjadi sebelumnya tidak ada hubungan/tidak mempengaruhi harga sekarang
atau yang akan dating. Jadi tidak ada link antara harga efek yang sudah
terjadi dengan yang akan terjadi. Sehingga investor dapat membuat uang di
pasar modal bukan karena adanya angka-angka statistik, melainkan karena
awarness mereka sendiri.
2. Teori Market Hypothesis
Seperti telah disinggung di atas, maka menurut teori ini, bahwa harga pasar
dari suatu efek dipengaruhi oleh informasi yang diberikan kepada publik.
Jadi informasi publik tersebutlah yang menentukan apakah seseorang akan
melakukan tindakan jual, beli atau hold suatu efek. Karena itu, kedudukan
suatu prospektus tentunya sangat penting. Dan, teori ini sangat mengecam
pula tindakan insider trading, karena dengan informasi yang tidak
kesampaian kepada publik tersebut, berarti publik sangat dirugikan, dan
seorang insider dapat mengait di air keruh.
3. Teori Capital Asset Pricing
Teori ini membedakan antara risk yang sistematis dan risk yang tidak
sistematis. Dan mengajarkan pula bahwa risiko dalam melakukan investasi
di pasar modal dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Karena itu,
informasi tentang suatu perusahaan tidak begitu penting. Yang terpenting
justru apa yang disebut sebagai Beta dari suatu efek. Yang dimaksud dengan
“beta” dari efek adalah semacam pengukuran terhadap suatu efek dalam
hubungan dengan pasar secara keseluruhan.
Dari ketiga teori tersebut di atas terlihat bahwa informasi tentang
sesuatu perusahaan, antara lain seperti yang terdapat dalam prospektus,
ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda. Tentu saja semua teori tersebut
13
Ibid., 14
Munir Fuady. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti.
Bandung 2001, hal 81.
masih menganggap bahwa informasi tersebut perlu, tetapi tingkat
keperluannya yang berbeda-beda. Bahkan ada yang meyakini bahwa
keadaan dan data industri dan ekonomi secara makro justru lebih penting
dan mempengaruhi harga pasar ketimbang informasi tertentu dari suatu
perusahaan.15
Siapakah yang mesti bertanggung jawab secara yuridis jika ada pihak-pihak
yang menderita kerugian sebagai akibat dari adanya prospektus yang
menyesatkan itu ?. Dalam hal ini dijawab oleh Pasal 81 ayat (1) UUPM No. 8
Tahun 1995, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah setiap pihak yang
menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan prospektus yang
menyesatkan tersebut. Tentunya pihak yang “menawarkan” atau “menjual”
tersebut , yakni dapat terdiri dari:
(1) emiten,
(2) underwriter,
(3) pialang,
(4) bahkan investor yang ingin menjual kembali efek yang telah dibelinya itu.
Adapun kebijakan formulatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM)
diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” Pasal 103 sampai dengan
Pasal 110 Undang-undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal.
Pembagian atau pengelompokan jenis TPPM dalam Bab XV ini dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:16
a. Dilihat dari Kualifikasi Deliknya
Menurut Pasal 110, TPPM terdiri dari dua kelompok jenis tindak pidana,
yaitu:
1. TPPM yang berupa “kejahatan”, diatur dalam Pasal 103 Ayat (1), Pasal
104, Pasal 106, dan Pasal 107;
2. TPPM yang berupa “pelanggaran” diatur dalam Pasal 103 Ayat (2),
Pasal 105, dan Pasal 109.
Patut dicatat, bahwa menurut Pasal 108, ketentuan pidana dalam Pasal
103 s/d 107 juga berlaku bagi para pihak yang secara langsung,
memengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal
dimaksud. Ini berarti pelanggaran Pasal 108 juga dapat berupa tindak
pidana “kejahatan” dan dapat berupa “pelanggaran”.
b. Kelompok “Kejahatan Pasar Modal” (KPM), antara lain sebagaimana
diatur dalam:
Pasal 104, KPM dalam pasal ini berupa pelanggaran oleh “setiap pihak”
terhadap 7 (tujuh) pasal dalam Bab XI tentang “Penipuan, Manipulasi
Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam”, yakni Pasal-pasal 90, 92, 93, 95,
96, 97 (1), dan 98. Jadi, ada 7 (tujuh) KPM dalam kelompok Pasal 104 ini
semuanya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana maksimum 10
tahun penjara dan denda 15 miliar rupiah.
