KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID) Jakarta, 16 Mei 2012 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Dalam Negeri Proceeding Rapat Koordinasi Nasional III Tim Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2012 Rapat Koordinasi Nasional III Tim Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2012 “Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Stabilitas Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta Optimalisasi Informasi Harga Pangan Strategis”
48
Embed
00.halaman muka (i-vi)R4 · LATAR BELAKANG Peran Pemerintah Daerah dalam mendukung terjaganya stabilitas harga dirasakan semakin penting dan menjadi perhatian berbagai kalangan. Hal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Jakarta, 16 Mei 2012
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Dalam Negeri
P r o c e e d i n g
Rapat Koordinasi Nasional IIITim Pengendalian Inflasi Daerah
Tahun 2012
Rapat Koordinasi Nasional IIITim Pengendalian Inflasi Daerah
Tahun 2012“Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Stabilitas Harga Melalui
Penguatan Ketahanan Pangan serta Optimalisasi Informasi Harga Pangan Strategis”
i
PROCEEDING
Kelompok Kerja Nasional Tim PengendalianInflasi Daerah (Pokjanas TPID)
Jakarta, 16 Mei 2012
≈Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalamMendukung Stabilitas Harga Melalui PenguatanKetahanan Pangan serta Optimalisasi Informasi
Harga Pangan Strategis∆
RAPAT KOORDINASI NASIONAL IIITIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
TAHUN 2012
ii
Dalam rangka mewujudkan stabilitas harga di daerah sekaligus
mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional, berbagai langkah koordinasi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah dilakukan baik melalui wadah koordinasi
Tim Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat, maupun melalui Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) di tingkat daerah. Awareness Pemerintah Daerah terhadap
arti pentingya upaya menjaga stabilitas harga, sebagai salah satu prasyarat
terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang berkesinambungan, semakin kuat.
Hal ini terlihat pada semakin banyaknya daerah yang bergabung membentuk
TPID baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir TPID telah terbentuk di seluruh provinsi, atau TPID
telah terbentuk di 65 daerah dari total 66 kota/kabupaten pembentuk inflasi
nasional berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS).
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID, merupakan sebuah forum
untuk memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan antara pusat-daerah dalam
upaya menciptakan stabilisasi harga pada umumnya dan pengendalian inflasi pada
khususnya. Rakornas TPID diselenggarakan setiap tahun sejak 2010 dan pada
tahun 2012 ini merupakan penyelenggaraan untuk kali ketiga. Tema yang diangkat
pada tahun ini adalah ≈Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam
Mendukung Stabilitas Harga melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta
Optimalisasi Pemanfaatan Informasi Harga Pangan Strategis∆. Tema ini dirumuskan
oleh Kelompok Kerja Nasional TPID (Pokjanas TPID) berdasarkan hasil penggodokan
berbagai isu strategis dan permasalahan terkait pengendalian inflasi di daerah
yang disampaikan oleh daerah baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat
Kabupaten/Kota melalui TPID. Secara garis besar terdapat 2 (dua) topik utama
akan dibahas dalam Rakornas III TPID 2012, yaitu: (1) penguatan cadangan pangan
daerah dan (2) peningkatan perdagangan komoditas pangan antar daerah. Melalui
pembahasan dua topik tersebut, diharapkan dapat menjadi langkah awal yang
strategis untuk mendukung terwujudnya stabilitas harga di daerah.
KATA PENGANTAR
iii
Prosiding Laporan Rakornas III TPID 2012 ini disusun sebagai bentuk
akuntabilitas dari berbagai upaya yang ditempuh oleh Pokjanas TPID. Di dalamnya
termuat pokok-pokok pembahasan dan hasil diskusi antara Kepala Daerah dan
Kementerian/Lembaga terkait mengenai berbagai isu pengendalian inflasi yang
berkembang saat ini, khususnya terkait isu penguatan ketahanan pangan,
pentingnya menciptakan transparansi informasi harga pasar khususnya komoditas
bahan pangan, serta perlunya mengantisipasi dampak lanjutan dari rencana
penerapan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Akhir kata, kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah berkontribusi terhadap pelaksanaan Rakornas III TPID ini.
Jakarta, Juni 2012
Bank Indonesia
Dr. SugengKepala Biro Kebijakan
Moneter
KementerianDalam Negeri
Widodo Sigit Pudjianto, SH, MHDirektur Pengembangan
Ekonomi Daerah
Kementerian KoordinatorBidang Perekonomian
Drs. Urhen Lukman, MAAsisten Deputi Urusan
Ekonomi dan Keuangan Daerah
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAGIAN I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
I.1. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1
I.1. LATAR BELAKANGPeran Pemerintah Daerah dalam mendukung terjaganya stabilitas harga
dirasakan semakin penting dan menjadi perhatian berbagai kalangan. Hal ini
mengingat dinamika harga yang terjadi di daerah menjadi faktor penentu penting
dalam pencapaian sasaran inflasi nasional. Namun demikian, upaya mewujudkan
stabilitas harga di daerah masih dibayangi oleh berbagai permasalahan struktural,
misalnya tingginya ketergantungan produksi komoditas pangan terhadap kondisi
cuaca, rendahnya keterhubungan antar daerah, belum kompetitifnya struktur
pasar dan tata niaga khususnya komoditas bahan pangan pokok, serta berbagai
persoalan mendasar lainnya termasuk alih fungsi lahan. Dalam kerangka otonomi
daerah, kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah menjadi tumpuan
untuk turut mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Hal ini sejalan dengan
kewenangan Pemerintah Daerah yang semakin besar sejak diberlakukannya
kebijakan otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 j.o. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Dengan adanya keterlibatan aktif Pemerintah Daerah diharapkan dapat
menghasilkan rumusan kebijakan stabilisasi harga yang lebih sesuai dengan
karakteristik inflasi daerah.
