Top Banner
i MONITORING TUTUPAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI Modul 1 - Pendekatan Umum - Analisis Hidrologi - Monitoring Dengan Citra Resolusi Rendah & Sedang 24 Nopember 2011 Bukti Bagja S.Hut., M.Si (Leading Consultant) Wim Ikbal Nursal, S.Hut., MSc. (Associate) Iksal Yanuarsyah, S.Hut., MSc. (Associate) Purwana Satriyo, STP. MT. (Associate) COPYRIGHT: The concepts and information contained in this document are the property of Leuser Ecosystem Foundation. Use or copying of this document in whole or in part without the written permission of Leuser International Foundation an infringement of copyright. LIMITATION: This report has been prepared on behalf of and for the exclusive use of Leuser International Foundation, and is subject to and issued in connection with the provisions of the agreement between Leuser International Foundation and its Client. Leuser Intenational Foundation accepts no liability or responsibility whatsoever for or in respect of any use of or reliance upon this report by any third party.
45
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

i

MONITORING TUTUPAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI Modul 1

- Pendekatan Umum - Analisis Hidrologi - Monitoring Dengan Citra Resolusi

Rendah & Sedang

24 Nopember 2011

Bukti Bagja S.Hut., M.Si (Leading Consultant) Wim Ikbal Nursal, S.Hut., MSc. (Associate) Iksal Yanuarsyah, S.Hut., MSc. (Associate) Purwana Satriyo, STP. MT. (Associate)

COPYRIGHT: The concepts and information contained in this document are the property of Leuser Ecosystem Foundation. Use or copying of this document in whole or in part without the written permission of Leuser International Foundation an infringement of copyright.

LIMITATION: This report has been prepared on behalf of and for the exclusive use of Leuser International Foundation, and is subject to and issued in connection with the provisions of the agreement between Leuser International Foundation and its Client. Leuser Intenational Foundation accepts no liability or responsibility whatsoever for or in respect of any use of or reliance upon this report by any third party.

Page 2: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

iii

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Definisi dan Perspektif 1

2. PENDEKATAN UMUM 6

3. ANALISIS HIDROLOGI 10

4. MONITORING TUTUPAN LAHAN DENGAN CITRA RESOLUSI RENDAH - SEDANG 17

4.1. Akuisisi (Penyediaan) Citra 17

4.2. Akuisisi Data Referensi 21

4.3. Pra Pengolahan Citra 22

4.4. Interpretasi Citra 27

4.5. Contoh Hasil Interpretasi (Dari SPOT) 33

4.6. Perubahan Tutupan Lahan (Contoh dengan Landsat) 35

Lampiran I Klasifikasi Penutupan Lahan Menurut Baplan 40

Page 3: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS), dari sudut pandang ekologi dapat dianggap

sebagai sebuah unit ekologis. Di dalam sebuah DAS terdapat komponen biotik dan

abiotik yang berinteraksi membentuk siklus hidrologi. Seiring meningkatnya

jumlah penduduk dan aktivitas manusia, tekanan terhadap keutuhan eksosistem di

dalam unit ekologi DAS semakin meningkat. Berbagai aktifitas manusia yang di

dalam unit DAS umumnya meninggalkan jejak berupa perubahan penutupan lahan

di daerah dalam areal DAS. Kerusakan ekosistem khususnya hutan di dalam suatu

DAS menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan hidup yang pada

akhirnya merugikan manusia dalam bentuk bencana seperti erosi, banjir,

kekeringan, pendangkalan sungai, waduk dan saluran irigasi.

Dalam rangka mempertahankan kualitas DAS, pemantauan kondisi tutupan

lahan menjadi bagian yang penting dalam pengelolaan sebuah DAS. Saat ini,

perkembangan teknologi Penginderaan Jauh (remote sensing) yang dipadukan

dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) semakin menawarkan efektifitas di tengah

keterbatasan dana, waktu dan tenaga kerja dengan hasil yang diperoleh memiliki

akurasi yang baik, mudah, cepat dan murah, dan dapat dilakukan pada setiap waktu.

1.2. Definisi dan Perspektif

Beberapa definisi dan terminologi yang banyak ditemui dalam monitoring tutupan

lahan adalah sebagai berikut:

Terminologi Definisi /Perspektif

Tutupan Lahan Penutupan lahan (land cover) menurut Lillesand et al. (2004)

merujuk kepada jenis dan kenampakan dan material fisik dari

permukaan bumi, contohnya: vegetasi hutan, belukar, danau, dll.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merujuk kepada bentuk pemanfaatan lahan

(permukaan bumi) oleh manusia atau wujud nyata dari pengaruh

aktivitas manusia terhadap sebagian fisik permukaan bumi

penggunaan lahan lebih terkait dengan fungsi dari sebidang lahan

dari perspektif manusia.

Page 4: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

2

Terminologi Definisi /Perspektif

Remote Sensing Pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh

sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek

tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau

fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat,

pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain. Contoh dari

penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit

cuaca, memonitor janin dengan ultrasonik dan wahana luar angkasa

yang memantau planet dari orbit.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi berbasis komputer yang mengolah dan menyajikan

data-data geografis

Data Digital Elevation Model (DEM) SRTM

Citra bebentuk raster dengan ukuran piksel 90 meter x 90 meter.

Setiap piksel memiliki nilai yang menunjukan ketinggian areal

tersebut di atas permukaan laut yang dihasilkan dari pengukuran

gelombang radio (microwave) yang dipancarkan dan ditangkap

kembali oleh satelit RADAR SRTM.

Format Data Spasial Vektor dan Raster

Struktur data GIS dan Remote Sensiog terdiri atas dua format yaitu

data vektor (Titik, Garis, Poligon) dan Data Raster (pixel). Contoh

dari data Raster adalah Citra satelit

Page 5: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

3

Terminologi Definisi /Perspektif

Vektor Raster

Resolusi Citra Ukuran terkecil obyek di medan yang dapat direkam pada data

digital maupun pada citra. Pada data digital, resolusi dinyatakan

dengan pixel. Semakin kecil ukuran terkecil yang dapat direkam oleh

suatu sistem sensor, berarti sensor itu semakin baik karena dapat

menyajikan data dan informasi yang semakin rinci. Resolusi spasial

yang baik dikatakan resolusi tinggi atau halus, sedang yang kurang

baik berupa resolusi kasar atau rendah. Disamping itu dinyatakan

dengan ukuran dalam meter di lap atau dalam meter per pixel pada

citra (Rm/pixel), resolusi medan juga dapat dinyatakan dengan

ukuran dalam meter di lapa yang dapat digambarkan oleh sepasang

garis pada citra atau Rm/Lp (meter per line pairs).

Delineasi Proses menentukan (menarik) garis batas antara dua jenis klasifikasi

fitur geografis (geographic features) permukaan bumi seperti batas

tutupan lahan atau batas antara dua catchment daerah aliran sungai

Sistem Klasifikasi Tutupan Lahan

Sistem klasifikasi tutupan lahan adalah metode penggolongan jenis

tutupan lahan yang dibagi dalam beberapa level, dimana setiap level

memberikan perbedaan kedetailan informasi jenis tutupan lahan.

Penentuan tipe-tipe tata guna lahan dan tutupan lahan dapat

dilakukan dengan cara pengamatan dari citra satelit atau bisa juga

dari foto udara, selain itu diperlukan juga pengecekan ke lapangan.

(a) Klasifikasi Untuk Citra Resolusi Sedang

Terdapat sejumlah sistem klasifikasi tutupan lahan yang digunakan

di dunia, beberapa yang cukup banyak digunakan adalah klasifikasi

dari FAO, sistem klasifikasi tutupan lahan Anderson et al. (1976). A

Standard Classification System for The Mapping of Land Use and Land

Cover fom the state of North Carolina (1994), SEMCOG Land Use

Page 6: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

4

Terminologi Definisi /Perspektif

Land Cover Classification System (2000), dan lain sebagainya.

Di Indonesia, terdapat sejumlah lembaga yang mengembangkan

klasifikasi penutupan lahan, dua diantaranya yang sering menjadi

acuan adalah Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

(Bakosurtanal) dan Badan Planologi Kehutanan (Baplan).

Bakosurtanal mengeluarkan klasifikasi penutupan lahan dalam Peta

Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari skala 1:10.000 hingga 1: 250.000,

sementara Kementerian Kehutanan melalui Baplan mengeluarkan

peta pentupan lahan untuk keperluan penatagunaan kawasan hutan.

