Page 1
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT
PERKECAMBAHAN BIJI
Disusun oleh
Nama : 1.Muhammad Miftahussurur (12126)
2. Dhemas Adi Purwa (12131)
3. Zulham Aaron Mochammad (12172)
4. Rivandi Pranandita Putra (12175)
5. Nawang Wulandari (12177)
6. Ary Danar Kisworo (12184)
Gol / Kel : A4 / 4
Asisten : 1. Ar Roufi Karina 2. Bagus Herwibawa 3. Devita Areifvia Ningsih
LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2011=
Page 2
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT
PERKECAMBAHAN BIJI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemecahan dormansi dikatakan bahwa biji suatu tanaman tidak dapat berkecambah.
Dormansi biji dapat disebabkan karena adanya zat penghambat kulit biji yang keras,
embrio yang dorman, embrio yang rudimintair, dan kulit biji yang impermeabel.
Proses dormansi pada perkecambahan biji perlu dilakukan pengamatan. Dalam
pengamatan tersebut yang diuji adalah zat penghambatnya.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan
biji berkulit keras.
3. Megetahui pengaruh cairan buah terhadap perkecambahan biji.
Page 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Suatu biji dikatakan dorman apabila biji itu tidak berkecambah meskipun keadaan
dalam dan luar biji memungkinkan untuk berlangsungnya suatu perkecambahan. Adanya
dormansi ternyata tidak hanya memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan suatu
biji namun juga memberikan pengaruh positif. Pengaruh positif adanya dormansi adalah
kemampuan mempertahankan daya hidup biji dalam usaha penyebaran tumbuhan. Sedangkan
pengaruh negatifnya yaitu waktu yang lama dalam perkecambahan (Suhardi, 1989).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya,
hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut.
Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap
untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk
dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi
digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Skarifikasi merupakan salah satu upaya
pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi
serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa
pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun chemis (Anonim, 2007).
Perkecambahan merupakan suatu proses pertumbuhan dari biji setelah mengalami masa
dormansi bila kondisi-kondisi sekelilingnya memungkinkan banyak faktor yang berpengaruh
dalam merangsang maupun memacu proses perkecambahan ini, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Beberapa faktor tersebut antara lain ketersediaan air, suhu udara (gas-gas)
dan cahaya (Novijanto, 1996).
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum
berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya
radicle dan plumule. Biasanya radikula keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan
membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini
proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar
dapat dilarutkan, hormon auksin terbentuk pada endosperma dan kotiledon. Hormon tersebut
dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan
energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Istilah dormansi mempunyai aplikasi yang luas dalam fisiologi tanaman yang mengacu
pada ketidakadaan pertumbuhan di dalam bagian tanaman yang dipengaruhi faktor dalam dan
Page 4
luar. Dormansi pada biji merupakan salah satu penyebab gagalnya perkecambahan walaupun
biji dapat menyerap air dan berada pada temperatur dan tingkat oksigen yang baik. Jika biji
dapat segera berkecambah setelah menyerap air tanpa adanya penghalang dalam
perkecambahan, embrio dikatakan tidak dorman (Hartmann dan Dale, 1975).
Dormansi dapat disebut sebagai kondisi biji saat biji gagal untuk berkecambah
walaupun tersedia cukup banyak kelembaban luar, biji dipajangkan ke kondisi atmosfer yang
lazim ditemukan pada tanah beraerasi baik pada permukaan tanah dan suhu berada berada
dalam rentang yang biasanya berkaitan dengan aktifitas fisiologis. Konsep dormansi
mencerminkan konsep induksi hampir pada kejadian perkecambahan tidak berlangsung
selama ada perlakuan yang mengakhiri dormansi, tapi justru sebaliknya. Contoh yang paling
mudah mengenal dormansi adalah adanya kulit biji yang keras yang menghalangi penyerapan
oksigen atau air. Beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji tertentu karena
jalan masuk dihalangi oleh sumpal seperti gabus. Pemecahan penghalang kulit biji dinamakan
skarifikasi atau penggoresan untuk yang menggunakan pisau, kikir atau kertas amplas.
