1
Enjiniring Desain dan Studi Kelayakan dan Penyiapan Dokumen
Lelang EPC PLTM Wabudori
Studi Kelayakan
DAFTAR ISI
3-13.Studi Hidrologi
3-13.1Topografi dan Geologi PLTM Wabudori
3-63.2Potensi Hidrologi
3-63.2.1Kajian Hidrologi
3-73.2.2Penentuan Debit Andalan
3-123.2.3Perhitungan Debit Banjir
3-143.3Situasi Lokasi PLTM
DAFTAR TABEL
3-10Tabel 3-1 Hasil Perhitungan Debit Andalan dengan Metoda FJ
Mock
3-11Tabel 3-2 Debit Andalan Metoda FJ Mock Sungai Wabudori
3-13Tabel 3-3 Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan Beberapa
Metoda
3-14Tabel 3-4 Debit Bajir Rancangan Metoda Weduwen
DAFTAR GAMBAR3-6Gambar 31 Peta Geologi Lembar Biak Papua
3-7Gambar 32 Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Wabudori
3-8Gambar 33 Sirkulasi Air
3-8Gambar 34 Bagan Alir Perhitungan Debit Metoda FJ Mock
3-11Gambar 35 Fluktuasi Debit Andalan Metoda FJ Mock
3-12Gambar 36 Flow Duration Curve Debit Andalan Metoda FJ
Mock
3-15Gambar 37 Situasi Sungai Wabudori berpotensi Dibangun
PLTM
3. Studi Hidrologi3Studi Hidrologi3.1 Topografi dan Geologi PLTM
Wabudori3.1.1. Kondisi Topografi
Secara administratif, lokasi proyek PLTM Wabudori terletak di
Desa Waryei, Distrik Supiori Barat, Kabupaten Supiori, Propinsi
Papua. Kabupaten Supiori berada pada koordinat 00 55 - 10 31
Lintang Selatan dan 1340 47 - 1360 48 Bujur Timur.Kabupaten Supiori
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Papua dengan ibu kota
adalah Sorendiweri. Kabupaten Supiori ini merupakan pemekaran dari
Kabupaten Biak Numfor berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2003
tanggal 18 Desember 2003.Kabupaten Supiori terletak di Pulau
Supiori yang dipisahkan dengan Pulau Biak oleh Selat Sorendiweri.
Kedua pulau ini dihubungkan oleh jembatan sepanjang 100 meter yang
melintasi Selat Sorendiweri.
Luas wilayah Kabupaten Supiori adalah 572 Km2.
Secara administrasi, luas wilayah Kabupaten Supiori terdiri dari
:1. Distrik Supiori Timur, luas wilayah 79 Km2
2. Distrik Supiori Utara, luas wilayayah 72 Km2
3. Distrik Supiori Barat, luas wilayayah 177 Km2 4. Distrik
Supiori Selatan , luas wilayah 108 Km2 5. Distrik Kepulauan Aruri,
luas wilayah 136 Km2 Sebanyak 64% dari luas Kabupaten Supiori
merupakan kawasan hutan dan sisanya sebanyak 36% merupakan kawasan
pemukiman, pertanian dan hutan rakyat.Kondisi topografi di
Kabupaten Supiori terbagi atas 3 bagian, yaitu :
-Ketinggian 0 s/d 100 meter dpl, meliputi wilayah pesisir Pulau
Supiori-Ketinggian 100 s/d 500 meter dpl, meliputi sebagian besar
dari wilayah ini-Ketinggian 500 s/d 2,000 meter dpl, adalah
merupakan wilayah puncak dari daratan Pulau Supiori.Tekstur tanah
di wilayah Kabupaten Supiori termasuk jenis halus dan sedang (bahan
padat anorganik). Tekstur tanah ini ditentukan berdasarkan
perbandingan kandungan pasir, liat dan abu tanahnya. Tekstur
tersebut berpengaruh terhadap pengelolaan tanah dan pertumbuhan
tanaman yang ada di atasnya, terutama dalam mengatur kandungan
udara dalam rongga tanah dan persediaan serta kecepatan peresapan
air pada waktu hujan atau kondisi tergenang air. Tekstur tanah ini
juga berpengaruh terhadap mudah tidaknya terjadi erosi tanah.
Terdapat beberapa faktor terhadap kemampuan tanah untuk di olah
sebagai lahan perkebunan dan pertanian d wilayah ini, selain
tekstur tanah seperti tadi juga kedalaman efektif tanah, drainase,
erosi serta tingkat keasaman tanah tersebut.
