KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK Bukhari STIT PTI. Al-Hilal Sigli Jl. Lingkar Keunire, Sigli Pidie Email: [email protected]ABSTRACT Islamic education in the family is the process of forming the personality of Islam in children. Required role and parental responsibility as the main educator in educating children well. In addition, the exemplary of educators is one caraberpengaruh in the child. Parents are as first generation educators, but not yet fully felt for the majority of Muslim families today. Therefore, it is very important to re-optimize the role of parents in the family so as not to happen keteranan crisis. The role of parents as the main educator in directing children to perform the first social process in the family environment lost eroded with the times. With a variety of reasons busy parents do not always accompany the development of children. Especially giving special education by giving good example to his children intensely. Her father and mother only focused on fulfilling material needs and handing the process of education to others. In the Qur'an the exemplary word is compared with the word-uswah which is then attached with the word hasanah, so it becomes the equivalent of the word uswatun hasanah which means a good example. ABSTRAK Pendidikan Islam dalam keluarga merupakan proses pembentukan kepribadian Islam pada anak. Diperlukanperan dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama dalam 1
49
Embed
jurnaleksperimental.comjurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/04/JURNAL-BUKH… · Web viewIn the Qur'an the exemplary word is ... Pendidikan Islam dalam ... Inilah yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Islamic education in the family is the process of forming the personality of Islam in children. Required role and parental responsibility as the main educator in educating children well. In addition, the exemplary of educators is one caraberpengaruh in the child. Parents are as first generation educators, but not yet fully felt for the majority of Muslim families today. Therefore, it is very important to re-optimize the role of parents in the family so as not to happen keteranan crisis. The role of parents as the main educator in directing children to perform the first social process in the family environment lost eroded with the times. With a variety of reasons busy parents do not always accompany the development of children. Especially giving special education by giving good example to his children intensely. Her father and mother only focused on fulfilling material needs and handing the process of education to others. In the Qur'an the exemplary word is compared with the word-uswah which is then attached with the word hasanah, so it becomes the equivalent of the word uswatun hasanah which means a good example.
ABSTRAK
Pendidikan Islam dalam keluarga merupakan proses pembentukan kepribadian Islam pada anak. Diperlukanperan dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama dalam mendidik anak dengan baik. Selain itu, adanya keteladanan pendidik merupakan salah satu caraberpengaruh dalam pada diri anak. Orang tua adalah sebagai pendidik pertama generasi, namun belum dirasakan sepenuhnya bagi mayoritas keluarga muslim saat ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengoptimalkan kembali peran orang tua dalam keluarga agar tidak terjadi krisis keteldanan. Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam mengarahkan anak melakukan proses sosial pertama di lingkungan keluarga hilang tergerus dengan perkembangan zaman. Dengan berbagai alasan kesibukan orang tua tidak selalu mendampingi perkembangan anak. Apalagi memberikan pendidikan khusus dengan memberikan teladan baik kepada anak-anaknya secara intens. Ayah dan ibunya hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan materi dan menyerahkan proses pendidikan kepada orang lain. Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik.
Kata Kunci: Keteladanan, Orang Tua, Pendidikan Anak
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sehat dan berkembang
menjadi anak-anak yang sholeh sholehah, taat beragama, berbakti kepada orang tua
dan berakhlaq mulia. Harapan besar orang tua kepada anaknya ini menunjukkan rasa
sayangnya kepada sang buah hati. Harapan besar ini tentu tidak akan bisa datang
dengan sendirinya, melainkan harus diimbangi dengan memberikan pendidikan yang
baik dengan disertai keteladanan (At-Tarbiyah bi Al-Uswah Al-hasanah).
Inilah yang dilakukan Rasulullah saw dalam membangun umat sejak fase
Mekkah hingga Madinah, beliau berhasil tampil sebagai figur yang menjadi panutan
dalam segala aspek kehidupan. Sehingga meskipun dengan segala keterbatasan dana,
sarana prasarana, dan teknologi canggih beliau mampu mengubah masyarakat yang
biadab menjadi beradab dan berperadaban.Sebagaimana firman Allah dalam suratAl-
Ahzab 21
Artinya; Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu, yaitu bagi orang- orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut asma Allah ( QS. Al-
Ahzab 21).
Kemudian Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam mengarahkan anak
melakukan proses sosial pertama di lingkungan keluarga hilang tergerus dengan
perkembangan zaman. Dengan berbagai alasan kesibukan orang tua tidak selalu
mendampingi perkembangan anak. Apalagi memberikan pendidikan khusus dengan
memberikan teladan baik kepada anak-anaknya secara intens. Ayah dan ibunya
hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan materi dan menyerahkan proses
pendidikan kepada orang lain. Seperti dengan menyekolahkan di sekolah elit,
mencukupkan memberikan les privat, dan memberikan kebebasan dalam
menggunakan sarana berupaalat teknologi dan komunikasi tanpa pengawasan.
Adanya pembinaan dan pengarahan orang tua di dalam rumah hanya sebatas perintah
2
dan larangan. Tidak diiringi dengan memberikan contoh kesolehan dalam
mengamalkan kebaikan yang diajarkan kepada anak.
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal1
yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan2. Sehingga buah dari perolehan ilmu
adalah pengamalan dalam kehidupan.Pendidikan Islam adalah usaha sadar manusia
yang mempunyai pengetahuan lebih mengenai tuntutan yang diwahyukan oleh Allah
SWT kepada orang yang di didik dalam rangka mengubahnya menjadi lebih baik,
lebih bernilai dan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat3. Diperkuat dengan pendapat
Al-Attas tujuan pendidikan Islam adalah mengakuikekusaan Allah sehingga
menjalankan ketaatan secara benar dalam kehidupannya.4
Terjadi pengikisan tanggung jawab orang tuadalam mendidik anak.
Kebanyakan orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitas di luar rumah sehingga
mengabaikan tugas mendidik anakdengan baik dalam lingkungankeluarga. Orang tua
merasa cukup memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada sekolah. Padahal
waktu di sekolah hanya 7 jam. Sedangkan sisanya sekitar 17 jam dilakukan
dilingkungan rumah. Hal ini berarti 75 % pendidikan dihabiskan di lingkungan
rumah.5
1Maksud dari nilai-nilai yang ideal adalah pembentukan perilaku merupakan wujud yang ditampilkan seseorang sebagai bentuk tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan.Bagi kebanyakan anak, keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti sebelum sekolah dan lingkungan masyarakat. Karena dilingkungan keluarga iniseorang anak pertama kali belajar tentang apa saja termasuk perilaku. Pembentukan perilaku anak dalam keluarga ditentukan oleh perilaku orang tua yang dapat diamati anak dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang tua dalam memandang anak sebagai titipan yang harus ditumbuh kembangkan dan dapat dipertanggung jawabkan pada pemilik-Nya, merupakan dasar dalam memperlakukan anak.Sebagai orang tua strategi yangdapat digunakan untuk membentuk perilaku anak, harus dapat menimbulkan limpahan penyebab bagi anak untuk percaya dan merasa aman dalam asuhan orang tua. Lihat Bimo Walgito, Pengantar Psikologi (Yogyakarta: Andi, 2004), hal. 71.
