PERTOLONGAN PERTAMA PADA PENYAKIT ATAU MASALAH KEGAWATDARURATAN YANG SERING TERJADI PADA NEONATUS DI S U S U N Oleh Nama : NANDA ENIJAR Nim : 181010510013 Kelas : Banda aceh PEMBIMBING : CHAIRANISA ANWAR, SST., MKM UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA
PERTOLONGAN PERTAMA PADA PENYAKIT ATAU MASALAH KEGAWATDARURATAN YANG SERING
TERJADI PADA NEONATUS
DI
S
U
S
U
N
Oleh
Nama : NANDA ENIJAR
Nim : 181010510013
Kelas : Banda aceh
PEMBIMBING : CHAIRANISA ANWAR, SST., MKM
UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA
D4 KEBIDANAN NON REGULER
TAHUN AJARAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Pertolongan pertama pada penyakit/masalah atau
kegawatdaruratan yang sering terjadi pada neonatus”Shalawat dan salam
kepada nabi muhammad SAW yang telah mewariskan umatnya konsep berfikir
dengan ilmu pengetahuan, serta kepada keluarga dan sahabat beliau yang
mengikuti sunnah dan ajarannya.
Ucapan terimakasih saya tuturkan kepada dosen pembimbing kami yang
sebesar-besarnya kepada ibu CHAIRANNISA ANWAR, SST yang telah
membimbing kami sehingga saya dapat menyeleaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan dalam kesempatan
ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dan semoga
makalah ini bermamfaat bagi kita semua, terutama bagi penulis sendiri.
Banda Aceh, 12 Mei 2019
Penulis
Nanda Enijar
Nim 181010510013
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................2
C. Tujuan penulisan......................................................................2
D. Manfaat ....................................................................................3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Neonatus
A. Asfiksia......................................................................................4
B. Tetanus neonatorum................................................................15
C. Sindrom gawat nafas...............................................................17
D. Hipotermia ..............................................................................28
BAB III: PENUTUP...................................................................................30
A. Kesimpulan ............................................................................30
B. Saran.......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA........................................................................31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Kasus kegawatdaruratan neonatus adalah kasus yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian pada ibu dan janinnya. Kasus ini
pula dapat menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir.
Oleh karena itu diperlukan penilaian awal terhadap kegawatdaruratan.
Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat
kasus obstetri dan neonatus yang membutuhkan pertolongan segera
dengan mengindentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi (Mansjor
Arif, 2000).
Hasil penilaian awal ini menjadi dasar pemikiran apakah kasus
mengalami penyulit perdarahan, infeksi, hipertensi, pre
eklampsia/eklampsia, dan syok atau komplikasi lainnya. Setelah dilakukan
penilaian awal dan mengidentifikasi penyulitnya harus segera dilakukan
pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya bahaya yang lebih lanjut.
(Mansjoer Arif, 2000).
B. Rumusan Masalah
a. Pertolongan pertama kegawatdaruratan pada neonatus
b. Pertolongan pertama kegawatdaruratan pada neonatus dengan asfiksia
neonatorum.
1
c. Pertolongan pertama kegawatdaruratan pada neonatus dengan tetanus
neonatorum.
d. Pertolongan pertama kegawatdaruratan pada neonatus dengan syndrom
gawat nafas.
e. Pertolongan pertama kegawatdaruratan pada neonatus dengan
hiportemia.
C. Tujuan Penulisan
a. TujuanUmum
Agar mahasiswi memahami tentang pertolongan pertama pada
penyakit/masalah atau kegawatdaruratan yang sering terjadi pada
neonatus.
b. TujuanKhusus
Tujuandaripembuatanmakalahiniuntukmeningkatkanpengetahuand
anketerampilanparamahasiswisertauntukmengembangkanwawasanberfi
kirbagiparamahasiswimelaksanakantugasnyadikemudianharidalammem
berikanasuhankebidananterhadappertolonganpertamakegawatdaruratan
neonatal.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui
tindakan apa saja yang dilakukan pada pertolongan pertama
kegawatdaruratan nenatus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERTOLONGAN PERTAMA KEGAWATDARURATAN NEONATUS
1. Asfiksia
Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
diserta dengan hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis (Sarwono Prawiharjo,
1997).