3.1.2. Kondisi Geologi
Proyek PLTM Wabudori di Kabupaten Supiori secara umum masuk
dalam peta geologi lembar Biak, Irian Jaya (M. Masria, N. Ratman
dan K. Suwitodirdjo, 1981).
Secara Fisiografi lembar peta ini terletak pada 1350 15 BT -
1360 00 BT. dan 10 00 LS - 10 30 LS.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta analisa peta
topografi, maka morfologi daerah Pulau Supiori menunjukkan bentuk
morfologi yang sangat kasar dengan beberapa puncak yang mencapai
ketinggian beberapa ratus meter. Sedangkan aliran air sungai
umumnya berarah barat daya timur laut dengan pola saliran berbentuk
paralel, khususnya untuk sungai Wabudori.
Berdasarkan peta geologi Lembar Biak, Irian Jaya tersebut, maka
daerah penyelidikan dapat dikatagorikan menjadi 4 kelompok jenis
satuan batuan, yaitu endapan permukaan, kelompok batuan sedimen,
batuan gunungapi dan batuan melihan.
Adapun urutan stratigrafi dari Muda ke Tua adalah sebagai
berikut :a.Endapan Permukaan ( Qc)
Endapan ini secara umum terdiri atas Lumpur, pasir, dan kerikil.
Penyebaran dari endapan ini tersebar setempat-setempat atau
pelamparannya terbatas di kedua sisi selat Sorendiweri.
b. Formasi Mokmer (Qm)
Formasi ini terutama terdiri dari batugamping koral di bagian
atas dan kapur di bagian bawah, menunjukkan umur Plistosen.
Pelamparannya di bagian selatan dan timur serta sedikit dibagian
utara Pulau Biak dan selatan P. Supiori.
c.Formasi Wardo (Tmpw)
Formasi ini terdiri dari hampir seluruhnya terdiri dari
batugamping napalan dan pasiran, setempat dibagian atas terutama
terdiri dari kapur. Batugamping berwarna putih kecoklatan,
menunjukkan umur Miosen Akhir hingga Pliosen. Pelamparannya
dijumpai disekitar sepanjang pantai barat Pulau Biak, sebelah utara
Wardo, ketebalannya diperkirakan 250 meter.
d.Formasi Korem (Tmk)
Formasi ini terdiri dari atas napal dan napal kapuran, setempat
bersisipan napal pasiran dan batugamping napalan, berwarna putih
dan kecoklatan, pejal. Menunjukkan umur Miosen Akhir. Formasi ini
terhampar luas dibagian tengah pulau Biak, dengan ketebalan 300
meter.
e.Formasi Napisendi (Tmn)Formasi ini terdiri dari atas
batugamping berlapis, batugamping klastik tufaan berbutir halus
hingga kasar dan sedikit batugamping pejal; bersisipan konglomerat,
breksi batugamping pasiran, napal serta batupasir berbutir halus
kasar. Batugamping berlapis tebalnya antara 10 50 cm, berwarna
putih kecoklatan dan kelabu muda. Konglomerat berkomponen andesit
dan basal; breksinya berkomponen batugamping. Menunjukkan umur
Miosen Awal bagian atas. Tersingkap di bagian barat Pulau Supiori.
Tebalnya diperkirakan antara 500 sampai 600 meter.
f.Formasi Wafordori (Tmw)
Formasi ini terdiri dari atas napal, sebagian tufaan, bersisipan
tipis batupasir dan batugamping hablur. Napal berwarna kelabu dan
coklat. Menunjukkan umur Miosen Awal. Hampir semua singkapannya
terdapat di bagian utara pulau Supiori. Tebalnya diperkirakan
antara 600 meter.
g.Formasi Wainukendi (Tomw)
Formasi ini terdiri dari atas batugamping hablur, berbutir
sedang sampai kasar, setempat lensa konglomerat serta sisipan
napal, berwarna putih susu, coklat muda dan jingga kecoklatan;
sangat pejal. Menunjukkan umur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.
Tersingkap di bagian selatan Pulau Supiori dan sedikit di bagian
baratlaut Pulau Biak. Tebalnya diperkirakan antara 500 dan 600
meter.
h.Formasi Auwewa (Teoa)
Formasi ini terdiri dari atas batuan gunungapi berupa lava dan
tufa; setempat pada bagian bawah bersisipan breksi dan konglomerat.