2M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara, 1996), hal 113
3Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-5, h. 8
4 Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, Penerjemah Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka, cet I, Jakarta, 1997
5www.http. Dul Rohim, “Pendidikan Anak dalam Keteladanan, di akses 27 April 2014
3
Dalam hal ini,75 % pendidikan adalah tanggung jawab orang tua. Tetapi
orang tuabelum sepenuhnya menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai
pendidik. Sehingga jika anak terlibat dalam masalah kenakalan karena kurangnya
perhatian orang tua dalam mendidiknya, maka yang sering disalahkan adalah pihak
sekolah. Padahal guru di rumah yaitu orang tua adalahpendidik yang paling utama
bagi anak.Menjaga keluarga untuk taat pada Allah dan terhindar dari neraka
merupakan peran dan tanggung jawab orang tua, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. QS. At-Tahrim : 6)
Pendidikan dapat mengubah dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang
tidak baik menjadi baik.Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam sehingga
merupakan kewajiban perorangan.6Dalam konsep pendidikan Islam proses
pengembangan pemikiran, penataan perilaku, pengaturan emosi, hubungan peranan
manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia
sehingga mampu meraih kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.
Seluruh aspek tersebut telah tergambar secara integrative dalam sebuah akidah Islam
yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorong pada
perilaku normative yang mangacu pada syariat Islam.
6
Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, (Bandung:PT. Rosda Karya , 2008), cet ke -2, h.1
4
Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan
pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri.7Tidak ada perealisasian
syariat Islam kecuali melalui penempatan diri, generasi muda, dan masyarakat
dengan landasan iman dan tunduk kepada Allah.Untuk itu pendidikan Islam
merupakan amanat yang harus dikenalkan oleh suatu generasi berikutnya.Terutama
dari orang tua atau pendidik kepada anak didik. Dan keburukanlah yang akan
menimpa orang yang mengkhianati amanat itu. Dalam hal ini peran penting seorang
pendidik adalah tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of
knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah)
yang baik (transfer ofvalues).8Atau dalam Islam dikenal dengan istilah “al-„ilmu lil
„amal”.Tujuanseseorang belajar dan berpendidikan adalah untuk direalisasikan
dalam kehidupan.
Anak-anak, pada hakikatnya adalah generasi masa depan, pada pundaknyalah
penentuan masa depan, dan di antara kewajiban bagi para pendidiknya saat ini,
adalah menanamkan berbagai tanggung jawab dalam mengemban kepemimpinan
secara sukses. Tujuan pendidikan Islam menghantarkan manusia pada perilaku dan
perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.Artinya manusia tidak
merasa keberatan atas ketetapan Allah dan rasul-Nya.
Islam merupakan syariat Allah bagi manusia. Dengan bekal syariat itu
manusia beribadah.Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanah besar
itu, syariat itu membutuhkan pengamalan, pengembangan, dan pembinaan.
Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam.
Sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur‟an:
7 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 2004), cet ke-4, h. 34
8Orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak yaitu mengajak anak melaksanakan shalat berjamaah setiap waktu, mengajarkan anak mengaji, membiasakan anak melaksanakan ibadah puasa sebagai bentuk penanaman ketauladanan, selain itu juga orang tua dalam bertutur kata lemah lembut, membiasakan anak bersalaman saat berangkat sekolah, serta memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan. Selaku orang tua tentunya akan memberikan pengawasan kepada anak-anak dengan menemani belajar dan mengerjakan PR dan tidak memberikan waktu keluar malam karena anak Ibu RK masih duduk di sekolah dasar dan orang tua juga tidak lupa memberikan motivasi seperti pemberian nasehat. Lihat Abdul Majid dan Dian Andayani, endidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: Rosdakarya, 2012), hal.11.
5
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Ad-Dzariyat : 56)
Dalam menjalankan kewajiban pendidikan maka proses itu berisitugas, dan
setiap tugas harus dilaksanakan, suatu tugas selesai dilaksanakansetelah tujuan yang
dituju telah tercapai. Agar tujuan itu dapat dicapai dengan cepat, meyakinkan dan
tepat, perlu ada suatu cara yang serasi. Cara itulah yang ditempuh untuk sampai pada
tujuan.9
Pada dasarnya suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar pada
kepribadian anak.10 Tidak mungkin anak belajar menahan emosi, jika ia melihat
orang tuanya marah-marah dan emosional. Seperti halnya tidak mungkin pula anak
belajar kasih sayang, kalau ia melihat orang tuanya bersikap keras. Anak akan
tumbuh dengan kebaikan, terdidik dalam akhlak terpuji, jika ia mendapatkan teladan
dari kedua orang tuanya. Sebaliknya ia akan menyimpang dari kebaikan dan biasa
berbuat dosa, jika sering melihat orang tuanya memberi contoh perbuatan dosa.11
Dari sinilah kita melihat, bahwa keteladanan merupakan faktor yang
berpengaruh sangat besar dalam kebaikan atau kerusakan seorang anak.Jika yang
dijadikan keteladanan tersebut adalah sosok yang jujur, dapat dipercaya, berakhlak
mulia dan pemberani, maka tumbuhlah anak itu dalam kejujuran, berakhlak mulia,
dan pemberani.Sebaliknya, jika sosok yang menjadi pendidik tersebut adalah seorang
pendusta, penghianat, kikir serta pengecut, maka tumbuhlah anak itu dalam dusta,
khianat, sombong dan kekikiran.
Sesungguhnya seorang anak, betapapun potensinya untuk kebaikan itu besar,
dan betapapun fitrahnya itu suci bersih, dia tak akan bisa melaksanakan prinsip-
9
Zakiyah Darajat, dkk, Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet ke-5, h. 2
10
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak.