Asfiksiabayibarulahirsebagianbesarmerupakankelanjutandariasfiksi
ajanin, sedangkanasfiksiajanindapatterjadiapabilaterdapatgangguan
transport O2 dariibukejanin. Keadaaninidapatterjadipadamasakehamilan,
persalinan, dansegerasetelahlahir (SarwonoPrawiharjo, 1997).
Faktor Predisposisi Asfiksia Neonatorum
Fakto r antepartum
a. Umur > 35 tahun
b. Ibu dengan Diabetes
c. Hipertensi
d. Anemia atau imunisasi
e. Infeksi pada ibu
f. Ketuban pecah dini
g. Kehamilan ganda
3
h. Tidak ada pre natal care
Faktor intrs partum
a. Sexio caesaria
b. Sungsang atau kelainan letak janin
c. Persalinan kurang bulan
d. Persalinan lama
e. Cairan amnion bercampur mekonium
f. Prolaps tali pusat
Faktor fetus
a. Tali pusat menumbung
b. Tali pusat melilit leher
c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
Faktor plasenta
a. Solutio Plasenta
b. Perdarahan pada plasenta
c. Abruption plasenta
d. Plasenta Previa
Gejala Asfiksia Neonatorum
a. Bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Kejang
d. Penurunan kesdaran
Tindakan/Perawatan
4
Tindakan yang dilakukanpadabayidenganasfiksiaialah resusitasi
pada bayi baru lahiruntuk memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian
oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke
otak, jantung dan alat-alat vital lainnya(SarwonoPrawiharjo, 1997).
Prinsip dasar resusitasi adalah memberikan lingkungan yang baik
pada bayi dan mengusahakan saluran nafas bebas serta merangsang timbulnya
pernafasan, melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi serta menjaga
agar sirkulasi drah tetap baik(SarwonoPrawiharjo, 1997).
Tindakan Umum :
1. Menjaga Suhu Tubuh
2. Pembebasan jalan nafas
3. Rangsangan taktil
4. Pemberian oksigen
5. Ventilasi
6. Pemijatan dada
7. Medikasi
Tindakan Khusus :
Bila tindakan umum tidak memperoleh hasil yang memuaskan,
barulah dilakukan tindakan khusus. Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan
beratnya asfiksia yang timbul pada bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi
rendahnya skor APGAR.
Macam-macam asfiksia :
Asfiksia ringan-sedang
5
Yaknikeringkantubuhbayisegerasetelahlahir,
bersihkanjalannafasdandicob
adilakukanstimulasiagartimbulreflekspernafasan.Bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dimulai.Ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara ” frog
breathing” yakni dilakukan dengan meletakkan kateter oksigen intranasal dan
oksigen dialirkan dengan aliran 1-2/menit. Bayi diletakkan dengan posisi
dorsofleksi kepala (Manuaba, 1998).
Secara ritmis dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan
mulut, disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 x per
menit. Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks
dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan spontan
usahakanlah gerakan tersebut. Ventilasi ini dihentikan bila 1-2 menit tidak
mencapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini segera dilakukan ventilasi
paru dengan tekanan positif yang tidak langsung (Manuaba, 1998).
Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke mulut
dan ventilasi kantong ke masker.Sebelum ventilasi dilakukan, di dalam mulut
bayi dimasukkan ”plastic pharyngeal airway” yang berfungsi mendorong
pangkal lidah ke depan agar jalan nafas tetap berada dalm keadaan bebas.