Ketentuan prinsip full disclosure dalam Undang-undang Republik
Indonesia Tentang Pasar Modal diatur dalam Pasal 90, yang menyebutkan
15
Munir Fuady . Ibid., hal 82 16
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahatan. Penerbit Kencana Predana Media Group. Jakarta 2007, hal 119
sebagai berikut: “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang
secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak Lain
dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; b. turut serta menipu
atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar
mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang
material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai
keadaan yang terjadi
pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan
tujuan mempengaruhi pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak
lain untuk membeli atau menjual efek”. Dan Pasal 93, menyebutkan:
“Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan
sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat
pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: a. Pihak yang bersangkutan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan
tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau b. Pihak yang
bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran
material dari pernyataan atau keterangan tersebut”. Sedangkan ketentuan
tentang Perdagangan Orang Dalam diatur dalam Pasal 95 dan 96 Undang-
undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal. Pasal 95,
menyebutkan:”Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang
mempunyai informasi orang dilarang melakukan pembelian atau penjualan
atas Efek: a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan
lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang
bersangkutan”. Pasal 96, menyebutkan:”Orang dalam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a. Mempengaruhi Pihak lain untuk
melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b. Memberi
informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat
mempergunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas Efek”.
Suatu hal yang sangat tipikal dalam pasar modal adalah informasi. Informasi
adalah kata kunci dan inti dalam bisnis pasar modal. Itu sebabnya hampir semua
ketentuan di pasar modal, berurusan dengan persoalan informasi. Pengaturan
kapan informasi boleh keluar, oleh siapa, batasannya, unsurnya, manipulasinya,
kebenarannya, dan lain sebagainya. Singkat kata semua itu dirangkum dalam satu
kata sakti yakni “keterbukaan (disclosure)”.17
Lalu, apa pengertian dari “disclosure” itu sendiri sehingga menjadikannya
begitu penting sekali dalam dunia pasar modal.
Menurut Black‟s Law Disctionary, mengartikan prinsip full disclosure
adalah: “The act or process of making known something that was previously
unknown”18
17
Adrian Sutedi. Op.cit, hal 32 18
Bryan A. Garner. Black’s Law Dictionary. Second Pocked Edition. St. Paul Minn 2001sdw4
Istilah “disclosure” merupakan suatu istilah yang ditemukan dalam Section
7 Security Act 1933, yang dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia pada
pasal 1 butir 25nya diartikan dengan “keterbukaan”.19
Untuk lebih jelasnya Pasal 1 butir 25 menyebutkan: “Prinsip Keterbukaan
adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Publik, dan Pihak lain yang
tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat
dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau
efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek
dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut”.
