Top Banner

of 49

02_jurnal_tekmira_mei_2006

Jul 06, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    1/49

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    2/49

    i

    Daftar Isi

    Daftar Isi ................................................................................................................................................. i

    Sekapur Sirih .......................................................................................................................................... ii

    Masalah Tanah Longsor dan Penanggulangannya pada Kawasan TambangBatubara Airlaya dan Sekitarnya, PT. Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan ...................... 1 - 9Rachman Sobarna

    Unjuk Kerja Pilot Plant UBC terhadap Batubara Pasir, Kalimantan Timur ................................. 10 - 17Iwan Rijwan dan Bukin Daulay

    Percobaan Pendahuluan Pembuatan Refraktori Cor dari Abu TerbangPLTU Suralaya.............................................................................................................................. 18 - 28Muchtar Aziz dan Ngurah Ardha

    Uji Toksisitas Akut LC50 Bahan Abu Terbang dan Abu Dasar sertaPengaruhnya terhadap Reproduksi Daphnia carinata King......................................................... 29 - 36Nia Rosnia Hadijah, Herni Khaerunisa dan Siti Rafiah Untung

    Modifikasi Boiler Industri Berbahan Bakar Minyak Menjadi Berbahan

    Bakar Batubara Menggunakan Pembakar Siklon ......................................................................... 37 - 45Sumaryono, Stefano Munir, Yenny Sofaeti, Nana Hanafiah, Tatang Koswara,Edi Somadi, Lely Agustina, E. Kosasih dan Aat

    Petunjuk Bagi Penulis .......................................................................................................................... 46

    ISSN 0854 – 7890

    Jurnal

    Nomor 37, Tahun 14, Mei 2006

    Teknologi Mineral dan Batubara

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September dan memuat karya ilmiah yangberkaitan dengan litbang mineral dan batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, lingkungan, kebijakandan keekonomiannya.Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.Biaya langganan : Rp 60.000,-/tahun diluar ongkos kirim, harga eceran Rp 20.000,-/eksemplar.

    EDITOR IN CHIEF : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraPEMIMPIN REDAKSI : Ka. Bid AfiliasiREDAKTUR PELAKSANA : Ka. Sub Bid Informasi dan PublikasiEDITORIAL BOARD : Binarko Santoso (Ketua) dan I Gusti Ngurah Ardha (Anggota)EDITOR : Tatang Wahyudi, Nining S. Ningrum, Sri Handayani, Maman Surachman, Retno Damayanti

    dan Tendi RustendiSTAF REDAKSI : Umar Antana, Yusi Nuriana dan Bachtiar EffendiPENERBIT : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211

    Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6003373e-mail : [email protected]

    Keterangan gambar sampul depan : Peralatan UBC pada seksi 400

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    3/49

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    4/49

    1Masalah Tanah Longsor dan Penanggulangannya ... Rachman Sobarna

    MASALAH TANAH LONGSOR DANPENANGGULANGANNYA PADA KAWASAN

    TAMBANG BATUBARA AIRLAYA DAN SEKITARNYA,PT. BUKIT ASAM, TANJUNG ENIM,SUMATERA SELATAN

    RACHMAN SOBARNA

    Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jalan Diponegoro No. 57 Bandung

    SARI

    Pertambangan batubara di daerah Airlaya yang dikelola oleh PT. Bukit Asam hingga saat ini telah berjalancukup lama. Sistem penambangan yang dilakukan merupakan penambangan terbuka dengan mengupas lerenguntuk diambil batubaranya. Kegiatan penambangan batubara ini ternyata masih memiliki kendala akibat terjadinyalongsoran di beberapa sektor di lokasi pertambangan. Bila keadaan ini masih terus berlanjut, maka dikhawatirkanakan mengganggu efektivitas penambangan, sehingga berpotensi menghambat kelancaran produksi batubarayang perlu direalisasikan. Adanya gangguan terhadap stabilitas lereng di lokasi penambangan ini merupakankendala yang perlu diwaspadai, dan dari hasil pemantauan menunjukkan adanya beberapa faktor yang menjadi

    penyebab turunnya tingkat stabilitas lereng, sehingga perbaikan dan penanggulangannya perlu segera diupayakan.

    Kata kunci : tambang batubara, longsor, kestabilan lereng, pemantauan

    ABSTRACT

    Coal mine in Airlaya area which handled by PT. Bukit Asam has been going on for long time. The minemethod used here is open pit mining by cutting slope to obtain coal. There is an obstacle due to landslidesthat sometimes occur in some areas. If the accidents happen continuously, it will threat the effectiveness of mining and coal production. The problem of slope stability in coal mine area should be alerted. The monito-ring results indicates there are some factors causing slope failures, so improvement and mitigation should beconducted.

    Keywords : coal mine, landslide, slope stability, monitoring

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    5/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 1 – 92

    1. LATAR BELAKANG

    Daerah Airlaya terletak di Propinsi Sumatera Selatanyang memiliki kandungan batubara dengan nilaicadangan mencapai lebih dari 7 miliar ton.Penambangan batubara di daerah ini telah berjalandengan baik, bahkan produksinya tercatat sebagaiterbesar ke 4 di Indonesia.

    Salah satu kegiatan penambangan di daerah iniantara lain dilakukan oleh perusahaan tambangbatubara PT. Bukit Asam. Penambangan batubaradilakukan dengan cara mengupas lapisan penutup(overburden ) pada lereng perbukitan, kemudian tanahhasil kupasan ditimbun ke tempat yang lebih rendah

    Meskipun produksi tambang batubara ini tergolong

    lancar, tapi terdapat kendala yang menggangguupaya penambangan di daerah ini, yaitu gangguantanah longsor yang terjadi di beberpa tempat, baikpada lereng yang dikupas maupun pada daerah lokasitimbunan. Kondisi seperti ini telah memaksa petugasdi lapangan mengalihkan sebagian waktunya untukmengatasi kondisi darurat yang terjadi di lokasitersebut.

    Sebagai langkah awal dalam menanggulangi kendalaakibat gangguan tanah longsor, maka di lokasitersebut dilakukan pemantauan terhadap perilakupenyebab terjadinya tanah longsor.

    Lokasi daerah pemeriksaan terletak di daerah Airlaya,Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan(Gambar 1).

    2. KONDISI GEOLOGIS

    Topografi di sekitar lokasi penambangan terdiri ataskawasan perbukitan dan daerah landai. Kawasanperbukitan Airlaya sebagian telah mengalamiperubahan bentuk akibat kegiatan penambangan yang

    masih terus berjalan. Perubahan tersebut antara lainberupa perubahan sudut kemiringan lereng danhilangnya sebagian masa batuan pada lereng tersebut.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan sertakompilasi dari peta geologi lembar Bengkulu(Gafoer, 1992) dan peta geologi lembar Sorolangun(Suwarna, 1992), maka batuan di daerah ini diuraikansecara umum, terdiri atas tufa endapan FormasiKasai, batulempung, lanau serta batupasir tufaan

    bersisipan batubara Formasi Muara Enim danbatupasir gampingan serta batu napal dan lempungFormasi Air benakat.

    Lapisan batubara umumnya terdapat pada formasiMuara Enim yang sebagian besar tertutup lapisanpenutup ( overburden ) yang tebal. Sebagai gambarantentang kondisi stratigrafi formasi Muara Enim padacekungan Sumatera Selatan secara umum dari SheelMeijnbouw (Hardjono, 1989), dapat terlihat padaTabel 1.

    Struktur geologi yang ada di daerah ini berupa sesar dan antiklin. Struktur sesar memiliki potensi untukmenurunkan kekuatan batuan di daerah tersebut,sehingga diperkirakan dapat menurunkan stabilitaslereng. Struktur antiklin umumnya menunjukkan arah

    kemiringan lapisan utara-selatan.

    3. HASIL PENGAMATAN DAN

    PEMBAHASAN

    Kegiatan penambangan di daerah ini terkait eratdengan pekerjaan yang meliputi pengupasan danpengurugan ( fill). Pengupasan umumnya berupakegiatan pengambilan bahan tambang, sedangkankegiatan lainnya antara lain pengembanganinfrastruktur seperti pembuatan badan jalan, gudangmaupun permukiman. Selanjutnya penguruganmerupakan kegiatan penempatan material hasilpengupasan lereng bukit. Situasi tambang di sekitar daerah ini terlihat pada Gambar 2.

    Terjadinya keruntuhan lereng di lokasi tambang inimerupakan suatu fenomena yang sering terjadi akibatturunnya tingkat stabilitas lereng di lokasi tersebut.Berdasarkan hasil pemantauan menunjukkan di lokasiini sejak tahun 1989 sampai dengan tahun 2001 telahterjadi tanah longsor sebanyak 75 kali.

    Mengambil model Varnes (1978) yang telah

    mengelompokkan kejadian gerakan tanah menjadibeberapa jenis, antara lain mencakup gerakansirkuler, bidang, baji maupun gerakan ke samping(lateral spreading ), maka rincian kejadian gerakantanah dari hasil pemantauan tersebut menunjukkanadanya gerakan tanah sirkuler sebanyak 33 lokasi,bidang 33 lokasi, baji 6 lokasi dan gerakan kesamping ( lateral spreading ) 3 lokasi. Gerakan sirkuler merupakan gerakan melingkar dari suatu blok masalereng labil melalui sumbu putar akibat pengaruh

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    6/49

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    7/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 1 – 94

    gaya momen. Sedangkan gerakan bidang umumnyasebagai gerakan pada bidang planar dan gerakan bajiterjadi akibat perpotongan 2 bidang, sedangkangerakan ke samping ( lateral spreading ) umumnyamerupakan gerakan material timbunan di atas ma-terial plastis yang jenuh air. Beberapa jenis kejadiangerakan tersebut terlihat pada Gambar 3.

    3.1 Faktor Penyebab

    Berbagai hal secara umum yang menjadi penyebabterjadinya tanah longsor di lokasi ini antara laindisebabkan oleh faktor berikut ini.

    3.1.1 Gerakan Sirkuler

    Umumnya terjadi sebagai akibat :

    - kondisi material dari tanah pelapukan yangbersifat rapuh, porous, serta lunak. Material

    umumnya berasal dari material timbunan.- penjenuhan material karena pengaruh air, antara

    lain pada timbunan material hasil galian,rembesan air dari gorong-gorong yang patah.

    - terganggunya kaki lereng ( toe), antara lain karenaerosi atau penggalian.

    - efek pembebanan, antara lain akibat beban

    struktur bangunan maupun kendaraan berat.- lereng yang terlalu terjal, antara lain karenapengaruh pengupasan dan penimbunan.

    - pat ahan , memberikan beban t erhadappembentukan bidang lemah.

    - hilangnya penahan, antara lain karena erosi ataupenggalian tebing lereng.

    - getaran, umumnya berasal dari akt if itaspenambangan, misalnya mesin, kendaraan beratatau kegiatan peledakan.

    - penggalian lereng, terkait dengan kegiatanpengupasan/penambangan di lokasi.

    TAMBANG AIR LAYA

    S .

    L a n g a

    t

    S .