Pada ventilasi mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong dimasukkan dulu
oksigen sebelum melakukan peniupan. Ventilasi dilakukan secara teratur
dengan frekuensi 20-30x per menit dan diperhatikan gerakan spontan yang
mungkin timbul. Dikatakan tidak berhasil apabila setelah dilakukan beberapa
saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot. Intubasi
6
endotrakeal harus segera dikerjakan dan bayi diperlakukan sebagaimana
penderita asfiksia berat (Manuaba, 1998).
Asfiksia berat
Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan
oksigen dengan tekanan dan intermitten. Cara yang terbaik ialah dengan
melakukan intubasi endotrakeal. Setelah kateter diletakkan dalam trakea,
oksigen diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 cm H2O. Hal ini untuk
mencegah timbulnya inflasi paru berlebihan yang dapat mengakibatkan ruptur
alveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan oksigen yang tinggi
ke dalam kateter secara mulut ke pipa atau ventilasi kantung ke pipa. Bila
diragukan terjadinya infeksi maka dapat dberikan antibiotik profilaksis.
Keadaan asfiksia berat selalu disertai dengan asidosis yang membutuhkan
koreksi segera, karena itu bikarbonas natrikus diberikan dengan dosis 2-4
mEq/kgbb. Disamping itu, diberikan glukosa 1-20% dengan dosis 2-4
mEq/kgbb. Kedua obat ini disuntikkan secara intravena dengan perlahan-
lahan melalui vena umbilicus (Manuaba, 1998).
Usaha pernafasan/gasping biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali. Bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernafasan atau frekuensi jantung, massage jantung eksternal harus
segera dikerjakan dengan frekuensi 80-100 per menit. Tindakan ini dilakukan
dengan diselingi ventilasi tekanan dengan perbandingan 1:3, yaitu setiap 1
kali ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks. Dila tidak
berhasil maka bayi harus dinilai kembali, karena mungkin saja hal ini
7
disebabkan oleh faktor yang lain dan rujuk segera bayi ke tempat pelayanan
kesehatan yang lebih komprehensif (Manuaba, 1998).
STANDAR PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM
Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum,
mengambil tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan
bayibaru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum (Sarwono, 1998)
Prasarat
1. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan
memberikan perawatan bayi baru lahir dengan segera.
2. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan untuk kelahiran
bayi mereka
3. Bidan terlatih dan terampil untuk :
a. Memulai pernafasan pada bayi baru lahir
b. Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan
mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi
8
PernyataanStandarBidanmengenalidengantepatbayibarulahirdenganasfiksia, sertamelakukan tindakansecepatnya, memulairesusitasibayibarulahir, mengusahakanbantuanmedis yang diperlukan,merujukbayibarulahirdengan tepat, danmemberikan perawatanlanjutan yang tepat.
Hasil- Penurunankematianbayi
akibatasfiksianeonatoru
m.
- Penurunankesakitanaki
batasfiksianeonatorum
- Meningkatnyapemanfaa
tanbidan.
c. Menggunakan skor APGAR
d. Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
4. Tersedia ruang hangat, bersih, dan bebas asap untuk persalinan.
5. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang aman bagi bayi
baru lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, 2 handuk atau kain
hangat yang bersih (untuk mengeringakn bayi dan untuk menyelimuti bayi),
sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
6. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambu bag bersih dalam
keadaan berfungsi baik, masker DTT (ukuran 0 dan1). Bola karet penghisap
atau penghisap de lee steril/DTT.
7. Kartu ibu, kartu bayi, dan partograf
8. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru yang efektif
Proses
Bidan harus :
1. Slalu mencuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih/DTT sebelum
menangani bayi baru lahir. Ikuti praktek pencegahan infeksi yang baik pada
saat merawat dan melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
2. Selalu waspada untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap
kelahiran bayi, siapkan semua peralatan yang diperlukan dalam keadaan
bersih, tersedia yang berfungsi dengan baik.