Berbagai permasalahan struktural dalam perekonomian sebagaimana
dimaksud di atas menyebabkan inflasi sangat rentan dipengaruhi oleh guncangan
dari sisi penawaran (supply side shocks). Terjadinya bencana alam dan atau cuaca
ekstrem di satu daerah dengan segera dapat memicu terjadinya lonjakan harga
Bagian 1
Pendahuluan
Bagian 1 - Pendahuluan
2
pangan di daerah tersebut dan daerah lainnya, yang pada gilirannya mendorong
kenaikan inflasi secara nasional. Di samping itu, kebijakan strategis pemerintah di
bidang harga seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL), dan
cukai rokok cenderung diikuti pergerakan inflasi yang lebih bervariasi di daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Brodjonegoro (2004) mengidentifikasikan penyebab
utama inflasi di daerah sebagai faktor yang bersifat non-moneter √ seperti operasi
fiskal daerah (pendapatan dan pengeluaran rutin) dan ongkos transportasi. Selain
itu, inflasi di Indonesia cenderung memiliki persistensi yang tinggi sehingga setiap
kali terjadi guncangan (shocks) akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
kembali pada pola normalnya.
Melihat pada karakteristik inflasi tersebut di atas, maka untuk mencapai
sasaran inflasi nasional, yang diarahkan secara bertahap terus menurun hingga
ke level yang setara dengan negara-negara di kawasan, memerlukan koordinasi,
sinkronisasi, dan sinergi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal/sektoral
di tingkat pusat dan daerah. Di tingkat pusat, koordinasi kebijakan dilakukan
melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan di tingkat daerah melalui wadah Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Inisiatif pembentukan TPID yang dimulai pada
2008, sejauh ini memperoleh tanggapan yang cukup menggembirakan dari seluruh
pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Terus bertambahnya jumlah daerah
yang turut bergabung membentuk TPID menunjukkan semakin besarnya kesadaran
dan arti penting dari upaya menjaga stabilitas harga bagi pembangunan ekonomi
yang berkesinambungan di daerah. Koordinasi yang terjalin melalui TPI/TPID
diharapkan menghasilkan rumusan bauran kebijakan (policy mix) yang bersifat
lintas lembaga/sektor yang diperlukan dalam mengatasi permasalahan struktural
yang menjadi pemicu inflasi di daerah.
Terbentuknya Kelompok Kerja Nasional Koordinasi (Pokjanas) TPID pada
bulan Juli 2011 menjadi momentum penting dalam meningkatkan efektivitas
koordinasi pengendalian inflasi di Indonesia. Koordinasi antara Pemerintah dan
otoritas moneter yang semakin solid merupakan salah satu faktor pendukung
bagi tercapainya inflasi nasional yang rendah di 2011. Kekhawatiran terhadap
berlanjutnya kenaikan harga pangan yang terjadi sejak pertengahan 2010 dan
dinamika global yang diwarnai ketidakpastian diantisipasi dengan berbagai
kebijakan dan langkah strategis. Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
Forum TPI di tingkat pusat diarahkan untuk menjamin kesinambungan pasokan
Bagian 1 - Pendahuluan
3
pangan dan kestabilan harganya bagi masyarakat, disertai berbagai upaya untuk
mendorong peningkatan produksi beras nasional sekaligus memperkuat ketahanan
pangan khususnya melaui peningkatan cadangan beras pemerintah.
Di tingkat daerah, langkah-langkah untuk menjamin kesinambungan
pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan pangan pokok bagi masyarakat
ditempuh oleh pemerintah daerah dan Bank Indonesia dalam Forum TPID antara
lain melalui intensifikasi pemantauan langsung perkembangan harga komoditas
bahan pangan pokok di pasar-pasar, pemantauan kelancaran distribusi bahan
pangan pokok, pengawasan dan penindakan terhadap aksi penimbunan, dan
peningkatan komunikasi kepada publik. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan
Bank Indonesia secara konsisten diarahkan untuk menjaga stabilitas moneter dan
memitigasi dampak dari gejolak eksternal, serta memperkuat ketahanan sistem
keuangan untuk mendukung terjaganya stabilisasi inflasi inti.
Menyadari semakin beratnya tantangan menjaga stabilitas harga pada
umumnya dan pengendalian inflasi pada khususnya, diperlukan rumusan bauran
kebijakan lintas sektor yang bersifat kolaboratif dan sinergis. Penyelenggaraan
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Ketiga (III) TPID pada tahun 2012 merupakan
forum yang sangat strategis untuk membangun keselarasan pemahaman dan
komitmen bersama terhadap upaya untuk mengatasi berbagai tantangan stabilisasi
harga ke depan yang akan dihadapi. Konsep penyelenggaraan Rakornas TPID
yang untuk ketiga kalinya diselenggarakan ini akan difokuskan pada upaya
meningkatkan komunikasi aktif antara penentu kebijakan di daerah dengan
Pemerintah Pusat. Fokus pembahasan dalam Rakornas III TPID 2012 diarahkan
pada penyusunan rekomendasi kebijakan konkrit yang dapat segera
diimplementasikan untuk mengatasi potensi gejolak harga pangan antara lain
melalui penguatan ketahanan pangan daerah (termasuk cadangan pangan
daerah).