11 Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo:Insa Kamil, 2013), cet ke-2, h. 538
6
prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan yang baik, apabila dia tidak melihat
pendidik mereka ada di puncak keutamaan akhlak. Karena itu mudah bagi seorang
pendidik untuk mendikte anak sebuah system dari pembinaan, akan tetapi sulit bagi
anak itu untuk melaksanakan sistem ini, ketika dia melihat bahwa orang yang
mendidiknya dan mengarahkannya itu ternyata tidak konsekuen dengan sistem ini,
tidak mengaplikasikan pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya.
B. Permasalahan
Masyarakat kita mengalami perubahan yang sangat cepat.Teknologi, struktur
sosio ekonomi kita, struktur keluarga kita dan budaya bisnis kita hanya merupakan
sedikit contoh yang berubah secara dramatis sepanjang hidup kita.Setiap perubahan
itu telah dibentuk dan terus terbentuk sebagai akibat dari sikap dan perilaku kita.
Misalkan, karena kita mampu mendapatkan apa saja yang kita inginkan atau kita
perlukan dengan cepat, seperti hot dog yang dibuat di microwave, informasi instant
melalui internet,12 kita menjadi kurang sabar dan kurang banyak akal. Kita tidak
memberikan peluang melaksanakan nilai-nilai moral tersebut.Kita sering mendengar
pasangan suami istri yang bercerai pada saat mereka menemui kesukaran.Apa yang
terjadi dengan komitmen? Ketika perusahaan sedang mengalami kesukaran dan para
pegawainya mencari pekerjaan lain, sikap mayoritas yang sering melanggar
ketentuan syariat Islam,apa yang terjadi dengan loyalitas?
Maka rumahlah yang menjadi titik awal dari sebuah keteladanan.Di sanalah
perasaan tenang, aman, terindungi dan segala bentuk pembelaan apabila anak yang
12
Kata media berasal dari bahasa Latin yakni medius yang secara harafiahnya berarti ”tengah, ”pengantar” atau ”perantara”. Dalam bahasa Arab mediadisebut wasail bentuk jamakdari wasilah yakni sinonim al-wasth yang artinya juga ”tengah”. Kata tengah itu sendiri berarti berada dintara dua sisi, maka disebut juga sebagai perantara (wasilah) atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Lihat Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran;Sebuah Pendekatan Baru. (Jakarta : Gaung Persada Press, 2010), hal. 6. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Internet (Interconnection Networking) merupakan sarana inti dari komputer untuk berkomunikasi.Menurut Hendri pondia, Internet adalah gabungan dari jaringan-jaringan computer dalam skala besar dan luas dimana masing-masing computer tersebut dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya menggunakan sebuah bahasa jaringan”. Lihat Hendri Pondia, Teknologi Informasi dan komunikasi, (Jakarta: Erlangga,2004), hal. 2
7
dia sayangi tersakiti atau dilecehkan. Untuk membentuk keteladan itu tidak dapat
dilakukan secara tergesa-gesa, memaksa atau memberikan suatu sanksi yang dalam
kondisinya anak yang terhukum itu tidak tahu menahu tentang hukuman yang akan
dia dapati dari orang tuanya. Maka dari itu, dianggap perlu pembenahan sikap atau
keteladananan (uswah) orang tua yang sekiranya dapat membentuk sikap anak-anak
yang patuh, cerdas, bersahaja dan mampu berbakti kepada kedua orang tuanya.
C. Pentingnya Figur Teladan Bagi Orang Tua
Pentingnya figur teladan bagi orang tua dalam sebuah proses pembelajaran
bagaikan kebutuhan anak yang setiap saat harus terpenuhi. Agar dalam setiap
langkah selalu dalam kebenaran dengan meniru figure yang telah ada. Keteladanan
ini juga merupakan salah satu metode yang diterapkan oleh Allah SWT dengan
menurunkan Rasul sebagai figure teladan dalam suatu kaum.
Dengan sistem pendidikan yang sempurna seperti apapun namun, tetap tidak
dapat dipungkiri jika timbul masalah, bahwa teladan seperti itu masih tetap
memerlukan pola pendidikan realistis yang dicontohkan oleh orang tua melalui
perilaku sambil berpegang pada landasan dan metodenya. Oleh karena itu Allah
SWT mengutus Nabi Muhammad SAW agar menjadi teladan bagi seluruh umat
manusia dalam merealisasikan sistem pendidikan Islami. Aisyah RA pernah ditanya
tentang akhlak Rasulullah SAW. Ia menjawab, bahwa akhlak beliau adalah Al-
Qur’an.13 Betapa sempurnanya akhlak, tauladan yang telah ada pada diri Rasulullah
dan tak akan pertnah tergantikan sebagai figure tauladan yang terbaik yang pernah
ada. Pada dasarnya fitrah manusia yang cenderung mencari ataupun memerlukan
sosok teladan dan panutan yang mampu menggerakkan manusia pada jalan
kebenaran dan sekaligus sebagai contoh dinamis yang menjelaskan cara
mengamalkan syariat Allah.14Maka sosok figur teladan menjadi sangat penting dalam
hal ini.
Selain itu sosok tauladan juga sangat penting untuk mengawali suatu
kebiasaan yang baik dalam suatu kelompok. Fitrah ini tampak pada umat manusia
13
Al-Quran Surat Al-Israa': 9.14 Ahmad Tafsir, Drs. Ilmu Pendidikan Islam. PT Temprint 2011
8
dalam kondisi yang mungkin asing bagi mereka yang artinya, bagi sebagian mereka
tampak asing, tetapi bagi sebagian yang lain tidak. Hal seperti ini pernah terjadi
sewaktu Allah menghendaki agar RasulNya menikah dengan istri Zaid, anak angkat
Rasulullah SAW. Allah menghendaki yang demikian itu untuk menerangkan kepada
umat manusia secara praktis, bahwa Zaid (anak angkat) sedikit pun tidak mempunyai
bagian dari hak-hak sebagai anak.
Berdasarkan uraian di atas bahwa tauladan juga sangat diperlukan dalam
suatu kondisi yang memerlukan pengorbanan, seperti perang, infak, dan lain
sebagainya. Dalam perang khandaq, beliau langsung turun tangan ikut mengangkat
batu, menggali parit bersama para sahabat, itu dapat menunjutkan akhlak Rasulullah
SAW terhadap shahabatnya. Dengan beliau tampil sebagai contoh teladan yang patut
ditiru para orang tua, untuk langsung turun tangan bersama anak buahnya. Rasulullah
SAW tampil pula sebagai teladan dalam kehidupan suami-istri, dalam kesabaran
menghadapi keluarganya, dan dalam mengarahkan istri-istrinya dengan baik.15 Dan
teladan itu akan tetap lestari, selama langit dan bumi ini lestari. Kepribadian
Rasulullah Saw sesungguhnya bukanlah hanya teladan buat suatu masa satu generasi
satu bangsa, satu golongan atau satu lingkungan tertentu. Beliau adalah teladan
universal buat seluruh manusia dan seluruh generasi.