3. Segera setelah bayi baru lahir, nilai keadaan bayi, letakkan diperut ibu, dan
segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang hangat. setelah bayi kering,
9
selimuti bayi termasuk bagian kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan
hangat.
4. Nilai bayi dengan cepat untuk memastikan bahwa bayi bernafas atau
menangis sebelum menit pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis
dengan keras, bernafas dengan lemah atau bernafas cepat dan dangkal, pucat
atau biru, dan / atau lemas.
a. Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala
sedikit ditengadahkan agar jalan nafas terbuka. Bayi harus tetap diselimuti
karena hal ini penting sekali untuk mencegah hipotermi bayi baru lahir.
b. Hisap mulut dan kemudian hidung bayi dengan lembut dengan bola karet
penghisap DTT / penghisap Deelee DTT/steril. (jangan memasukkan alat
terlalu dalam pada kerongkongan bayi).Penghisapan yang terlalu dalam
akan menyebabkan bradikardi, denyut jantung yang tidak teratur atau
spasme pada laring / tenggorokan bayi).
c. Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi ( gosok punggung bayi,
atau menepuk dengan lembut atau menyentil kaki bayi, keduanya aman
dan efektif untuk menstimulasi bayi).
d. Nilai ulang keadaan bayi. Jika bayi mulai menangis atau bernafas degan
normal, tidak perlu tindakan lanjutan, lanjutkan dengan perawatan bayi
baru lahir normal.
e. Jika bayi tetap tidak bernafas dengan normal ( 40 – 60 kali/menit) atau
menangis, teruskan dengan fentilasi (Sarwono, 1998).
5. Melakukan ventilasi pada bayi baru lahir
a. Letakkan bayi di permukaan yang datar, disellimuti dengan baik
10
b. Periksa kembali posisi bayi barulahir. Kepala HARs sedikit ditengadahkan.
c. Pilih masker ukurannya sesuai ( no 0 untuk bayi yang kecil, no 1 untuk
bayi yang cukup bulan). Gunakan ambu bag dan masker atau sungkup.
d. Pasang masker dan periksa perlekatannya. Pada saat dipasang di muka
bayi, masker harus menutupi dagu, mulut dan hidung.
e. Lekatkan wajah bayi dan masker
f. Remas kantung ambu bag atau bernafaslah kedalam sungkup.
g. Periksa perlengkapannya dengan cara fentilasi dua kali dan amati apakah
dadanya mengembang. Jika dada bayi mengembang, mulai fentilasi
dengan kecepatan 40-60 kali/menit.
h. Jika dada bayi tidak mengembang :
Perbaiki posisi bayi dan tengadahkan kepala lebih jauh. Periksa
hidung dan mulut apkah ada darah, mukus atau cairan ketuban,
lakukan penghisapan bila perlu.
Remas kantong ambu bag lebih keras untuk meningkatkan tekanan
ventilasi.
Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan nilai dengan cepat
apakah bayi bernafas spontan ( 30 – 60 menit) dan tidak ada
pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan resusitasi lebih
lanjut. Teruskan dengan langkah awal perawuzatn sesan bayi baru
lahir.
Jika bayi belum bernafas atau pernafasan lemah, teruskan ventilasi.
Bawa bayi kerumu pusah sakit atau puskesmas – teruskan ventilasi
bayi selama perjalanan.
11
Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi, amati bayi selama 5
menit. Jika pernafasan sesuai batas normal (30-60 kali/menit),
teruskan langkah awal perawatan bayi baru lahir.
Jika pernafasan bayi kurang dari 30 kali/menit teruskan venilasi dan
bawa ketempat rujukan.
Jika terjadi perlekukan dada yang sangat dalam, ventilasi dengan
oksigen jika mungkin.
Segera bawa bayi ke tempat rujukan teruskan ventilasi.
6. Lanjutkan venitilasi sampai tiba di tempat rujukan, atau sampai keadaan bayi
membaik atau selama 30 menit. (membaiknya bayi ditandai dengan warna
kulit bayi merah muda, menangis atau bernafas spontan).