Meskipun cukup baik untuk mendefinisikan kawasan pedesaan dan

urban, namun klasifikasi Bakosurtanal dinilai oleh konsultan kurang

detail dalam membagi klasifikasi kawasan hutan, klasifikasi hutan

yang lebih baik ditemukan dalam system klasifikasi penutupan lahan

dari Badan Planologi Kehutanan yang membagi setidaknya hutan

menjadi hutan primer, sekunder dan tanaman serta berdasarkan tipe

vegetasi yaitu hutan rawa, hutan mangrove, dan hutan lahan kering.

Secara keseluruhan terdapat 24 kelas penutupan lahan yang

digunakan oleh Baplan, mulai hutan primer lahan kering sampai

kepada lahan terbuka. Sistem klasifikasi ini sedang dalam proses

standarisasi di SNI untuk dijadikan system klasifkikasi tutupan

lahan standard di Indonesia. Namun demikian, terdapat kelemahan

dari sistem klasifikasi Baplan ini, yang paling utama adalah bahwa

sistem klasifikasi tidak sepenuhnya menunjukan tipe penutupan

lahan. Beberapa kelas masih menunjukan tipe penggunaan lahan dan

bukan penutupan lahan seperti: areal transmigrasi, bandara, tambak,

dan bandara. Oleh karenanya, sistem kalsifikasi ini cenderung

disebut “penutupan/penggunaan lahan” dan bukan spesifik

“penutupan lahan”.

(b) Klasifikasi Untuk Citra Resolusi Tinggi

Pada dasarnya, sistem klasifikasi penutupan lahan dari Baplan

dikembangkan berdasarkan teknologi interpretasi citra satelit

resolusi sedang seperti Landsat dan SPOT yang lazim digunakan

untuk analisis kawasan dalam skala yang luas, oleh karenanya untuk

Page 7: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

5

Terminologi Definisi /Perspektif

klasifikasi berdasarkan citra resolusi tinggi seperti quickbird dan

IKONOS, beberapa kelas dapat diperdetail (breakdown) sesuai

dengan kemampuan interpreter dan belum ada panduannya secara

baku.

Page 8: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

6

2. PENDEKATAN UMUM

Pada prinsipnya, proses “monitoring” dapat diartikan sebagai kegiatan

pengumpulan dan analisis informasi guna menentukan kondisi suatu objek atau

komponennya, apakah sedang atau telah mengalami perubahan (CIFOR, 2007).

Karena ditujukan untuk mendeteksi “perubahan” maka proses monitoring secara

otomatis akan melibatkan data dari dua waktu yang berbeda.

Di dalam kesempatan ini, konteks monitoring yang diambil adalah monitoring

tutupan lahan di sebuah DAS untuk mengetahui kondisi tutupan hutan dari dua

waktu yang berbeda (time series), sehingga diketahui pengurangan atau penambahan

luas masing-masing tipe tutupan lahan dari suatu wilayah tertentu.

Istilah tutupan lahan (atau landcover dalam Bahasa Inggris) membawa kita

membayangkan “peta” yang menggambarkan material yang menutupi suatu ruang

tertentu di permukaan bumi seperti: hutan, lahan pertanian, permukiman, aliran air

sungai dan lain sebagainya. Dalam istilah pemetaan, data yang menyangkut

“ruang” di permukaan bumi ini disebut sebagai data spasial (data berbasis

ruang/geografis). Data spasial ini menjadi sangat populer saat ini karena sangat

membantu kita memvisualisasikan objek permukaan bumi sehingga lebih mudah

dipahami dan digunakan dalam pengambilan keputusan.

Adanya kebutuhan terhadap data spasial dalam proses monitoring tutupan

lahan menyebabkan proses ini memerlukan dukungan pengetahuan, dana dan waktu

untuk dapat menghasilkan kesimpulan tentang dinamika objek pengamatan, yang

seringkali melebih siklus hidup (life time) sebuah lembaga monitoring itu sendiri.

Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab mengapa monitoring DAS sering tidak

berkesinambungan dan cenderung diskrit.

Salah satu alat bantu yang banyak digunakan dalam pemetaan tutupan hutan

saat ini adalah teknologi penginderaan jarak jauh (remote sensing) baik menggunakan

foto udara ataupun citra satelit yang dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis

(SIG). Secara umum, langkah yang biasa dilakukan dalam aplikasi penginderaan

jarak jauh untuk monitoring tutupan hutan adalah:

Page 9: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

7

a. Akuisisi Citra / Foto Udara

Akusisi data citra adalah proses memilih dan mendapatkan bahan baku untuk

proses analisis remote sensing lanjutan. Penyedia data ini adalah lembaga-lembaga

besar baik swasta maupun pemerintah yang memiliki wahana dan sensor yang

ditempatkan di orbit bumi. Saat ini, terdapat banyak pilihan sensor yang telah

ditempatkan di orbit dengan berbagai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pemilihan tipe sensor pada akhirnya diserahkan kepada pemakai dengan

mempertimbangkan tujuan analisis dan berbagai keterbatasan yang ada terutama

dana dan penguasaan teknologi. Sebagai contoh, sensor yang banyak digunakan

dalam pemetaan tutupan lahan hutan skala regional (kecil) adalah sensor dari citra

satelit resolusi1 rendah seperti Landsat TM (Thematic Mapper) dan MODIS.

Keuntungan penggunaan landsat adalah biaya yang relatif murah, kemudahan

mendapatkan citra dan teknologi pengolahannya yang sudah banyak dikuasai.

1 Resolusi adalah ukuran kekuatan citra untuk mendefinisikan obyek di permukaan bumi. Resolusi ditentukan oleh ukuran piksel yang

menjadi sel terkecil dari sebuah data raster.

Penyiapan data referensi : (a) Peta-peta Dasar, (b) Sistem Klasifikasi dan Kunci

Interpretasi Penutupan Lahan

Akuisisi Citra / Foto Udara

Pra Pengolahan Citra

Pengolahan Citra : (a) Interpretasi Citra,

(b) Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Layout Peta dan Pelaporan

Page 10: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

8

Sebagai alternatif terhadap citra resolusi rendah, untuk tujuan analisis detail

tersedia citra satelit resolusi spasial sedang – tinggi seperti SPOT (Prancis),

QuickbirdTm, IKONOSTm, GeoeyeTm yang memungkinkan pemetaan tutupan lahan

hutan yang lebih rinci.

b. Akuisisi Data Referensi

Data referensi adalah seluruh data yang dianggap dapat menunjang/

diperlukan dalam pelaksaaan monitoring. Sebagai contoh, data referensi yang

penting adalah: peta-peta dasar dari Bakosurtanal; kunci interpretasi; sistem

klasifikasi yang dapat menjadi pengetahuan awal guna menghubungkan pola

spektral dengan objek spasial.

c. Pra-pengolahan citra

Tujuan proses pra-pengolahan citra adalah untuk menjamin setiap piksel dari

suatu citra yang dipilih merekam pengukuran yang sama di lokasi geografis yang

sama. Di dalam studi deteksi perubahan, pra-pengolahan ini sangat penting untuk

dilakukan dan terkadang cukup rumit. Dengan pra-pengolahan, perbedaan spektral

pada piksel dengan lokasi yang sama akibat noise atau sumber kesalahan lainnya

(misalnya kondisi atmosferik saat citra diakuisisi, terrain displacement, dan lain-

lain) dapat dihindarkan. Selain koreksi citra yang tersebut di atas, termasuk di

dalam kategori pra-pengolahan adalah pembuatan subset, integrasi data, kompresi

citra dan sebagainya.

d. Ekstraksi informasi

Umunya terdapat dua teknik yang digunakan dalam mendeteksi perubahan

melalui data citra satelit. Kedua-duanya memiliki dua fase prosedur, fase pemodelan

dan fase penyelisihan. Fase pemodelan merupakan tahapan implementasi suatu

algoritma guna mendapatkan arti dari nilai spektral di dalam citra. Fase

pembandingan adalah tahapan pembandingan citra dari waktu yang berbeda dengan

menerapkan map algebra seperti operasi logik (untuk data vektor), pengurangan

(selisih/differencing), operasi pembagian (ratioing), dan lain-lain .

e. Evaluasi dan pelaporan

Tahap selanjutnya yang tidak kalah penting adalah pelaporan. Pada

umumnya monitoring jangka panjang, seiring waktu berjalan, seringkali terjadi

Page 11: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

9

perubahan penggunaan sensor, kedalaman informasi sampel data referensi, dan

teknik analitis yang digunakan. Pelaporan yang detil sangat penting untuk

menjamin nilai data dalam jangka panjang dan mengevaluasi informasi awal untuk

mengambil kesimpulan tentang situasi (perubahan) termutakhir. Selain itu,

pelaporan yang melibatkan algoritma bahkan kode program untuk setiap langkah

pra-pengolahan dan pengolahan citra, akan menjamin replikasi prosedur di wilayah

lain di dalam /di luar lingkup pengamatan.