Lava yang ditemukan di bagian bawah bersusunan basal, berwarna
kelabu kehijauan dan kebanyakan terkloritkan. Tufa berbatu dibagian
bawah dan hablur di bagian atas. Breksi bersusunan andesit sampai
basal setempat mengandung pecahan sekis dan rijang; masa dasar
umumnya susah dikenali kecuali yang ada di pulau Bepondi yang
terdiri dari tufa. Formasi ini diduga diendapkan dilingkungan darat
pada kala Eosen sampai Oligosen Awal. Tersingkap luas di utara
Bosnik dan sedikitdi utara Karido dan Napindo serta di pulau
Bepondi. Tebalnya maksimum tidak lebih dari 200 meter.
i. Batuan Malihan Korido
Batuan ini terdiri dari atas filit, kuarsit, rijang, tufa malih,
grewake malih dan batupasir malih. Singkapan hanya didapatkan
sebelah utara Korido, pulau Supiori. Tebalnya tidak bisa
ditentukan.
Dari segi struktur dan tektonik, pulau Biak dan Supiori haruslah
dianggap sebagai satu kesatuan. Sejarah tektoniknya dapat
ditelusuri sejakkala Pra-Eosen, ketika alas yang berupa batuan
malihan tersembul di permukaan. Kegiatan gunungapi selama Eosen dan
Oligosen kemudian menghasilkan bahan yang diendapkan pada permukaan
hasil pengikisan tersebut. Setidaknya ada bagian daerah ini yang
mengalami pelekukan, sehingga di berbagai tempat tertentu
menimbulkan keadaan yang menguntungkan bagi pengendapan batuan
karbonat, misalnya di bagian selatan Pulau Supiori dan di bagian
utara pulau Biak.
Selama Oligosen Akhir sampai Miosen Awal seluruh daerah ini
mengalami penurunan. Gerak menurun ini berlangsung terus sampai
Miosen Tengah, pada saat mana mulai terjadi gerak yang berlawanan,
gerak ini tentu disertai penyesaran. Sesar yang membentuk selat
Sorendidori misalnya, menunjukkan gerak mendatar dan tegak sehingga
pulau Biak kelihatannya seperti tertinggal oleh pulau Supiori yang
berada diseberang selat. Sesar tidak selalu harus nyata, tetap
hanya dapat dikenali sebagai kelurusan pada potret udara. Kelurusan
semacam itu memang dapat dikenali diberbagai tempat, seperti
sepanjang Selat Sorendiweri dan di dekat kota Biak. Ditempat yang
kedua ini, sesar tersebut telah mempengaruhi pula batuan alas.
Berbeda dengan persesaran, perlipatan di daerah ini tidaklah
seberapa pentingnya, walaupun batuan alas yang berupa batuan
melihan telah terlipat kuat. Pada potret udara terdapat petunjuk
yang samar-samar akan adanya antiklin pada batuan sedimen di
sekitar Gunung Wainukendi. Tetapi makin ke tenggara struktur
tersebut tidak dapat dikenali, dan pengukuran kemiringan lapisan di
kedua pulau tidak menghasilkan bukti akan adanya perlipatan
tersebut.
Sejak Miosen Akhir, seluruh daerah ini mengalami penurunan
secara perlahan dan terus menerus. Penurunan ini berlangsung terus
sampai Plistosen Akhir, ketika gerak berbalik arah dan terjadi
pengangkatan. Gerak naik yang sesekali terjadi secara
tersendat-sendat ini masih terus berlangsung hingga sekarang,
sebagaimana terbukti dari adanya beberapa undak.
Penanggalan radiometri menunjukkan, bahwa laju pengangkatan itu
sekitar 8 mm setiap tahun (Tjia, 1975). Akibatnya, puncak dan
tinggian di kedua pulau tersebut telah mencapai ketinggian beberapa
ratus meter diatas permukaan laut.
Gambar 31 Peta Geologi Lembar Biak Papua
3.2 Potensi Hidrologi
3.2.1 Kajian HidrologiPLTM Wabudori direncanakan sebagai
pembangkit Run Off River yang memanfaatkan aliran Sungai Wabudori.
Sungai ini berasal dari pegungungan di Kabupaten Supiori Selatan,
mengalir kearah utara dan bermuara di Teluk Wabudori.