D. Landasan Psikologis Keteladanan
Pada dasarnya, mufasir juga melihat kebutuhan manusia yang akan menjadi
figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter
manusia. Pada hakikatnya, peniruan itu berpusat pada tiga unsur terhadap orang
tuanyanya, antara lain:
1. Kesenangan untuk meniru dan mangikuti. Lebih jelasnya hal itu terjadi pada
anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan yang samar tanpa
disadari membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergerak, cara
bergaul, atau perilaku-perilaku lain dari orang yang mereka kagumi.
15
Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2017), hal. 29
9
2. Kesiapan untuk meniru. Setiap periode usia manusia memiliki kesiapan dan
potensi yang terbatas untuk periode tersebut. Karena itulah, Islam mengenakan
kewajiban shalat pada anak yang usianya belum mencapai tujuh tahun dengan
tetap menganjurkan kepada orang tua untuk mengajak anaknya meniru
gerakan-gerakan shalat. “Sesungguhnya kalian akan mengikuti tradisi orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” (Al
Hadits).
3. Ketiga, setiap peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah diketahui oleh si
peniru atau bisa jadi juga tujuan itu sendiri tidak jelas, bahkan tidak ada. Pada
dasarnya, di kalangan anak-anak, peniruan lebih cenderung didorong oleh
tujuan yaitu kecenderungan mempertahankan dunia individual karena seolah-
olah dia berada di bawah bayang-bayang individu yang kuat dan perkasa, yang
membuat orang lemah menirunya.
E. Kilas tentang penafsiran Uswah (keteladan) Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Pengertian keteladanan dari segi bahasa, “keteladanan” kata dasarnya adalah
“teladan” yang artinya contoh, sesuatu yang patut ditiru karena baik, tentang
kelakuan, perbuatan dan perkataan. Kemudian kata “teladan” diberi imbuhan dengan
awalan “ke” dan khiran “an”, sehingga menjadi kata “keteladanan” yang berarti hal-
hal yang memberikan teladan atau contoh yang patut ditiru.16Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia disebutkan asal kata keteladanan adalah teladan yaitu perbuatan
atau barang yang patut ditiru dan dicontoh.17Jadi keteladanan adalah hal-hal yang
patut ditiru. Dalam bahasa Arab “ keteladanan” diungkapkan dengan kata “ Uswah”
dan “ Qudwah” terbentuk dari huruf , , ء س secara etimologi setiap kata , و
yang terbentuk dari tiga huruf tersebut memiliki arti yang sama yaitu “ Pengobatan
16
S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 1456.
17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1995) edisi ke 2, cet. Ke-4, h. 1025.
10
dan Perbaikan”.Menurut Yahya Jala, al-Qudwah berarti al-Uswah, yaitu ikutan,
mengikuti seperti yang diikuti.18
Kata qudwah adalah kata yang berasal dari Arab yang memiliki kesamaan
dengan kata uswah yang berarti keteladanan.19 Pengertian yang diberikan oleh
Ashfahani, bahwa menurut beliau al-uswah dan al-iswah sebagaimana kata al-
quduwah dan al-qidwah berarti suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti
manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan.20
Sedangkan menurut Abdullah qudwah merupakan lafadz yang sering digunakan
kepada masusia yang biasa, kalau uswah dikhususkan kepada nabi Muhammad swa.21
Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontohkan oleh
seorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah
keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam yaitu keteladanan
yang baik, sesuai dengan pengertian uswah dalam ayat-ayat di bawah ini,
Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-uswah yang kemudian
dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah
yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata uswah juga selain dilekatkan
kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Untuk
akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-Quran.
18A. Zainal Abidin, Mepmeprkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 96
19 An-Nahlawi Abdurrahman, Ushulut Tarbiyah Wa Asalibiha, Beirut: Daar al-Fikri, 1996, hal. 31
20
Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, Fiqih Sunah Imam Syafi’i, terj. Rizki Fauzan, Bandung: Padi Bandung, 2009, hal. 27
21 Wawancara dengan Abdullah, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hilal Sigli pada Hari Minggu, 15 Januari 2018
11
Keteladanan menurut Heri Jauhari Muchtar , “keteladanan adalah metode
pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Baik
dalam ucapan maupun dalam perbuatan.22
Adapun metode keteladanan menurut Abdullah Nashih, Ulwan merupakan
metode efektif bagi pendidikan anak dan mengasah kreativitas diri seorang
pendidik.23Selain itu beliau memperkuat pendapatnya dengan argumentasi dari
Charles Scaefer keteladanan terdapat isyarat-isyarat non-verbal24 yang berarti dan
menyediakan suatu contoh yang jelas ditiru.
Senada dengan yang disebutkan di atas, Armai Arief juga mengutip
pendapat dari seorang tokoh pendidikan Islam lainnya yang bernama Abi Al-Husain
Ahmad Ibnu Al-Faris Ibn Zakaria yang termaktub dalam karyanya yang berjudul
Mu’jam Maqayis al-Lughah, beliau berpendapat bahwa “uswah” berarti “qudwah”
yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti.25Menurut Nur Uhbiyanti dalam bukunya
Ilmu Pendidikan Islam menuliskan bahwa metode yang cukup besar pengaruhnya
dalam mendidik anak adalah metode pemberian ontoh dan teladan.26
Jadi keteladanan adalah mendidik anak dengan cara memberikan contoh
yang baik (uswah hasanah) agar dijadikan panutan baik dalam berkata, bersikap dan
dalam semua hal yang mengandung kebaikan. Sehingga pendidikan Islam yang
diajarkan mempengaruhi anak untuk meniru kebaikan yang diajarkan.
22Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2005), cet.1, h. 224
23Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 200
24
Adityawarman adalah salah satu ilmuwan Indonesia yang memberikan gagasannya mengenai komunikasi nonverbal. Menurutnya, komunikasi nonverbal merupakan suatu komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata. Dengan kata lain, terdapat bentuk pesan lain yang disampaikan kepada komunikan oleh komunikator, dan hal tersebut bukanlah kata-kata. Dalam komunikasi langsung, ketika bertatap muka misalnya, maka ucapan atau suara yang dikeluarkan oleh pembicara merupakan bagian dari komunikasi verbal, sementara pandangan wajah, fokus mata, mimik wajah, dan lain sebagainya merupakan bagian dari komunikasi nonverbal. Lihat Adityawarman. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Komposisi Tubuh pada Remaja. emarang : Universitas Diponegoro, 2007. Hal. 61
Jadi Qudwah adalah proses penyampaian, pengembangan dan
penyempurnaan dengan menggunakan keteladanan yang baik sebagai alat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Dan teknik qudwah ini dilakukan karena ajaran Islam
tidak sekedar mentransformasikan pada peserta didik, tetapi juga diaplikasikan dalam
kehidupan yang nyata. Sehingga tuntutan pendidikan tidak hanya berceramah, atau
berdiskusi, tetapi lebih penting lagi adalah mengamalkan semua ajaran yang telah
dimengerti, sehingga peserta didik dapat meniru dan mencontohnya. Dan Allah
mengingatkan hal itu pada firmannya:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan?”. “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff
ayat 2 dan 3 )
Selain itu, keteladan akan memunculkan kepribadian yang peka dalam
menjalankan ketaatan. Hal ini disebabkan anak melihat orang-orang yang sekitarnya
adalah pribadi yang dikagumi dan diidolakan. Anak tidak akan terpengaruh dengan
tokoh fiktif yang dihadirkan oleh media televisi, yaitu Bius hiburan dan informasi
yang ditonton anak dan juga orang dewasa pada gilirannya akan ikut mempengaruhi
pembentukan kepribadian dan pola perilaku. Jika yang diserap bukan hal yang
bermutu, maka dapat dibayangkan betapa memprihatinkannya dampak negative yang
ditimbulkan siaran televisi.
Jika dicermati secara mendalam, banyak program acara televisi dirancang
untuk dan atas dasar kebudayaan orang kaya.Bius kemewahan yang dihadirkan
program siaran seperti ini efektif menimbulkan penyempitan kesadaran atas
kebutuhan-kebutuhan nyata.Sebagai konsekuensinya, konsumerisme Berjaya
memahkotai hidup anak-anak.
Sesungguhnya baik pada bangsa yang kaya maupun yang miskin, konsumsi
umumnya dipolarisasi, sementara pengharapan disamaratakan atau distandarkan dan
13
harus selalu berada diluar jangkauan sumber-sumber daya yang dapat
dipasarkan.Oleh karena itu ayah dan ibunyalah menjadi panutan anak dalam
kesolehan. Dengan demikian proses pendidikan akan berjalan dengan penuh makna
jika kedisiplinan dalam ibadah misalnya, akan terlihat dari orang tuanya yang
bersegera salat saat mendengaradzan. Ayahnya segera bergegas pergi ke mesjid
untuk melaksanakan sholat berjamaah.Ibu segera menghentikan segala aktivitas
untuk menunaikan kewajiban dengan penuh kerelaan. Hal ini akan menjadikan anak
begitu antusias meniru kebiasaan tersebut, terlebih jika pendidikan keteladanan ini
diberlakukan sejak anak usia dini. Sebab anak akan memiliki kemampuan untuk
mencerap pemahaman lebih kuat dan membekas. Sehingga orang tua diharapkan
untuk selalu memberikan apresiasi positif kepada anak, baik melalui pujian maupun
melalui teladan yang baik.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling menyakinkan
keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak pada diri anak. Hal
ini dikarenakan pendidikan keteladanan merupakan metode mudah dalam pandangan
anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, bahkan akan terpatri dalam jiwa dan
perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya
Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat
ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakan atau
mewujudkannya, sehingga orang yang di ikuti disebut dengan teladan. Namun
keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai
alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan
bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan
dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata,
khusunya ibadah dan akhlak.
F. Keteladanan Orang Tua terhadap Anak dalam Perspektif Islam
Uswah (keteladanan) adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru
atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakan atau mewujudkannya,
sehingga orang yang di ikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang
dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan
14
Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode
keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara
memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya
ibadah dan akhlak.
Kemudian model tauladan macam apa yang dapat di berikan oleh orang tua
maupun guru, imam alghazali dalam menasehati para guru agar mengamalkan
ilmunya dan tidak mendustakan perkataannya, disamping itu sejak kita mengenal
agama kita sudah dianjurkan untk mencari suri tauladan dalam menjalani kehidupan
ini, ketauladanan itu ada pada diri Rasulullah SAW, sebagaimana terdapat dalam ayat
alqur’an :
Artinya; Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu, yaitu bagi orang- orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut asma Allah ( QS. Al-
Ahzab 21).
Pada ayat ini Allah SWT memperingatkan orang-orang munafik.bahwa
sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi saw. Rasulullah
saw adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, tabah menghadapi segala
macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan
Allah dan beliaupun mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin
menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah
mereka akan mencontoh dan mengikuti Nabi. Tetapi perbuatan dan tingkah laku
mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala
macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.
Kemudian dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam
hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan
pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari
lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan hari kiamat
15
dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain
mereka.
Keteladanan orang tua dalam mendidik anak yang terdapat dalam surat al
ahzab ayat 21, juga dikuatkan dalam surat Al-Mumtahanah : 4
….
Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada
kaum mereka: ,,,. (Q.S Al-Mumtahanah : 4)
Keteladanan orang tua dalam mendidik anak begitu penting sebagaimana
dideskripsikan surat al-ahzab ayat 21 dan surat al Mumtahana ayat 4 juga terdapat
dalam surat Luqma ayat 18.
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.(QS. Luqman: 18).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lafadh yang ada pada
ayat al-ah-Ahzab ayat 21 dan surat Al-Mumtahanah ayat 4 dengan lafadz uswah
yaitu memberikan arti keteladanan orang tua dan lafadz wala tusha`ir, juga
memberikan arti yang sama yaitu keteledan.
Ada beberapa hadits yang penafsir temui antara lain; Rasulullah telah
menggunakan teknik keteladanan langsung dalamberbagai kesempatan. Ketika
Rasulullah mengajarkan shalat kepada kaumMuslim, beliau naik ke tempat yang
tinggi sehingga bisa terlihat oleh semuaorang. Kemudian Rasulullah bersabda;
صلواكمارايتموانىاصلىArtinya : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
16
Bahkan bisa dikatakan, seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalahpenjelasan
terhadap syariah Islam.Maka ketika Aisyah ra.Ingin menerangkan akhlak Rasulullah
SAW, dengan ungkapan terbaiknya“Akhlaknya adalah al-Qur‟an”27.