7. Kompresi dada
8. Setelah bayi bernafas normal, periksa suhu. Jika , 360Catau punggung sangat
dingin, lakukan penghangatan yang memadai (dapat dilakukan dengan
metode kangguru.
9. Perhatikan warna kulit bayi, pernafasan, perhatikan warna kulit bayi,
pernafasan dan nadi bayi selama 2 jam, ukur suhu tubuh bayi setiap jam
hingga normal (36,5 – 37,5)
10. Jika kondisinya memburuk rujuk ke fasilitas rujukan terdekat, dengan tetap
melakukan dengan teteap melakukan penghangatan.
11. Pastikan pemantauan yang sering pada bayi selama 24 jam selanjutnya. Jika
tanda – tanda kesulitan bernafas kembali terjadi, persiapkan untuk membawa
bayi segera ke RS yg paling tepat.
12
12. Ajarkan pada ibu, suami atau keluarganya tentang bahaya dan tanda –
tandanya pada BBL. Anjurkan ibu, suami atau keluarga agar memperhatikan
bayinya baik – baik. Jika ada tanda –tanda sakit atau kejang, bayi harus
segera dirujuk ke RS atau menghubungi bidan secepatnya.
13. Catat dengan seksama semua perawatan yang diberikan.
Prinsip resusitasi
Airway : Bersihkan jalan nafas
Breath : Lakukan bantuan pernafasan sederhana. Kebanyakan bayi
akan membaik hanya dengan ventilasi.
Circulation : jika tidak ada/nadi dibawah 60, lakukan pijatan jantung.
Dua tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk
melakukan kompresi dada dan ventilasi.
2. Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi apda
neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Tetanus sendiri meupakan penyakit
toksemia akut yang menyerang susunan saraf pusat, oleh karena adanya
tetanospasmin dari clostridium tetani. Masa inkubasi berkisar antara 3-14
hari, tetapi bisa kurang atau lebih. Gejala klinis tetanus neonatorum
umumnya muncul pada hari ke 3 sampai hari ke 10 (Prawirohardjo, 2008).
Gejala Tetanus Neonatorum
a. Tiba-tiba bayi demam/panas
b. Bayi rewel
13
c. Trismus ( kesukaran membuka mulut karena spasme otot maseter) dan
malas menyusu
d. Mulut mencucu seperti mulut ikan
e. Mudah sekali kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara,
dan sentuhan
f. Kuduk kaku sampai opistotonus
g. Kesukaran menelan akibat spasme otot laring
h. Asfiksia dan sianosis akibat spame otot pernafasan
i. Bayi sadar dan gelisah
Penanganan
a. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas.
Pemasangan spatel lidah yang dibungkus dengan kain kasa untuk
mencegah lidah tergigit.
b. Mengatasi kejang dengan suntikan anti kejang ( Diazepam 0,5 mg/kg
IM atau supositoria), apabila masih kejang ulangi tiap 30 menit.
Ditambah luminal 30 mg IM sampai kejang berhenti.
c. Perawatan yang adekuat : kebutuhan oksigen, makanan, keseimbangan
cairan dan elektrolit.
d. Penderita/bayi ditempatkan di kamar yang tenang dengan sedikit sinar
mengingat penderita sangat peka akan suara dan cahaya yang dapat
merangsang kejang.
e. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di
telinga.
14
f. Bersihkan tali pusat.
g. Rujuk ke Rumah Sakit
3. Sindrom Gawat Nafas
Menurut( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah:Kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi
didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi
(Prawirohardjo, 2008).
Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari
60x/i atau kurang dari 30x/i dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari
gejala tambahan gangguan nafas sebagai berikut (Prawirohardjo, 2008).
a. Bayi dengan sianosis sentral ( biru pada lidah dan bibir )
b. Ada tarikan dinding dada
c. Merintih
d. Apnea ( nafas berhenti lebih dari 20 detik )
Menurut Prawirohardjo, 2008. Definisi dan kriteria RDS bila
didapatkan sesak nafas berat (dyspnea), frekuensi nafas meningkat
(tachypnea), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya
pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada
foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema
paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Menurut Alimul Aziz A,2008. Apabila onset akut, ada infiltrat
bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak
15
ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerosakan
paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya
sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama
dengan 200, menyokong suatu RDS .
Etiologi
1. Kelainan paru: pneumonia
2. Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium
3. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Aspiksia, perdarahan otak
4. Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik
5. Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia
diafragmatika.
6. Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin
(Prawirohardjo, 2008).
Bila menurut masa gestasi penyebab gangguan nafas adalah
1. Pada bayi kurang bulan
a. Penyakit membran hialin
b. Pneumonia
c. Asfiksia
d. Kelainan atau malformasi kongenital
2. Pada bayi cukup bulan
a. Sindrom Aspirasi Mekonium
b. Pneumonia
16
c. Asidosis
d. Kelainan atau malformasi kongenital
Paru-paruterisicairan,
seringterjadipadabayicaesarkarenadadanyatidakmengalam
ikompresiolehjalanlahirsehinggamenghambatpengeluarancairandaridalamp
aru(Prawirohardjo, 2008).
a Infeksi(Pneumonia)
b Sindroma Aspirasi
c Hipoplasia Paru
d Hipertensi pulmonal
e Kelainan kongenital(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre-
robin syndrome)
f Pleural Effusion
g Kelumpuhan saraf frenikus
h Luar traktus respiratoris
i Kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Menurut Prawirohardjo 2008. Tanda dan gejala yang muncul
adalah sebagai berikut :
a. Takhipneu (> 60 kali/menit)
17
b. Pernafasan dangkal
c. Mendengkur
d. Sianosis
e. Pucat
f. Kelelahan
g. Apneu dan pernafasan tidak teratur
h. Penurunan suhu tubuh
i. Retraksi suprasternal dan substernal
j. Pernafasan cuping hidung
Klasifikasi
Secaraklinisgangguannafasdibedakanmenjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Gangguan nafas berat
b. Gangguan nafas sedang
c. Gangguan nafas ringan
Klasifikasi Frekuensi nafas Gejala tambahan
Gangguan nafas
berat
>60 kali/ menit
<90 kali/ menit
Dengan sianosis sentral
dan tarikan dinding dada
atau merintih saat
ekspirasi
Dengan sianosis sentral
atau tarikan dinding dada
atau merintih saat
ekspirasi
18
Dengan atau tanpa gejala
lain dari gangguan nafas
Gangguan nafas
sedang
60-90 kali/ menit
> 90 kali/ menit
Dengan tarikan dinding
dada atau merintih saat
ekspirasi tetapi tanpa
sianosis sentral
Tanpa tarikan dinding
dada atau merintih saat
ekspirasi atau sianosis
sentral
Gangguan nafas
ringan
60-90 kali/ menit Tanpa tarikan dinding
dada atau merintih saat
ekspirasi atau sianosis
sentral
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping
hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam.Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan
pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler (Prawirohrdjo, 2008).
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
19
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha
kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok,
diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan
insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler
sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan
tanda memburuknya keadaan klinik (Sarwono prawiriharjo, 1997)
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan
nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor
dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan (Sarwono prawiriharjo, 1997).
3) Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin (Sarwono prawiriharjo, 1997).
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b. Kualitas nadi
20
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak
teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau
tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang
memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis
(Sarwono prawiriharjo, 1997).
Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2) Blancing Skin Test
caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan
jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik,
biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
c. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi
agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan
kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
21
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
1. Pantau selalu tanda vital
2. Jaga patensi jalan nafas
3. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
1. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
2. Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat : Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut
Gangguan nafas ringan
Beberapabayicukupbulan yang
mengalamigangguannapasringanpadawaktulahirtanpagejala-gejala lain
disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN).Terutamaterjadisetelahbedahsesar.Biasanyakondis
itersebutakanmembaikdansembuhsendiritanpapengobatan.