Page 12: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

10

3. ANALISIS HIDROLOGI

Lokus yang menjadi perhatian (area of interest) dalam modul ini adalah Daerah

Aliran Sungai (DAS). Sebuah DAS umumnya memiliki Sub-sub DAS yang menjadi

akumulator air untuk sungai utamanya. Sebagai langkah awal dalam monitoring

tutupan hutan di DAS, perlu dilakukan identifikasi sub das yang ada di dalam DAS

dengan teknik analisis flow accumulation yang didasarkan kepada data elevasi

(Digital Elevation Model) / DEM. Pengolahan dilakukan menggunakan perangkat

analisis hidrologi di dalam software ArcGIS. Secara garis besar, langkah untuk

mendelineasi sub DAS adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Langkah Kerja Delineasi DAS menggunakan analisis hidrologi

Data DEM adalah data yang bebentuk raster dengan ukuran piksel tertentu.

Setiap piksel memiliki nilai yang menunjukan ketinggian areal tersebut di atas

permukaan laut. Dalam modul ini, data DEM yang digunakan adalah DEM dari

satelit SRTM dengan ukuran piksel 90 meter x 90 meter yang dihasilkan dari

pengukuran gelombang radio (microwave) yang dipancarkan dan ditangkap kembali

oleh satelit RADAR SRTM.2

2 Data DEM 90 meter dapat diresample menjadi data 30 meter x 30 meter untuk memperhalus hasil analisis,

dengan catatan hasil resample bersifat modelling dan memiliki kekurangan yang dapat menurunkan akurasi

geomteris hasil analisis. Oleh karenanya, jika memungkinkan data citra DEM SRTM ini dapat saja

digantikan oleh data lain yang lebih akurat seperti hasil scanning laser (LIDAR), hasil pengukuran

topografi di lapangan, citra radar resolusi tinggi, dan lain sebagainya, sepanjang data tersebut tersedia

Page 13: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

11

Citra DEM SRTM, yang ditampilkan dalam perangkat ArcGIS versi 9.3 akan

menghasilkan kenampakan default pankromatik (hitam putih) seperti dalam gambar

di bawah ini. Gradasi dari warna sangat gelap ke warna putih menunjukan

perbedaan ketinggian di suatu tempat. Pewarnaan (simbologi) hitam-putih ini bisa

saja diubah agar lebih nyaman dilihat dengan menggunakan kombinasi warna lain

sesuai keinginan pengguna yang dilakukan melalui pengaturan properties layer

DEM tersebut.

Gambar 3.2. DEM SRTM Aceh Tengah dan Bener Meriah

Setelah data DEM SRTM ditampilkan, analisis hidrologi dimulai dengan

urutan langkah sebagai berikut:

Page 14: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

12

a. Langkah 1: Pembuatan Flow Direction Model

Salah satu aspek yang penting dalam analisis hidrologi dari permukaan bumi

adalah pemetaan arah aliran air yang dapat dimodelkan menggunakan nilai elevasi

dari citra DEM (raster). Pemodelan arah aliran permukaan ini dinamakan fungsi

Flow Direction yang menggunakan raster surface (DEM) sebagai input dan

menghasilkan output raster yang menunjukan arah aliran keluar (out flow) dari

setiap sel. Pembuatan model flow direction tahap pertama akan menjadi bahan

untuk menganalisis keberadaan “sink”atau cekungan yang dapat memngganggu

proses pemodelan hidrologi.

Gambar 3.3. Model Flow Direction dengan depresi

Peta di atas menunjukan hasil klasifikasi ulang piksel-piksel dari citra DEM

berdasarkan kemungkinan arah aliran air dari titik piksel tersebut. Hasil model

Flow direction ini akan digunakan dalam tahap berikutnya yaitu identifikasi “sink”

dan pembuatan depresionless DEM (DEM tanpa sink). Depresionless DEM itulah

Page 15: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

13

yang nantinya menjadi bahan utama delineasi watershed setelah melalui pemodelan

akumulasi aliran air permukaan atau flow accumulation (tahap berikutnya) yang di

lapangan menyerupai model lebar sungai sesuai dengan akumulasi air yang

ditampungnya.

b. Langkah kedua: Membuat Depresionless DEM

Pembuatan model akumulasi aliran permukaan (flow accumulation)

memerlukan input DEM yang halus dan bebas dari depresi (depresionless DEM).

Depresi DEM disebabkan adanya cekungan yang memerangkap air (sink), hal ini

terbentuk oleh kesalahan pengukuran elevasi oleh sensor ataupun karena morfologi

alami di lapangan yang membentuk adanya cekungan. Adanya depresi sink akan

mengganggu pemodelan akumulasi aliran sehingga DEM SRTM mentah perlu

melalui proses “pengisian” dengan bantuan fungsi “fill” dalam perangkat lunak GIS

ArcGIS versi 9.3.

Gambar 3.4. Data Depresionless DEM Aceh Tengah dan Bener Meriah

Page 16: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

14

Selanjutnya, depresionless DEM tersebut ini akan digunakan untuk membuat

model flow direction baru seperti pada langkah sebelumnya, bedanya flow direction

yang terakhir ini adalah flow direction yang sudah bebas sink yang akan menjadi

bahan untuk pemodelan akumulasi aliran (flow accumulation).

c. Langkah ketiga: membuat Flow Accumulation dan Watershed

Flow accumulation menggambarkan bobot air yang terkaumulasi di satu titik

berdasarkan jumlah piksel sel yang mengarah ke padanya. Sel (piksel) dengan bobot

akumulasi besar berarti memiliki banyak sel yang mengarah ke padanya, atau

dengan kata lain ada banyak air yang akan mengalir ke titik tersebut sehingga di

lapangan biasanya berupa alur sungai. Semakin berat bobotnya maka di lapangan

umumnya berupa sungai yang semakin lebar. Hasil analisis flow accumulation akan

menyerupai peta alur sungai, semakin terang warnanya (semakin putih)

menunjukan semakin besar akumulasi air di titik tersebut atau semakin besar

dimensi sungai tersebut di lapangan.

Gambar 3.5. Model Akumulasi Aliran Air Berbasis Raster

Page 17: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

15

Langkah terakhir setelah mendapatkan model akumulasi aliran air adalah

adalah areal catcment dari masing-masing sub das. Untuk melakukan analisis

tersebut, digunakan fasilitas “watershed” dalam software ArcGIS versi 9.3. Ketika

proses “watershed” dilakukan, diperlukan pendefinisian titik outlet air atau titik

tumpah air (pour points) di tempat tertentu yang disengaja dipilih dan dinggap

sebagai sebagai outlet sub DAS. Selanjutnya, software akan menghitung piksel-

piksel dalam citra yang mensuplai air ke titik pour points tersebut yang dianggap

sebagai batas catchment. Berdasarkan proses tersebut, diperoleh delineasi batas Sub

Das untuk DAS Peusangan seperti dalam gambar berikut:

Gambar 3.6. Model Sub DAS untuk DAS Peusangan

Pour points

Sub DAS

Page 18: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

16

Page 19: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

17

4. MONITORING TUTUPAN LAHAN DENGAN CITRA RESOLUSI RENDAH - SEDANG

4.1. Akuisisi (Penyediaan) Citra

A. Citra Resolusi Rendah

Dari sejumlah citra resolusi rendah yang tersedia, Citra satelit Landsat adalah

salah satu pilihan yang paling banyak digunakan saat ini. Selain kemudahan dalam

penanganan (pengolahan) data, akuisisi data juga masih terus berlangsung dan

disebarluaskan ke publik dengan gratis melalui internet (website USGS/NASA).

Landsat 7 adalah generasi Satelit Landsat paling akhir dari Program Landsat dari

Amerika.

Secara ringkas, sejarah Satelit Landsat adalah:

Landsat 1 (mulanya dinamakan Earth Resources Technology Satellite 1) -

diluncurkan 23 Juli 1972, operasi berakhir tahun 1978

Landsat 2 - diluncurkan 22 Januari 1975, berakhir 1981

Landsat 3 - diluncurkan 5 Maret 1978, berakhir 1983

Landsat 4 - diluncurkan 16 Juli 1982, berakhir 1993

Landsat 5 - diluncurkan 1 Maret 1984, masih berfungsi

Landsat 6 - diluncurkan 5 Oktober 1993, gagal mencapai orbit

Landsat 7 - diluncurkan 15 April 1999, masih berfungsi dengan status SLC-

off

Saat ini, satelit yang masih beroperasi adalah Landsat 5 dan Landsat 7.