Hal yang perlu dicermati, terdapat satu hal yang sangat penting untuk dipahami
dalam definisi prinsip keterbukaan tersebut, yaitu pendekatan hukum mengenai
standar fakta materiel (“materiel fact”-”materielity”). Sebab penentuan standar
fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-undang pasar modal yang
mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan standar fakta materiel tidak
tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk mengungkapkan informasi
(duty to disclose) akan terhambat.20
Penentuan standar fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-
undang pasar modal yang mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan
standar fakta materiel tidak tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk
mengungkapkan informasi (duty to disclose) akan terhambat. Hal ini sejalan
dengan kewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut adalah dibebankan,
jika terdapat suatu kejadian yang mengandung informasi fakta materiel. Pasal 1
butir 7 UUPM menetapkan, bahwa “Informasi atau Fakta Materiel adalah
informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta
yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan keputusan pemodal,
calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta
tersebut.” Standar fakta materiel yang terdapat dalam konsep hukum tersebut
perlu dipahami oleh pelaku pasar modal, sekaligus membandingkannya dengan
ketentuan yang berlaku di pasar modal negara-negara maju.21
19
Substansi Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dalam banyak hal mirip dengan Securities Act
1933 dan Securities Exchange Act 1934 (UU Pasar Modal nya Amerika Serikat), seperti istilah
Demikian halnya dengan PT. Perusahaan Gas Negara berkewajiban untuk
menerapkan prinsip keterbukaan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam
pasar modal.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara
adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dan eksploitasi Gas
Bumi. Dengan demikian kegiatan ini harus diinformasikan ke dalam
prospektusnya. Salah satu yang dijelaskan dalam prospektusnya adalah rencana
proyek penyaluran gas dari Sumatera menuju Jawa yang dikenal dengan proyek
South Sumatera West Java (SSWJ). Dalam prospektusnya menginformasikan
adanya proyek SSWJ I dan II (pemetaan Sumetera-Cilegon-Bekasi) yang
rencananya akan selesai pada bulan Desember 2006.35
Proyek South Sumatera West Java (SSWJ) adalah proyek pipanisasi gas,
dari lapangan gas Pagardewa (Sumatera Selatan) menuju Banjarnegara
(Cilegon) sepanjang 337 Km, terbagi atas pipa darat (onshore) sepanjang 272
Km dan pipa bawah laut (offshore) sepanjang 105 Km. Proyek ini diharapkan
akan selesai paling lambat pada akhir Maret 2007.36
35
Prospektus Ringkas. Harian Bisnis Indonesia, Kamis 6 November 2003. Sebagai perusahaan publik,
PGN memiliki kompetensi di bidang transmisi dan distribusi gas bumi yang telah teruji dan handal
didukung oleh komitmen yang solid dalam memenuhi permintaan energi gas bumi di Indonesia yang
semakin meningkat. Menyediakan energi bersih dan bermutu tinggi bagi beragam aplikasi industri
adalah tugas utama PGN dan menjadi keharusan untuk senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan
setia di sektor rumah tangga, komersial dan industri serta niaga sejak tahun 1974. Prestasi hari ini
adalah batu pijakan. Esok adalah harapan masa depan gemilang. Kesinambungan ketersediaan energi
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang menjadi tantangan tak
terelakkan bagi cita-cita bersama, kesejahteraan dan kemakmuran negara kita. PGN terus
mengupayakan terhubungnya antara sumber-sumber gas bumi dengan sentra pengguna gas bumi dalam
negeri maupun regional melalui terwujudnya sistem jaringan Transmisi dan
Distribusi Gas Bumi Terpadu Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara. 36 PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mengalir dari lapangan gas Pagardewa, Sumatera
Selatan menuju Bajanegara, Cilegon baru 2/3 jalan. Gas yang mulai dialirkan Minggu (11/3/2007) lalu
sudah melampaui KM 250 pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PGN.
"Artinya, pengaliran gas sudah mencapai 66,3 persen dari panjang pipa total 377 km," kata Sekretaris
Perusahaan PGN Widyatmiko Bapang saat dihubungi wartawan, Rabu (14/3/2007). Jalur pipa SSWJ
menjulur melewati rute Pagardewa-Labuhan Maringgai-Cilegon. Jalur pipa sepanjang 377 km ini
terdiri dari 272 km pipa darat (on shore) dan 105 km pipa bawah laut (off shore). Volume gas yang
dialirkan sebesar 30-40 juta kaki kubik per hari ini diharapkan tiba ke pelanggan akhir Maret 2007.