    E n i m

    Skala 1 : 75000KETERANGAN

    Sungai

    Jalan

    Pemukiman

    Kontur

    Stockpile

    Dumpingpit

    Gambar 2. Peta sketsa situasi tambang daerah Airlaya dan sekitarnya, Tanjung Enim - Sumatera Selatan

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    8/49

    5Masalah Tanah Longsor dan Penanggulangannya ... Rachman Sobarna

    (a)

    (b)

    (c)

    (d)

    Gambar 3. Jenis gerakan tanaha. Gerakan sirkulasib. Gerakan planarc. Gerakan bajid. Gerakan Late ra l spre a ding

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    9/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 1 – 96

    3.1.2 Gerakan Bidang

    Umumnya terjadi sebagai akibat :

    – Adanya kekar dengan dip; dip lereng lebih besar dari dip perlapisan,

    – Genangan/rembesan air, baik yang berasal darigorong-gorong yang patah maupun rembesanair permukaan langsung,

    – Pertemuan 2 bidang kekar, yang membentukzona lemah sehingga blok massa lapisanmeluncur,

    – Hilangnya gaya penahan, antara lain karena erosiatau faktor lain misalnya human error ,

    – Pembebanan, antara lain beban yang berasaldari kendaraan berat,

    – Erosi, yang berpotensi terjadi pada lereng/kaki

    lereng,– Struktur kekar/patahan memotong perlapisanatau lereng,

    – Penggalian lereng, terkait dengan aktifitaspenambangan di lokasi.

    3.1.3 Gerakan Baji

    Umumnya terjadi sebagai akibat :

    - Perpotongan antara struktur kekar denganpatahan atau antara struktur kekar dengan bidangperlapisan.

    - Sudut lereng lebih besar daripada sudut bidangperlapisan atau bidang kekar maupun patahan.

    - Genangan/rembesan air, baik yang berasal darigorong-gorong yang patah maupun rembesanair permukaan langsung.

    3.1.4 Gerakan ke Samping ( Lateral Spreading )

    Umumnya sering terjadi sebagai akibat :

    - Penjenuhan material oleh air, mengakibatkanhilangnya gaya penahan.

    3.2 Penanggulangan

    Berbagai upaya penanggulangan dimaksudkan untukmenjaga tingkat stabilitas lereng di lokasi tambang.Secara umum upaya penanggulangan tersebut telahberjalan baik. Beberapa upaya penanggulangan secarateknis yang telah berjalan antara lain adalah denganmalakukan :

    3.2.1 Pemantauan

    Pemantauan stabilitas lereng umumnya dilakukanpada daerah yang dijadikan lokasi timbunan, untukmengetahui kemungkinan adanya pergerakan tanahsekaligus perkembangannya di lokasi tersebut.

    Metoda pemantauan yang digunakan di lokasi iniadalah dengan melakukan pengamatan berulangterhadap posisi patok yang telah dipasang di lokasilabil. Perubahan posisi yang terjadi secara otomatismenunjukan adanya pergeseran tanah di lokasitersebut.

    Peralatan yang digunakan pada pemantauan iniantara lain adalah alat ukur To. Alat ukur ini dapatmencatat panjang pergeseran. Di samping itu

    digunakan pula alat ukur yang mencatat perubahanpanjang pergeseran ( extensiometer ). Sejumlahkejadian dari hasil pemantauan menunjukan adanyabeberapa lokasi timbunan yang rentan terhadappenurunan stabilitas lereng.

    3.2.2 Memberikan Perlakuan terhadap Lereng

    Memberikan perlakuan terhadap lereng di daerah inimerupakan upaya penanggulangan tersendiri disamping pemantauan. Beberapa kejadian runtuhnyalereng serta upaya penanggulangan dengan melakukanrekayasa lereng tersebut terlihat pada Tabel 2.

    4. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Hasil pemantauan menunjukan bahwa kegiatanpertambangan di lokasi ini memiliki potensiterhadap gangguan tanah longsor .

    Potensi tanah longsor yang terjadi sebagai akibatkondisi geologi, rusaknya beberapa struktur bangunan

    pendukung (gorong-gorong dan sebagainya) sertafaktor kesalahan manusia.

    4.2 Saran

    Untuk melakukan penanggulangan secara lebihseksama, maka upaya pemantauan maupunpemberian perlakuan terhadap lereng perluditingkatkan.

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    10/49

    7

    M a s al ah T an

    ah L on

    g s or d anP en

    an

    g g ul an

    g ann

    y a . . .R

    a ch m

    an

    S o b ar n

    a

    No Sektor Tanggal Dimensi Jenjang Jenis Penyebab longsoran Penanggulangkejadian Tinggi Sudut longsoran

    1 Jl. Prod P.I 05-Jan-00 6 meter SS 1:1 Bidang * Lereng aktual lebih terjal * Perapihan lereng sear

    dari dip dip lapisan* Rembesan air pada * Pengaturan polamaterial topsoil yangberbatasan denganlempung karbonan

    2 Jl. Prod P.I 20-Jan-00 8 meter SS1:2 Sirkuler * Penjenuhan material * Perkuatan kaki lerentimbunan dengan timbuna

    * Daya dukung kurang * Pengaturan pola

    3 Sal. Air sisi 03-Mei-00 12 meter SS 1:1 Sirkuler * Penjenuhan air pada * Pelandaian lereng 1 :Barat 2 bench material pasir lempungan * Tinggi maks lerengDisposal yang poros * Pengaturan polaBB.P-3

    4 Utara-Timur 08-Mei-00 9 meter SS1:1 Bidang * Perpotongan kekar * Penggeseran arahTambang N54°E/40° dengan penggalian untukBB.P-3 kekarN2°E/40° menghindari stru

    * Material brittle / mudahpecah

    Tahun2001

    1 Disposal 09-Mar-01 35 meter SS1:2 Sirkuler * Dasar timbunan elevasi * Pembuatan CBB. P-3 +70 berupa timbunan pada elevasi bawah

    lumpur tidak kuat * Pengaturan polamenahanbeban timbunan atas

    2 Timur-Selatan 30-Mar-01 15 meter SS1:3 Bidang * Lereng gali ( 18 deg ) * Pelandaian lereng seTambang lebih terjal dari * Pengaturan polaBB. P-3 dip 14 deg

    Tabel 2. Beberapa kejadian tanah longsor di sekitar kawasan tambang Airlaya

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    11/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 1 – 98

    Pemantauan terhadap stabilitas lereng masih perludilengkapi dengan peralatan ukur yang lebih cermat.Alat ukur berupa Electronic Distance Meter (EDM)maupun Global Positioning System (GPS) dapatmenjadi pilihan, mengingat alat ini memilikikepekaan yang cukup tinggi terhadap pergerakan yangsangat kecil.

    Penanggulangan dengan memberikan perlakuanterhadap lereng bila perlu agar dikembangkan lebihterpadu. Upaya tersebut di antaranya meliputi :

    4.2.1 Pemotongan Geometri Lereng

    Pemotongan dilakukan pada bagian tubuh lerengdengan tujuan mengurangi gaya dorong dari masatanah yang labil, sehingga faktor keamanan lereng

    bertambah (Gambar 4).

    4.2.2 Penataan Air

    Dilakukan untuk mengurangi kandungan air di daerahlabil sehingga tanah menjadi lebih stabil, terdiri atas:1. Penataan air permukaan, dapat berupa :

    - Pembuatan gorong-gorong- Menutup rekahan

    2. Perbaikan permukaan lereng ( regarding ) supayaair permukan dapat mengalir lancar.

    3. Penataan air bawah permukaan, dapat berupa- Saluran pemotong ( interceptor )- Saluran horizontal ( horizontal drain )- Saluran tegak ( vertical drain )Sistim drainase bawah permukaan terlihat padaGambar 5.

    4.2.3 Beban Kontra ( Buttress )

    Memberi beban pada kaki lereng yang labil denganmaterial timbunan untuk menahan momen gayamendorong atau melawan tegangan geser tanah(Gambar 6).

    4.2.4 Membuat Bangunan Penahan

    Bangunan yang berfungsi untuk menahan masa tanahyang bergerak, biasanya tidak digunakan untukgerakan bersifat mengalir ( flow ) atau pelumpuran.

    Bangunan penahan dapat berupa antara lain :- bronjong- tembok penahan (gaya berat/ gravity atau beton)- tiang (tiang pancang, tiang bor, sheet pile )- pengangkeran batu Gambar 6. Beban kontra atau but t ress

    Material timbun( )Buttress

    Gambar 5. Sistem drainase bawah permukaan

    Drain vertikal

    Pasir

    Rembesan

    Lempung

    Gravel

    Gambar 4. Pemotongan geometri lereng

    Potong

    Gaya dorong berkurang

    a. Pemotongan kepala b. Pelandaian lereng

    Potong

    PotongDipotong habis

    Gaya dorong berkurang

    c. Terasiring d. Pemotongan habis

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    12/49

    9Masalah Tanah Longsor dan Penanggulangannya ... Rachman Sobarna

    Gambar 7. Bangunan penahana) Bronjong penahan pada kaki lerengb) Tembok penahan tanah longsor

    (a) (b)

    Alternatif penanggulangan terhadap kemungkinanlongsoran lereng tersebut dapat dilihat pada Gambar

    7.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada petugastambang batubara PT. Bukit Asam atas bantuan daninformasi yang diberikan selama di lapangan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Surono atassaran-saran yang diberikan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Gafoer, S., 1992. Peta Geologi Lembar Bengkulu ,Puslitbang Geologi, Bandung.

    Hardjono, 1989. Batubara Sungai Malam , SumateraSelatan , Direktorat Sumber Daya Mineral,Bandung.

    Suwarna, N., 1992. Peta Geologi Lembar Sorolangun ,Puslitbang Geologi, Bandung.

    Varnes, D.J, 1978. Slope Movement and Types andProcesses. In Landslide Analysis and Control,

    Transportation Research Board. National Aca-demy of Science, Washington, D.C., SpecialReport 176, Chapter 2 .

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    13/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 10 – 1710

    UNJUK KERJA PILOT PLANT UBC TERHADAPBATUBARA PASIR, KALIMANTAN TIMUR

    IWAN RIJWAN DAN BUKIN DAULAY

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

    SARI

    Berdasarkan hasil uji unjuk kerja peralatan pilot plant UBC, diketahui bahwa batubara Pasir, KalimantanTimur dapat ditingkatkan nilai kalornya dengan cara mengurangi kandungan airnya. Hasil uji unjuk kerjamasing-masing peralatan penggerusan, pengurangan air, pemisahan batubara – minyak, pengeringan batubaradan pembriketan menunjukkan kinerja sangat baik dan konstan. Sedangkan dari evaluasi produk dapat diketahuibahwa produk UBC merupakan bahan bakar padat dengan kandungan air rendah atau nilai kalor tinggi.Kandungan air total sebesar 33,8% pada batubara asal dapat diturunkan menjadi 1,0% dan konstan pada nilai6,5% setelah 30 hari. Dengan demikian nilai kalor naik dari 5431 kkal/kg (ar) pada batubara asal menjadi6443 kkal/kg (ar) pada produk UBC.

    Kata kunci : upgraded brown coal , nilai kalor, kandungan air, pilot plant

    ABSTRACT

    Based on the process performance tests at UBC pilot plant, it has been confirmed that the Pasir coal can beupgraded to high calorific value coal through reducing its inherent moisture content. Performances of eachequipment of crushing, slurry dewatering, coal - oil separation, rotary steam tube dryer and briquetting werevery good and stable. Considering the product evaluation, it was confirmed that the UBC product providedgood solid fuel with low moisture content and high calorific value. Total moisture of raw coal initially 33.8%could be reduced to 1.0% and stable at 6.5% after 30 days. Therefore, calorific value increased from 5431kcal/kg (adb) in raw coal up to 6443 kcal/kg (adb) in the UBC product.