Namun demikian, sensor pengambil gambar (citra) yang terpasang pada satelit

Landsat 7 ini sejak akhir Mei 2003 mengalami kerusakan sehingga gambar yang

dihasilkan memiliki “striping” (garis hitam) yang berasal dari sebagian baris sensor

yang tidak berfungsi lagi. Oleh USGS, citra-citra yang diambil setelah tanggal ini

disebut dengan citra yang bersifat “SLC-Off” atau Scane Line Corrector tidak

berfungsi sehingga timbul stripping/ garis hitam pada citra Landsat 7.

Page 20: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

18

Citra landsat adalah data spasial yang berbasis raster. Satuan data terkecil

dari citra satelit ini adalah piksel yang dinyatakan dalam meter persegi. Setiap

piksel memiliki resolusi piksem 30 meter x 30 meter, dengan demikian objek yang

memiliki dimensi di bawah 30 meter x 30 meter akan sulit untuk dikenali. Semakin

kecil ukuran piksel, maka semakin kuat kemampuan citra tersebut mendefinisikan

objek atau memiliki resolusi spasial yang lebih baik.

(a ) Pixel (b ) Resolusi

Gambar 4.1. Ilustrasi Konsep piksel dan resolusi spasial data raster

Citra Landsat diperoleh dari penelusuran arsip citra dalam website

NASA/USGS (http://edcsns17.cr.usgs.gov/NewEarthExplorer/). Citra landsat

dan juga sejumlah dataset lainnya tersedia secara gratis untuk seluruh dunia. Di

bawah ini langkah umum mengunduh citra landsat dari webiste USGS.

Pemilihan lokasi dan range tanggal akuisisi

Gambar 4.2. Website Earth Explorer milik USGS

Tools Untuk Pemilihan lokasi

Tools Untuk Pemilihan range akuisisi data

Tools Untuk Pemilihan Jenis dataset

Page 21: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

19

Pemilihan kategori dataset

Gambar 4.3. Pemilihan dataset dalam Website Earth Explorer milik USGS

Pengunduhan dataset yang terpilih

Gambar 4.4. Tools dataset dalam Website Earth Explorer milik USGS

Tools untuk pemilihan dataset

Tools untuk melihat hasil

Tools untuk memilih dan mengunduh dataset yang terpilih

Page 22: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

20

Saat pertama didapat, data mentah citra landsat 7 ETM+ berupa sebuah file

compress yang ketika di uncompress dengan winrar atau winzip akan menjadi

banyak file yang terdiri atas file citra dari masing-masing band dan file-file

pendukung. Sebagaimana diketahui, citra landsat 7 ETM+ memiliki delapan kanal

(band), dari mulai band satu sampai band delapan yang dikemas di dalam satu

bundel data yang dapat diunduh secara gratis dari database USGS.

Untuk dapat diolah dan digunakan dalam proses interpretrasi, delapan band

citra tersebut harus disatukan terlebih dahulu menjadi sebuah “citra komposit”

dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS atau ER Mapper. Untuk menghasilkan

citra dengan tampilan spektrum warna tampak mata (true colors), simbologi pada

citra komposit diatur sehingga pada palet warna merah (red) digunakan kanal ke

lima (band 5), palet warna hijau (green) menggunakan kanal ke empat (band 4), dan

palet warna biru (blue) menggunakan kanal ke tiga (band tiga). Proses ini dapat

dilakukan dengan alat bantu perangkat lunak pengolahan citra ERMapper versi 7.1

atau dengan perangkat lunak ArcGIS versi 9.3.1.

B. Citra Resolusi Sedang

Contoh citra resolusi sedang adalah Satelit SPOT (Systeme Probotoire de

I’Observation de la Terre) yang merupakan proyek kerjasama antara Prancis,

Swedia dan Belgia di bawah koordinasi CBES (Centre d’Etudes Spatiales), yaitu

badan ruang angkasa Prancis. SPOT-2 diluncurkan tanggal 23 Februari 1986 dari

Stasiun Peluncuran Kourou, Guyana Prancis dengan membawa dua sensor identik

yang disebut HRV (Houte Resolution Visible, atau resolusi tinggi pada cahaya

tampak).

Satelit SPOT-5 sebagai kelanjutannya diluncurkan tanggal 3 Mei 2002.

Dibanding pendahulunya, SPOT 5 menawarkan kualitas citra yang lebih tinggi

dengan resolusi bisa mencapai 5 meter untuk multispektral dan 2,5 meter untuk

pankromatik. Citra SPOT masih menggunakan cakupan scene seperti halnya citra

landsat. Satu scene atau cakupan citra SPOT memiliki luas 60 x60 km.

Page 23: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

21

Karakteristik SPOT 5

1 Tanggal peluncuran 3 Mei 2002

2 Orbit altitude 822 km

3 Orbit inklinasi 98,7O Sun Syncrhonous

Kecepatan 7,4 Km/detik – 26.640 Km/jam

Waktu melewati equator 22.3

Waktu kembali 101.4 menit

Cakupan 60 x 60 km atau – 80 km pada nadir

Digitasi 8 bit

Resolusi Pan : 2,5 m dari 2 x 5 m lembar

Pan : 5 m (nadir)

MS : 10 m (nadir)

SWI : 20 m (nadir)

Akurasi dan kedalaman informasi Citra SPOT 5 memenuhi syarat untuk

pemetaan skala 1:50.000, namun demikian sangat disayangkan resolusi yang cukup

tinggi tidak diimbangi dengan resolusi temporal yang rendah yaitu 26 hari.

Untuk wilayah DAS Peusangan, diperlukan tiga lembar citra SPOT dari

tanggal liputan yang tidak terlalu berjauhan. Citra SPOT didapat dari sejumlah

reseller resmi citra SPOT yang ada di Indonesia. Pembelian citra SPOT 5 dapat

dilakukan sesuai kebutuhan, sehingga jika hanya separuh scene yang kita perlukan,

kita bisa memesan citra SPOT tersebut separuh scene. Data SPOT dari reseller

biasanya akan dikirimkan dalam bentuk digital dengan format .TIF. Tidak seperti

citra landsat yang memiliki 7 band, maka citra SPOT hanya memiliki 3 band

(dengan tambahan band Shortwave Infra Red jika diperlukan) dan dapat langusng

dibaca oleh banyak perangkat lunak remote sensing atau GIS.

4.2. Akuisisi Data Referensi

Penyiapan peta-peta dasar adalah langkah awal untuk melakukan monitoring

tutupan lahan di level DAS. Karena monitirong perubahan tutupan lahan adalah

kegiatan yang berbasis spasial (ruang), maka ketersediaan data spasial (peta) yang

berkualitas sangat menentukan keberhasilan proses monitoring. Kualitas data

spasial sendiri ditentukan setidaknya oleh kemampuan data tersebut mewakili

(merepresentasikan) obyek di permukaan bumi secara akurat dan aktual, dalam

Page 24: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

22

pengertian, selain akurat secara geodetis (ketepatan posisi berdasarkan sistem

koordinat geodetis), juga memiliki keterkinian (update) isi informasi sehingga dapat

digunakan sesuai tujuan.

Pembuatan peta dasar tidak dapat dilakukan secara sembarangan, beberapa

tema peta dasar mempersyaratkan kewenangan resmi untuk mengeluarkannya

seperti peta batas wilayah administrasi, peta garis pantai, peta batas pengelolaan

kawasan hutan,dan lain sebagainya; sedangkan beberapa peta lainnya dapat

dihasilkan sendiri dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah seperti peta tutupan

lahan, peta kelas kemiringan lahan, peta kelas elevasi, peta kontur, dan lain

sebagainya.

