ALIRAN PERENIALISME DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Barat dan Islam Dosen Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. Ag Prof. Dr. H. Asmaran, AS, MA Dr. H. Burhanuddin Abdullah, M.Ag Dr. Irfan Noor, M.Hum Oleh Ahmad Alghifari Fajeri NIM. 1603520076 PROGRAM DOKTOR INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
39
Embed
· Web viewALIRAN PERENIALISME DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Barat dan Islam Dosen Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. Ag Prof. Dr.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ALIRAN PERENIALISME DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tugas Mata KuliahFilsafat Pendidikan Barat dan Islam
Dosen
Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M. AgProf. Dr. H. Asmaran, AS, MA
Dr. H. Burhanuddin Abdullah, M.AgDr. Irfan Noor, M.Hum
Oleh
Ahmad Alghifari Fajeri NIM. 1603520076
PROGRAM DOKTOR INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER........................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................. 2
A. Latar Belakang Aliran Perenialisme........................... 2
B. Tokoh-tokoh dalam Pemikiran Perenialisme.............. 5
C. Pengaruh Aliran Perenialisme dalam Dunia Pendidikan 7
D. Konsep Dasar Aliran Perenialisme dalam Pendidikan 13
E. Analisis Kritis terhadap Konsep Aliran Perenialisme. 16
BAB II PENUTUP........................................................................ 23
A. Kesimpulan ................................................................ 23
B. Saran............................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan filsafat pada umumnya dimulai dari mitologi yang
berkembang di masyarakat Yunani Kuno. Sebelum filsafat berdiri dengan jati
dirinya yang asli sebagai filsafat, mitos merupakan filsafat itu sendiri yang
menurut penciptanya sama sekali bukan mitos, melainkan cara berpikir empiris,
logis, dan realistis. Perkembangan filsafat mulai Yunani Kuno hingga zaman
modern dan pasca-modernisme mengantarkan kita pada zaman kegemilangan
pengetahuan bagi kehidupan manusia di dunia. Perkembangan tersebut
sesungguhnya merupakan bagian dari terbentuknya filsafat pendidikan. Latar
belakang setiap perkembangan mengisyaratkan bahwa pendidikan sangat penting
untuk kehidupan umat manusia.1
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan
menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia
tentang realitas, pengetahuan dan nilai. Brubacher mengelompokkan filsafat
pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu filsafat pendidikan “progresif”, dan
filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romatik naturalism dari Rooesseau.
Yang kedua, didasari oleh filsafat idealism, realisme humanism (humanisme
rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut
melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme, dan sebagainya.2
Melalui makalah ini, penulis akan membahas tentang Aliran Perenialisme
dalam Filsafat Pendidikan Islam.
Dalam makalah ini penulis akan membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Sejarah aliran perenialisme di Barat
2. Bagaimana aliran perenialisme dalam pandangan filsafat pendidikan
pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang
hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak
ada pada diri manusia dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki.
Menurut plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang
semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak
mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai
moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan
mengunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh
manusia.
2. Aristoteles
Aristoteles (348-322 SM), adalah murid plato, namun dalam
pemikiranya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya. Yaitu idealisme. Hasil
pemikirannya disebut filsafat realisme (realism clasik). Cara berfikir
Arithoteles berbeda dengan gurunya Plato, yang menekankan rasional
spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia
mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan
alam kehidupan manusia sehari-hari.
Aristoteles hidup pada abad ke empat sebelum masehi, namun ia
dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Aristoteles
merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance.
Sikap positifnya terhadap inkuiri menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai
bapak sains moderen. Kebajikan akan menghasilkan kebahagiaan dan
kebajikan bukanlah pernyataan atau perenungan pasif, melalaikan
merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani
sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya
dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia
sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada
manusia ideal dan manusia sempurna.
3. Thomas Aquinas
Thomas Aquinas mencoba mempertemukan satu pertentangan yang
muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran kristen dengan filsafat
(sebetulnya dengan filsafat Aristoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan
dasar pemikiran logis adalah neoplationalisme dan plotinus yang
dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquinas, tidak dapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran
agama (kristen). Keduanya dapat berjalan dalam jalannya masing-masing.
Thomas aquinas secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan
filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Pandangan tentang realitas, ia kemukakan, bahwa segala sesuatu yang
ada karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Mengalir
dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya. Thomas Aquinas
menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitanya, yaitu dunia tidak
diadakan dari semacam bahan dasar dan penciptaan tidak terbatas untuk
suatu saat saja.
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukakan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan akal budi
menjadi pengetahuan, selain pengetahuan manusia yang bersumber dari
wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melaui pengalaman
dan rasionya, (disini dia mengemukakan pandangan filsafat idealisme,
realisme, dan ajaran gerejanya). Filsafat aquinas disebut tomisme. Kadang-
kadang orang tidak membedakan antara neotonisme dengan perenialisme.9
C. Pengaruh Aliran Perenialisme dalam Dunia Pendidikan
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia
yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan, seperti
halnya yang kita rasakan dewasa ini, tidak ada satupun yang lebih bermanfaat
daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku
pendidik.