Meskipundemikian,
22
padabeberapakasus.Gangguannapasringanmerupakantandaawaldariinfeksisist
emik.
Gangguan nafas sedang
a. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
b. Bayi jangan diberi minukm
c. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis:
1. Suhu aksiler lebihataukurangdari39˚C
2. Air ketuban bercampur mekonium
3. Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam)
4. Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
5. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
6. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
7. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
8. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
9. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O2
secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2
23
jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum.
10. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3
hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit
bayi dapat dipulangkan.
Gangguan nafas ringan
1. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan
nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru.
3. Fenobarbital
4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
24
5. Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan
dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan)
Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran
prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan
kelahiran bayi resiko tinggi, dan pada penatalaksanaan kelahiran dengan usia
kehamilan 32 minggu atau kurang dianjurkan memberi dexametason atau
betametason 48-72 jam sebelum persalinan. Pemberian glukortikoid juga
dianjurkan karana berfungsi meningkatkan perkembangan paru janin.
4. Hipotermia
Suhu bayi baru lahir dapat dikaji diberbagai tempat yaitu suhu
rectal dan axsila tetap dalam rentang 36,5-37,5 ˚C dan suhu kulit abdomen
dalam rentang 36-36,5˚C. suhu ini (rectum) biasanya sedikit lebih tinggi
yaitu 0,4˚C (Wiknjosastro H dkk, 2002).
Gejala klinis hipotermia dapat sulit di bedakan termasuk takipnea
dan peningkatan frekuensi jantung. Bayi hipotermia dalah bayi dengan
suhu badan dibawah normal yaitu hipotermia apabila suhu< 36˚C atau
kedua kaki dantang antera badingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin
25
maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang yaitu suhu 32-36˚C.bayi
mengalami hipotermi berat jika suhu<32˚C (Obstetri dan Ginekologi,
1984).
Tanda-tanda klinis hipotermi
a. Hipotermi sedang
1. Kaki terasa dingin
2. menghisap lemak
3. Tangisan lemah
4. Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermi Berat
1. Sama dengan hipotermi sedang
2. Pernafasn lambat, tidak teratur
3. Bunyi jantung lambat
4. Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosis metabolic
c. Stadium lanjut hipotermi
1. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
2. Bagian tubuh lainnya pucat
3. Kulit mengeras,merah dan timbul edema terutama pada punggung,
kaki, dan tangan (sklerema).
Penatalaksanaan :
a. Menjaga agar bayi tetap hangat
b. Hindari ketersingkapan bayi yang berlebihan
c. Suhu kamar min 25C
26
d. Beri pakaian katun dan selimuti bayi
e. Hindari suhu terlalu panas
f. Ganti pakaian yang basah
g. Suhu air mandi 37C
Asuhan kebidanan
Asuhan kebidanan untuk perawatan bayi :
1. Ajarkan ibu tentang menghangatkan, memandikan bayi dan
memebrikan ASI. Seperti ; menyellimuti bayi, menjemurnya dibawah
sinar matahari pagi jam 08.00-09.00, memandikan bayi dengan air
hangat.
2. Ajari orangtua mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta
mereka mendemonstrasikannya.
27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses suatu persalinan dikatakan berhasil apabila selain
ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal.
Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah
bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan
dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan
atau infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah
bila asfiksia segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat,
dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan infeksi
28
DAFTAR PUSTAKA
Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.
Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta,
1998.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan, Ida Bagus Gede Manuaba, Jakarta : EGC, 1998.
Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta,
1997.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok
Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran.
Obstetri Patologi.Bandung:1984
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta:2008
Hidayat, Alimul Aziz. A. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
29