Upaya penguatan cadangan pangan daerah dan disertai dengan
optimalisasi pemanfaatan data harga pangan strategis merupakan langkah awal
untuk mendukung terwujudnya stabilitas harga. Dua hal penting tersebut menjadi
pokok bahasan dalam Rakornas III TPID 2012, sehingga tema Rakornas III TPID
2012 adalah ∆Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung∆Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung∆Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung∆Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung∆Meningkatkan Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung
Stabilitas Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta OptimalisasiStabilitas Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta OptimalisasiStabilitas Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta OptimalisasiStabilitas Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta OptimalisasiStabilitas Harga Melalui Penguatan Ketahanan Pangan serta Optimalisasi
Pemanfaatan Informasi Harga Pangan Strategis∆Pemanfaatan Informasi Harga Pangan Strategis∆Pemanfaatan Informasi Harga Pangan Strategis∆Pemanfaatan Informasi Harga Pangan Strategis∆Pemanfaatan Informasi Harga Pangan Strategis∆. Penyelenggaraan Rakornas TPID
Bagian 1 - Pendahuluan
4
tahun ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, dan Bank Indonesia.
I.2. TUJUANSejalan dengan tema yang diusung pada Rakornas tahun ini, tujuan
penyelenggaraan Rakornas III TPID 2012 adalah sebagai berikut:
a. Memperkuat koordinasi dan kerjasama baik secara vertikal yakni antara
pemerintah pusat-daerah maupun secara horisontal antar pemerintah daerah
dan antar lembaga terkait baik di tingkat pusat dan daerah, dalam rangka
mendukung stabilitas harga khususnya melalui penguatan program kerja
ketahanan pangan dan pemanfaatan informasi harga pangan strategis di
daerah.
b. Membahas permasalahan terkait upaya stabilisasi harga pangan di daerah.
c. Membentuk komitmen bersama agar program penguatan ketahanan pangan
dan pengembangan pusat informasi harga pangan menjadi agenda prioritas
pemerintah daerah ke depan.
d. Mengkomunikasikan berbagai kebijakan pemerintah pusat dan Bank Indonesia
yang terkait dengan stabilitas harga dan ketahanan pangan.
e. Memperoleh informasi mengenai kesiapan penerapan program penguatan
ketahanan pangan dan pengembangan pusat informasi harga di beberapa
daerah.
I.3. TEMPAT, WAKTU, PESERTA, DAN AGENDARakornas III TPID 2012 diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal
Sudirman 86 Jakarta, pada hari Rabu tanggal 16 Mei 2012, dan diikuti oleh seluruh
Gubernur Provinsi, 41 (empat puluh satu) pemimpin Bank Indonesia di daerah
serta 65 (enam puluh lima) Bupati/Walikota yang tercatat sebagai kota pembentuk
inflasi nasional (di luar kota Jakarta) dan 2 (dua) Bupati/Walikota di luar kota
inflasi yang telah memiliki TPID.
Secara garis besar acara Rakornas III TPID 2012 terbagi ke dalam 3 (tiga)
sesi sebagai berikut:
Sesi ISesi ISesi ISesi ISesi I: Pada sesi ini dilakukan acara pembukaan Rapat Koordinasi Nasional TPID
(Rakornas III TPID) 2012 yang secara resmi dilakukan oleh Presiden RI
(Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono), didahului sambutan dari
Gubernur Bank Indonesia (Dr. Darmin Nasution).
Bagian 1 - Pendahuluan
5
Pada Sesi Pembukaan ini disisipkan dengan 2 (dua) acara, yakni: (1)
penayangan film pendek tentang pengembangan Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis (PIHPS); (2) pemberian penghargaan kepada TPID yang
dinilai berhasil dalam hal koordinasi pengelolaan inflasi daerah, yang antara
lain sebagaimana tercermin dari intensitas kegiatan yang dilakukan oleh
TPID dan pencapaian kinerja inflasi pada tahun 2011.
Sesi II:Sesi II:Sesi II:Sesi II:Sesi II: Sesi ini merupakan kegiatan pokok dari acara Rakornas III TPID 2012,
yakni berupa rapat koordinasi untuk membahas permasalahan struktural
yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam upayanya menjaga stabilisasi
harga bahan pangan pokok yang selanjutnya dapat mendukung
pengendalian inflasi di daerah. Pimpinan rapat di Sesi II ini adalah menteri/
pejabat tinggi negara yang berperan sebagai Pembina/Pengarah di TPI
dan Pokjanas TPID, yakni: (1) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
(2) Gubernur Bank Indonesia, (3) Menteri Keuangan, dan (4) Menteri Dalam
Negeri. Selain itu, mengingat topik pembahasan terkait pertanian dan
informasi harga pangan pokok, dalam rapat tersebut, diikutsertakan juga
(5) Menteri Pertanian, (6) Menteri Perdagangan dan (7) Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral.
Sesi III:Sesi III:Sesi III:Sesi III:Sesi III: Sesi ini merupakan sesi diskusi (knowledge sharing) berbentuk talkshow
mengenai penerapan beberapa program kerja yang direkomendasikan
atau diinisiasi/difasilitasi oleh TPID terkait dengan upaya penguatan
ketahanan pangan atau cadangan pangan daerah dan penciptaan
transparansi informasi harga pangan yang dinilai berhasil bagi terciptanya
stabilisasi harga khususnya harga bahan pangan pokok serta mendukung
upaya pengendalian inflasi di daerah.
Bagian 1 - Pendahuluan
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bagian 2 - Sesi I Pembukaan Rakornas TPID
7
II.1. TRANSKRIP LAPORAN POKJANAS TPID (DISAMPAIKAN OLEHGUBERNUR BANK INDONESIA)
TRANSKRIP LAPORAN POKJANAS TPID
DALAM RAPAT KOORDINASI NASIONAL KE-TIGA
TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH TAHUN 2012
Jakarta, Rabu - 16 Mei 2012
Yth. Bpk. Presiden Republik Indonesia
Yth. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II
Yth. Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi seluruh Indonesia
Yth. Bupati/Walikota dan Ketua DPRD Kab/Kota
Yth. Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR-RI
Yth. Para hadirin dan undangan sekalian
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua
Di pagi hari yang cerah ini, marilah kita bersama-sama memanjatkan puji
dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya kita dapat berkumpul bersama dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Tim
Pengendalian Inflasi Daerah atau Rakornas TPID-2012.