9 Anas Salahudin. Loc.Cit. hlm 57-59
Pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah
manifestasi dari pada hukum universal yang abadi dan sempurna yaitu ideal,
sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran,
asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah
“membina pemimpin yang sadar dan mempraktikkan asas-asas normatif itu
dalam semua aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati
memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauwan dan pikiran. Pendidikan
hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya
kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato
itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia
kenyataan. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk
mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek
harus dikembangkan secara seimbang.10
Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang
dimaksud oleh Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha mewujudkan
kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata.
Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan mem beri bantuan kepada
anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.11
Pandangan Perenialisme memandang masa lampau adalah masa yang
cukup dijadikan pedoman, sementara pendidikan Islam memandang
pendidikan perlu pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas pendidikan Islam
senantiasa dilakukan terus menerus dan tanpa batas. Hal ini karena hakikat
pendidikan Islam merupakan proses tanpa akhir. Sejalan dengan konsensus
universal yang ditetapkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya:
“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini
(ajal).” (QS. 15: 99).
Demikian juga tugas yang diberikan pada lembaga pendidikan Islam
bersifat dinamis dan progresif mengikuti kebutuhan anak didik dalam arti
10 M. Solihin. Perkembangan Filsafat dari Klasik hingga Modern. (Bandung: Pustaka Setia. Cet I, 2007) hlm 88
11 Zuhairini, dkk. Loc. Cit hlm 29
yang luas. Untuk menelaah tugas pendidikan Islam, dapat dilihat dari tiga
pendekatan, yaitu:
1. Pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi.
2. Pendidikan dipandang sebagai pewaris budaya.
3. Pendidikan dipandang sebagai interaksi antar potensi dan budaya.
Menurut Hasan Langgulung ketiga pendekatan itu tidak dapat berjalan
sendiri-sendiri, karena dimungkinkan adanya ketinggian penekanan pada satu
segi, sementara segi-segi lain proporsinya lebih kecil. Oleh sebab itu ia harus
berjalan secara sinergitas.12
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut perkembangannya
telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum
untuk sekolah dasar, menengah perguruan tinggi dan pendidikan orang
dewasa.
Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan
perenialisme, bahwa pendidikan harus lebih mengarahkan pusat perhatiannya
pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme
tidak melihat jalan yang meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip
yang telah sedemikian rupa membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian
manusia yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad
pertengahan.13
Tujuan dari pendidikan, menurut pemikiran perennialis, adalah
memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-
prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Tuntutan tertinggi
dalam belajar, menurut perenialisme adalah latihan dan disiplin mental. Maka
teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntutan tersebut.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat rasional dan sifat itulah yang
melahirkan konsep dasar tentang kebebasan. Manusia memiliki senjata yang
12 Saidah A. Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, dan Pragmatisme dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 1, April 2015) hlm 173
13 Uyoh Sadulloh. Loc Cit hlm 73
bersifat rasional tersebut untuk dapat menghilangkan belenggu atau rintangan
yang dihadapi dan menjadi merdeka. Kemerdekaan itu haruslah menjadi
tujuan dan dilaksanakan dalam pendidikan, supaya anak didik mempunyai
kemampuan untuk berbuat dengan sengaja. Atas dasar pandangan tersebut
dapat disimpulkan bahwa belajar itu pada hakekatnya adalah belajar untuk
berpikir.
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan
intelektual siswa pada seni dan sains, bidang-bidang yang merupakan karya
terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia untuk dapat
menjadi “terpelajar secara kultural”. Hanya satu pertanyaan untuk bidang
kurikulum yang harus diajukan: Apakah para siswa memperoleh keberhasilan
yang merepresentasikan usaha-usaha yang paling tinggi dalam bidang itu?
Jadi, seorang guru Bahasa Inggris SMU dapat mengharuskan para siswanya
untuk membaca Moby Dick-nya Melville atau sebagian dari drama
Shakepeare bukannya sebuah novel dalam daftar terlaris saat ini. Sama halnya
dengan siswa IPA akan mempelajari mengenai tiga hukum gerakan atau tiga
hukum termodinamika bukannya membangun suatu model penerbangan
ulang alik angkasa luar.
Kebijakan di dunia pendidikan yang relevan menyangkut beberapa
prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu :
1. Pada hakikatnya manusia di mana pun dan kapan pun ia berada
adalah sama walaupun lingkungannya berbeda. Tujuan pendidikan
adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan
dan kebajikan. Hutckin mengemukakan bahwa pendidikan harus
sama bagi semua orang, dimanapun dan kapanpun ia berada,
demikian juga tujuan pendidikan harus sama yaitu memperbaiki
manusia sebagai manusia.
2. Manusia harus menggunakan rasio untuk mengarahkan sifat
bawaannya sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah
bebas namun mereka harus belajar untuk memperhalus pikiran dan
mengontrol seleranya.
3. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
kebenaran yang pasti dan abadi. Anak harus diberi pelajaran yang
pasti yang akan memperkenalkannya dengan keabadian dunia. Anak
tidak boleh dipaksa untuk mempelajari pelajaran yang tampaknya
penting suatu saat saja.
4. Pendidikan bukan merupakan peniruan dari hidup melainkan
merupakan suatu persiapan untuk hidup. Di sekolah anak
berkenalan dengan hasil yang terbaik dari warisan sosial budaya.
5. Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literatur
yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial, politik
dan ekonomi.
M. Amin Abdullah14 menyebutkan bahwa ada empat model pemikiran
keislaman, yaitu model tekstual salafi, model tradisional mazhabi, model
modernis dan model neo modernis. Dari empat model ini, tekstual salafi
dianggap lebih dekat dengan perenialisme. Tektual salafi berupaya
memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung di dalam
Al-Quran dan Sunnah dengan melepaskan diri dari dan kurang
14 Amin Abdullah. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) hlm 86
15 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 109 -110
falsifikatif , dan rekonstruksi sosial yang berlandaskan tauhid. Dari kelima
tipologi tersebut, dua di antaranya sesuai dengan perenialisme yaitu perenial
esensial salafi dan perenial esensial mazhabi, meskipun memiliki perbedaan
dengan istilah salafi dan mazhabi.
Perenial esensial salafi merupakan konstruksi tipologi tekstual salafi
dilihat dari wataknya yang bersifat regresif dan konservatif, maka lebih dekat
dengan perenialisme dan essensialism. Hanya saja perenialisme menghendaki
agar kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, sedangkan
model tekstual salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf (era
kenabian dan sahabat). Namun pada intinya keduanya lebih berwatak regresif.
Model pemikiran tekstualis salafi juga beranggapan bahwa nilai-nilai
kehidupan pada masyarakat salaf perlu dijunjung tinggi dan dilestarikan
keberadaannya hingga sekarang, baik nilai-nilai insyaniyah maupun nilai-
nilai Illahiyah, karena masyarakat salaf dipandang sebagai masyarakat yang
ideal. Karena itu keduanya juga berwatak konservatif, dalam arti sama-sama
hendak mempertahankan nilai, kebiasaan dan tradisi masyarakat terdahulu.
Dalam bangunan pemikiran filsafat pendidikan Islam, model ini dapat
dikatagorikan sebagai tipologi perennial tekstual salafi dan sekaligus
essensial tekstual salafi. Parameter dari perennial-tekstual salafi adalah watak
regresifnya yang ingin kembali ke masa salaf sebagai masyarakat ideal yang
dipahaminya secara tekstual. Parameter essensial-tekstual salafi adalah watak
konservatifnya untuk mempertahankan dan melestarikana nilai-nilai Illahiyah
dan insaniyah yang dipraktikkan pada masa salaf yang juga dipahami secara
tekstual tanpa adanya verifikasi dan kontekstualisasi. Untuk
menyederhanakan istilah pada medel filsafat pendidikan Islam pada tipologi
ini kita pakai istilah perennial-essensial salafi.
Sedangkan perenial esense mazhabi merupakan konstruksi tipologi
tradisional mazhabi dilihat dari wataknya lebih menonjolkan sifatnya yang
tradisional dan mazhabi. Watak tradisionalnya diwujudkan dalam bentuk
sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai,
norma dan adapt kebiasaan serta pola-pola piker yang ada secara turun
menurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio histories masyarakat
yang sudah mengalami perubahan dan perkembangan sebagai akibat dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan watak mazhabinya
diwujudkan dalam bentuk kecenderungannya untuk mengikuti aliran,
pemahaman atau doktrin, serta pola-pola pemikiran sebelumnya yang
dianggap sudah relative mapan.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, tipologi ini
berusaha membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian terhadap
khazanah pemikiran pendidikan Islam karya para ulama’ pada periode
terdahulu, baik dalam bangunan tujuannya pendidikannya, kurikulum atau
program pendidikan, hubungan pendidik dan peserta pendidik, metode
pendidikan, maupun lingkungan pendidikan (konteks belajar) yang
dirumuskannya. Bahkan ia juga merujuk atau mengadopsi produk-produk
pemikiran pendidikan dari para cendikiawan non muslim terdahulu tanpa
dibarengi dengan daya kritis yang memadai.
Dengan demikian tipologi filsafat pendidikan Islam ini lebih dekat
dengan perenialism dan essensialism, terutama dari wataknya yang regresif
dan konservatif. Maka berdasarkan tipologi tersebut tersusunlah tipologi
filsafat pendidikan yang disebut dengan perennial-esensial mazhabi.
D. Konsep Dasar Aliran Perenialisme dalam Pendidikan
1. Hakikat pendidikan
Tentang pendidikan kaum Perenialisme memandang education as
cultural regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan
masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan
adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti,
absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau
yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut.Sejalan dengan hal di
atas, penganut Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan
juga bersifatuniversal dan abadi.
Robert M. Hutchins mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan
Saidah A. Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, dan Pragmatisme dalam Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 1, April 2015