Namun, pada pertengahan Januari 2007, informasi keterlambatan
komersialisasi gas via pipa transmisi SSWJ dari manajemen PGN menjadi
penyebab utama anjloknya harga saham BUMN itu hingga sebesar 23% dalam
satu hari. Sentimen negatif di pasar modal itu berkaitan dengan kecurigaan
bahwa PGN dan pemerintah menutup-nutupi keterlambatan proyek tersebut
yang harusnya sudah operasi pada Desember 2006, tapi tertunda hingga Januari
2007 dan tertunda lagi hingga Maret 2007. Akibatnya PGN dikenakan denda
oleh Pertamina sebesar US$ 15.000 per hari sejak 1 November 2006. Pasalnya
Pertamina dan PGN telah meneken perjanjian take or pay, dimana
keterlambatan proyek yang bisa berakibat pada keterlambatan pasokan gas dari
Pertamina harus dikompensasikan dalam bentuk denda sebesar 15 ribu dolar AS
per hari. Denda itu dihitung selama empat bulan dari November 2006 hingga
Februari 2007, hingga mencapai angka sebesar 1,8 juta dolar. Sutikno dalam
penjelasannya mengatakan denda tersebut tak bakal mengganggu performa
finansial PGN. 37
Keterlambatan Manajemen PT. PGN menyampaikan informasi
komersialisasi gas proyek SSWJ saat itu, juga berdampak kepada penurunan
nilai saham-saham BUMN lainnya yang notabenenya merupakan saham
terbesar di pasar bursa. 38
Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana, maka baik mereka yang
menganut pandangan monistis (monisme), maupun yang menganut pandangan
dualistis terhadap delik, sama berpendapat, bahwa untuk penjatuhan pidana
adalah condition sine qua non terbuktinya perbuatan aktif atau pasif yang
dilarang atau diperintahkan oleh perundang-undangan pidana serta
pertanggungjawaban pidana.39
Nantinya, secara bertahap, volume gas akan terus ditingkatkan menjadi 250 juta kaki kubik per hari.
Alih Istik Wahyuni – Gas SSWJ PGN Baru 2/3 Jalan. detikFood. 37
http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara 38 Wajah Menteri Negara (Menneg) BUMN Sugiharto tampak keruh ketika ditemui wartawan pada
pekan kedua Januari lalu. Ia tahu persis jenis pertanyaan apa yang berada di benak para wartawan, dan
bakal dilontarkan kepada dirinya. Ya, anjloknya harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk
(Persero) memang menjadi isu utama di media massa saat itu. Dan Menneg BUMN mewakili
pemerintah selaku pemegang saham, amat dirugikan oleh rontoknya harga saham perusahaan yang
dilantai bursa berkode PGAS tersebut.Jelas merugi, selain harga saham PGN yang anjlok hingga
23,32% dalam waktu singkat, sejumlah saham BUMN lainnya ikut merasakan imbas pahit penurunan
harga saham. Sebut saja saham PT Telkom, Bank Mandiri, BNI, atau PT Aneka Tambang. “Saya
shock melihat harga saham PGN yang jatuh dan berimbas pada pada saham BUMN lainnya. Saya serta
merta melakukan langkah antisipasi melalui mekanisme yang ada, yang baku. Kami meminta PGN
menegakkan capital market protocol, dan membuat konfirmasi,” tegas Sugiharto. Sementara itu disampaikan Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu, pemerintah mengalami kerugian
sekitar Rp 22 triliun akibat penurunan saham PGN tersebut. Di luar itu, pemerintah sempat ketar ketir
dengan rencana penerbitan saham perdana (initial public offering) sejumlah perusahaan pelat merah
yang sudah dijadwalkan tahun ini, bakal terganggu akibat sentimen buruk pasar.Dalam kesempatan
pertemuan dengan para wartawan dalam acara Garthering di Kebun Gunung Mas PTPN VIII, Puncak,
Bogor, Menneg BUMN Sugiharto mengatakan bahwa PGN telah lalai dalam memberikan informasi
yang akurat, sehingga saham BUMN lainnya yang ikut tercatat di bursa saham ikut jatuh. “Seperti
diketahui, 10 saham terbesar di bursa efek kan sebagian besar adalah BUMN. June 12, 2007 by jarrewidhi http://jarrewidhi.wordpress.com/2007/06/12/masih-buramnya-wajah-pasar-modal/ 39
A.Z. Abidin. Bunga Rampai Hukum Pidana. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta 1983, hal 41