Kami haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perkenan Bapak
Presiden untuk hadir bersama kita semua. Tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada seluruh hadirin yang dapat hadir dalam acara ini.
Rakornas TPID ini merupakan yang ketigakalinya dan merupakan forum
bagi seluruh TPID untuk bersama-sama dengan Pemerintah Pusat merumuskan
solusi atas berbagai permasalahan terkait stabilisasi harga.
Bagian 2
Sesi I Pembukaan Rakornas TPID
Bagian 2 - Sesi I Pembukaan Rakornas TPID
8
Bpk Presiden dan Bapak/Ibu yang saya hormati
Perkembangan inflasi dalam dua tahun terakhir menunjukkan tren yang
menurun. Ini tidak terlepas dari peran aktif Pemerintah Daerah yang semakin
nyata dalam menjaga stabilitas harga. Kontribusi daerah dalam pembentukan
inflasi nasional cukup besar yakni 77%.
Pada kesempatan ini, dapat kami Laporkan kepada Bpk Presiden bahwa
hingga saat ini TPID telah terbentuk di seluruh provinsi atau 33 provinsi dan 47
Kabupaten/Kota. Dari 47 Kabupaten/Kota tersebut termasuk 3 Kabupaten/Kota
yang bukan merupakan basis penghitungan inflasi nasional. Kami mengharapkan
TPID dapat terbentuk di 22 Kabupaten/Kota lainnya yang menjadi basis
penghitungan inflasi nasional, yakni sebanyak 66 Kota.
Sementara itu, Kelompok Kerja Nasional TPID atau Pokjanas TPID, yang
merupakan kolaborasi antara Bank Indonesia, Kemenko Bidang Perekonomian,
dan Kemendagri semakin memegang peranan strategis dalam mendukung
koordinasi kebijakan pusat-daerah.
Jalinan koordinasi terus diperkuat untuk mengintegrasikan berbagai
langkah yang diperlukan dalam stabilisasi harga. Peran Kemendagri sangat penting
dalam menyelaraskan berbagai kebijakan pusat dan daerah. Kemenko
Perekonomian berperan dalam mengkoordinasikan berbagai kebijakan di tingkat
pusat. Bank Indonesia memberikan masukan dalam hal identifikasi sumber-sumber
tekanan inflasi dan merumuskan rekomendasi pengendalian inflasi yang
diperlukan.
Keberadaan Pokjanas TPID juga semain memperkuat koordinasi stabilisasi
harga di tingkat pusat dalam forum TPI. Forum ini beranggotakan Bank Indonesia,
distribusi, kebijakan lalu lintas barang di daerah pemasok, maupun masalah
tata niaga, serta terbatasnya akses informasi bagi pelaku. Dengan demikian
perlu adanya kesepahaman bersama dalam mempertegas pentingnya peran
aktif daerah untuk mendorong kelancaran arus perdagangan lintas daerah
termasuk melalui optimalisasi forum Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID.
Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden pada saat Musrenbangnas akhir
April lalu bahwa untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan 6,5% di tahun
2012 ini perlu didukung perdagangan antar daerah yang kuat. Dalam kaitan
ini, salah satu langkah yang ditempuh untuk memperkuat komitmen bersama
(antara Pemerintah Pusat dan Daerah) dalam rangka menjaga kesinambungan
pasokan adalah mendorong pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan
Strategis (PIHPS) serta mempertegas pentingnya upaya mengakselerasi dan
menyelaraskan berbagai langkah aksi bersama untuk meningkatkan
konektivitas antar daerah.
III.2. TANGGAPAN MENTERI KOORDINATOR BIDANGPEREKONOMIANMenteri Koordinator Bidang Perekonomian (Ir. M. Hatta Rajasa)
menegaskan beberapa hal sebagai berikut:
Pentingnya koordinasi lintas sektor (K/L) dan daerah yang difasilitasi oleh
Pokjanas TPID untuk mengakselerasi implementasi SRG. Akselerasi diperlukan
mengingat sudah tersedianya payung hukum SRG dan tersedianya fasilitas
gudang. Hingga saat ini, terdapat 66 (enam puluh enam) gudang yang sudah
beroperasi, dimana 24 (dua puluh empat) gudang diantaranya adalah gudang
Bagian 3 - Sesi II Rapat Koordinasi
25
milik Pemerintahi. Pada tahun 2012, telah dialokasikan DAK untuk
pembangunan 14 (empat belas) gudang sehingga total pada akhir 2012
diperkirakan dapat mencapai 80 (delapan puluh) gudang.
Perlunya meningkatkan kerjasama seluruh stakeholders dalam upaya sinergi
pengembangan PIHPS untuk memberikan informasi harga kepada para pelaku
ekonomi. Optimalisasi pengumpulan data dan diseminasi informasi harga
melalui PIHPS diharapkan dapat mengurangi kesenjangan harga pangan yang
tinggi antar pelaku ekonomi dan antar daerah, dan sejalan dengan upaya
menciptakan kestabilan harga.
Peningkatan komitmen kepala daerah dalam rangka kerjasama perdagangan
antar daerah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Hal ini mengingat masing-masing daerah mempunyai potensi yang beragam
sehingga perlunya common understanding mengenai kondisi saling
ketergantungan yang menguntungkan.