Senyawa kimia penghambat sering juga terdapat di dalam biji dan penghambat ini harus
dikeluarkan lebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di alam bila terdapat
cukup curah hujan yang dapat mencuci penghambat dan biji, tanah akan cukup basah bagi
kecambah baru untuk bertahan hidup, misalnya saja buah tomat (Sallisburry dan Ross, 1995).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperpendek dormansi adalah dengan
perendaman. Pada padi, perendaman gabah bertujuan memberikan keleluasaan gabah untuk
menghisap air secukupnya. Masuknya air ke dalam biji akan diatur oleh kulit gabah. Gabah
akan berkecambah sepanjang 1-2 mm sesudah 2 malam, kecambah ini paling baik untuk
disemai, karena kecambah yang lebih panjang menyukarkan penebaran benih. Akarnya akan
berkait-kaitan satu sama lain dan dapat patah (Soemartono et al., 1981).
Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat
dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk untuk membuatnya menjadi
permeabel terhadap gas-gas dan air. Ini tercapai dengan bermacam-macam teknik dan cara
mekanik termasuk tindakan pengamplasan merupakan tindakan yang paling umum,
sedangkan tindakan air panas 77-100oC efektif untuk benih ”honey locust”. Beberapa benih
juga dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 (Harjadi, 2002).
Page 5
III. METODOLOGI
Percobaan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2011 di Laboratorium
Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah
biji saga (Abrus precatorius), biji padi (Oryza sativa), H2SO4 pekat, aquadest, Coumarin 0%,
25%, 50%, dan 100%. Alat-alat yang diperlukan adalah kertas filter, corong penyaring,
beaker glass, pengaduk kaca, petridish, amplas, dan pinset.
Cara kerja pada perlakuan khemis pada biji berkulit keras adalah 40 biji saga diambil,
kemudian direndam dalam H2SO4 selama 1 menit, 3 menit, 6 menit, dan dalam air sebagai
kontrol masing-masing 10 biji. Biji yang telah direndam H2SO4 dicuci dengan air sampai
bersih, lalu dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi kertas filter basah. Setiap hari
selama 10 hari diamati yang berkecambah dan dihitung lalu dibuang, yang berjamur juga
dibuang, jika perlu media perkecambahan dapat diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor
dihitung. Kemudian dibuat grafik GB dan IV vs hari pengamataan. Cara kerja pada
perlakuan mekanis pada biji berkulit keras adalah 20 biji saga diambil dan dibagi dua, 10 biji
tanpa perlakuan dan sebagai kontrol, sedangkan 10 yang lain diperlakukan secara mekanis
(tepinya diamplas). Biji-biji tersebut dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi sehelai
kertas filter basah. Setiap hari selama 10 hari diamati, yang berkecambah dihitung lalu
dibuang, yang berjamur dibuang, jika perlu media dapat diganti. Gaya berkecambah dan
indeks vigor dihitung dan grafik GB dan IV vs hari pengamataan dibuat. Cara kerja pada
percobaan pengaruh cairan daging buah adalah 100 biji padi disiapkan. Biji-biji tersebut
dikecambahkan pada 4 petridish, masing-masing 25 biji dengan alas kertas saring masing-
masing dibasahi dengan Coumarin 0%, 25%, 50%, dan 100%. Setiap hari selama 1 minggu
diamati perkecambahannya, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, bila media berjamur
diganti dengan yang baru sesuai dengan perlakuan. Perlakuan kontrol (Coumarin 0%) dilihat,
bila biji sudah berkecambah lebih dari 50% maka seluruh biji dari perlakuan lain dicuci dan
diganti medianya dengan air biasa. Kemudian pengamatan dilanjutkan hingga hari kesepuluh.
Perhitungan gaya berkecambah dan indeks vigor, grafik gaya berkecambah dan indeks vigor
vs hari pengamataan dibuat.