    Keywords : upgraded brown coal, calorific value, moisture content, pilot plant

    1. PENDAHULUAN

    Batubara peringkat rendah di Indonesia yang jumlahnya melebihi 60% dari total cadanganbatubara nasional merupakan aset ekonomi danenergi yang sampai saat ini belum dapatdimanfaatkan (Datin dan Daulay, 2002; DIM, 2003).Hal ini disebabkan karena sifat batubara peringkatrendah tidak menguntungkan terutama kandunganairnya yang hampir mencapai 40% sehingga nilaikalor menjadi rendah. Harapan untuk mengurangikendala tersebut kini secara teknis dan ekonomis telah

    dapat dipecahkan dengan ditemukannya teknologibaru dari Jepang yang disebut dengan Upgraded Brown Coal /UBC (Deguchi dkk., 1999; Shigehisadkk., 2000). Proses ini dirancang khusus untukmenghasilkan produk batubara dengan nilai kalor hingga 6000-6500 kkal/kg (adb) dari batubaraperingkat rendah yang semula nilai kalornya hanya3500-4500 kkal/kg (adb), melalui teknikpengurangan kandungan air.

    Proses Upgraded Brown Coal (UBC) merupakan suatuteknologi peningkatan nilai kalor batubara peringkat

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    14/49

    11Unjuk Kerja Pilot Plant UBC terhadap Batubara Pasir ... Iwan Rijwan dan Bukin Daulay

    rendah menjadi produk yang relatif sama denganbatubara peringkat tinggi yang memiliki nilai kalor tinggi dan kandungan air rendah. Proses ini sangatsederhana, karena hanya berdasarkan penguranganair, sehingga tidak ada reaksi kimia yang terjadi. Salahsatu keuntungan dari teknologi UBC adalah prosesberlangsung pada temperatur dan tekanan rendah,masing-masing 140 - 180°C dan 350 kPa. Produkakhir UBC berupa bubuk, slurry atau briket, adalahsangat stabil dan tidak akan menyerap air kembali.Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara(tek MIRA), Departemen Energi dan Sumber DayaMineral bekerjasama dengan Japan Coal Energy Cen-tre (JCOAL), Kobe Steel, Ltd and Sojitz dari Jepang,dan BPPT telah berhasil mengembangan pilot plantUBC di Palimanan, Cirebon.

    Dalam proses UBC, diperlukan minyak residu untukmenjaga kestabilan kadar air bawaan batubara pascaproses. Sedangkan minyak tanah diperlukan sebagaimedia dalam proses. Setelah minyak tanahmembasahi pori-pori batubara, minyak residu akanteradsorpsi secara selektif di dalam pori-pori tersebutsehingga partikel batubara terlapisi oleh minyakresidu, mengakibatkan air yang keluar dari pori-poritidak dapat kembali masuk ke dalam batubara.

    Upaya mengoptimalkan pemanfaatan batubara Pasir dari Kalimantan Timur yang diketahui semulamemiliki kandungan air total sebesar 33,8% dan nilai

    kalor 5431 kkal/kg (adb) atau peringkat subbituminusA (ASTM, 1993) telah dilakukan uji UBC terhadapbatubara tersebut di pilot plant UBC Palimanan,Cirebon. Sekitar 30 ton batubara Pasir tersebut telahdiuji pada pilot plant yang mempunyai kapasitas 5ton per hari untuk menemukan kondisi operasionalyang optimal. Dengan demikian maksud dari uji iniadalah untuk mengetahui unjuk kerja setiap unitperalatan yang ada pada pilot plant UBC danmengevaluasi produk UBC agar diketahuikarakteristiknya yang akan diuraikan secara rinci padatulisan ini.

    2. METODOLOGI

    2.1 Identifikasi Peralatan

    Pada dasarnya peralatan proses UBC terdiri atas 5seksi utama, yaitu seksi 100 ( coal preparation ), seksi200 ( slurry dewatering ), seksi 300 ( coal-oil separa-tion ), seksi 400 ( oil recovery/rotary steam tube dryer )dan seksi 500 ( briquetting ), seperti terlihat padaGambar 1.

    2.1.1 Seksi 100

    Seksi 100 sebagai tahap penyiapan bahan mempunyaifungsi penggerusan, penyimpanan dan penyediaanbatubara pasir untuk dialirkan ke seksi 200. Sedangkan

    Gambar 1. Diagram dari proses UBC

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    15/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 10 – 1712

    Gambar 5. Peralatan UBC pada seksi 400

    2.1.3 Seksi 300

    Seksi 300 sebagai tahapan proses yang mempunyaifungsi untuk memisahkan minyak dari slurry batubaradengan menggunakan alat screw decanter (Z301).Alat ini memproses minyak hasil pemisahan apabiladiperlukan dan penyediaan cake batubara untukdialirkan ke seksi 400. Dengan demikian Z301merupakan peralatan utama pada seksi 300 yangmenentukan agar operasi selanjutnya pada seksi 400berjalan stabil. Gambar 4 memperlihatkan fotoperalatan pada seksi 300.

    peralatan yang tersedia terdiri atas belt conveyor (X101), hammer mill (M101), system pneumaticconveyor , kolektor debu (S101 dan S102), blower (B101 dan B102), rotary valve (X102), bunker batubara (Y101), conveyor (X103), rotary valve (X104)dan weight hopper (Y102). Gambar 2memperlihatkan foto peralatan pada seksi 100.

    2.1.2 Seksi 200

    Seksi 200 sebagai tahap penghilangan air mempunyaifungsi untuk penghilangan kandungan air dalambatubara dan penyediaan slurry batubara yang hilang

    Gambar 2. Peralatan UBC pada seksi 100

    Gambar 3. Peralatan UBC pada seksi 200

    Gambar 4. Peralatan UBC pada seksi 300

    sebagian airnya untuk dialirkan ke seksi 300.Peralatannya terdiri atas tangki penyuplai minyak(V301), tangki pembuat slurry (V202), tangki slurry dewatering (V203), evaporator (E201), tangki slurry dewatered (V204), kondensator (E202) dan tangkipemisah air dan minyak (205). Gambar 3memperlihatkan foto peralatan pada seksi 200.

    2.1.4 Seksi 400

    Seksi 400 mempunyai fungsi untuk mendapatkanbatubara halus yang telah meningkat kualitasnyamelalui proses recovery minyak di dalam cakebatubara yang disediakan dari seksi 300 denganmenggunakan alat rotary steam tube dryer (D401).

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    16/49

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    17/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 10 – 1714

    Penggerusan batubara Pasir mempunyai unjuk kerjayang baik pada kecepatan hammer mill 40 Hz dengankecepatan alir batubara pada belt conveyor 500kg/h. Hal ini berarti, batubara Pasir mempunyaiunjuk kerja yang baik untuk proses penggerusanbatubara, karena dari hasil evaluasi distribusi partikeltidak terdapat ukuran batubara di atas +2,0 mm,sehingga pada saat digunakan sebagai umpan tidakakan menimbulkan masalah pada seksi 200. Ukuranpartikel batubara di atas +2,0 mm akanmengakibatkan terjadinya penyumbatan pada pipa-pipa dan control valve di seksi 200.

    3.2 Proses Slurry Dewatering

    Batubara halus di dalam tangki pembuat slurry (V202)dicampur dengan campuran minyak tanah dan residu

    yang disuplai dari tangki penyuplai minyak (V301)untuk menghasilkan slurry batubara. Kemudian over flow slurry di dalam V202 dipindahkan ke dalamtangki slurry dewatering (V203) melalui evaporator (E201) untuk dihilangkan kandungan airnya.Selanjutnya over flow slurry yang telah dihilangkanairnya di dalam V203 dipindahkan ke dalam tangkislurry dewatered (V204). V204 berfungsi sebagaipenyimpanan sementara dan siap untuk menyuplaike dalam seksi 300. Air dan sebagian minyak tanahyang teruapkan dari V203 dan sebagian kecil dariV204 akan terkondensasikan dan ditampung di dalamtangki pemisahan air dan minyak (V205) untukdipisahkan antara minyak tanah dan air berdasarkanperbedaan berat jenisnya.

    Gambar 7, 8 dan 9 memperlihatkan grafik prosesslurry dewatering dengan kondisi yang berbeda. DariGambar 7, 8 dan 9 dapat disimpulkan bahwabatubara Pasir mempunyai hasil unjuk kerja yangterbaik untuk proses slurry dewatering pada kondisitemperatur 150 oC, tekanan 200 kPa dan kecepatanumpan batubara 200 kg/jam karena menghasilkanpersen penurunan kadar air tertinggi, yaitu 91,1%dan kecepatan alir pengeluaran air limbah paling

    besar, yaitu 58 l/jam. Persen penurunan kadar air berbanding lurus dengan kenaikan nilai kalor daribatubara, sehingga makin tinggi persen penurunankadar air akan mengakibatkan makin besarnyakenaikan nilai kalor batubara.

    3.3 Proses Pemisahan Batubara dengan Minyak

    Slurry yang telah hilang airnya dari V204 dipindahkanke Z301 untuk dipisahkan minyak tanah dari slurry dengan metode sentrifugal. Slurry yang telahdipisahkan minyak tanahnya akan berbentuk cake

    dan dipindahkan ke seksi 400. Minyak tanah hasil

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    0 5 10 15 20 25

    Waktu proses, jam

    V203Slurry I/jam

    Gambar 7. Grafik proses slurry dew ate r ing pada kecepatan umpan batubara150 kg/ h, temperatur 155 o C dantekanan 200 kPa

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    0 2 4 6 8 10 12 14 16

    Waktu proses, jam

    V202 Suplai minyak

    V203Slurry

    Gambar 8. Grafik proses slurry dew ate r ing pada kecepatan umpan batubara200 kg/ h, temperatur 150 o C dantekanan 200 kPa

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    0 2 4 6 8 10

    Waktu proses, jam

    P206 Air limbahV203Slurry I/jam

    Gambar 9. Grafik proses slurry dew ate r ing pada kecepatan umpan batubara200 kg/ h, temperatur 145 o C dantekanan 200 kPa

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    18/49

    15Unjuk Kerja Pilot Plant UBC terhadap Batubara Pasir ... Iwan Rijwan dan Bukin Daulay

    dari proses pemisahan Z301 akan dipindahkan kedalam V301 dan dapat digunakan kembali untukmenyuplai minyak ke V202.

    Gambar 10 memperlihatkan grafik hasil uji unjukkerja pemisahan batubara dengan minyak untukbatubara Pasir. Dari grafik tersebut, batubara Pasir mempunyai hasil uji unjuk kerja yang baik untukproses pemisahan batubara dengan minyak padakecepatan alir slurry 872 kg/jam dengan perolehanbatubara 96,1% dan perolehan minyak 87,4%.

    3.4 Proses Pengeringan Batubara

    Cake dari seksi 300 disimpan di dalam Y401, sebagaipenyimpanan sementara. Prinsip kerja rotary steamtube dryer (D401) adalah batubara yang lewat

    dipanaskan dengan menggunakan steam yang dibantudengan sirkulasi gas untuk membawa uap minyakyang dihasilkan. Cake dari Y401 dipindahkan keD401 melalui screw conveyor untuk menghilangkanminyak tanah yang masih ada di dalam cake. Cakeyang keluar dari D401 akan berubah menjadi serbukUBC dan dipindahkan ke seksi 500 (Y501) melaluiscrew dan bucket conveyor.

    Gambar 11 memperlihatkan hasil uji unjuk kerjaproses pengeringan cake . Dari grafik tersebut, batubaraPasir mempunyai unjuk kerja yang baik untuk prosespengeringan cake dengan menghasilkan produk UBChalus pada kecepatan rata-rata 109,5 kg/h dankonsumsi steam 39,6 l/h dengan kandungan minyakdi dalam produk UBC lebih kecil 1%.