III.3. DISKUSI/TANYAJAWABBeberapa isu dikemukakan oleh sejumlah Kepala Daerah dan Ketua DPRD
pada Rakornas III TPID sebagai berikut:
a. Terkait penerapan Sistem SRG:
- Komoditas unggulan tiap daerah berbeda-beda sehingga pemerintah
daerah perlu menetapkan prioritas terkait komoditas utama masyarakat
yang dapat memanfaatkan SRG
- Kekhawatiran daerah terhadap tumpang tindih penerapan SRG dengan
program Pemerintah Daerah lainnya, seperti program lumbung padi. Selain
itu kondisi geografis yang menyulitkan bagi distribusi dan ketersediaan
barang masih menjadi faktor utama yang meningkatkan tekanan inflasi
- Kondisi fasilitas gudang yang tidak memadai dan tingginya risiko kerusakan
komoditas menjadi penghambat bagi perbankan untuk mendorong
sepenuhnya pembiayaan SRG. Dalam kaitan ini, Bank memerlukan
keyakinan terhadap tingkat risiko komoditas yang dijaminkan yang antara
lain terlihat dari kondisi gudang yang dapat mempertahankan kualitas
barang untuk jangka waktu cukup lama.
Bagian 3 - Sesi II Rapat Koordinasi
26
- Mekanisme penerapan SRG perlu memperhatikan pendekatan budaya
lokal disertai sosialisasi yang memadai hingga ke tingkat petani. Disamping
itu, aturan untuk SRG harus dapat secara jelas dipahami oleh seluruh
pelaku yang terlibat dan didukung adanya subsidi bunga dari pemerintah
- Perlu mendorong peran perbankan √ baik Bank Pembangunan Daerah
(BPD) maupun Bank Umum dalam hal pembiayaan bagi sektor pertanian,
antara lain melalui linkage program, dengan juga didukung koordinasi
yang kuat antara Perbankan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian
Koperasi dan UKM.
b. Terkait PIHPS
- Secara umum, harga pangan di berbagai daerah belum mencerminkan
kondisi pasokan dan permintaan yang sebenarnya. Tersedianya informasi
harga, akan mengarahkan keputusan ekonomi yang diambil oleh
masyarakat. Disamping itu, adanya sistem informasi bagi petani produsen
akan mendukung penyusunan strategi penguatan produksi pangan
dengan lebih baik.
- Keterbatasan infrastruktur menghambat mobilitas dan aksesibilitas
informasi di daerah-daerah terpencil terutama di daerah luar Pulau Jawa
sehingga menyebabkan masyarakat tidak dapat memperoleh informasi
harga dengan segera. Dalam hal ini, peran media dalam memberikan
informasi kepada masyarakat juga masih terkendalanya akurasi dan
kejelasan sumber informasi. Oleh karena itu, kehadiran Pusat Informasi
Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang dapat diakses dengan mudah oleh
semua pelaku ekonomi sangat penting dan dibutuhkan.
III.4. KESIMPULANMenteri Koordinator Bidang Perekonomian menyimpulkan hasil
pembahasan dan menutup rapat dengan menekankan pada beberapa hal penting
yang meliputi:
1. Pentingnya memperkuat cadangan pangan, khususnya melalui upaya
percepatan penerapan SRG di berbagai daerah.
2. Pentingnya memperluas akses informasi harga pangan di daerah dalam upaya
menjaga stabilitas harga melalui pengembangan PIHPS.
Bagian 3 - Sesi II Rapat Koordinasi
27
3. Pentingnya penguatan kesepahaman bersama (common understanding) untuk
mendorong kelancaran perdagangan antar daerah.
III.5. TINDAK LANJUT1. Menyusun rencana aksi bersama K/L dan Pemerintah Daerah dalam rangka
mempercepat penerapan SRG di berbagai daerah dengan membentuk task
force yang dikoordinir Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomiandikoordinir Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomiandikoordinir Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomiandikoordinir Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomiandikoordinir Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
mencakup a.l:
- Sosialisasi terpadu mengenai SRG
- Meningkatkan komitmen dan partisipasi daerah serta sektor swasta
- Membangun/mengembangkan fasilitas dan pengelolaan gudang
- Penguatan kelembagaan petani dan penanganan produksi paska panen
- Mendorong akses pembiayaan
- Monitoring dan Evaluasi secara periodik
2. Perlu informasi harga pangan yang terpadu dan terpercaya untuk
mengarahkan ekspektasi inflasi dan meningkatkan efisiensi perekonomian.
3. Perlu media diseminasi informasi harga pangan yang efektif (media elektronik,
SMS gateway) sehingga mudah diakses oleh seluruh pelaku ekonomi.
4. Mempertegas pentingnya peran aktif daerah untuk mendorong kelancaran
arus perdagangan lintas daerah termasuk melalui optimalisasi forum Rakorwil
TPID.
5. Memperkuat komitmen bersama (Pemerintah Pusat dan Daerah) untuk
mendorong pengembangan pusat informasi harga pangan strategis.
6. Mempertegas pentingnya upaya mengakselerasi dan menyelaraskan berbagai
langkah aksi bersama (Pemerintah Pusat dan Daerah) untuk meningkatkan
konektivitas antar daerah.