Page 6
Cara perhitungan pada Gaya Berkecambah (GB) dan Indeks Vigor (IV):
Gaya Berkecambah (GB):
Indeks Vigor (IV):
Page 7
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan GB Biji Saga pada Perlakuan Khemis
Perlakuan Gaya Berkecambah (GB) pada Hari ke-n (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10H2SO4 1 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 2 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 3 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 2. Hasil Pengamatan IV Biji Saga pada Perlakuan Khemis
Perlakuan Indeks Vigor (IV) pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1H2SO4 1 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 2 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 3 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 3. Hasil Pengamatan GB Biji Saga pada Perlakuan Mekanis
Perlakuan Gaya Berkecabah (GB) pada Hari ke-n (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Diamplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 4. Hasil Pengamatan IV Biji Saga pada Perlakuan Mekanis
Perlakuan Indeks Vigor (IV) pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Diamplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 5. Hasil Pengamatan GB Benih Padi pada Perlakuan Coumarin
Page 8
Perlakuan Gaya Berkecambah (GB) pada Hari ke-n (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Coumarin 0% 0 0 76 0 0 0 0 0 0 0Coumarin 25% 0 0 68 4 8 0 0 0 0 0Coumarin 50% 0 0 40 8 8 4 0 0 0 0Coumarin 100% 0 0 4 4 28 0 4 0 0 4
Tabel 6. Hasil Pengamatan IV Benih Padi pada Perlakuan Coumarin
Perlakuan Indeks Vigor (IV) pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Coumarin 0% 0 0 6.33 0 0 0 0 0 0 0Coumarin 25% 0 0 5.67 0.25 0.40 0 0 0 0 0Coumarin 50% 0 0 3.33 0.5 0.40 0.17 0 0 0 0Coumarin 100% 0 0 0.33 0.25 1.40 0 0.14 0 0 0.10
4.1.2 Histogram
Page 10
4.2. Pembahasan
Percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk membuktikan fungsi dari beberapa
perlakuan yang dapat mematahkan dormansi suatu biji dan untuk untuk mengetahui
pengaruh dari suatu zat penghambat perkecambahan. Dormansi merupakan keadaan biji
yang tidak bisa berkecambah meskipun keadaan internal dan eksternal sangat
menguntungkan untuk perkecambahan. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa hal,
antara lain: (1) kulit biji yang bersifat keras (suberine dan kutine), (2) embrio biji dalam
keadaan dorman, (3) embrio dalam keadaan rudimentair, (4) kulit biji yang impermeable,
dan (5) adanya zat penghambat. Keadaan biji yang dorman ini sangat merugikan, oleh
karena itu perlu dilakukan beberapa cara untuk mematahkan dormansi suatu biji, antara
lain sebagai berikut:
1. Kulit Biji yang Bersifat Keras
Dormansi pada biji berkulit keras terjadi karena air dan gas-gas yang harusnya dapat
mendukung perkecambahan tidak dapat menembus kulit biji. Keadaan ini terjadi pada
biji yang tersusun atas kulit dari suberine dan kutine. Persoalan ini dapat diatasi
dengan:
(a) perlakuan mekanis melalui skarifikasi misalnya pengamplasan, pengipasan,
pemecahan, pengikiran, pemotongan sebagian kulit, dan sebagainya.Percobaan acara V
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan khemis dan mekanis terhadap
perkecambahan biji.
(b) perlakuan secara khemis bisa dilakukan dengan alcohol, asam sulfat, kalium nitrat,
dan sebagainya.
(c) perlakuan secara fisis misalnya dengan perebusan maupun perlakuan suhu tertentu.
2. Embrio yang Dorman
Keadaan embrio yang dorman bisa diatasi dengan melakukan stratifikasi yaitu
memperlakukan biji pada suhu yang berbeda-beda supaya terjadi proses after ripening.
3. Embrio yang Rudimentair
Embrio rudimentair merupakan keadaan biji yang tidak sempurna, kadang hanya berisi
endosperm atau embrio yang kecil (tidak normal). Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian larutan dextrose 5% yang dapat memacu perkembangan embrio.
4. Kulit Biji yang Impermeabel
Keadaan ini sama dengan kondisi biji berkulit keras, sehingga bisa diatasi dengan cara
yang sama (mekanis, khemis, atau fisis).
Page 11
5. Adanya Zat Penghambat
Zat penghambat seperti asam sianida, amoniak, kafein, etilen, atau coumarin dapat
mempengaruhi perkecambahan. Dalam kadar yang rendah zat ini dapat memacu
perkecambahan tetapi dalam kadar yang tinggi akan menghambat perkecambahan. Zat
penghambat dapat dihilangkan dengan cara perendaman, memperlakukan biji pada
suhu dengan interval yang jauh berbeda-beda, pemberian khemikalia, maupun
dibiarkan supaya hilang dengan sendirinya (terjadi penetralan di dalam tanah).
Percobaan yang telah dilakukan menerapkan beberapa perlakuan untuk mematahkan
dormansi biji yaitu dengan cara khemis maupun mekanik. Pada perlakuan khemis, 10 biji
saga masing-masing direndam pada H2SO4 dengan durasi waktu yang berbeda yaitu selama 1
menit, 3 menit, 6 menit, dan sebagai kontrol hanya direndam di air. Berdasarkan teori, biji
saga yang direndam dalam H2SO4 lebih lama akan berkecambah lebih cepat dan mempunyai
GB maupun IV yang tinggi, akan tetapi hasil pengamatan menunjukan hal yang berbeda.