    3.5 Unjuk Kerja Proses Pembriketan

    Serbuk UBC yang disimpan di dalam Y501dipindahkan ke dalam mesin briket (Z501) untukdibriket melalui screw dan bucket conveyor . Briketyang dihasilkan dari Z501 diayak terlebih dahuludengan menggunakan Z502. Briket yang berukurankecil dikirim kembali ke dalam Z501 untuk dibuat

    briket melalui return screw dan bucket conveyor .

    Gambar 12 memperlihatkan hasil uji unjuk kerjaproses pembriketan produk UBC. Dari grafik tersebut,briket UBC batubara Pasir mempunyai nilai rata-rata compressive strength 40,9 dan apparent density 1,17 g/cm 3. Hal ini berarti, produk briket UBCmempunyai unjuk kerja yang baik untuk prosespembriketan karena memiliki nilai rata-rata compres-sive strength yang cukup tinggi. Tingginya nilai com-

    pressive strength menunjukkan semakin baiknyakekuatan briket.

    0

    2

    4

    8

    10

    12

    1 1.5 2 2.5

    Kecepatan umpan , m /jamslurry 3

    0

    0.5

    1

    Minyak dalam %cake

    TM wt%Batubara dalam minyak %

    T M

    , w

    t %

    & M i n y a k

    d a

    l a m

    , w

    t %

    c a

    k e

    6

    Gambar 10. Grafik unjuk kerja prosespemisahan batubara dan minyak

    Gambar 11. Grafik unjuk kerja proses pengeringan batubara

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 10 20 30 40 50

    Waktu proses, jam

    C o m p .

    S t r e n g

    h t

    0.0

    0.5

    1.0

    1.5

    2.0

    2.5

    3.0

    Comp.strength

    App. Density (g/cm3)

    A p p .

    D e n

    i t y , g

    / c m

    3

    Gambar 12. Grafik unjuk kerja proses pembriketan batubara pasir

    Waktu proses, jam

    0 10 20 30 40 50 60 70

    Konsumsi uap

    X403 Discharge

    Peepasan

    atu

    ara,

    g/ & SC,I/

    200

    180

    160

    140

    100

    80

    60

    40

    20

    0

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    19/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 10 – 1716

    4. EVALUASI PRODUK UBC

    Karakteristik batubara asal dan produk UBC telahdievaluasi berdasarkan data proksimat, ultimat dannilai kalor (Tabel 2). Data hasil analisis produk UBCdan batubara asal sebagai pembanding dapat dilihatpada Tabel 2. Proses UBC dapat mengurangikandungan air dan dengan sendirinya menaikkan nilaikalor dari batubara tersebut tanpa ada perubahan yangberarti pada kandungan yang lain. Hal inimenunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi kimia selamaproses UBC berlangsung.

    Data kandungan air di dalam batubara asal danproduk UBC digunakan sebagai parameter untukmengevaluasi derajat pengeringan. Derajatpengeringan dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan :

    TM) Batubara Asal - (TM) Produk UBCDerajat Pengeringan = x 100%

    (TM) Batubara Asal

    TM adalah kandungan air total dalam batubara

    Kandungan air produk UBC berkurang secarasignifikan dari 33,8% dalam batubara asal menjadi1,0% pada produk UBC atau derajat pengeringannyasebesar 97,0%. Hal ini berarti kandungan air didalam batubara asal dapat dihilangkan dengan proses

    UBC sebesar 97,0%. Dengan sendirinya nilai kalor

    Tabel 2. Hasil analisis produk UBC dan batubara asal

    Parameter Unit Batubara Produk Metoda AnalisaAsal UBC

    Total moisture %, ar 33,8 - ASTM D,3302Equilibrium Moisture %,adb - 6,5Inherent moisture % adb 15,4 1,0 ISO 331/ASTM D, 3173

    Abu/Ash %,db 5,2 4,3 ISO 1171/ASTM D, 3174Volatile Matter %,db 48,1 48,2 ISO 562/ASTM D, 3175Fixed Carbon %,db 46,7 47,5 ASTM D, 3172Fuel Ratio 0,97 0,99Calorific value ASTM D, 3286Gross as received kcal/kg,adb 5431 6443Gross as dried kcal/kg 6416 6510Total Sulfur %,daf 0,2 0,2 ASTM D, 4239Karbon %,daf 71,7 72,9 ISO 625/ASTM D, 3178Hidrogen %,daf 7,6 6,4 ISO 625/ASTM D, 3178Nitrogen %,daf 1,0 0,8 ISO 332/ASTM D, 3179Oksigen (diff) %,daf 19,6 19,6 ASTM D, 3176

    dari batubara tersebut meningkat dari 5431 kkal/kg(adb) menjadi 6443 kkal/kg (adb). Peningkatan nilaikalor produk UBC memperluas penggunaan batubaratersebut.

    Untuk mengetahui kestabilan kandungan air dariproduk UBC telah dilakukan penelitian denganmenyimpan produk tersebut di tempat terbuka.Analisis kandungan air dilakukan pada selang waktusetiap 6 hari. Kandungan air produk UBC batubaraPasir diketahui mencapai nilai maksimum 6,7% yangdicapai pada hari ke-12. Selanjutnya kandungan air ditemukan menjadi stabil pada nilai sekitar 6,5%setelah hari ke-30 seperti terlihat pada Gambar 13.Hasil ini relatif sama dengan pengukuran yangdilakukan di laboratorium dengan menggunakanstandar ASTM.

    5. KESIMPULAN

    Batubara Pasir telah digunakan untuk melakukan ujiunjuk kerja peralatan UBC di Palimanan. Dari hasil-hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan sebagaiberikut :a) Penggunaan proses UBC untuk batubara Pasir

    dapat menurunkan kandungan airnya dari 33,8%menjadi 1,0% dan stabil pada nilai 6,5%sesudah 30 hari, sehingga secara langsung dapatmenaikkan nilai kalornya dari 5431 kkal/kg (adb)menjadi 6443 kkal/kg (adb).

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    20/49

    17Unjuk Kerja Pilot Plant UBC terhadap Batubara Pasir ... Iwan Rijwan dan Bukin Daulay

    b) Batubara Pasir mempunyai unjuk kerja yang baikuntuk proses-proses berikut:

    - Penggerusan dengan kecepatan hummer mill40 Hz dan kecepatan alir batubara umpan500 kg/jam.

    - Slurry dewatering pada kondisi temperatur 150 oC, tekanan 200 kPa dan kecepatanumpan batubara 200 kg/jam.

    - Pemisahan batubara dengan minyak padakecepatan ali r slurry 872 kg/jam.

    - Pengeringan cake yang menghasilkan produk

    UBC halus terjadi pada kecepatan rata-rata109,5 kg/jam dan konsumsi steam 39,6 l/

    jam.

    5.7 6.76.4

    6.3

    6.5

    5.7

    10

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    0 6 12 18 24 30 36

    Hari

    ,

    Gambar 13. Stabilitas kandungan air padaproduk UBC

    - Pembriketan menghasilkan nilai rata-ratacompressive strength 40,9 dan apparent den-sity 1,17 g/cm 3.

    DAFTAR PUSTAKA

    American Society For Testing and Material, 1993.Standard Classification of Coals by Rank D 388– 92a . American Society for Testing and Mate-rial.

    Datin, F.U. dan Daulay, B., 2002. PeningkatanKualitas Batubara Berau, Kalimantan Timur dengan Proses UBC, Prosiding KolokiumPertambangan , Bandung.

    Deguchi, T., T. Shigehisa and K. Shimasaki, 1999.Study on Upgraded Brown Coal Process for In-donesian Low Rank Coals . Proc. InternationalConference on Clean and Efficient Coal Tech-nology in Power Generation , Indonesia.

    Direktorat Inventarisasi Mineral dan Batubara, 2003.Indonesia Coal: Resources, Reserves and Calo-rific Value . Direktorat Inventarisasi Mineral danBatubara, Direktorat Jenderal Geologi danSumber Daya Mineral, Bandung.

    Shigehisa, T., T. Deguchi, K. Shimasaki and E.Makino, 2000. Development of UBC Process,Proc. International Conference on Fluid and Thermal Energy Conversion , Indonesia.

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    21/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 18 – 2818

    PERCOBAAN PENDAHULUAN PEMBUATAN

    REFRAKTORI COR DARI ABU TERBANG

    PLTU SURALAYA

    MUCHTAR AZIZ DAN NGURAH ARDHA

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

    SARI

    Abu terbang ( fly ash ) dari PLTU Suralaya merupakan material oksida anorganik berukuran butir halus berbentukmembulat ( sphere ), mengandung silika dan alumina aktif. Rekayasa campuran untuk membuat refraktori cor dari abu terbang telah dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan lain, seperti aluminium oksida, agregatstabil ( grog ), dan calcium aluminate sebagai perekat ( binder ). Hasil pengujian menunjukkan, campuran yangterbaik diperoleh pada komposisi abu terbang, aluminium oksida, grog , kalsium aluminat = 3 : 2 : 3 : 2dengan nilai PCE ( Pyrometric Cone Equivalent ) = SK-16 yang setara dengan ketahanan suhu 1460°C. NilaiAl2O 3 /SiO 2 pada komposisi tersebut adalah 1,7. Jika dibandingkan dengan refraktori cor yang diperdagangkandi pasaran yang memiliki spesifikasi tahan terhadap suhu 1750 ° C (nilai PCE = SK-34), nilai Al 2O 3 /SiO 2 =1,8, maka nilai PCE pada rekayasa campuran masih di bawah refraktori cor komersial.

    Kata kunci : limbah, abu terbang, refraktori cor, PCE ( Pyrometric Cone Equivalent )

    ABSTRACT

    Fly ash, which is produced as waste from Suralaya coal fired power station, is identified as sphere fine sizesaluminosilicates. Preliminary study on making castable refractory based on fly ash had been conducted inlaboratory by making the fly ash with other materials of grog and binder. Stabilized aggregate was used ascoarse grog, and aluminate was used as a binder. Aluminum oxide was also added into the mixed materials tocontrol the specific grade of Al 2O 3 /SiO 2. The result shows that the best mixing composition of those materialsby volume was at 3,2,3,2 of fly ash, aluminum oxide, grog and binder, respectively. The Pyrometric ConeEquivalent (PCE) value of burned mixed materials yielded characteristic of SK-16 which was equivalent tosoftening temperature of 1460°C with Al 2O 3 /SiO 2 specific grade of 1.7. According to PCE value of the com-mercial castable refractory of SK-34, which is equivalent to softening temperature of 1750°C with Al 2O 3 /SiO 2specific grade of 1.8, the present result of PCE value was incomparable yet.

    Keywords : waste, fly ash, castable refractory, PCE (Pyrometric Cone Equivalent)

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    22/49

    19Percobaan Pendahuluan Pembuatan Refraktori Cor ... Muchtar Aziz dan Ngurah Ardha

    1. PENDAHULUAN

    Refraktori ( refractory ) merupakan bahan tahan apiuntuk penahan ( isolator ) panas pada tanur-tanur suhutinggi yang banyak digunakan oleh industri peleburanlogam, kaca, keramik, semen. Refraktori cor merupakan salah satu bahan tahan api berbentukbubuk yang jika dicampur dengan sejumlah tertentuair dan dibiarkan beberapa menit akan mengeras ( set-ting ). Pemasangannya sebagai isolator panasdilakukan dengan cara pengecoran adukan(campuran bahan refraktori cor dengan air) padadinding tanur yang akan diisolasi (yang telah dibentukcetakan).