Bagian 3 - Sesi II Rapat Koordinasi
28
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
29
IV.1. UPAYA PENGUATAN CADANGAN KETAHANAN PANGAN OLEHTPID JAWA TENGAH TPID Jawa Tengah (diwakili oleh Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Ichwan Sudrajat) memaparkan
beberapa hal penting terkait upaya penguatan cadangan pangan yang telah
dilakukan di Jawa Tengah sebagai berikut:
Upaya penguatan ketahanan pangan membutuhkan komitmen untuk
melakukan modernisasi, sapta usaha tani (modernisasi alat pertanian),
optimalisasi pemanfaatan lahan (tanam serentak, Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM), dan diversifikasi pangan), penguatan lumbung pangan,
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), desa mandiri pangan dan
resi gudang di 8 (delapan) kabupaten (dukungan Bank Jateng dan BRI) dan
implementasi Sistem Informasi Harga Komoditi (SiHaTi) yang mengintegrasikan
informasi harga 20 (dua puluh) komoditas yang ada di masing-masing SKPD.
Pemprov Jawa Tengah dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Jawa
Tengah dan DIY meluncurkan portal atau situs Sistem Informasi Harga dan
Produksi Komoditi (SiHaTi). Portal tersebut resmi diluncurkan bersamaan
dengan penandatanganan keputusan bersama antara Sekretaris Daerah
Provinsi Jawa Tengah dan Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah
Jawa Tengah dan DIY tentang pembentukan Tim Pemantau dan Pengendalian
Harga (TPPH) Jawa Tengah. Situs SiHaTi dapat diakses melalui alamat http://
tpph-jateng.org dan menyediakan berbagai macam informasi, antara lain:
Bagian 4
SESI III Sharing Session ≈Implementasi Program TPIDMelalui Pengembangan Sistem InformasiHarga Bahan Pangan Pokok Dan PenguatanKetahanan Pangan Untuk MendukungTerciptanya Stabilitas Harga Di Daerah∆
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
30
berita, artikel, data harga komoditas, produksi pertanian, dan grafis luas panen.
Selain itu, dapat pula diakses institusi terkait seperti Dinas Pertanian Jateng,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jateng, Badan Pusat
Statistik Jateng, dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Jawa Tengah
dan DIY.
Sistem informasi ini juga menjadi salah satu sarana koordinasi antar instansi/
dinas terkait di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka pengendalian harga melalui
forum TPPH. Tugas utama TPPH adalah melakukan pemantauan harga dan
koordinasi kebijakan pengendalian harga yang pada akhirnya diharapkan dapat
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada
khususnya.
IV.2. PERAN SISTEM RESI GUDANG DALAM PENGENDALIANINFLASI DAERAH OLEH TPID KALIMANTAN SELATANTPID Kalimantan Selatan (disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Selatan)
menyampaikan pengalaman Kalimantan Selatan dalam mengimplementasikan
Sistem Resi Gudang (SRG), yang secara ringkas dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kondisi Pertanian Padi/Beras di Kalimantan Selatan
Beras (terutama beras lokal) merupakan salah satu komoditas terbesar
penyumbang inflasi di Provinsi Kalimantan Selatan selama beberapa tahun
terakhir. Hingga saat ini, pengembangan padi sebagai salah satu komoditas
andalan di Kalimantan Selatan masih terus dioptimalkan untuk meningkatkan
kesejahteraan petani. Beberapa kebijakan Pemerintah dalam rangka
mengoptimalkan kesejahteraan petani a.l. sebagai berikut:
- Kebijakan Pra Panen: Program Pinjaman Dana Bergulir Tanpa Bunga untuk
Pengadaan Pupuk Bersubsidi
- Kebijakan Pasca Panen: Program Sistem Resi Gudang (SRG) melalui UU
No. 9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang ( SRG ) tanggal 14 Juli
2006 dan Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret
2007 yang a.l mengatur penjaminan kredit di bank menggunakan resi
gudang.
- Program klaster padi lokal di Kabupaten Barito Kuala bekerjasama dengan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan.
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
31
Permasalahan yang dihadapi petani adalah harga komoditi berfluktuasi dan
tidak menguntungkan bagi petani sehingga petani terpaksa menjual
komoditinya dengan harga rendah pada musim panen dan terjerat rentenir,
serta terkendala dalam hal akses kredit karena ketiadaan fixed asset sebagai
agunan. Dengan adanya SRG, beberapa permasalahan yang dihadapi petani
tersebut diharapkan dapat terselesaikan. Beberapa manfaat dari adanya SRG
a.l:
- Petani mendapatkan harga yang lebih baik (karena petani dapat menunda
waktu penjualan).
- Kualitas dan kuantitas atas barang yang disimpan terjaga.
- Petani mendapatkan pembiayaan dengan cara yang tepat dan mudah.
- Mendorong petani untuk berusaha secara berkelompok sehingga
meningkatkan posisi tawar petani.
Tantangan Implementasi SRG di Kalimantan Selatan
- Masih rendahnya pemahaman terhadap UU No. 9 Th. 2006 Tentang SRG
dan UU No. 9 Th. 2011 tentang Perubahan atas UU No. 9 Th. 2006 Tentang
SRG.
- Perlunya bantuan pemerintah dalam hal transportasi, biaya gudang dan
asuransi.
- Penundaan persetujuan KUD Tuntung Padang sebagai pengelola gudang
oleh Bappebti, karena menunggu Peraturan Pemerintah tentang
Pembentukan Lembaga Jaminan Resi Gudang (dijadwalkan tahun 2012).
Kesimpulan:
- SRG merupakan salah satu alternatif solusi kebijakan yang dapat memutus
rantai sistem perdagangan komoditi hasil pertanian konvensional selama
ini yang kurang menguntungkan petani.
- Sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan institusi swasta
terkait lainnya sangat diperlukan untuk mengembangkan SRG secara
optimal.