Berbagai contoh praktis keteladanan dalam perilaku-perilaku mulia yang
diterapkan kepada anak-anak, dalam kehidupan dan pertumbuhannya diantaranya
sebagai berikut:
a. Mendidiknya agar terbiasa berwudhu setiap kali bangun tidur, dan bukanhanya
mencuci muka saja.
b. Mendidiknya agar terbiasa tidur segera setelah shalat isya. Tidak boleh
dibiarkan terlambat tidur agar anak bisa bangun tepat waktu shalat shubuh.
c. Mendidiknya agar terbiasa menerima tamu. Melatihnya agar bisa berbelanja
berbagai kebutuhan rumahnya.
d. Membiasakannya untuk berjamaah shalat di mesjid tepat pada waktunya.
e. Bila memiliki anak perempuan, maka harus dibiasakan untuk memakai hijab.
f. Membiasakan untuk melakukan puasa sunnah.
g. Membiasakan untuk makan dan minum dengan tangan kanan.28
Kemudian hadits yang lain juga penafsir membahas keteladan orang tua
merupakan pendidik pertama yang akan mengajarkan sekaligus memberikan
pengarahan dan teladan baik. Agar anak memiliki lingkungan keluarga yang
mendidiknya mengenal Islam. Meneladani keshalihan kepada anak akan memiliki
pengaruh yang besar. Orang tua memiliki kewajiban mengajarkan keutamaan
menjalankan syariat dan memupuk keimanannya agar terpancar kepribadian yang
mulia dihadapan anak.Sebab keteladanan orang tuanya pengaruh yang dominan
dalam jiwa anak.
Sebagaimana dalam hadis dapat kita cermati sabda nabi Muhammad SAW,
yang berbunyi
يولد مولود وينصرانه كل يهودانه فأبواه الفطرة على27
M.Rawwas Qal‟ah ji, Biografi Nabi SAW “Menyibak Tabir Kepribadian Rasul Muhammad SAW”, (Dahran: Mahabbah Pustaka, 1986), h.168
28
Muhammad sa‟id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, ( Jakarta: Cendikia, 2001), cet ke-1, h. 142
17
Artinya : Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasroni (H.R. Abu Dawud).
Anak akan melihat, mendengar dan mengamati sikap orang tuanya. Sebab
secara lansung anak sejak lahir berinteraksi dekat bersama ayat dan ibunya. Apapun
sikap yang ditujukan orang tuanyalah yang akan menjadi gambaran anak dalam
berbuat.
Secara umum orang tua mempunyai tiga peranan terhadap anak:
1. Merawat fisik anak, agar anak tumbuh kembang dengan baik.
2. Proses sosialisasi anak, agar anak belajar menyesuaikan diri terhadap
lingkungan
3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak.29
Dalam hal ini maka peran orang tua memberikan keteladanan merupakan
sebuah bekal penting atas pendidikan anak. Sehingga pada saat anak tumbuh di
lingkungan masyarakat ia dapat beradaptasi dan diterima oleh lingkungan sekitarnya.
Baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
Pada dasarnya, perilaku anak akan terlihat pada kelakuan orang tuanya. Jika
orang tua memperlakukan anak-anak dengan baik dalam syariat Allah, mereka akan
menjadi anak berbakti kepada orang tuanya. Sebaliknya jika orang tuanya salah
dalam mendidik anak-anaknya, maka janganlah berharap anak-anak akan berbakti
kepadanya.30
Misalnya anak yang diajarkan dengan kedisiplinan menjalankan syariat Allah
seperti shalat, menutup aurat, sopan santun dalam ucapan maupun perbuatan dan
menjaga pergaualannya secara Islami. Maka anak akan terbentuk menjadi pribadi
yang takut menjalankan keburukan dan dekat pada ketaatan kepada Allah SWT.
Sebaliknya jika orang tuanya mencontohkan kemalasan ibadah, sikap angkuh,
perkataan yang buruk dan sikap yang melanggar syariat Islam. Maka anak secara
29
Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang,t,th), h. 7630 M.Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1993), cet ke-6, h. 65
18
langsung akan mengikuti keburukan yang diperlihatkan oleh pendidiknya dalam hal
ini ayah dan ibunya.
Jika dalam menjalankan aktiviitas sehari-hari di dalam rumah sikap yang
dicerminkan ayah dan ibunya adalah berkata kasar dan bersikap buruk. Hal demikian
pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua yang mampu mmberikan
keteladanaan ketaatan dan kebaikan dalam perbuatan dan perkataan akan menjadi
inspirasi kesolihan bagi anaknya. Meskipun tidak bisa dipungkiri, anak akan
menemui tantangan lain yakni berupa media sosial dan lingkungan.
Namun setidaknya anak sudah dibekali kebaikan sehingga akan menjadi
modal awal ia bersosialisasi dengan lingkungannya. Idealnya seorang pendidik
keluarga yakni dalam hal ini adalah orang tua, selain mampu memberikan
keteladanan, juga tetap mengawasi dan memberikan pengarahan terhadap segala
macam aktivitas anaknya.Tidak memberikan kebebasan sepenuhnya sebab
bagaimana pun anak tetap membutuhkan bimbingan dari orang tuanya.
Suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam
kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtadan. Ikutan, mengikuti yang diikuti. Dari
pengertian keteladanan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa keteladanan itu
adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seorang dari orang lain.
Sedangkan keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat
dijadikan sebagai alat pendidikan Islam (`am), yaitu keteladanan yang baik sesuai
dengan pengertian “ Uswah” (khas),keteladanan sebagai suatu metode digunakan
untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang
baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik, mental dan memiliki
akhlak yang baik dan benar. Keteladanan dapat memberikan kontribusi yang besar di
dalam mengaplikasikan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Untuk menciptakan anak yang shaleh, pendidik tidak cukup hanya
memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang
memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 44
19
Artinya “ Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedangkan kamu
melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidakkah kamu
pikiran? “
Dari firman Allah SWT di atas, dapat diambil pelajaran bahwa orang tua
hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori kepada anak, tapi
lebih dari itu, ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya sehingga siswa dapat
mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.
G. Asbabun Nuzul yang terdapat dalam Surat Al-Ahzab Ayat 21
Menurut Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini adalah dasar yang paling
utama dalam perintah meneladani Rasulullah Saw, baik dalam perkataan, perbuatan,
maupun keadaannya. Oleh karena itu, Allah Ta'ala menyuruh manusia untuk
meneladani Rasulallah Saw dalam hal kesabaran, keteguhan, ribath (terikat dengan
tugas, komitmen), dan kesungguh-sungguhannya.