    Kebutuhan refraktori ataupun bahan bakunya untukindustri sampai saat ini masih dipenuhi melalui

    impor, dan mempunyai kecenderungan meningkat(PT. Indoporlen, 2001). Salah satu bahan bakurefraktori, mullite , pada tahun 1996 diimpor sebanyak 250 ton dan pada tahun 2000 jumlahimpornya meningkat menjadi 700 ton (Puslitbangtek MIRA, 2001). Bahan baku lainnya adalahchamotte, andalusite, kyanite, sillimanite , zircon ,

    jumlah impornya sekitar 500 hingga 1000 ton per tahun. Selain bahan baku juga masih diimpor bahanpengikat ( binder ) seperti calcium aluminate dari In-dia, Australia dan Cina.

    Refraktori cor mempunyai sifat-sifat khusus yaitu sifatfisik berukuran bubuk hingga partikel halus (10 µ m–5 mm), mengandung Al 2O 3 tinggi dan relatif tanpaCaO. Tipe refraktori cor tanpa CaO lebih disukaioleh industri pemakai karena lebih tahan terhadapsuhu tinggi. Ada 3 (tiga) tipe refraktori cor berdasarkan kandungan CaO-nya (Kumar, dkk, 2003;Silvonen, 2001) yaitu:

    - Low cement castables mengandung maksimum2,5% CaO

    - Ultra-low cement castables mengandung

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    23/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 18 – 2820

    limbah abu dari PLTU Suralaya, sejak tahun 2000hingga tahun 2006 diperkirakan ada akumulasi

    jumlah abu sebanyak 219.000 ton/tahun. Jika limbahabu ini tidak dimanfaatkan akan menjadi masalahpencemaran lingkungan.

    2. METODOLOGI

    2.1 Karakteristik Refraktori Cor Komersial

    Refraktori cor (c astable refractory) berbentuk bubukyang dijual di pasaran digunakan sebagai bahanpembanding atau kontrol terhadap hasil-hasil uji cobadalam penelitian ini. Bahan pembanding tersebutadalah refraktori cor tipe CAJ-14 dan tipe CAJ-16yang masing-masing tahan terhadap suhu 1400 ° C

    dan 1600 °

    C.

    Karakterisasi dilakukan terhadap refraktori cor komersial ini yang meliputi distribusi ukuran butir,komposisi mineral, tekstur, komposisi kimia, sifatfisika hasil cetak, dan kerefraktoriannya (PCE). Hasilkarakterisasi akan digunakan sebagai pembandingterhadap hasil karakterisasi refraktori cor yang dibuat.

    2.2 Abu Terbang dan Abu Dasar PLTU diIndonesia

    Karakteristik abu PLTU Suralaya dapat dilihat padaTabel 1 masing-masing mengandung Al 2O 3 30,8%

    dan 24% serta mengandung SiO 2 sebanyak 54% dan63,4%. Karena kandungan CaO sekitar 4% makaabu ini termasuk kualitas ASTM kelas “C” yang lebihcocok berfungsi sebagai bahan cementing castablesrefractory yang tahan suhu relatif rendah, padahalyang diinginkan adalah klasifikasi low/ultra-low ce-ment castable refractory yang tahan suhu tinggi.Kandungan CaO maksimum 1% adalah kualitasASTM kelas “F” (Hwang,1991). Oleh karena itu,diperlukan penambahan aluminium oksida ke dalamabu batubara untuk mengurangi kadar CaO, Fe 2O 3.

    Komposisi kimia limbah PLTU-Suralaya sepertiterlihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa Kadar Al2O 3SiO 2 dengan

    perbandingan Al 2O 3 : SiO 2 = 65% : 35% atau nilaiAl2O 3 /SiO 2=1,85. Oleh karena itu, limbah abuterbang dan abu dasar PLTU-Suralaya dapatdigunakan sebagai bahan penambah pembuatanrefraktori.

    2.3 Pembuatan Refraktori Cor

    Pada prinsipnya pembuatan refraktori cor samadengan pembuatan refraktori bata, hanya saja produkrefraktori cor dibuat berbentuk bubuk, sedangkanproduk refraktori bata dibuat/dicetak berbentuk bata.Bahan baku refraktori cor pada umumnya dibuat darimineral yang ada di alam, terdiri dari campuran ag-gregate dan binder dengan perbandingan tertentu.Ada berbagai jenis aggregate yang berfungsi sebagaigrog antara lain kalsium silikat, tabular alumina .Grog adalah material granular yang dibuat dari bahantahan api hancur ( crushed brick ) sebagai pengisi bodiberukuran kasar yang dapat berfungsi mengurangishrinkage dan thermal expansion , serta meningkatkanstabilitas saat mengalami suhu tinggi. Ada berbagai

    jenis binder antara lain clay atau chamotte , kalsiumaluminat. Aggr ega te dan binder dicampur menggunakan mesin homogenizer . Campuran aggre-

    gate + binder + abu terbang kemudian dibakar/di-sinter pada suhu tinggi (>1300 ° C) agar membentukklinker. Klinker digerus untuk mendapatkan ukurantertentu sesuai persyaratan perdagangan. Klinker halus ini adalah produk akhir yang disebut sebagairefraktori cor.

    Berdasarkan sifatnya abu terbang dapat berfungsiganda, yaitu sebagai aggregate sekaligus binder .Penelitian pembuatan refraktori cor denganmenggunakan abu terbang ini diharapkan dapatmengurangi pemakaian aggregate dan binder yang

    harganya mahal dalam pembuatan refraktori cor.

    Tabel 1. Komposisi kimia abu pada limbahPLTU Suralaya

    Senyawa Abu dasar Abu terbang% %

    Al2O 3 24,0 30,8CaO 2,7 4,0Fe2O3 5,5 4,6

    K2O 0,17 0,18MgO 1,3 1,9Na2O 1,0 1,3P2O 5 - -SO3 0,18 0,23SiO2 63,4 54,0TiO 2 - -Fe+Si+Al 92,9 89,4CaO bebas

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    24/49

    21Percobaan Pendahuluan Pembuatan Refraktori Cor ... Muchtar Aziz dan Ngurah Ardha

    Refraktori cor dibuat dari campuran agregat danbinder . Agregat terdiri atas abu terbang, grog (crushed brick ), dan aluminium oksida. Sebagai binder adalahcalcium aluminate . Abu terbang memiliki fungsiganda selain sebagai agregat juga sebagai binder .Campuran agregat dan binder dibuat dalam beberapakomposisi dengan nilai Al 2O 3 /SiO 2 sebesar 1,5sampai 2,4. Setiap campuran diaduk dengan alat ho-mogenizer untuk mendapatkan campuran yanghomogen. Terhadap masing-masing campurandilakukan pengujian distribusi ukuran butir,komposisi mineral, komposisi kimia, dan bulk den-sity . Campuran ditambah 15% air dan diaduk sampaimerata membentuk adonan. Adonan dicorkan kedalam cetakan yang telah disiapkan dan dibiarkansampai mengering. Hasil adonan ini disebutkomposit mentah. Terhadap hasil cetak dilakukan

    pengujian porositas, densitas, komposisi mineral,dan tekstur. Terhadap campuran refraktori cor ini juga dilakukan pengujian kerefraktoriannya denganteknik uji PCE, dan uji pembakaran (firing) terhadapbenda uji hasil cetak. Sebagai pembanding (kontrol)adalah hasil uji salah satu refraktori cor komersial.Porositas diuji berdasarkan SNI 13-3604-1994, danuji densitasnya berdasarkan SNI 13-3602-1994,tekstur diuji menggunakan SEM. Uji pembakaranuntuk menentukan nilai PCE didasarkan pada SNI15-4936-1998. Dapur untuk pembakaran digunakanmuffle furnace . Pengambilan contoh menggunakanteknik basung prapat, uji distribusi ukuranmenggunakan Fritsch Particle Sizer dan ayakan meshTyler. Uji mineralogi dengan X-RD, dan analisiskimia dengan AAS.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Karakteristik Refraktori Cor Komersial

    Refraktori cor yang dijual di pasaran digunakansebagai pembanding terhadap hasil pengujianpembuatan refraktori cor dari abu terbang ini.

    Refraktori cor komersial tersebut adalah tipe CAJ-14 dan CAJ-16 yang masing-masing tahan terhadapsuhu 1400 ° C dan 1600 ° C. Tabel 2 menunjukkankarakteristik refraktori cor komersial yang meliputidistribusi ukuran butir, komposisi mineral, tekstur,komposisi kimia, sifat fisika hasil cetak, dan PCE.

    Komposisi mineral : komposisi mineral untuk keduatipe refraktori cor komersial tersebut adalah samayaitu Corundum (Al2O 3), Mullite (Al6Si2O 13 ) danCristobalite (SiO 2).

    Ukuran butir : distribusi ukuran butir ditunjukkanpada Tabel 2 yang terlihat bahwa sekitar 44% butiranberukuran +30 mesh.

    Tekstur : Uji spot EDS menggunakan SEM terhadapbutiran kasar (+30 mesh) dan butiran halus (-200mesh) menunjukkan butiran kasar bertekstur sepertibutiran gula pasir ( sugary ), dan partikel halus ( fine )menunjukkan selain sugary juga tekstur jarum ( needle )yang panjangnya sekitar 3 µ m (Gambar 1).

    Menurut Supomo dkk, (1997) dan Soewanto,1997kristal menjarum atau memanjang adalahkarakteristik khas dari mineral mullite , sedangkankristal sugary adalah khas corundum . Adapun kristalyang berbentuk sugary tetapi bersudut diperkirakanmineral cristobalite . Mineral-mineral tersebut ( mul-

    lite, cristobalite dan corundum ) adalah mineral-mi-neral yang tahan suhu tinggi.

    Komposisi kimia : Komponen/senyawa kimia yangterdeteksi dari analisis SEM untuk butiran kasar adalahAl2O 3=72,7%, SiO 2=16,6%, CaO=1,18%,ZrO 2=9,4% juga terdapat sedikit FeO dan MoO 3.Sedangkan untuk partikel halus terdiri atas senyawaAl 2 O 3=72,2%, SiO 2=8,9%, ZrO 2=5,71%,Ta 2O 5=13,2% dan juga sedikit CaO, MgO, C(karbon). Keberadaan senyawa zirkonia dan tantalummenambah ketahanan refraktori terhadap suhu tinggi.Adanya komponen C (karbon) kemungkinan berasaldari bahan abu terbang atau waktu proses sinterisasimenggunakan bahan bakar batubara.

    Hasil analisis kimia terhadap contoh refraktori cor komersial menunjukkan komposisi kimia sepertitercantum pada Tabel 3. CAJ-14 memiliki nilaiAl2O 3 /SiO 2 = 0,9 dan CAJ-16 memiliki nilaiAl2O 3 /SiO 2 = 1,6. Kandungan pengotor Fe 2O 3,TiO 2 dan CaO nampak relatif tinggi.

    Data lain adalah pH pada 10% padatan= 10,0 danBulk density bubuk = 1,74 gr/ml.

    Dari hasil karakterisasi terlihat bahwa komposisikimia utama bubuk refraktori cor tipe CAJ-16 adalahAl2O 3, SiO 2, Ta 2O 5 dan ZrO 2 dengan nilai Al 2O 3 / SiO 2 = 1,6 mengandung mineral-mineral mullite,cristobalite dan corundum . Tekstur dari partikel-partikelnya adalah sugary dan needle yang salingberikatan. Tipe CAJ-14 mempunyai nilai Al 2O 3 /SiO2= 0,9. Diketahui bahwa semakin tinggi nilai Al 2O 3 / SiO2, semakin tinggi sifat kerefraktoriannya.