- Peraturan Pemerintah tentang Pembentukan Lembaga Jaminan Resi
Gudang (yang saat ini masih dalam proses) diharapkan dapat memberikan
kemudahan bagi sektor koperasi/UMKM serta kelompok tani dalam SRG
dan memberikan peluang pengembangan SRG yang seluas-luasnya di
seluruh Indonesia
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
32
IV.3. PENGUATAN CADANGAN PANGAN MELALUIPENGEMBANGAN SISTEM RESI GUDANGDisampaikan oleh Kepala Badan Pelaksana Perdagangan Berjangka dan
Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian Perdagangan (Drs. Syahrul R. Sempurnajaya)
sebagai berikut:
Tugas pokok dan fungsi BAPPEBTI: Membina, Mengatur, Mengawasi
Perdagangan Berjangka Komoditi, Pasar Lelang dan Sistem Resi Gudang.
Beberapa masalah yang sering dihadapi pada musim panen raya dimana
komoditi produksi melimpah, petani terpaksa menjual gabah dengan harga
lebih rendah bahkan terendah, sehingga pendapatan petani lebih kecil (tidak
optimal).
Petani yang ingin menyimpan gabah secara mandiri mengalami kesulitan,
karena tidak memiliki gudang penumpangan yang memadai dan karena petani
terdesak oleh kebutuhan hidup yang harus segera terpenuhi, disamping petani
memerlukan modal usahatani untuk musim tanam berikutnya.
Jika petani ingin meminjam uang kepada bank, maka petani menghadapi
kesulitan, karena petani tidak mempunyai agunan/jaminan. Akibatnya petani
menggadaikan/ijon gabahnya dengan harga jual yang lebih rendah dan petani
membayar hutang dengan bunga lebih tinggi.
Manfaat SRG bagi stakeholders dalam mata rantai Sistem Resi Gudang
- mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang usaha terkait.
- mendapatkan income dari jasa pergudangan
b.b.b.b.b. PERUSAHAAN PENGGUNA KOMODITI /PROCESSORPERUSAHAAN PENGGUNA KOMODITI /PROCESSORPERUSAHAAN PENGGUNA KOMODITI /PROCESSORPERUSAHAAN PENGGUNA KOMODITI /PROCESSORPERUSAHAAN PENGGUNA KOMODITI /PROCESSOR
- meningkatkan akses untuk mendapatkan sumber bahan baku yang
a) Persiapan Pengelola Gudang (kerjasama antara Pemda dengan
Pengelola Gudang yang telah memperoleh persetujuan Bappebti);
b) Dalam rangka pelaksanaan SRG ke depan, Pemerintah Daerah
mempersiapkan badan usaha setempat berbentuk PT (BUMD) atau
Koperasi untuk menjadi Pengelola Gudang
V.4. PERAN DAN PELUANG BISNIS BANK PEMBANGUNANDAERAH DALAM PEMBIAYAAN DAN PENGEMBANGANSISTEM RESI GUDANG DI DAERAHSekjen ASBANDA (Dr. Jeffry J Wurangian SE, MBA, MSc) menyampaikan
paparannya dengan tema ≈Peran dan peluang bisnis perbankan daerah dalam
pembiayaan resi gudang, dan peran BPD selama ini dalam mendukung
pengembangan Sistem Resi Gudang di daerah∆. Secara ringkas disajikan sebagai
berikut:
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
34
Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) merupakan organisasi yang
berperan sebagai pemersatu dan mempererat hubungan kerjasama, membawa
aspirasi, serta wadah peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) di
lingkungan Bank Pembangunan Daerah (BPD). ASBANDA beranggotakan 26
BPD di seluruh Indonesia, yang memiliki peranan strategis untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan di segala bidang, dalam rangka membantu dan
mendorong pengembangan perekonomian rakyat dan pembangunan daerah
demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur. ASBANDA berdiri berdasarkan
keputusan Musyawarah Kerja III BKS-BPD seluruh Indonesia tanggal 24 Maret
1999 di Batam. Wadah tempat BPD seluruh Indonesia sebelum ASBANDA
adalah Badan Kerjasama Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia (BKS-
BPDSI), yang dibentuk pada tanggal 14 Desember 1993 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 584-1437.
Di penghujung tahun 2010, ASBANDA dengan BI menggulirkan BPD Regional
Champion (BRC), yang merupakan suatu tahapan bagi BPD untuk membangun
BPD menjadi tuan rumah di daerah sendiri dengan tiga pilar utama, yaitu
memperkuat kelembagaan, menjadi agen perubahan di daerah (agent of
development), serta memperkuat kemampuan melayani kebutuhan
masyarakat. Sebagian perincian dari ketiga pilar tersebut akan diakomodir
dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
Sesuai dengan Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua Komite
Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, dan Koperasi Nomor: KEP-07/MENKO/01/2010 tanggal 25 Januari
2010 tentang Penambahan Bank Pelaksana dari 13 (Tiga Belas) BPD, yaitu
Bank Nagari, Bank DKI, Bank Jabar Banten, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank
BPD DIY, Bank Kalbar, Bank Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank NTB, Bank
Maluku, dan Bank Papua. Dalam pelaksanaan penyaluran KUR dilakukan
kerjasama antara 13 (tiga belas) BPD pelaksana KUR dengan Perusahaan
Penjaminan Kredit PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo. Realisasi penyaluran
KUR tahun 2010 dapat di capai sebesar Rp. 2.210.961.441.602,- dari target
sebesar Rp. 2.000.000.000.000,- atau dengan prosentase pencapaian 110,5
% dari target dengan jumlah debitur sebanyak 25.785 Debitur.