Dapat dilihat pada histogram bahwa perendaman pada H2SO4 tidak dapat memecah dormansi
sebagaimana mestinya (tidak ada biji yang berkecambah hingga hari ke-10). Hal ini
merupakan ketidaktepatan hasil yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya
perendaman pada H2SO4 yang tidak maksimal, biji yang tidak dicuci dengan bersih, maupun
kesalahan dalam pengamatan dan percobaan.
Pada perlakuan secara mekanis, 20 biji saga dibagi dua, 10 biji sebagai kontrol (tanpa
perlakuan) dan 10 biji diamplas bagian tepinya (skarifikasi). Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan sebagian kulit biji saga yang sangat keras dan yang menyebabkan air maupun
gas tidak dapat masuk. Berdasarkan teori, biji saga yang telah diskarifikasi akan dapat
berkecambah, sedangkan biji yang tanpa perlakuan tidak akan bisa berkecambah. Hasil
pengamatan menunjukan ketidaktepatan karena biji yang telah diamplas tidak ada yang
berkecambah hingga hari ke-10. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu
pengamplasan yang kurang sempurna sehingga biji masih bersifat impermeabel, pencucian
yang kurang bersih, atau media perkecambahan yang kurang mendukung. Dengan tidak
adanya biji yang berkecambah maka gaya berkecambah dan indeks vigor biji tidak dapat
diketahui.
Perlakuan ketiga pada percobaan ini adalah pemberian coumarin yang merupakan zat
penghambat perkecambahan untuk mengetahui pengaruhnya pada biji. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa pada hari yang sama (misalnya hari ke-3), biji dengan perlakuan
coumarin kadar rendah memiliki GB dan IV yang lebih tinggi, semakin besar kadar coumarin
maka GB dan IV semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
Page 12
coumarin dengan kadar rendah akan memacu perkecambahan biji, sedangkan coumarin pada
kadar tinggi akan menghambat perkecambahan biji. Pada perlakuan ketiga ini, dapat
diketahui pula bahwa gaya berkecambah benih padi yang terbaik adalah pada hari ke-3 dan
benih padi mempunyai indeks vigor tertinggi pada hari ke-3 yang ditunjukan dengan
pertumbuhan benih padi dengan serempak lebih banyak dari pada hari yang lain.
Page 13
V. KESIMPULAN1. Dormansi biji dapat dihilangkan dengan perlakuan secara mekanis dan
khemis.
2. Perlakuan secara mekanis lebih efektif dalam mengurangi kekerasan kulit biji
(dormansi biji).
3. Semakin besar konsentrasi Coumarin (daging buah) akan mengurangi besar
GB yang didapat.
4. Kontrol yang didapat pada biji padi dengan perlakuan dengan Coumarin
memiliki nilai GB yang lebih besar daripada kontrol pada biji saga.
5. Dalam kadar rendah, coumarin dapat memacu perkecambahan, tetapi pada
kadar tinggi coumarin dapat menghambat perkecambahan.
Page 14
Referensi
Anonim.(2007). Aplikasi Manipulasi Lingkungan.< http://209.85.175.104/search?
q=cache:G_iGXnM8INoJ:elisa.ugm.ac.id/files/yeni_wn_ratna/DGVN5o6N/II-
kualitas%2520dan%2520prod-peningk%2520prod-malink.doc>, diakses pada tanggal
18 Maret 2011.
Edmond, J. B., T. L. Senn dan F. S. Andrews. 1957. Fundamentals of Horticulture. Mc
Grown – Hill Book Company. New York.
Harjadi, M.M. Sri Styati. (2002). Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Hartmann, H. T. dan Dale E. K. (1975). Plant Propagation Principles and Practices. Prentice-
Hall, Inc. New Jersey.
Novijanto, N., (1996), Pengaruh suhu dan lama perendaman terhadap mutu kecambah kacang
hijau. Agri Journal 3: 30.
Sallisburry, F.B dan C. W. Ross. (1995). Plant Phisiology (Fisiologi Tumbuhan, alih bahasa
oleh Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Soemartono, S. Somad. dan R. Harjono. (1981). Bercocok Tanam Padi. Yasa Guna, Jakarta.