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    25/49

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    26/49

    23Percobaan Pendahuluan Pembuatan Refraktori Cor ... Muchtar Aziz dan Ngurah Ardha

    disebabkan karena pada saat aluminosilikatmengalami pembakaran suhu tinggi dalam boiler PLTU, alkali di permukaan partikel meleleh. Terlihatpada Gambar 2 bahwa permukaan partikel membulattersebut tidak merata yang menunjukkankemungkinan proses pelelehannya belum sempurna.Partikel-partikel yang permukaannya meleleh belumsempurna dan berukuran halus ini cenderungbergerak/berputar di dalam boiler akibat tekananudara panas dan terbang melalui cerobong sehinggadisebut abu terbang. Unsur-unsur yang terkandungdalam abu terbang adalah C-K, Al-K Si-K dan Fe-Kdengan komponen C = 32,5%, Al 2O 3 = 3,98%,SiO 2 = 4,5% dan FeO = 59%. Bentuk partikelhalus yang membulat cocok untuk bahan tahan apicor, karena memiliki sifat lambat pengendapan danself flowing yang lebih baik. Keunggulan dari sifat

    pengendapan yang lambat cenderung membentukdistribusi merata, sehingga produk refraktori cor akanmempunyai struktur fisik yang uniform dengan dayatahan abrasif yang lebih baik.

    Mullite yang terdeteksi melalui XRD mungkin jumlahnya sangat kecil, karena tidak nampak adanyatekstur menjarum/memanjang (tekstur khas mulite )seperti pada tekstur refraktori cor komersial. Selainitu juga belum nampak adanya tekstur yang berikatansatu sama lain yaitu tekstur akibat perlakuan suhutinggi/pelelehan. Oleh karena itu, abu terbang-PLTUSuralaya belum bersifat refraktori.

    Komposisi mineral :Hasil uji terhadap contoh abu terbang PLTU-Suralayamenunjukkan bahwa mineral dominan adalah kuarsadan sedikit mullite . Keberadaan mullitemenunjukkan bahwa aluminosilikat pada abuterbang telah mengalami kontak dengan suhu tinggi

    di dalam tungku pembakaran batubara PLTU. Mul-lite (3Al2O 3.2SiO 2) adalah mineral alumina silikatyang tahan terhadap suhu tinggi hingga sekitar 1875 ° C, tetapi karena masih ada mineral kuarsakemungkinan ketahanan terhadap suhu akanberkurang.

    Komposisi kimia :Komposisi kimia disajikan pada Tabel 4 menunjukkannilai Al 2O 3 /SiO 2 = 0,16 yang berarti kadar aluminasangat kecil dibandingkan dengan silikanya. Jikadibandingkan dengan data dalam Tabel 1 yangmengandung kadar alumina lebih tinggi, dengan nilaiAl2O 3 /SiO 2 = 0,6, maka kadar Al 2O 3 hasil uji saatini sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkankualitas batubara yang digunakan saat ini berbedadengan kualitas batubara yang digunakan pada tahun

    1977.

    3.2.2 Grog dan Bahan Pengisi

    Sebagai bahan grog kasar digunakan aluminosilikatyang telah mengalami perlakuan suhu tinggi dantelah dipecah ( crushed brick ). Crushed brick dibuatberukuran ± 30 mesh yang berfungsi untukmengurangi terjadinya shrinkage dan thermal expan-sion . Komposisi mineral : Corundum, Mullite danCristobalite . Komposisi kimianya disajikan padaTabel 5.

    Bahan pengisi lainnya adalah aluminium oksida( Aloxi) yang berfungsi untuk menambah kandunganAl2O 3 sehingga sifat kerefraktorian dari refraktori cor diharapkan menjadi meningkat. Bahan pengisi yangdigunakan dominan mengandung mineral korundum,komposisi kimianya mengandung 98,5% Al 2O 3(Tabel 5).

    Tabel 4. Komposisi kimia abu terbang PLTU - Suralaya

    %SiO 2 %Al2O 3 %Fe2O 3 %TiO 2 %CaO %MgO %K 2O %Na 2O %LOI

    72,9 11,37 5,93 0,76 3,19 1,99 0,46 1,45 1,04

    Tabel 5. Komposisi kimia c r u sh e d b r ic k , a l o x i d a n c a l c i u m a l u m in a t e

    %SiO 2 %Al2O 3 %Fe2O 3 %TiO 2 %CaO %MgO %K 2O %Na 2O %LOI

    39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12

    0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23

    5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    27/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 18 – 2824

    Untuk contoh rekayasa campuran menggunakanbahan baku aluminium oksida, grog dan calciumaluminate tanpa abu terbang memberikan kadar Al2O 3 yang tinggi (lihat Tabel 7, contoh B,C), tetapidengan penambahan abu terbang yang semakinbanyak (lihat Gambar 3) kadar Al 2O 3 cenderungmenurun drastis. Selanjutnya Gambar 4menunjukkan bahwa penambahan semen kalsiumaluminate hanya meningkatkan kadar Al 2O 3 relatif kecil.

    Sebaliknya penambahan alumina oksida yangsemakin banyak, jelas dapat menaikkan kadar Al 2O 3secara signifikan (Gambar 5), namun yang menjadipertanyaan apakah peningkatan kadar Al 2O 3 ini bisameningkatkan kualitas refraktori cor. Hal ini dapatdiketahui pada hasil pengujian PCE selanjutnya.

    3.4 Uji Hasil Cetak Refraktori Cor

    Benda uji dibuat melalui cetakan berbentuk silinder berdiameter 4 cm dan tinggi 4,5 cm, dengan caramenuangkan adonan komposit mentah ke dalamnya.Sebelum penuangan, adonan dibuat terlebih dahuludengan menambahkan 15-20% air pada komposit

    3.2.3 Binder

    Sebagai binder atau perekat mentah digunakan cal-cium aluminate . Data XRD tidak menunjukkan namakandungan mineralnya, namun disebutkansenyawanya adalah senyawa kalsium aluminiumoksida. Komposisi kimianya ditunjukkan pada Tabel5.

    3.3 Campuran Bahan Baku dan Karakteristiknya

    Campuran bahan baku (abu terbang, grog ,alumunium oksida, calcium aluminate ) berdasarkanvolumenya dengan perbandingan Al 2O 3 /SiO 2tertentu yang telah tercampur secara homogenmembentuk suatu komposit mentah refraktori cor.Komposisi komposit mentah ini tersusun berdasarkan

    volume seperti ditunjukkan pada Tabel 6.

    Kode contoh B,C,D s/d L yang tercantum pada Tabel6, menunjukkan rekayasa campuran bahan baku yangmembentuk komposit mentah refraktori cor. Kodecontoh A pada Tabel 7 dan 8 adalah contoh CAJ-16. Hasil analisis kimia dari komposit mentahrefraktori cor ditunjukkan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Komposisi kimia komposit mentah pembuatan refraktori cor

    Kode % % % % % % % % % Al 2O 3 / Contoh SiO 2 Al2O 3 Fe2O3 TiO 2 CaO MgO K 2O Na 2O LOI SiO 2

    A 31,5 57,4 1,54 2,27 5,23 0,14 0,38 0,34 0,86 1,8B 31,6 53,3 3,60 2,21 7,01 0,63 0,49 0,23 0,44 1,7C 24,5 58,0 3,99 1,78 9,00 0,44 0,56 0,43 1,13 2,4D 33,1 50,3 3,86 1,51 8,41 0,69 0,50 0,42 0,85 1,5E 28,1 56,0 4,06 1,65 6,79 0,89 0,34 0,42 0,69 2,0F 35,4 48,6 4,24 1,62 7,23 1,02 0,28 0,44 0,93 1,4

    G 32,1 46,5 5,14 1,62 11,44 0,96 0,30 0,50 1,19 1,4H 27,0 48,9 5,53 1,54 14,02 0,83 0,24 0,39 1,30 1,8I 29,6 51,6 4,50 1,46 9,96 0,78 0,29 0,40 1,26 1,7

    J 31,7 49,6 4,50 1,33 9,89 0,93 0,28 0,46 1,04 1,6K 28,3 52,0 4,76 1,57 10,48 0,85 0,22 0,44 1,17 1,8L 27,7 55,1 3,99 1,46 8,86 0,78 0,33 0,47 0,94 1,9

    Tabel 6. Komposisi komposit mentah refraktori cor (abu terbang, g r o g , aluminium oksida, c alc ium a lum ina t e )

    Kode contoh B C D E F G H I J K L

    Abu terbang - - 1 2 3 3 3 3 4 3 3Calcium Aluminate 0,5 1 1 1 1 2 3 2 2 2 2Grog 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2Alumunium oksida - 1 1 1 1 1 1 2 2 2 3

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    28/49

    25Percobaan Pendahuluan Pembuatan Refraktori Cor ... Muchtar Aziz dan Ngurah Ardha

    mentah dan diaduk sampai rata, kemudiandituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan sampaimengeras ( setting ). Pengamatan secara visualmenunjukkan, benda-benda uji mentah tersebutumumnya mempunyai setting time < 24 jam. Hasiluji densitas dan porositas benda-benda ujiditunjukkan pada Tabel 8. Uji pembakaran untukmenentukan nilai kerefraktoriannya dilakukanmelalui teknik uji PCE, hasil ujinya juga dapat dilihatpada Tabel 8. Dari data uji menunjukkan bahwasemua benda uji memiliki setting time kurang dari24 jam, Benda uji “A” yang dibuat dari contohrefraktori komersial memiliki densitas paling tinggi(2,6 g/ml), tetapi memiliki porositas paling rendah(23%). Hasil uji PCE terhadap benda uji “A”memberikan nilai paling tinggi yaitu SK-34 yangsetara dengan ketahanan suhu maksimum 1750 ° C.

    Terlihat pula dari data dalam Tabel 8 adanyakecenderungan penurunan ketahanan terhadap suhudengan bertambahnya komponen abu terbang yangsecara grafis diperlihatkan pada Gambar 6. Hal inikemungkinan disebabkan karena abu terbangmemiliki kandungan SiO 2 yang tinggi, berarti dalamcampuran terjadi peningkatan komposisi SiO 2 yangsecara teoritis menurut kurva titik leleh dankerefraktorian akan menurunkan ketahanan suhunya(penurunan nilai PCE). Senyawa alkali yangterkandung dalam abu terbang seperti CaO, K 2O danNa 2O turut mempengaruhi turunnya nilai PCE.Dalam klasifikasi refraktori, low/ultra-low cementcastable refractory yang tahan suhu tinggi, kandunganCaO nya maksimum 1% (kualitas ASTM kelas “F”)(Hwang,1991).