Untuk Tahun 2011,ΩBPD yang menyatakan kesanggupannya sebagai bank
pelaksana sebanyak 13 (tiga belas) BPD, yaitu: Bank Aceh, Bank Sumut, Bank
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
35
Riaukepri, Bank Sumsel Babel,ΩBank Jambi,ΩBank Bengkulu, Bank Lampung,
Bank Kaltim, BPD Sultra, Bank Sulteng, Bank Sulsel, ΩBank NTT, dan Bank BPD
Bali. Ke depan, seluruh BPD akan ikut dan concern sebagai bank pelaksana
KUR dengan target penyaluran sebesar Rp 3.400 milyar.
IV.5. PERAN MEDIA DALAM DISEMINASI INFORMASI HARGAPANGANBapak Arief Budisusilo (Pemimpin Redaksi Surat Kabar Harian Bisnis
Indonesia) menyampaikan paparan bertema ≈Manfaat Sistem Informasi Harga
Pangan yang Terpercaya dan Akurat dalam Mendukung Tugas Insan Media∆, secara
ringkas pokok-pokok pemaparan adalah sebagai berikut:
Media massa merupakan institusi sosial yang penting dalam tataran masyarakat
modern. Media massa bahkan dianggap sebagai kekuatan keempat setelah
fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam tataran Pemerintahan. Oleh
karena itu, peran media dalam komunikasi publik sangatlah penting dan
signifikan.
Dalam mendapatkan informasi, wartawan media massa berpegang pada kode
etik wartawan Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU tentang Pers, UU
tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang antara lain berbunyi:
Menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar (akurat
dan fakta).
Menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta
memberikan identitas terhadap sumber informasi.
Media massa berkepentingan terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial-
budaya yang kondusif untuk perkembangan kemanusiaan. Demokrasi dan
Ekonomi yang baik, masyarakat yang berdaya beli, pengangguran dan
kemiskinan yang berkurang, menjadi obyektif jangka panjang tujuan
pemberitaan media massa.
Media massa mendapatkan manfaat dari kondisi ekonomi yang baik, bukan
sebaliknya memperoleh oplah sesaat karena memberitakan hal-hal buruk.
Namun dalam praktiknya, media kerap kesulitan memperoleh informasi yang
kredibel, cepat, komprehensif dan kontekstual terhadap isu-isu strategis yang
mempengaruhi perkembangan masyarakat.
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
36
Terkait dengan ketersediaan informasi harga, media memerlukan sumber
informasi harga terpadu, cepat dan akurat. Pusat Informasi Harga Pemerintah
untuk sembilan bahan pokok yang telah berjalan selama ini perlu direvitalisasi.
Selain itu, metode chanelling untuk penyebaran/diseminasi informasi perlu
diversifikasi dan konvergensi (baik melalui Situs, Mobile-SMS, Printed, Audio-
Video). Di sisi lain, akses informasi yang terbuka untuk media menjadi
keharusan.
Terkait dengan keaktualan informasi, Terkait dengan keaktualan informasi, Terkait dengan keaktualan informasi, Terkait dengan keaktualan informasi, Terkait dengan keaktualan informasi, perlu dibuka HOTLINE yang tersedia
selama 24 jam / 7 hari seminggu untuk melayani pertanyaan tentang situasi
harga yang berkaitan dengan atau berdampak terhadap inflasi. Pemanfaatan
Sosial Media (seperti Facebook, Twitter, dll) untuk sarana diseminasi harga
dapat dijadikan pertimbangan.
Untuk meningkatkan kompetensi, perlu jurnalis class reguler (bisa bulanan
atau tiga bulanan) untuk menyamakan persepsi, memperluas dan
menempatkan konteks serta memberikan kemampuan pemahaman jurnalis
terhadap perkembangan harga yang dinamis dan dampak simultan terhadap
ekonomi nasional dan lokal.
IV.6. KESIMPULAN1. Pengembangan informasi harga di daerah sangat penting. Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Jawa Tengah
dan DI Yogyakarta telah melakukan pengembangan informasi harga dengan
meluncurkan portal atau situs Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi
(SiHaTi). Kehadiran SiHaTi yang dapat diakses oleh seluruh pemangku
kepentingan dan masyarakat memungkinkan koordinasi pengendalian inflasi
dan diseminasi informasi harga dilakukan secara efektif.
2. Pihak media membutuhkan pasokan informasi yang lengkap, kredibel,
berkelanjutan, dan terkini. Peran media sangat penting karena juga berfungsi
sebagai sarana mendiseminasi informasi secara lebih luas termasuk kepada
pemangku kepentingan. Oleh karena itu, penyediaan informasi harga pangan
(melalui PIHPS) oleh daerah sangat ditunggu kehadirannya dan dalam
pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan media.
3. Terkait dengan program Sistem Resi Gudang (SRG), program ini merupakan
alternatif kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Bagian 4 - Sesi III Sharing Session
37
Pengalaman di Kalimantan Selatan yang sukses menerapkan SRG ini
menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya dibutuhkan sinergi yang cukup
kuat antara Pemerintah Daerah, Petani, dan pihak-pihak terkait lainnya,
termasuk dari sisi pembiayaan oleh Perbankan.
4. Bahwa dukungan dari Perbankan sejauh ini sudah cukup besar. Bank Indonesia
bahkan telah memfasilitasi pelaksanaan SRG dengan menerbitkan berbagai
ketentuan yang mendukung pelaksanaan SRG di lapangan. Dalam
pelaksanaannya peran dari daerah (dalam hal ini BPD) perlu semakin
ditingkatkan. Namun demikian, perbankan masih memerlukan dukungan dari
sisi kelayakan gudang supaya komoditi tetap terjaga kualitasnya, asuransi,
dan transportasi ke gudang.
IV.7. TINDAK LANJUT1. Pembentukan Tim Terpadu SRG (melalui SK Bupati) terdiri dari instansi terkait