Ayat ini turun semasa Perang Ahzab ketika ada anggota pasukan Islam yang
yang takut, goncang, dan hilang keberaniannya pada perang Ahzab.Allah menyuruh
orang demikian meneladani Nabi Muhammad Saw dalam kesabaran dan keteguhan
membela agama Allah.
Di antara penduduk di Madinah itu memang ada orang yang telah bergoncang fikirannya, kacau bilau perasaan hatinya, jiwanya jadi stress yang teramat, ada juga orang yang pengecut, munafiq, tidak berani bertanggungjawab, kiranya sudah bersedia hendak lari menjadi badwi kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat jumlah yang besar tentera musuh yang akan menyerang.
Namun begitu, masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal
20
yang waras. Ini kerana mereka telah melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri yaitu Rasulullah saw.
Mulai saja baginda menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu datang hendak menyerang Madinah, baginda terus bersiap sedia mencari idea untuk mempertahankan kota Madinah. Baginda telah mendengar nasihat dari Salman Al Farisi agar menggali parit ataupun dipanggil khandaq untuk menghalang kemaraan tentera musuh.Nasihat Salman itu segera baginda Nabi laksanakan.Malah baginda sendiri yang memimpin menggali parit bersama-sama sahabat-sahabat baginda.Dan ianya dituruti oleh semua penduduk Madinah akhirnya menggali parit.
Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, menghancurkan batu batu yang merentangi, baginda telah memikul tanah galian dengan bahunya sendiri.Sehinggakan tanah yang dipikul baginda mengalir turun bersama keringat baginda di atas rambut baginda.Semuanya itu dikerjakan oleh sahabat-sahabat baginda dengan gembira dan bersemangat.Ini kerana baginda nabi sendiri telah kelihatan gembira dan bersemangat melakukan tugas itu. Sehinggakan bekerja, bergotong royong menggali tanah menyekap pasir, memukul batu sambil bernyanyi gembira dengan syair-syair gembira gubahan Abdullah bin Rawahah.
Syair-syair itu dilagukan dengan gembira. Maka sambil mengangkat tanah, memikul batu, memecah batu besar, mereka menyanyikan syair gubahan Abdullah bin Rawahah bersama-sama. Tetapi Abdullah bin Rawahah penyair muda dari Madinah ini, kemudiannya telah mencapai syahidnya dalam peperangan Mu’tah bersama Jaafar bin Abu Talib dan Zaib bin Harithah.
Maka janganlah kita samakan Rasulullah saw yang memimpin penggalian parit khandaq itu dengan pembesar-pembesar, menteri-
21
menteri di zaman kini ketika meletakkan batu asas hendak mendirikan gedung baru, bangunan baru, menggunting riben ketika merasmikan sesebuah syarikat ataupun pejabat, atau kedai. Dan janganlah kita samakan Rasulullah dengan pemimpin kita yang turut serta bersembahyang di mesjid untuk sesuatu upacara. Ianya berlainan sama sekali. Rasulullah ini adalah betul-betul pemimpin.Betul-betul seorang pejuang. Jauh sangat beda pemimpin kita dan juga pemimpin-pemimpin lain dengan baginda.
Dalam peperangan Khandaq itu semuanya bekerja keras siang malam.Dari mula bekerja menggali parit, sesudah itu berjaga siang dan malam.Besar dan kecil, tua dan muda.Kanak-kanak dan perempuan perempuan dipelihara dalam benteng (Athaam) dan dikawal. Zaid bin Tsabit, yang kemudian terkenal sebagai salah seorang yang dititahkan oleh Khalifah Rasulillah Abubakar Shiddiq mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mush-haf dan masih sangat muda, turut pula bekerja keras, menggali tanah, memikul pasir, danmemecahkan batu. Rasulullah pernah mengatakan bahwa Zaid Bin Tsabit ini adalah seorang anak yang baik.
Rupanya oleh kerana tersangat lelah bekerja dan berjaga, dan hari sangat dingin, Zaid masuk ke dalam parit itu dan sampai di sana dia tertidur dan senjatanya terlepas dari tangannya. Datang seorang pemuda lain bernama 'Ammarah bin Hazem, diambilnya senjata yang telah terjatuh itu dan disimpannya.Setelah dia terbangun dari tidurnya dilihatnya senjatanya tak ada lagi.Dia pucat terkejut dan cemas.
Seketika tibalah Rasulullah di tempat itu. Setelah beliau lihat Zaid baru terbangun dari tidurnya, berkatalah beliau:
"Hai Abaa Ruqaad! (Hai Pak Penidur), engkau tertidur dan senjatamu terbang!"Tetapi wajah beliau tidak membayangkan marah sedikit juga, sehingga Zaid bertambah takut disertai malu.
22
Lalu beliau melihat keliling dan berkata pula: "Siapa yang menolong menyimpan senjatanya?" 'Ammarah menjawab: "Saya yang menyimpannya, ya Rasul Allah!" Lalu beliau suruh segera kembalikan senjata Zaid dan beliau bernasihat pula kepada 'Ammarah didengar oleh yang lain: "Saya buat seorang Muslim jadi cemas dengan menyembunyikan senjatanya sebagai senda gurau".
Suasana memimpin yang seperti itu adalah teladan yang baik kepada Panglima Perang yang mengerahkan tenteranya ke medan pertempuran. Baginda tahu benar bahawa Zaid itu anak baik.Tertidur kerana sudah sangat lelah, bukanlah hal yang dapat dilawannya.Sambil bergurau saja baginda menegur, namun kesannya kepada Zaid besar sekali.Inilah antara sifat-sifat Rasulullah yang dapat dijadikan suri teladan kepada seluruh umat manusia.
“.....bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Di permulaan ayat sudah dijelaskan bahwa pada diri Rasulullah itu sendiri ada perkara yang dapat dijadikan contoh teladan bagi kita.Iaitu bagi orang-orang yang beriman.Semata-mata menyebut iman saja tidaklah cukup.Iman mesti disertai dengan pengharapan.Kalau hidup tidak mempunyai harapan, maka tidak ada ertinya hidup ini.Maka untuk memelihara iman dan harapan hendaklah banyak mengingati Allah.Sebab itu maka di hujung ayat ini dikatakan bahwa perbayakkanlah untuk menyebut dan mengingati Allah.