    Gambar 6. Pengaruh penambahan abuterbang terhadap ketahanan suhu

    Gambar 3. Pengaruh penambahan abuterbang terhadap kadar Al 2O 3pada campuran semen, c ru sh e d b r i c k , a l o x i =1 : 2 :1)

    y = -2.25x + 56.6R2 = 0.4188

    48

    5052

    54

    56

    58

    60

    0 1 2 3 4Volume abu terbang

    A

    l O ( %

    )

    2

    3

    y = 0.15x + 47.7R2 = 0.0132

    4646.5

    4747.5

    4848.5

    4949.5

    0 1 2 3 4Volume semen aluminate

    A l O

    ( % )

    2

    3

    Gambar 4. Pengaruh penambahan semena l u m i n a t e terhadap kadar Al 2O 3pada campuran (abu, c r u sh e d b r ic k , a l o x i =3 : 2 : 1)

    y = 4.3x + 42.467

    R 2 = 0.988646

    48

    50

    52

    54

    56

    0 1 2 3 4

    Volume aluminium oksida

    A l O

    ( % )

    2

    3

    Gambar 5. Pengaruh penambahan aluminaoksida terhadap kadar Al 2O 3pada campuran (abu, semen,c ru sh e d b ri c k =3,2,2)

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

    Volume abu terbang

    K e t a h a n a n s u

    h u

    ( ° C )

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    29/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 18 – 2826

    Tabel 8. Sifat fisik benda uji mentah refraktori cor dan nilai kerefraktoriannya

    No Kode Setting Bulk density Porositas PCE Titik lelehbenda uji time (jam) (g/ml) (%) (SK.No) ( ° C)

    1 A

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    30/49

    27Percobaan Pendahuluan Pembuatan Refraktori Cor ... Muchtar Aziz dan Ngurah Ardha

    dan pengamatan ini juga tampak bahwa bubukrefraktori cor komersial merupakan bahan refraktoriyang sangat reaktif terhadap air dengan membentuk

    struktur baru, struktur yang tahan terhadap suhumaksimum 1750 ° C.

    Sebaliknya contoh “I” strukturnya didominasi olehfragmen-fragmen yang membentuk aglomerat yangterdiri dari partikel-partikel menyudut dan partikel-partikel membulat ( sphere ) yang berasal dari abubatubara. Di antara fragmen-fragmen aglomerattersebut membentuk rongga-rongga yang terlihatporos. Porositasnya 42,8% dengan bulk density 1,8g/ml. Jika dibandingkan dengan contoh benda ujimentah “A” ternyata bubuk rekayasa refraktori cor belum menunjukkan reaktifitas yang tinggi terhadapair, namun hanya mampu membentuk aglomeratdengan porositas tinggi. Kandungan mineral-mineralnya sama seperti contoh bahan rekayasasebelum dicetak yaitu corundum, mullite dancristobalite . Struktur ini hanya mampu tahanterhadap suhu maksimum 1460 ° C.

    3.5 Pembakaran ( Firing ) terhadap Benda Uji

    Benda uji bakar ( firing ) selama 1 jam pada suhu1000 ° C. Secara visual dapat diketahui bahwa hasil

    uji bakar menunjukkan kekerasan benda uji menjadilebih tinggi. Pengujiannya saat tulisan ini dibuatmasih berlangsung termasuk uji kuat tekannya.Penelitian pembuatan refraktori cor ini, uji yangtelah dibuat dengan komposisi seperti pada contohkode B s/d L (Tabel 8) masih akan dilanjutkan untukmenghasilkan refraktori cor dengan kualitas yanglebih baik.

    4. KESIMPULAN

    Dari serangkaian percobaan laboratorium pembuatanrefraktori cor menggunakan abu terbang PLTUSuralaya sebagai salah satu komponennya, dapatdisimpulkan sebagai berikut :

    - Abu terbang PLTU-Suralaya berbutir halus (0.31– 300.74 µ m), dengan distribusi 80% berukuran0.31 — 40.99 µ m, atau d 50 = 6,22 µ m, bentukbutiran membulat dan tidak berikatan satu samalain (terlepas), komposisi mineralnya adalahkuarsa dan sedikit mulite . Komposisi kimiautama SiO 2 =72,9%, Al 2O 3 = 11,4% dengankadar pengotor cukup tinggi seperti besi (6%),titan (0,8%), oksida natrium(1,5%) sertakapur(3,2%). Adanya kuarsa (bukan cristobaliteatau tridimite ), besi dan juga kapur yang cukuptinggi menunjukkan material ini belum cukupbaik jika langsung digunakan sebagai bahanrefraktori cor, tetapi masih dapat digunakansebagai bahan imbuhnya.

    - Refraktori cor komersial berbutir dari sangathalus sampai 44% berukuran +30 mesh,struktur mikro partikel kasar bertekstur sugary dan partikel halus bertekstur needles/ memanjang, komposisi mineralnya adalahdominan corundum , diikuti oleh mullite dancristobalite . Komposisi kimianya SiO 2=29–38%, Al 2O 3=47-35% dengan kadar pengotor Fe2O 3 (1,2%), TiO2(1,6%) serta CaO sekitar

    4%, sifat kerefraktoriannya tahan terhadap suhu1750 O C (nilai PCE = SK-34) denganperbandingan komposisi Al 2O 3 /SiO 2 = 1,8

    - Rekayasa campuran bahan baku refraktori cor terdiri atas abu terbang, alumina oksida, grog dan calcium aluminate ditambah air membentukkomposit mentah dengan setting time

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    31/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 18 – 2828

    - Semakin banyak penambahan abu terbang kedalam rekayasa campuran bahan baku, semakinrendah nilai kerefraktoriannya.

    - Komposisi campuran bahan baku yang terbaikdalam percobaan ini adalah abu terbang, cal-cium aluminate , grog , aluminium oksida = 3 :2 : 3 : 2 dengan nilai PCE = SK-16 yang setaradengan ketahanan suhu 1460 ° C yaitu nilaitertinggi dihasilkan dari percobaan ini, denganperbandingan komposisi Al 2O 3 /SiO2=1,7 yangmendekati refraktori cor komersial.

    - Penambahan abu terbang yang relatif banyakmasih dapat mempunyai nilai PCE relatif tinggi,

    jika penambahan jumlah calcium aluminate dangrog juga relatif banyak.

    - Pemakaian aluminium oksida ( corundum ) hanyadapat meningkatkan kadar Al 2O 3 tetapi tidakmampu meningkatkan nilai PCE.

    · Benda uji mentah dari bahan pembanding(setelah ditambah air 15%) mempunyai struktur kompak berbentuk serat memanjang. Sebaliknyabenda uji mentah dari bahan rekayasa (setelahditambah air 15%) mempunyai struktur frag-ment-fragment membentuk aglomerat denganporositas relatif tinggi. Hal ini menunjukkanbahwa secara fisik hasil rekayasa refraktori cor menggunakan abu terbang belum mampumenyamai sifat-sifat refraktori cor komersial.

    Untuk merekayasa refraktori cor dengan kualitas yangsetara dengan refraktori cor komersial, penelitian iniperlu dilanjutkan dengan melakukan:

    - Mencari alternatif bahan lain sebagai penambahAl2O 3 yaitu harus menggunakan senyawa alu-minium reaktif

    - Perlu dilakukan uji coba sinterisasi terhadap

    campuran bahan baku

    DAFTAR PUSTAKA

    Hwang, J.Y, 1991. Beneficial Use of Fly Ash, Tech-

    nical Report, Michigan Technologycal Univer-sity. http://www.ceramicbulletin.org, 28

    Jan.2004.

    Hwang, J.Y dan Huang, X. 1995. Refractory Mate-rial Produced from Beneficiated Fly Ash, Pro-ceedings 11 th International Symposium on Useand Management of Coal-Combustion By-Prod-ucts , Orlando, January, Vol.1, p.32-1-13.

    Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R., 2003. Ef-fect of Syntetic Aggregate on Alumina Castables– Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite,Bulletin of American Ceramic Society, Abstracton http://www.ceramicbulletin.org. 28 Janu-ary.2004.

    PT.Indoporlen Refractories Indonesia, 2001. (Brosur).

    PT. PLN (Persero) dan PT. Kema Technology Indo-nesia, 1997. Pengelolaan Abu Terbang dan AbuDasar Pembangkit Listrik Dengan Bahan Bakar Batubara di Indonesia, Laporan Teknik .

    Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2001.Buletin Statistik Komoditi Mineral Indonesia,No. 28 .

    Sharadaa Ceramic Ltd, 2000. Product data of Castables Refractories, India, http:// www.castablerefractories.com. 4 Febr 2004.

    Silvonen, J. 2001. Porous Ceramic Castable Refrac-tories, Presentation Outline , TUT, Institute of Materials Science, Ceramic Materials Labora-tory.

    Soewanto, R. dan Sagala, M., 1997. KarakterisasiKromit Sulawesi Tengah Sebagai BahanRefraktori, Prosiding Kolokium PengolahanMineral Untuk Industri di Indonesia , PuslitbangTeknologi Mineral, hlm 165.

    Supomo, Sagala, M. dan Pranggono, P. 1997,Pembuatan Mulit dari Topaz, Prosiding Kolokium Pengolahan Mineral Untuk Industridi Indonesia , Puslitbang Teknologi Mineral,hlm 119.

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    32/49

    29Uji Toksisitas Akut LC50 Bahan Abu Terbang ... Nia Rosnia Hadijah, Herni Khaerunisa dan Siti Rafiah Untung

    UJI TOKSISITAS AKUT LC50 BAHAN ABU TERBANG

    DAN ABU DASAR SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

    REPRODUKSI DAPHNIA CARINATA KING

    NIA ROSNIA HADIJAH, HERNI KHAERUNISA DAN SITI RAFIAH UNTUNG

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

    SARI

    Uji toksisitas akut dengan organisme uji Dahnia carinata King dilakukan terhadap contoh abu dasar dan abuterbang batubara. Abu batubara yang digunakan berasal dari PLTU Ombilin dan PLTU Asam-asam yang kemudiandiekstraksi dan digunakan sebagai larutan uji. Metodologi yang digunakan adalah metode OECD ( Organiza-tion for Economic Cooperation and Developments ). Pengamatan dilakukan selama 21 hari, kemudian totalneonate yang ditetaskan dihitung. Hasil penelitian menunjukkan, nilai LC50 - 48 jam adalah sebesar 10.000hingga 100.000 ppm, menunjukkan larutan uji termasuk dalam kriteria hampir tidak toksik. Dilakukan analisisdata varians terhadap tingkat reproduksi Daphnia carinata King pada tingkat kepercayaan 0.05. Dari hasilperhitungan Anava dinyatakan bahwa masing-masing larutan uji menurunkan tingkat reproduksi maupunpertumbuhan panjang neonate Daphnia carinata King.

    Kata kunci : uji toksisitas akut, abu dasar, abu terbang, Daphnia carinata King

    ABSTRACT

    Chronic toxicity tests using Daphnia carinata King were applied for examination of bottom ash and fly ash.Coal ash was sampled from PLTU Ombilin and PLTU Asam-asam, and used for the test after solid-phaseextraction. The chronic test was carried out according to the Organization for Economic Cooperation andDevelopments (OECD) method. The duration was 21 days and the total number of live neonate produced per parent animal was counted. The results of the tests showed, The 48-h LC50 values were 10,000 to 100,000ppm, indicate that the sample was almost non toxic. Collected data were analyzed using analysis of variancetest at significant level of 0.05. The result indicated that each sample to reduced the reproduction and thegrowth (length) of Daphnia carinata King neonate.

    Keywords : chronic toxicity test, bottom ash, fly ash, Daphnia carinata

    1. PENDAHULUAN

    Abu terbang dan abu dasar merupakan limbah padatutama dari hasil pembakaran batubara di PembangkitListrik Tenaga Uap dan Industri seperti semen dantekstil. Limbah abu batubara ini tidak mudah larutdan memerlukan tempat pembuangan tersendiri agar tidak mengotori lingkungan. Limbah abu terbangbiasanya ditempatkan pada lokasi pembuangan

    tersendiri seperti dam, kolam pembuangan, ataupenimbunan. Di atas timbunan itu kemudianditanami rumput dan pepohonan. Masih banyak abuterbang yang teronggok di lokasi penimbunan,padahal produksi limbah abu terbang yang mencapairatusan ribu hingga jutaan ton per tahun itumemerlukan biaya yang besar untuk menanganinya.