Di bawan ini disajikan beberapa tema peta dasar yang digunakan dalam proses

monitoring ini dan sumbernya:

Tabel 4.1. Tema (layer) Peta Dasar yang digunakan dalam proses Monitoring

No Tema (Layer) Format Kedalam Informasi

(skala)

Sumber

1 Peta Batas Administrasi

Vektor berbasis ArcGIS (SHP)

1:50.000 Pemerintah Provinsi Aceh

2 Peta jaringan jalan Vektor berbasis ArcGIS (SHP)

1:50.000 Bakosurtanal

3 Peta jaringan sungai Vektor berbasis ArcGIS (SHP)

1:50.000 Bakosurtanal

4 Peta Model Elevasi Raster DEM SRTM (TIF)

Resolusi 90 meter NASA / USGS

5 Peta lokasi kampong / Desa

Vektor berbasis ArcGIS (SHP)

1:50.000 Bakosurtanal

6 Peta Batas DAS / Sub DAS

Vektor berbasis ArcGIS (SHP)

1:50.000 Delineasi otomatis dari DEM SRTM

4.3. Pra Pengolahan Citra

a. Koreksi Radiometrik dan Koreksi Geometrik Citra (jika diperlukan)

Koreksi radiometrik karena kesalahan pada sistem optik dilakukan dengan

pengggunaan band-pass filter atau notch filter (untuk bising periodik/periodic

noise), penggunaan data dependent method (untuk bising garis/stripes noise),

membuang elemen gambar yang merepresentasikan bising sisir dan menggantinya

dengan harga rata-rata tetangganya (untuk bising sisir/spike noise). Koreksi

radiometrik karena gangguan energi radiasi pada atmosfer dapat dengan

Page 25: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

23

menggunakan model linier dan model kalibrasi bayangan awan. Kesalahan

Geometrik terjadi karena jarak wahana dengan objek yang jauh, sehingga

menimbulkan distorsi geometrik.

Koreksi geometrik dilakukan sesuai dengan jenis atau penyebab kesalahannya,

yaitu kesalahan sistematik dan kesalahan random. Adapun koreksi geometrik ini

memiliki tiga tujuan, yaitu:

o Melakukan rektifikasi (perbaikan) dan restorasi (pemulihan) citra agar

koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi.

o Registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau

mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau multi temporal.

o Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang

menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu.

b. Pengecekan Akurasi Untuk Koreksi Geometrik

Pengecekan akurasi dimaksudkan untuk menguji model transformasi yang

digunakan untuk koreksi citra. Jumlah titik kontrol diambil sebanyak mungkin

setidaknya lebih dari jumlah parameter yang belum diketahui pada rumus

transformasi yang digunakan. Jadi bila dalam proses transformasi affine polinomial

orde 1 terdapat n parameter tidak diketahui maka sebaiknya jumlah titik GCP yang

dipakai adalah n + 1. Demikian pula untuk penempatan GCP, sebaiknya menyebar

di seluruh permukaan citra dan tidak mengelompok. Akurasi koreksi gometrik

disajikan dalam bentuk standar deviasi (RMSE, root Mean Square Error). Standar

deviasi didefinisikan sebagai kuadrat-akar rata-rata aritmatika jumlah kuadrat error.

Kuadrat dari standar deviasi (σ2) disebut dengan varian atau ‘mean square error

dan konsekunsinya, kerapkali disamakan arti dengan Root Mean Square Error

(RMSE). Jadi dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa:

Page 26: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

24

Ketelitian dalam proses koreksi geometrik adalah 1 pixel. Jika data yang

dipergunakan adalah citra satelit Landsat maka kesalahan terbesar yang masih

diterima adalah 30 m (Purwadhi, 2001).

c. Pembuatan peta komposit citra

c.1. Komposit Jika Digunakan Landsat

Citra landsat 7 ETM+ sejak tahun 2003 memiliki cacat bawaan striping effect

(SLC-off), sebagai akibatnya, pada saat ditampilkan, terdapat garis-garis hitam

(striping) di hampir seluruh bagian citra. Untuk mengatasinya, citra primer dan

sekunder ditampilkan bersama (tumpang tindih) dalam sebuah viewer dengan

bantuan perangkat lunak ArcGIS, dan selanjutnya dilakukan modifikasi simbologi

dari masing-masing citra agar garis-garis hitam (striping) menjadi transparan dan

agar citra sekunder dapat mengisi gap pada citra primer. Di halaman berikutnya

disajikan ilustrasi penggabungan dua citra (primer dan sekunder) serta hasil proses

gap filling yang akan menjadi bahan untuk proses interpretasi citra.

Setelah diperoleh kombinasi citra landsat yang baik dengan tutupan awan

rendah (< 10%) dan telah melewati tahap persiapan untuk mendapatkan citra yang

telah direduksi dampak strippingnya (gap filling), maka proses delineasi tutupan

Page 27: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

25

lahan sudah dapat dilakukan. Teknik interpretasi yang digunakan adalah manual /

visual (on screen digitizing) dengan alat bantu perangkat lunak ArcGIS versi 9.3.1.

Gambar 4.5. Kombinasi Citra komposit 29 April 2009 dengan Citra Komposit 26 Februari 2009 yang telah dimodifikasi (band 5-4-3)

Citra 29 April 2009

Citra 26 Februari 2009 2009

Gap filling

Proses overlay dan gap filling dalam ArcGIS

Page 28: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

26

c.2. Komposit Jika Digunakan SPOT

Untuk citra resolusi sedang (jika digunakan) diperlukan tiga lembar citra

SPOT dari lembar 259-340, 259-341, dan 260-341 seperti yang diilustrasikan dalam

gambar di halaman selanjutnya. Citra SPOT 5 yang telah didapat tersebut

kemudian ditampilkan dan diproses menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi

9.3 untuk menghasilkan sebuah gabungan (Mosaic) citra yang siap untuk

diinterpretasi.

Proses membuat mosaic secara simple dapat dilakukan di ArcGIS dengan

fasilitas (toolbox) “create mosaic” dalam menu: data management → raster →

raster dataset. Hasil proses mosaic adalah sebuah raster yang merupakan gabungan

dari tiga raster sebelumnya. Setelah di dapat sebuah mosaic, bisa dilanjutakan

dengan proses “clip” untuk mendapatkan citra yang terfokus.

Gambar 5.1. Ilustrasi pembuatan mosaic citra SPOT 5 di DAS Peusangan

Lembar 260 - 341

Lembar 259 - 340

Lembar 259 - 341

DAS Peusangan

Page 29: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

27

4.4. Interpretasi Citra

a. Interpretasi Jika Menggunakan Landsat

Secara umum, interprertasi penutupan lahan dilakukan secara manual. Proses

umumnya dilakukan dengan mengidentifikasi objek melalui interpretasi langsung

oleh interpreter terhadap citra secara visual kemudian dilanjutkan dengan

mendelineasi objek tersebut secara manual menggunakan perangkat lunak Sistem

Informasi Geogerafis (SIG) ArcGIS versi 9.3.. Delineasi secara manual dikenal juga

dengan istilah on-screen digitation. Teknik ini membutuhkan interaksi operator dan

komputer yang tinggi, dengan kata lain teknik ini membutuhkan waktu dan tenaga

yang besar.

Beberapa persyaratan dalam menggunakan teknik ini antara lain:

memiliki data yang baik untuk klasifikasi

memiliki perangkat lunak yang mendukung (memudahkan) proses digitasi

memiliki operator yang memahami teknik interpretasi dan mendapatkan

pengetahuan awal tentang lokasi yang akan diinterpretasi, memahami dasar-

dasar sistem proyeksi peta dan menguasai teknik digitasi dengan

menggunakan perangkat lunak yang tersedia.

Intepretasi potret udara secara visual terkait dengan liputan lahan dilakukan

dengan dasar penggunaan kunci intepretasi yaitu yaitu rona, ukuran, bentuk,

tekstur, pola,bayangan dan situs/asosiasi. Kunci interpretasi tersebut didasarkan

tingkat kerumitannya dibedakan menjadi empat tingkat yaitu:

Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna

Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran dan tekstur

Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan

Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs/asosiasi

Rona adalah gradasi kecerahan relatif objek pada citra, sedangkan warna

adalah perbedaan gradasi warna objek pada citra. Dalam penafsiran perbedaan rona

atau warna pada suatu citra dapat dipergunakan untuk menentukan jenis objek

tersebut. Objek yang lebih cerah adalah objek yang memiliki nilai albedo (pantulan

Page 30: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

28

energi) yang lebih tinggi pada spektrum tertentu. Rona dan warna ini merupakan

elemen dasar dari persepsi manusia secara visual.

Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau

kerangka suatu obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek

yang dapat dikenali dengan melihat bentuknya. Bentuk dikelompokkan dalam

tingkatan sekunder berdasarkan susunan tingkat kerumitannya dalam

menginterpretasi citra. Ada dua istilah di dalam bahasa inggris yang artinya bentuk

yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedangakan form

merupakan susunan atau struktur yang lebih rinci.

Ukuran ialah atribut yang merupakan fungsi dari skala, yang antara lain

berupa jarak, luas, tinggi dan volume. Maka dalam memanfaatkan ukuran sebagai

unsur interpretasi citra maka skala citra harus dipertimbangkan.

Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dihasilkan oleh

kumpulan unit kenampakan yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.

Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan

ronanya. Apabila skala citra diperkecil, maka tekstur pada obyek akan semakin

halus.

Pola ialah hubungan susunan spasial suatu obyek. Pengulangan bentuk umum

tertentu merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun

buatan/bangunan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam mengenali

obyek tersebut. Pola tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat

kerumitan bentuk, ukuran dan tekstur.

Bayangan bersifat menyembunyikan detail/obyek yang berada di daerah gelap.

Obyek yang terletak di daerah bayangan umumnya tidak tampak sama sekali atau

kadang-kadang samar. Meskipun demikian, bayangan sering menjadi kunci

pengenalan penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari

bayangannya.

Situs/asosiasi adalah keterkaitan obyek dengan obyek lainnya. Karena ada

keterkaitan tersebut suatu obyek pada citra merupakan petunjuk bagi obyek

lainnya. Asosiasinya juga berkaitan dengan letak objek dalam suatu ekologi

bentang lahannya.

Page 31: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

29

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, akan dapat dilakukan Identifikasi dan

klasifikasi terhadap kenampakan pada citra dengan melakukan deleniasi. Di

samping itu, juga dilakukan penajaman warna (enhancement) berdasarkan pantulan

spektral obyek pada citra, memanfaatkan pengetahuan lokal (local knowledge) dan

teknis berbasis pengetahuan yaitu formulasi pengetahuan mengenai keterkaitan

ekologis antara jenis penutup lahan (land cover), karakteristik dan fungsi

penggunaan lahan (knowledge base technique), serta melakukan tumpangsusun

(overlay) antara peta satu dengan yang lainnya yang diperlukan. Teknik tersebut

digunakan untuk melakukan interpretasi citra untuk mendapatkan peta penggunaan

lahan, kemiringan lereng, bentuklahan, aksesibilitas/jalan, pola aliran, dan peta unit

lahan. Khusus peta tematik unit lahan diperoleh dari hasil overlay antara peta

lereng, penggunaan lahan, dan peta bentuklahan.

Berdasarkan prinsip umum tersebut di atas, maka secara lebih khusus peta

penggunaan lahan dapat diperoleh dengan prosedur sebagai berikut:

Gambar 4.6. Prosedur umum interpretasi Citra Landsat secara manual

Input citra penginderaan jauh dan mengatur kecerahan penampakan citra guna memperjelas objek yang diamati.

Menentukan kunci interpretasi (menemukan secara visual satuan-satuan objek yang menjadi perhatian). Apabila terdapat

data pendukung maka data tersebut harus ditampilkan guna mempercepat proses interpretasi.

Melakukan digitasi pada objek yang telah diidentifikasi melalui proses sebelumnya. Hasil digitasi kemudian disimpan sebagai arsip digital pada media penyimpan.

Memberikan keterangan nama, simbol yang digunakan, dan keterangan waktu pada hasil digitasi sebagai label dan atributnya. Hasil digitasi yang memiliki atribut kembali

disimpan sebagai arsip digital.

Page 32: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

30

Faktor penting dari klasifikasi secara manual adalah kemampuan visual

interpreter untuk membedakan satuan-satuan kelas penutupan lahan berdasarkan

kunci interpretasi. Dalam table berikutnya ini disajikan contoh beberapa kelompok

kenampakan visual yang mungkin ditemukan menggunakan citra Landsat.

Tabel 4.2. Kunci Interpretasi tutupan lahan DAS Peusangan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah

No Kenampakan Visual

Deskripsi Interpretasi

Obyek hijau gelap (pada band 543), kelihatan menjadi lebih gelap dengan tekstur kasar yang terbentuk dari pengelompokkan tingkat. Warna gelap bisa kelihatan lebih terang pada dalam area tebing dimana objeknya adalah matahari. Kompak dan tidak adanya tanda-tanda penebangan.

Hutan Lahan Kering Primer

Obyek yang berwarna hijau tua (pada band 543), cenderung gelap bertekstur kasar dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan bergerombol. Terdapat bercak-bercak yang diperkirakan adalah bekas tebangan.

Hutan Lahan Kering Sekunder

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya vegetasi rendah dan berstektur halus sampai dengan agak kasar yang mengindikasikan adanya semak belukar.

Belukar

Kenampakkan perkebunan/pertanian lahan kering ditandai dengan adanya obyek yang berwarna hijau sangat muda dengan bercak coklat muda kekuningan (pada band 543) cenderung terang dengan tekstur halus. Batas-batas yang berdekatan dengan hutan

Mozaik Perkebunan / Pertanian Lahan Kering

Obyek pada band 543 terlihat berwarna keunguan dengan tekstur lebih halus sebagai pantulan dari tanah terbuka dan atap-atap rumah yang berdekatan.

Pemukiman / Perkotaan

Objek berwarna biru yang menunjukan adanya air, bercampur kemerahan dari tanah pematang atau tanah kering di sekitarnya. Lokasi umumnya tidak jauh dari pemukiman dan di daerah rendahan dekat sungai.

Sawah

Page 33: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

31

No Kenampakan Visual

Deskripsi Interpretasi

Biasanya meliputi areal yang luas dan belum terlihat adanya kepadatan permukiman. Selang-seling antara antara lahan kering bervegatasi semak (hijau muda) dan lahan yang sepenuhnya terbuka berwarna merah atau berwarna coklat, tergantung pada kandungan material tanahnya.

Semak / Lahan Terbuka

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya areal berwarna biru muda, biru keputihan atau hitam (pada kombinasi band 543) meliputi areal cukup luas

Badan Air / Danau

b. Interpretasi Jika Mengggunakan SPOT

Sebagai citra yang berbasis optis, seperti halnya Landsat, citra Spot tidak

lepas dari permasalahan tutupan awan (cloud cover) yang menjadi pembatas

interpretasi tutupan lahan. Oleh karenanya pemilihan citra menjadi sangat penting

untuk menghasilkan kombinasi citra yang relatif bebas awan.. Setelah diperoleh

kombinasi citra yang baik dengan tutupan awan rendah (< 10%) dan telah melewati

tahap mosaicing, maka proses delineasi tutupan lahan sudah dapat dilakukan.

Terdapat dua pilihan metode interpretasi yaitu teknik interpretasi manual /

visual (on screen digitizing) dan semi otomatis. Citra spot yang relatif tidak

terganggu oleh striping effect seperti pada landsat 7 menyebabkan interpretasi

semi otomatis masih dapat dilakukan.

Interpretasi manual dilakukan dengan alat bantu perangkat lunak ArcGIS

versi 9.3.1 sementara interpretasi semi otomatis dilakukan dengan alat bantuk

perangkat lunak pengolah citra seperti ERMapper, ERDAS Imagine, dan lain

sebagainya. Faktor penting dari dua metode klasifikasi tersebut adalah kemampuan

visual interpreter untuk membedakan satuan-satuan kelas penutupan lahan yang

menjadi kunci interpretasi. Dalam table berikutnya ini disajikan beberapa kelompok

kenampakan visual yang menjadi kunci interpretasi SPOT di DAS Peusangan.

Jumlah kelas dalam kunci interpretasi Citra Spot tidak banyak berbeda

dengan Landsat, setelah kunci interpreatasi dirumuskan, dilakukan validasi untuk

menguji dan memastikan kebenaran tabel kunci interpretasi. Vaildasi dilakukan

Page 34: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

32

melalui ground checking untuk memastikan bahwa kunci interpretasi dan hasil

interpretasi tidak berbeda atau tidak banyak menyimpang dengan kenyataan

lapangan.

Tabel 4.3. Kunci Interpretasi tutupan lahan DAS Pusangan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan Citra SPOT

No Kenampakan Visual

Deskripsi Interpretasi

Obyek hijau dengan tekstur kasar yang terbentuk dari pengelompokkan tingkat vegetasi. Warna gelap bisa kelihatan lebih terang pada dalam area tebing dimana objeknya adalah matahari. Kompak dan tidak adanya tanda-tanda penebangan.

Hutan Lahan Kering Primer

Obyek yang berwarna hijau / hijau tua, bertekstur kasar dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan bergerombol. Terdapat bercak-bercak yang diperkirakan adalah bekas tebangan.

Hutan Lahan Kering Sekunder

Kenampakkan hutan pinus ditandai dengan adanya obyek yang berwarna hijau muda yang berselang-seling dengan tanah terbuka. Tekstur cenderung lebih halus dariu hutan sekunder atau primer. Diperlukan informasi awal adanya vegetasi pinus di daerah tersebut.