Suhardi. (1989). Pengaruh umur semaian terhadap pertumbuhan dan hasil kentang asal biji
botani. Jurnal Hortikultura 5 : 1-3.
Sumiasri, N. dan Priadi, D. (2002). Pertumbuhan biji sengon pada variasi lamanya
perendaman dalam zat pengatur tumbuh BAP. Duta Farming 20 : 1– 4.
Page 15
LAMPIRAN
Perhitungan:
1. Khemis
Hari ke-10 (kontrol)
GB
=
= 10 %
IV =
=
= 0,1
2. Mekanis(GB dan IV Tidak dapat dihitung)
3. Coumarin
Hari ke-3Coumarin 0%
GB
=
= 76%
IV =
=
= 6,33
Page 16
Coumarin 25%
GB
=
= 68%
IV =
=
= 5,67
Coumarin 50%
GB
=
= 40%
IV =
=
= 3,33
Coumarin 100%
GB
=
= 4%
IV =
=
= 0,33
Hari ke-4
Page 17
Coumarin 25%
GB
=
= 4%
IV =
=
= 0,25
Coumarin 50%
GB
=
= 8%
IV =
=
= 0,5
Coumarin 100%
GB
=
= 4%
IV =
=
= 0,25
Hari ke-5
Coumarin 25%
Page 18
GB
=
= 8%
IV =
=
= 0,4
Coumarin 50%
GB
=
= 8%
IV =
=
= 0,4
Coumarin 100%
GB
=
= 28%
IV =
=
= 1,4
Hari ke-6
Coumarin 50%
GB
Page 19
=
= 4%
IV =
=
= 0,17
Hari ke-7
Coumarin 100%
GB
=
= 4%
IV =
=
= 0,14
Hari ke-10
Coumarin 100%
GB
=
= 4%
IV =
=
= 0,1
Tabel:
1. Khemis
Tabel 1. Hasil Pengamatan Bji Saga yang berkecambah
Perlakuan Jumalah Biji Saga yang berkecambah pada Hari ke-n
Page 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1H2SO4 1 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 2 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 3 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 2. Hasil Pengamatan GB Biji Saga pada Perlakuan Khemis
Perlakuan Gaya Berkecambah (GB) pada Hari ke-n (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10H2SO4 1 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 2 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 3 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 3. Hasil Pengamatan IV Biji Saga pada Perlakuan Khemis
Perlakuan Indeks Vigor (IV) pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1H2SO4 1 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 2 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0H2SO4 3 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Mekanis
Tabel 4. Hasil Pengamatan Jumlah Biji yang Berkecambah
Perlakuan Jumlah Biji yang Berkecambah pada Hari ke-n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Diamplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 5. Hasil Pengamatan GB Biji Saga pada Perlakuan Mekanis
Perlakuan Gaya Berkecabah (GB) pada Hari ke-n (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Diamplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Page 21
Tabel 6. Hasil Pengamatan IV Biji Saga pada Perlakuan Mekanis
Perlakuan Indeks Vigor (IV) pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Diamplas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. Coumarin
Tabel 7. Hasil Pengamatan Jumlah Biji yang Berkecambah
Perlakuan Jumlah Biji yang Berkecambah pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Coumarin 0% 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0Coumarin 25% 0 0 17 1 2 0 0 0 0 0Coumarin 50% 0 0 10 2 2 1 0 0 0 0Coumarin 100% 0 0 1 1 7 0 1 0 0 1
Tabel 8. Hasil Pengamatan GB Benih Padi pada Perlakuan Coumarin
Perlakuan Gaya Berkecambah (GB) pada Hari ke-n (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Coumarin 0% 0 0 76 0 0 0 0 0 0 0Coumarin 25% 0 0 68 4 8 0 0 0 0 0Coumarin 50% 0 0 40 8 8 4 0 0 0 0Coumarin 100% 0 0 4 4 28 0 4 0 0 4
Tabel 9. Hasil Pengamatan IV Benih Padi pada Perlakuan Coumarin
Perlakuan Indeks Vigor (IV) pada Hari ke-n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Coumarin 0% 0 0 6.33 0 0 0 0 0 0 0Coumarin 25% 0 0 5.67 0.25 0.40 0 0 0 0 0Coumarin 50% 0 0 3.33 0.5 0.40 0.17 0 0 0 0Coumarin 100% 0 0 0.33 0.25 1.40 0 0.14 0 0 0.10