    Salah satu penanganan lingkungan yang dapat

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    33/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 29 – 3630

    diterapkan adalah memanfaatkan limbah tersebutuntuk berbagai keperluan seperti dalam bidangkonstruksi terutama sebagai campuran pembuatansemen dan beton serta pembenah lahan pertanian.Namun, pemanfaatan yang dilakukan masih tergolongrendah. Bahkan, peraturan yang berlaku saat ini diIndonesia menyebutkan abu terbang dan abu dasar sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) sepertiyang tercantum dalam Daftar Limbah B3 dari Sumber yang Spesifik pada PP No. 85 Tahun 1999. Hal inikarena terdapat kandungan oksida logam berat yangakan mengalami pelindian secara alami danmencemari lingkungan, sehingga menyebabkankendala dalam memasyarakatkan hasil pemanfaatanabu batubara tersebut.

    Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka dilakukan

    penelitian terhadap abu batubara untuk mengetahuitingkat toksisitas abu batubara tersebut terhadapmakhluk hidup dengan pengujian secara biologi.Salah satu bentuk dari pengujian biologi adalah ujitoksisitas akut yang dinyatakan dalam konsentrasiletal ( Lethal Concentration /LC) atau dosis letal ( Le-thal Dose /LD). LC dan LD merupakan salah satu carauntuk mengukur potensi racun suatu bahan dalamwaktu pendek. Konsentrasi letal biasanya menyatakankonsentrasi kimia di udara tetapi dalam kajianlingkungan dapat juga menyatakan konsentrasi kimiadalam air. LC dan LD bisa dinyatakan dalam kisaran0 – 100, namun yang umum dipakai adalah angka50. Dengan demikian, LC50 menyatakan konsentrasikimia di udara/air yang dapat menyebabkan kematian50 % dari kelompok hewan uji dalam jangka waktutertentu (biasanya 48 – 96 jam) ().

    Organisme uji yang digunakan pada penelitian iniadalah Daphnia (kutu air) dari spesies Daphniacarinata King. Daphnia sp. sangat peka terhadap zatpencemar. Kemampuan hidup dan reproduksi dariDaphnia sp. sangat dipengaruhi oleh komposisi dari

    berbagai jenis bahan aditif yang terkandung dalammedia hidupnya (Calow,1993). Selain itu Daphniasp. telah memenuhi berbagai persyaratan sebagaihewan uji. (EPS,1992)

    Kriteria toksisitas ( Toxicity rating ) LC50 secara umummenurut Australian Petroleum Energi Association(APEA) 1994 dan Energy Research and DevelopmentCorporation (ERDC) 1994 disajikan pada Tabel 1.

    Untuk melihat pengaruh lebih jauh toksisitas suatularutan uji terhadap hewan uji Daphnia carinataKing, dilakukan uji reproduksi dengan mengamatitingkat reproduksi dan pertumbuhan panjang neo-nate Daphnia carinata dari masing-masing larutanuji dan sebagai pembanding disiapkan kontrol.

    2. BAHAN DAN PERCOBAAN

    Penelitian berlangsung selama kurang lebih 3 bulandan dilaksanakan pada tahun 2004. Percobaandilakukan di dua tempat, yaitu di laboratoriumlingkungan Puslitbang Tekmira dan laboratoriumtoksikologi PPSDAL – Lembaga Penelitian UNPAD,Bandung.

    2.1 Bahan

    Bahan percobaan terdiri atas contoh abu batubaradan bahan kimia. Contoh abu batubara yang dipakaidalam penelitian, adalah abu terbang dan abu dasar asal PLTU Ombilin (kode contoh FAO & BAO) sertaabu terbang dan abu dasar asal PLTU Asam Asam(kode contoh FAA & BAA). Bahan kimia yang pa-ling banyak dipakai adalah asam asetat dan natriumhidroksida. Bahan kimia tersebut digunakan untukmembuat larutan pengekstrak dalam percobaan TCLP(Toxicity Characteristic Leaching Procedure ).Peralatan yang dipakai antara lain mesin pengocok,penyaring, dan peralatan gelas laboratorium.

    Tabel 1. Kriteria tingkat toksisitas LC50

    No Kriteria Toksisitas Nilai (ppm)

    1 Sangat toksik < 1 ppm2 Toksik 1 – 100 ppm3 Daya Racun Sedang ( Moderately Toxic ) 100 – 1.000 ppm4 Daya Racun Rendah/Sedikit ( Slightly Toxic ) 1.000 – 10.000 ppm5 Hampir Tidak Toksik ( Almost Non Toxic ) 10.000 – 100.000 ppm6 Tidak Toksik ( Non Toxic ) > 100.000 ppm

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    34/49

    31Uji Toksisitas Akut LC50 Bahan Abu Terbang ... Nia Rosnia Hadijah, Herni Khaerunisa dan Siti Rafiah Untung

    2.2 Percobaan

    Percobaan terdiri atas 4 (empat) tahapan, yaitu :

    - Analisis kimiaPada analisis kimia contoh abu baturara dansaringan (filtrat) hasil TCLP, unsur-unsur yangdiperiksa adalah unsur-unsur kelumit.

    - TCLPPercobaan TCLP dengan metode EPA 1311,dilakukan terhadap masing-masing contoh abubatubara. Filtrat yang diperoleh dikumpulkandan dijadikan media uji toksisitas akut.

    - Uji toksisitas akut (LC50)Uji toksisitas akut terdiri atas uji pendahuluan

    (Critical Range Test /CRT) dan uji lanjutan ( RealTest ). Uji pendahuluan disebut juga uji ambangbatas kritis karena uji ini untuk menentukankisaran konsentrasi larutan pada uji lanjutan.Uji dilakukan selama 48 jam tanpa pengulangandan sebagai pembanding disiapkan kontrol(konsentrasi 0 %). Wadah uji menggunakanbeaker glass 250 ml dan volume larutan ujisebanyak 200 ml. Air pengencer yang digunakanharus sudah diaerasi minimal 2 jam. Setelahpembuatan larutan dilakukan, kemudian 10ekor Daphnia yang berusia kurang dari 24 jam(neonate ) didedahkan ke dalam setiap beaker glass . Total Daphnia carinata yang mati selama48 jam menjadi dasar dalam penentuankonsentrasi untuk uji lanjutan ( Real test ).

    Uji lanjutan pengerjaannya hampir sama denganuji pendahuluan. Namun, uji lanjutan dilakukandengan 3 kali ulangan untuk setiap konsentrasipada setiap bahan uji (EPS, 1990). Selama ujitoksisitas, organisme tidak diberi pakan dantidak diaerasi serta media tidak diganti. Para-

    meter yang diamati adalah jumlah kematianorganisme dengan pengamatan kondisilingkungan yang berupa pH dan temperatur sertanilai kandungan oksigen terlarut (DO) yangdilakukan sebelum dan setelah pengujian. Padaakhir pengamatan dihitung jumlah totalorganisme yang mati untuk menentukan nilaiLC50 dengan menggunakan perhitungan analisisprobit.

    - Uji reproduksi DaphniaPada uji reproduksi, konsentrasi larutan ujiadalah 50 % dari nilai konsentrasi LC50 danpengujian berlangsung selama 21 hari denganulangan sebanyak 10 kali. Sebagai pembandingselalu disediakan kontrol dengan ulangan yangsama dan media kontrol yang dipakai adalah

    air pengencer media uji (air tawar). Wadah ujimenggunakan beaker glass 250 ml dan volumelarutan uji sebanyak 100 ml. Induk betina Daph-nia carinata yang digunakan adalah yang berusiakurang dari 24 jam ( neonate ). Jumlah Daphniayang didedahkan adalah satu ekor untuk setiapbeaker glass . Parameter yang diamati dalam ujireproduksi adalah jumlah neonate yangditetaskan dari setiap induk Daphnia carinata ,waktu reproduksi, dan pertumbuhan panjangneonate (anakan) yang baru ditetaskan. Semuaitu dibandingkan dengan kontrol (OECD, 1996).Lalu, data yang diperoleh diolah secara statistik.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Analisis Kimia Abu Batubara

    Hasil analisis unsur kelumit batubara disajikan padaTabel 2. Dari tabel diketahui bahwa kadar logamdalam abu terbang dari PLTU Asam-asam lebihtinggi daripada unsur dalam abu terbang yang berasal

    Tabel 2. Hasil analisis kimia unsur-unsur kelumit abu batubara PLTU

    No Jenis Abu BatubaraCu Pb Zn Cd Cr As Hg

    ppm

    1 Fly ash Asam-asam, FAA 298 19 391 11 224 10 tt2 Bottom Ash Asam-asam, BAA 62 tt 138 tt 288 tt tt3 Fly ash Ombilin, FAO 87 15 153 tt 120 155 tt4 Bottom ash Ombilin, BAO 44 tt 37 tt 160 tt tt

    Ket : - contoh diperiksa dari bahan asal - tt = tidak terdeteksi

  • 8/16/2019 02_jurnal_tekmira_mei_2006

    35/49

    Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 37, Tahun14, Mei 2006 : 29 – 3632

    dari PLTU Ombilin. Hal ini mungkin disebabkanoleh kondisi geologi pengendapan yang berbeda.

    Unsur-unsur kelumit yang biasa ditentukan dalamTCLP adalah logam Cu, Pb, Zn, Cd, Cr, As, danHg. Pengujian unsur kelumit pada hasil saringan(filtrat) pelindian TCLP dari abu batubara tercantumpada Tabel 3. Kadar logam-logam yang diperolehdari semua contoh filtrat yang dianalisis tidak adayang melebihi standar limbah B3 di Indonesia untukijin pembuangan yang diperoleh berdasarkan ujipelindian ( leaching ) TCLP menurut KeputusanKepala Bapedal No. Kep-03/Bapedal/09/1995 tentangPersyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3, bahkansebagian besar nilainya kecil.

    3.2 Uji Toksisitas Akut

    Kehidupan kutu air ( Daphnia ) dipengaruhi olehkondisi lingkungan terutama suhu. Untukmemastikan agar kondisi uji hayati memenuhipersyaratan pengujian maka diadakan pengukurandan analisis beberapa parameter kualitas air, yaitu

    suhu, pH dan oksigen terlarut ( Dissolved Oxygen / DO).

    3.2.1 Temperatur

    Kisaran temperatur untuk setiap larutan ujidicantumkan dalam Tabel 4.

    Temperatur air dalam kultur Daphnia sebaiknyaberkisar antara 24 hingga 26 o C (EPS, 1992) karenapada kisaran temperatur tersebut merupakantemperatur yang paling baik untuk pertumbuhan,perkembangan serta tingkat reproduksi dari Daph-nia. Hal ini sangat berkaitan erat dengan kerja enzimyang ada di dalam tubuh makhluk hidup. Enzimmerupakan senyawa organik yang tersusun atas pro-tein yang dalam peristiwa metabolisme bertindak

    sebagai katalisator, artinya zat yang mampumempercepat reaksi kimia namun tidak ikut bereaksi.Kerja enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah temperatur. Jika temperatur terlalu tinggi atau terlalu rendah maka aktivitasenzim akan terhambat, sehingga proses metabolismeakan terhambat yang berakibat pada prosespertumbuhan, perkembangan dan termasuk didalamnya reproduksi Daphnia carinata akan pulaterhambat. Daphnia sp. adalah hewan yang dapatdikembangbiakkan dalam kisaran temperatur yangluas, namun Daphnia sp. harus dilindungi dariperubahan temperatur yang terlalu mendadak karenadapat menyebabkan kematian (EPA, 1991).

    3.2.2 Derajat Keasaman (pH)

    Dalam EPS (1990) dinyatakan bahwa derajat

    Tabel 4. Kisaran temperatur untuk seti