Vegetasi Pinus

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya vegetasi rendah, berwarna terang dan berstektur halus sampai dengan agak kasar yang mengindikasikan adanya semak belukar.

Belukar

Kenampakkan perkebunan ditandai dengan adanya obyek yang berwarna hijau dengan tekstur halus. Batas-batas yang berdekatan dengan hutan

Perkebunan Tanaman Keras

Obyek terlihat berwarna keunguan dengan tekstur lebih halus sebagai pantulan dari tanah terbuka dan atap-atap rumah yang berdekatan.

Pemukiman / Perkotaan

Objek berwarna biru yang menunjukan adanya air, bercampur kemerahan dari tanah pematang atau tanah kering di sekitarnya. Lokasi umumnya tidak jauh dari pemukiman dan di daerah rendahan dekat sungai.

Sawah

Biasanya meliputi areal yang luas dan belum terlihat adanya kepadatan permukiman. Selang-seling antara antara lahan kering bervegatasi semak (hijau muda) dan lahan yang sepenuhnya terbuka berwarna merah atau berwarna coklat, tergantung pada kandungan material tanahnya.

Semak / Lahan Terbuka

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya areal berwarna biru muda atau hitam dengan meliputi areal cukup luas

Badan Air / Danau

Page 35: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

33

4.5. Contoh Pengemasan Hasil Interpretasi (Dari SPOT)

Hasil akhir interpretasi akan didapat dalam bentuk layer peta digital dengan

format vektor seperti shapefile (.shp). Informasi tutupan lahan untuk tahun 2005

menggunakan citra SPOT yang telah dikemas dalam layout peta disajikan dalam

gambar di halaman selanjutnya. Setiap satuan polygon kelas penutupan lahan

dilengkapi atribut nama kelas dan luasannya yang akan digunakan dalam analisis

perubahan tutupan lahan (tahap berikutnya). Peta tutupan lahan ini akan diuji lebih

jauh melalui pengecekan lapangan untuk mengetahui keakuratan kunci interpretasi

dan hasil interpretasi tutupan lahan.

Format Rekapitulasi kondisi tutupan hutan di DAS Peusangan Kabupaten

Aceh Tengah disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.4. Kondisi Tutupan Lahan DAS Peusangan di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2005 dengan Citra SPOT

No Tutupan Lahan Luas (Ha) %

1 Badan Air

2 Belukar

3 Hutan Pinus

4 Hutan Primer

5 Hutan Sekunder

6 Hutan Sekunder Muda

7 Perkebunan

8 Permukiman

9 Sawah

10 Semak / Tanah Terbuka

Page 36: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

34

Page 37: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

35

4.6. Perubahan Tutupan Lahan (Contoh dengan Landsat)

Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan memodifikasi poligon

tutupan lahan tahun 2009 menggunakan referensi baru yaitu citra satelit tahun

2011. Interpreter meneliti setiap sudut dan bagian dari pete tutupan lahan DAS

Peusangan, dan mengidentifikasi secara visual perbedaan (inkonsistensi) antara

informasi peta tutupan lahan tahun 2009 dengan kenampakan dalam citra tahun

2011. Jika ditemukan areal yang tidak konsisten antara kenampakan di citra dengan

nilai di atribut poligon, maka dilakukan editting batas poligon tersebut dan tipe

tutupan lahan yang baru pun didelineasi serta diberi keterangan baru di tabel

atribut dari poligon tutupan lahan tersebut.

Contoh dari proses tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini:

Gambar 4.5. Ilustrasi Analisis Perubahan Lahan

Dalam gambar di atas, dapat dilihat bahwa secara visual teridentifikasi adanya

perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan di bagian utara DAS Peusangan

Kab. Aceh Tengah. Secara visual terlihat munculnya areal berwarna kemerahan

pada citra tahun 2011 (menunjukan ciri lahan yang terbuka) yang tidak ada dalam

citra Landsat tahun 2009 (ditunjukan dalam lingkaran kuning dengan garis putus-

putus). Jika ditemukan hal yang semacam ini, dilakukan editting poligon dan dibuat

delineasi baru seperti ditunjukan oleh garis merah (dalam lingkaran kuning dengan

garis putus-putus) dalam ilustrasi di atas. Contoh lain dari perubahan yang

teridentifikasi adalah seperti di bawah ini:

2009 2011

Citra 2009

Page 38: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

36

Gambar 4.6. Ilustrasi Analisis Perubahan Lahan

Setelah dilakukan editting garis poligon dan editting nilai dalam tabel, maka

di dalam tabel atribut layer peta akan terjadi perubahan seperti ditunjukan dalam

ilustrasi di bawah ini:

Gambar 4.7. Editting pada tabel atribut layer peta

Kolom skor_2009 dan skor_2011 digunakan sebagai alat bantu untuk melihat

poligon-poligon yang berubah. Setiap tipe tutupan lahan memiliki skor tertentu

yang konsisten antara tahunh 2009 dengan 2011 dan jika terjadi perubahan tutupan

lahan maka hasil operasi pengurangan pada skor poligon-poligon tersebut tidak

sama dengan 0.

Berdasarkan proses tersebut, diperoleh contoh hasil seperti dalam tabel di

bawah ini:

2009 2011

Citra 2009

Page 39: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

37

Tabel 4.5. Perubahan Tutupan Lahan DAS Peusangan

Landcover 2009 Landcover 2011 Luas (Ha)

Page 40: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

38

Page 41: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

40

Lampiran I Klasifikasi Penutupan Lahan Menurut Baplan

Kelas-kelas Penutup Lahan

Peta Sym

Definisi Catatan Interprestasi

(1) Hutan Lahan Kering Primer

Hp Hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami, stabil dan belum pernah ada gangguan eksploitasi atau gangguan manusia, yang lantai hutan yang tidak terendam air secara terus-menerus atau dalam waktu yang lama

Hutan lahan kering menunjukkan obyek hijau gelap (pada berkas 543), kelihatan menjadi lebih gelap dengan tekstur kasar yang terbentuk dari pengelompokkan tingkat. Warna gelap bisa kelihatan lebih terang pada dalam area tebing dimana objeknya adalah matahari. Hutan Lahan Kering Primer menunjukkan tidak adanya tanda-tanda penebangan.

(2) Hutan Lahan Kering Skunder

Hs Hutan yang tumbuh secara alami setelah terjadinya kerusakan/perubahan pada tumbuhan hutan pertama. Hutan yang telah dieksploitasi oleh manusia sebagaiman terlihat adanya jaringan jalan atau sistem eksploitasi lainnya. Kenampakan kehutanan bekas tebas baker yang ditinggalkan. Bekas kebakaran atau yang tumbuh kembeali dari bekas tanah terdegradasi juga dimasukkan dalam kelas ini

Hutaan Lahan Kering ditandai dengan adanya objek yang berwarna hijau tua (pada band 543), cenderung gelap bertekstur kasar dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan bergerombol. Terdapat bekas tebangan. PAda citra, warna yang cendrung gelap karena posisi objek yang berada pada tebing pegunungan tinggi sehingga cahaya matahari kurang.

(3) Hutan Rawa Primer

Hrp Hutan untuk lantai yang telah terendam air secara terus menerus atau sepanjang tahun (didaerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut) yang belum menampakkan bekas penebangan

Kenampakan objek ditandai dengan adanya hutan rawa yang bertekstur halus, rapat dan berwarna hijau sampai dengan tua hijau (band 543). Tidak ada tanda bekas tebangan. Terdapat sungai dan rawa ditengah area.

(4) Hutan Rawa Skunder/Bekas tebangan

Hrs Hutan untuk lantai yang telah terendam air secara terus menerus atau sepanjang tahun (didaerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut) yang telah menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan sagu dan hutan rawa bekas terbakar dan sudah mengalami suksesi

Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna hijau segar cenderung agak tua berstektur halus meliputi areal yang luas diselingi dengan garis-garis berwarna hijau sangat muda yang mengindikasikan jalur/jalan terbang

(5) Hutan Bakau primer

Hmp Hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai, yang belum menampakkan bekas penebangan). Pada beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih ke

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya hutan mangrove yang berstektur halus dan berwarna hijau muda (band 543) tidak terdapat bekas tebangan. Pada citra tampak adanya Sungai besar dan Sungai kecil yang

Page 42: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

PAGE 41

pedalaman membelah areal hutan mangrove (6) Hutan

mangrove sekunder / bekas tebangan

Hms Hutan yang tumbuh didaerah pantai dan digambarkan sungai-sungai dan teluk karena pengaruh pasang, dengan tanda-tanda penebangan dan gangguan manusia yang ditandai dengan pemotongan garis, bentuk dan/atau area terbakar.