Curah hujan tahunan pada lokasi studi cukup tinggi, berkisar
antara 2,190.00 mm sampai dengan 3,986.90 mm. Suhu udara bulanan
rata-rata berkisar 26.640 C 27.240 C dan kelembaban udara bulanan
rata-rata berkisar 84.50 % - 86,11 %.
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) pada lokasi rencana bendung PLTM
Wabudori adalah 6,80 km2 dan panjang sungai ( 5.0 km. Secara umum,
kondisi lahan pada DAS PLTM Wabudori di dominasi oleh hutan.
Peta DAS rencana bendung PLTM Wabudori dapat dilihat pada Gambar
2-1.
Gambar 32 Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Wabudori3.2.2
Penentuan Debit AndalanKegiatan analisis ketersediaan air ditujukan
untuk memperoleh informasi mengenai potensi atau ketersediaan air
di lokasi pekerjaan. Metode yang paling ideal untuk memperkirakan
potensi air permukaan adalah dengan melakukan kajian berdasarkan
data catatan debit sungai yang diperoleh dari hasil pengukuran
langsung di titik yang ditinjau untuk durasi pengukuran yang lama
(tahunan).
Karena di lokasi pekerjaan, data debit sungai yang dibutuhkan
untuk durasi pengukuran yang lama tidak tersedia, maka untuk
memperkirakan besarnya debit sungai Wabudori digunakan metoda
empiris dengan input data berupa data curah hujan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui besarnya debit dengan membuat
Flow-Duration-Curve (FDC), dimana FDC yang dihasilkan digunakan
sebagai basis penentuan debit desain.
Dalam pekerjaan ini, metoda empiris yang digunakan untuk
mengetahui debit andalan dengan menggunakan input data berupa data
curah hujan dan data iklim adalah Metoda Nreca.
Metode Nreca adalah suatu metode untuk memperkirakan keberadaan
air berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud
di sini adalah besarnya debit suatu Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dalam siklus hidrologi, hubungan antara aliran ke dalam (inflow)
dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda
tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance).
Hubungan-hubungan ini merupakan siklus air dan ditunjukkan oleh
Gambar 3-3.
Gambar 33 Sirkulasi AirProses perhitungan dengan menggunakan
Metode Nreca dapat dilihat pada dalam Gambar 3-4.
Gambar 34 Bagan Alir Perhitungan Debit Metoda NrecaUntuk
keperluan analisis dengan metoda ini dibutuhkan beberapa masukan
data-data sebagai berikut :
a.Luas karakteristik daerah aliran sungai (DAS)
b.Data curah hujan dan jumlah hari hujan yang digunakan berasal
stasiun hujan Bandara Frans Kaisiepo dengan periode pengamatan dari
tahun 2000-2009c.Evapotranspirasi berdasarkan analisis data
klimatologi digunakan Metode Penman Modifikasi. Data iklim yang
digunakan berupa : suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara
dan lamnya penyinaran matahari. Data iklim tersebut diperoleh dari
stasiun Bandara Frans Kaisiepo dengan periode pengamatan dari tahun
2000-2009Hasil perhitungan ketersediaan debit andalan DAS PLTM
Wabudori dapat dilihat pada Tabel 3-1, rekalpitulasi besarnya debit
andalan dapat dilihat pada Tabel 3-2 dan fluktuasi debit andalan
dapat dilihat pada gambar 3-5.Tabel 3-1 Hasil Perhitungan Debit
Andalan dengan Metoda Nreca
Tabel 3-2 Generating Data Debit Sungai Wabudori
Gambar 35 Fluktuasi Debit Andalan Metoda NrecaGambar 3-6
menunjukkan Flow Duration Curve debit andalan sungai Wabudori
dengan menggunakan metoda Nreca.
Gambar 36 Flow Duration Curve Debit Andalan Metoda Nreca
Dalam penentuan debit desain PLTM, ditetapkan keandalan debit
pada probabilitas 70 %. Pada PLTM Wabudori ini, besarnya debit
andalan pada probabilitas debit 70 % adalah sebesar 1,98 m3/detik.
3.2.3 Perhitungan Debit BanjirDebit banjir diperlukan untuk
perancangan bangunan bendung pada sungai. Sesuai dengan kaidah
perancangan bangunan sipil, bendung direncanakan untuk dapat
bertahan terhadap keadaan paling berbahaya. Tingkat bahaya banjir
dinyatakan dengan perioda ulang. Untuk perancangan bendung PLTM
Wabudori ini dipilih perioda ulang 100 tahun.