Ini kerana memang mudah untuk mengatakan kami mengikut contoh teladan dari Rasulullah ataupun mengatakan kami sememangnya beriman.Tetapi adalah untuk benar-benar beriman dan mengikuti contoh dari Rasulullah adalah memerlukan latihan batin yang mendalam sekali untuk melakukannya. Contoh orang
23
yang mengaku bahwa ia menuruti sunnah Rasulullah yang mengamalkan sunnah-sunnahnya. Yang Rasul buat, diturutinya kesemua. Yang Rasul tidak buat, yaitu bidaah, akan ditinggalkannya. Tetapi jarang orang yang mencontohi teladan dari sifat Rasulullah uang penuh lemah lembut di dalam menegur sesiapa yang melakukan bidaah.Mereka ini hanya tahu mengutuk, menegur dengan kasar, mencemuh, dan ada juga yang menyesatkan sesama Islam kerana mengamalkan bidaah.
Maka bertambah besar harapan kita kepada Allah dan keyakinan kita akan hari Kemudian dan bertambah banyak kita mengingat dan menyebut Allah, maka akan bertambah ringanlah bagi kita untuk mencontohi Rasulullah saw.
Jika pendidikan adalah melalui contoh, maka Rasul menempati posisi nomor
wahid untuk di teladani, baru kemudian faktor figur lain menjadi sangat penting,
baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Siapakah figur sentral di rumah?
Siapakah figur sentral di sekolah?Dan siapakah figur sentral di masyarakat? Karena
dalam tahapan pertumbuhan dan proses belajar, ciri khas seorang yang menjadi
teladan bagi anak-anak dan remaja sangatlah penting. Semakin sempurna seorang
dewasa yang menjadi teladan bagi anak-anak, maka tingkat penerimaan dan
keberlansungannya juga semakin banyak.Lihat saja tingkah polah dan perilaku anak-
anak kita, mereka sangat menyukai perilaku orang yang diteladaninya dan dengan
senang hati berusaha membentuk dirinya seperti orang yang diteladaninya itu.
H. Implementasi Keteladanan Rasulullah saw terhadap Orang Tua dalam
Mendidik Anak
Mengimplementasikan keteladanan Rasulullah terhadap orang tua sekarang
ini dapat menunjukkan bahwa pada dasarnya keteladanan memiliki sejumlah azas
kependidikan berikut ini:
Pertama, pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru
pada jalan Allah. Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menjadi teladan di
hadapan anak-anaknya, bersegera untuk berkorban, dan menjauhkan diri dari hal-hal
24
yang hina. Dengan begitu, para pendidik dan orang tua harus menyempurnakan
dirinya dengan akhlak mulia yang berasal dari Al-Qur’an dan dari perilaku
Rasulullah SAW.
Kedua, sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW
sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidik/orang tua dan generasi muda sehingga
setiap kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat
kita untuk meneladani beliau. Yang perlu kita garis bawahi, Islam tidak menyajikan
keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman tetapi Islam menyajikan keteladanan
ini agar manusia menerapkan suri teladan ini kepada dirinya sendiri.
Mufasir dalam hal ini melihat dari hasil pengaplikasiannya keteladanan
terpecah menjadi dua ranah yaitu:
1. Pengaruh Langsung yang Tidak Disengaja
Keberhasilan tipe peneladanan ini banyak bergantung pada kualitas
kesungguhan realisasi karakteristik yang diteladankan, seperti: keilmuan,
kepemimpinan, keikhlasan, atau lain sebagainya. Dalam kondisi ini pengaruh teladan
berjalan secara langsung tanpa disengaja. Ini berarti bahwa setiap orang yang
diharapkan menjadi teladan hendaknya memelihara tingkah lakunya.
2. Pengaruh yang Sengaja
Kadangkala peneladanan diupayakan secara sengaja. Maka umpamanyaorang
tua memberikan contoh membaca yang baik agar anak-anak menirunya, orang tua
membaikkan shalatnya untuk mengajarkan shalat yang sempurna kepada anak-anak,
dan komandan maju ke depan barisan di dalam jihad untuk menanamkan keberanian,
pengorbanan, dan kegigihan di dalam jiwa pasukannya.
Dari sini mufasir dapat melihat bahwa keteladanan dalam kehidupan sehari-
hari memberikan implikasi yang luar biasa, begitu juga dalam pendidikan dalam
keluarga. Untuk itu seyogyanya sebagai orang tua harus merealisasikan keteladanan
dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah Saw sebagai suri teladan yang baik selalu mendahulukan dirinya
mengerjakan segala perintah yang datang dari Allah Swt sebelum perintah itu
disampaikan pada umatnya, demikian pula larangan-larangan Allah Swt ia senantiasa
menjauhinya.
25
Bagi anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Hal itu
dikarenakan orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Sebagai
model, orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam
keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh
karena itu, Islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu
yang baik-baik saja kepada anak mereka.Teladan yang baik dari orangtua sangat
penting dalam dunia pendidikan. Dengan contoh yang baik seorang anak didik akan
termotivasi untuk meniru dan mengikuti perilaku orangtua. Keteladanan yang baik
memiliki pengaruh yang cukup besar pada diri seorang anak. Anak akan selalu
meniru tabi’at orangtuanya hingga orangtuanyalah yang akan pertama kali mencetak
anak menjadi apa saja yang diajarkan orang tuanya melalui perilaku diri merka
sendiri. Setiap orangtua dituntut untuk memberikan keteladanan yang baik tatkala
seorang anak mulai tumbuh, maka ia akan merekam seluruh tingkah laku orangtua
dan senantiasa akan bertanya-tanya tentang sebab suatu peristiwa. Maka apabila
jawaban orangtua baik maka akan baik pula untuk si anak. Orang tua sebagai figur
teladan bagi anak-anaknya hendaklah menjaga sikap dan perilakunya, sebab apa yang
mereka lakukan akan menjadi cermin bagi anaknya.
Kemudian ayat di atas juga sering diangkat sebagai bukti adanya keteladanan
dalam pendidikan. Muhammad Qutb, misalnya mengisyaratkan sebagaimana yang
dikutip oleh Abudin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa:
“Pada diri Nabi Muhammad Allah menyusun suatu bentuk sempurna yaitu
bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung”.31
Apabila ittiba’kepada Rasulullah, maka setiap orangtua seharusnya berusaha
agar dapat menjadi uswatun hasanah, artinya bisa menjadi contoh teladan yang baik
bagi anaknya khususnya dan masyarakat pada umumnya, meskipun diakui tidak
mungkin bisa sama seperti keadaan Rasulullah, namun setidak-tidaknya harus
berusaha ke arah itu.32
31
Abudin Nata,Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 95.