Menunjukkan hal yang sama pada citra hutan rawa tetapip didaerah pantai dengan tekstur halus dan terang hingga warna hijau terang. Biasanya digambarkan dengan sungai-sungai kecil. Hutan-hutan bakau skunder menunjukkan tanda-tanda penebangan atau gangguan oleh manusia.

(7) Lahan Kering Tidak Produktif

B Hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namu belum / tidak optimal, atau lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kenampakkan ini biasanya tidak menunjukkan lagi adanya bekas / bercak tebangan

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya vegetasi rendah dan berstektur halus sampai dengan agak kasar, berwarna hijau muda pada band 543 yang mengindikasikan adanya semak belukar dan terdapat bekas tebangan. Karena pada lahan kering, terdapat areal berwarna merah yang menandakan tanah terbuka atau pemukiman

(8) Hutan tanaman Ht Hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi (sudah ditanami), termasuk hutan tanaman untuk reboisasi dan hutan tanaman industri

Mempunyai umur seragam, tertata rapi dan mempunyai pola tertentu yang menunjukkan adanya manajemen dalam penanaman maupun pengelolaannya

(9) Daerah perkebunan

Ht Kebun (perkebunan) adalah lahan bertumbuhan pohon-pohonan yang dibebani hak milik atau hak lainnya dengan penutupan tajuk didominasi pohon buah atau industri

Kenampakkan perkebunan coklat ditandai dengan adanya obyek yang berwarna hijau sangat muda dengan bercak coklat muda kekuningan (pada band 543) cenderung terang dengan tekstur halus. Batas-batas yang jelas dan teratur menunjukkan bahwa obyek adalah perkebunan

(10) Semak belukar / Hutan Rawa

Br Hutan rawa / mangrove yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum / tidak optimal, atau bekas hutan rawa / mangrove dengan liputan pohon jarang (alami), atau bekas hutan rawa / mangrove dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kenampakkan ini biasanya tidak menunjukkan lagi adanya bekas / bercak tebangan

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya vegetasi rendah dan berstektur halus sampai dengan agak kasar yang mengindikasikan adanya semak belukar dan terlihat adanya genangan air musiman atau permanen

(11) Rumput S Hamparan non hutan alami berupa padang rumput, kadang-kadang dengan sedikit semak atau pohon. Kenampakkan ini merupakan kenampakan alami di sebagian Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara

Kenampakkan obyek ditandai dengan barisan tipis vegetasi yang berstektur sangat halus berwarna hijau lumut (pada band 543). Lapisan berwarna merah

Page 43: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

PAGE 42

Timur dan bagian Selatan Papua merupakan tanah terbuka yang merupakan kondisi alami dari wilayah pegunungan yang sangat tinggi di papua. kenampakkan rumput rawa sangat spesifik pada kondisi basah, namun pada kondisi kering cukup sulit dibedakan dengan tanah terbuka karena sama-sama berwarna merah pada band 543 citra Landsat. Oleh karena itu diperlukan data pendukung seperti foto lapangan

(12) Pertanian lahan kering

Pt Aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan ladang Biasanya berada di sekitar permukiman

(13) Pertanian lahan kering campur semak

Pc Aktivitas pertanian lahan kering dan kebun yang berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst.

Biasanya meliputi areal yang luas dan belum terlihat adanya kepadatan permukiman dengan prosentase merata atau seimbang antara pertanian lahan kering, kebun dan semak

(14) Sawah/persawahan

Sw Hamparan lahan untuk aktivitas pertanian yang dicirikan oleh pola pematang (di jawa), biasanya di luar jawa tidak menggunakan pola pematang. Yang perlu diperhatikan adalah fase rotasi tanam yang terdiri atas fase penggenangan, fase tanaman muda, fase tanaman tua dan fase bera. Kelas ini juga memasukkan sawah musiman, sawah tadah hujan, dan sawah irigasi. Khusus untuk sawah musiman di daerah rawa disebut sawah sonor, yaitu penanaman padi pada areal rawa yang sedang kering dengan melakukan pembakaran pada awal musim kemarau kemudian menanam pada musim kemarau (dengan penaburan benih) dan memanen padi sebelum lokasi tersebut terbenam air kembali.

Berbentuk petak yang teratur (jawa) dan kadang tergenang air atau kering dan mempunyai keseragaman umur tanam dalam satu petak/areal yang tidak dibatasi oleh pematang

(15) Tambak Tm Lahan untuk aktivitas perikanan darat (ikan / udang) atau penggaraman yang dicirikan dengan pola pematang (umumnya), serta biasanya tergenang dan berada di sekitar pantai

Umumnya berada di sekitar pantai dan atau dekat dengan pantai, membentuk petak-petak tergenang air dan ada yang terlihat kering

(16) Settlement Pm Areas that are utilized for settlement, whether urban, rural, industrial, Marked with a group of building patterns which is close in urban settlements and combined with dense road network.

Page 44: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

PAGE 43

public facilities, etc. Normally show fine shapes Rural settlements are more sparse and are inter-connected with road networks.

(17) Transmigrasi Tr Lahan yang digunakan untuk areal permukiman pedesaan (transmigrasi) beserta pekarangan disekitarnya

Kenampakkan transmigrasi ditandai dengan bentuk lahan terbangun dan tanaman pertanian atau tegakan pohon yang teratur dengan batas yang jelas dan pada tampilan citra band 543 terlihat bahwa tegakan tersebut berwarna hijau muda dengan tekstur kasar dan dibatasi oleh lahan terbuka atau pemukiman yang ditandai dengan warna merah muda

(18) Tanah Terbuka T Lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan lahan terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan- land clearing dimasukkan kelas lahan terbuka. Lahan terbuka dalam kerangka rotasi tanam sawah / tambak tetap dikelaskan sawah / tambak

Kenampakkan obyek (pada citra Landsat band 543) ditandai dengan areal berwarna merah muda hingga merah tua, kadang berwarna coklat, tergantung pada kandungan material tanahnya, dan berwarna putih apabila material tersusun dari kapur

(19) Pertambangan/tambang

Tb Lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka-open pit (spt: batubara, timah, tembaga dll.), serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar asosiasi kenampakan objeknya, termasuk tailing ground (penimbunan limbah penambangan). Lahan pertambangan tertutup skala kecil atau yang tidak teridentifikasi dikelaskan menurut kenampakan permukaannya

Kenampakkan tambang terbuka pada tampilan citra band 543 ditandai dengan warna bervariasi, tergantung kandungan materialnya, seperti pada tanah terbuka, untuk tambang tertutup (minyak) ditandai dengan adanya pola jaringan jalan penghubung antar titik pengeboran atau penimbunan

(20) Tubuh air A Perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, dll. Kenampakkan tambak, sawah dan rawa-rawa telah digolongkan tersendiri

Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya areal berwarna biru muda, biru keputihan atau hitam (pada kombinasi band 543) meliputi areal cukup luas

(21) Rawa Rw Lahan rawa yang sudah tidak berhutan (tidak ada vegetasi pohon) Kenampakkan rawa sangat spesifik jika pada kondisi basah, yaitu adanya genangan air yang terkadang meliputi wilayah cukup luas dan dalam yang ditandai dengan warna

Page 45: 01 Modul Training GIS Dan Remote Sensing

PAGE 44

hitam pada kombinasi band 543 citra Landsat. Sedangkan pada kondisi kering genangan tersebut akan terlihat merah atau coklat pada kombinasi band 543

(22) Tertutup Awan Aw Seluruh kenampakkan awan dan bayangan awan yang menutupi lahan suatu kawasan dengan ukuran lebih dari 4 cm2 pada skala penyajian. Jika liputan awan tipis atau adanya haze (kabut) masih memperlihatkan kenampakkan di bawahnya dan memungkinkan ditafsir, maka tetap didelineasi

Terlihat dengan warna putih atau biru atau semburat pink dan hitam (bayangan awan)

(23) Bandara / Pelabuhan

Bdr/Plb Bandara dan pelabuhan yang berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri

Terlihat jalur panjang dan lebar dengan ukuran tertentu serta tidak dihubungkan dengan jaringan jalan ke tempat lain

(24) Terumbu karang

Tk Batuan yang terbentuk dari sedimen kulit kerang/mikroorganisme lainnya yang biasanya terdapat pada laut dangkal, permukaan laut dan menjadi habitat berkembangnya kerang/biota laut lainnya

Biasa terdapat di laut dangkal