Seperti halnya pada penentuan debit andalan di atas, karena di
lokasi pekerjaan, data debit sungai yang dibutuhkan untuk durasi
pengukuran yang lama tidak tersedia, maka untuk memperkirakan
besarnya debit banjir pada Sungai Wabudori dapat digunakan metoda
empiris dengan input data berupa data curah hujan.
Untuk memperkirakan debit banjir yang akan terjadi pada lokasi
bendung dapat dilakukan analisa hidrologi dengan menggunakan metoda
empiris berupa metoda rasional dan metode hidrograf. Debit banjir
ini digunakan dalam simulasi perilaku hidrolik untuk mengetahui
tinggi muka air maksimum sungai.
Data yang digunakan untuk menghitung debit banjir pada lokasi
bendung berupa curah hujan maksimum yang terjadi dalam 1 tahun yang
berasal dari stasiun hujan Bandara Frans Kaisiepo. Perioda
pengumpulan data dari tahun 2000 2009.
Metoda yang digunakan untuk menghitung debit banjir adalah :
Metode Haspers, Metoda Rasional Mononobe, Metoda Weduwen dan Metode
Nakayasu.Rekapitulasi besarnya debit banjir rancangan dengan
berbagai metoda, dapat dilihat pada Tabel 3-3.
Tabel 3-3 Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan Beberapa
MetodaNoKala Ulang (Tahun)Debit Banjir Rancangan (m3/detik)
Metoda HaspersMetoda Rational MononobeMetoda WeduwenMetoda HSS
Nakayasu
1287.778128.03351.87246.653
25112.761164.47371.13161.048
310129.223188.48584.23674.229
420145.018211.52397.04691.652
525148.273216.27099.71095.599
650165.677241.656114.081115.507
7100182.154265.689127.857139.377
Dari keempat metode perhitungan tersebut, maka yang dipakai
untuk perhitungan selanjutnya adalah hasil perhitungan dengan
menggunakan Metode Weduwen. Hal ini dikarenakan metode yang paling
cocok untuk DAS dengan luas kurang dari 100 Km2 (A < 100 Km2)
adalah Metoda Weduwen dimana luas DAS Wabudori yaitu 6,8 km2
(sesuai dengan Kriteria Perencanaan bagian Perencanaan Jaringan
irigasi KP-1, 79 : Desember 1986).
Besarnya debit banjir rancangan berdasarkan Metoda Weduwen
dengan berbagai kala ulang dapat dilihat pada Tabel 3-4.Tabel 3-4
Debit Bajir Rancangan Metoda WeduwenNoKala Ulang
(tahun)Debit Banjir Rancangan (m3/det)
1251,872
2571,131
31084,236
42097,046
52599,710
650114,081
7100127,857
3.3 Situasi Lokasi PLTMProyek PLTM Wabudori direncanakan sebagai
pembangkit Run Off River yang memanfaatkan aliran sungai
Wabudori.
Dari hasil pengamatan di lapangan secara sekilas, sungai
Wabudori mempunyai potensi yang sangat besar untuk dibangunnya
sebuah PLTM. Hal ini diyakinkan dengan melihat peta kondisi
topografi yang cukup terjal dan curah hujan yang tinggi.
Bedasarkan hasil pengukuran dilapangan, tinggi jatuhan air
(gross head) yang di dapat pada PLTM Wabudori adalah ( 161.0 m.
Gambar 37 Situasi Sungai Wabudori berpotensi Dibangun
PLTMBangunan penyadap (intake) PLTM Wabudori direncanakan terletak
di sebelah kiri bendung. Dari hasil pengamatan dilapangan, jarak
antara lokasi rencana bendung dengan lokasi headpond cukup dekat,
sehingga tidak dibutuhkan saluran pembawa (waterway) yang panjang.
Kondisi ini disebut dengan Golden Site.Perkolasi
Curah Hujan
Air Permukaan
Presipitasi
Limpasan
Air keluar
Presipitasi
Evaporasi
Presipitasi
Evaporasi
Uap Air
Kelembaban Tanah dan Air Tanah
Perkolasi
Perhitungan
Base Flow, Direct Run Off, dan Storm Run Off
Perhitungan
Evapotranspirasi Potensial
Perhitungan
Evapotranspirasi Aktual
Perhitungan
Water Surplus